makalah neurologi
Post on 31-Oct-2015
282 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 1/19
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Alzheimer ’s pertama kali ditemukan pada tahun 1906 oleh
seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia
mengobservasi mayat seorang wanita berumur 51 tahun yang mengalami
gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat
tinggalnya. Wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan
refleks1. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis
plaque dan degenerasi neurofibrillary2.
Hal ini cukup umum terjadi, terutama akibat peningkatan usia harapan
hidup, dan menjadi penyebab kurang lebih sekitar 65% dari total kasus demensia
di Inggris. Onset dan progresi dari penyakit berjalan cepat, dimana kerusakan
pada memori terjadi duluan, diikuti oleh kemampuan bahasa dan spasial.
Kemampuan berpikir dan menilai masi berfungsi pada fase awal, namun akan
terpengaruhi dalam jangka waktu beberapa tahun3.
Demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan
gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Definisi
demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration
Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan
bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen
fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi4.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-
60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia
terutama jumlah kasus penderita Alzheimer pada abad terakhir semakin
meningkat sehingga diduga akan menjadi epidemi seperti di Amerika dengan
insidens demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita Alzheimer
123/100.000/tahun dan menjadi penyebab kematian keempat atau kelima3.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 2/19
2
1.2 Tujuan penulisan
Menelaah lebih dalam mengenai penyakit Alzheimer’s, baik dari segi
etiologi, patologi, maupun klinis.
1.3 Manfaat penulisan
1.3.1 Bagi masyarakat awam
Mengetahui mengenai penyakit Alzheimer’s secara umum.
1.3.2 Bagi mahasiswa fakultas kedokteran
Sebagai masukan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran yang ingin
mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit Alzheimer’s.
1.3.3 Bagi penulis
Mengembangkan kemampuan dan mengasah daya analisis serta
menambah pengetahuan penulis mengenai penyakit Alzheimer’s sehingga dapat
memberikan penanganan yang lebih baik untuk penderita-penderita penyakit
Alzheimer’s.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 3/19
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Alzheimer’s adalah suatu kelainan yang didapat, dimana terjadi
gangguan kognitif dan perilaku yang mengganggu fungsi kerja dan sosial dari
penderita. Penyakit ini memiliki progresifitas yang lama dan panjang serta tidak
dapat disembuhkan5.
2.2 Etiologi
Beberapa teori yang menyatakan mengenai penyebab penyakit
Alzheimer’s berupa6:
1. Teori kimia
Penelitian awal menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar
alumunium didalam otak penderita Alzheimer’s. Hal ini dibantah oleh
berbagai hasil penemuan terbaru. Namun kadar zat kimia tertentu yang
bervariasi tetap ditemukan pada otak penderita.
2. Teori genetik
Penderita Alzheimer’s cenderung memiliki anggota keluarga yang
mengalami penyakit Alzheimer’s juga, namun pengaruh genetik pada
penurunan penyakit Alzheimer’s masi belum diketahui secara jelas.
3. Teori autoimun
Beberapa penelitian menyatakan Alzheimer’s adalah hasil dari
penyakit autoimun, namun belum ditemukan bukti pasti akan hal
tersebut.
4. Teori infeksi virus secara lambat
Adanya suatu infeksi virus yang memiliki masa inkubasi cukup
panjang sebelum terjadinya onset penyakit Alzheimer’s.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 4/19
4
2.3 Patogenesis1
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer
ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan
garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko
menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol
normal Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan
familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio
proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan
kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down
syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40
tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan
penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar
menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.
Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki
alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan
bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika
pada alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada
keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot
analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus
tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat
lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti
Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan
penyakit alzheimer.
Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
A. manifestasi klinik yang sama
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 5/19
5
B. Tidak adanya respon imun yang spesifik
C. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
D. Timbulnya gejala mioklonus
E. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat
berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara
lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan
neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut
diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum
adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang
tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak
seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang
belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan
depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan
masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan
metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin
dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan
haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan
meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid
Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan
pada wanita muda karena peranan faktor immunitas
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 6/19
6
menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti7:
A. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan
otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil
transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan
biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik
kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior,
nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline
merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter
lainnyapd penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan
pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang
atau hilangnyadaya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik
sebagai patogenesa penyakit alzheimer
B. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun
pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal
lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada
korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Bowen
et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan
konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem
penderita alzheimer.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 7/19
7
C. Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
D. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5-
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan
serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal
serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi
oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis
E. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono
amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk
deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan
MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer,
didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais
sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada
nukleus basalis dari meynert.
2.4 Manifestasi Klinis5
Perubahan kognitif penderita Alzheimer’s cenderung mengikuti
pola karakteristik yang dimulai dengan gangguan memori dan menyebar
ke bahasa dan defisit visuospatial. Namun, sekitar 20% pasien datang
dengan keluhan non-memori seperti penggunaan kata, menyusun, atau
kesulitan menentukan arah. Pada tahap awal penyakit, defisit memori
mungkin tidak dikenali atau dianggap proses lupa yang ringan, namun
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 8/19
8
setelah defisit memori mulai mempengaruhi kegiatan sehari-hari atau
turun di bawah 1,5 standar deviasi dari normal pada tugas-tugas yang
membutuhkan kemampuan memori standar, penyakit ini didefinisikan
sebagai Mild Cognitive Impairment (MCI). Sekitar 50% penderita MCI
akan mengalami progresifitas penyakit ke Alzheimer’s dalam waktu 5
tahun.
Secara bertahap masalah kognitif akan mulai mengganggu aktivitas
sehari-hari, seperti mengatur keuangan, mengikuti instruksi pada
pekerjaan, mengemudi, belanja, dan kegiatan rumah tangga. Sebagian
penderita tidak menyadari kesulitan-kesulitan yang muncul (anosognosia),
sementara sebagian lainnya menyadari perubahan-perubahan yang muncul.
Lingkungan sekitar membingungkan penderita, dan penderita dapat
tersesat atau kehilangan arah.
Pada stadium II penyakit Alzheimer’s, pasien tidak dapat bekerja,
mudah bingung, dan membutuhkan pengawasan setiap hari. Kemampuan
sosial, rutinitas, dan percakapan sehari-hari masih dapat dilakukan oleh
pasien. Afasia muncul pertama kali pada pasien, menyebabkan gangguan
pada fungsi komunikasi, diikuti oleh apraksia dan gangguan visual-spasial
yang menyebabkan kesulitan bagi pasien untuk melakukan gerak-gerak
motorik dan rutinitasnya sehari-hari.
Pada stadium III atau tahap akhir dari penyakit Alzheimer’s, telah
terjadi kehilangan nalar, penilaian dan fungsi kognitif. Delusi yang
sederhana dan umum seperti pencurian, perselingkuhan dapat muncul pada
pasien. Salah satu sindroma yang khas adalah Capgras’s syndrome,
dimana penderita percaya bahwa pengasuhnya telah digantikan oleh
pencuri. Pada akhirnya, pasien menjadi kaku, bisu, dan mengalami
kesulitan untuk menjalankan fungsi normal dan dasar dari tubuhnya
seperti miksi atau defekasi sehingga membutuhkan bantuan.
Durasi khas penyakit Alzheimer’s adalah 8-10 tahun, namun dapat
berkisar antara 1 sampai 25 tahun. Tanpa alasan yang jelas, sebagian
penderita Alzheimer’s mengalami penurunan fungsi otak yang menurun
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 9/19
9
secara tetap dan progresif, namun pada sebagian lainnya, fungsi otak
hanya menurun sebagian dan cenderung menetap namun tidak memburuk
secara signifikan.
Secara garis besar, Alzheimer’s dapat dibagai atas beberapa
stadium sebagai berikut1:
1. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
A. Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
B. Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex
contructions
C. Language : poor woordlist generation, anomia
D. Personality : indifference,occasional irritability
E. Psychiatry feature : sadness, or delution in some
F. Motor system : normal
G. EEG : normal
H. CT/MRI : normal
I. PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
2. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
A. Memory : recent and remote recall more severely impaired
B. Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
C. Language : fluent aphasia
D. Calculation : acalculation
E. Personality : indifference, irritability
F. Psychiatry feature : delution in some
G. Motor system : restlessness, pacing
H. EEG : slow background rhythm
I. CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent
J. PET/SPECT : bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion
3. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
A. Intelectual function : severely deteriorated
B. Motor system : limb rigidity and flexion poeture
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 10/19
10
C. Sphincter control : urinary and fecal
D. EEG : diffusely slow
E. CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent
F. PET/SPECT : bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion
2.5 Diagnosa8
Diagnosa penderita penyakit Alzheimer’s dapat dilakukan dengan penilaian dalam
berbagai bidang, yaitu:
1. Kemampuan hidup sehari-hari
Meliputi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari,
termasuk mandi, makan, berpakaian, bergerak, buang air, dan kemampuan
mengatur keuangan dan obat-obatan.
2. Status kognitif
Status kognitif dapat dinilai dengan berbagai test, antara lain
3. Kondisi medis komorbid
Penilaian kondisi medis yang muncul bersamaan dengan perburukan
mendadak dalam kemampuan kognisi, fungsi, ataupun perubahan perilaku.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 11/19
11
4. Simptom gangguan perilaku, psikosis, dan depresi
Memperhatikan perubahan-perubahan yang muncul berkaitan dengan
adanya gangguan psikiatri yang muncul pada pasien
5. Medikasi
Memperhatikan obat-obatan yang digunakan penderita, baik yang
diresepkan ataupun yang tidak diresepkan yang berkaitan dengan
perubahan fungsi kognitif yang muncul pada penderita.
Diagnosa penyakit Alzheimer’s dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria
sebagai berikut1:
1. Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan
status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta
dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
2. Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
3. Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
4. Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
5. Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2.6 Pemeriksaan penunjang8
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, seringkali
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian
mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada
penyakit alzheimer terdiri dari:
A. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT
ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia
alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 12/19
12
didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak
manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal,
supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.
B. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid
ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat
pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini
terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer,
korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini
juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas
Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua
gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
C. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron
pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada
neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal
dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus
batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis
dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta
sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis.
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik
yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 13/19
13
D. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan
dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara
bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.
E. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat
pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala.
Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital.
Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi
pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari
penyakit alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi
pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang
terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan
oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting
karena:
1. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dengan demensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat
penuaan yang normal.
2. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan
untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan
defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,
dan gangguan psikiatri.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 14/19
14
3. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan
oleh demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish
a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu
prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey
yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya
terdiri dari:
a. Verbal fluency animal category
b. Modified boston naming test
c. mini mental state
d. Word list memory
e. Constructional praxis
f. Word list recall
g. Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer
antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan
adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor
serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark,
parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit
alzheimer.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI
ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi
untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi
juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala,
serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 15/19
15
lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus
frontalis yang non spesifik
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun
pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi
danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan
ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
7. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita
alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab
penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor,
BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
yang dilakukan secara selektif.
2.7 Penatalaksanaan8
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga.
Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 16/19
16
didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar
asetilkolin dapat digunakan antikolinesterase yang bekerja secara sentral seperti
fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa
peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk
penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%)
dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus
basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan
peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan
placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki
fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian
4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral
selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki
fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4
minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 17/19
17
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC
dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada
pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan
fungsi kognitif.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 18/19
18
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Alzheimer’s adalah suatu penyakit yang umum dialami lansia dan menjadi
salah satu penyebab dari demensia yang umum terjadi pada golongan lansia.
Penyakit Alzheimer’s memiliki patogenesis yang tidak jelas walaupun telah
ditemukan banyak hipotesa mengenai penyebab Alzheimer’s. Penatalaksanaan
bersifat kontinuum dan harus dilanjutkan seumur hidup, tidak bersifat
menyembuhakn namun menghambat progresifitas penyakit.
3.2. Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terutama mengenai Alzheimer’s
Disease khususnya mengenai patogenesis dan patofisiologi agar dapat ditemukan
suatu terapi eradikator untuk Alzheimer’s Disease. Minimnya penelitian yang
mengkaji tentang Alzheimer’s Disease membiarkan penyakit ini tetap menjadi
suatu penyakit menyiksa yang harus dialami penderitanya seumur hidup.
Hendaknya para peneliti dan kalangan akademis lebih menaruh perhatian pada
Alzheimer’s Disease agar morbiditas penyakit ini dapat teratasi.
7/16/2019 Makalah neurologi
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-neurologi-5634f88fa2e8b 19/19
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi, I. (2002) Penyakit Alzheimer [WWW] Universitas Sumatera Utara.
Diambil dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedah-
iskandar%20japardi38.pdf [Diakses 24 Maret 2012]
2. Toga A.W, Mega M.S, dan Thompson, P.M (2001) Neuroimaging
Alzheimer’s Disease. In The Neuropathology of Dementia. London:
Cambridge University Press
3. Wilkinson I dan Lennox G. Dementa. In Essential Neurology. London:
Cambridge University Press
4. Anderson H (2012) Alzheimer Disease [WWW] Medscapes. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview [Diakses 24 Maret
2012]
5. Fauci Antony S. et al. (eds.) (2008). Harrison’s Principle of Internal
Medicine
6. Alzheimer’s Disease (2007). In Handbook of Disabilities. Missouri:
University of Missouri Press.
7. Thomson and McDonald. Alzheimer disease. In Disease of nervous system
clinical neurobiology. Vol.II. Philadelphia : WB Sounders, 1992:795-801
8. California Department of Public Health (2008) Guideline for Alzheimer’s
Disease Management [WWW]. Available from
www.guidelines.gov/content.aspx?id=12691 [Accessed 24 March 2012]
top related