makalah mitigasi bencana
Post on 28-Oct-2015
1.224 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian dan Tujuan Mitigasi Bencana Pesisir dan Laut
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan
sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan
utamanya, yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum
terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau
dikenal dengan istilah mitigasi (BAKORNAS PBP, 2002).
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis
bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster)
maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster).
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat
kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta
benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk
mendefenisikan rencana atau strategi mitigasi yang tepat dan akurat perlu
dilakukan kajian resiko (risk assessment) (BAKORNAS PBP, 2002).
Mitigasi berarti menganbil tindakan-tindakan untuk mengurangi
pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum bahaya lain itu terjadi, istilah ini
berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan
perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun
bangunan-bangunan yang kuat, sampai dengan prosedural, seperti teknik-
teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana
penggunaan lahan (Program Pelatihan Bencana).
Untuk mengatasi masalah bencana perlu dilakukan upaya mitigasi
yang komprehensif yaitu kombinasi upaya struktur (pembuatan prasarana dan
sarana pengendali) dan non struktur yang pelaksanaannya harus melibatkan
instansi terkait. Seberapa besarpun upaya tersebut tidak akan dapat
membebaskan terhadap masalah bencana alam secara mutlak. Oleh karena itu
kunci keberhasilan sebenarnya adalah keharmonisan antara
manusia/masyarakat dengan alam lingkungannya (Pratikto, 2005).
Sedangkan, menurut Mitigasi Bencana Edisi Kedua, mitigasi
berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh
dari satu bahaya sebelum bencana itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk
cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan
yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-
bangunan yang lebih kuat, sampai dengan prosedural, seperti teknik-teknik
yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana
penggunaan lahan.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai
berikut :
1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy
costs) dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam
menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat
dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
(Anonim, 2010).
2. Pengertian dan Penyebab Tsunami
Secara harfiah, tsunami berasal dari Bahasa Jepang. “Tsu” berarti
pelabuhan dan “nami” adalah gelombang. Secara umum tsunami diartikan
sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan. Jadi, dapat dideskripsikan
tsunami sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan
oleh gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan impulsif
itu bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau longsoran (land-
slide) (Diposaptono dan Budiman, 2005).
Hal diatas disetujui oleh Ingmanson dan Wallace (1973) bahwa tsunami
merupakan gelombang laut yang mempunyai periode panjang yang
ditimbulkan oleh suatu gangguan di laut. Panjang gelombang tsunami dapat
mencapai 240 km di laut terbuka seperti samudera pasifik dengan panjang
gelombang rata-rata 4600 m dengan kecepatan gelombang mencapai 760
km/jam Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsif ini bersifat
transien, yakni gelombangnya bersifat sesaat. Gelombang ini berbeda dengan
gelombang laut lainya yang bersifat kontinyu seperti gelombang laut yang
ditimbulkan oleh gaya gesek angin atau gelombang pasang surut yang
ditimbulkan oleh gaya tarik benda angkasa. Periode gelombang angin hanya
beberapa detik (kurang dari 20 detik). Sementara itu periode gelombang
tsunami berkisar antara 10-60 menit (Barber, 1969 in Diposaptono dan
Budiman, 2005).
Perbedaan gelombang tsunami dengan gelombang yang
dibangkitkan oleh angin adalah terletak pada gerakan airnya. Gelombang
yang dibangkitkan oleh angin hanya menggerakan air laut bagian atas. 8
Namun pada gelombang tsunami menggerakan seluruh kolom air dari
permukaan sampai dasar (Diposaptono dan Budiman, 2005).
Ciri lainnya dari tsunami adalah panjang gelombangnya yang
besar, bisa mencapai puluhan kilometer. Kecepatan rambatnya di laut dalam
(deep sea) berkisar dari 400 sampai 1000 km/jam. Kecepatan penjalaran
tsunami tersebut
sangat tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya dapat mencapai
ribuan
kil bometer dari pusatnya. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat
terbentuknya
tsunami) menuju pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan
9
dasar laut yang semakin dangkal. Akibatnya, tinggi gelombang di pantai
menjadi
semakin besar karena adanya penumpukkan massa air akibat adanya
penurunan
kecepatan. Ketika mencapai pantai, gelombang naik (run-up) ke daratan
dengan
kecepatan yang berkurang menjadi sekitar 25-100 km/jam (Diposaptono dan
Budiman, 2005).
2.3. 2 Faktor-faktor penyebab terjadinya tsunami
Terjadinya tsunami di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Dari
berbagai tsunami yang pernah terjadi di Indonesia, 90 % disebabkan oleh
gempagempa tektonik, 9% disebabkan oleh gunung berapi, dan 1% oleh tanah
longsor
(Diposaptono dan Budiman, 2005).
A. Tsunami akibat gempa tektonik
Gempa tektonik merupakan gerakan-gerakan retakan yang akan
menyebabkan pergerakan vertikal massa batuan bukan pergerakan horizontal
massa batuan. Jika proses tersebut terjadi di dasar laut maka akan
menyebabkan
perubahan muka laut yaitu terbentuknya puncak dan lembah gelombang yang
berukuran 150 km antara puncak gelombang yang satu dengan puncak
gelombang
berikutnya ke segala arah. (Diposaptono dan Budiman, 2005). Berbagai
pergerakan massa batuan yang disebabkan oleh gempa tektonik ini dapat
dilihat
pada (Gambar 3).
Proses terjadinya gempa tektonik dimulai dengan adanya pergerakan dua
lempeng yang saling berbatasan saling bergerak reatif terhadap sesamanya.
Aktivitas tektonik yang disebabkan adanya pergerakan dua lempeng tersebut
menimbulkan energi elastis yang dapat terakumulasi dari waktu ke waktu 10
sehingga menyebabkan pembentukan pegunungan, lembah, gunung api dan
tsunami yang terletak pada batas-batas lempeng. Batas lempeng yang
terbentuk
terdiri dari 3 jenis yaitu, konvergen, divergen, dan singgungan.
Gambar 3. Jenis-jenis patahan : (a) sesar turun (normal fault), (b) sesar naik
(reverse
fault), (c) sesar horizontal (strike slip) (Diposaptono dan Budiman, 2005)
Zona konvergen ditandai dengan gerakan dua lempeng yang berbatasan
itu ke bawah lempeng benua. Zona ini terdiri dari dua jenis; tumbukan dan
subduksi. Pada zona tumbukan, kedua lempeng bergerak saling mendekati
karena
mempunyai berat jenis sama sehingga lempeng melipat ke atas. Sedangkan
pada
zona subduksi, kedua lempeng yang bertumbukkan mempunyai berat jenis
yang
berbeda.
Apabila gempa dengan patahan naik maupun turun (lebih dari beberapa
meter secara mendadak dan vertikal) terjadi di laut dengan kedalaman
mencapai
ribuan meter. Secara empiris, jika gempanya berkekuatan lebih dari 6,5 SM,
dan
pusat gempa berada pada kedalaman kurang 60 km dari dasar laut, maka
tsunami
akan terjadi (Diposaptono dan Budiman, 2005). 11
Gambar 4. Lempeng-lempeng tektonik Indonesia (Gunawan, 2007)
Berdasarkan catatan, gempa tektonik memang menyumbang kontribusi
terbesar terjadinya tsunami baik di dalam maupun luar negeri. Di Indonesia
sepanjang tahun 1600 sampai 2005 telah terjadi 107 kali tsunami. Dari jumlah
itu, sebanyak 98 kali tsunami disebabkan gempa bumi, sembilan kali karena
letusan gunung berapi, dan satu kali oleh tanah longsor di dasar laut (Gambar
5).
Gambar 5. Sejarah gempa tsunami tahun 1973-2007 (USGS, 2008) 12
Memang tidak semua gempa bisa menghasilkan tsunami. Berdasarkan
hasil penelitian, tsunami bisa terwujud jika kekuatan gempa minimal 6,5 SM.
Syarat lain, pusat gempanya berada kurang dari 60 km dari permukaan laut
(gempa dangkal).
Selain itu gempa tersebut harus menghasilkan deformasi dasar laut
secara vertikal cukup besar, lebih dari 2 meter. Jadi, jika ada gempa tektonik
yang
terjadi pada kedalaman lebih dari 60 km, tidak akan menghasilkan tsunami
walaupun kekuatan gempanya diatas 6,5 SM.
.
B. Tsunami akibat tanah longsor
Penyebab kedua terjadinya tsunami adalah adanya longsor besar yang
disebabkan oleh gempa, kegiatan gunung berapi, atau longsor di dasar laut.
Tanah
longsor tersebut runtuhnya bebatuan dalam jumlah yang banyak kemudian
menimbulkan gelombang dengan puncak gelombang bisa mencapai 535 meter
di
atas garis pantai.
II-6
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan
kondisi masyarakatyang terkena bencana, dengan memfungsikan
kembali prasarana dan sarana padakeadaan semula. Pada tahap ini
yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasid a n r e k o n s t r u k s i y a n g a k a n
d i l a k s a n a k a n h a r u s m e m e n u h i k a i d a h -
k a i d a h k e b e n c a n a a n s e r t a t i d a k h a n y a m e l a k u k a n
r e h a b i l i t a s i f i s i k s a j a , t e t a p i j u g a p e r l u d i p e r h a t i k a n j u g a
r e h a b i l i t a s i p s i k i s y a n g t e r j a d i s e p e r t i k e t a k u t a n , t r a u m a
a t a u depresi.D a r i u r a i a n d i a t a s , t e r l i h a t b a h w a t i t i k l e m a h
d a l a m S i k l u s M a n a j e m e n B e n c a n a adalah
Mitigasi bencana adalah “serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana,
baikm e l a l u i p e m b a n g u n a n f i s i k m a u p u n p e n y a d a r a n d a n
p e n i n g k a t a n k e m a m p u a n menghadapi ancaman bencana” (UU
24/2007). Konsep mitigasi bencana
merupakans u a t u u s a h a u n t u k m e n g u b a h p a r a d i g m a
p e n a n g g u l a n g a n b e n c a n a y a n g sebelumnya lebih banyak
menekankan diri pada tindakan pasca terjadinya bencana.K e g i a t a n -
k e g i a t a n p a d a t a h a p p r a b e n c a n a e r a t k a i t a n n y a d e n g a n
i s t i l a h m i t i g a s i b e n c a n a y a n g m e r u p a k a n u p a y a u n t u k m e
m i n i m a l k a n d a m p a k y a n g d i t i m b u l k a n o l e h b e n c a n a . M i t i g
a s i b e n c a n a m e n c a k u p b a i k p e r e n c a n a a n d a n p e l a k s a n a a n t
indakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari
suatu bencana
yangd i l a k u k a n s e b e l u m b e n c a n a i t u t e r j a d i , t e r m a s u k
k e s i a p a n d a n t i n d a k a n - t i n d a k a n pengurangan resiko jangka
panjang.Usaha untuk menyebarkan paradigma ini mulai banyak
dilakukan sejak awal tahun1 9 0 0 -
a n . B e r b a g a i k e g i a t a n d a n p e n e l i t i a n m e n y a n g k u t
h a l t e r s e b u t b a n y a k d i l a k u k a n o l e h P B B m a u p u n n e g a r a
- n e g a r a l a i n . S a l a h s a t u s i k l u s p e n g e l o l a a n bencana yang
cukup komprehensif diperkenalkan oleh Carter (1991), terdiri atas
:Kejadian bencana (impact)
II-7
Adapun di dalam siklus keseluruhan penanggulangan bencana di
Indonesia, makakegiatan mitigasi bencana merupakan salah satu
kegiatan pada tahap pra
bencana.D a l a m t a h a p p r a b e n c a n a , k e g i a t a n - k e g i a t a n
p e n y e l e n g g a r a n p e n a n g g u l a n g a n bencana dilakukan baik
dalam situasi tidak terjadi bencana maupun dalam
situasit e r d a p a t p o t e n s i b e n c a n a . B e r b a g a i k e g i a t a n
p a d a t a h a p p r a b e n c a n a k e t i k a t e r d a p a t s i t u a s i
t i d a k t e r j a d i b e n c a n a d i l a k u k a n m e l a l u i
: p e r e n c a n a a n penanggulangan bencana, pengurangan resi
ko bencana, pencegahan, pemaduand a l a m p e r e n c a n a a n p
e m b a n g u n a n , p e r s y a r a t a n a n a l i s i s r e s i k o b e n
c a n a , p e l a k s a n a a n d a n p e n e g a k a n r e n c a n a t a t a r u a n g , p e
n d i d i k a n d a n p e l a t i h a n , d a n persyaratan standar teknis penang
gulangan bencana. Adapun kegiatan-kegiatank e t i k a t e r d a p a t
s i t u a s i p o t e n s i t e r j a d i b e n c a n a m e l i p u t i k e g i a t a n
k e s i g a p a n , peringatan dini, dan mitigasi bencana.Kegiatan mitigasi
dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat
yangb e r a d a p a d a k a w a s a n r a w a n b e n c a n a .
M i t i g a s i b e n c a n a d i l a k u k a n d e n g a n p e l a k s a n a
a n p e n a t a a n r u a n g ; p e n g a t u r a n p e m b a n g u n a n ,
p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r ; d a n p e n y e l e n g g a r a a n p e n d i
d i k a n , p e n y u l u h a n , d a n p e l a t i h a n b a i k secara konvensional
maupun
modern.S e c a r a u m u m , p r a k t i k m i t i g a s i b e n c a n a
d i k e l o m p o k k a n m e n j a d i d u a j e n i s ; y a k n i m i t i g a s i s t r u k t
u r a l d a n m i t i g a s i n o n s t r u k t u r a l . M i t i g a s i s t r u k t u r
a l b e r h u b u n g a n dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi
fisik yang dapat mengurangi resikoatas terjadinya bencana. Sementara
mitigasi non struktural lebih kepada
penyadaranu n t u k m e n j a g a l i n g k u n g a n ( s e p e r t i p e r e n c a n a a n
g u n a l a h a n d a n p e m b e r l a k u k a n peraturan) dan peningkatan
kemampuan mengahadapi
bencana.U p a y a m i t i g a s i s t r u k t u r a l d a p a t d i l a k u k a
d e n g a n m e m p e r k u a t b a n g u n a n d a n infrastruktur yang
berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode
bangunan,d e s a i n r e k a y a s a , d a n k o n s t r u k s i u n t u k
m e n a h a n s e r t a m e m p e r k o k o h s t r u k t u r ataupun
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai,dan lain-lain
(Perbandingan mitigasi bencana gempa bumi di benua Eropa, Asia, dan
Amerika, Mizan Bustanul Faudy, Prodi PWK ITB, 2009)
2.Pengertian dan Penyebab tsunami
Tsunami (dibaca: tsoo-NAH-mee) adalah gelombang transien yang
disebabkan oleh gempa tektonik ataupun oleh letusan gunung berapi.
Tsunami adalah asal kata dari bahasa Jepang dimana artinya gelombang yang
sering terjadi di daerah-daerah pelabuhan di pantai Jepang (Tsu = Pelabuhan
dan Nami = gelombang) dan bukan apa yang sering diartikan oleh
kebanyakan orang sebagai “tidal waves” (Vasily Titov, 2004). Tsunami
memiliki perioda gelombang di antara 10 sampai dengan 60 menit. Bila
penyebab Tsunami adalah letusan gunung berapi (seperti yang terjadi di
gunung Krakatau) maka gangguannya terjadi pada permukaan, dan apabila
penyebabnya adalah gempa tektonik (Aceh dan Nias) maka gangguannya
terjadi pada dasar laut. Gangguan pada dasar laut inilah yang sering terjadi
Tsunami, Indonesia sendiri adalah merupakan alur dari kagiatan tektonik,
yang mana dokumentasi terjadi Tsunami sendiri masih langka dan sangat
jarang terekam oleh para peneliti, contoh seperti terjadi sekarang ini di Aceh
dan Sumatera Utara.
3. Kondisi umum dan sejarah bencana daerah Kabupaten Lobok Timur, NTB
Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari tujuh kabupaten/kota
yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang terdapat di Pulau Lombok
dengan luas wilayah 2.679,83 km2 yang terbagi dalam wilayah daratan
1.605,55 km2 dan wilayah laut 1.074,33 km2. Daerah ini juga dikelilingi
pulau-pulau kecil yang berjumlah sekitar 30 pulau atau gili, yang man gili-
gili tersebut sudah ada yang berpenghuni
Kabupaten Lombok Timur terletak antara 116o-11170 Bujur Timur
dan 80-90 Lintang Selatan dengan batas-batas daerah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Flores
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah
Sebelah Timur : Selat Alas
Panjang Pantai Kabupaten Lombok Timur 220 km memiliki
potensi cukup besar dalam upaya pengembangan usaha perikanan baik
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Khusus untuk potensi
pengembangan perikanan budidaya terutama budidaya laut sangat
potensial karena dengan banyaknya teluk di perairan Kabupaten Lombok
Timur.
Keadaan topografinya miring dari utara ke selatan dimana daerah
bagian selatan merupakan dataran tinggi, bagian tengan terdiri dari dataran
rendah yang subur dan bagian selatan bergelombang serta berbukit-bukit.
Oleh karena itu dengan keasaan topografinya yang demikian maka daerah
Kabupaten Lombok Timur dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu:
Daerah bagian utara: daerah ini lebih tinggi karena merupakan
daerah pegunungan.
Daerah bagian tengah: daerah ini terhampar dataran rendah dari
batas utara tersebut di atas menlandai ke panatai timur hingga
selatan yang merupakan derah pertanian yang subur dan
menghasilkan oopadi, palawija, kelapa dan penghasil bahan galuan
berupa batu apung.
Daerah bagian selatan: daerah bagian selatan ini bergelombang
serta berbukit-bukit dimana sekitar pantai selatan khususnya di
Hutan Sekaroh terdapat pegunungan kapur. Sebagian besar tanah
di daerah ini merupakan tanah kering dan tadah hujan.
Mengingat Pulau Lombok merupakan bagian pulau dari
gugusan pulau paling selatan dari Kepulauan Indonesia,
yang berbatasan dengan Samudera Hindia, maka dengan
adanya lempeng samudera (Oceanic Plate) yang bergerak
menuju ke utara, maka gelombang pasang (tsunami) akibat
gempa masih mungkin terjadi di daerah bagian pantai
selatan, maka untuk daerah Perairan Lombok Timur akan
terjadi Gelombang pasang kiriman dari Samudera Hindia.
Morfologi daerah selidikan dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
•Morfologi pegunungan (G. Rinjani, G. Nangi dan G. Susuk)
•Morfologi perbukitan bergelombang
•Morfologi dataran pantai.
Stratigrafi daerah telitian terdiri dari tua ke muda adalah
sebagai berikut. Batuan tertua yang tersingkap adalah
Formasi Pengulung, tersusun oleh batuan gunungapi
dengan lensa batugamping mengandung biji sulfida dan urat
kuarsa, berumur Oligosen akhir sampai Miosen Awal.
Formasi ini menjemari dengan Formasi Kawangan yang
terdiri atas perselingan batupasir kuarsa, batulempung dan
breksi. Berdasarkan kedudukannya yang menjemari dengan
Formasi Pengulung, maka umur formasi ini adalah Oligosen
Akhir hingga Miosen Awal. Kedua satuan di atas diterobos
oleh retas yang bersusunan dasit basal, diorit dan
granodiorit yang diduga berumur Miosen Tengah. Formasi
Pengulung dan Formasi Kawangan tertindih tak selaras oleh
Formasi Ekas.
Pada Miosen Akhir dalam kondisi memungkinkan
terbentuknya endapan batugamping Formasi Ekas pada
lingkungan darat terbuka. Pada akhir Tersier atau Awal
Kuarter terjadi kegiatan tektonik yang menyebabkan
timbulnya sesar geser dan sesar normal . Pada Pliosen
sampai Awal Pleistosen terjadi kegiatan gunungapi dari
kelompok Gunungapi Lombok yang membentuk Formasi
Kalipalung ( perselingan breksi gampingan dan lava) dengan
Anggota Selayar (batupasir tufan, batulempung tufan dan
sisipan karbon), Formasi Kalibabak (breksi dan lava) dan
Formasi Lekopiko (tuff batuapung, breksi lahar dan lava).
Sejak Plistosen hingga Resen terjadi kegiatan gunungapi
yang menghasilkan batuan gunungapi tak terpisahkan yang
bersumber dari G. Rinjani G. Pusuk dan G. Nangi.
Di sekitar Lombok Timur, bahaya gunungapi terdapat di
sekitar puncak dan lereng bagian Tenggara G. Rinjani,
karena merupakan alur terjadinya aliran lahar menuju pantai
Lombok Timur.
Bahaya Lingkungan Beraspek Geologi.
Jenis potensi bahaya geologi daerah selidikan berdasarkan
aspek geologi dapat dibedakan menjadi erupsi gunungapi
dan banjir lahar, bahaya kegempaan dan daerah rawan
gelombang tsunami. serta Terdapat juga pantai abrasi dan
akrasi. Lokasi bahaya geologi ini dapat dilihat pada Peta
Potensi Bahaya Alam. Ditinjau dari hasil penyebaran bahan
hasil erupsi G. Rinjani daerah selidikan dapat dikelompokkan
menjadi zona waspada gunungapi (Modifikasi dari Peta
Bahaya Gunungapi di Indonesia).
Bahaya Lingkungan Beraspek Geologi.
Jenis potensi bahaya geologi daerah selidikan berdasarkan
aspek geologi dapat dibedakan menjadi erupsi gunungapi
dan banjir lahar, bahaya kegempaan dan daerah rawan
gelombang tsunami. serta Terdapat juga pantai abrasi dan
akrasi. Lokasi bahaya geologi ini dapat dilihat pada Peta
Potensi Bahaya Alam. Ditinjau dari hasil penyebaran bahan
hasil erupsi G. Rinjani daerah selidikan dapat dikelompokkan
menjadi zona waspada gunungapi (Modifikasi dari Peta
Bahaya Gunungapi di Indonesia).
<center> <img src="fileupload/deny_cs_2.jpg"> </center>,
Banjir bandang (lumpur) terjadi akibat hujan yang turun
dengan intensitas yang cukup tinggi, di bagian hulu sungai
yaitu pada bagian lereng bagian selatan - tenggara G.
Rinjani, hal tersebut menyebabkan longsornya material-
material hasil letusan G. Rinjani (abu vulkanik dan endapan
lahar) dan membawa material-material yang terdapat di
sepanjang sungai membentuk aliran arus pekat, sungai yang
dialiri yaitu K. Blimbing. Tragedi banjir bandang yang terjadi
pada november 1994 di daerah Aikmel telah menelan
korban 31 orang meninggal dunia, yaitu dengan adanya
banjir bandang di daerah hulu dengan membawa serta
material lahar sehingga membanjiri daerah hilir.
Daerah selatan dari Pantai Korleko, potensi banjir tidak tetap
kemungkinan terjadi, khususnya pada waktu musim
penghujan pertemuan muara sungai Lonek Bonet (arus dari
sungai) dan dari laut akan menjadikan luapan banjir,
menurut penduduk setempat banjir yang menggenangi
pantai cukup luas, dan digunakan untuk lahan pertanian,
sedangkan pada musim kemarau, biasa dipergunakan
penduduk untuk menangkap ikan.
Faktor penyebab banjir terutama disebabkan oleh curah
hujan yang cukup tinggi. Penyebab lainnya adalah kondisi
morfologi berupa dataran pantai yang rendah dan sudut
lereng yang landai, serta batuan aluvium dengan kedalaman
Muka air tanah yang dangkal.
Tindak cegah untuk mengurangi bahaya banjir adalah
dengan melakukan pelurusan alur sungai, memperdalam
alur sungai atau mempertinggi pematang sungai,
penghijauan kembali (reboisasi) daerah hulu sungai.
Sedangkan pemanfaatan lahan banjir adalah melakukan
penghijauan dengan tanaman keras,dan pertambakan
Abrasi pantai yang terjadi di daerah Lombok Timur yaitu di
daerah sepanjang pantai antara selatan Kurleko sampai
Labuhan Haji, begitu juga di daerah Rambang, gelombang
laut yang mengikis kawasan pantai akan menimbulkan
kerusakan pada sarana dan prasarana umum seperti jalan
raya dan pemukiman penduduk, untuk menghindari hal
tersebut dibuat pelindung pantai pada ruas jalan penduduk
sebagai pencegah abrasi dan gelombang pasang. Untuk
mencegah terjadinya proses abrasi, maka disarankan untuk
Menanam pohon bakau dan pembuatan tanggul dan
pemecah gelombang. yang berfungsi sebagai peredam
hantaman ombak
Di daerah utara selidikan tepatnya di Sambelia, Labuhan
Pandan terjadi proses sedimentasi di depan garis pantai
(akrasi), sehingga garis pantai cenderung lebih maju ke arah
laut, biasanya terjadi pada kawasan hutan bakau untuk
perangkap sedimen dan muara sungai, sehingga terjadi
pembelokan arus sungai di daerah muara.
Dampak Lingkungan dan Hubungannya dengan
Pemanfaatan Sumber Daya Geologi
Dampak lingkungan yang terjadi sebagai akibat ulah
manusia terhadap alam sekitarnya di daerah telitian adalah
pengambilan batuapung, pengambilan airtanah, pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang kurang
berwawasan lingkungan, dan pembangunan tambak udang
tanpa memperhatikan aspek daya dukung.
Pengambilan batuapung secara setempat-setempat antara
Pringgabaya dan korleko telah menimbulkan dampak
terhadap lingkungan yaitu:
•Penambangan batuapung dilakukan ditempat tanaman
kelapa, dimana setelah digali tidak ditanami pohon lagi,
dibiarkan begitu saja;
•Debu dari hasil penggalian batuapung yang mencemari
pemukimaan sekitarnya;
•Terjadinya proses abrasi yang lebih cepat di tebing pantai
daerah penambangan.
Untuk itu perlu pengarahan dari aparat terkait menyangkut di
dalamnya informasi tentang daya dukung lahan, karena
batuapung ini merupakan komoditas ekspor yang bagus
untuk daerah Lombok.
Sumberdaya airtanah di daerah telitian di beberapa tempat
menunjukkan potensi ketersediaan cukup potensial yaitu di
Labuan Lombok sampai kurleko, serta Labuan Pandan,
sedangkan di daerah Tanjung Ringgit ketersediaannya
sangat terbatas, bahkan penduduk di P. Kera dan P.
Maringki yang berpenghasilan cukup besar kebutuhan airnya
dialirkan melalui pipa, karena tidak terdapat sumber air.
Pengambilan airtanah di daerah pantai secara besar-
besaran dapat mengakibatkan penyusupan air laut ke
daratan. Upaya untuk melestarikan sumberdaya air adalah
peningkatan kemampuan resapan air dengan menanami
pepohonan terutama di daerah tadah airtanah utama. Untuk
menjaga kualitas air bagi mataair perlu dijaga terutama
penempatan TPA di daerah hulu sangat dilarang.
Pembuangan sampah selama ini merupakan masalah yang
sangat pokok terutama di pemukiman daerah pantai yang
sangat mencemari lingkungan pantai sampai ke laut. TPA
sampah di daerah telitian baru selesai dibangun untuk
Kabupaten Lombok Timur di Daerah Korleko 200 m dari
pantai. yang memperhatikan lapisan alas sebagai
penghalang geologi buatan, sehingga tidak terjadi
pencemaran airtanah akibat lokasi TPA.
Daerah pertambakan merupakan potensi bencana geologi,
karena pada umumnya pertambakan dibuat tepat dibibir
pantai tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan,
sehingga memperlemah daya tahan pantai terhadap
gempuran gelombang dan arus laut, seperti di daerah
Labuhan Haji ke selatan
top related