makalah blok 21 christina
Post on 06-Dec-2015
64 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Tiroiditis Hashimoto pada Wanita 34 tahun
Kelompok F9 - NIM: 102012287
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
E-mail: christinasutarso@ymail.com
Pendahuluan
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang padat, coklat kemerahan, licin dan terdiri atas dua lobus
lateral serta jaringan penghubung di tengah (isthmus) yang terletak di bawah dan anterior laring.
Kelenjar ini akan membentuk hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Hipertiroidisme dan
hipotiroidisme berkaitan dengan sekresi hormon-hormon tersebut. Hipotiroidisme disebabkan
oleh gangguan struktural atau fungsional yang mengganggu pembentukan hormone tiroid dalam
kadar memadai. Penyakit ini dapat terjadi akibat defek dimana saja di sepanjang sumbu
hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipertiroidisme primer dapat terjadi akibat ablasi parenkim tiroid
karena pembedahan atau radiasi, autoimun, obat-obatan, kelainan bawaan, sindrom resitensi
hormn tiroid. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hipotiroidisme primer karena autoimun,
yaitu tiroiditis Hashimoto.1,2
Skenario 9
Seorang wanita berusia 34 tahun datang ke Poliklinik RS Ukrida karena merasa lemah dan
mudah lelah selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak melakukan aktivitas berat. Pasien juga
mengeluh jumlah haidnya bertambah banyak, sering sulit BAB. Pasien juga mengatakan berat
badannya bertambah 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Teman sekerjanya juga memberitahukan
lehernya tampak agak membesar. Tidak sakit atau gangguan menelan. Tidak ada rasa menekan
dan gangguan suara.
Pembahasan
Anamnesis
Pasien dengan hipotiroidisme dapat datang dengan berbagai gejala yang tersembunyi dan non
spesifik, dapat ditemukan hanya dari pemeriksaan rutin fungsi tiroid. Oleh karena itu, penting
1
Christina
untuk mendiagnosis awal penyakit hipotiroidisme. Hal-hal yang dapat ditanyakan pada saat
anamnesis adalah:3,4
Apakah pasien mudah lelah, lemas meskipun tidak melakukan aktivitas fisik?
Apakah pasien tidak tahan terhadap dingin?
Apakah berat badan bertambah?
Adakah susah buang air besar?
Apakah jumlah haid pasien bertambah banyak?
Apakah ada pembesaran pada daerah leher? Nyeri atau tidak?
Apakah ada gangguan menelan, rasa menekan dan gangguan suara?
Apakah sebelumnya pasien pernah mengidap hipotiroidisme?
Adakah riwayat kelainan endokrin/autoimun lain?
Apakah ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga?
Apakah pasien mengkonsumsi obat yang dapat membuat hipotiroidisme?
Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, pertama kali harus dilihat keadaan umum, kesadaran dan
melihat tanda-tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. Pemeriksaan
pada mata juga dapat dilakukan.5
Inspeksi
Amati di daerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Meminta pasien
untuk menengadahkan kepala sedikit ke belakang dengan sedikit pencahayaan tangensial yang
diarahkan ke bawah dari ujung dagu pasien, dilakukan inspeksi pada daerah di bawah kartilago
krikoid untuk mencari kelenjar tiroid. Mintalah pasien untuk minum sedikit air dan
mengekstensikan kembali lehernya. Amati gerakan kelenjar tiroid ke atas dengan
memperhartikan kontur dan kesimetrisannya. Kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan kelenjar
tiroid akan bergerak naik ketika pasien menelan dan kembali turun ke tempat asalnya. Dengan
gerakan menelan, batas bawah kelenjar tioid yang membesar akan meninggi (naik) dan terlihat
kurang simetris.
2
Palpasi
Lakukan palpasi pada daerah tonjolan kartilago tiroid dan kartilago krikoid di bawahnya.
Temukan istmus tiroid yang biasanya terletak di atas cincin trakea ke 2, 3, dan 4. Langkah-
langkah palpasi kelenjar tiroid:
1. Meminta pasien ntuk memfleksikan lehernya sedikit ke depan agar m.sternomastoideus
relaksasi
2. Letakkan jari-jari kedua tangan di leher pasien sehingga jari telunjuk berada tepat di
bawah kartilago krokoid.
3. Meminta pasien untuk minum dan menelan seperti sebelumnya. Palpasi untuk merasakan
gerakan istmus troid ke atas di bawah permukaan ventral jari-jari tangan.
4. Geser trakea ke kanan dengan jari tangan kiri, kemudian dengan jari tangan kanan,
palpasi ke arah lateral untuk menemukan lobus kanan tiroid yang terletak dalam ruangan
di antara trakea yang digeser ke kanan dan otot sternomastoideus yang dalam keadaan
relaksasi. Temukan margo lateralis kelenjar tiroid. Lakukan pula pada lobus kiri.
5. Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi kelanjar tiroid, serta nyeri tekan dan nodulus.
Auskultasi
Jika kelenjar tiroid membesar, lakukan auskultasi dengan stetoskop pada kedua lobus lateralis
untuk mendengarkan bruit, bunyi yang serupa dengan bising jantung tapi bukan berasal dari
jantung.
Pada pemeriksaan fisik tiroiditis Hashimoto yang dapat ditemukan:4
Wajah bengkak dan edema periorbital khas facies hipotiroid
Dingin, kulit kering yang mungkin kasar dan bersisik, kulit tampak kuning
Edema nonpitting perifer tangan dan kaki
Kuku rapuh dan menebal
Rambut rontok
Bradikardia
Kenaikan tekanan darah berupa hipertensi diastolic
Kelenjar tiroid biasanya membesar, tegas dan kenyal tanpa nyeri tekan atau bruit
Makroglosia
3
Sindrom Carpal Tunnel mononeuropati
Suara serak dan berbicara lambat
Pemeriksaan Penunjang
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
Laboratorium
TSH (thyroid stimulating hormone) serum meningkat. Kadarnya meningkat >5 mU/L
pada hipotiroid primer. Penggunaan TSH terutama untuk membedakan hipotiroid primer
dari sekunder dan akan memberikan gambaran paling jelas apabila disertakan juga fT4
(free thyroxine). Kadar normal: 0,45-4,5 mU/L.
fT4 (free thyroxine) mengukur kadar T4 bebas yang bersirkulasi dalam darah. fT4
merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai fungsi tiroid dibandingkan T4 total
karena T4 total dipengaruhi oleh kadar TBG (thyroid-binding globulin) dan albumin.
Kadar normal: 0,8-2,7 ng/dL.
T3 (triiodothyronine). Pengukuran T3 kurang bermanfaat untuk mendiagnosis
hipotiroidisme. Selain itu, nilai T3 mungkin rendah sampai dengan 70% pada pasien
rawat inap tanpa hipotiroidimse atau penyakit tiroid.
Autoantibodi tiroid. Peningkatan anti-TPO (tiroid peroksidase) dan titer antibodi anti-Tg
(antitriglobulin) merupakan karakteristik dari hipotiroidisme yang berkaitan dengan
tiroiditis Hashimoto.
Peningkatan kolesterol serum, trigliserida, laktak dehydrogenase, alanine
aminotransferase, aspartate aminotransferase, dan ikatan MM dari keratin kinase.
Penurunan hemoglobin/hematocrit, hiponatremia.6
Ultrasonografi
Ultrasonografi tiroid biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis suatu kondisi tapi untuk
menentukan ukuran, echotekstur, dan yang paling penting melihat nodul tiroid. Ultrasonografi
dapat mengkonfirmasi adanya nodul tiroid dan mendefinisikan apakah nodul itu padat atau
kistik, serta dapat digunakan untuk mengidentifikasi nodul keganasan. Pada umumnya,
4
ultrasonografi berguna dalam memfasilitasi aspirasi jarum halus. Diagnosis pasti tiroid jinak atau
ganas dapat dipastikan hanya dengan sitologi atau pemeriksaan histologis jaringan tiroid.4
Pemeriksaan histopatologi
Tiroid sering kali membesar secara difus atau bisa juga lokal. Pada pemeriksaan makroskopik,
permukaan tampak pucat, kuning kecoklatan, padat, dan agak nodular. Pemeriksaan mikroskopik
memperlihatkan infiltrat ekstensif parenkim oleh infiltrat inflmatorik mononukleus yang
mengandung limfosit kecil, sel plasma, dan sentrum germinativum yang terbentuk dengan
sempurna. Folikel tiroid atrofik dan di banyak tempat dilapisi oleh sel epitel yang dibedakan oleh
adanya sitoplasma granular eosinofilik yang disebut sel Hurtle. Ini adalah suatu respons
metaplastik epitel folikel normal yang berbentuk kuboid rendah terhadap cedera yang terus
berlangsung. Pada biopsi aspirasi jarum halus, adanya sel Hurtle yang disertai oleh populasi
heterogen limfosit merupakan ciri khas tiroiditis Hashimoto.
Pada tiroiditis Hashimoto klasik, jaringan ikat interstisium meningkat dan mungkin dominan..
varian fibrosa ditandai oleh atrofi folikel tiroid yang parah dan fibrosis padat mirip keloid dengan
pita-pita kolagen lebar mengisi jaringan tiroid sisanya. Tidak seperti tiroiditis Reidel, fibrosis
tidak meluas melebihi kapsul kelenjar. Parenkim tiroid yang tersisa memperlihatkan gambaran
tiroiditis limfositik kronik.2
Gambar 1. Penampang mikroskopik dari kelenjar tiroid pada pasien tiroiditis Hashimoto2
Diagnosis Kerja (Working Diagnosis)
Menurut anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, saya mendiagnosis pasien ini
menderita tiroiditis Hashimoto.
5
Tiroiditis Hashimoto atau Tiroiditis Limfositik Kronik adalah penyakit yang mengenai kelenjar
tiorid karna reaksi autoimun yang muncul secara bertahap. Pada tahun 1912, nama tiroiditis
Hashimoto pertama kali ditemukan oleh Hashimoto yang menguraikan pasien-pasien gondok dan
infiltrasi limfositik intens di tiroid (struma limfomatosa).2
Tiroidits Hashimoto merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya memadai.
Terdapat 2 bentuk tiroiditis Hashimoto yaitu bentuk goitrous (90%) dimana terjadi pembesaran
kelenjar tiroid dan bentuk atrofik (10%) dimana kelenjar tiroid mengecil. Pada tahap awal,
kelenjar tiroid mungkin dapat membesar karena adanya proses inflamasi, tapi kemudian dapat
berlanjut menjadi hipotiroid yang menetap.7
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang ditimbulkan oleh tiroiditis Hashimoto berupa pembesaran tiroid yang
tidak nyeri, biasanya sedikit banyak disertai dengan hipotiroidisme, pada wanita usia
pertengahan. Pembesaran kelenjar biasanya simetris dan difus tapi pada beberapa keadaan dapat
lokal sehingga menimbulkan kecurigaan adanya neoplasma.2
Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan antara lain:
Hipotermia sering terjadi dan pasien mengeluh intoleransi terhadap dingin.
Penurunan laju metabolik basal dapat menyebabkan peningkatan berat badan meskipun
asupan makanan berkurang.
Perlambatan proses berpikir, mudah lupa, berkurangnya pendengaran dan ataksia dapat
terjadi karena hormone tiroid dibutuhkan untuk perkembangan normal sistem saraf.
Hilangnya reflex tendon dalam dan fase relaksasi melambat.
Parestesia sering dijumpai yang umumnya disebabkan oleh neuropati tekanan akibat
akumulasi miksedema (Carpal dan Tarsal Tunnel Syndrome)
Lemah, kram dan kekakuan otot karena kadar kreatinin serum dapat meningkat. Mungin
berhubungan dengan gangguan reversible pada mitokondria yang dependen hormon.
Bradikardia, gambaran kardiomiopati, peningkatan penebalan septum antarventrikel dan
dinding ventrikel, penurunan gerakan dinding regional, dan penurunan fungsi ventrikel
kiri sistolik dan diastolik karena pengendapan berlebih mukopolisakarida di interstitium
antara seerat-serat miokardium sehingga terjadi degenerasi serat, penurunan
kontraktilitas, penurunan curah jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung kongestif.
6
Penurunan respon ventilatorik terhadap hiperkapnia dan hipoksia. Terjadi peningkatan
insidens sleep apnea , kadang-kadang memperlihatkan miopati otot-otot pernapasan atas
Kadar koleterol dan trigliserida serum meningkat karena penurunan lipoprotein lipase dan
penurunan pembentukan reseptor LDL hati.
Anemia normokrom normositik dapat terjadi akibat penurunan eritropoiesis. Anemia
makrositik sedang juga dapat terjadi akibat penurunan penyerapan sianokobalamin
(vitamin B12) dari usus dan penurunan metabolisme sumsum tulang.
Konstipasi mencerminkan penurunan motilitas saluran cerna.
Kulit tampak kering dan dingin karena terjadi penumpukan protein, polisakarida, asam
kondroitin sulfat, dan asam hialuronat yang mendorong retensi natrium dan air serta
menimbulkan pembengkakan kulit khas yang difus dan nonpitting (miksedema)
Suara serak karena akumulasi mukopolisakarida di laring.
Rambut rapuh dan suram, kadang rontok terutama di kulit kepala dan alis lateral.
Karotenemia sehingga kulit berwarna kuning-jingga karena hormone tiroid yang
diperlukan untuk perubahan karoten menjadi vitamin A berkurang.
Menoragia akibat siklus anovulatorik, namun bisa juga haid sedikit atau lenyap karena
berkurangnya sekresi gonadotropin.
Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga terjadi
penurunan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan beban air menyebabkan hiponatremia.
Koma miksedema dapat terjadi bila hipotiroidisme berat kronik yang tidak di obati.1
Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)
1. Goiter
Goiter atau defisiensi iodium endemik mencerminkan gangguan sintesis hormon tiroid,
terutama akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok endemik terjadi di daerah-
daerah yang tanah, air, dan pasokan makannya mengandung kadar iodium yang rendah.
Istilah endemik digunakan jika penyakit gondok terdapat pada lebih dari 10% populasi di
suatu tempat. Sering di jumpai pada daerah pegunungan di seluruh dunia, seperti Alpen,
Andes dan Himalaya. Kurangnya kadar iodium akan menyebabkan sintesis hormon tiroid
mengalami penurunan sehingga akan di kompensasi dengan peningkatan TSH dan
terjadilah hipertrofi dan hiperplasia sel folikel dan pembesaran goitrosa.
7
Hal lain yang juga dapat menyebabkan Goiter adalah bahan-bahan makanan yang disebut
sebagai goitrogen yang mengganggu sintesis hormon tiroid dalam tahap tertentu,
misalnya asupan kalsium atau sayuran yang berasal dari family Brassica dan Cruciferae
(kol, kembang kol, tauge, kubis Brussel, dan ketela) secara berlebihan dibuktikan bersifat
goitrogenik. Ketela terbukti mengandung tiosianat yang dapat menghambat transport
iodida dalam tiroid sehingga memperparah defisiensi iodium yang mungkin ada.2
Pada stimulasi TSH yang berlangsung hingga puluhan tahun, kelenjar dapat sangat
membesar hingga mencapai 1-5 kg dan menyebabkan kesulitan bernafas akibat obstruksi
trakea atau disfagia akibat obstruksi esophagus. Pembesaran tingkat sedang menimbulkan
masalah kosmetik.1
2. Drug induced hipotiroid
Dosis OAT (obat anti tiroid) yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid.
Dapat terjadi pada pemberian litium karbonat pada pasien psikosis. Penggunaan fenitoin
dan fenobarbital juga dapat meningkatkan metabolisme tiroksin di hepar. Kelompok
kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat hormon tiroid di usus. Defisiensi iodium berat
serta kelebihan iodium kronis menyebabkan hipotiroidisme dan gondok. Penyebab lain:
sitokin (IF-α, IL-2), aminoglutamid, etioamida,, sulfonamide, sigaret, lingual tiroid.
Untuk itu kasus hepatitis dapat diperiksa status tiroidnya. Bahan farmakologis yang dapat
menghambat sintesis homon tiroid adalah tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat,
sulfonamide, iodide (obat batuk, amiodaron, media kontras Ro, garam litium) dan yang
meningkatkan katabolisme/penghancuran hormone tiroid: fenitoin, fenobarbital, yang
menghambat jalur enterohepatik hormone tiroid: kolestipol dan kolestiramin).8
Etiologi
Penyebab tiroiditis Hashimoto diduga kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan yang
mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid. Mekanisme imunopatogenik terjadi karena
adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang berdampak langsung pada kelenjar tiroid.7 Pasien
dengan tiroiditis Hashimoto memiliki antibodi terhadap berbagai antigen tiroid, yang paling
sering terdeteksi adalah antiobidi terhadap tiroglobulin (anti-Tg), tiroid peroksidase (anti-TPO)
dan pada tingkat rendah yaitu antibodi reseptor-blocking TSH (TBII). Namun demikian,
sebagian kecil pasien dengan tiroiditis Hashimoto (10-15%) mungkin saja antibodi serum
negatif. Pasien dengan tiroiditis Hashimoto memperlihatkan peningkatan frekuensi antigen
8
histokompatibilitas HLA-DR5 dan penyakit dilaporkan berkaitan dengan sejumlah penyakit
autoimun lain.1
Epidemiologi
Tiroiditis Hashimoto paling sering terjadi pada usia antara 45-65 tahun dan lebih banyak
menyerang wanita dengan rasio 10:1 sampai 20:1.9 Di Amerika Serikat, tiroiditis Hashimoto
adalah penyebab terbanyak dari hipotiroidisme setelah usia 6 tahun, dengan kejadian 3,5% per
tahun pada wanita dan 0,8% per tahun pada pria. Insidens sebanyak 6% di wilayah Appalachian.
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari hipotiroidisme adalah defisiensi iodium, namun
hashimoto tetap menjadi penyebab paling umum dari hipotiroidisme spontan di daerah asupan
iodium yang memadai. Kejadian tahunan tiroiditis Hashimoto seluruh dunia kurang lebih 0,3-
1,5% kasus per 1000 orang.4
Patofisiologi
Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun, sehingga sistem imun akan bereaksi
terhadap berbagai antigen tiroid. Gambaran utama tiroiditis Hashimoto adalah deplesi progresif
sel epitel tiroid (tirosit) yang secara bertahap diganti oleh infiltrat sel mononukleus dan fibrosis.
Kematian tirosit kemungkinan disebabkan oleh berbagai mekanisme imunologik. Sensitisasi sel
T penolong CD4+ autoreaktif terhadap antigen tiroid tampaknya merupakan proses awal.
Mekanisme efektor terhadap kematian tirosit adalah:
Kematian sel yang diperantarai oleh sel T sitotoksik CD8 yang menyebabkan kerusakan
tirosit melalui satu dari dua jalur berikut: eksositosis granula granzim/perforin atau
pengaktifan reseptor kematian, terutama CD95 di sel target.
Kematian sel yang diperantarai oleh sitokin. Sel T CD4 menghasilkan sitokin-sitokin
peradangan seperti IFN-γ di lingkungan sekitar tirosit. Hal ni menyebabkan pengerahan
dan pengaktifan makrofag dan merusak folikel.
Terikatnya antibodi antitiroid (antibodi anti-reseptor TSH, antibodi antitiroglobulin dan
antibodi antitiroid peroksidase) diikuti oleh sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel
dependen antibodi.2
Penatalaksanaan
9
Farmakologi
Pengobatan pilihan untuk tiroiditis Hashimoto adalah pengganti hormon tiroid. Obat pilihan
adalah oral levothyroxine sodium.
Levothyroxine sodium (Levoxyl, Synthyroid, Levothiroid) adalah hormon tiroid sintetis (T4).
Penyerapan levothyroxine sodium adalah 48-79% bila diberikan secara oral, penyerapan lebih
tinggi pada orang dalam keadaan puasa. Tingkat T4 normal dicapai dalam waktu 24 jam dan
tingkat T3 normal dicapai dalam beberapa hari. Penderita dengan hipotiroid dapat diberikan
dimulai dengan dosis rendah 50µg/hari, khususnya pada pasien yang lebih tua atau dengan
miksedema berat ditingkatkan secara perlahan hingga dosis 150µg/hari. Pada penderita usia
muda dapat dilakukan peningkatan dosis secepatnya.10
Obat berikut mengganggu penyerapan levothyroxine dari saluran cerna, dan pasien harus
disarankan untuk memisahkan waktu mengkonsumsi senyawa ini dari konsumsi levothyroxine
setidaknya 4 jam.4
Kolestiramin
Ferrous sulfat
Sukralfat
Kalsium karbonat
Aluminium hidroksida dan antasida lainnya
Multivitamin yang mengandung besi
Non-farmakologi
Tindakan yang dapat dilakukan adalah pembedahan berupa pengangkatan kelenjar tiroid atau
disebut tiroidektomi. Pada pasien dengan tiroiditis Hashimoto, teknik tiroidektomi yang biasanya
dilakukan adalah subtotal tiroidektomi. Pembedahan dilakukan apabila kelenjar tiroid sudah
besar dan menekan jaringan sekitar, tidak terjadinya perbaikan kadar T4.11
Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan eksaserbasi
(perburukan) semua gejala hipotiroidisme, termasuk hipotermia tanpa menggigil,
hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran yang menyebabkan
koma.
10
Kematian dapat terjadi tanpa penggantian hormon tiroid dan stabilisasi gejala.12
Prognosis
Prognosis sangat baik jika diagnosis dini, terapi pengganti tiroid dini, follow-up pasien, dan
perhatian pada komplikasi. Peningkatan prevalensi gangguan lipid dalam hubungan dengan
pengobatan hipotiroidisme yang lambat akan meningkatkan resiko penyakit jantung coroner.
Resiko karsinoma papilari tiroid akan meningkat pada pasien dengan tiroiditis Hashimoto.4
Pencegahan
Makanan yang seimbang dianjurkan, asupan kalori disesuaikan apabila berat badan perlu
dikurangi. Apabila pasien mengalami letargi dan deficit perawatan diri, perlu dipantau asupan
makanan dan cairan.11
Penutup
Kesimpulan
Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun kronik pada organ spesifik, dengan
penyebab multifactorial, terjadi pada pasien dengan predisposisi genetik dan faktor lingkungan
sebagai pemicu. Gejala awal mungkin saja hipertiroid akibat proses inflamasi hingga akhirnya
menjadi hipotiroid karena kerusakan yang luas pada kelenjar tiroid. Pengobatan menggunakan
obat pengganti hormone tiroid.
Daftar Pustaka
1. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2010.h.617, 631-7
2. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran dasar patologis penyakit. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC; 2009.h.1190-3, 1197
3. Gleade J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.140-1
4. Lee SL. Hashimoto Thyroiditis. Medscape 2014 Jun 3. Diakses tanggal 26 Nov 2014.
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/120937-overview
11
5. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8. Jakarta:
EGC; 2009.h.168-70
6. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Tangerang:
Karisma Publishing Group; 2008.h.262-3, 268
7. Sudoyo AW, et all. Tiroiditis. Paulus Wiyono (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009.h.2019-20
8. Sudoyo AW, et all. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. R
Djokomoeljanto (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.2001-2
9. Kemp WL, Burns DK, Brown TG. The big picture pathology. United States: McGraw-
Hill Companies; 2008.p.346
10. Hartanto H, Susi N, Wulansari P. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006.h.1235-6
11. Baradero M. Klien gangguan endokrin. Jakarta: EGC; 2009.h.55-6
12. Corwin EJ. Patofisiologi buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.295
12
top related