makalah audit keuangan
Post on 24-Dec-2015
827 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Audit Keuangan Negara
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis persembahkan ke
hadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat melalui
hari demi hari dengan penuh semangat dalam menulis makalah ini, untuk memenuhi salah
satu tugas dalam mata kuliah Audit Keuangan Negara. Dan ini merupakan suatu usaha
untuk membantu penulis dalam mencapai tujuan pendidikan. Shalawat dan salam kepada
Rasulullah SAW, semoga kesabaran beliau dapat menjadi contoh teladan dalam
perjalanan makalah ini serta di kegiatan selanjutnya. Dasar harapan penulis pada makalah
ini akan membantu mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuannya tentang
perpajakan khususnya tentang Kode Etik Pemeriksa BPK dan Perbandingannya dengan
Etika Profesional Akuntan.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam menyusun
makalah ini, dari itu penulis megharapkan kritik dan saran-saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih sempurna lagi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu
Nini Syofriyeni, SE, M.Si, Ak selaku dosen mata kuliah bersangkutan, yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan paper ini serta semua pihak yang turut
membantu penyelesaian makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Padang, 27 September 2014
Penulis
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan analisis maka rumusan masalah dituangkan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut.
1. Bagaiman Kode Etik Pemeriksa BPK ?
2. Bagaiman Kode Etik Profesi Akuntan ?
3. Apa saja kasus yang terdapat dalam Kode Etik Pemeriksa BPK dan Kode Etik
Profesi Akuntan?
1.3. Tujuan
Tujuan umum dari dususunnya makalah ini adalah untuk memahami Kode Etik
Pemeriksa BPK dan Perbandingannya dengan Etika Profesional Akuntan. Adapun tujuan
khusus adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami Kode Etik Pemeriksa BPK.
2. Mengetahui dan memahami Kode Etika Profesional Akuntan.
3. Mengetahui dan memahami kasus yang terjadi pada kode Etik Pemeriksa BPK dan
Etika Profesi Akuntan.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kode Etik Pemeriksa BPK
Pengertian BPK
Menurut Peraturan BPK RI- 2 Tahun 2011 Badan Pemeriksa Keuangan, yang
selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Anggota BPK
adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Pelaksana BPK Lainnya
adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan
Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/atau pegawai
lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang
dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.
Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman. Larangan adalah
segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan
dikenakan hukuman. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan
kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang
memadai. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan
pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh
siapapun. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam
menjalankan tugas.Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-
norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas BPK.
Tujuan Kode Etik adalah untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang
berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara.
KODE ETIK
Kode BPK terdiri dari Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus
Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai Dasar Kode Etik BPK meliputi Integritas, Independensi,
dan Profesionalisme. Kode Etik ini harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat
Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku
Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara.
IMPLEMENTASI KODE ETIK
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota
Masyarakat. Kewajiban Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dalam
melaksanakan tugasnya adalah sebagai berukut:
a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
Selain terdapat kewajiban dalam melaksanakan tugasnya, Anggota BPK, Pemeriksa,
dan Pelaksana BPK Lainnya juga terikat dengan aturan yg berisi larangan dalam
menjalankan tugasnya. Larangan itu meliputi :
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;
b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan
d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan
status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.
Kewajiban Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku warga
negara antara lain:
a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
Larangan yang harus d patuhi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya
sebagai waga negara meliputi:
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.
Kewajiban yang harus di penuhi Anggota BPK selaku Pejabat Negara antara lain:
a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;
b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan
g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Larangan yang harus dipatuhi Anggota BPK selaku Pejabat Negara meliputi:
a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk
kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi,
integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada
pihak lain di luar BPK;
f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;
g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek
pemeriksaan; dan
h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan,
opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta
dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan,
opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
Kewajiaban yang harus di penuhi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku
Aparatur Negara antara lain:
a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan
pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai
untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari
terjadinya benturan kepentingan;
e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan
prosedur kepada Pimpinan BPK;
f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar
dan pedoman yang telah ditetapkan;
g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan
kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;
h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan
i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
Larangan bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara yang
harus dijauhi meliputi:
a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena
kelalaiannya;
c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang,
dan/atau golongan;
d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk
kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
f. menjadi anggota/pengurus partai politik;
g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatannya dibiayai
anggaran negara;
h. memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar
kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;
j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki
hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;
k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2
(dua) tahun terakhir;
l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program
pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada
media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;
n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini,
kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta
dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan
rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.
HUKUMAN KODE ETIK
(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. pemberhentian dari keanggotaan BPK.
(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik
yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK.
(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:
a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai
(DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling
singkat 1
2.2. Kode Etika Profesi Akuntan
Profesi Akuntan
Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar,2003) yang dimaksud
dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian
di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh
akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi,
pajak dan konsultan manajemen.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti
organisasi lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia(IDI). Supaya dikatakan profesi ia
harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan
sebagai pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi
menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam
melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam
profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat atau
pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai
kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut
sebagai salah satu profesi. Kode Etik Profesi Akuntansi (sebelumnya disebut Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota
Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia –
Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota
IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik
(KAP). Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
2.2 Jenis-jenis Akuntan Di Indonesia
a. Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada
akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk
memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit
khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa
kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan
keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat
dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan
telah terdaftar pada Departemen keuanganR.I.
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang
akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik
(USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan
Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat
Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin
praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan.
Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk kepada praktek
akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara maju tempat profesi ini berkembang.
Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted Accounting
Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing
digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard),
Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas mereka, antara
lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.
Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities and Exchange
Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial independen di Amerika Serikat yang
didirikan tahun 1934. Selain SEC, tcrdapat pula AICPA (American Institute of Certified
Public Accountants) yang bcrdiri sejak tahun 1945. Sejak tahun 1973, pengembangan
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
standar diambil alih oleh FASB (Financial Accominting Standard Board) yang anggota-
angotanya terdiri dari wakil-wakil profesi akuntansi dan pengusaha.
b. Akuntan Pemerintah
Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan pemerintah
seperti di departemen, BPKP dan BPK, Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain.
c. Akuntan Pendidik
Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi yatu
mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan enelitian di bidang
akuntansi.
d. Akuntan Manajemen/Perusahaan
Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau
organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi, penyusunan
laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan, penyusunan anggaran,
menangani masalah perpajakan dan melakukan pemeriksaan intern.
2.3 Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa
yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.Kode
etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
a. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan
dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama
dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
b. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas
dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan
paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan
persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan
yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
c. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan
publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
d. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan
jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan
laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja
dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan
memelihara obyektivitas.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan
bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab
profesi kepada publik.Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman
yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten.
Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
f. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar
profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di
mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota
dan klien atau pemberi jasa berakhir.
g. Perilaku professional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa,
pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
h. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan
pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Draft
Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama,
namun baru disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua dalam bulan
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
Januari 1972 dan mengalami perubahan dan penyesuaian dalam setiap kongres. Sampai
dengan tahun 1998, di Indonesia telah diadakan beberapa kali pergantian Kode Etik. Kode
Etik Akuntan Indonesia yang pertama lahir dari konggres IAI III pada tanggal 2 Desember
1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik AICPA yang berlaku di Amerika Serikat
saat itu. Kode Etik yang ke dua sebenarnya belum pernah disahkan oleh IAI karena sangat
kontroversial. Ciri khusus dari Kode Etik ini adalah Kode Etik ini bukan saja untuk
Akuntan Publik tetapi juga untuk Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan
Pendidik. Kode Etik yang ke tiga disahkan dalam konggres IAI V di Surabaya pada
tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua
kutub ide yang berkembang. Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik hanya mengatur
profesi Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki agar Kode Etik
mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan dalam konggres IAI VIII bahwa Kode Etik IAI dimaksudkan
sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Keempat
kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI ditambah dengan masukan-
masukan yang diperoleh dari seminar sehari.
Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994 di
hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres IAI
VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan Indonesia
terdiri atas:
1. Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta terdiri
atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.
2. Pernyataan Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI
VII di Bandung tahun 1994.
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII telah
merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat para
anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau
belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru
tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu :
1. Kode Etik Umum
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
a. Terdiri dari prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika
profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota.
b. Prinsip Etika disahkan oleh konggres dan berlaku bagi seluruh anggota.
.
Penegakan Etika Profesi Akuntan di Indonesia.
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit
organisasi, yaitu : (Prosiding Kongres VIII, 1998)
1. Kantor Akuntan Publik.
Ketaatan terhadap kode etik adalah tanggung jawab pimpinan KAP dimana anggota
itu bekerja. Managing partner dan partner serta manager KAP melaksanakan pengawasan
terhadap ditaatinya perilaku ini.
2. Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha pengawasan ini diwujudkan
dalam bentuk "Peer Review" yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Seksi
Pengendalian Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di Kompartemen tersebut.
Pengawasan oleh Unit Peer Review yang khusus dibentuk untuk mengawasi sesama KAP
sampai saat ini belum pernah terlaksana.
3. Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan peradilan pada tingkat
pertama terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI
kompartemen akuntan pendidik.
4. Dewan Pertimbangan Profesi IAI.
Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus yang telah
diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan Pengawas Profesi. Dewan
ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran lainnya yang tidak berkaitan
dengan akuntan publik.
5. Departemen Keuangan RI.
yaitu: Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat Pembinaan
Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek Akuntan Publik. Pengawasan
yang dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP yang diberi ijin telah
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan keputusan Menteri
Keuangan tentang perijinan pembukaan KAP (SK Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal
27 Januari 1997 tentang jasa akuntan publik.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
6. BPKP.
Berdasarkan Keppres 31/th 1983, wewenangnya adalah melaksanakan
pengawasan terhadap KAP. Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan evaluasi
tentang kepatuhan KAP terhadap perizinan yang diberikan dan terhadap pelaksanaan
tugas profesional akuntan publik.
Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat
dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam
rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi :
- Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika profesi
serta hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.
- Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak
jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan
bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan pihak tertentu / kepentingan
pribadinya.
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: "Jika seorang anggota
mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan tugas profesionalnya, ia harus
menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan pada Kode Etik. Dan ia tetap
bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban
untuk bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia memiliki ahli lain untuk memberi saran / bila
merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya”.
Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia.
Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di
atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan
Laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran
terhadap Kode Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut :
1. Kongres V (1982-1986), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran jasa
tanpa permintaan, iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran Obyektifitas
(mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan keuangan). 3) Isu pengawas
intern Holding mempunyai KAP yang memeriksa perusahaan anak Holding tersebut). 4)
Pelanggaran hubungan dengan rekan seprofesi. Dan 5) Isu menerima klien yang ditolak
KAP lain dalam perang tarif.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
2. Kongres VI (1986-1990), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan selamat
hari Natal, Tahun Baru, Merger pada perusahaan bukan klien, selebaran, iklan). 2)
Perubahan opini akuntan tanpa bukti pendukung yang kuat. 3) WTP tanpa kertas kerja
memadahi. 4) Surat akuntan pengganti. 5) Sengketa membawa kertas kerja keluar KAP.
6) Wan Prestasi pembayaran fee. Dan 7) Pengaduan pemegang saham minoritas tentang
Laporan Keuangan, KAP dituduh memihak.
3. Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah melibatkan 53 KAP, pengaduan
terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN pemakai Laporan (50 %
pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan pengurus IAI (20 %).
(Hoesada, 1996)
Pengaduan meliputi : 1) Dua pengaduan Bappepam tentang kualitas kerja. 2) Sebuah
pengaduan Bapeksta tentang cap dan tanda tangan tanpa opini dan tentang pernyataan
akuntan terkait pasal 47 KUHD (35 KAP). 3) Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen
Lembaga Keuangan tentang penyimpangan Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi
BPKP atas audit perusahaan daerah sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP tentang
penawaran atas kerja sama dalam rangka pemberian jasa akuntan. 6) Pengaduan PT
Taspen tentang audit tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan klien KAP tentang audit tidak
sesuai NPA, laporan audit terlambat, tidak sesuai PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk
klien periode sama, tugas tidak selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar KAP
tentang komunikasi akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan 9) Pengaduan iklan
oleh pengurus IAI.
4. Konggres VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis dan
kerahasiaan (Riyanti,1999).
Adanya kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut disebabkan karena
pengurus lini pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Hal
ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam menyelesaikan masalah secara tuntas.
Sidang Komisi Kongres IAI VIII bagian Pendahuluan Kode Etik IAI menyatakan
bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam
masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela
anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh
sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme
pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota
yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.“
Menurut Yani (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode etik,
meliputi:
1. Faktor ekstern (uncontrollable), yaitu : 1) Kurangnya kesadaran anggota masyarakat
(termasuk anggota KAP) akan kepatuhan terhadap hukum. 2) Honorarium yang relatif
rendah untuk pekerjaan audit yang ditawarkan klien–klien tingkat menengah dan kecil. 3)
Praktek-praktek yang tidak benar dari sebagian usahawan yang menyulitkan independensi
akuntan publik. Dan 4) Masih sedikitnya Badan Usaha yang membutuhkan jasa akuntan
publik, khususnya dibidang audit.
2. Faktor intern (controllable), yaitu : 1) Tidak adanya perhatian yang sungguh–
sungguh dari sebagian pimpinan KAP akan mutu pekerjaan audit mereka. 2) Orientasi
yang lebih mementingkan keuntungan Finansial dari pada menjaga nama baik KAP yang
bersangkutan. 3) Pendapat bahwa perbuatan–perbuatan yang melanggar etik ini tidak atau
kecil kemungkinannya diketahui pihak lain. 4) Kurangnya kesadaran untuk
mengutamakan etik dalam menjalankan profesi oleh sebagian anggota IAI-KAP. Dan 5)
Mutu pekerjaan audit yang ada kalanya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena
penggunaan tenaga yang berkualitas kurang baik.
Menurut Agoes (1996), beberapa hambatan dalam penegakan kode etik antara
lain :
1. Sikap anggota profesi yang mendua, pada satau sisi menolak setiap pelanggaran
terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran atas pelanggaran
tersebut.
2. Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan
pelanggaran kode etik. 3) Belum jelasnya aturan tentang mekanisme pemberian sanksi
dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik dalam Anggaran Dasar maupun
dalam Anggaran Rumah Tangga. Dan 4) Belum dapat berfungsinya secara efektif BPP
dan DPP sebagai akibat dari belum jelasnya peraturan dalam AD/ART.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
2.3 Artikel yang terkait dengan Kasus
KRONOLOGI KASUS MULYANA VERSI BPK Posted on November 22, 2010 by
sholehudin5
Detikcom- Jakarta, kasus penangkapananggota KPU Mulyana W Kusuma
memunculkan kontroversi di BPK. Ketua BPK Anwar Nasution sempat marah-marah dan
bersuara sinis, meski setelah banyak tekanan dari masyarakat ia melunak. Bagaimana
kronologis kasus Mulyana versus BPK. Berikut penjelasan ketua BPK Anwar Nasution
dalam siaran pers yang dibagikan kepada wartawan usai rapat konsultasi dengan Presiden
SBY di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (20/4/2005). Audit
pengelolaan dan pertanggungjawaban dana operasional pemilu tahun 2004 dilakukan BPK
atas permintaan ketua DPR Akbar Tandjung. Permintaan dilayangkan Akbar sejak bulan juni
2004 kepada ketua BPK saat itu SB Judono. Audit langsung dipimpin oleh Djapitan
Nainggolan, sedangkan Khairiansyah Salman bertugas memimpin sub tim pemeriksaan
investigative pengadaan dan distribusi kotak suara. Tim audit KPU berada di bawah
pengawasan auditor utama III Harijanto sebagai penanggung jawab. Sedangkan supervisi
berada di bawah Angbintama III Hasan Bisri. Konsep pelaporan audit BPK disampaikan
dalam sidang BPK tanggal 13 Desember 2004. Audit keuangan berkaitan dengan pengadaan
logistic pemilu yang mendapat perhatian masyarakat. Yakni kotak suara, surat suara, amplop
suara, tinta dan teknologi informasi. Namun badan dan ketua BPK meminta dilakukan
penyempurnaan laporan. Konsep audit KPU kedua disampaikan dalam siding ketiga Maret
2004. Mutu laporan dianggap jauh lebih baik kecuali bagian teknologi informasi. Untuk itu,
BPK sepakat menunda laporan hingga satu bulan. Sebulan telah berlalu, namun audit KPU
tak kunjung rampung. Tim menyatakan laporan audit tidak bisa diselesaikan karena belum
dibahas KPU selaku auditing. “Untuk menentukan jadwal pertemuan audit dengan KPU,
ketua KPU, di gedang ke BPK pada tanggal 30 Maret 2005, “ aku Anwar. Dalam pertemuan
tersebut yang berlangsung di BPK Nazarudin Sjamsudin diterima ketua BPK, wakil ketua
BPK dan auditor utama III. Dalam pertemuan itu, Anwar meminta ketua KPU agar
melakukan pembahasan dengan tim audit KPU agar pembahasan dilakukan besok saat Anwar
berkunjung dilaporkan pertemuan audit BPK dengan KPU diadakan tanggal 5 April 2005.
Dalam pertemuan tersebut BPK meminta KPU agar menyampaikan tanggapan akhir pada
hari senin, 11 April 2005. Ternyata, disaat Anwar transit di Singapura, Minggu 10 April
2005, Wakil Ketua BPK Abdullah Zaini menelpon dan memberitahu Anwar perihal
penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap terkait dengan rencana
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
penyuapankepada anggota tim auditor BPK Khairiansyah Salman. Penangkapan dilaksanakan
berdasarkan operasi intelijen KPK dengan auditor BPK sebagai pembantu pelaksana.
Menurut versi Khairiansyah ia bekerjasama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan
oleh saudara Mulyana degnan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan
mereka. Pertemuan pertama dilakkan di restoran Jepang di Hotel Borobudur tanggal 10 Maret
2005 sekitar pukul 1 siang. Selanjutnya pertemuan kedua dilakukan di kamar 609 di Hotel
Ibis, 8 April 2005 sekitar pukul 20.00 WIB. Mulyana ditangkap ke Praha. Belakangan pada
pertemuan kedua dengan jumlah uang Rp 150 juta. Anwar mengatakan saat itu BPK tidak
pernah memberikan ijin. Anwar mennyakan kepada Zaini apakah BPK memberikan izin
sewaktu ia tengah berada di luar negeri. Wakil ketua menjelaskan, berdasarkan pengakuan
yang bersangkutan, Hasan Bisri,anbintama III yang mengetahui masalah ini dan memberikan
ijin secara lisan kepada Khairiansyah.Walaupun sudah mengetahui 3 bulan lalu, yang
bersangkutan tidak melaporkan kepada badan, ketua,wakil ketua, maupun anggota BPK
lainnya, tim audit KPU. Setelah peristiwa tersebut, 11 April 2005 BPK menggelar sidang.
Sidang berpendapat bahwa apa yang dilakukan Hasan Bisri dan Khairiansyah bukanlah
mandat dan wewenang BPK. Anwar juga memberikan peringatan agar perisriwa seperti ini
tidak terulang lagi. Karena bertentangan dengan semangat keterbukaan BPK. Selanjutnya
BPK melakukan pemeriksaan internal. Menurut Anwar, operasi yang dilakukan KPK dengan
bantuan Khairiansyah dtidak ada kontribusinya sama sekali dengan laporan audit BPK.
Namun laporan audit BPK meninggalkan sejumlah pertanyaan diantaranya mengapa
Khairiansyah tidak melaporkan tindakannya kepada kedua atasannya. Kenapa Khairiansyah
melaporkan kepada Hasan Bisri. Apakah dia mencurigai atasannya itu. Ketiga Angbitama 3
tidak memberitahu dan minta keputusan dari badan, ketua BPK maupun wakil ketua BPK.
KOMENTAR
Kesimpulan yang bisa dinyatakan, tindakan kedua belah pihak yakni auditor BPK
maupun KPU kurangetis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak
yang diperiksa atau pihak penerima kerja (KPU)dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah
uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusumah, Sekalipun kita tahu bahwa itu
dilakukan demi alasan tujuan mulya yaitu pengungkapan korupsi di KPU. Pengungkapan
korupsi harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga,
menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Dari sudut pandang etika
profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan cara penggunaan jebakan
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
imbalan uang untuk menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika
dalam benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu KPK dengan
berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi. Dari sisi independensi, auditor BPK yang
bersangkutan sangat pantas diragukan. Hal ini terlihat dadalam teks di atas dimana bahkan
ketua BPK tidak mengetahui kroologis peristiwa sampai ia diberithui oleh wakil ketua BPK.
Kemudian tampak bahwa auditor BPK tidak percaya pada kemampuan professional
akuntansinya. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti
akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi. Alih-alih
menggunakan kemampuan profesionalnya, auditor BPK menggunakan cara-cara yang tidak
etis yaitu menjebak
Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri
Keuangan pun memberi sanksi pembekuan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan
Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata
dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan
Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima
Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan
publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP). Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT
Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu,
Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan
melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana
dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004. Selama izinnya
dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit
kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau
pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003. Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini
merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan
Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan
penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh
Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku
2002 hingga 2005.
Sumber ; http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16423/akuntan-publik-petrus-mitra-
winata-dibekukan :
Komenatar :
Pada kasus ini, yaitu dibekukannya izin Drs. Mitra Winata dan Rekan dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan kasus pelanggaran lainya seperti Djoko
Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno melakukan
pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik
Justinus Aditya Sidharta yang terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan
dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi akan mencoreng nama baik dari
akuntan publik dan hal ini akan sangat merugikan seperti hilangnya kepercaayaaan
masyarakat. Dari kasus diatas juga dapat disimpulkan bahwa terjadi pelanggaran terhadap
salah satu prinsip etika profesi yaitu prinsip STANDAR TEKHNIS. Dimana dalam standar
tekhnis setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar tekhnis
dan standar profesional yang relevan. sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar tekhnis dan
standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), International Federation of Accountans, badan pengatur, dan
peraturan perundang-undangan yang relevan.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
BAB III
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
Audit Keuangan Negara
Dina Anggraini & Hadli Lidiya Rikayana
top related