laporan pbl modul 1 rayi
Post on 01-Jul-2015
182 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Demam merupakan respon terhadap pembentukan sitokin tertentu yang disebabkan karena
adanya infeksi mikroorganisme baik itu virus, bakteri ataupun jamur.
Macam Demam
Demam Septik : Suhu badan naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun sampai normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan
juga demam hektik.
Demam Remitten : Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal.
Demam intermitten: Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana
dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam di sebut
kuartana.
Demam kontiyu : Variasi suhu sepanjang hari tidak lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
Demam siklik : Terjadi kenaikan suhu badan selam bebrapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti seperti semula.
Demam Berdarah dengue
Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot atau sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik.
Etiologi
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus,
keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2,DEN-3 dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Dalam
laboratorium virus dapat bereplikasi pada mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar
dan primate, tetapi lebih banyak virus bereplikasi pada pada nyamuk genus Aedes
(stegomiya) dan Toxorhynchites.
Epidemiologi
ada tahun 1950, sebuah epidemik DBD ditemukan untuk pertama kalinya di Filipina dan
Thailand. Saat ini DBD lebih banyak menjangkiti negara di Asia dan merupakan penyebab
utama hospitalisasi dan kematian. Sebelum tahun 1970 hanya 9 negara pernah mengalami
epidemik dari DBD, sebuah peningkatan angka lebih dari 4 kalinya terjadi sampai tahun
1995.
Dalam dekade terakhir, insidensi dengue di dunia terus meningkat secara dramatis. Di tahun
2009, sekitar 2,5 miliar orang (2/5 dari total populasi) memiliki resiko terinfeksi virus dengue
yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes Aegypti tersebut. World Health Organization (WHO)
saat ini memperkirakan hingga 50 juta infeksi virus dengue terjadi di dunia setiap tahunnya.
Usia terbanyak yang terinfeksi dengue adalah kelompok usia 4-10 tahun, meskipun saat ini
makin banyak kelompok usia lebih tua menderita DBD.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Center of Disease Control (CDC) pada 2005,
persebaran vektor nyamuk Aedes Aegypti beserta manifestasi infeksi virus dengue telah
menyebar di hampir seluruh wilayah tropis dunia. Indonesia termasuk negara persebaran
vektor dengue yang juga merupakan daerah epidemis dari infeksi dengue.
Untuk wilayah Asia Tenggara, hingga September 2008 terjadi peningkatan 18% dari jumlah
kasus yang telah dilaporkan kepada WHO dan 15% peningkatan pelaporan kasus kematian
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan yang terjadi ini terkait dengan
peningkatan kejadian yang signifikan pada 3 negara yaitu Thailand, Myanmar, dan Indonesia.
Transmisi dengue tersebut mencapai puncaknya pada bulan Februari di Indonesia, Juni di
Thailand, dan Juli di Myanmar. Rasio tingkat kefatalan penyakit (fatality rate) di Thailand
kurang dari 0,2%, sedangkan di Indonesia dan Myanmar masih berkisar 1%. Meskipun
demikian, terdapat beberapa laporan outbreak fokal dengan fatality rate sekitar 3-5% di
beberapa daerah di India, Indonesia, maupun Myanmar.
Di Indonesia, infeksi dengue terjadi lebih dominan di wilayah perkotaan yang dihuni oleh
lebih dari 35% dari total populasi negara. Antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk di
indonesia (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998 juga menurun hingga 2% pada tahun 1999. Sejak Januari sampai dengan 5
Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015,
dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di
Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT
(3,96%)
Patogenesis
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan
hipotesis immune enhancement.
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1977 (gambar 1), sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik
pasien akan terpicu,menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan
titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
kompleks virus-antibodi yangselanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan
natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.
Hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection)
Akibat infeksi sekunder oleh virus dengue yang berbeda
Respon antibodi
anamnestik Terbentuk kompleks antigen - antibodi
Proliferasi dan
transformasi limfosit
Pelepasan C3a dan
C5a
Peningkatan permeabilitas
kapiler
Aktivasi komple
men
Ht meningkat Natrium turunTerdapat cairan pd rongga serosa
Menghasilkan titer tinggi
IgG antidengue
meninggal
syok
Hipovolemia
AsidosisAnoksia
Suvatte,1977
Gambar 1
Hipotesis immune enhancement (gambar 2) menjelaskan menyatakan secara tidak langsung
bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali
virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc
reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Manifestasi klinis
Demam akut 2-7 hari
Nyeri kepala
Nyeri retro orbital
mailgia/artragia
Ruam kulit
Manifestasi Perdarahan (petekie)
Leukopenia
pemeriksaan serologi Dengue (+)
pasien dikatakan demam dengue jika terdapat 2 atau lebih manifestasi klinis.
Hipotesis immune enhancementAntibodi Heterolog yang telah ada
akan mengenali virus lain
Berikatan dengan Fc reseptor dari
membran leukosit(makrofag)
Sekresi mediator vasoaktif
Meningkatnya permebialitas
kapiler
Membentuk antigen – antibodi
Mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita
demam dengue
Gambar 2
Pada DBD manifestasi klinis dan kriteria Diagnosis bisa di tentukan dari hal-hal berikut
(WHO 1997) :
Demam akut 2-7 hari
Manifestasi Perdarahan (petekie)
Trombositopenia
Peningkatan hematokrit
Penurunan hematokrit
efusi pleura, asites, hipoproteinemia
Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti pemeriksaan
radiologi dan laboratorium.
Laboratorium
Diagnosis pasti bisa didapatkan dari isolasi virus dengue (cell culture) ataupun dengan
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi antibodi spesiifk terhadap virus dengue berupa antibodi total, IgM maupun
IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit : dapat normal atau menurun
Trombosit : umumnya dapat ditemui trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit : kebocoran plasma dapat dibuktikan dengan meningkatnya Hematokrit
>20% dari hematokrit awal.
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer atau FDP
pada keadaan dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi Hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT : dapat meningkat
Ureum, kreatin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit : sebagai parameter pemantuan pemberian cairan
Gol.darah dan cross match : bila akan diberikan transfusi darah
Imunoserologi : dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1 : Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertma sampai
hari kedelapan.
Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan rontgen toraks bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks
kanan, tetapi apabila terjadi perembesan plasma yang hebat dapat terjadi pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites
dan efusi pleura juga dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG. Khusus pada kejadian efusi
pleura yang minimal, pemeriksaan rontgen toraks dapat dilakukan pada posisi dekubitus
lateral kanan.
Klasifikasi Derajat Dengue
GEJALA LABORATORIUM
DD Demam disertai 2 atau lebih
manifestasi klinis infeksi virus
dengue.
Leukopenia, trombositopenia,
tidak ditemukan bukti
kebocoran plasma.
Tes serologi
dengue positif
DBD
I
Gejala di atas disertai tes rumple
leed positif sebagai manifestasi
perdarahan.
Leukopenia, trombositopenia
dan ditemukan bukti kebocoran
plasma.
DBD
II
Gejala di atas disertai manifestasi
perdarahan spontan (tersering
epistaksis dan perdarahan gusi).
DBD
III
Gejala di atas disertai kegagalan
sirkulasi (takikardi, menurunnya
tekanan nadi < 20mmHg atau
hipotensi, kulit dingin dan lembab
serta gelisah).
DBD
IV
Ditemukannya syok berat yang
ditandai dengan tidak terukurnya
tekanan darah dan nadi.
Penatlaksanaan
Tidak ada terapi spesisfik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini dibagi dalam 5 kategori :
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok (gambar 3)
2. Pemberian cairan kristaloid pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 4)
Gambar 3
Gambar 4
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Hematokrit >20% (gambar 5)
Pemberian cairan kristaloid per-hari dengan rumus1500 + 20 x (BB dalam kg – 20)
Gambar 5
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa (gambar 6)
5. Penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa (gambar 7)
Syok (-)
Transfusi komponen darah :PRC (Hb<10g/dl)
FFP TC (trombosit <
100.000)* Heparinisasi
* Pemantauan Hb, Ht, trmbosit tiap 4-
6 jam* Ulang
pemeriksaan Hemostasis 24 jam
kemudian
DIC (-)
DIC (+) Transfusi
komponen darah :PRC (Hb<10g/dl)
FFP TC (trombosit <
100.000)* Pemantauan Hb, Ht, trmbosit tiap 4-
6 jam* Ulang
pemeriksaan Hemostasis 24 jam
kemudian
Perdarahan spontan dan masif :Epistaksis Hematemesis, melena Perdarahan Otak
Hb, Ht, Trombosit, pemeriksaan Hemostasis, Gol darah
Gambar 6
Pencegahan Demam Dengue
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan cara :
1.Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan
rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas
disekitar rumah dan lain sebagainya.
Gambar 7
2.Biologis
Pengendalian biologisantara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan
cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3.Kimiawi
Cara pengendalian iniantara lain dengan Pengasapan/fogging (dengan menggunakan
malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas
waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan
cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain
itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur
larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
sesuai dengan kondisi setempat.
Faktor Resiko Demam Dengue
- Anak usia di bawah 15 tahun
- wilayah endemis
- lingkungan
- musim
Komplikasi Demam Dengue
Ensefalopati
Kerusakan hati
Kejang
Syok
Prognosis
Dengan perawatan dini dan agresif, kebanyakan pasien sembuh dari demam berdarah dengue.
Namun, setengah dari pasien yang tidak diobati akan menjadi syok.
Refferensi :
Kamus Kedokteran edisi kelima. 2008. FKUI
PDSPD. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Interna Publishing: Jakarta
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan. 2004
Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Ha-dinegoro SRH,
Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
1999.p.32-43
http://id.wikipedia.org/wiki/demamberdarah
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm
top related