laporan kasus perawatan saluran akar premolar dua …
Post on 14-May-2022
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PERAWATAN SALURAN AKAR PREMOLAR DUA SALURAN
AKAR
Penulis :
drg. I Gst Ayu Fienna Novianthi Sidiartha, Sp.KG
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN
PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
k a r e n a atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan kajian pustaka
ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan masukan dari
berbagai pihak pada penyusunan kajian pustaka ini, sangatlah sulit untuk
dirampungkan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu pembuatan kajian pustaka ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dari kajian
pustaka ini, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan maupun
kekurangan dari penulisan kajian pustaka ini. Semoga kajian pustaka ini dapat
memberikaan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Denpasar, 30 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................ 6
BAB III KAITAN DENGAN TEORI ............................................................................. 10
3.1. Konfigurasi anatomi dan morfologi saluran akar premolar 2 ........................... 10
3.2. Kelainan pulpa dan periapikal .......................................................................... 13
3.3. Tahapan Perawatan Saluran Akar .................................................................... 18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN
Endodontik merupakan salah satu kasus yang sering ditemukan pada profesi
dokter gigi. Hal ini dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang masih kurang
terhadap kesehatan gigi. Rata-rata pasien akan datang ke dokter gigi dengan
keadaan gigi yang telah terjadi karies besar sehingga diperlukan perawatan saluran
akar atau pencabutan. Menyikapi hal tersebut, hendaknya sebagai seorang dokter
gigi perlu mengetahui bahwa melakukan perawatan slauran akar merupakan salah
satu cara untuk dapat mempertahankan gigi lebih lama di dalam rongga mulut
(Paramita dan Nugroho, 2011).
Perawatan saluran akar adalah salah satu metode perawatan yang bertujuan
untuk mengurangi rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan
periapikal lainnya. Dalam perawatan saluran akar ini dikenal istilah trad endodontik
yaitu preparasi biomekanis yang terdiri dari pembersihan dan pembentukan,
sterilisasi yang di dalamnya terdiri atas irigasi dan desinfeksi, serta yang terakhir
adalah pengisian saluran akar (Bachtiar, 2016).
Perawatan saluran akar ini diindikasikan pada enamel yang tidak didukung
oleh dentin, gigi dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik itu pada gigi
vital, nekrosis sebagian ataupun gigi yang non vital, kelainan jaringan periapeks
pada pemeriksaan radiografi kurang dari sepertiga apeks, mahkota dari gigi masih
dapat direstorasi, gigi tidak goyang dan jaringan periodontalnya masih baik, foto
pada rontgen terlihat terjadi resporpsi akar tidak lebih dari sepertiga apical
(Bachtiar, 2016).
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam perawatan endodontik, sistem saluran
akar mempunyai penampang morfologi yang berbeda-beda. Keberhasilan
perawatan endodontik tergantung pada pengetahuan terhadap anatomi saluran akar.
Hal ini perlu sekali diperhatikan terutama pada kasus saluran akar yang berlebih.
Perawatan dan perhatian yang tepat harus dilakukan dengan deteksi dan negosiasi
dari saluran akar yang ekstra (George dkk, 2014).
Perawatan endodontik dari premolar dua rahang atas dapat memberikan
suatu tantangan karena memiliki variasi struktur anatomi dan morfologi yang
beragam pada kelompok ras dan etnik yang berbeda. Meskipun jarang ditemui,
kemungkinan dari akar dan saluran yang berlebih perlu dipertimbangkan untuk
memastikan keberhasilan perawatan endodontik. Terdapat literatur yang
menyatakan bahwa terdapat variasi morfologi saluran akar pada gigi premolar
rahang atas. Berdasarkan pada literatur, gigi premolar rahang atas yang berakar tiga
biasanya terdapat saluran akar mesiobukal, distobukal, dan palatal. Dari uraian di
atas, maka pada laporan kasus ini akan didiskripsikan mengenai tantangan
perawatan dari gigi premolar kedua yang memiliki dua akar dengan satu akar bukal
dan dua saluran palatal dalam satu akar palatal (George dkk, 2014).
BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien laki-laki usia 30 tahun datang ke klinik gigi Faculty of Dentistry,
Mashhad, University of Medical Sciences, Mashhad, Iran dengan keluhan rasa sakit
pada regio kanan atas posterior. Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya tumpatan
komposit pada gigi 15. Gigi sensitif terhadap rangsangan dingin dan saat dilakukan
electric pulp testing sehingga mengindikasikan pulpitis irreversible. Pemeriksaan
radiografi menunjukkan regio periapikal yang normal, namun terlihat konfigurasi
akar yang tidak biasa (Gambar 1). Gigi tidak sensitif pada perkusi dan palpasi.
Gambar 1. Initial periapical radiography
Perawatan saluran akar pada pasien diawali dengan access opening terlebih
dahulu. Pasien diberi anestesi lokal (2% Lidocaine dan epinephrine 1:8000) setelah
pemasangan isolator rubber dam. Preparasi kavitas dimulai dari bucco-proximal
kemudian dari kanal buccal menuju cavosurface sehingga membentuk outline
berbentuk huruf T. Pada dasar ruang pulpa hanya dua orifice yang teridentifikasi
yaitu buccal dan palatal. Saat dilakukan eksplorasi pada akses kavitas tidak
dijumpai orifice lainnya.
Pengukuran panjang kerja dilakukan dengan bantuan radiografi
menggunakan dua K-file #15. Radiografi menunjukkan dua kanal dengan single
outline pada akar palatal. Kemudian sebuah jarum k-file #15 dengan ujung sedikit
melengkung di sepertiga apikal diletakkan pada akar palatal dan dilakukan
radiografi kembali untuk memastikan adanya percabangan pada kanal palatal
menjadi dua, yaitu mesial dan distal yang membagi kanal di sepertiga koronal
(Gambar 2). Panjang kerja pada kanal tambahan diukur dengan radiografi dan
dikonfirmasi dengan apex locator.
Gambar 2. Radiografi yang menunjukkan tiga file dalam tiga kanal
Kanal dipreparasi dengan 25/0.06 Mtwo rotary files dan diirigasi dengan
NaOCL 25%. Kanal dikeringkan dengan paper point steril dan diobturasi dengan
teknik kondensasi lateral dingin menggunakan sealer AH 26. Kemudian dilakukan
final radiografi untuk memastikan kualitas dari obturasi sudah baik (Gambar 3).
Gigi direstorasi dengan full crown. Enam bulan kemudian dilakukan pemeriksaan
radiografi kembali dan tidak adanya keluhan mengindikasikan hasil perawatan yang
memuaskan (Gambar 4).
Gambar 3. Final radiografi
Gambar 4. Follow up radiografi
BAB III
KAITAN DENGAN TEORI
3.1. Konfigurasi Anatomi dan Morfologi saluran akar premolar 2
Perawatan saluran akar merupakan pengambilan pulpa vital dan nekrotik
dari saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar
memiliki tujuan untuk mencegah perluasan penyakit dari pulpa ke jaringan
periapikal, atau, apabila hal tersebut telah terjadi, untuk mengubah atau
mengembalikan jaringan periapikal ke keadaan normal. Dewasa ini perawatan
saluran akar banyak diminati oleh masyarakat karena banyaknya permintaan
masyarakat untuk mempertahankan gigi. Keberhasilan perawatan saluran akar
ditentukan oleh tahapan Triad Endodontic (Anggriani, 2012).
Perawatan saluran akar tentunya tidaklah mudah, perawatan saluran akar
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena tidak dapat dilakukan secara langsung
untuk mengobservasi bentuk saluran akar untuk itu diperlukan pengetahuan
mengenai bentuk detail dari saluran akaragar dapat membantu keberhasilan saluran
akar, melalui morfologi saluran akar dan juga disertai oleh interpretasi yang tepat
dari gambaran radiografis maka dapat dilakukan preparasi akses yang benar
(Anggriani, 2012).
Terdapatnya variasi saluran akar juga merupakan fenomena yang seringkali
ditemukan secara klinis dengan bentuk dan konfigurasi yang bervariasi. dengan
adanya pemahaman mengenai kompleksitas sistem saluran akar maka diharapkan
preparasi saluran akar dapat dilakukan dengan konfigurasi saluran akar sampai
batas apikal (Anggriani, 2012).
Saluran akar merupakan bagian dari pulpa yang berada di dalam akar gigi.
saluran akar menghubungkan kamar pulpa melalui orifis kanal pada dasar kamar
pulpa, dan saluran pulpa terbuka ke bagian luar gigi melalui pembukaan yang
disebut dengan foramen apikal. Foramen ini paling sering ditemui pada atau dekat
dengan apeks akar. Bentuk dan jumlah saluran akar pada setiap akar telah dibagi
menjadi empat konfigurasi atau tipe utama secara anatomis (Anggriani, 2012).
Gigi premolar adalah gigi keempat dan kelima dari garis tengah pada setiap
kuadran .Premolar (atas dan bawah ) berfungsi dengan molar untuk mengunyah
makanan dan memilihara dimensi vertikal wajah (diantara hidung dan dagu ). Pada
umumnya gigi premolar memiliki satu tanduk pulpa pada setiap tonjol fungsional.
Oleh karena itu, gigi premolar dengan tipe dua- tonjol sering memiliki dua tanduk
pulpa, tetapi premolar ke- dua bawah dengan tipe tiga tonjol memiliki 3 tanduk
pulpa (Anggriani, 2012).
Konfigurasi saluran akar merupakan bentuk gambaran bentuk saluran akar
dan tiap gigi memiliki bentuk konfigurasi berbeda - beda.Pengetahuan mengenai
konfigurasi saluran akar dan juga berbagai variasi anatomi, penting untuk mencapai
keberhasilan operawatan saluran akar. Berikut konfigurasi saluran akar gigi dalam
4 tipe menurut woelfel anatomi gigi edisi 8 :
1. Tipe I : satu saluran memanjang dari kamar pulpa hingga apeks
2. Tipe II : dua saluran terpisah dari kamar pulpa, namun menjadi satu saluran
saat mendekati apeks dan membentuk satu saluran apikal dan satu foramen
apikal
3. Tipe III : dua saluran terpisah dari kamar pulpa dan tetap terpisah, keluar
dari apeks akar sebagai dua foramen apical yang terpisah
4. Tipe IV : satu saluran dari kamar pulpa, namun terpisah menjadi dua saluran
pada sepertiga apikal akar dan membentuk 2 foramen apikal
5. Kanal aksesioris atau lateral juga dapat ditemukan , paling sering beda pada
bagian sepertiga apikal akar.
Selain itu Vertucci juga mengklasifikasikan konfigurasi saluran akar
menjadi 8 tipe yaitu:
1. Tipe I : satu saluran akar meluas dari kamar pulpa sampai ke apeks.
2. Tipe II : dua saluran akar meninggalkan kamar pulpa dan menyatu
mendekati apeks
3. Tipe III : satu saluran akar meninggalkan kamar pulpa dan membelah di
tengah kemudian menyatu membentuk satu saluran akar.
4. Tipe IV : terbagi dua,saluran akar terpisah mulai dari kamar pulpa
sampai ke apeks.
5. Tipe V : satu saluran akar meninggalkan kamar pulpa dan terbagi
menjadi dua pada apeks,dengan foramen apikal yang terpisah.
6. Tipe VI : dua saluran akar meninggalkan kamar pulpa, menyatu
ditengah saluran akar,dan kembali terpisah di dekat apeks dan terpisah
menjadi dua saluran akar.
7. Tipe VII: satu saluran akar meninggalkan kamar pulpa , terpisah dan
menyatu pada saluran akar dan terpisah menjadi dua saluran akar
mendekati apeks.
8. Tipe VIII : tiga terpisah,mulai dari kamar pulpa sampai ke apeks.
3.2. Penyakit Pulpa dan Periapikal
3.2.1. Penyakit Pulpa
3.2.1.1. Pulpa Normal
Gigi dengan pulpa normal tidak menunjukkan gejala spontan.
Pulpa akan merespon tes pulpa dan hasil tes menghilang dalam hitungan
detik. Tidak ada perawatan endodontik yang diindikasikan untuk gigi
pada kondisi ini (Hargreaves and Cohen, 2011).
3.2.1.2. Pulpitis Reversibel
Puliptis Reversibel merupakan kondisi dimana pulpa mengalami
peradangan ringan dan dapat sembuh setelah stimulus dihilangkan. Rasa
sakit hanya dirasakan ketika stimulus diberikan (biasanya makanan
dingin atau manis tapi kadang-kadang panas), dan rasa sakit berhenti
dalam beberapa detik atau segera setelah penghilangan stimulus. Rasa
sakitnya pendek dan tajam tetapi tidak spontan. Tidak ada perubahan
radiografi ditemukan di daerah periapikal (Abbott and Yu, 2007). Faktor
penyebab kondisi ini antara lain yaitu karies, dentin terbuka, dan
restorasi yang rusak (Hargreaves and Cohen, 2011).
3.2.1.3. Pulpitis Irreversibel
Salah satu gejala utama pulpitis irreversibel adalah rasa sakit
yang lama yang disebabkan oleh rangsangan termal, sama seperti yang
dikatakan pada kasus bahwa gigi tersebut sensitif terhadap rangsangan
dingin. Pada kondisi ini hanya diperlukan perubahan suhu yang ringan
untuk menginduksi rasa sakit (misalnya, air keran, menghirup udara
dingin). Reaksi awal adalah rasa sakit yang sangat tajam terhadap
rangsangan panas atau dingin dan kemudian menetap selama beberapa
menit hingga jam setelah stimulus dihilangkan. Rasa sakit yang
berkepanjangan biasanya berupa nyeri tumpul atau rasa sakit yang
berdenyut. Nyeri spontan yang terjadi dapat membangunkan pasien di
malam hari dan bisa menjadi lebih buruk ketika berbaring, merupakan
ciri khas lain dari pulpitis ireversibel. Pasien dengan pulpitis ireversibel
sering membutuhkan analgesik yang kuat dan mungkin mengalami
kesulitan menemukan gigi mana yang merupakan sumber rasa sakit.
Pemeriksaan radiografi juga menunjukkan regio periapikal yang normal
serta gigi tidak sensitif pada perkusi dan palpasi (Abbott and Yu, 2007).
3.2.1.3.1. Pulpitis Irreversibel Akut
Pulpitis Irreversibel akut biasanya memiliki sakit mendadak
yang dapat membangunkan pasien di malam hari. Rasa sakitnya
spontan dengan intensitas sedang hingga sangat berat, dan itu tetap
bertahan sebagai respons terhadap perubahan suhu (panas dan
dingin). Analgesik umum jarang efektif dalam mengendalikan rasa
sakit. Pemeriksaan radiografi dapat membantu dalam
mengidentifikasi kemungkinan penyebab penyakit. Misalnya :
karies dalam, restorasi yang luas atau retak, pin, dan lain sebagainya
(Abbott and Yu, 2007).
3.2.1.3.2. Pulpitis irreversibel kronis
Pulpitis irreversible kronis memiliki tanda dan gejala yang
sama tetapi akan jauh lebih ringan daripada pada kasus akut. Pasien
mungkin mengeluh nyeri sedang, yang lebih intermiten daripada
kontinyu dan mungkin dapat dikontrol oleh analgesik umum (Abbott
and Yu, 2007).
3.2.1.4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa harus dicurigai ketika gigi tidak merespon tes
sensibilitas pulpa (Abbott and Yu, 2007). Ketika nekrosis pulpa (atau
pulpa nonvital) terjadi, suplai darah pada pulpa tidak ada dan saraf
pulpa tidak berfungsi (Hargreaves & Cohen, 2011). Secara radiografi,
gigi dengan pulpa nekrotik mungkin memiliki tanda seperti karies yang
tidak diobati, restorasi yang luas, capping pulpa sebelumnya atau
mungkin tidak ada tanda-tanda seperti misalnya, setelah trauma.
Trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa sebagai akibat
dari putusnya suplai darah apikal (Abbott and Yu, 2007).
3.2.2. Penyakit Apikal (Periapikal)
3.2.2.1 Jaringan Apikal Normal
Klasifikasi ini adalah standar yang digunakan untuk
membandingkan semua proses penyakit apikal lainnya. Dalam kategori
ini pasien tidak memiliki gejala dan gigi berespons normal terhadap uji
perkusi dan palpasi. Radiografi menunjukkan bahwa lamina dura utuh
dan ruang ligamen periodontal di sekitar semua akar apeks normal
(Hargreaves and Cohen, 2011).
3.2.2.2. Periodontitis Apikal simptomatik
Gigi yang mengalami periodontitis apikal simptomatik akan
memiliki respons sakit terhadap tekanan atau perkusi gigitan. Gigi
ini mungkin tidak merespon tes vitalitas pulpa serta radiografi atau
gambar gigi ini umumnya akan menunjukkan setidaknya ruang
ligamen periodontal yang melebar dan mungkin atau mungkin tidak
memiliki radiolusensi apikal yang terkait dengan satu atau semua
akar (Hargreaves and Cohen, 2011).
3.2.2.3. Abses Apikal Akut
Gigi dengan abses apikal akut akan terasa sangat
menyakitkan untuk menggigit, saat ada tekanan, perkusi, dan
palpasi. Gigi ini tidak akan merespon tes vitalitas pulpa dan akan
menunjukkan tingkat mobilitas yang berbeda-beda. Radiografi atau
gambar dapat menunjukkan apa pun dari ruang ligamen periodontal
yang melebar ke radiolusensi apikal. Pembengkakan akan terjadi
secara intraoral dan jaringan wajah yang berdekatan dengan gigi
hampir selalu akan muncul dengan beberapa derajat pembengkakan.
Pasien akan sering demam, dan kelenjar getah bening serviks dan
submandibular akan terasa lembut saat palpasi (Hargreaves and
Cohen, 2011).
3.2.2.4 Abses Apikal Kronis
Gigi dengan abses apikal kronis biasanya tidak akan muncul
dengan gejala klinis. Gigi ini tidak akan merespon tes vitalitas pulpa
dan radiograf atau gambar akan menunjukkan radiolusensi apikal.
Gigi umumnya tidak sensitif terhadap tekanan menggigit tetapi
dapat "merasa berbeda" pada saat perkusi dilakukan pada pasien
(Hargreaves and Cohen, 2011).
3.3. Tahapan Perawatan Saluran Akar
3.3.1. Preparasi Akses Kavitas
Tahap perawatan diawali dengan preparasi kavitas, yang bertujuan
untuk memberikan visual ke dasar ruang pulpa, dan dapat membantu
untuk mengetahui lokasi kanal (Johnson and Khademi, 2004).
Berdasarkan kasus, pasien terlebih dahulu diisolasi menggunakan
isolator Rubber Dam yang bertujuan untuk mengatur kelembapan area
kerja, pengendalian jalur nafas pasien, pengendalian infeksi,
menambah kenyamanan pasien, dan dapat membantu visibilitas kerja
dari operator (Scheller, 2006). Rubber dam terbuat dari bahan latex
atau non latex dan tersedia dari berbagai ukuran, ketebalan, dan warna
yang berbeda (Scheller, 2006). Terdapat beberapa komponen
pendukung yang digunakan dalam proses isolasi ini, diantaranya
rubber dam punch, rubber dam clamp forceps, rubber dam frame
(Scheller, 2006; Hargreaves and Cohen, 2011). Setelah pasien
diisolasi, pasien diberikan anastesi lokal dengan 2% Lidocaine dan
Epinephrine 1:8000, yang menyebabkan pasien mati rasa sesaat pada
sekitar rongga mulut sehingga pasien tidak merasakan sakit yang
ditimbulkan pada saat perawatan (Scheller, 2006; Hargreaves and
Cohen, 2011). Laporan menjelaskan bahwa preparasi dimulai dari
bukal-proksimal, kemudian dari bukal kanal menuju cavosurface,
sehingga membentuk outline berbentuk T dan pembentukan eksternal
outline ini merupakan projeksi dari keadaan internal pulpa
(Hargreaves and Cohen, 2011). Berdasarkan teori, preparasi diawali
dengan membersihkan jaringan karies dan menghilangkan restorasi
yang rusak, untuk menghindari bocornya restorasi sehingga terjadi
kegagalan pada pada perawatan (Hargreaves and Cohen, 2011).
Kemudian dilakukan penetrasi pada enamel, perluasan dinding aksial
menggunakan round, fissure dan tappered fissure bur dan sekaligus
menghilangkan seluruh jaringan atap pulpa hingga tanduk pulpa
(Hargreaves and Cohen, 2011). Selanjutnya identifikasi letak orifice
menggunakan sonde lurus dan sedapat mungkin letak orifice
diletakkan pada sudut-sudut preparasi agar mempermudah instrumen
endodontik masuk kedalam saluran akar (Hargreaves and Cohen,
2011). Kemudian hilangkan dinding kavitas yang menghalangi jalur
masuknya instrument endodontic, ratakan dan haluskan dinding
kavitas menggunakan bur diamendo/endo-z dinding kavitas tanpa
mengambil dasar kamar pulpa untuk menghindari terjadinya perforasi
(Hargreaves and Cohen, 2011).
3.3.2. Pengukuran Panjang Kerja
Metode yang digunakan untuk menentukan panjang kerja yaitu
melalui panjang gigi rata-rata dari studi anatomi, radiografi pra
operatif, deteksi taktil, atau respon eye twitch. Metode lainnya juga
bisa dilakukan seperti melalui pendarahan pada paper point sampai
menggunakan radiografi panjang kerja yang terbuat dengan berbagai
variasi tipe film atau sensor digital, electronic apex locator, atau
kombinasi dari ketiganya (Johnson and Khademi, 2004). Pada kasus
pengukuran panjang kerja dilakukan dengan bantuan radiografi
menggunakan dua K-file #15 (George, Varghese and Devadathan,
2014). Penggunaan K-file ini digunakan untuk mengurangi terjadinya
kesalahan interpretasi terhadap sudut saat radiografi akibat saluran
akar yang berdekatan biasanya berukuran mulai dari #15-#35 (Nixon
and Robinson, 1997). Laporan menjelaskan bahwa setelah panjang
kerja pada kanal tambahan pasien diukur dengan radiografi maka akan
dikonfirmasi dengan apex locator (George, Varghese and
Devadathan, 2014). Teori mengatakan bahwa radiografi biasanya
sering salah interpretasi karena kesulitan untuk membedakan anatomi
dan patologi radikular dari struktur normal (Goldman, Pearson and
Darzenta, 1972; Zakariasen, Scott and Jensen, 1984). Electronic Apex
Locator (EAL) digunakan pada penentuan panjang kerja sebagai
tambahan untuk radiografi. Alat ini digunakan saat bagian apikal
sistem kanal terhambat oleh gigi yang tabrakan, tori, proses malar,
lengkungan zygomatic, kepadatan tulang yang berlebihan, akar yang
tumpang tindih, palatal yang dangkal, atau bahkan pola tulang
meduler dan kortikal normal. Dalam kasus ini EAL dapat memberikan
informasi yang tidak bisa dilakukan radiografi (Johnson and
Khademi, 2004).
3.3.3. Preparasi Saluran Akar
Pada laporan kasus kanal dipreparasi dengan 25/0.06 Mtwo rotary
files yang terbuat dari Nikel Titanium (NiTi) (George, Varghese and
Devadathan, 2014). Rotary instrument dengan NiTi files memberikan
hasil yang lebih bagus saat preparasi dan dapat menghasilkan obturasi
yang maksimal dengan menyediakan resistensi. Keuntungan utama
dari NiTi adalah preparasi kanal dengan sedikit transportasi dan
ledging (Zmener and Balbachan, 1995; Thompson and Dummer,
1997, 2000). Instrumen NiTi gagal pada torsi yang lebih rendah
dibandingkan dengan instrumen stainless steel dengan ukuran yang
sama. Ini berarti NiTi gagal pada tekanan yang lebih ringan. Meskipun
file stainless steel sering memberikan petunjuk visual bahwa tekanan
telah diberikan, NiTi file gagal tanpa peringatan. Pemeriksaan file
harus dilakukan dengan magnifikasi (Bortnick, Steiman and Ruskin,
2001). Profil 25/.06 merupakan produk standar International
Standards Organization (ISO) yang memiliki diameter sebesar 1,21
mm dimana dapat memberikan hasil klinis yang bagus (Johnson and
Khademi, 2004).
Gambar 3.1. Penampakan scanning electron microscopic (SEM)
Profile instruments 25/.02 (bawah), 25/.04 (tengah), dan 25/.06
(atas).
Gambar 3.2. Preoperative (A) dan postoperative (B) radiografi molar
pertama mandibula kanan yang dipreparasi dengan Profile .06 tapered
instruments.
3.3.4. Irigasi
Irigasi pada laporan kasus menggunakan NaOCl 2,5% yang telah
menunjukkan sebagai agen antimikroba yang efektif ketika berkontak
dengan bakteri (Rubin et al., 1979).
3.3.5. Obturasi
Obturasi menggunakan siler AH 26 yang merupakan salah satu
siler berbahan dasar resin guna mengisi ruang antara dinding saluran
akar dan bahan inti obturasi dan dapat mengisi saluran lateral dan
aksesori, isthmus, dan penyimpangan dalam sistem saluran akar.
Metode yang dapat diterima untuk menempatkan siler di kanal
meliputi (Wiemann and Wilcox, 1991):
a) Menempatkan siler pada cone master dan memompa cone ke atas
dan ke bawah di kanal
b) Menempatkan siler pada file dan memutarnya berlawanan arah
jarum jam
c) Menempatkan siler dengan spiral lentulo
d) Menggunakan jarum suntik
e) Mengaktifkan alat ultrasonik
3.3.6. Restorasi
Pada laporan kasus penulis melaporkan bahwa gigi direstorasi
dengan full crown dimana peningkatan yang signifikan dicatat dalam
keberhasilan klinis perawatan endodontik dari gigi premolar rahang atas dan
rahang bawah saat restorasi penutupan koronal terjadi. Full crown
mencegah patah tulang saat gaya oklusal bertindak untuk memisahkan
ujung cusp (Sorensen and Martinoff, 1984). Mahkota umumnya harus
digunakan pada semua gigi posterior yang dirawat endodontik. Jika struktur
gigi yang signifikan telah dipertahankan, full crown mungkin diperlukan.
Jika struktur minimal tetap, mungkin diperlukan untuk membantu
mempertahankan fondasi sebelum penempatan mahkota. Jika mahkota tidak
bisa ditempatkan karena keterbatasan keuangan pasien, klinisi harus
menyediakan beberapa bentuk cakupan cuspal lainnya seperti amalgam
onlay (Goodacre and Spolnik, 1994).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 KESIMPULAN
Perawatan saluran akar adalah salah satu metode perawatan yang
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan
jaringan periapikal lainnya. Perawatan saluran akar ini diindikasikan pada
enamel yang tidak didukung oleh dentin, gigi sulung dengan infeksi yang
melewati kamar pulpa, baik itu pada gigi vital, nekrosis sebagian ataupun
gigi yang non vital, kelainan jaringan periapeks pada pemeriksaan
radiografi kurang dari sepertiga apeks, mahkota dari gigi masih dapat
direstorasi, gigi tidak goyang dan jaringan periodontalnya masih baik, foto
pada rontgen terlihat terjadi resporpsi akar tidak lebih dari sepertiga apical.
Berdasarkan kasus, perawatan pada pasien yang terlebih dahulu
adalah diisolasi menggunakan isolator Rubber Dam, setelah pasien
diisolasi, pasien diberikan anastesi lokal dengan 2% Lidocaine dan
Epinephrine 1:8000, Kemudian dilakukan penetrasi pada enamel, perluasan
dinding aksial menggunakan round, fissure dan tappered fissure bur dan
sekaligus menghilangkan seluruh jaringan atap pulpa hingga tanduk pulpa.
Selanjutnya identifikasi letak orifice menggunakan sonde lurus dan sedapat
mungkin letak orifice. Kemudian hilangkan dinding kavitas yang
menghalangi jalur masuknya instrument endodontic, ratakan dan haluskan
dinding kavitas. Pada kasus pengukuran panjang kerja dilakukan dengan
bantuan radiografi menggunakan dua K-file #15, pada kasus ini juga dapat
menggunakan EAL sebagai informasi yang tidak bisa dilakukan radiografi.
Lalu kanal dipreparasi dengan 25/0.06 Mtwo rotary files dan diirigasi
dengan NaOCL 25%. Kanal dikeringkan dengan paper point steril dan
diobturasi dengan teknik kondensasi lateral dingin menggunakan AH 26
sealer. Kemudian dilakukan final radiografi untuk memastikan kualitas dari
obturasi sudah baik. Gigi direstorasi dengan full crown. Enam bulan
kemudian dilakukan pemeriksaan radiografi kembali dan tidak adanya
keluhan mengindikasikan hasil perawatan yang memuaskan.
1.2 SARAN
Sebaiknya pasien segera memeriksakan jika terjadi keluhan kepada
dokter gigi. Perawatan ini dilakukan bertahap jadi pasien diharapkan untuk
mengikuti tahapan perawatan hingga hasilnya sudah keliatan membaik
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, P., and Yu, C. (2007). A clinical classification of the status of the pulp and
the root canal system. Australian Dental Journal, 52, S17–S31.
https://doi.org/10.1111/j.1834-7819.2007.tb00522.x
Bortnick, K. L., Steiman, H. R., and Ruskin, A. (2001). Comparison of nickel-
titanium file distortion using electric and air-driven handpieces. Journal of
Endodontics, 27(1), 57–59. https://doi.org/10.1097/00004770-200101000-
00021
George, G., Varghese, A., and Devadathan, A. (2014). Root canal treatment of a
maxillary second premolar with two palatal roots: A case report. Journal of
Conservative Dentistry, 17(3), 290. https://doi.org/10.4103/0972-
0707.131807
Goldman, M., Pearson, A. H., and Darzenta, N. (1972). Endodontic success-Who’s
reading the radiograph? Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, 33(3),
432–437. https://doi.org/10.1016/0030-4220(72)90473-2
Goodacre, C. J., & Spolnik, K. J. (1994). The Prosthodontic Management of
Endodontically Treated Teeth: A Literature Review. Part I. Success and
Failure Data, Treatment Concepts. Journal of Prosthodontics, 3(4), 243–250.
https://doi.org/10.1111/j.1532-849X.1994.tb00162.x
Hargreaves, K. M., and Cohen, S. (2011). Cohen’s Pathways of the Pulp. (K. M.
Hargreavees, S. Cohen, & L. H. Berman, Eds.), Cohen’s Pathways of The Pulp
10th edition (10th ed.). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Johnson, W., and Khademi, J. (2004). Color Atlas of Endodontics. Chemistry & …,
1–205. https://doi.org/10.1016/S0099-2399(06)81948-5
Nixon, P. P., and Robinson, P. B. (1997). Endodontic radiography. Dental Update,
24(4), 165–168.
Rubin, L. M., Skobe, Z., Krakow, A. A., and Gron, P. (1979). The effect of
instrumentation and flushing of freshly extracted teeth in endodontic therapy:
a scanning electron microscope study. Journal of Endodontics, 5(11), 328–
335. https://doi.org/10.1016/S0099-2399(79)80088-6
Scheller, C. (2006). Basic Guide to Dental Instruments. Blackwell Munksgaard Ltd.
Sorensen, J. A., and Martinoff, J. T. (1984). Intracoronal reinforcement and coronal
coverage: A study of endodontically treated teeth. The Journal of Prosthetic
Dentistry, 51(6), 780–784. https://doi.org/10.1016/0022-3913(84)90376-7
Thompson, S. A., and Dummer, P. M. H. (1997). Shaping ability of ProFile.04
Taper Series 29 rotary nickel-titanium instruments in simulated root canals.
Part 1. International Endodontic Journal, 30(1), 1–7.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2591.1997.tb01093.x
Thompson, S. A., and Dummer, P. M. H. (2000). Shaping ability of Hero 642 rotary
nickel-titanium instruments in simulated root canals: Part 2. International
Endodontic Journal, 33(3), 255–261. https://doi.org/10.1046/j.1365-
2591.2000.00288.x
Wiemann, A. H., and Wilcox, L. R. (1991). In vitro evaluation of four methods of
sealer placement. Journal of Endodontics, 17(9), 444–447.
https://doi.org/10.1016/S0099-2399(07)80134-8
Zakariasen, K. L., Scott, D. A., and Jensen, J. R. (1984). Endodontic recall
radiographs: How reliable is our interpretation of endodontic success or failure
and what factors affect our reliability? Oral Surgery, Oral Medicine, Oral
Pathology, 57(3), 343–347. https://doi.org/10.1016/0030-4220(84)90192-0
Zmener, O., and Balbachan, L. (1995). Effectiveness of nickel‐ titanium files for
preparing curved root canals. Dental Traumatology, 11(3), 121–123.
https://doi.org/10.1111/j.1600-9657.1995.tb00472.x
top related