laporan kasus decompensatio cordis kelas iv
Post on 30-Nov-2015
391 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan yang serius diberbagai
negara, baik di negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan definisi
patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris
Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan
menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf,
hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas.
Dewasa ini gagal jantung banyak dijumpai dan menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal
jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan
mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Begitu juga dengan
risiko untuk menderita gagal jantung, 10% untuk kelompok di atas 70 tahun, dan
5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun.
Data dari American Heart Association Society (AHA) 2003 menunjukkan,
peran gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan
penyebab kematian bertambah. Di AS 4,8 juta penderita dengan gagal jantung dan
setiap tahun bertambah 550 ribu. Setiap tahun gagal jantung menyebabkan
kematian 290 ribu orang. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah
penderita gagal jantung mencapai 22 juta pasien pada tahun 2002. Sedangkan di
Indonesia menurut catatan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (bagian
kardoiologi FKUI) melaporkan peningkatan dari 9% ditahun 1999 menjadi 11%
ditahun 2001, dengan angka kematian 9% ditahun 2004 dengan angka kematian
8% di tahun 2007. Karena itulah, penanganan sedini mungkin sangat dibutuhkan
untuk mencapai angka mortalitas yang minimal.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien :
Nama : Tn. E
Jenis kelamin : Pria
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Suku : Kutai
Pendidikan : -
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kota Bangun Kukar
MRS : 20 April 2009
II. Anamnesa :
Autoanamnesa tgl 21 April 2009
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Perut dan kedua kaki bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan pasien
sejak 1 bulan yang lalu. Sesak sering timbul saat pasien melakukan aktivitas
ringan bahkan saat istirahat sekalipun. Pasien juga mengeluhkan dirinya gampang
lelah, dan sering terbangun pada malam hari karena sesak. Sesak sedikit
berkurang bila pasien beristirahat dengan posisi berbaring setengah duduk. Untuk
itu pasien tidur dengan diganjal 2 bantal. Sesak dirasakan semakin berat sejak 2
minggu belakangan ini. Sesak nafas tidak disertai dengan batuk ataupun nafas
yang berbunyi. Sesak juga tidak dipengaruhi oleh cuaca panas atau dingin. Pasien
2
juga mengeluhkan tidak selera makan dan bila makan akan terasa penuh dan
semakin sesak. Sebelumnya pasien sudah merasakan timbulnya sesak sejak 9
tahun yang lalu. Dan pasien juga sudah sering ( > 5 x) dirawat di ICCU RS. AWS
karena sesaknya itu.
Selain itu pasien juga merasakan bengkak pada kedua kakinya sejak 2
minggu sebelum MRS. Bengkak semakin bertambah, tidak nyeri dan lambat
kembali saat ditekan. Selain itu pasien juga merasakan perutnya dan tangannya
juga membengkak sejak 3 hari sebelum MRS.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama yaitu sesak nafas
sejak tahun 2000 (9 tahun yang lalu)
Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
Tidak ada riwayat kencing manis
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.
Tidak ada anggota keluarga yang meninggal mendadak karena serangan
jantung maupun memiliki riwayat sakit jantung
Terdapat riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga.
Tidak ada riwayat kencing manis dalam keluarga.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu sebanyak
2 bungkus / hari
Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
3
Berat Badan : 80 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg
- Nadi : 60 x/menit, frekuensi ireguler, isi lemah
- Pernafasan : 38 x /menit (cepat & dalam)
- Suhu : 37 0 C (Aksiler)
Status Generalis :
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata, rambut
tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, konjunctiva anemis (-/-),
sklera ikterik (+/+)
Telinga : Normotia, sekret -/-
Hidung : septum lurus ditengah, sekret -/-
Mulut : mulut kering (-), lidah kotor (-), papil eutrofi,
mukosa tidak hiperemis. Gigi – geligi caries -,
tidak ada gigi yang tanggal
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : Deviasi trakea (-), JVP 5+4 cm H20, KGB tidak
teraba membesar, otot bantu pernafasan (-)
Thorax depan :
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS IV medial garis parasternal dextra
Batas atas jantung : ICS III garis parasternal sinistra
Batas kiri jantung : ICS VI garis midklavikular sinistra
Auskultasi : Murmur (+), dengan punctum maximum di apex,
fase sistolik, tipe pansistolik, nada rendah dan
terdapat penyebaran ke axilla kiri, S3 gallop (+)
4
Paru
Inspeksi : Gerak nafas simetris, bentuk dada normal
Palpasi : Fremitus raba dextra = sinistra
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi ¿basah halus, wheezing ¿
Thorax belakang :
Inspeksi : Bentuk simetris, lordosis (-), kifosis (-),
skoliosis (-), gerak nafas simetris
Palpasi : Fremitus raba dextra = sinistra
Perkusi : Batas bawah paru kanan : thorakal IX
Batas bawah paru kiri : thorakal X
Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi ¿basah halus, wheezing ¿
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, sikatriks (-), striae (-), dilatasi vena (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar, lien,
ginjal sulit dinilai, pembesaran KGB inguinal (-)
Perkusi :Redup, Shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas : akral hangat, edema lengan (+/+), edema tungkai
(+/+), jenis pitting, sianosis -/-, terdapat bekas luka
akibat alergi obat
IV. Pemeriksaan Penunjang
Lab tgl. 20 April 2009
GDS = 98 mg/dL Hb = 17,9 g/dL
5
Ht = 57,2 % Leukosit = 9000/mm3
Trombosit = 189.000/mm3
Ureum = 73,4 mg/dL Creatinin = 1,8 mg/dL Na = 126 mmol/dL K = 4,3 mmol/dL Cl = 93 mmol/dL
Lab tgl. 21 April 2009
GDS = 177 mg/dLHb = 17,4 g/dL Ht = 55,4 % Leukosit = 10.000/mm3
Trombosit = 178.000/mm3
SGOT = 54 U.I SGPT = 50 U.I Bilirubin total = 3,1 mg/dL Bilirubin direk = 1,5 mg/dL Bilirubin indirek = 1,6 mg/dLProtein total = 7,0 mg/dLAlbumin = 2,9 mg/dL Globulin = 4,1 mg/dLCholesterol = 121 mg/dLAsam urat = 15,5 mg/dLUreum = 88,7 mg/dL Creatinin = 1,2 mg/dL Na = 124 mmol/dL K = 4,6 mmol/dL Cl = 91 mmol/dL
Lab tgl. 24 April 2009
Hb = 17,8 g/dL Ht = 56,3 % Leukosit = 8.100/mm3
Trombosit = 139.000/mm3
Lab tgl. 28 April 2009
GDS = 134 mg/dLHb = 17,0 g/dL Ht = 51,0 % Leukosit = 8.200/mm3
Trombosit = 169.000/mm3
Albumin = 3,6 mg/dL Ureum = 111,8 mg/dL Creatinin = 1,1 mg/dL
6
Na = 114 mmol/dL K = 5,2 mmol/dL Cl = 83 mmol/dL
Lab tgl. 01 Mei 2009
GDS = 151 mg/dLHb = 17,1 g/dL Ht = 51,2 % Leukosit = 8.600/mm3
Trombosit = 162.000/mm3
SGOT = 73 U.I SGPT = 84 U.I Bilirubin total = 2,7 mg/dL Bilirubin direk = 1,7 mg/dL Bilirubin indirek = 1,0 mg/dLProtein total = 7,6 mg/dLAlbumin = 3,0 mg/dL Globulin = 4,6 mg/dLCholesterol = 99 mg/dLTrigliserida = 68 mg/dL HDL = 40 mg/dLLDL = 50 mg/dLAsam urat = 13 mg/dLUreum = 121,1 mg/dL Creatinin = 1,4 mg/dL
Lab tgl. 05 Mei 2009
GDS = 106 mg/dLHb = 15,5 g/dL Ht = 50,8 % Leukosit = 8.600/mm3
Trombosit = 166.000/mm3
Asam urat = 11,3 mg/dLUreum = 112,1 mg/dL Creatinin = 2,6 mg/dL
Lab tgl. 06 Mei 2009
Ureum = 108,5 mg/dL Creatinin = 1,2 mg/dL Lab tgl. 08 Mei 2009
Ureum = 87,7 mg/dL Creatinin = 1,5 mg/dL
7
Thorax foto tgl. 20 April 2009 :
Cor : CTR = 21 x 100%= 75% 28
Pulmo : sulit dinilaiKesan : Cardiomegali
EKG :
V. Diagnosis Kerja
Decompensatio cordis functional class IV et causa CAD OMI Inferior +
Anterior
VI. Usul Pemeriksaan Tambahan
Echocardiography
Kateterisasi jantung
8
Treadmill test
VII. Penatalaksanaan
ISDN 3 x 5mg
Lasix Tab 2 x 1
Spirolactone 20mg 1-0-0
Captopril 3x 6,25mg
Bisoprolol 5mg 0-0-12
Alprazolam 0,5mg 0-0-12
Digoxin 0,2gr 1 x 1
VIII. Prognosis
Dubia ad malam
BAB III
9
ANALISA KASUS
I. Anamnesa
FAKTA TEORI
Sesak nafas saat melakukan aktivitas
ringan
Sering terbangun pada malam hari
karena sesak
Tidur dengan diganjal 2 bantal untuk
mengurangi sesaknya
Sesak nafas tidak disertai batuk
Gampang lelah
Tidak selera makan dan bila makan
akan terasa penuh dan semakin sesak
Bengkak pada kedua kakinya sejak 2
minggu SMRS
Perutnya membengkak sejak 3 hari
SMRS
Pasien juga sudah sering (>5x) dirawat
di ICCU RS. AWS karena sesak sejak
tahun 2000
Dispneu on effort
Paroxysmal nocturnal dispneu
Orthopneu
Batuk terutama malam hari
Fatigue
Anorexia
Edema tungkai
Ascites
Riwayat penyakit jantung sebelumnya
Berdasarkan hasil anamnesa pada pasien, mengarah kepada suatu penyakit
jantung dengan keluhan – keluhan khas penyakit jantung sesuai dengan kriteria
Framingham, dimana pada pasien tersebut didapatkan 1 kriteria mayor
(Paroxysmal nocturnal dispneu atau Orthopneu) dan 2 kriteria minor (edema
ekstremitas bawah, dispneu on effort) pada saat yang bersamaan, sehingga dari
hasil anamnesa ini mengarahkan kita kepada diagnosa decompensatio cordis atau
gagal jantung. Dan berdasarkan klasifikasi kelas fungsional NYHA, digolongkan
kedalam decompensatio cordis kelas IV dimana pasien tidak dapat melakukan
10
aktivitas fisik dan terasa sesak, mudah lelah sudah timbul walaupun saat pasien
istirahat.
Pada gagal jantung kongestif akan didapatkan manifestasi klinis yang
merupakan gabungan antara gagal jantung kiri dan kanan. Gejala gagal jantung
kiri dikenali dari anamnesa yang mengarah kepada dispneu yang khas pada pasien
dekompensasi kordis antara lain dispneu on effort, ortopneu dan paroxysmal
nocturnal dispneu. Selain itu didapatkan pula gejala fatigue serta penurunan
aktivitas. Sedangkan gejala gagal jantung kanan yang terdapat pada pasien yaitu
adanya asites dan edema tungkai yang disebabkan oleh adanya hepatomegali
kongestif akibat peningkatan tekanan pada vena kava. Anoreksia dengan nyeri
abdomen dan rasa penuh berkaitan dengan kongesti hepar dan sistem vena porta.
II. Pemeriksaan Fisik
FAKTA TEORI
RR = 38 x /menit (cepat & dalam)
TD = 100/60
Nadi : 60 x/menit, frekuensi
ireguler, isi lemah
Ikterus (+/+)
JVP 5 + 4
Rhonki basah halus pada basal (+)
Batas kanan jantung : ICS IV
medial garis parasternal dextra
Dispneu (RR = 40x/menit)
Tekanan darah dapat tinggi, normal atau
rendah karena perburukan disfungsi
jantung
Pada gagal jantung yang berat, tekanan
nadi mungkin berkurang menunjukkan
penurunan volume sekuncup
Ikterus berkaitan dengan peningkatan
bilirubin langsung; timbul akibat gangguan
fungsi hati sekunder terhadap kongesti paru
& hipoksia hepatoseluler berkaitan dengan
atropi lobulus sentral.
Distensi vena jugularis
Rhonki basah karena peningkatan tekanan
vena pulmonalis
Cardiomegali (batas jantung bergeser ke
11
Batas atas jantung : ICS III
garis parasternal sinistra
Batas kiri jantung : ICS VI
garis midklavikular sinistra
Murmur (+) S3 gallop (+)
Ascites
Edema tungkai
lateral dan inferior
Murmur (+) S3 gallop (+)
Ascites, terjadi sebagai konsekuensi dari
transudasi & timbul akibat meningkatnya
tekanan dalam v. Hepatika & vena yang
mendrainase peritoneum
Edema tungkai
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda – tanda yang memenuhi
kriteria mayor dan minor dari Framingham. Kriteria mayor berupa distensi vena
jugularis, rhonki basah, cardiomegali dan S3 gallop. Sedangkan kriteria minor
berupa edema ekstremitas dan dispneu on effort. Hal ini semakin memperkuat
diagnosa kearah decompensatio cordis kelas IV.
III. Pemeriksaan Penunjang
FAKTA TEORI ANALISA
RR = 38 x /menit
(cepat & dalam)
TD = 100/60
Nadi : 60 x/menit,
frekuensi ireguler, isi
lemah
Ikterus (+/+)
RR = 38 x /menit
(cepat & dalam)
TD = 100/60
Nadi : 60 x/menit,
frekuensi ireguler, isi
lemah
Ikterus (+/+)
12
JVP 5 + 4
Rhonki basah halus pada basal (+)
Batas kanan jantung :
ICS IV medial garis
parasternal dextra
Batas atas jantung :
ICS III garis
parasternal sinistra
Batas kiri jantung :
ICS VI garis
midklavikular sinistra
Murmur (+) S3 gallop
(+)
JVP 5 + 4
Rhonki basah halus pada basal (+)
Batas kanan jantung :
ICS IV medial garis
parasternal dextra
Batas atas jantung :
ICS III garis
parasternal sinistra
Batas kiri jantung :
ICS VI garis
midklavikular sinistra
Murmur (+) S3 gallop
(+)
IV. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan dari ketiga hal tersebut ternyata sebagian
besar memenuhi kriteria Framingham sehingga didapatkan diagnosa
decompensatio cordis kelas IV.
V. Penatalaksanaan
FAKTA TEORI ANALISA
Bed rest
Oksigen 3 lt/men
Bed rest
Oksigen 3 lt/men
Dengan bed rest diharapkan
dapat mengurangi beban fisik
jantung.
Oksigen merupakan faktor
13
ISDN 3 x 5mg
Lasix Tab 2 x 1
Spirolactone 20mg
1-0-0
Captopril 3x
6,25mg
Bisoprolol 5mg
0-0-12
Alprazolam 0,5mg
0-0-12
Digoxin 0,2gr 1 x 1
Nadi : 60 x/menit,
frekuensi ireguler,
isi lemah
Ikterus (+/+)
relaksan paru yang dapat
menurunkan afterload ventrikel
kanan sehingga aliran darah
paru dapat lebih lancar dan
membantu jantung memberikan
oksigenasi yang memadai untuk
seluruh jaringan tubuh
Oksigen 3 lt/men
VI. Prognosis
Prognosis dari kasus ini adalah buruk dengan angka mortalitas
sekitar >80% (berdasarkan klasifikasi KILLIP). Hali ini didasarkan pada
sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung yaitu
sebagai berikut :
Keadaan klinis
Keluhan dan gejala yang dialami pasien mengarah pada kondisi klinis
yang buruk. Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya kegagalan
14
jantung dalam memompa darah untuk menuhi kebutuhan darah
seluruh tubuh dan telah timbul berbagai macam komplikasi akibatnya.
Hemodinamik
Biokimia
Pada pasien terdapat hiponatremi.
Aritmia
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
IV.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan / atau kemampuannya hanya ada bila disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Kegagalan jantung untuk
memompa darah atau penurunan kemampuan pompa jantung menyebabkan 2 efek
utama yaitu penurunan curah jantung dan pembendungan darah divena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena. Dua hal inilah yang akan menyebabkan
berbagai manifestasi klinis pada pasien.
Bila terjadi penurunan curah jantung sampai derajat yang membahayakan,
akan muncul bahaya reflek sirkulasi pada tubuh yang diaktifkan, diantaranya
adalah reflek baroreseptor, reflek kemoreseptor yang akan mengaktifkan sistem
saraf pusat. Selain itu sistem renin angiotensin juga berperan penting dalam
merespon penurunan curah jantung. Pembendungan darah di vena terjadi karena
aliran darah yang tertahan didalam vena, sebagai akibat dari penurunan
kemampuan pompa jantung. Penurunan curah jantung ini memberikan pengaruh
15
yang luas terhadap fungsi ginjal. Aliran darah yang rendah mengakibatkan
kemampuan ginjalmensekresikan garam dan air menjadi rendah sehingga urin
yang dikeluarkan menjadi sedikit. Oleh karena itu mulailah terjadi retensi cairan
dan akan berlangsung terus menerus sehingga aliran darah tertahan dalam vena,
kecuali jika dilakukan tindakan terapi.
IV.2 Etiologi
Gagal jantung merupakan keadaan klinis yang harus selalu dicari penyebabnya.
Penyebab gagal jantung dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Gangguan fungsi sistolik
1) Gangguan unit miokardium
Infark miocard
Fibrosis otot jantung
Kardiomiopati
Miokarditis berat
Aritmia
Gangguan miokard akibat obat – obatan atau alkohol
2) Pembebanan mekanik yang berlebihan dalam waktu lama
Kenaikan beban tekanan
o Tahanan sentral yang meninkat (misal: pada stenosis katup
mitral)
o Tahanan perifer yang meningkat (misal: pada hipertensi)
Kenaikan beban volume
o Regurgitasi katup aorta
o Fistula arteriovena
b. Gangguan fungsi diastolik
Kardiomiopati
Fibrosis
Amiloidosis
16
IV.3 Faktor Predisposisi
1. Infark miocard
Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi,
selain tidak ada gejala klinis, kadang – kadang infark baru yang terjadi
dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu terjadinya gagal
jantung.
2. Miokarditis
Pada reumatik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lain yang
mengenai miokard dapat menggenggu fungsi miokard pada pasien dengan
atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.
3. Aritmia
Pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih
terkompensasi, aritmia merupakan faktor pemicu gagal jantung yang
paling sering. Aritmia menimbulkan efek yang mengganggu antara lain :
Takiaritmia mengurangi periode waktu yang tersedia untuk
pengisian ventrikel
Pemisahan yang terjadi antara kontraksi atrium dengan ventrikel
yang khas pada kebanyakan aritmia menyebabkan hilangnya
mekanisme pompa penguat atrium, karenanya meningkatkan
tekanan atrium
Aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi intraventrikel,
kemampuan miokard dapat lebih terganggu karena hilangnya
keselarasan kontraksi ventrikel yang normal
Bradikardi yang nyata disertai AV blok komplit atau bradiaritmia
berat lainnya akan mengurangi curah jantung kecuali volume
sekuncup meningkat.
4. Hipertensi sistemik
Peningkatan tekanan arteri yang cepat, seperti yang terjadi pada beberapa
hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena penghentian obat
antihipertensi dapat menyebabkan gagal jantung.
17
5. Emboli paru
Pasien yang tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah
mempunyai resiko tinggi membentuk trombus dalam vena tungkai bawah
atau panggul. Dalam perjalanan selanjutnya trombus dapat menjadi
embolus hingga ke paru. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih
lanjut tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat mengakibatkan
atau memperkuat kegagalan ventrikel.
6. Infeksi
Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap
infeksi paru. Infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Gejala
– gejala infeksi seperti demam, takikardi dan hipoksemia serta kebutuhan
metabolik yang meningkat akan memberi tambahan beban kepada miokard
yang sebelumnya telah memiliki kelainan dasar.
7. Anemia
Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan
metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung.
Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat dipertahankan oleh
jantung normal, tetapi pada jantung yang sakit tidak dapat meningkatkan
volume darah yang cukup untuk dialirkan ke perifer. Akibatnya,
penghantaran oksigen ke perifer tidak akan memadai dan memicu
terjadinya gagal jantung.
8. Endokarditis infektif
Kerusakan katup tambahan, anemia, demam dan miokarditis yang
seringkali muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat sendiri atau
bersama – sama memicu gagal jantung.
9. Tirotoksikosis dan kehamilan
Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan,
perfusi jaringan yang memadai membutuhkan peningkatan curah jantung.
Intensifikasi gagal jantung yang sebenarnya mungkin merupakan salah atu
penampakan klinis hipertiroidisme pada pasien dengan penyakit jantung
yang mendasari sebelumya. Demikian juga, gagal jantung tidak jarang
terjadi pertama kali selama kehamilan.
18
10. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak
tepat, transfusi darah, kegiatan fisik yang terlalu berat, panas lingkungan
yang berlebihan dan stres emosional dapat memicu gagal jantung pada
pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat
terkompensasi.
IV.4 Patofisiologi
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban
hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel normal, jantung akan mengadakan
sejumlah mekanisme adaptasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan
darah.
Mekanisme Kompensasi
Tiap mekanisme kompensasi jantung berikut memberikan manfaat hemodinamik
segera, namun dengan konsekuensi merugikan jika terjadi dalam jangka panjang
yang berperan dalam perkembangan gagal jantung kongestif
1. Efek Neurohormonal
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (sistem RAA)
Akibat curah jantung yang berkurang akan menyebabkan penurunan
perfusi ginjal yang selanjutnya menstimulasi sistem RAA. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen ginjal, yang
menstimulasi pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis dan
menghambat tonus vagal. Selain itu, angiotensin II membantu pelepasan
aldosteron dari kelenjar adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air
serta eksresi kalium diginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat
menurunkan metabolisme aldosteron sehingga meningkatkan kadar
aldosteron lebih lanjut.
Aktivasi sistem saraf simpatik
19
Aktivasi sistem saraf simpatik pada gagal jantung kongestif melalui
baroreseptor menghasilkan peningkatan kontraktilitas miokard pada awalnya,
namun kemudian pada aktivasi sistem RAA dan neurohormonal berikutnya
menyebabkan peningkatan tonus vena (preload jantung) dan tonus arteri
(afterload jantung), meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif
garam dan air serta edem. Stimulasi simpatik kronis menghasilkan regulasi –
turun-reseptor jantung, menurunkan respon jantung terhadap stimullasi.
Kejadian ini bersama dengan gangguan baroreseptor kemudian akan
menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik lebih lanjut.
Peptida natriuretik
Peptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal dan
sistem saraf pusat.
1) Peptida natriuretik atrial (ANP) dilepaskan dari atrium jantung sebagai
respon terhadap peregangan serta menyebabkan natriuresis dan
dilatasi.
2) Peptida natriuretik otak (BNP) juga dilepaskan dari jantung, terutama
dari ventrikel dan dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida
natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek
angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi
nartium gnjal
Peningkatan kadar hormon antidiuretik (ADH)
Kadar hormon ADH juga meningkat, menyebabkan vasokontriksi dan
berperan dalam retensi air dan hiponatremi.
Sekresi endotelin
Endotelin merupakan peptide vasokonstriktor poten yang disekresikan
oleh sel endotelial vaskuler yang membantu retensi natrium diginjal.
2. Efek Hemodinamik
Hipertrofi miokard
Pada hipertrofi miokard, terjadi peningkatan massa elemen kontraktil
yang memulihkan peningkatan stres dinding ventrikel menjadi normal dan
20
memperbaiki kontraksi sistolik, namun juga meningkatkan kekakuan dinding
ventrikel serta menurunkan pengisian ventrikel dan fungsi diastolik
Mekanisme Frank-Starling
Mekanisme Frank-Starling berupa konstriksi vena sistemik dan retensi
natrium serta air meningkatkan tekanan atrium dan tekanan serta volume
akhir diastolik ventrikel (meningkatkan preload), pemanjangan sarkomer dan
kontraksi myofibril diperkuat.
Redistribusi curah jantung
Redistribusi ini paling jelas waktu pasien gagal jantung melakukan
exercise, tetapi bila gagal jantung berlanjut, redistribusi terjadi bahkan dalam
keadaan basal. Aliran darah diredistribusi sehingga penghantaran oksigen
keorgan vital seperti otak dan miokard dipertahankan pada kadar yang normal
atau mendekati normal, sedangkan aliran ke area yang kurang kritis seperti
kutaneus, muskularis dan viscera menjadi berkurang. Vasokontriksi yang
diperantarai oleh sistem saraf adrenergik sangat bertanggungjawab untuk
banyak manifestasi gagal jantung seperti akumulasi cairan (berkurangnya
aliran ginjal), demam derajat rendah (berkurangnya aliran kutaneus) dan
kelelahan (berkurangnya aliran otot).
IV.5 Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal
jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan
pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri akan menyebabkan gejala – gejala akibat bendungan
darah di paru seperti dyspnea d’effort , fatigue, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving,
bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus alternans,
ronki dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul fatigue, edema, liver engorgement,
anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi
21
jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur,
tanda – tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi
P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali,
splenomegali kongestif, ascites dan edema pitting.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri
dan kanan.
Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham)
Kriteria mayor
1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronki basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
1. Edema ekstremitas bawah
2. Batuk malam hari
3. Dyspnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi ( nadi >120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor harus ada pada saat yang bersamaan.
22
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas :
Kelas I :
Tidak ada batasan; aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan, sesak atau
palpitasi
Kelas II :
Sedikit batasan pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat istirahat tetapi
aktivitas fisik biasa menyebabkan kelelahan, sesak atau palpitasi
Kelas III :
Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat
istirahat tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, sesak atau palpitasi
Kelas IV :
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik; keluhan gagal jantung sudah timbul saat
pasien istirahat.
IV.6 Pemeriksaan Penunjang
Radiografi thorax
Bayangan jantung dapat membesar pada proyeksi PA (CTR >50%).
Pembesaran atrium kiri dapat diperlihatkan oleh gambaran double contour.
Menonjolnya vena pulmonalis apikal menunjukkan meningkatnya tekanan
pengisian atrium kiri. Pada keadaan edema paru, akan didapatkan gambaran
infiltrat prekordial pada kedua paru. Efusi pleura dapat dilihat dari keadaan
sudut costofrenikus yang tumpul. Proyeksi lateral mengidentifikasi
pembesaran ventrikel kanan dengan adanya penyempitan ruang udara
retrosternal.
Elektrokardiografi
EKG dapat memperlihatkan bukti infark miokardium yang terjadi
sebelumnya. Penemuan-penemuan biasanya non spesifik, misalnya kelainan
konduksi, aritmia, kelainan ST dan gelombang T. Mungkin terdapat bukti
hipertrofi ventrikel kanan atau kiri dan pembesar atrium kanan atau kiri.
Echokardiografi
23
Echokardiografi sangat berguna dalam menyingkirkan lesi katup stenotik atau
efusi pecicardial. Ukuran ruang ventrikel kiri dan ketebalan dinding dapat
dengan teliti diukur untuk menilai efek beban tekanan kronis atau beban
volume kronis. Selain itu, kontraktilitas ventrikel kiri dapat diukur dengan
suatu fraksi ejeksi (normal, >50%)
Kateterisasi jantung
Teknik ini adalah alat diagnostik yang terakhir untuk menetapkan penyebab
gagal jantung kongesif. Penilaian tekanan intrakardiak dan curah jantung
akan menentukan beratnya gangguan fungsi miokardium atau lesi katup.
Sineangiografi koroner akan mengidentifikasi penyakit arteri koroner.
Sineangiografi ventrikel kiri mengukur volume ventrikel kiri dan faksi ejeksi
serta mengukur beratnya regurgitasi mitral. Sineangiografi ventrikel kanan
mengevaluasi fungsi sistolik ventrikel kanan dan beratnya regurgitasi
trikuspidalis.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap direkomendasikan untuk menyingkirkan
anemia dan infeksi (leukositosis) sebagai pemicu terjadinya gagal
jantung
Pemeriksaan serum elektroit
Diperlukan sebagai referensi sebelum pemberian obat – obatan untuk
menghindari terjadinya hiponatremia atau hiperkalemia.
Tes fungsi ginjal
Pada pasien gagal ginjal biasanya terjadi peningkatan serum ureum dan
kreatinin karena renal insufisiensi akibat menurunnya aliran darah
keginjal karena penurunan cardiac output jantung. Hal ini berpengaruh
terhadap onset dan durasi obat – obatan yang akan diberikan.
Tes fungsi hepar
Adanya hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak akan berpengaruh
terhadap fungsi hepar yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada
serum SGOT / SGPT. Pada kasus gagal jantung akut dapat juga terjadi
hiperbilirubinemia.
24
Pepetida natriuretik B (BNP)
BNP adalah polipeptida asam amino yang terdiri dari cincin 17 asam
amino. BNP plasma disekresi oleh ventrikel jantung sehingga lebih
sensitif dan spesifik sebagai pananda adanya disfungsi ventrikel
dibandingkan peptida natriuretik lainnya. BNP meningkat seiring dengan
peningkatan usia dan pada pasien gagal jantung. Pemeriksaan BNP
serum <100 pg/mL menandakan bukan gagal jantung, 100 – 500 pg/mL
kemungkinan gagal jantung dan >500 pg/mL adalah gagal jantung.
IV.7 Penatalaksanaan
Terapi dekompensatio kordis secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen:
1) Menghilangkan faktor predisposisi
2) Memperbaiki penyebab yang mendasari
3) Mengendalikan keadaan dekompensatio kordis, dengan cara:
a) Mengurangi beban kerja jantung
Mengurangi kegiatan fisis
Mengistirahatkan emosi
Mengurangi afterload
b) Mengendalikan retensi berlebih garam dan air
Diet rendah garam
Diuretika
Indikasi. Diuretika diindikasikan untuk semua pasien dengan
gangguan fungsi jantung sistolik, karena retensi natrium dan air
adalah sekuel patofisiologi dalam keadaan ini.
Cara kerja. Diuretika meningkatkan ekskresi natrium dan air,
memperbaiki gejala kongesti dengan mengurangi tekanan
pengisian, dan memperbaiki fungsi ventrikel dengan mengurangi
tekanan dinding ventrikel karena berkurangnya ukuran rongga.
Pilihan
1. Diuretika tiazid
25
2. Diuretika ansa (asam etakrinat, furosemid dan bumetamid)
3. Diuretika hemat kalium (spironolakton, triamteren dan
amilorid)
Vasodilator
Indikasi. Terapi vasodilator telah terbukti dapat mengurangi angka
mortalitas pada penderita dekompensatio kordis kelas IV (menurut
NYHA). Banyak percobaan yang sedang dilakukan untuk
mengevaluasi beberapa kombinasi vasodilator, dengan tekanan
khusus pada obat-obat ACE inhibitor.
Cara kerja. Bertambahnya aktivitas neurohumoral simpatik adalah
suatu mekanisme kompensasi akiut dan kronis yang penting pada
dekompensatio kordis. Peningkatan tonus vena yang
diakibatkannya membantu aliran balik vana ke jantung kanan dan
kiri. Aktivitas simpatik yang meningkat juga mengakibatkan
meningkatnya tonus arteri, yang meningkatkan tekanan dinding dan
dapat menekan lebih jauh fungsi ventrikel dan volume sekuncup.
Tetapi vasodilator menurunkan resistensi pembuluh darah perifer,
memperbaiki volume sekuncup dan curah jantung sambil
menurunkan tekanan pengisian yang normal atu berkurang, terapi
vasodilator mungkin tidak mengakibatkan perubahan atau
penurunan curah jantung.
Pilihan
1. ACE ihibitor
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa
keluhan untuk meningkatkan morbiditas dan mortilitas.
Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi
cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama
diuretik.
2. Angiotensin II reseptor bloker (ARB)
Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap
ACE inhibitor ARB sama efektifnya dengan ACE inhibitor
26
pada dekompensatio kordis dalam menurunkan morbiditas dan
mortilitas.
Pada infrak miokard dengan dekompensatio kordis, ARB sama
efektif dengan ACE inhibitor dalam menurunkan mortalitas.
Dapat dipertimbangkan penambahan ARB pada pemakaian
ACE inhibitor pada pasien yang simptomatik guna
menurunkan mortalitas.
3. Hidralazin-Nitrat oral
Dapat dipakai sebagai tambahan pada keadaan di mana pasien
tidak toleran terhadap ACE inhibitor atau dengan ARB.
Kombinasi nitral oral (ISDN 20 mg) dengan kalsium antagonis
(hidralazin 37,5 mg), tiga kali sehari dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan dekompensatio
kordis.
c) Memperbesar kemampuan kontraksi miokard (inotropik positif)
Digitalis
Indikasi : Pasien dengan kardiomegali, penurunan fungsi sistolik
dan kongesti vena pulmonalis harus dimulai dengan digitalis.
Karena hipokalemia yang diakibatkan oleh pemberian terapi
diuretika dapat menyebabkan predisposisi untuk aritmia yang
berkaitan dengan digitalis, maka elektrolit serum harus dipantau
dengan teliti bila obat ini mulai diberikan.
Cara kerjA : Daya kerja utama senyawa digialis adalah berlaku
sebagai perangsang inotropik positif, yang mungkin sekali
berhubungan dengan kerja penghambatan pada natrium-kalium
ATPase membran oleh obat ini. Akibatnya adalah peningkatan
konsentrasi natrium intrasel, yang menyebabkan peningkatan
kalsium intrasel untuk proses kontraksi. Oleh karena itu, efek
inotropik positif dari senyawa digitalis tidak diperantarai oleh
pelepasan katekolamin atau peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin dan efek inotropik positif akan tetap ada meskipun
terdapat b bloker dalam dosis penuh. Efek elektrofisiologik utama
27
dari digitalis pada jantung diperantarai oleh suatu efek vagus yang
kuat dan mungkin oleh penghambatan langsung pada mekanisme
pompa natrium-kalium. Perlamatan konduksi oleh AV node disertai
dengan pengurangan kecepatan ventrikel, perpanjangan diastolik
dan meningkatnya waktu untuk pengisian diastolik. Ini membuat
terapi digitalis sangat sesuai untuk penanganan gagal jantung yang
disertai dengan komplikasi supraventrikuler takikerdi dan atrial
fibrilasi.
Pilihan :
1. Digoksin
2. Digitoksin
Obat simpatomimetik
Cara kerja. Merangsang reseptor b adrenergik.
Pilihan. Dobutamin atau dopamin
Penghambat fosfodiesterase
Cara kerja. Mencegah perusakan cAMP oleh enzim
fosfodiesterase di dalam sel.
Pilihan. Amrinon.
IV. 8 Prognosis
Studi dari Framingham dengan data selama 30 tahun
menggambarkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun pada pasien gagal
jantung adalah 60% pada laki – laki dan 45% pada perempuan. Sejumlah
faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung yaitu sebagai
berikut :
Keadaan klinis
Semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis
semakin buruk prognosis.
Hemodinamik
Semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi ejeksi,
semakin buruk prognosis.
28
Biokimia
Terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopresin dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremi.dikaitkan dengan prognosis yang buruk.
Aritmia
Fokus ektopik bentrikel yang sering atau takikardi ventrikel
menandakan prognosis yang buruk.
Klasifikasi KILLIP
Merupakan klasifikasi yang digunakan untuk menentukan prognosis pada
pasien gagal jantung yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Kelas Gambaran Klinis Mortalitas
I Tidak ada tanda disfungsi LV 0 – 6%
II Gallop S3 dengan atau tanpa kongesti paru 30%
III Edem berat paru akut 40%
IV Syok kardiogenik >80%
29
top related