laporan fg - tugas 1
Post on 26-Dec-2015
54 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Konsep Dasar Teknik PCR serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Proses PCR Serta Modifikasi Teknik PCR
Etri Dian Kamila (1206212533), Fhani Meliana (1206212413), Jason Jonathan
(1206238904), Ramadhan Iskandar (1206212400), Retno Ulvia (1206262102),
Shella (1206238721)
Jurusan Teknologi Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia
Abstrak
Polymerase Chain Reaction atau yang biasa disebut PCR adalah metode untuk amplifikasi
(memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua
buah primer oligonukleotida. Teknik PCR secara umum terdiri dari lima buah komponen,
yakni DNA cetakan/template, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTPs)
yang terdiri dari dATP; dCTP; dGTP; dan dTTP, buffer, serta enzim polimerase yang
digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Teknik PCR secara umum
digunakan melalui tiga tahapan, yakni denaturasi, annealing, dan elongasi. Modifikasi PCR
juga saat ini telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah Real-Time PCR (RT PCR), reverse
transcription PCR, nested PCR, dan multiplex PCR. Dalam proses teknik PCR, terdapat pula
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR, beberapa diantaranya adalah ukuran
DNA, kualitas anneal/ daya temple primer, kontaminasi, jumping PCR, heterogenitat
sekuens, dan interpretasi. PCR saat ini juga telah dikembangkan untuk diaplikasikan ke
berbagai bidang, seperti dalam bidang kesehatan untuk deteksi penyakit, bidang forensik,
hingga ke bidang arkeologi.
Kata Kunci: PCR; Komponen PCR; Proses PCR; Modifikasi PCR; Faktor Keberhasilan
PCR
Abstract
Polymerase Chain Reaction or PCR is commonly referred to amplification method (multiply)
DNA fragments in vitro on specific regions bounded by two oligonucleotide primer. PCR
technique generally consists of five components, which are DNA prints/ template,
oligonucleotide primers, deoxiribonucleotide triphosphate (dNTPs), which consists of dATP;
dCTP; dGTP; and dTTP, buffers, and enzymes used to catalyze polymerase chain reaction
DNA synthesis. PCR techniques are generally used through three stages, namely
denaturation, annealing, and elongation. Modified PCR also has been taken, some of which
is Real-Time PCR (RT PCR), reverse transcription PCR, nested PCR, and multiplex PCR. In
the PCR process, there are several factors that influence the success of PCR, some of which
are the size of the DNA, anneal quality / power primary temple, contamination, PCR
jumping, heterogenitat sequences, and interpretation. The current PCR have also been
developed to be applied to various fields, such as in the field of health for disease detection,
forensic field, to the field of archeology.
Keywords: PCR; PCR components; PCR process; Modified PCR; Success Factors of PCR
1. Pendahuluan
Alam pada dasarnya memiliki beragam koleksi alami peralatan biokimia yang terus
bertambah banyak selama miliaran tahun. Asam Nukleat yang terdiri dari molekul DNA dan
RNA, merupakan komponen makromolekul utama penyusun struktur makhluk hidup;
bersama dengan protein dan karbohidrat, dan dapat membentuk struktur helix ganda tiga
dimensi yang sangat kompleks, yang setelah diteliti memiliki fungsi yang sangat banyak,
misalnya sebagai katalis reaksi kimia spesifik dan untuk identifikasi gen. Seiring dengan
perkembangan teknologi manusia, fungsi-fungsi dari Asam Nukleat kemudian dikembangkan
lebih jauh dan diaplikasikan dalam berbagai sektor kehidupan manusia, beberapa diantaranya
adalah dalam bidang kesehatan dan farmasi, dalam bidang pertanian, dalam bidang
lingkungan, dalam ilmu forensik, sebagai enzim dalam bentuk ribozyme, serta sebagai sensor
untuk deteksi biomolekular, penemuan obat, serta nanoteknologi. Untuk dapat diaplikasikan
sebagai berbagai alat, maka dibutuhkan beberapa perlakuan pada asam nukleat tersebut,
misalnya dengan memodifikasi, mengkombinasikan, mensubstitusi, ataupun memanipulasi
struktur dari Asam Nukleat.
Beberapa teknologi yang digunakan dalam aplikasi asam nukleat misalnya adalah
sebagai PCR Teknik PCR ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh
hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan
di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah
sampel yang kecil.
2. Definisi PCR
Polymerase Chain Reaction atau yang biasa disebut PCR adalah metode untuk
amplifikasi (memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang
dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah
urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan
proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.Polymerase Chain
Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida, menentukan
kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada bidang kedokteran
forensik dan melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
3. Perhitungan dalam PCR
Perhitungan jumlah kop fragmen DNA target dapat dilakukan sebagai berikut, dimana jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus:
Y= (2n−2 n ) X
Keterangan:
Y : jumlah amplicon
n : jumlah siklus
X : jumlah molekul DNA templat semula
Umumnya jumlah siklus yang digunakan pada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan
jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan meningkatkan jumlah amplicon secara bermakna
dan memungkinkan peningkatan jumlah produk yang non-target.
Gambar 1. Fragmen DNA target
Sumber: Farras Shanda, 2012
4. Komponen Utama PCR
4.1. Template DNA
Template DNA merupakan sampel DNA yangmengandung sekuens dari DNA
yang ingin diperbanyak. DNA dapat berupa DNA binatang, tumbuhan, virus, dan
bakteri. Pada saat reaksi awal PCR, temperatur tinggi diperdunakan untuk
memisahkan rantai ganda DNA tersebut, yang disebut sebagai denaturasi.
Reaksi PCR bekerja pada rentang konsentrasi template DNA yang lebar.
Penggunaan template DNA sebanyak 200 ng sangat baik, tetapi berapapun template
DNA yang digunakan selama berkisar antara 50 -500 ng, reaksi PCR dapat
berlangsung baik.
4.2. MgCl2
Ion Mg2+ membentuk kompleks dengan dNTP, primer, dan template DNA dan
menstabilkan keberadaan gugus fosfat serta mengaktivasi proses replikasi dengan
menyatukan nukleotida-nukleotida agar dapat dikenali oleh enzim polimerase. Oleh
karena itu, konsentrasi optimal MgCl2 harus diperhatikan pada setiap eksperimen. Ion
Mg2+ yang terlalu sedikit akan menghasilkan yield produk PCR, sedangkan terlalu
banyak dapat meningkatkan yield produk non-spesifik. Konsentrasi Mg2+ yang lebih
rendah diperlukan ketika keakuratan sintesis DNA sangat diinginkan.
4.3. Buffer
Buffer merupakan larutan garam yang dapat mempertahankan reaksi pada
perubahan pH. Buffer digunakan untuk memastikan DNA polimerase berada pada
lingkungan yang menghasilkan aktivitas maksimum.
4.4. dNTP
Empat deoksiribonukleotida (dNTP) adalah material basa yang digunakan
untuk membuat strand baru saat proses elongasi. Konsentrasi dNTP pada mix
biasanya 200uM dan konsentrasi setiap dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dTTP) harus
sama untuk meningkatkan keakuratan.
4.5. Primer
Primer merupakan rantai tunggal pendek DNA, panjangnya biasanya sekitar
20 nukleotida, yang menempel komplementer dengan sekuens DNA target dan
menginisiasi replikasi DNA target. DNA polimerase akan mensintesis DNA baru
pada ujung primer.
4.5.1. Kriteria Primer dan Cara Mendesain Primer
Desain primer yang bagus menentukan kesuksesan reaksi PCR.
Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan ketika mendesain primer
untuk menghasilkan amplifikasi yang spesifik dan ber-yield tinggi
diantaranya:
a. Panjang Primer
Panjang optimum dari primer PCR adalah 18-22 bp. Panjang tersebut
cukup untuk memenuhi spesifitas dan cukup pendek bagi primer untuk
menempel dengan mudah pada template DNA saat temperatur annealing.
Panjang primer berbanding lurus dengan temperatur melting primer.
b. Temperatur Melting Primer
Temperatur melting primer (Tm) merupakan temperatur di mana rantai
ganda DNA berpisah menjadi rantai tunggal. Primer dengan temperatur
melting antara 52-58oC umumnya memberikan hasil terbaik. Primer dengan
temperatur melting di atas 65oC memiliki kecenderungan untuk melakukan
annealing sekunder. Konten GC pada sekuens primer mempengaruhi Tm
primer.
Rumus sederhana untuk menghitung Tm :
T m=4 (G+C )+2 (A+T )o C
Tm nyatanya dipengaruhi oleh konsentrasi Mg 2+, K+, dan co-solvent.
Rumus untuk mencari Tm di atas sangat sederhana. Banyak program
mendesain primer yang menggunakan perhitungan yang lebih kompleks,
seperti menggunakan termodinamika nearest-neighbor :
T m(¿o C)=¿¿
c. Temperatur Annealing PrimerTemperatur annealing primer (Ta) adalah temperatur di mana saat
primer menempel pada rantai tunggal DNA. Ta yang terlalu tinggi akan
menghasilkan hibridisasi primer-template yang terlalu sedikit sehingga
hibridisasi primer-template yang terlalu sedikit sehingga yield produk PCR
kecil. Ta yang terlalu rendah juga mungkin menghasilkan produk PCR yang
non-spesifik akibat tingginya jumlah pasang basa (bp) yang mengalami mis-
match. Cara menentukan Ta yang juga dipengaruhi oleh Tm:
T a=0,3 xT m ( primer )+0,7 T m ( produk )−14,9
d. Konten GCBanyaknya jumlah basa G dan C pada primer (dalam persentase)
seharusnya 40-60%.
∆H : entalpi pembentukan struktur heliks∆S : entropi pembentukan struktur heliksR : konstanta gas molar (1,987 kal mol/oC)C : konsentrasi asam nukleatK+ : konsentrasi garam (kation)
e. Clamp GCKeberadaan basa G atau C dalam lima basa terakhir dari ujung 3’
primer menghasilkan ikatan yang spesifik pada ujung 3’ karena kuatnya ikatan
basa G dan C, namun jumlahnya sebaiknya tidak lebih dari 3.
f. Struktur Sekunder PrimerPrimer dapat berubah ke bentuk sekunder yang mempengaruhi
annealing primer-template dan amplifikasinya.
1. Hairpin. Terbentuk karena gaya intramolekular pada primer. Stabilitas hairpin direpresentasikan dalam nilai ∆G, energi yang digunakan untuk memecah struktur sekunder. Semakin besar nilai ∆G semakin stabil hairpin dan sulit untuk disingkirkan. Hairpin pada ujung 3’ dengan ∆G -2kcal/mol dan hairpin internal dengan ∆G -3kcal/mol dapat ditoleransi.
2. Self Dimer. Terbentuk karena gaya intermolekular antara dua primer yang sama (homolog) dan sensenya sama (ujung 3’ atau ujung 5’ nya searah). Nilai ∆G yang ditolerir adalah pada ujung 3’ -5 kcal/mol dan internal self dimer -6 kcal/mol.
3. Cross Dimer. Terbentuk akibat gaya intermolekular antara dua primer, baik sense maupun antisense, dan homolog. Nilai ∆G yang ditolerir adalah pada ujung 3’ -5 kcal/mol dan internal self dimer -6 kcal/mol.
g. PengulanganPengulangan melibatkan dinukleotida yang sering muncul dan harus
dihindari karena dapat terjadi misprime (primer menempel pada site yang
tidak diketahui di template). Contohnya adalah ATATATAT. Jumlah
maksimum pengulangan dinukleotida pada primer oligo adalah 4.
h. RunsPrimer dengan adanya basa tertentu yang berulang berurutan dapat
pula menyebabkan misprime. Contohnya adalah AGCGGGGGATGGGG
memiliki basa G yang nilai run nya 5 dan 4. Jumlah maksimum run yang
masih ditolerir adalah 4.
i. Stabilitas Ujung 3’Nilai maksimum ∆G lima basa dari ujung 3’. Ujung 3’ yang tidak
stabil (nilai ∆G sangat negatif) menghasilkan kesalahan priming yang lebih
sedikit.
Gambar 2. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester
Sumber: Biochemistry, 5th edition (Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L, 2002)
4.6. DNA Polimerase
DNA polimerase merupakan enzim yang
mengkatalisis pembentukan rantai baru dari
komplementer DNA target. DNA polimerase
menambahkan nukleotida pada ujung 3’ dari
rantai polinukleotida dengan mengkatalisis
penyerangan nukleofilik terminal gugus 3’-
OH pada rantai polinukleotida ke gugus α-
fosfat dari nukleosida trifosfat yang akan
ditambahkan.
4.6.1. Jenis-Jenis DNA Polimerasea. Taq DNA Polimerase
DNA polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA polimerase
(dari bakteri thermofil Thermus aquaticus), di mana elongasi dilakukan pada
suhu 72oC. Sebelumnya digunakan DNA Polimerase I yang diperoleh dari E.
coli. Namun, enzim DNA Polimerase I E. coli sensitif terhadap panas dan
aktivitasnya rusak saat tahap denaturasi pada 95oC. Maka dari itu, aliquot baru
enzim harus ditambahkan pada setiap siklus.
b. Pfu DNA Polimerase
Pfu DNA polimerase diisolasi dari bakteri hypertermofil Pyrococcus
furiosus dan banyak digunakan karena keakuratannya yang lebih tinggi (high
fidelity) ketika mengopi DNA, namun lebih sensitif.
5. Prosedur PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik yang kuat berkembang pada sektor
penelitian DNA Rekombinan dan memilki efek yang luas pada teknik cloning. Metode ini
menggunakan sekuens DNA target yang kemudian diamplifikasi menjadi jutaan lipatan
hanya dalam beberapa jam. Prosedur ini telah diterapkan untuk analisis forensik dann
kedokteran.
Gambar 3. Alat Thermocycler
(Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html)
Tahapan yang harus dilakukan dalam teknik PCR:
1. Larutan untuk reaksi yang berisi molekul DNA (DNA target), enzim polimerase (yang bertugas men-copy DNA), primer (yang menjadi DNA awal pemanjangan), nukleotida (yang menempel pada primer), semuanya dipanaskan pada suhu 94-950C. Pemanasan ini menyebabkan dua rantai yang komplemen terpisah, proses ini disebut denaturasi.
Gambar 4. Denaturasi DNA pada suhu 950C
Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html
2. Selanjutnya, menurunkan temperatur ke 500C dan akan menyebabkan primer mengikat pada DNA, proses ini dikenal dengan hibridisasi atau annealing. Ikatan yang dihasilkan akan stabil jika primer dan segmen DNA bersifat komplemen. Lalu polimerase akan mulai melekatkan nukleotida komplemen pada sisi tersebut lalu memperkuat ikatan antara primer dan DNA.
Gambar 4. Annealing
Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html
3. Ekstensi: Suhu dinaikan kembali menjadi 720C. Ini adalah temperatur ideal untuk penggunaan polimerase, dimana akan terjadi penambahan nukleotida untuk mengembangkan rantai DNA. Pada saat yang sama, setiap ikatan yang terbentuk antara primer dan segmen DNA yang tidak komplemen akan rusak.
Gambar 5. Ekstensi
Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html
Setiap langkah ini diulang, jumlah molekul DNA digandakan.
Setelah 20 siklus, sekitar satu juta molekul digandakan dari satu
segmen pada DNA double strand. Suhu dan waktu yang dijelaskan
berikut adalah yang banyak digunakan pada protokol PCR. Secara
keseluruhan teknik PCR dapat digambarkan dalam Gambar 5.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PCR
6.1. Konsentrasi dan kualitas DNA
Konsentrasi DNA sebesar 0,01-0,1 µg setiap µl larutan template sudah cukup baik
untuk PCR namun yang paling penting adalah DNA harus bebas dari pengotor seperti protein
atau bahan-bahan yang tersisa saat purifikasi seperti fenol atau alkohol. Purifikasi dapat
dilakukan dengan menggunakan GFX DNA Column. DNA yang digunakan sebagai cetakan
dapat berupa rantai tunggal maupun rantai ganda. Efisiensi amplifikasi biasanya dapat lebih
tinggi jika menggunakan molekul DNA yang sudah dilinearkan dengan suatu enzim restriksi
tertentu daripada menggunakan DNA yang berbentuk sirkular (Sambrook et al., 1989).
6.2. Temperatur Annealing dari kedua primer
Ukuran dan komposisi primer sangat mempengaruhi temperatur penempelan primer
terhadap untaian DNA target. Umumnya primer sebesar 17-30 basa nukleotida
dengan komposisi GC lebih dari 50%.
6.3. Konsentrasi MgCl2
Konsentrasi MgCl2 sangat mempengaruhi spesifikasi produk PCR, aktivitas serta
kekhususan kerja enzim, penguatan primer mencapai suhu optimumnya (primer
Gambar 5. Diagram Proses PCR
Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html
annealing) dan penguatan fungsi primer dalam sintesis pemanjangan rantai
nukleotida. Konsentrasi optimumnya 1,5-4,0 mM. Namun, apabila preparasi DNA
banyak menggunakan EDTA untuk pengawetnya maka MgCl2 akan lebih tinggi dari
keadaan normal.
6.4. Enzim Polimerase
Konsentrasi enzim yang digunakan sangat tergantung dari jenis enzim. Pada
umumnya konsentrasi optimum berkisar antara 1,0-2,5 unit enzim setiap volume
reaksi 50 µl. Sebaiknya pemakaian enzim tidak melebihi 2,5 unit karena malah justru
akan menurunkan spesifitasnya.
6.5. Konsentrasi dan kualitas primer
Kualitas primer sangat tergantung pada kualitas oligoprimer dan OD (optical
density). Namun demikian, konsentrasi primer sekitar 20 pmol sudah cukup memadai
untuk amplifikasi PCR. Konsentrasi primer yang lebih tinggi dari 1,0 µM dapat
menyebabkan terakumulasinya hasil polimerisasi yang nonspesifik. Primer-primer
yang akan digunakan (baik forward primer maupun reverse primer sebaiknya
mempunyai nilai Tm (melting temperature) yang serupa. Tm adalah suhu pada saat
setengah dari molekul DNA mengalami denaturasi. Nilai Tm oligonukleotida dapat
dihitung dengan menggunakan formula Tm = 2 (A+T) + 4 (G+C).
6.6. Jumlah Siklus PCR
Jumlah siklus terkait dengan konsentrasi awal DNA target dan konsentrasi akhir yang
diharapkan. Siklus yang terlalu banyak justru akan meningkatkan konsentrasi produk
yang tidak spesifik, sedangkan siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas
produk yang diharapkan.
6.7. Deoksinukleotida triphosphate (dNTP)
Konsentrasi dNTP mix yang menghasilkan keseimbangan optimal terdiri atas dATP,
dCTP, dGTP, dTTP sebesar 10-20 µM. Umumnya produk ini sudah didapatkan
dalam bentuk mix dan ready stock. Namun, jika masih dijumpai dalam bentuk
terpisah, sebaiknya keempat komponen tersebut memiliki konsentrasi yang sama
ketika akan digunakan untuk memperkecil kemungkinan kesalahan penggabungan
nukleotida selama proses polimerisasi. Menurut Gelfand dan White (1990),
konsentrasi dNTP sebesar 20 µM dalam 100 µl secara teoritis cukup untuk
mensintesis 2,6 µg atau 10 pmol DNA yang mempunyai panjang 400 bp.
6.8. Materi Pendukung berupa larutan penyangga (buffer PCR) yang direkomendasikan
mengandung:
a. Tris-HCl 10-50 mM dengan pH 8,3-8,8 dan suhu 20°C
b. KCl 10-20 mM yang dapat membantu proses annealing (catatan: menggunakan
konsentrasi lebih dari 50 mM dapat menghambat aktivitas Taq DNA Polymerase)
c. (NH4)2SO4 10 mM
d. Gelatin atau albumin serum sebesar 100 µg/ml
e. Ion detergen seperti Tween 20 atau Laureth 12 sebesar 0,05-0,1% untuk
mempertahankan kestabilan enzim Taq DNA Polymerase.
6.9. Kontaminasi
Kontaminasi dapat terjadi pada bagian-bagian berikut.
a. DNA plasmid atau phage yang mengandung sekuen target yang akan
diamplifikasi.
b. Fragmen DNA restriksi yang telah dipurifikasi dan akan digunakan sebagai
sekuen target.
c. Mesin sentrifugasi
d. Campuran es kering-etanol yang digunakan untuk mengendapkan DNA
7. Modifikasi PCR
7.1. Meningkatkan Spesivisitas
7.1.1. Hot Start PCR
DNA Polimerase tidak ditambahkan pada tabung reaksi PCR sebelum
temperatur mencapai DNA melting point pada cycle pertama. DNA polimerase
baru bekerja setelah first cycle mencapai suhu maksimal
7.1.2. Touch Down PCR
Pada proses annealing digunakan high temperatur annealing pada
awalannya yang kemudian diturunkan dengan tahapan-tahapan subsquent
sehingga didapat temperatur spesifik untuk berlangsungnya sintesis DNA
7.1.3. Nested PCR
Nested PCR merupakan variasi dari reaksi polymerase chain reaction
biasa (PCR). Nested PCR dan PCR berguna untuk memperbanyak
fragmen DNA tertentu dalam jumlah yang banyak. Pada nested PCR
digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1
pasang primer. Oleh karena itu, hasil fragmen DNA dari nested PCR
lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang
diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena
pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa
hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah
meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang
primer.
Gambar 6. Nested PCR
Sumber: http://dspace.jorum.ac.uk/xmlui/bitstream/handle/10949/12070/page44.htm
7.2. Hard Copy PCR
Bertujuan untuk membuat “hard copy” atau template dari DNA yang spesifik
dengan pemanfaatan vector, dengan cara memasukan squence yang tepat yang
mengandung enzim retriksi yang merecognasi sisi akhir dari primer pada saat sintesis
berlangsung. Sehingga didapat 2 sisi perpotongan pada molekul DNA spesifik.
Kemudian ditambahkan vektor yang mengandung Topoisomerase dan enzim akan
memotong produk PCR pada daerah pengenalannya kemudian memasukannya ke
dalam vektor.
7.3. Inversed PCR
Inversed PCR digunakan untuk memperkuat dan mengklon DNA yang belum
diketahui karena mengapit pada ujung rangkaian DNA yang diketahui tanpa adanya
primer yang tersedia. Inverse PCR dilakukan berdasarkan daerah squence yang sudah
diketahui dengan prinsip pemotongan dan penyambungan untuk mendapatkan titik
akhir dari target molekul DNA spesifik.
Gambar 7. Inversed PCR
Sumber : what-when-how.com
7.4. Reversed Transcription PCR (RT-PCR)
Reverse transcription adalah mengubah suatu molekul RNA menjadi DNA
komplemenya. Proses ini membutuhkan suatu enzim yang disebut : reverse
transcriptase, yang diambil dari suatu retrovirus. Reverse transciptase adalah enzim
yang dihasilkan oleh semua retrovirus untuk mentranskrip informasi genetik virus
dari RNA menjadi DNA, sehingga dapat berintegrasi kedalam genom host. (Sopian,
2006).
RT-PCR menggabungkan sintesis cDNA dari RNA template dengan PCR
untuk memberikan metode cepat yang sensitif untuk menganalisi ekspresi gen. RT-
PCR digunakan untuk mendeteksi atau mengukur ekspresi mRNA, seringkali berasal
dari konsentrasi target RNA yang kecil.
Gambar 8. RT-PCR
Sumber: cursa.ihmc.us
7.5. Real Time Quantitative PCR
Real Time PCR (qPCR) adalah suatu metoda analisa yang dikembangkan dari
reaksi PCR. Real Time PCR (juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase
chain reaction (Q-PCR/qPCR) atau kinetic polymerase chain reaction), adalah suatu
teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi (memperbanyak)
sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi
tersebut. Real Time PCR memungkinkan dilakukannya deteksi dan kuantifikasi
(sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah
dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan)
sekaligus terhadap sekuens spesifik dari sampel DNA yang dianalisa.
Real Time PCR (qPCR) atau dapat pula disebut kuantitatif PCR real time
(qPCR) atau PCR kinetik digunakan untuk mengamplifikasi dan secara simultan
mengukur molekul DNA target. Untuk satu atau lebih urutan tertentu dalam sampel
DNA, Real Time-PCR memungkinkan deteksi dan kuantifikasi secara bersamaan.
Kuantitas yang didapat berupa jumlah salinan mutlak atau jumlah relatif ketika
dinormalisasi untuk DNA yang dimasukkan atau gen normalisasi tambahan.
Real time PCR kuantitatif digunakan dalam peningkatan jumlah aplikasi
penelitian termasuk ekspresi gen kuantifikasi, ekspresi profiling, analisis SNP,
validasi data micro-array, GMO (organisme hasil rekayasa genetika) pengujian,
pemantauan viral load dan aplikasi patogen-deteksi lainnya.
Gambar 9. Real Time PCR
Sumber : www.ncbi.nlm.nih.gov
7.6. Anchored PCR
Metode ini digunakan ketika hanya satu potong squence dari suatu bagian
diketahui. Metode ini bisa dilakukan dengan cara memecah sampel dari DNA
kemudian menyambungnya dengan squence yang sudah diketahuai melalui suatu
vektor
Gambar 10. Anchored PCR
Sumber : php.med.unsw.edu.au
8. Aplikasi PCR (Polymerase Chain Reaction)
Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat diaplikasikan ke dalam beberapa
bidang, seperti ke dalam bidang kesehatan, forensik, dan juga penelitian. Berikut adalah
penjabaran lebih lanjut mengenai aplikasi PCR.
8.1. Bidang Kesehatan
8.1.1. Deteksi Penyakit
Dalam bidang kesehatan, PCR merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit. Hal ini dimungkinkan karena
teknik PCR dapat mendiagnosis suatu penyakit dalam hitungan jam dengan hasil
akurat, karena PCR dapat mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan
ciri khas suatu virus yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya. Prinsip
dasar dari konseling genetik dan PCR yang digunakan sebagai bagian dari tes
diagnostik untuk penyakit genetic adalah primer dapat dibuat yang hanya akan
mengikat dan memperkuat alel tertentu gen atau mutasi gen.
Beberapa contoh penyakit yang dapat dideteksi oleh PCR adalah Influenza
A (H1N1), penyakit kelamin seperti gonorrhea; klamidia; dan trikomoniasis
vaginal, Huntington’s Disease (HD), Cystic Fibrosis (CF), dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV). DNA dari penderita penyakit tersebut dapat
diteksi melalui PCR dan sequencing (teknik dimana urutan nukleotida yang tepat
ditentukan). Pada penyakit HIV, Tes HIV mengandalkan PCR dengan primer
yang hanya akan memperkuat bagian dari DNA virus yang ditemukan dalam
cairan tubuh seseorang yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu, jika terdapat produk
PCR ketika pengujian dilakukan, berarti orang yang diuji cenderung positif HIV.
Sementara itu, jika tidak ada produk PCR berarti orang yang diuji cenderung
negatif HIV.
PCR dapat PULA digunakan untuk tes genetic dimana sampel DNA
dianalisis untuk diketahui keberadaan mutasi gen penyakit. Analisis PCR juga
esensial terhadap diagnosis gen preimplantasi dimana sel individu dari embrio
yang sedang berkembang diuji akan keberadaan mutasi. PCR dapat digunakan
sebagai bagian dari tes pengelompokan jaringan yang bersifat sensitif karena
sangat vital terhadap transplantasi organ. Selain itu, tes antibodi untuk golongan
darah spesifik yang biasanya dilakukan bisa diganti dengan tes berdasarkan PCR.
Karena kebanyakan bentuk kanker melibatkan perubahan oncogenes, tes
berdasarkan PCR dapat digunakan untuk mempelajari mutasi tersebut.
8.1.2. Isolasi Gen
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai
contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi,
kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal
serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar
sama dengan insulin manusia. Namun, berkat adanya teknologi rekayasa genetik,
kini dapat dilakukan isolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu
menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat
memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang
dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari
bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah daripada cara konvensional.
Dalam keperluan mengisolasi gen, diperlukan probe yang memiliki urutan basa
nukleotida sama dengan gen yang diinginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik
PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
8.1.3. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
dimana metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain
termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy
terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak
berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2
primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena
warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang
tidak diketahui bisa ditentukan.
8.1.4. Transplantasi Organ
PCR juga dapat digunakan sebagai bagian dari tes sensitif dalam tissue
typing, yang merupakan bagian penting dalam transplantasi organ . Pada tahun
2008, bahkan ada usulan untuk menggantikan tes antibodi berbasis tradisional
untuk jenis darah dengan berbasis tes PCR.
8.1.5. Terapi Sel Kanker
Banyak bentuk kanker melibatkan perubahan terhadap onkogen. Dengan
menggunakan tes berbasis PCR untuk mempelajari mutasi ini, regimen terapi
terkadang dapat secara individual disesuaikan dengan pasien.
8.2. Bidang Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban),
atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik
sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang
tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisis
PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints
alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan
dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau
bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan
identitas orang yang dimaksud (Paternity Test).
DNA profilling dengan menggunakan teknik AMP-FLP (Amplified Fragment
Length Polymorphism) memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih cepat
dibandingkan dengan metode analisis dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. Teknik
ini berdasarkan pada polimorfisme VNTR untuk membedakan alel yang berbeda.
Teknik ini menggunakan PCR untuk mengamplifikasi daerah VNTR dan kemudian
hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel poliakrilamid dan diwarnai dengan teknik
silver stained . Salah satu locus yang sering digunakan dalam teknik ini adalah locus
D1S80.
8.3. Bidang Arkeologi
Sejarah kehidupan diketahui telah ada dari sekitar 3,6 milyar tahun yang lalu,
dan sejarah manusia sendiri telah mulai terjadi sejak kurang lebih sekitar 100 ribu
tahun yang lalu. Fosil manusia purba yang tersebar dan telah ditemukan merupakan
satu-satunya peninggalan sejarah yang memungkinkan kita untuk menelusuri sejarah
tentang kehidupan manusia secara hampir mendektai sempurna. Fosil-fosil yang ada
mengandung DNA yang dapat memungkinkan peneliti untuk mengukur dan
memperkirakan seberapa tua peradaban manusia dimulai. Selain manusia, DNA yang
terdapat dalam fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang tersebar di dunia juga
memungkinkan peneliti untuk mengukur usia kehidupan dimulai. Metode yang
dilakukan untuk mencapai tujuan ini ada tiga, yakni metode penanggalan radiokarbon,
metode termoluminisen, serta metode penanggalan argon-argon.
Gambar 11. Proses Penanggalan Usia Fosil
Sumber: Nagatomo, 2008
9. Kesimpulan
Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction ) merupakan suatu metode untuk amplifikasi
(memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua
buah primer oligonukleotida. Teknik PCR secara umum terdiri dari lima buah komponen,
yakni DNA cetakan/template, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTPs)
yang terdiri dari dATP; dCTP; dGTP; dan dTTP, buffer, serta enzim polimerase yang
digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Teknik PCR secara umum
digunakan melalui tiga tahapan, yakni denaturasi, annealing, dan elongasi. Modifikasi PCR
juga saat ini telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah Real-Time PCR (RT PCR), reverse
transcription PCR, nested PCR, dan multiplex PCR. Dalam proses teknik PCR, terdapat pula
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR, beberapa diantaranya adalah ukuran
DNA, kualitas anneal/ daya temple primer, kontaminasi, jumping PCR, heterogenitat
sekuens, dan interpretasi. PCR saat ini juga telah dikembangkan untuk diaplikasikan ke
berbagai bidang, seperti untuk deteksi penyakit, DNA sequencing, Isolasi gen, terapi sel
kanker, finger printing, hingga ke bidang arkeologi.
10. Daftar Pustaka
Anonim, 2011. Ligation Anchored PCR.[pdf]<http://www.plantsci.cam.ac.uk/research/jillhar
rison/protocols/pcr/la-pcr-5-race.pdf> [Diakses 13 September 2014, pk 20.37].
Cold Spring Harbor Laboratory, 2010. "Polymerase Chain Reaction (PCR)" Biology
Animation Library: DNA Learning Center. [Online] Available at:
http://www.dnalc.org/resources/animations/pcr.html [Diakses 12 September 2014, pk
09.12].
Handoyo.2000.Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). [pdf]
Pusat Studi Bilogi-Universitas
Surabaya<http://bioinformatics.oxfordjournals.org/content/16/1
/34.full.pdf> [Diakses 13 September 2014, pk 20.39].
JM, Berg, JL, Tymoczko, Stryer, L. 2002. Biochemistry. 5th edition. New York: W H
Freeman. Rodriguez, Patricia Hernandez, Ramirez, Arlen Gomez.
Jennifer E. Hardingham, Ann Chua, Joseph W. Wrin, Aravind Shivasami, Irene Kanter, Niall
C. Tebbutt and Timothy J. Price. 2012. BRAF V600E Mutation Detection Using High
Resolution Probe Melting Analysis, Polymerase Chain Reaction, Dr Patricia
Hernandez-Rodriguez (Ed.), ISBN: 978-953-51-0612-8, InTech,
http://www.intechopen.com/books/polymerase-chain-reaction/braf-v600e-mutation-
detectionusing-high-resolution-probe-melting-analysis [Diakses 14 September 2014,
pk 07.37].
Riupassa, Pieter Agusthinus. 2010. Perancangan Primer-Oligonukleotida untuk Reaksi
Rantai Polimerisasi Gen Sukrosa Sintase (EC 2.4.1.13). ISBN: 978-602-97522-0-5.
Sam Ming Wang, 2012. Quantitative RT-PCR. [pdf]
<http://groups.molbiosci.northwestern.edu
/morimoto/research/Protocols/IV.%20DNA/G.%20Amplification/2.%20quant.
%20RT-PCR.pdf> [Diakses 13 September 2014, pk 22.18].
Shanda, Farras. 2012. Teknik Analisis Biomolekuler. Malang : Universitas Brawijaya
Siebert, et al. 1995. An improved PCR method for walking in uncloned genomic DNA.
Nucleic Acid Research 1995, [Online] Available at:
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC306810/> [Diakses 12 September
2014, pk 08.55].
Thermo Scientific. Components of the Reaction Mixture.http://www.thermoscientificbio.com/
uploadedFiles/Resources/components-reaction-mixture.pdf [Diakses 13 September
2014, pk 18.46].
top related