laporan akhir penelitian terapan
Post on 11-Jan-2022
49 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODEL PENGEMBANGAN
KAMPUNG PESISIR TANGGAP BENCANA
BERBASIS COMMUNITY RESILIENCE
(Studi Kasus : Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan)
TIM PENGUSUL
Nama NIDN SINTA ID
Dr.Ir. Citra Persada, M. Sc. 0008116501 6652750
Fadhilah Rusmiati, S.T., M.T. 0019098904 6718387
Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc. 0009108303 6681657
MM. Hizbullah Sesunan, S.T., M.T. 0023088106 6681480
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN TERAPAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
i
Judul Penelitian : Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana
Berbasis Community Resilience
(Studi Kasus Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan) Ketua Penelitian
a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Citra Persada, M.Sc.
b. NIDN : 0008116501
c. SINTA ID : 6652750
d. Jabatan Fungsional : Lektor
e. Nomor Hp : 0811722708
f. Alamat Email : citra.persada@eng.unila.ac.id
Anggota 1
a. Nama Lengkap : Fadhilah Rusmiati, S.T., M.T
b. NIDN : 0019098904
c. SINTA ID : 6718387
d. Program Studi : S1 Arsitektur
Anggota 2
a. Nama Lengkap : Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc.
b. NIDN : 0009108303
c. SINTA ID : 6681657
d. Program Studi : S1 Arsitektur
Anggota 3
a. Nama Lengkap : MM. Hizbullah Sesunan, S.T., M.T.
b. NIDN : 0023088106
c. SINTA ID : 6681480
d. Program Studi : S1 Arsitektur
Jumlah mahasiswa terlibat : 3 (Tiga) Orang
Jumlah alumni yang terlibat : -
Jumlah staf yang terlibat : -
Lokasi kegiatan : Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan
Lama kegiatan : 6 bulan
Biaya kegiatan : Rp. 35.000.000,-
Sumber dana
a. Sumber dana Penelitian Terapan : DIPA BLU UNILA 2021
b. Sumber dana lain : -
Bandarlampung, 10 Oktober 2021
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik Ketua Penelitian
Prof.Drs.Ir.Suharno, Ph.D. IPU.,ASEAN Eng. Dr. Ir. Citra Persada, M.Sc.
NIP. 196207171987031002 NIP. 196511081995012001
Menyetujui
Ketua LPPM Universitas Lampung
Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D,E,A
NIP. 196505101993032008
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN TERAPAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ii
1. Judul Penelitian : Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana
Berbasis Community Resilience
(Studi Kasus Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan)
2. Tim Peneliti
no nama Jabatan Bidang keahlian Program studi Alokasi waktu
(jam/minggu)
1 Dr. Ir. Citra Persada, M.Sc. Lektor Perencanaan
Wilayah
Arsitektur
(S1)
8 jam/minggu
2 Fadhilah Rusmiati, S.T.,
M.T.
Asisten
Ahli
Perencanaan
Wilayah
Arsitektur
(S1)
10
jam/minggu
3 Nugroho Ifadianto, S.T.,
M.Sc.
Asisten
Ahli
Arsitektur Arsitektur
(S1)
10
jam/minggu
4 MM. Hizbullah Sesunan,
S.T., M.T.
Asisten
Ahli
Arsitektur Arsitektur
(S1)
10
jam/minggu
3. Jumlah mahasiswa yang terlibat : (tuliskan jumlahnya, minimal 1 orang)
a. Agus Fajar Mahardeka NPM 1805081017
b. Gerry Caesar Al-Havis NPM 1915012019
c. Dimas Respati Nugraha NPM 1915012036
4. Objek penelitian : profil kawasan, eksisting manajemen bencana, koordinasi dan kinerja
kelembagaan, potensi dan permasalahan kawasan rawan bencana
5. Masa pelaksanaan
Mulai : bulan April tahun 2021
Berakhir : bulan September tahun 2021
6. Usulan biaya : Rp 35.000.000,-
7. Lokasi penelitian : Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan
8. Instansi lain yang terlibat: Bappeda, Balitbang, BPBD Kabupaten Lampung Selatan, aparat desa
serta komunitas masyarakat Desa Kunjir
9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu : Program Kampung Tanggap Bencana
mengedepankan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat baik dalam segi fisik,
sosial-budaya maupun ekonomi berbasis community resilience. Pengembangan ini menciptakan
model, program serta kebijakan action plan untuk penguatan community resilience yang
selanjutnya dapat menjadi arahan dan panduan pemberdayaan masyarakat yang komprehensif serta
multi sektoral. Diharapkan, masyarakat di kawasan pesisir Desa Kunjir Kabupaten Lampung
Selatan dapat beradaptasi dan mampu menjalani penghidupan yang mandiri di kawasan rawan
bencana melalui identitas dan branding kawasan sebagai Kampung Tanggap Bencana Pesisir
10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran untuk setiap penerima
a) Prosiding Seminar Nasional atau Internasional
b) Seminar Nasional atau disubmit (submitted) di jurnal nasional terindeks SCOPUS atau
SINTA 2 (DOI).
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... i
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
RINGKASAN ............................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN ................................................ 2
C. URGENSI PENELITIAN ............................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
A. MANAJEMEN BENCANA ........................................................................ 4
B. COMMUNITY BASED DISASTER MANAGEMENT .................................. 4
C. KEBIJAKAN PENATAAN KAWASAN PESISIR ................................... 5
D. SINTESIS PENELITIAN ............................................................................ 8
E. PETA JALAN (ROADMAP) PENELITIAN ............................................... 9
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 12
A. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 12
B. PENGUMPULAN DATA ........................................................................... 13
C. ANALISIS DATA ....................................................................................... 14
D. ORGANISASI DAN MOBILISASI PENELITI ......................................... 14
E. BAGAN ALIR PENELITIAN .................................................................... 15
BAB IV. HASIL PEMBAHASAN ........................................................................... 16
A. GAMBARAN UMUM WILAYAH ............................................................ 16
B. IDENTIFIKASI EKSISTING KESIAPSIAGAAN BENCANA ................ 20
C. RENCANA ZONASI DESA KUNJIR TANGGAP BENCANA ............... 25
D. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) DESA KUNJIR TANGGAP
BENCANA .................................................................................................. 31
1. Zona 1 Penyangga (Buffer Zone) ................................................................. 31
2. Zona 2 Akuatik (Aquatic Zone) ................................................................... 32
3. Zona 3 Kepadatan Rendah (Low Dense Zone) ............................................ 33
4. Zona 4 Zona Aman Terbangun .................................................................... 36
5. Rencana Tindak (Action Plan) Desa Kunjir Tanggap Bencana .................. 39
BAB V. PENUTUP .................................................................................................. 43
A. KESIMPULAN ........................................................................................... 43
B. SARAN ........................................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA
iv
MODEL PENGEMBANGAN
KAMPUNG PESISIR TANGGAP BENCANA
BERBASIS COMMUNITY RESILIENCE
(Studi Kasus : Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan)
RINGKASAN
Konsep pengembangan kampung tanggap bencana mengedepankan program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat baik dalam segi fisik, sosial-budaya
maupun ekonomi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif
dengan metode pendekatan CBDRRM (Community-Based Disister Risk Reduction
Management). Metode CBDRRM merupakan sebuah proses yang melibatkan
komunitas lokal agar terlibat aktif dalam penanggulan bencana. Pengembangan
kampung tanggap bencana berbasis community resilience dengan menciptakan sebuah
model dan program pengembangan kampung tanggap bencana yang komprehensif serta
multisektoral. Pengembangan kawasan berbasis community resilience termasuk dalam
manajemen bencana sebagai tindakan pengurangan dampak bencana baik melalui
pembangunan fisik maupun peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi
ancaman bencana. Dengan mengangkat konsep community resilience dapat
menciptakan kehidupan masyarakat yang mampu beradaptasi dan mempertahankan
kehidupan secara mandiri di lingkungan rawan bencana.
Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan berjarak cukup dekat dengan Gunung
Anak Krakatau yang sangat memungkinkan terjadi bencana erupsi, gempa tektonik
hingga tsunami. Pada Desember 2018, Desa Kunjir di kawasan pesisir Lampung
Selatan ini termasuk yang terkena dampak tsunami. Desa Kunjir juga telah diresmikan
menjadi Desa Maritim pertama di Kabupaten Lampung Selatan pada 4 November 2020.
Konsep ini cukup menarik namun perlu dikaji apakah sudah menyentuh pada
pengurangan resiko bencana secara langsung. Sehingga perlu peningkatan program
Kampung Tanggap Bencana agar mampu memberikan penguatan pada sisi kebecanaan
dan penguatan community resilience. Penelitian ini bertujuan menyusun model dan
program pengembangan Kampung Tanggap Bencana Pesisir Desa Kunjir.
Keluaran dari penelitian diantaranya adalah: (1) identifikasi eksisting
kesiapsiagaan bencana; (2) rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana, (3) rencana
tindak (action plan) program Desa Kunjir Tanggap Bencana Pesisir berbasis
masyarakat dan kearifan lokal. Hasil dari penelitian dapat menjadi acuan dan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengembangkan
manajemen bencana secara terintegrasi dan berkelanjutan. Pengembangan Kampung
Tanggap Bencana Pesisir juga akan memberikan identitas dan branding kawasan yang
mendukung pemberdayaan masyarakat Desa Kunjir di masa mendatang.
Keywords: Kampung, Tanggap Bencana, Pesisir, Community Resilience, Desa Kunjir
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia secara geografis terletak pada jalur gempa bumi dan gunung api aktif
(ring of fire) di sepanjang Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan
Sulawesi Utara. Gunung Anak Krakatau (GAK), kawasan rawan bencana alam terbesar
di Indonesia berada di kawasan pesisir Lampung tepatnya Kabupaten Lampung Selatan
menjadi kawasan rawan bencana baik vulkanik hingga tsunami. Secara administratif
kawasan ini juga dilewati Tol Sumatera (Bakauheuni-Kota Bandar Lampung-
Terbanggi Besar). Sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan tanggap
bencana berbasis local community yang komprehensif untuk mempertahankan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Wilayah penelitian akan dilakukan di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa
Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar merupakan wilayah pesisir pantai dengan
panjang pantainya 2200 meter sangat berpotensi sebagai tujuan wisata. Hal ini
menguatkan urgensi analisis kebencanaan yang harus menjamin faktor kenyamanan
dan keamanan dalam manajemen pariwisata. Desa Kunjir juga telah diresmikan
menjadi Desa Maritim pertama di Kabupaten Lampung Selatan pada 4 November 2020.
Konsep ini cukup menarik namun perlu dikaji lebih mendalam apakah sudah
menyentuh pada pengurangan resiko bencana secara langsung. Berdasarkan
pengalaman bencana Tsunami pada Desember 2018, masih banyak area terbangun di
Desa Kunjir berada di sempadan pantai yang memiliki ancaman tsunami. Sehingga
perlu peningkatan program Kampung Tanggap Bencana agar mampu memberikan
penguatan pada sisi kebencanaan dan penguatan community resilience.
Konsep community resilience termasuk dalam manajemen bencana. Manajemen
bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan
dampak bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi
sebagaimana dimaksud dalam UU 24 Tahun 2007 dilakukan melalui pelaksanaan
penataan ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan
serta penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional
maupun modern1. Dalam upaya mitigasi bencana tidak hanya dilaksanakan pada saat
pasca bencana namun mulai bergeser pada kegiatan tanggap bencana hingga pra
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 2
bencana. Sebagai kegiatan preventif, mitigasi bencana pada tahap prabencana akan
sangat membantu untuk mengurangi resiko dampak bencana terutama pada kawasan
yang merupakan rawan bencana. Dengan mengangkat konsep community resilience
dapat menciptakan kehidupan masyarakat untuk beradaptasi dan mampu
mempertahankan kehidupan dengan lingkungan sekitar yang rawan bencana.
Keluaran dari penelitian diantaranya adalah: (1) identifikasi eksisting
kesiapsiagaan bencana; (2) rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana, (3) rencana
tindak (action plan) program Desa Kunjir Tanggap Bencana Pesisir berbasis
masyarakat dan kearifan lokal. Penelitian ini selain mengangkat potensi Desa Kunjir
dalam wisata pesisir, namun juga dipersiapkan sebagai kampung tanggap bencana.
Dengan kondisi eksisting kawasan terbangun berada dalam ancaman bencana terutama
pada area sempadan pantai, maka perlu identifikasi guna lahan untuk mengurangi dan
meminimalisir terjadinya kerugian dan kerusakan pasca bencana. Dengan adanya
potensi ancaman bencana alam yang ada di Desa Kunjir, maka dibutuhkan perencanaan
zonasi khusus yang menyesuaikan dengan kondisi ancaman bahaya bencana pesisir.
Rencana zonasi ini juga akan menjadi arahan pengembangan dan pembangunan di masa
mendatang. Berdasarkan rencana tersebut juga dapat menjadi acuan untuk membuat
rencana tindak program Kampung Tanggap Bencana.
B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun model dan program pengembangan
Kampung Pesisir Tanggap Bencana berbasis community resilience. Sasaran tujuan
khusus penelitian terapan ini sebagai berikut:
1) Identifikasi eksisting kesiapsiagaan bencana
2) Rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana
3) Rencana tindak (action plan) program Desa Kunjir Tanggap Bencana Pesisir
berbasis masyarakat dan kearifan lokal.
C. URGENSI PENELITIAN
Sebagai kawasan rawan bencana, Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan
perlu menyiapkan masyarakat agar lebih adaptif dengan bencana. Salah satu upaya
preventif untuk mengurangi resiko berdampak bencana dengan mengembangkan
kampung tanggap bencana pesisir. Pengembangan tersebut dengan merumuskan model
dan program pengembangan kempung tanggap bencana berbasis pada kearifan lokal
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 3
dan masyarakat/komunitas. Konsep kampung tanggap bencana mengedepankan
program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat baik dalam segi fisik, sosial-
budaya maupun ekonomi. Hasil dari penelitian dapat menjadi acuan dan pertimbangan
bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengembangkan manajemen bencana
secara terintegrasi dan berkelanjutan. Pengembangan Kampung Tanggap Bencana
Pesisir juga akan memberikan identitas dan branding kawasan yang mendukung
pemberdayaan masyarakat Desa Kunjir di masa mendatang.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MANAJEMEN BENCANA
Rangkaian kebijakan resiko bencana digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana terdiri dari:
a. Tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), merupakan
rencana umum dan menyeluruh tahapan kebencanaan.
b. Tahapan Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan dengan menyusuan Rencana Kontinjensi
(Contingency Plan) untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas
skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard).
c. Tahapan Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang
merupakan aktivasi dari Rencana Kontinjensi pada tahap sebelumnya.
d. Tahap Pemulihan pasca bencana dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (
Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang sehingga
memiliki guidelines manajemen bencana secara mandiri.
Gambar 2.1 Siklus Manajemen Bencana2
(Sumber: Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana BNPB, 2008).
B. COMMUNITY BASED DISASTER MANAGEMENT
Konsep disaster risk management (DRM) sebagai aktivitas yang
terintegrasi dalam menanggulangi bencana terdiri dari tidakan preventif,
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 5
kesiapsiagaan bencana (preparedness), tanggap bencana (response) hingga
pemulihan (recovery). Pada tahapan pemulihan menitik beratkan pada
keberlangsungan kehidupan masyarakat (livelihood) agar kembali seperti semula
tanpa mengalami kemunduran3. Berdasarkan studi konsep disaster resilience
mengenal pengelolaan manajemen bencana berbasis komunitas (community
resilience). Secara mendasar konsep community resilence dipilh karena mampu
menjadi solusi manajemen bencana yang multisektoral dan menitikberatkan pada
pengembangan sosial ekonomi masyarakat agar dapat kembali menata kehidupan
seperti sebelumnya. Penerapan community resilience memberikan edukasi kepada
masyarakat untuk menerima fakta bahwa kehidupan masyarakat (livelihood) berada
di kawasan rawan bencana dan harus mulai menerapkan manajemen bencana yang
komprehensif dan menciptakan masyarakat yang adaptif bencana4 5.
Di Indonesia mengenal program Program Desa Tangguh Bencana untuk
tingkat Desa/Kecamatan terutama pada daerah yang rawan bencana sesuai dengan
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 1
Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Kelurahan/Desa Tangguh Bencana. Program
ini didirikan dengan harapan masyarakat di kawasan rawan bencana akan selalu siap
siaga dan mandiri dalam menghadapi ancaman bencana. Konsep ini dikembangkan
untuk menciptakan peran dan kapasitas masyarakat sebagai pihak pertama yang
harus aktif dalam penanggulangan bencana sebelum datangnya bantuan dari pihak
luar baik pemerintah maupun swasta. Peningkatan kapasitas masyarakat melalui
peningkatan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, pengorganisasian
pranata lokal, standar operasional dan prosedur penanggulangan bencana menjadi
indikator utama kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana6.
C. KEBIJAKAN PENATAAN KAWASAN PESISIR
Pengalokasian ruang sempadan pantai bertujuan untuk melestarikan
fungsi ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
melindungi dari ancaman bencana alam, dan memberikan akses publik ke laut
melalui pantai serta alokasi ruang untuk saluran air dan limbah. Kawasan
sempadan pantai berdasarkan fungsinya dapat dikelompokan menjadi 5 (lima)
fungsi yaitu: fungsi konservasi, fungsi pengembangan, fungsi perlindungan
masyarakat lokal dan tradisional, fungsi pemanfaatan umum dan fungsi
pengendalian. Penggunaan dan pemanfaatan lahan di kawasan sempadan
pantai seringkali tidak sesuai bahkan bersebrangan dengan peraturan dan
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 6
perundangan berlaku terkait dengan penataan ruang di sempadan pantai baik
dari aspek alokasi ruangnya maupun pemenuhan fungsinya. Oleh karena itu
peraturan dan perundangan yang sudah berlaku perlu diperkuat dengan
pedoman pemanfaatan ruang kawasan sempadan pantai dengan
pengelompokan pemanfaatan ruang berdasarkan kriteria tipologi sebagai
berikut13 :
1) Tipologi 1: Kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi kawasan
sempadan pantai
2) Tipologi 2: Keterlanjuran pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan (tidak
sesuai dengan fungsi kawasan sempadan pantai)
3) Tipologi 3: Kepentingan pemanfaatan kawasan sempadan pantai oleh
masyarakat hukum adat
4) Tipologi 4: Belum terbangun
Konsep Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Tsunami dari
Kementerian ATR/BPN terbagi menjadi 4 meliputi Zona terlarang, Zona
Terbatas, Zona Bersyarat dan Zona Pengembangan (Gambar 4.18). Batas
sempadan pantai (BSP) minimal adalah sejauh 100 meter dari titik pasang
tertinggi, dan dapat bertambah lebarnya mengacu pada tingkat resiko dari
setiap daerah berdasarkan Permen KP No. 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Perhitungan Batas Sempadan Pantai dan PP No. 51 Tahun 2016 Tentang Batas
Sempadan Pantai.13
Tabel 2.2 Zona ruang berdasarkan zonasi dan tipologi13
Zona& Tipologi Kriteria Arahan spasial
Zona Terlarang • Sempadan pantai
rawan tsunami
tinggi
• Sempadan pantai
minimal 100-200
meter dari titik
pasang tertinggi
• Larangan membangun kembali fungsi hunian
• Relokasi hunian & Prioritas kawasan lindung
• Pembangunan tugu/ monumen
Zona Terbatas Rawan tsunami tinggi
diluar sempadan pantai
• Bangunan tinggi (≥3 lantai) tahan gempa
multiguna
• Rancangan bangunan adaptif bencana tsunami
• Pembatasan fungsi hunian
• Pembangunan hunian berstandar SNI 1726
• Intensitas pemanfaatan ruang rendah
• Pengendalian pemanfaatan ruang
permukiman
• Hindari pembangunan obyek vital beresiko
tinggi
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 7
Zona& Tipologi Kriteria Arahan spasial
• Prioritas fungsi lindung / budidaya non
terbangun (pertanian, perikanan, perkebunan,
kehutanan
Zona Bersyarat Rawan tsunami
menengah di luar
sempadan pantai
• Pembangunan harus berstandar SNI 1726
• Bangunan tinggi (≥2 lantai)
• Intensitas pemanfaatan ruang rendah
Zona
Pengembangan
Rawan tsunami
rendah di luar
sempadan pantai
• Pembangunan harus berstandar SNI 1726
• Intensitas pemanfaatan ruang sedang-tinggi
Sumber: Draft Permen ATR/BPN tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Kawasan Sempadan
Pantai dalam Daulat, 2020
Kebijakan penataan ruang juga perlu menyeimbangkan antara mitigasi
bencana dengan pengembangan ekonomi daerah, khususnya di sektor
pariwisata yang menjadi tumpuan pembangunan perekonomian suatu daerah.
Pemanfaatan ruang bagi sektor pariwisata dapat dilakukan di daerah
Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dengan jarak 100-300 m dan masuk
kedalam kawasan dengan kerawanan bencana tinggi. Namun dengan beberapa
ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebagai berikut13 :
a. Jika berada di luar sempadan pantai, kegiatan pariwisata beserta
akomodasinya diperbolehkan dengan syarat konstruksi bangunan tahan
gempa dan struktur bertingkat minimal 15 meter (diatas 3 lantai) yang
sekaligus difungsikan sebagai Tempat Evakuasi Sementara (TES)
tsunami, bila berjarak lebih dari 100 meter dari perbukitan terdekat
b. Jika berada di sempadan pantai, kegiatan pariwisata diijinkan bersyarat
dengan fasilitas akomodasi terbatas dengan memenuhi persyaratan panjang
persil tegak lurus minimal 100 meter terhadap garis pantai titik pasang
tertinggi, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 30% dengan
struktur bangunan adaptif bencana pesisir sesuai ketentuan berlaku
dengan melakukan pengujian kekuatan struktur bangunan yang memenuhi
kriteria sebagai bangunan evakuasi tsunami.
c. Penyediaan akses publik menuju dan di sepanjang pantai dengan komposisi
70% persil untuk kegiatan dengan fungsi lindung dan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) terhadap jalur/akses pejalan kaki di sepanjang pantai
minimal 70 meter, dan lantai dasar tidak dimanfaatkan untuk kegiatan
okupasi permanen.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 8
d. Proteksi dan adaptasi bangunan terhadap bencana tsunami dan/atau
konservasi pantai (reklamasi/beach nourishment) untuk mengembalikan
sempadan pantai minimal 100 meter dengan peruntukan Ruang
Terbuka Hijau (RTH), hutan/taman pantai, pengembangan struktur
alami, dan struktur buatan untuk mitigasi bencana pesisir.
Gambar 2.4 Konsep Penataan Ruang Bencana Tsunami 13
(Sumber: Kementerian ATR/BPN dalam Daulat,2020)
D. SINTESIS PENELITIAN
Dalam mendukung penelitian ini perlu dilakukan kajian terhadap hasil
penelitian yang relevan yaitu membahas mengenai konsep maajemen bencana dan
community resilience. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan
Judul Pengarang
(Tahun)
Metode Hasil Penelitian Gap Penelitian
Tsunami Evacuation
Routes Using Network
Analysis: A case study
in Padang
Ashar,F.,
Amaratunga,
D., Haigh,
R.(2018)
Network
Analyst
Pemanfaatan eksisting
bangunan yang ada
sebagai shelter
perlindungan (evakuasi).
Diantaranya kantor
kelurahan, Masjid,
sekolah7
- Edukasi
manajemen
bencana
- Penguatan
lembaga
- Community
empowerment
Governance and
Recovery: Comparing
Recent Disaster
Recoveries In
Sri lanka and New
Zealand
Gjerde,M.
de Sylva,S.
(2018)
Qualitative
research
(case study)
Urgensi penguatan
kelembagaan dan faktor
leadership dalam
manajemen bencana8
- Community
empowerment
- Peningkatan
fisik kawasan
Community Resilience in
Response to the 2010
Tsunami in Chile: The
Survival of a Small-Scale
fishing Community
Moreno,J.,
Lara,A.,
Torres, M.
(2019)
Qualitative
research
Ethnography
Penguatan potensi local
community sebagai
bentuk pemberdayaan
masyarakat pasca
bencana. 9
- Peningkatan
fisik kawasan
- Penguatan
lembaga
Holistic Disaster Risk
Evaluation for the Urban
Risk Management
Carreno,
M.L., et.al.
(2017)
Holistic
Evaluation
Methodology
Keterlibatan stakeholder
seperti pemerintah,
NGO, public sector dan
private sector dalam
- Edukasi
manajemen
bencana
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 9
Judul Pengarang
(Tahun)
Metode Hasil Penelitian Gap Penelitian
Plan of Manizales,
Colombia
disaster risk
management10 - Peningkatan
fisik kawasan
Adaptive Governance
and Managing Resilience
to Natural Hazards
Djalante,R.,
Holley,C.,
Thomalla, F.
(2011)
Literature
review
Konsep adaptive
governance dalam
disaster risk management
dan koordinasi
antarlembaga yang
terintegrasi 11
- Edukasi
manajemen
bencana
- Peningkatan
fisik kawasan
Urban Resilience in
Post-Disaster
Reconstruction: Towards
a Resilient Development
in Sichuan, China
Guo, Y.
(2012)
Qualitative
research
(case study)
Kajian penerapan konsep
urban resilience dalam
rencana dan strategi
perencanaan wilayah
(urban plans and
policy)12
- Edukasi
manajemen
bencana
- Penguatan
lembaga
Sumber: Tim Peneliti, 2021
Gambar 2.2 Sintesis State of The Art Penelitian
Sumber: Tim Peneliti, 2021
Berdasarkan hasil sintesa penelitian yang relevan maka dapat diperoleh state
of the art penelitian ini dapat menggabungkan beberapa gap penelitian tersebut.
Penelitian Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis
Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan)
dapat menjadi program terapan dan aplikatif di kawasan rawan bencana.
Pengembangan kampung tanggap bencana berbasis community resilience
merupakan perwujudan dari penerapan edukasi manajemen bencana, pemberdayaan
(community empowerment), peningkatan fisik kawasan serta penguatan lembaga.
E. PETA JALAN (ROADMAP) PENELITIAN
Penyusunan peta jalan (roadmap) penelitian ini akan merumuskan strategi
dan indikasi program yang terdiri dari fase identifikasi potensi wilayah, fase
pengembangan konsep kampung tanggap bencana hingga fase penguatan konsep
pengembangan dengan mempertimbangkan community resilience, adaptasi bencana
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 10
dan pemberdayaan masyarakat. Tahapan selanjutnya dari penentuan model kampung
tanggap bencana dengan sosialisasi konsep community resilience, identifikasi
eksisting kesiapsiagaan bencana, rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana,
rencana tindak (action plan) Desa Kunjir Tanggap Bencana Berbasis Community
Resilience. Fase selanjutnya setelah tahap penelitian ini adalah implementasi
kampung tanggap bencana dengan pembangunan secara fisik, pengelolaan secara
collaborative governance dengan melibatkan stakeholder terkait seperti pemerintah,
masyarakat, komunitas, akademisi, swasta, Non Goverment Organization (NGO)
serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tahapan terakhir sebagai target (goals)
penelitian selanjutnya adalah perubahan paradigma dari masyarakat “tanggap
bencana” menjadi “tangguh bencana”. Program “Kampung Tangguh Bencana”
dapat menjadi branding dan citra positif bagi Desa Kunjir dan menjadi percontohan
implementasi manajemen bencana dan pemberdayaan masyarakat di kawasan pesisir
baik untuk Provinsi Lampung dan untuk kawasan rawan bencana lainnya di
Indonesia.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 11
Gambar 2.3 Peta Jalan (Roadmap) Penelitian Sumber: Tim Peneliti, 2021
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan secara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendekatan eksplorasi dan klarifikasi dengan
menggunakan pertanyaan terbuka untuk membangkitkan tanggapan yang dapat dikembangkan
dari pernyataan sebelumnya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
kualitatif dimana dalam meneliti maupun penyajiannya penulis lebih mengutamakan penjelasan
yang objektif. Sumber data sekunder berupa dokumen data (jurnal, rencana dan kebijakan) dan
data primer dari observasi lapangan dan wawancara kepada sampel terpilih (purposive
sampling). Analisis kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
megorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain1. Analisis data
kualitatif adalah sebuah proses yang berjalan sebagai berikut:
a. Melakukan catatan lapangan, dengan memberi kode pada sumber datanya.
b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, melakukan sintesis data,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya
c. Melakukan triangulasi data untuk mengecek kebenaran, mengurangi bias serta
memperkuat validitas dan kredibilitas hasil temuan penelitian.
d. Mencari dan menemukan pola dan hubungan pada hasil temuan penelitian
Setelah melakukan analisis deskriptif kemudian dilakukan analisis SWOT (Strenght,
Weakness, Opportunity and Threat) untuk memperoleh hasil terperinci mengenai potensi dan
masalah dalam mengembangkan kampung tanggap bencana. Kemudian langkah berikutnya
adalah menyusun model dan program pengembangan kampung tanggap bencana yang mampu
secara aplikatif diterapkan. Termasuk didalamnya Keluaran dari penelitian diantaranya adalah:
(1) identifikasi eksisting kesiapsiagaan bencana; (2) rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap
Bencana, (3) rencana tindak (action plan) program Desa Kunjir Tanggap Bencana Pesisir
berbasis masyarakat dan kearifan lokal.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 13
B. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan oleh tim peneliti untuk mendukung identifikasi data potensi
dan masalah Desa Kunjir. Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data baik data sekunder
maupun data primer sebagai berikut.
1. Observasi, yakni penelitian langsung ke lapangan berupa pengamatan terhadap objek yang
diteliti dengan cara sistematis. Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pemotretan terhadap
objek yaitu Desa Kunjir. Pengamatan dilakukan denagn dokumentasi, pengambilan foto udara
dengan drone serta digitasi titik-titik bangunan dan obyek penting untuk mendukung konsep
kampung pesisir tanggap bencana
2. Tinjauan Pustaka, yakni usaha pengumpulan data berupa sumber tertulis seperti buku, laporan
penelitian, maupun tulisan ilmiah yang erat kaitannya dengan objek penelitian yaitu profil
Desa Kunjir, data potensi kebencanaan, laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Lampung Selatan, serta Laporan Bappeda Kabupaten Lampung Selatan.
Dokumen lain seperti dokumen jurnal dan penelitian terkait kebencanaan pesisir, ekowisata,
serta konsep geopark.
3. Wawancara dan kuesioner, pada penelitian ini wawancara yang dilakukan yaitu wawancara
secara langsung dengan mengajukan pertanyaan semi terstruktur secara terbuka dengan
informan yang terkait yang terdiri dari masyarakat, pemerintah Kabupaten Lampung Selatan,
aparat desa serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lampung
Selatan. Pemilihan sampel menggunakan purposive sample memfokuskan pada responden
terpilih. Responden tersebut diperkirakan dapat menjawab semua permasalahan penelitian.
Pemilihan responden lebih kepada orang yang mengalami dan mengetahui dengan jelas
kondisi eksisting kawasan Desa Kunjir..
C. ANALISIS DATA
Analisis dan pembahasan menggunakan teknik analisis kualitatif yang dimulai dari
pengumpulan data, pengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskan hasil temuan, mencari dan menemukan pola permasalahan yang ada
berdasarkan temuan data lapangan, menemukan informasi penting dan memutuskan untuk
menjelaskan informasi tersebut kepada orang lain (Bogdan & Biklen (1982) dalam
Sugiyono,2005). Analisis data kualitatif adalah sebuah proses yang berjalan sebagai berikut:
a) Melakukan catatan lapangan, dengan memberi kode pada sumber datanya.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 14
b) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, melakukan sintesis data, membuat
ikhtisar, dan membuat indeksnya
c) Melakukan triangulasi data untuk mengecek kebenaran, mengurangi bias serta
memperkuat validitas dan kredibilitas hasil temuan penelitian.
d) Mencari dan menemukan pola dan hubungan pada hasil temuan penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif dimana penelitian
deskriptif memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut (Sugiyono,2005):
1) Memusatkan penyelidikan pada pemecahan masalah aktual atau masalah yang dihadapi
pada masa sekarang.
2) Data yang telah dikumpulkan disusun dan dijelaskan, kemudian dianalisis dengan
menggunakan teknik analitik.
D. ORGANISASI DAN MOBILISASI PENELITI
Tabel 3.1 Organisasi dan Mobilisasi Tim Peneliti
Tim
Peneliti
Fokus
Keahlian
Tugas Tahap
Ketua:
Dr. Ir. Citra
Persada,
M.Sc.
Perencanan
Wilayah,
Perencanaan
Pariwisata
dan
Lingkungan
• Analisis Fisik Kawasan, Sosial-
Budaya dan Ekonomi Masyarakat
• Menyusun konsep, model, program,
rencana tindak (action plan)
Kampung Tanggap Bencana Pesisir
berbasis masyarakat dan kearifan
lokal
Penyusunan persiapan dan
konsep awal
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Analis
Tahap Penyusunan model,
program dan action plan
Sosialisasi dan edukasi
Presentasi hasil
Anggota 1:
Fadhilah
Rusmiati,
S.T., M.T.
Perencanaan
Wilayah dan
Kota
• Persiapan Penelitian
• Pengumpulan data
• Analisis Fisik Kawasan, Sosial-
Budaya dan Ekonomi Masyarakat
• Menyusun model serta program
pengembangan
Tahap Persiapan
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Analis
Tahap Penyusunan model,
program dan action plan
Sosialisasi dan edukasi
Anggota 2:
Nugroho
Ifadianto,
S.T., M.Sc.
Arsitektur,
Teknologi
bangunan
• Analisis Fisik Kawasan, Sosial-
Budaya dan Ekonomi Masyarakat
• Menyusun usulan lokasi pusat
informasi kebencanaan sekaligus
sebagai tempat evakuasi, pusat
edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Analis
Tahap Penyusunan usulan
lokasi fasilitas pendukung
Sosialisasi dan edukasi
Anggota 3:
MM.
Hizbullah
Sesunan,
S.T., M.T.
Arsitektur,
Teknologi
bangunan
• Analisis Fisik Kawasan, Sosial-
Budaya dan Ekonomi Masyarakat
• Menyusun usulan lokasi pusat
informasi kebencanaan sekaligus
sebagai tempat evakuasi, pusat
edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Analis
Tahap Penyusunan usulan
lokasi fasilitas pendukung
Sosialisasi dan edukasi
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 15
Tim
Surveyor
(3 orang
Mahasiswa)
• Survey Primer
• Survey Sekunder
• Pembagian Kuesioner
Tahap Pengumpulan Data
E. BAGAN ALIR PENELITIAN
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Sumber: Tim Peneliti, 2021
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 16
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM WILAYAH
Desa Kunjir berada di Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan memiliki
jarak yang cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Desa pesisir pantai tersebut
memiliki luas adminitratif 705 Ha tersebut memiliki potensi bencana erupsi, gempa
tektonik hingga tsunami. Pada Desember 2018, Desa Kunjir di kawasan pesisir Lampung
Selatan ini termasuk yang terkena dampak tsunami. Desa Kunjir juga telah diresmikan
menjadi Desa Maritim pertama di Kabupaten Lampung Selatan pada 4 November 2020.
Dominasi penggunaan lahan berupa perkebunan seluas 439,75 Ha dan luas permukiman
100 Ha. Kepadatan bangunan terpusat di pesisir pantai yang dekat dengan jalan utama.
Desa Kunjir merupakan daerah pesisir Pantai dengan panjang pantainya 2200 meter yang
mempunyai keindahan secara alami.
Desa Kunjir terletak 23 Km atau 30 menit dari Kota Kalianda atau sekitar 1,5 jam
dari Pelabuhan Bakauheni. Desa Knjir terdiri atas 4 (empat) Dusun/RW dan 10 RT. Desa
ini dihuni oleh 1980 jiwa penduduk dengan rasio penduduk perempuan 943 jiwa dan laki-
laki 1037 jiwa yang terbagi dalam 577 Kepala Keluarga (KK). Mayoritas penduduk
berasal dari Suku Lampung (92%), Suku Jawa (5%), Suku Sunda (2%) dan Suku Minang
(1%) dan Sebagian besar beragama Islam. Mata pencaharian penduduk Sebagian besar (73
%) sebagai petani dan 8 % penduduk bekerja menjadi nelayan. Hasil pertanian/perkebunan
antara lain padi, jagung, pisang, kelapa, durian, rambutan, sayuran. Hasil perikanaan Desa
Kunjir dengan hasil tangkapan nelayan dengan cara tradisional. Beberapa diantaranya
menrupakan hasil budidaya ikan air tawar seperti nila, lele, gurame, bawal. Sarana
Pendidikan yang ada di Desa Kunjir antara lain 1 (satu) PAUD, 2 (dua) Sekolah Dasar
Negeri, 1 (satu) SMP Negeri dan 1 (satu) SMA Negeri.
Desa Kunjir berbatasan dengan Gunung Rajabasa dan Desa Cugung di sebelah utara,
sebelah selatan berbatasan dengan Pantai/Laut, Selat Sunda, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Way Muli Timur dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Batu Balak.
Berada di kaki Gunung Rajabasa, desa ini dilewati aliran sungai Way Limau, Way
Belerang, Way Belimbing, Way Kebayan, dan Way Kemuning. Sungai-sungai tersebut
juga menjadikan sumber air bersih Desa Kunjir, meskipun berada di kawasan pesisir
pantai. Masyarakat Desa Kunjir secara swadaya membuat saluran air dengan
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 17
menggunakan selang dan pipa untuk mengalirkan air bersih dari sungai yang ada di
Gunung Rajabasa menuju rumah-rumah.
Gambar 4.1 Peta Administrasi Desa Kunjir
Sumber: Potensi Desa Kunjir,2021
Gambar 4.2 Eksisting Desa Kunjir
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Secara topografi Desa Kunjir terdiri dari kelerengan berkisar ± 25 – 45% atau
termasuk dalam kelas lereng 4 (curam) dengan variasi berupa dataran rendah yang terletak
di daerah sekitar pesisir pantai, dan dataran tinggi berbukit dengan ketinggian 6,2 mdpl
sampai 1.280 mdpl (Puncak Gunung Rajabasa). Desa Kunjir juga merupakan salah satu
daerah tujuan Wisata Kabupaten Lampung Selatan, khususnya di Kecamatan Rajabasa.
Pada tahun 2013 dari IPB Bogor mengadakan penelitian di Kecamatan Rajabasa yang
akhirnya menetapkan Desa Kunjir sebagai Desa Percontohan Desa Wisata Terpadu.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 18
Potensi wisata berupa pantai, Gunung Rajabasa, Air Terjun Cecakhah dan Sumber Air
Panas. Desa Kunjir juga memiliki dermaga yang sering digunakan sebagai penyeberangan
ke Pulau Mengkudu, Batu Lapis, Pulau Sebesi hingga ke Gunung Anak Krakatau.
Gambar 4.3 Foto Drone Variasi Topografi Desa Kunjir
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Gambar 4.4 Wisata Pesisir Desa Kunjir
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 19
Gambar 4.5 Wisata Air Terjun Cecakhah
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Gambar 4.6 Potensi Sumber Air Panas
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Potensi Desa Kunjir selain pariwisata ada kerajinan anyam-anyaman yang terbuat
dari bahan lidi bambu, kayu, rotan dan bahan limbah lainnya. Di Desa Kunjir juga terdapat
penangkaran udang dan budidaya ikan yang berlokasi di Jalan Pesisir. Kelompok usaha
bersama (KUB) ekonomi kreatif di Desa Kunjir antara lain kuliner KUB I Pembuatan
Kemplang,Emping di Dusun III, KUB II Pembuatan Ikan Asin,Rengginang,Emping di
Dusun I, dan KUB III Pembuatan Bakso Ikan,Bakso Daging, Empek-empek di Dusun II.
Bebrepaa usaha kerajinan souvenir seperti Taruna Gallery dengan bahan bakuLimbah
Kayu dan Bambu,Batok Kelapa. Selain itu KUB Sakai yang menjual Anyaman
Kipas,Penganan,Bros,Sulam Tapis
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 20
Gambar 4.7 Kerajinan Tangan Desa Kunjir
Sumber: Profil Desa Kunjir ,2021
B. IDENTIFIKASI EKSISTING KESIAPSIAGAAN BENCANA
Berdasarkan data data potensi desa / kelurahan rawan bencana Tahun 2021 oleh
BPBD Kabupaten Lampung Selatan, Desa Kunjir termasuk kawasan rawan bencana
tsunami dan kebakaran lahan. Tsunami yang terjadi di Selat Sunda disebabkan oleh adanya
aktivitas vulkanik dari Gunung Anak Krakatau. Aktivitas tersebut memicu timbulnya efek
gelombang tsunami. ditambah adanya cuaca yang buruk dan angin yang kencang di sekitar
Selat Sunda. Selain itu, kejadian ini juga bertepatan dengan bulan purnama. Beberapa
faktor tersebut memberikan energi tambahan kepada gelombang tsunami yang datang ke
beberapa daerah Banten dan Lampung. Termasuk yang menerjang Desa Kunjir. Sebelum
terjadi tsunami, pada tanggal 21 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau mengalami
erupsi yang mengakibatkan munculnya kolom abu setinggi 400 meter di atas puncak anak
krakatau. Pada tanggal 22 Desember 2018, pihak BMKG telah memberikan peringatan dini
tentang kondisi cuaca di Selat Sunda. Peringatan ini berupa peringatan kemungkinan
munculnya ombak tinggi hingga tanggal 25 desember 2018. Ketinggian ombak dalam
rentan waktu tersebut bisa mencapai 1,5-2,5 meter, yang diikuti dengan Gunung Anak
Krakatau erupsi kembali. Erupsi ini mengakibatkan runtuhnya dinding gunung sebesar 64
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 21
hektar. Kemudian pada pukul 21.30 WIB dilaporkan telah terjadi kepanikan warga di
daerah Banten dan Lampung. Kepanikan ini dikarenakan adanya kenaikan ketinggian
muka air yang tidak normal. Kemudian BMKG melakukan peninjauan kembali dan
mengeluarkan keterangan resmi bahwa telah terjadi bencana tsunami di Banten dan
Lampung.
Kecamatan Rajabasa memiliki luas sekitar 100,39 km dan topografi wilayah
umumnya berada di tepi pantai dengan dataran rendah dan ketinggian <100 m dari
permukaan laut. Kecamatan Rajabasa memiliki panjang garis pantai sekitar 18 km luasan
sempadan pantai sekitar 280,48 ha jika mengacu pada batas minimal sempadan pantai
sejauh 100 meter (hasil olah data, 2020). Pemanfaatan dan penggunaan lahan di sekitar
area sempadan pantai di Kecamatan Rajabasaa baik yang terbangun 13 .Desa Kunjir
termasuk dalam desa yang berdampak parah pada saat kejadian tsunami pada Desember
2018 lalu. Musibah gelombang tsunami Selat Sunda terjadi pada 22 Desember 2018,
menelan korban jiwa 437 orang, dan korban hilang 154 orang yang berada di pesisir Banten
dan Lampung. Gelombang tsunami tersebut dampak dari ambruknya kawah Gunung Anak
Krakatau di perairan Selat Sunda. BPBD Lampung Selatan bersama dengan BMKG telah
melakukan pendataan terhadap bangunan yang rusak akibat tsunami dan melakukan
sosialisasi ke warga untuk lebih waspada hingga mengarahkan untuk menghindari
membangun pada daerah pesisir yang rawan tsunami. Salah satunya dengan memberikan
sign atau papan petunjuk jalur evakuasi di beberapa desa di Kecamatan Rajabasa.
Gambar 4.8 Kegiatan BPBD Lampung Selatan dan BMKG
Sumber: BPBD Lampung Selatan,2021
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Kabupaten Lampung Selatan telah
memiliki program Desa Tangguh Bencaana (DESTANA) diantaranya, Desa Suka Banjar
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 22
dan Desa Talang Baru, Kecamatan Sidomulyo sebagai DESTANA banjir rob. Sementara
Desa Sukaraja dan Desa Banding, Kecamatan Rajabasa sebagai DESTANA tsunami.
Program tersebut diantaranya kegiatan simulasi, sosialisasi serta pembinaan DESTANA.
Tahun 2021 akan ada penambahan DESTANA di Desa Way Muli, Desa Way Muli Timur
dan Pulau Sebesi sebagai DESTANA tsunami. Meski Desa Kunjir belum masuk dalam
DESTANA, namun telah dilakukan simulasi oleh BPBD Kabupaten Lampung Selatan.
Berapa kendala yang ditemukan oleh BPBD Kabupaten Lampug Selatan terkait Desa
Kunjir antara lain:
• Pembinaan DESTANA tsunami belum dilakukan di Desa Kunjir karena belum masuk
program prioritas Provinsi Lampung Selatan
• Data spasial seperti peta ancaman bencana, peta jalur dan lokasi evakuasi bencana
serta penempatan sistem peringatan dini (early warning system/EWS) belum ada.
• Petunjuk/sign jalur evakuasi masih belum lengkap, hanya 120 unit di seluruh
Kabupaten Lampung Selatan
• Prosese evakuasi seperti pada tsunami Desember 2018, masyarakat melakukan
evakuasi berdasarkan pengalaman saja
• Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak mendirikan bangunan di kawasan
pesisir rawan bencana, masih banyak yang “nekat” mendirikaan rumah di kawasan
rawan bencana dikarenakan tidak adanya sanksi yang mengikat
• Pembangunan di kawasan pesisir didominasi untuk bangunan komersial seperti toko,
minimarket, warung makan dengan posisi membelakangi pesisir pantai
• Tahapan evakuasi, seperti titik kumpul, masih dipusatkan ke ladang milik pribadi
masyarakat bukan milik Pemkab Lampung Selatan.
• Desa Kunjir masih membutuhkan lokasi evakuasi yang aman dan sesuai syarat
• Bangunan yang dapat dijadikan tempat evakuasi hanya sekolah SD, SMP dan SMA,
tidak ada bangunan bertingkat yang aman di daerah dataran tinggi
• Terjadi abrasi pada beberapa titik di sepanjang Jalan Pesisir, akses utama Desa Kunjir
• Potensi wisata air terjun dan sumber air panas belum dikembangkan, wisata masih
mengandalkan wisata pesisir pantai yang rawan tsunami
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 23
Gambar 4.9 Kondisi Rumah Terdampak Tsunami
Sumber: Tim Peneliti ,2021, https://lampungtoday.com/, 2018
Gambar 4.10 Tugu Peringatan Tsunami 2018 di Desa Kunjir
Sumber: https://udaindra.blogspot.com/2019/11/jelajah-lampung-bagian-8-desa-wisata.html
Pada tanggal 1 September 2020 atau dua tahun lebih pasca musibah tsunami Selat
Sunda di Lampung, dilakukan pembangunan Hunian Tetap (HUNTAP) bagi korban.
Pembangunan ini ditargetkan selesai pada Juni 2021. Berdasarkan data BPBD Lampung
Selatan, total pembangunan huntap sebanyak 138 unit di Desa Kunjir, Desa Way Muli
Timur 129 unit, Desa Way Muli 58 unit, Desa Sukaraja 20 unit, Desa Rajabasa 34 unit,
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 24
Desa Banding 13 unit, dan Pulau Sebesi 78 unit. Berdasarkan keterangan Kepala Desa
Kunjir, Bapak Rio Imanda,, total 138 Unit HUNTAP yang dibangun dikerjakan swadaya
oleh kelompok masyarakat (Pokmas) dengan didampingi fasilitator. Biaya Pembangunan
Huntap tersebut bersumber dari Dana APBN, dan bantuan dari kementerian serta
pemerintah daerah. Untuk 1 unit rumah menelan dana 50 juta. Pemenuhan air bersih
bersumber dari mata air Gunung Rajabasa, dengan membangun pipa atau selang dengan
mengambil air langsung dari mata air yang berjarak cukup jauh 16.
Gambar 4.11 Hunian Tetap (HUNTAP) Desa Kunjir
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan, dilakukan analisis SWOT
atau Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan
Threats (ancaman). Analisis ini dilakukan untuk menemukan strategi pengembangan
kampung pesisir tanggap bencana berbasis kearifan lokal dan community resilience
(komunitas). Strategi yang akan di rumuskan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat
jika Desa Kunjir akan dikembangkan sebagai Desa Tangguh Bencana (DESTANA) oleh
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.
Tabel. 5.1 Analisis SWOT Desa Kunjir
STRENGTH WEAKNESS
• Kunjir mempunyai potensi wisata
geopark (situs tsunami sepanjang pantai
2200 m, air terjun, sumber air panas)
• Penduduk 92 % suku asli Lampung,
merupakan potensi wisata budaya
• Sudah ada areal hunian tetap (huntap)
• Aparat Desa antusias mengembangkan
desanya
• Kunjir Desa rawan bencana Lampung
Selatan yang minim sosialisasi dan
pendampingan dari stakeholders
• Masyarakat belum sadar ancaman bencana,
sehingga masih membangun di bibir pantai
• Tingkat Pendidikan masih rendah
• Tingkat perekonomian rendah
• Jalur dan peta jalur evakuasi belum lengkap
• Belum ada system peringatan dini di
masyarakat
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 25
• Lahan datar relative sempit, sehingga sulit
mencari tempat evakuasi sementara (TES)
dan tempat evakuasi akhir (TEA)
OPPORTUNITY THREATS
• Desa Kunjir mudah dijangkau, jarak antar
objek wisata relative dekat
• BPBD Kabupaten Lampung Selatan
sudah memiliki program DESTANA
• Kawasan sekitar pesisir pantai rawan
terkena tsunami
• Belum adanya masterplan Desa Kunjir yang
mengatur tentang arahan pengembangan
dan guna lahan Sumber: Tim Peneliti ,2021
Gambar 4.12 Sosialisasi ke Pemkab Lampung Selatan dan Aparat Desa Kunjir
Sumber: Tim Peneliti ,2021
C. RENCANA ZONASI DESA KUNJIR TANGGAP BENCANA
Aspek mitigasi bencana menjadi bahasan pula di dalam Undang-undang No. 27
tahun 2007 dan Undang-undang No. 1 Tahun 2014 tentang penataan ruang pesisir, pulau
pulau kecil, dan laut. Dimana dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa dalam
menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
terpadu, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memasukkan dan melaksanakan
bagian yang memuat mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai
dengan jenis, tingkat, dan wilayahnya. Pengurangan resiko bencana tsunami merupakan
bagian tidak terpisahkan dari upaya untuk melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi,
memanfaatkan, dan memeprkaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem
ekologisnya secara berkelanjutan. Mitigasi terhadap resiko bencana tsunami senantiasa
dikaitkan dengan upaya meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai alat mitigasi Non-Struktural, slaah satunya
dengan menentukan rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana. Mitigasi ditujukan
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 26
untuk mengurangi atau menghilangkan risiko akibat bencana terahdap manusia dan harta
bendanya, maka prioritas perlu diberikan untuk kawasan-kawasan dimana terdapat
konsentrasi penduduk serta pusat kegiatan sosial-ekonomi. Kawasan ini yang secara
berpotensi risiko yang tinggi jika terjadi bencana sebagai akibat akumulasi dari tingkat
kerentanan (vulnerability level) yang relatif tinggi jka dibandingkan dengan wilayah yang
secara umum kurang terbangun. Oleh karena itu, pemanfaatan usaha penataan ruang untuk
mitigasi bencana menjadi pilihan yang tepat mengingat usaha-usaha perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada prinsipnya adalah
tindakan-tindakan untuk menghindarkan, menjinakkan, dan mensiapsiagakan suatu ruang
spasial dari kemungkinan kejadian bencana alam.
Hasil dari rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana sebagai bentuk
pengendalian terhadap pemanfaatan pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah. Selain itu
meningkatkan peran perijinan dan penertiban dilandasi dengan konsep-konsep mitigasi
bencana, terutama untuk meningkatkan fungsi-fungsi pada perijinan bangunan seperti ijin
prinsip, ijin lokasi, ijin perencanaan serta ijin mendirikan bangunan (IMB). Agar lebih
dapat dipahami oleh masyarakat, perlu dilakukan pemasangan tanda-tanda
peringatan/larangan di daerah yang dinyatakan rawan bencana. Rencana zonasi tersebut
dapat disahkan dengan peraturan daerah sehingga bersifat mengikat. Sehingga masyarakat
dapat melakukan pembangunan pada kawasan yang aman dan bersifat legal. Hal ini untuk
mencegah terjadinya perubahan guna lahan pesisir rawan bencana menjadi area terbangun.
Untuk menghindari kawasan potensi tsunami sebagai berlakukan sempadan pantai, untuk
penahan dan peredam energi tsunami. Rencana zonasi untuk mengarahkan lokasi
pengembangan tambak-tambak di belakang hutan vegetasi untuk menampung limpasan
gelombang tsunami.
Kondisi eksisting Desa Kunjir memiliki variasi kondisi fisik mulai dari daerah
pesisir, daerah pertanian (sawah), daerah perkebunan, daerah permukiman, daerah
perbukitan dengan kemiringan sedang hingga curam. Masing-masing kawasan yang
terbagi dalam 10 RT memiliki konsentrasi lahan terbangun mendekati pesisir pantai
dimana dekat dengan Jalan Pesisir sebagai akses utama menuju Desa Kunjir.
a) Kawasan permukiman terpadat berada pada RT 02, RT 04, RT 05, RT 06, RT 07.
Permukiman penduduk merupakan rumah permanen dengan konsentrasi permukiman
mendekati Jalan Pesisir selebar 7 meter (dua jalur). Area jalan linkungan beberapa
merupakan jalan setapak yang sebagian besar mengarah ke perbukitan. Kawasan hunian
tetap (HUNTAP) berada di lokasi RT 02
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 27
b) Kawasan pelayanan publik terdapat di RT 02, RT 04, RT 05 seperti sekolah, PAUD,
kantor desa, puskesmas. Lokasi SDN 2 Kunjir di RT 05 merupakan pemindahan dari
lokasi sebelumnya yang rusak terkena tsunami pada 2018 di RT 10.
c) Kawasan perdagangan komersial seperti toko, minimarket, warung makan berada di
Jalan Pesisir. Beberapa bangunan komersial membelakangi pantai yang sangat
berresiko bencana.
d) Kawasan pertanian dan perkebunan berada tersebar, namun untuk lahan sawah terdapat
di RT 01, RT 05, RT 06, RT 07 dan RT 09. Sementara untuk perkebunan tersebar hingga
ke arah perbukitan Gunung Rajabasa
e) Kawasan wisata alam terdiri dari wisata pesisir pantai dimana dibangun beberapa
pondok-pondok untuk warung makan di RT 02. Di beberapa titik juga ditemukan
dermaga untuk nelayan. Potensi kawasan wisata alam juga terdapat di perbukitan RT
02 yaitu Air Terjun Cecakhah dan Sumber Air Panas.
f) Kawasan budidaya ikan air tawar seperti nila, lele, gurame, bawal berada di RT 02 dan
RT 03
g) Kawasan sempadan pesisir pantai berupa jalur pedestrian tepian pantai atau disebut
promenade yang berada di beberapa lokasi tepian pesisir di RT 02, RT 03, RT 04, RT
05 hingga RT 06. Namun promenade tersebut tidak terhubung sehingga dapat dikatakan
kurang layak, kondisi promenade yang cukup baik ada di RT 02 tepatnya di sekat
pondok-pondok makan dan tugu tsunami. Promenade biasanya berada di sekitar tepi
air untuk pejalan kaki berjalan sekaligus menikmati pemandangan sehingga konsep
dari promenade sebagai jalur pedestrian dengan mempertimbangkan kondisi eksisting
tepian pesisir.
h) Ruang terbuka hijau terdapat beberapa lahan kosong baik di tepian pesisir maupun
berupa lapangan. Pada kawasan ini juga terdapat beberapa ruang terbuka di tepian
pesisir seperti pada RT 05, RT 08, RT 09 dan RT 10. Lapangan terdapat di beberapa
titik seperti di kawasan sekolah (SMAN 1 Rajabasa, SMPN 1 Rajabasa, SDN 1 Kunjir,
SDN 2 Kunjir dan bekas bangunan SDN 2 Kunjir.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 28
Gambar 4.13 Kondisi Eksisting Desa Kunjir
Sumber: Tim Peneliti ,2021
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 29
Provinsi Lampung terletak di bagian timur pulau Sumatera, keduanya mengapit
Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda yang secara administrasi termasuk
wilayah Provinsi Lampung. Peraturan dan perundang-undangan di Provinsi Lampung,
khususnya di Kabupaten Lampung Selatan sudah mengakomodir sempadan pantai dalam
RTRW Kabupaten Lampung Selatan yang diatur dalam Perda Kabupaten Lampung
Selatan No. 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2011-2031. Selain RTRW di level Kabupaten, Provinsi Lampung juga telah
memiliki Perda mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(RZWP3K) No. 1 Tahun 2018 yang mengatur penataan dan pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.
Sempadan pantai di Kabupaten Lampung Selatan masuk ke dalam kategori kawasan
perlindungan setempat dengan luas ± 2.478 ha terletak di beberapa kecamatan sepanjang
pantai meliputi Kecamatan Ketapang, Kalianda, Katibung, Sidomulyo, Rajabasa,
Bakauheni, dan Sragi. Perda RTRW Kabupaten Lampung Selatan juga mengatur Kawasan
Rawan Bencana tsunami seluas 1.983 ha. Penerapan sempadan pantai di Kabupaten
Lampung selatan dengan jarak 100 meter dari titik pasang tertinggi memiliki fokus
pengembangan wilayah berupa zona pemanfaatan terbatas wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil termasuk kegiatan budidaya, ekowisata, dan perikanan tradisional. Sedangkan zona
inti wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikhususkan bagi kegiatan penelitian,
infrastruktur pengendali air, dan sistem peringatan dini bencana.13
Kebijakan penataan ruang juga perlu menyeimbangkan antara mitigasi bencana
dengan pengembangan ekonomi daerah, khususnya di sektor pariwisata yang menjadi
tumpuan pembangunan perekonomian suatu daerah. Pemanfaatan ruang bagi sektor
pariwisata dapat dilakukan di daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dengan
jarak 100-300 m dan masuk kedalam kawasan dengan kerawanan bencana tinggi. Desa
Kunjir sampai dengan saat ini masih menjadi salah satu wisata pesisir pantai di Kabupaten
Lampung Selatan. Berdasarkan kondisi eksisting dan fakta bahwa wisata pesisir masih
menjadi andalan Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, maka dapat di
rumuskan rencana zonasi yang telah disesuaikan dengan ketentuan kawasan wisata dengan
kerentanan bencana tinggi. Rencana zonasi yang dirumuskan oleh peneliti dengan melihat
kondisi eksisting dan wawancara kepada masyarakat, maka terbagi dalam 4 zona yaitu
Zona 1 Penyangga (buffer zone), Zona 2 Akuatik (aquatic zone), Zona 3 Zona Kepadatan
Rendah (low dense zone), Zona 4 Aman Terbangun
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 30
Gambar 4.13 Rencana Zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana
Sumber: Tim Peneliti, 2021
1) Zona 1 Penyangga (buffer zone) dengan jarak 100 meter dari dari titik pasang tertinggi
atau garis pantai. Area ini tidak diperbolehkan dikembangkan menjadi lahan terbangun
dan diarahkan pada konservasi ekologi pesisir dengan vegetasi sebagai penangkal
bencana gelombang tinggi dan tsunami. Pada Zona 1 dapat ditempatkan sistem
peringatan dini (early warning system) untuk mendeteksi terjadinya bencana baik erupsi
Gunung Anak Krakatau, gelombang tinggi hingga tsunami.
2) Zona 2 Akuatik (aquatic zone) dengan jarak 200 meter dari titik pasang tertinggi atau
garis pantai, diarahkan sebagai area ruang terbuka hingga pada pengembangan wisata
pantai dengan bangunan non permanen. Selain sebagai kawasan wisata pantai, juga
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 31
sebagai kawasan akuatik perikanan dan taman mangrove, diharapkan menjadi acuan yang
mengikat untuk mencegah penambahan area terbangun terutama permukiman,
perdagangan dan fasilitas publik.
3) Zona 3 Zona Kepadatan Rendah (low dense zone) dengan jarak 200-500 meter dari
titik pasang tertinggi atau garis pantai dengan radius 300 meter ke arah daratan yang lebih
aman. Kawasan ini dapat dikembangkan sebagai lahan terbangun dengan syarat tertentu
dan dukembangkan sebagai wisata budaya.
4) Zona 4 Aman Terbangun dengan jarak lebih dari 500 meter dari titik pasang tertinggi
atau garis pantai hingga kearah perbukitan Gunung Rajabasa. Kawasan ini telah masuk
kawasan dataran sedang-tinggi sehingga diarahkan untuk lokasi bangunan tahan bencana,
tempat evakuasi dan wisata geopark.
D. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN) DESA KUNJIR TANGGAP BENCANA
1. ZONA 1 Penyangga (Buffer Zone)
Kawasan Zona 1 memiliki fungsi sebagai penyangga diarahkan sebagai sempadan
pantai yang dapat melindungi dari ancaman bahaya tsunami. Media dapat berupa green
belt hutan mangrove, area pedestrian pesisir atau pemecah ombak di pesisir pantai.
Pada bagian ini memiliki jarak 100 meter dari titik pasang tertinggi, dan dapat
bertambah lebarnya mengacu pada tingkat resiko dari setiap daerah berdasarkan Permen
KP No. 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Perhitungan Batas Sempadan Pantai dan PP No.
51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai13. Pada area ini dapat di bangun
promenade, yaitu jalur pedestrian tepian pesisir dengan memberikan kesan dan
pengalaman wisata pesisir Desa Kunjir. Selain sebagai jalur berjalan, fungsinya yang
membuat orang berkesan, sehingga dapat di desain dengan street furniture yang ramah
lingkungan sebagai tempat bermain, dan ruang terbuka dengan vegetasi yang dapat
menjadi pemecah ombak seperti pohon kelapa, pohon bakau/mangrove, pohon cemara
udang, pohon ketapang laut, pohon waru laut. Pada Zona 1 ini juga sangat dimungkinkan
untuk ditempatkan sistem peringatan dini (early warning system) untuk mendeteksi
terjadinya bencana baik erupsi Gunung Anak Krakatau, gelombang tinggi hingga tsunami.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 32
Gambar 4.14 Vegetasi pesisir (kiri) dan kondisi pedestrian tepian pantai (kanan)
Sumber: https://padangkita.com/ , https://www.indozone.id/, https://rep.alphabetincubator.id/,
Dokumentasi Tim Peneliti, 2021
2. ZONA 2 Akuatik (Aquatic Zone)
Beberapa kawasan Zona 2 Desa Kunjir terutama di daerah pesisir telah
dikembangkan budidaya ikan air tawar atau tambak. Zona akuatik berada 200 meter dari
titik pasang tertinggi. Kondisi eksisting kawasan ini masih didominasi oleh
permukiman,fasilitas publik seperti sekolah (SDN1 Kunjir, PAUD), puskesmas, masjid
dan perdagangan seperti toko, warung, minimarket. Untuk kedepannya perlu dilakukan
relokasi yang akan diarahkan pada Zona 3 dan Zona 4 untuk mencegah kerusakan ketika
terjadi bencana, sehingga kehidupan perekonomian masyarakat dapat tetap berjalan
Dengan peruntukan Zona 2 sebagai kawasan akuatik perikanan dan taman mangrove,
diharapkan mampu menjadi acuan yang mengikat untuk mencegah penambahan area
terbangun terutama permukiman, perdagangan dan fasilitas publik.
Gambar 4.15 Ilustrasi Relokasi Lahan Terbangun
Sumber: Tim Peneliti, 2021
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 33
Kawasan ini diarahkan untuk konservasi ekologi seperti pada Zona 1, dengan arahan
penggunaan lahan berupa green belt, tambak budidaya ikan air tawar dan wisata pantai.
Green belt dapat berupa hutan pantai maupun vegetasi lainnya berupa mangrove. Di masa
mendatang sebagai rencana jangka panjang, dapat didesain sebagai Mangrove Park
menjadi obyek wisata baru yang berkelanjutan baik untuk ekowisata, edukasi mangrove
hingga mengembangkan buah mangrove menjadi home industry. Ketentuan penggunaan
lahan dengan ketentuan 70% persil untuk kegiatan dengan fungsi lindung dan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) terhadap jalur/akses pejalan kaki di sepanjang pantai minimal
70 meter, dan lantai dasar tidak dimanfaatkan untuk kegiatan okupasi permanen.
Gambar 4.16 Ilustrasi Wisata Mangrove Pulau Pahawang dan Pengembangan Produk
Olahan Buah Mangrove di Sulawesi Barat
Sumber: http://www.razonewane.com/, https://karakterunsulbar.com/
Gambar 4.17 Ilustrasi Tambak Udang dan Budidaya Ikan Air Tawar di Kabupaten
Pasangkayu di Sulawesi Barat (kiri) dan Padangpariaman, Sumatera Barat (kanan)
Sumber: https://www.mongabay.co.id/ , https://sumbar.antaranews.com/
3. ZONA 3 Kepadatan Rendah (Low Dense Zone)
Kawasan ini berjarak lebih dari 200 meter hingga 500 meter dari titik pasang
tertinggi, dengan radius 300 meter ke arah daratan yang lebih aman. Topografi pada zona
ini kurang lebih 25-30 % atau masih termasuk datar hingga kemiringan sedang. Kondisi
eksisting didominasi oleh persawahan dan perkebunan. Beberapa permukiman warga dan
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 34
fasilitas publik seperti sekolah (SMPN 1 Rajabasa, SMAN 1 Rajabasa), Masjid, Kantor
Desa. Pada Zona 3 ini juga telah dibangun hunian tetap (HUNTAP) yang merupakan
relokasi warga yang sebelumnya tinggal di kawasan pesisir dan terdampak tsunami pada
Desember 2018. Meski berada pada zona yang cukup berjarak dari pesisir pantai, namun
karena masih didominasi oleh lahan sawah pertanian, maka perlu dilakukan pengaturan
dalam pembangunan hunian atau fasilitas lain. Penambahan penting pada Zona 3 adalah
perlu dibangun lokasi titik kumpul (assembly point). Penentuan titik kumpul ini sangat
penting dengan mempertimbangkan jalur evakuasi serta kecepatan warga menyelamatkan
diri dengan waktu tiba tsunami di pantai. Penentuan jalur evakuasi memerlukan kajian,
simulasi hingga partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan dan pengalaman atas
kejadian tsunami 2018 yang lalu.
Dalam merencanakan jalur evakuasi diperlukan penataan sistem sirkulasi dengan
penambahan jaringan jalan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan jalur sirkulasi sekaligus
jalur evakuasi yang dapat terintegrasi mulai dari daerah pesisir pantai (Zona 1) hingga ke
zona yang lebih aman (Zona 4). Sehingga tidak akan membebani kondisi eksisting Jalan
Pesisir sebagai akses utama Desa Kunjir yang berada pada Zona 1.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 35
Gambar 4.18 Ilustrasi Penambahan Jalur Sirkulasi dan Evakuasi
Sumber: Tim Peneliti, 2021
Penambahan bangunan baru harus menerapkan syarat konstruksi bangunan yang
adaptif terhadap bencana. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 30% dengan
struktur bangunan adaptif bencana pesisir. Pada zona ini di masa mendatang dalam
rencana jangka panjang dapat dikembangkan sebagai ”Kampung Ulun Lampung”. Konsep
“Kampung Ulun Lampung” didasarkan pada temuan lapangan dan data sekunder jika 92%
masyarakat Desa Kunjir berasal dari Suku Lampung asli. Potensi sosial budaya dan
kearifan lokal sangat besar untuk dikembangkan pada zona ini. Konsep tersebut dapat
menajdi acuan untuk menentukan building code terutama untuk memperkenalkan kembali
tipologi rumah asli Suku Lampung. Konstruksi rumah panggung Lampung dengan
material kayu ini dibuat untuk menyesuaikan kondisi geologis di kawasan rawan bencana
hingga serangan hewan buas. Beberapa kajian penelitian menyatakan jika penataan rumah-
rumah Suku Lampung pada dahulu dibangun berderet dan tersusun rapi mengikuti arah
aliran sungai. Untuk penerapannya pada masa sekarang dapat menyesuaikan akses jalan
penghubung, diperlukan penataan kawasan “Kampung Ulun Lampung” dengan
melibatkan masyarakat, dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi kawasan
wisata budaya Pesisir Lampung Selatan. Areal persawahan pada Zona 3 perlu
dipertahankan dan dapat dikembangkan menjadi produk wisata pertanian “Wisata Sawah”
seperti di Pringsewu, Metro dan Lampung Timur.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 36
Gambar 4.19 Ilustrasi Wisata Sawah Pringsewu (kiri) dan Desa Wisata Candirejo, Jawa
Tengah (kanan)
Sumber: https://gemalampung.com/, https://kemenparekraf.go.id/
Wisata budaya Pesisir Lampung Selatan akan menintegrasikan antara pesisir pantai
(Zona 1), ekowisata mangrove (Zona 2), kuliner khas pesisir (Zona 2), hingga
pengembangan homestay desa wisata “Kampung Ulun Lampung” (Zona 3). Temuan
dilapangan tidak ada fasilitas hotel di Desa Kunjir karena berada di kawasan rawan
bencana. Meski demikian, perlu diketahui jika Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) terus mendorong program kerja penataan Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN) dimana menguatkan masyarakat langsung sebagai pelaku
pariwisata. Wisatawan yang berkunjung akan merasakan keunikan dan sensasi wisata
sehingga bisa menikmati secara langsung keramahan warga. Pengembangan homestay
masih sangat memungkinkan dengan memilih rumah-rumah yang berada dalam radius
400-500 meter dari dari titik pasang tertinggi, sehingga masih sangat memungkinkann
untuk dapat melakukan evakuasi ke Zona 4 (Zona Aman Terbangun).
4. ZONA 4 Aman Terbangun
Kawasan dengan jarak lebih dari 500 meter dari titik pasang tertinggi atau garis
pantai hingga kearah perbukitan Gunung Rajabasa dengan kelerengan hingga 45%.
Kawasan ini telah masuk kawasan dataran sedang-tinggi sehingga diarahkan untuk lokasi
bangunan tahan bencana, tempat evakuasi dan wisata geopark. Pengembangan kegiatan
wisata geopark dengan memanfaatkan potensi alam Air Terjun Cecakhah dan Sumber Air
Panas. Pada kawasan ini juga dapat dilakukan pembangunan dengan syarat konstruksi
bangunan tahan gempa dan struktur bertingkat minimal 15 meter (diatas 3 lantai) yang
sekaligus difungsikan sebagai Tempat Evakuasi Sementara (TES) tsunami, bila berjarak
lebih dari 100 meter dari perbukitan terdekat.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 37
Pengembangan Wisata Geopark dapat dilakukan sebagai konsep pariwisata
berkelanjutan. Konsep ini akan menjadi tema besar dalam pengembangan wisata Desa
Kunjir Tanggap Bencana. Kunci penting dalam pembangunan geopark adalah
pengembangan ekonomi lokal dan perlindungan lingkungan alam. Tujuan adanya geopark
untuk menjaga warisan geologi (geoheritage) serta nilai-nilai di dalamnya seperti nilai
arkeologi, ekologi, sejarah dan budaya. Oleh karena itu, geopark merupakan suatu wilayah
geografi sebagai tempat pelestarian warisan dunia yang berdasarkan pada keragaman
geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), serta keragaman budaya (cultural
diversity), dimana di dalamnya tidak hanya sebagai tempat konservasi namun juga sebagai
sarana ilmu pengetahuan serta pengembangan ekonomi masyarakat sekitar melaui
geowisata. Konsep wisata geopark secara global diinisiasi oleh UNESCO merupakan
sebuah konsep kepariwisataan strategis yang kini telah menjadi pandangan baru dalam
pengembangan pariwisata nasional yang berkelanjutan. Berdasarkan kriteria Guideline
and Criteria Geopark (GGN), syarat pembangunan kawasan geopark antara lain 19 :
✓ Sebagai suatu kawasan yang berisi aneka jenis unsur geologi yang memiliki makna
dan fungsi sebagai warisan alam dengan batas yang jelas.
✓ Sebagai sarana pengenalan warisan bumi
✓ Sebagai kawasan lindung warisan bumi.
✓ Sebagai tempat pengembangan geowisata.
✓ Sebagai sarana kerjasama yang efektif dan efisien dengan masyarakat lokal
✓ Sebagai tempat implementasi aneka ilmu pengetahuan dan teknologi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 Pasal 12, agar diakui sebagai
UNESCO Global Geopark, geopark nasional harus memenuhi syarat 20,19:
• Telah ditetapkan sebagai geoparknasional minimal 1 tahun.
• Pengelola geopark dalam mengelola geopark menunjukkan upaya melaksanakan
rencana induk minimal satu tahun sejak dibentuk.
• Menyusun proposal pengusulan untuk menjadi UGGp.
• Memenuhi pedoman teknis pengembangan UGGp.
• Mendapat rekomendasi pengajuan UGGpdari gubernur.
• Mendapat rekomendasi pengajuan UGGpdari Komite Nasional Geopark Indonesia
Sebagai percontohan kawasan wisata taman alam batuan tua Ciletuh di Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat mendapatkan sertifikat sebagai Geopark Nasional dari Komite
Nasional Indonesia untuk UNESCO dan Kementerian ESDM pada tahun 2015 lalu karena
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 38
telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk sebuah taman bumi atau geopark. Kawasan
seluas 120 ribu hektar ini memenuhi persyaratan sebagai geopark karena memiliki
keragaman fenomena geologi, memiliki keragaman biologi, dan memiliki keragaman
budaya (www.voaindonesia.com). Ciletuh memiliki potensi daya tarik wisata yang sangat
sangat komplit. Wisatawan disuguhkan berbagai daya tarik seperti air terjun (curug),
batuan purba, sungai, sawah dan gugusan pegunungan dan luasnya lautan21.
Gambar 4.20 Ilustrasi Geopark Ciletuh, di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat
Sumber: https://sukabumiupdate.com/, https://travel.detik.com/ , https://www.innagroup.co.id/
Desa Kunjir sebagai desa wisata maritim dengan potensi pesisir pantai dan perikanan
(Zona 1 dan Zona 2), ekowisata mangrove (Zona 2), pengembangan wisata budaya (Zona
3) dan geowisata (Zona 4). Salah satu tujuan strategis utama dari pembentukan geopark
adalah untuk merangsang kegiatan ekonomi masyarakat dan mempromosikan wisata
berkelanjutan menjadi pilar pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian geopark
akan menstimulasi kegiatan usaha lokal yang inovatif, pusat bisnis skala kecil, industri
rumahan, membuka lapangan pekerjaan baru dalam pengelolaan geowisata. Namun dalam
mewujudkan geopark perlu memperkuat komitmen dan menyatukan kekuatan seluruh
pemangku kepentingan, terutama masyarakat. Penerapan geopark harus mendukung
konsep Community Based Tourism yang berbasis pada aspek konservasi, edukasi dan
pemberdayaan masyarakat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara
berkesinambungan.
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 39
5. Rencana Tindak (Action Plan) Pengembangan Desa Kunjir Tanggap Bencana
Tabel 4.1 Rencana Tindak (Action Plan) Pengembangan Desa Kunjir Tanggap Bencana
No Tujuan Pihak Terlibat Kegiatan Target Jangka waktu (tahun ke-)
1 2 3 4 5
I Koordinasi antar stakeholder terkait
[1] Koordinasi untuk
pembagian tugas,
wewenang dan sumber
daya;
Pemerintah
Kabupaten,
(BPBD,
Bappeda, Dinas
Pariwisata)
Aparat
Kecamatan,
Aparat Desa,
Organisasi
Masyarakat,
LSM, dan
Swasta
Menjalin koordinasi antar lembaga
sesuai dengan keahlian di masing-
masing bidang
Komitmen bersama dalam
mengembangkan desa wisata
yang tanggap bencana
[2] Menemukan permasalahan
yang utama yang dapat
muncul selama proses
pelaksanaan pengembangan
kawasan pariwisata yang
tanggap bencana
Diskusi rutin dengan kelompok
masyarakat agar terjalin kontinuitas
dalam menangani permasalahan
Menjalin aspirasi mulai dari tingkat
pelaku kegiatan dan paling terkena
dampak bencana yaitu masyarakat
• Kesepakatan bersama
untuk memecahkan
masalah secara Bersama
• Program Bersama menuju
Desa Kunjir Tanggap
Bencana
II Meningkatkan Community and Social Resilience
[1] Menanamkan konsep
bahwa bencana bukan
hanya musibah namun juga
anugerah yang harus
dihadapi dan di tangani
secara bersama
Pemerintah
Kabupaten,
(BPBD), Aparat
Desa,
POKDARWIS,
Organisasi
Masyarakat,
LSM,
akademisi,
tokoh
masyarakat
setempat
Melakukan pendekatan sosial
kepada masyarakat untuk
mengidentifikasi akar
permasalahan dari kegagalan dalam
kesiapsiagaan bencana
Melatih kepemimpinan dan
kebersamaan baik aparat desa,
POKJA, maupun masyarakat yang
mampu menjadi pembuat
keputusan secara bijak dan
terstruktur ketika terjadi bencana
• Masyarakat mampu
menemukan solusi dan
inovasi dalam menghadapi
bencana secara mandiri
terutama terkait dengan
lingkungan dan pariwisata
sebagai sumber ekonomi
masyarakat.
• Masyarakat bersama
akademisi
mengembangkan EWS
(Early Warning System)
berbasis masyarakat
[2] Penguatan pemahaman
masyarakat akan adanya
bencana di kawasan tempat
tinggal
Melibatkan akademisi dan pakar
kebencanaan untuk memberikan
contoh nyata mitigasi bencana di
negara maju dan berkembang
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 40
No Tujuan Pihak Terlibat Kegiatan Target Jangka waktu (tahun ke-)
1 2 3 4 5
[3] Menambah wawasan
masyarakat akan teknologi
sistem peringatan dini
bencana yang lebih canggih
dan mampu diakses secara
luas
melalui video ,simulasi dan
langkah praktis
Melibatkan tokoh masyarakat
setempat untuk menjelaskan
mengenai sejarah perkembangan
kawasan, adat istiadat kebudayaan
serta perilaku nenek moyang yang
sebenarnya adaptif terhadap
bencana
[4] Melatih masyarakat untuk
menjadi tanggap bencana
tidak hanya untuk diri
sendiri , namun juga untuk
menjamin keamanan
wisatawan dari luar
Mengundang pakar bencana dan
praktisi community and social
resilience untuk memberikan
pelatihan dan membimbing
masyarakat secara aktif dalam
kegiatan tanggap bencana
Penyiapan masyarakat yang
tidak hanya tanggap bencana
namun mulai menuju
masyarakat yang adaptif
bencana sehingga harmoni
dengan pariwisata desa
III Penataan kawasan berdasarkan zonasi
[1] Identifikasi dan analisis
data fisik, sosial, ekonomi
kawasan
Pemerintah
Kabupaten,
BPBD, Aparat
Kecamatan,
Aparat Desa,
POKJA,
Masyarakat,
akademisi,
swasta, LSM
Kegiatan research dan study oleh
akademisi dengan dibantu
masyarakat sebagai sumber
informasi
Survey dan pengamatan data fisik,
sosial, ekonomi kawasan
Melakukan analisis resiko bencana
berdasarkan analisis bahaya,
analisis kerentanan, dan analisis
kemampuan penanganan bencana
Membuat masterplan desa dan
rencana zonasi kawasan Desa
Kunjir
Merancang peraturan desa yang
mengikat untuk mencegah
perubahan guna lahan pesisir
• Persiapan pedoman /
standar /prosedur sebagai
lengkap dokumen dalam
implementasi mitigasi
bencana
• Menjadi data acuan untuk
menentukan jalur evakuasi
dan lokasi evakuasi yang
tepat dan mampu diakses
secara aman oleh
masyarakat.
[2] Membuat dokumen master
plan dalam bentuk
dokumen tertulis dan
digital sebagai
dokumentasi database
pembangunan desa
• Pembuatan dokumen
master plan desa dan
rencana zonasi tertulis dan
digital yang mampu
diakses oleh pihak yang
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 41
No Tujuan Pihak Terlibat Kegiatan Target Jangka waktu (tahun ke-)
1 2 3 4 5
[3] Membuat Rencana Zonasi
Desa Kunjir
(konservasi ekologi) menjadi lahan
terbangun
berkepentingan seperti
pemda, BPBD, akademisi
dan masyarakat
IV Analisis manajemen pengurangan resiko bencana dalam dokumen perencanaan tata ruang Master Plan Desa Kunjir
[1] Membuat data yang siap
untuk dijadikan acuan
dalam menyusun standar,
pedoman mitigasi bencana
di kawasan pesisir
[2] Memberikan kesimpulan
mengenai karakteristik
bencana, dampak bencana
serta solusi untuk
meminimalkan dampak
Pemerintah
Kabupaten ,
BPBD, Aparat
Kecamatan,
POKJA,
akademisi
Melakukan pengamatan periodik di
beberapa tempat yang berpotensi
menjadi kawasan kritis bencana
dengan media dokumentasi data
fotografi dan video drone
Membuat semua data, informasi,
studi, penelitian, dan analisis
menjadi pertimbangan material
dalam perencanaan tat ruang
kawasan
• Mitigasi bencana dapat
ditingkatkan sesuai dengan
kemampuan lokal dan
sumber daya daerah.
• Penentuan kawasan kritis
bencana dan kawasan
terdampak bencana,
kawasan aman bencana dan
kawasan prioritas
pengembangan ekonomi
kawasan
V Peningkatan Infrastruktur mitigasi bencana
[1] Meningkatkan kualitas dan
kuantitas jalur evakuasi
dan lokasi evakuasi sesuai
dengan standar ruang dan
kebutuhan masyarakat
[2] Infrastruktur evakuasi
bencana dapat menjadi
acuan sebagai mitigasi
bencana di kawasan pesisir
Pemerintah
Kabupaten,
BPBD, Aparat
Kecamatan,
Aparat Desa,
POKJA,
Masyarakat,
akademisi,
swasta
Membuat bangunan tahan bencana
(shelter) untuk lokasi evakuasi
bencana
Membuat lokasi
evakuasi/pengungsian secara
berjenjang mulai dari titik kumpul,
lokasi evakuasi tingkat 1 dan
seterusnya sesuai dengan
karakteristik jenis bencana yang
berpotensi terjadi
Meningkatkan teknologi early
warning system (EWS) yang lebih
canggih dan mampu terhubung
dnegan daerah lain yang lebih
aman
• Penentuan jalur evakuasi
dan lokasi evakuasi yang
aman dan nyaman diakses
masyarakat maupun
distribusi barang ketika
terjadi bencana
• Secara tidak langsung
memberi jaminan
keselamatan dan keamanan
bagi masyarakat setempat
dan wisatawan yang datang
• Peningkatan jumlah
wisatawan di Desa Desa
Kunjir
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 42
No Tujuan Pihak Terlibat Kegiatan Target Jangka waktu (tahun ke-)
1 2 3 4 5
[3] •
VI Konservasi lingkungan dalam perencanaan dan kebijakan tata ruang kawasan
Pengembangan ekowisata
pesisir dengan mengedepankan
wisata alam, wisata budaya
hingga mampu mengubah
aspek bencana menjadi
edukatif bagi wisatawan
Pemerintah
Kabupaten,
BPBD, Aparat
Kecamatan,
Aparat Desa,
POKJA,
Masyarakat,
tokoh
masyarakat,
akademisi,
swasta
Konservasi lingkungan ekosistem
hutan bakau, lamun dan terumbu
karang
Adanya peraturan desa yang
mampu membatasi dan menjadi
kebijakan yang berlaku mutlak
terkait dengan konservasi
lingkungan dan ekonomi
masyarakat Desa Kunjir
• Masyarakat mampu
menjalankan praktik-
praktik pariwisata yang
berkualitas dengan
menjaga kelestarian
sumberdaya pesisir
• Kesiapan masyarakat untuk
pengembangan konsep
desa wisata tangguh
bencana
VII Pengembangan Desa Desa Kunjir sebagai Model “Desa Kunjir Tangguh Bencana” dengan konsep Geopark
Menciptakan model Desa
Tanggap Bencana dengan
konsep Geopark yang lebih
menghargai alam, budaya serta
bencana sebagai bagian dari
karakteristik wisata di Desa
Kunjir
Pemerintah
Kabupaten,
BPBD, Aparat
Kecamatan,
Aparat Desa,
POKDARWIS,
Masyarakat,
swasta
Masyarakat mengembangkan kegiatan
wisata taman bumi (GEOPARK) dan
mengacu pada sumber daya pesisir
dengan paket-paket wisata seperti:
* Paket wisata air terjun dan sumber
air panas
* Paket wisata pulau (Pulau
Mengkudu di Desa Totoharjo)
* Paket wisata budaya ”Kampung
Ulun Lampung” Desa Kunjir
* Paket ekowisata “Mangrove
Park”
• Masyarakat adaptif
terhadap bencana dan
mampu menjamin sapta
pesona bagi wisatawan
yang dating ke Desa Kunjir
• Peningkatan dan
pemerataan ekonomi
masyarakat lokal dari
sektor industri wisata
taman bumi (Geopark)
Sumber: Tim Peneliti, 2021
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 43
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar
merupakan wilayah pesisir pantai dengan panjang pantainya 2200 meter sangat berpotensi
sebagai tujuan wisata. Berdasarkan pengalaman bencana Tsunami pada Desember 2018,
masih banyak area terbangun di Desa Kunjir berada di sempadan pantai yang memiliki
ancaman tsunami. Sehingga perlu peningkatan program Kampung Tanggap Bencana agar
mampu memberikan penguatan pada sisi kebencanaan dengan community resilience.
Penelitian ini melakukan tiga kegiatan yaitu (1) identifikasi eksisting kesiapsiagaan
bencana; (2) rencana zonasi Desa Kunjir Tanggap Bencana, (3) rencana tindak (action
plan) program Desa Kunjir Tanggap Bencana Pesisir berbasis masyarakat dan kearifan
lokal. Hasil dari penelitian dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah
dan masyarakat untuk mengembangkan manajemen bencana secara terintegrasi dan
berkelanjutan. Pengembangan Kampung Tanggap Bencana Pesisir juga akan memberikan
identitas dan branding kawasan yang mendukung pemberdayaan masyarakat Desa Kunjir
di masa mendatang.
Desa Kunjir sebagai dengan potensi pesisir pantai dan perikanan (Zona 1 dan Zona
2), ekowisata mangrove (Zona 2), pengembangan wisata budaya (Zona 3) dan geowisata
(Zona 4). Pengembangan Wisata Geopark mendukung konsep Community Based Tourism
akan menjadi tema besar dalam pengembangan wisata Desa Kunjir Tanggap Bencana.
Kunci penting dalam pembangunan geopark adalah pengembangan ekonomi lokal dan
perlindungan lingkungan alam. Tujuan adanya geopark untuk menjaga warisan geologi
(geoheritage) serta nilai-nilai di dalamnya seperti nilai arkeologi, ekologi, sejarah dan
budaya. Geopark merupakan suatu wilayah geografi sebagai tempat pelestarian warisan
dunia yang berdasarkan pada keragaman geologi (geodiversity), keragaman hayati
(biodiversity), serta keragaman budaya (cultural diversity), dimana di dalamnya tidak
hanya sebagai tempat konservasi namun juga sebagai sarana ilmu pengetahuan serta
pengembangan ekonomi masyarakat sekitar melaui geowisata. Pembentukan geopark
dapat merangsang kegiatan ekonomi masyarakat dan mempromosikan wisata
berkelanjutan menjadi pilar pembangunan ekonomi nasional. Namun dalam mewujudkan
geopark perlu memperkuat komitmen dan menyatukan kekuatan seluruh pemangku
Model Pengembangan Kampung Pesisir Tanggap Bencana Berbasis Community Resilience (Studi Kasus: Desa Kunjir Kabupaten Lampung Selatan)
LAPORAN AKHIR| 44
kepentingan, terutama masyarakat. Penerapan geopark harus yang berbasis pada aspek
konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan
secara berkesinambungan.
B. SARAN
Berdasarkan hasil kegiatan penelitian ini, terdapat beberapa saran terkait
pelaksanaan kegiatan penelitian dan keberlanjutan penelitian diantaranya sebagai berikut:
1. Perlu adanya peran aktif antar stakeholder baik BNPB, pemerintah provinsi, aparat
dusun, organisasi masyarakat, swasta (industri pariwisata) serta masyarakat dalam
mendukung Desa Kunjir Tanggap Bencana berbasis community resilience
2. Dalam mewujudkan sistem kesiapsiagaan bencana perlu dilakukan pendataan yang
lengkap untuk mendukung penataan kawasan masterplan desa, rencana zonasi dan
rencana tindak (action plan) yang harus dapat dijadikan panduan dan standar mengikat
dalam mewujudkan masyarakat tanggap bencana di kawasan pesisir baik di Desa Kunjir
maupun kawasan pesisir lainnya.
3. Peningkatan infrastruktur evakuasi bencana di Desa Kunjir seperti perbaikan jalur
evakuasi, penentuan titik lokasi evakuasi secara berjenjang, pembangunan shelter
evakuasi yang permanen hingga penambahan sistem early warning system (EWS)
4. Penyediaan media edukasi evakuasi bencana baik dalam bentuk papan sign, poster yang
dapat disosialisasikan dan diterapkan di lokasi-lokasi publik seperti sekolah, balai desa,
tourism information center, tempat ibadah yang ditempatkan secara merata di semua
kawasan Desa Kunjir
5. Konsep Geopark membutuhkan pendataan yang baik dan lengkap secara tertulis mapun
digital terutama untuk menggambarkan keragaman geologi (geodiversity), keragaman
hayati (biodiversity), serta keragaman budaya (cultural diversity) Desa Kunjir agar
dapat diakui sebagai geopark secara nasional maupun global.
DAFTAR PUSTAKA
1 Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 2007 2 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB); 2008. 3 Manjarrez,A. J., Wickliffe, L.C. & Dean, A., eds. Guidance on spatial technologies for disaster risk
management in aquaculture. Summary version. Rome: FAO. 34 pp; 2018. 4 Colten, C. E., Kates R. W., and Laska, S. B. Community Resilience: Lessons From New Orleans and
Hurricane Katrina (Carri Research Report 3). USA: Oak Ridge National Labolatory. Community and
Regional Resilience Initiative; 2008. 5 Pasteur, K. From Vulnerability to Resilience: A framework for analysis and action to build community
resilience. ISBN 978 1 85339 718 9. UK: Practical Action Publishing; 2011. 6 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Umum Kelurahan/Desa Tangguh Bencana;2012. 7 Ashar,F., Amaratunga,D., Haigh, R . Tsunami Evacuation Routes Using Network Analysis: A case study in
Padang . Procedia Engineering 212 (2018) 109–116. Published by Elsevier Ltd; 2018. 8 Gjerde,M.,de Sylva,S. Governance and Recovery: Comparing Recent Disaster Recoveries In Sri lanka and
New Zealand. Procedia Engineering 212 (2018) 527–534. 7th International Conference on Building
Resilience; Using scientific knowledge to inform policy & practice disaster risk reduction, ICBR2017, 27 –
29 November 2017, Bangkok, Thailand. Published by Elsevier Ltd.; 2018. 9 Moreno,J., Lara,A., Torres, M. Urban Resilience in Post-Disaster Reconstruction: Towards a Resilient
Development in Sichuan, China. International Journal of Disaster Risk Reduction 33 376–384. Elsevier Ltd.;
2020. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2018.10.024. Accessed 1 March, 2021 10 Carreno, M.L., et.al. Holistic Disaster Risk Evaluation for the Urban Risk Management Plan of Manizales,
Colombia. Int J Disaster Risk Sci (2017) 8:258–269; 2017. DOI 10.1007/s13753-017-0136-7.
www.springer.com/13753/ . Open Access available in Creative Commons Attribution 4.0 International
License ( http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ ) Accessed 1 March, 2021. 11 Djalante,R., Holley,C., Thomalla, F. Adaptive Governance and Managing Resilience to Natural Hazards.
Int. J. Disaster Risk Sci. 2011, 2 (4): 1–14; 2011. doi:10.1007/s13753-011-0015-6. This article is published
with open access at Springerlink.com www.ijdrs.org www.springer.com/13753/ . Accessed 1 March, 2021. 12 Guo, Y. Urban Resilience in Post-Disaster Reconstruction: Towards a Resilient Development in Sichuan,
China. Int. J. Disaster Risk Sci. 2012, 3 (1): 45–55; 2012. doi:10.1007/s13753-012-0006-2. This article is
published with open access at Springerlink.com www.ijdrs.org www.springer.com/13753/ . Accessed 1
March, 2021 13 Daulat, A., Hadiwijaya L. Salim. Pola Ruang Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana. Manajemen Bencana
Dan Pembangunan Berkelanjutan Di Pesisir Selat Sunda. ISBN: 978-623-256-432-9 e-ISBN: 978-623-256-
430-5 Bogor: PT Penerbit IPB Press.2020 14 Permen KP No. 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Perhitungan Batas Sempadan Pantai 15 PP No. 51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai 16 https://pojokrakyat.com/pembangunan-huntap-di-desa-kunjir-rajabasa-sudah-25-persen/
17 https://lampungtoday.com/2018/12/25/dua-bangunan-sd-di-kunjir-rusak-berat-di-terjang-tsunami-lamsel/
18 https://udaindra.blogspot.com/2019/11/jelajah-lampung-bagian-8-desa-wisata.html
19 https://hmgf.fmipa.ugm.ac.id/geopark-destinasi-wisata-edukasi-pilihan/
20 Perpres 9 Tahun 2019 Tentang Pengembangan Taman Bumi (Geopark)
21 https://www.haryhermawan.com/2019/06/geowisata-tata-kelola-geopark.html
top related