lap urinalisis
Post on 16-Feb-2015
151 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK
URINALISIS
Oleh :
GOLONGAN R
1. Cindy Laurens (2443010016)2. Linawati Sutrisno (2443010021)3. Sepvan Valeri (2443010026)4. Herlina Purnama (2443010040)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2012
I. Tujuan
Mempelajari teknik pemeriksaan urin, meliputi teknik pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
kimiawi
II. Dasar Teori
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi
saluran kemih, batu ginjal, skrining, dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau
perkembangan penyakit seperti diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan
skrining terhadap status kesehatan umum.
Mekanisme pembentukan urin yaitu pembentukan urin yaitu dimulai dari mengalirnya darah
ke dalam glomeruli yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah
yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-garam dan
glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasidan berisi banyak air serta elektrolit akan
ditampung diwadah yang menelilingi setiap glomerulus seperti cocrong (kapsul Bowman)
dan kemudian disalurkan ke pipa kecil (tubuli). Tubuli ini terdiri dari bagianproksimal
(terjadi reabsorpsi garam Na, air, glukosa dan ureum) dan distal,yang letaknya masing-
masing dekat dan jauh dari glomerulus, kedua bagian ini dihubungkan oleh sebuah
lengkungan (Henles loop). Disini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen
yang sangat penting bagitunuh, seperti glukosa dan gara-garam antara lain ion Na+
(reabsorpsi pasif Na dan K) tanpa air dan reabsorpsi aktif Cl-. Zat-zat ini dikembalikan pada
darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak bergunaseperti ampas
perombakan metabolism protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Sebelum ke saluran pengumpul ditubulus distalada dua bagian, bagian pertama temapat
terjadinya reabsorpsi aktif Na tanpaair dan dibagian kedua ion Na ditukarkan dengan ion K+
atau NH4+. Dan akhirnya filtrate dari semula tubuli ditampung disuatu saluran
pengumpul(ductus colligedins), dimana terutama berlangsung penyerapan air kembali.Filtrat
disalurkan kekandung kemih dan ditimbun disini sebagai urin.
Ada beberapa macam-macam sampel urin
1. Urin sewaktu yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukandengan
khusus. Urin jenis ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yangmenyertai pemeriksaan
badan tanpa pendapat khusus
2. Urin pagi yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelahbangun tidur.
baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein dan baikjuga untuk tes kehamilan
berdasarkan adanya HCG 9human chrionicgonadotropin) dalam urin.
3. Urin Post-Prandial yaitu Urin yang dikemihkan 2 jam setelah makan, spesimen ini
biasanyauntuk pemeriksaan glukosa dalam urin sesudah makan
4. Urine 3 dan 2 porsi
Biasanya untuk mengetahui lokasi kelainan saluran kemih, atau infeksiprostat. Urin yang
ditampung dengan 3 (tiga) bagian :
Bagian I : 20 hingga30 ml pertama,
Bagian II : Urin berikutnya,
Bagian III: urin 1/3 bagian terakhir.
Untuk urin 2 porsi caranya serupa hanya saja bagian ke tiga ditiadakan dangelas atau
bagian pertama dditampung 50-75 ml urin
5. Urin 24 Jam
Sampel urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Biasanya untuk pemeriksaan kimia
kuantitatif, seperti kalsium, fosfat, protein, 17-hidroksiketosteroid
6. Midstream Clean CatchUrin yang ditampung persis seperti urin 3 (tiga) bagian, namun
yangdigunakan hanya bagian kedua, biasanya untuk pemeriksaan kultur danskrining
rutin
7. Suprapubic aspires iUrin yang diperoleh dengan cara aspirasi urin dari kandung kemih
8. Kateterisasi Urin yang dikumpulkan dengan cara memasukkan kateter ke dalamkandung
kemih melalui urethra.
Adapun rmacam-macam bahan pengawet yang biasa digunakandalam mengumpulkan
sampel urin antara lain :
1. Toluena
Pengawet ini banyak dipakai, hampir mrndekati sifat pengawet allround. perombakan
urin oleh kuman dihambat, lebih-lebih dalam keadaandingin, baik untuk mengawetkan
glukosa, aseton dan asam aceto asetat.Pakailah sebanyak 2-5 ml toluene untuk
mengawetkan urin 24 jam, jumlah inidimasukkan kedalam botol penampung dan tiap
kali ditambahkan urin, botol harus dikocok baik-baik.
2. Thymol
Sebutir thymol sebagai pengawet mempunyai daya seperti toluene juga. Jika jumlah
thymol terlalu banyak ada kemungkinan terjadi hasil positif palsu pada reaksi terhadap
proteinuria dengan cara pemanasan denganasam asetat.
3. Formaldehida
Khusus dipakai untuk mengawetkan sedimen, penting untukmengawetkan sedimen jika
hendak mengadakan penilaian kuantitatif atasunsure-unsur dalam sedimen. Pakailah
sebanyak 1-2 ml larutan formaldehid 40% untuk mengawetkan urin 24 jam. Campur
baik-baik tiap kali ditambah urin. Jika jumlahnya terlalu besar akan mengadakan reduksi
pada tesbenedict dan mengganggu tes Obmayer untuk menyatakan adanya indikan.
4. Asam sulfat pekat
Asam ini dipakai untuk mengawetkan urin guna penetapan kuantitatif calcium, nitrogen
dan kebanyakan zat inorganic lain. Jumlah yang harusdiberikan ialah sebanyak itu
hingga pH urin tetap lebih rendah dari 4,5(control dengan kertas nitrazin). Reaksi asam
mencegah terlepasnya N dalam bentuk amoniak dan mencegah juga terjadinya endapan
calciumfosfat.
5. Natrium karbonat
Khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen jika hendakmenentukan ekskresinya
per 24 jam. masukkanlah kira-kira 5 gram natrium karbonat dalam botol penampung
bersama dengan beberapa ml toluene.
SPESIMEN
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina,
perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu
temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam
sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar
membuang beberapa millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien
perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus
memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang
diperlukan kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar.
Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup bagus untuk
pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine satu malam
mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk
mengalamipemekatan.
Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin. Hindari sinar matahari
langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan gunakan urin yang mengandung
antiseptik.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan pemeriksaan
terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi validitas hasil. Analisis
harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan spesimen. Dampak dari
penundaan pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk dalam sedimen mulai mengalami
kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga
mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin dan urobilinogen dapat
mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH, glukosa mungkin turun, dan badan
keton, jika ada, akan menguap.
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan kekeruhan.
Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna
kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urine;
urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang.
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam)
atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular
berlebihan atau protein dalam urin.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada pengambilan
acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus dilakukan secara
berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan
adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau
eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna urin. Kencing
berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab
nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi
saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab
nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab
nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat :
levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
ANALISIS DIPSTICK
Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang
mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip
merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit.
Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin,
urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.
Glukosa
Salah satu reagen yang dapat digunakan untuk melakukan tes ada tidaknya glukosa adalah
dengan benedict yang menggunakan sifat glukosa sebagai sifat pereduksi. Benedict adalah
reagen yang berwarna biru jernih (karena mengandung kupri, Cu++) tetapi ketika
dicamburkan lalu dipanaskan hingga mendidih dengan suatu substrat yang mengandung
glukosa di rantai kimianya, ion kupri akan direduksi menjadi Cu+ atau kupro lalu dioksidasi
menjai Cu2O. Hasil oksidasi ini akan menghasilkan substrat yang berwarna orange-
kecoklatan yang tidak bisa dilarutkan di air.
Cara kerja Benedict
Ketika reagen benedict dicampurkan dan dipanaskan dengan glukosa, di mana glukosa
memiliki elektron untuk diberikan, tembaga(salah satu kandungan di reagen benedict) akan
menerima elektron tersebut dan mengalami reduksi sehingga terjadilah perubahan warna.
Selama proses ini Cu2+ tereduksi menjadi Cu+. Ketika Cu mengalami reduksi, glukosa
memberikan salah satu elektronnya dan dioksidasi. Karena glukosa mampu mereduksi Cu
pada benedict, maka glukosa disebut sebagai gula pereduksi.
Glukosa bukanlah satu-satunya gula pereduksi. Segala macam karbohirat yang secara
struktural mampu memberikan elektron kepada larutan benedict (atau reagen yang mirip)
masuk ke dalam kategori ini, misalnya fruktosa, laktosa dan maltosa. Secara umum, benedict
ini akan memberikan hasil positif dari gugus aldehid dan juga keton alfa hidroksil. Jadi
misalnya saja pada fruktosa sekalipun bukanlah gula pereduksi namun karena fruktosa
termasuk ke dalam keton alfa hidroksil maka akan terbentuk endapan merah bata pada
larutan fruktosa yang ditambahkan reagen benedict.
Pemeriksaan dengan reagen benedict paling sering untuk mendeteksi glukosa dalam urin.
Jika kadar glukosa dalam urin melebihi kadar normal, maka penderita mungkin mengalami
glukosuria yaitu penyakit yang terjadi karena adanya peningkatan kadar glukosa dalam
darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorbsi glukosa, dengan
melihat ada tidaknya glukosa dalam urin pasien, contohnya diabetes mellitus. Jika hasil
benedict memberikan hasil yang positif pada seorang pasien, alangkah baiknya jika
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis.
Reagen lain yang dapat mengidentifikasi adanya glukosa dalam urin adalah Fehling. Cara
kerja Fehling hamper sama dengan Benedict yaitu mereduksi Cu2+ menjadi Cu2O sehingga
menghasilkan endapan merah bata.
Untuk pengukuran glukosa urine lai dapat menggunakan reagen strip. Caranya pada reagen
strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh
tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10
mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis.
Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan
protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air
panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan
petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit
glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin
dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit
tubulointerstitiel.
Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan
mukoprotein.
Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak
terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke
dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus
parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder),
CHF disertai ikterik.
Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum,
tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar
urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di
sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan
ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas
kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada :
destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab
apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada
ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang
dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh
kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran
pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-
basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa
menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-
obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi
pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan
berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap
albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang
akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi.
Urine dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau
Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis
tubulus ginjal, spesimen basi.
pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik
(kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu
pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
Berat Jenis ( Specific Gravity, SG )
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat
terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi
ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan
pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai
≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan
kemampuan untuk memekatkan urine.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia
dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat
tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi
secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah.
Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-
glukosa.
Darah ( Blood )
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk hematuria,
hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi
hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang
utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini
memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang disebabkan karena
danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine encer,
pH alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin
dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot
skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat
molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid
atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase.
Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet
formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat
tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.
Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk
menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-
hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama
untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton
sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal
untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton
yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet
tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan
gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh
mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.
Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang
kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli,
Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan
mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih
minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak
semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat,
atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan
tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah
menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan
segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di
luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine
merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup
banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin
tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama
4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.
Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit
esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau
sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak
akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi
(>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat
tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu
pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Gelas ukur
2. Wadah urin
3. Batang pengaduk
4. Pipet
5. Urometer
6. Lampu UV
7. Indikator Universal
8. Bunsen
9. Tabung reaksi
10. Rak tabung reaksi
11. Penjepit kayu
Bahan :
1. Fehling A dan B
2. Benedict
3. Asam asetat 6%
4. Reagen strip
5. Na nitroprusid
6. (NH4)2SO4 jenuh
7. NH4OH encer
8. BaCl2 10%
9. Reagen Schlesinger
10. Larutan Fouchet
11. FeCl3
12. Tinetuza Iodii Spirituosa
13. Urin
IV. Cara Kerja
Pemeriksaan Fisis :1. Jumlah : ukur urine dengan gelas ukur catat berapa volumenya2. Bau : sampel dibau3. Buih : periksa buih dalam sampel (mudah berbuih/tidak)4. Warna : amati warna sampel 5. Kejernihan : amati kejernihan sampel6. Berat jenis : periksa dengan urometer. Caranya : Kalibrasi urometer dengan aquadest (aquadest dalam gelas ukur). Baca meniscus urometer
dengan skala (skala 0,01) catat Isi gelas ukur dengan urine ¾ penuh. Tempatkan ditempat datar, hilangkan buih dengan
kertas saring/1 tetes eter Masukkan urometer, putar pada sumbunya, jangan menyentuh dinding gelas ukur Baca meniskus catat, hitung BJ urine
Pemeriksaan Kimiawi :1. Derajat Keasaman (pH) : celupkan kertas indicator pH ke dalam urine (bagian warna tidak
boleh menyentuh dinding) kemudian tiriskan lalu bandingkan dengan alat pengukur pH
2. Tes glukosa urine : Dengan Fehling :
Tidak ada didihkan kemudian perubahan baca hasilnya warna
2 ml Fehling A + 1 ml urine +
2 ml Fehling B Dengan Benedict :
hasil
5 ml reagen Benedict api kecil (5’) + hingga mendidih 8 tetes urine
3. Tes rebus :
baca hasil
3 ml urine bakar tetesi 2-3 bakar lagisampai tetes asam sampai
mendidih acetat 6% mendidih4. Tes badan keton :
Amati Ter bentuk Cincin ungu
2 ml urine tambahkan tambahkan atau tidak + 2-3 tetes NH4OH pekat
2 ml (NH4)2SO4 jenuh lar. Na-Nitroprusid melalui dinding
5. Tes Bilirubin :
Saring larutan filtrate dipakai dengan kertas untuk reaksi
saring schlesinger3 ml urine +
3 ml BaCl2 10% ditetesi dengan lar. Fouchet 1-2 tetes kemudian amati warna endapan
6. Tes urobilin :
Fluoresensi (+) tidak dpt dipakai
3 ml filtrate urin
dari reaksi Harrison Fluoresensi (-) + 3 ml reagen
schlesinger
saring + 1-2 tetes dengan kertas amoniak encer saring kemudian
(+) fluoresensi hijau tambahkan lar. Tinetuza Iodii(baca dalam kotak urobilin dengan sinartak langsung
7. Tes Carik Celup
1. Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah.
2. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan
urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di
atas secarik kertas tisu.
3. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna
rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip.
Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika
membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan
dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam
pembacaan secara visual.
V. Hasil Pengamatan
Praktikum I
Pemeriksaan Fisis
1. Bau : normal (tidak keras)
2. Warna : normal (kuning muda)
3. Buih : normal (putih)
4. Kejernihan : normal (jernih)
5. Berat jenis : 1,02 + 0,0046 = 1,0246
Suhu ruang = 29 ºC
Suhu urometer = 15ºC
29 – 15 = 4,6 x 0,001 = 0,0046
3
Pemeriksaan kimiawi
1. PH : 6 (NORMAL)
2. Tes Glukosa
Fehling = tetap biru ( -)
Benedict = tetap biru muda ( - )
3. Tes rebus = tidak ada endapan ( - )
4. Tes badan keton = tidak membentuk cincin ungu ( - )
Praktikum II
No
.Tes uji Urine penderita Urine normal
1. Bilirubin ( - ) ( - )
2. Urobilin ( + ) ( + )
3.Badan
keton( - ) ( - )
4.Carik
celup
glukosa ( + ) + 4 (1000 mg/dl) normal
protein ( + ) + 1 (30 mg/dl) ( - )
bilirubin ( - ) ( - )
urobilin ( - ) normal
pH 7 6
densitas 1,030 1,005
darah ( + ) +3 (1,0 mg/dl) ( + ) 1 (0,06 mg/dl)
Keton ( + ) +1(15 mg/dl) ( - )
nitrit ( + ) + 1 ( - )
leukosit ( + ) 500 leu/µl ( - )
VI. Pembahasan
Urin penderita mengandung kadar glukosa yang berlebih (kadar glukosa normal 0-15
mg/dl) sehingga kemungkinan penderita mengalami glukosuria, seperti pada penderita
diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan
tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal
glukosuria kehamilan dan sindroma Fanconi.
Selain itu pada urin penderita terdapat adanya protein(kadar normal protein 0-10 mg/dl)
sehingga penderita mungkin mengalami proteinuria.
Kadar pemeriksaan normal leukosit dalam urin berjumlah <10 leu/µl, namun pada urin
penderita jumlah leukosit pada urin mencapai 500 leu/µl. Hal ini menandakan penderita
mengalami infeksi berat atau terdapat nanah dalam urin sehingga kemungkinan besar penderita
mengalami infeksi kandung kemih.
Sedangkan pada urin normal, keton dan nitrit harus bernilai negatif, sedangkan pada
urin penderita keton dan nitrit bernilai positif. Nilai positif pada nitrit menunjukkan
bahwa adanya infeksi bakteri atau kerusakan pada saluran kemih. Sedangkan nilai
positif pada keton menunjukkan bahwa adanya kemungkinan menderita penyakit
diabetes ketoasidosis, insulin berlebih, kurangnya asupan makanan, nausea(pusing)
dan vomiting (muntah), diet yang terlalu ketat, kelaparan, stress, dan demam karena
infeksi.
VII. Kesimpulan
Urin pada penderita menunjukkan kemungkinan penderita tersebut mengalami glukosuria,
proteinuria, infeksi kandung kemih, infeksi bakteri, diabetes ketoasidosis, insulin berlebih, atau
diet yang terlalu ketat. Namun hal ini perlu dipastikan lagi dengan adanya pemeeriksaan
anamnesis dan tes lain di laboratorium kesehatan.
VIII. Daftar Pustaka
1. Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta Timur:Dian Rakyat
2. Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2000. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Kompotindo
3. http//www.google.com//urinalisis
4. Ganiswarna Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapan, edisi V. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
5. http://www.klikdokter.com/tanyadokter/read/2009/06/18/5376/leukosit-urin-500
6. http://www.anytestkits.com/utk-protein-in-urine.htm
top related