kualitas pelayanan perizinan di kantor ......memberi banyak kasih sayang, semangat, dan doa sehingga...
Post on 31-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN
DI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (KPPT)
KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh:
WAHYU PRASETYO HARIBOWO
NIM D1108518
SKRIPSI
Diajukan Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
PROGRAM S-1 ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Surakarta, 18 Juni 2010
Herwan Parwiyanto, S. Sos, M.Si
NIP. 197505052008011033
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari : Selasa
Tanggal : 27 Juli 2010
Panitia Penguji
1. Drs. Sudarto, M.Si. (…………………………...)
NIP. 195502021985031006 Ketua
2. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si. (……………………………)
NIP. 195909071987021001 Sekretaris
3. Herwan Parwiyanto, S. Sos, M.Si (...........................................)
NIP. 197505052008011033 Pe nguji
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, S.U.
NIP. 195301281981031001
iv
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah (urusan yang lain) dengan
sungguh-sungguh.
(Q. S. Alam Nasyrah : 6-7)
Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi
indah dan dengan agama hidup menjadi terarah.
(H. A. Mukti Ali)
Meski terdengar konyol, aku berkata bahwa revolusi yang sejati itu pada
dasarnya digerakkan oleh perasaan cinta. Adalah tidak mungkin untuk
memikirkan revolusi yang sebenarnya tanpa cinta.
(Ernesto ”Che” Guevara)
v
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, karya
sederhana ini kupersembahkan untuk:
Ø Bapak dan ibuku tersayang yang telah
memberi banyak kasih sayang, semangat,
dan doa sehingga aku bisa menjadi seperti
sekarang,
Ø Adikku tersayang,
Ø Keluarga besarku,
Ø Almamaterku yang membuat aku bangga.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan berkah dan rahmatnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta”.
Penyusunan skripsi ini dilaksanakan untuk melengkapi tugas-tugas
sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami
hambatan, tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka
hambatan tersebut dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Herwan Parwiyanto, S. Sos, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah menyediakan waktunya, kesabarannya untuk membimbing dan
memberi arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Rino Ardhian Nugroho, S.Sos, M.TI selaku pembimbing akademis dan
sekaligus sebagai Sekretaris Jurusan S1 Non-Reguler yang telah memberi
bimbingan akademis dan bantuan dalam menyelesaikan studi.
3. Bapak Drs, Supriyadi SN, SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vii
4. Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian
5. Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan
Pengaduan KPPT Kota Surakarta yang telah berkenan meluangkan waktunya
untuk memberikan informasi yang diperlukan penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Seluruh pegawai di KPPT Kota Surakarta yang telah memberikan bantuan
terhadap penulisan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan ST-AN ’08 terima kasih untuk persahabatannya
selama ini, tidak akan ku lupakan kenangan indah bersama kalian, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
motivasi secara moril dan spirituil sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Semoga atas bantuan dan kebaikannya, Allah SWT melimpahkan
anugerah dan karunia-Nya. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan skripsi
ini walaupun segala upaya telah dilakukan untuk menyusun dengan sebaik
mungkin, atas saran dan kritik yang disampaikan diucapkan terima kasih. Penulis
berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Surakarta, 16 Juni 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
ABSTRAK .................................................................................................. xiii
ABSTRACT ................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. 13
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 16
A. Kualitas, Pelayanan, Jasa, Kualitas Pelayanan Jasa, Pelanggan
Dan Kepuasan Pelanggan ..................................................... 16
1. Kualitas ........................................................................... 16
2. Pelayanan ........................................................................ 20
ix
3. Jasa ............................................................................... 22
4. Kualitas Pelayanan Jasa ................................................ 25
5. Pelanggan ...................................................................... 28
6. Kepuasan Pelanggan ..................................................... 31
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 35
BAB III METODE PENELITIAN DAN DESKRIPSI
LOKASI .................................................................................. 38
A. Metode Penelitian ............................................................... 38
1. Jenis Penelitian ............................................................. 38
2. Lokasi Penelitian ........................................................... 38
3. Tehnik Pengumpulan Data ............................................ 39
4. Sumber Data …………………………………............... 40
5. Validitas Data ................................................................. 42
6. Tehnik Analisis Data …………………………………... 43
B. Deskripsi Lokasi .................................................................... 45
1. Sejarah Pembentukan KPPT Pemerintah Kota Surakarta .. 45
2. Perkembangan KPPT Pemerintah Kota Surakarta ……… 47
3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi KPPT …………… 49
4. Struktur Organisasi dan Kepegawaian KPPT Pemkot
Surakarta ………………………………………………… 50
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................... 54
A. Kualitas Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta ....... 54
1. Bukti Langsung (tangibles) ............................................. 56
x
2. Kehandalan (reliability) ................................................... 66
3. Daya Tanggap (responsiveness) ....................................... 77
4. Jaminan (assurance) .......................................................... 83
5. Empati (empathy) .............................................................. 88
B. Faktor Penghambat Dalam Pelayanan Perizinan Di KPPT
Kota Surakarta ....................................................................... 91
C. Upaya Yang Dilakukan KPPT Kota Surakarta Untuk Mengatasi
Hambatan .............................................................................. 93
BAB V PENUTUP ................................................................................... 95
A. Kesimpulan ........................................................................... 95
1. Faktor Kualitas Pelayanan ................................................ 95
2. Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi hambatan ..................... 98
B. Saran ..................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I. 1 Durasi Waktu Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Surakarta Tahun 2009 ..................................... 9
Tabel I. 2 Rekapitulasi Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Surakarta Tahun 2008-2009 ........................... 11
Tabel IV. 1 Daftar Barang Inventaris Di KPPT Kota Surakarta .............. 58
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II. 1 Model Kerangka Pemikiran .................................................. 37
Gambar III. 1 Model Analisis Interaktif ...................................................... 44
Gambar III. 2 Struktur Organisasi KPPT Kota Surakarta ............................ 53
Gambar IV. 1 Prosedur Pelayanan Perizinan KPPT Kota Surakarta ........... 68
xiii
ABSTRAK WAHYU PRASETYO HARIBOWO, D1108518, Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010, 96 Halaman.
Pelayanan kepada masyarakat merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan. Pelayanan umum adalah hak bagi setiap warga negara, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator untuk mewujudkannya. Selaras dengan adanya kebijakan otonomi daerah juga tuntutan masyarakat yang semakin besar untuk mewujudkan good governance.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang berusaha untuk mengungkapkan fakta sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sumber data meliputi: Kepala Kantor, Seksi Evalap, Back Office, Customer Service, Front Office, Kasir, Orang yang mengurus IMB, IUP, IUI, TDG, TDP, Izin Reklame dan Izin Rumah Makan. Uji validitas data menggunakan teknik pemeriksaan triangulasi. Dalam mengukur kualitas pelayanan menggunakan lima indikator yaitu: Bukti langsung, Kehandalan, Daya tanggap, Jaminan, Empati.
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan indikator: Bukti langsung yaitu penggunaan alat yang modern, komputer dan anjungan informasi mandiri (touch screen) dalam menunjang pelayanan perizinan, Kehandalan yaitu kemudahan prosedur perizinan dan ketepatan durasi waktu dalam penyelesaian izin sudah sesuai dengan janji, Daya tanggap yaitu pemberian informasi yang jelas kepada pengguna jasa dan segera menindaklanjuti komplain dari pengguna jasa, Jaminan yaitu biaya yang dikenakan sesuai dengan aturan dan transparan, izin yang dikeluarkan dijamin legal, Empati yaitu kemudahan instansi untuk dihubungi via telpon, sikap baik dan sopan juga perhatian kepada pengguna jasa. Faktor penghambat antara lain: kerusakan pada komputer, printer dan kendaraan operasional, belum ada mesin penghitung otomatis, pemohon sulit ditemui ketika dilakukan survey, tidak segera diambil dan dibayar izin yang telah jadi. Cara mengatasi hambatan dengan memperbaikinya dan menggunakan komputer serta printer yang masih bisa dipakai, menggunakan kendaraan dari salah satu tim survey, menggunakan mesin hitung manual, menghubungi pemohon izin sehari sebelum survey, menghubungi pemohon izin lewat telpon atau surat kalau izinnya sudah jadi dan dapat diambil.
Kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta sudah berjalan dengan baik, hambatan dari pihak KPPT Kota Surakarta sendiri sebagian besar sudah dapat diatasi. Para pengguna jasa relatif merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti dalam memperoleh pelayanan perizinan.
xiv
ABSRTACT
WAHYU PRASETYO HARIBOWO, D1108518, The Service Quality of License in Integrated Permitting Service Office Surakarta: Thesis. Administration Science Department, Faculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta, 2010, 96 Pages.
Service to society constitutes important thing and has to be noticed. Public service is citizen’s rights and the government is a facilitator to implement, in line with the regional autonomy policy and the great society’s demand to create Good Governance.
This research is to find out the service quality of license in the Integrated License Service Office Surakarta. This is a qualitative descriptive research to reveal the facts and to describe the situation objectively. The data is collected with interview, observation and documentation. Data source includes: Head of Office, Field Evaluation Section, Back Office, Customer Service, Front Office, Cashier, and License Crews. Data Validity uses source triangulation. To measure the service quality uses five indicators: tangibles, reliability, responsiveness, assurance and empathy.
Based on the research, tangibles is the using of modern tools, computer and touch screen. Reliability is the easiness of the procedure and the time accuracy in handling the license. Responsiveness is the employee’s respond in giving the information and in handling the complaint. Assurance is the transparency of administration fee. Empathy is the good attitude of the employees and the easiness of the institution to be reached by phone. The obstacles factors are the damage of the computer, printer and operational vehicles; there is no automatic counting machine, difficulty to meet the applicants and the paying method. The obstacles can be solved by using the unbroken computer and printer, using one of the surveyor’s vehicles, using manual counting machine, and contact the applicant before surveying.
The conclusion is the service quality of license in the Integrated License Service Office Surakarta runs well enough and most of the obstacles have been solved. The applicants are satisfied the service.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan kepada masyarakat merupakan hal yang penting dan harus
diperhatikan. Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, pemerintah daerah di
berikan keleluasaan untuk mengelola daerahnya sendiri. Otonomi daerah
mengandung maksud bahwa pemerintah daerah lebih mengetahui berbagai
permasalahan yang ada di kabupaten/kota dimana masyarakatnya langsung
bersinggungan dengan pemerintah daerah. Otonomi daerah ini juga
menimbulkan berbagai macam dampak terhadap masyarakat. Salah satunya
adalah terbukanya komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat
yang selama ini terkesan tidak berjalan baik. Di satu sisi pemerintah daerah
menjadi lebih terbuka terhadap masyarakat menyangkut proses
penyelenggaraan pemerintahan sedangkan di sisi lain kekuatan tawar
masyarakat yang semakin besar. Apa yang menjadi keinginan dan tuntutan
mereka lebih di dengar serta diperhatikan oleh pemerintah daerah, dimana
salah satu keinginan serta tuntutan masyarakat adalah peningkatan pelayanan
umum bagi masyarakat.
Pemerintah daerah kaitannya dengan sistem penyelenggaraan
pemerintahan yang otonom menimbulkan kemandirian daerah itu sendiri
dalam mengelola tata pemerintahan yang lebih baik lagi. Tata pemerintahan
yang baik diantaranya adalah bagaimana memberikan pelayanan prima kepada
xvi
publik sehingga yang dirasakan adalah bentuk pelayanan yang semakin
memuaskan masyarakat. Dampaknya adalah daerah satu dengan daerah yang
lain semakin berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan yang baik,
murah, cepat, nyaman serta transparan kepada masyarakat.
Pelayanan umum merupakan hak bagi setiap warga negara. Pemerintah
hanyalah sebagai fasilitator untuk mewujudkan hak-hak masyarakat guna
mendapatkan pelayanan yang baik dan hal tersebut merupakan salah satu
fungsi dari pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Standart Pelayanan Minimal Bidang Dalam
Negeri Di Kabupaten/Kota Pasal 1 ayat (2) yaitu ”Pelayanan dasar kepada
Masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus
keperluan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
rakyat”. Namun Pada kenyataannya menunjukkan bahwa pelayanan belum
sepenuhnya berpihak kepada masyarakat.
Dengan demikian pemerintah daerah harus menyadari bahwa
pemberian otonomi pada setiap daerah hakekatnya adalah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat umum, tanpa memandang status
mereka, maksudnya adalah pemerintah dan aparatur negara merupakan abdi
masyarakat yang salah satu tugasnya adalah untuk melayani masyarakat secara
baik tanpa memandang orang tersebut kaya atau miskin. Penekanan dari
otonomi daerah adalah untuk menyediakan dan memberikan pelayanan yang
berkualitas bagi masyarakat sehingga pembangunan daerah bisa berjalan
xvii
dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta memberikan
dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dalam praktek good governance, pelayanan publik dalam hal perizinan
maupun non perizinan merupakan wujud pelayanan pemerintah daerah kepada
masyarakat seperti diketahui bahwa kebanyakan masyarakat memerlukan
dokumen-dokumen untuk mendukung berbagai aktivitasnya, bahkan beberapa
diantaranya merupakan kebutuhan yang vital bagi semua orang. Kualitas
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah juga mempengaruhi
minat para investor dalam menanamkan modalnya pada suatu daerah. Dunia
usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, murah serta tarif
yang jelas, karena selama ini masih sering ditemui pelayanan umum yang
lambat, mahal, berbelit-belit dan tidak jelas.
Dalam pra survey yang dilakukan peneliti di KPPT Kota Surakarta
masih ditemukan beberapa permasalahan, walaupun pihak KPPT telah
berusaha memberikan pelayanan yang baik, sebagaimana yang disampaikan
oleh Ibu Siti Khotimah, S. Sos selaku customer service:
”Pihak KPPT telah berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin, cepat, mudah serta transparan kepada pengguna jasa, namun ternyata masih ada juga beberapa masukan, kritikan dan saran dari penerima pelayanan bahwa pelayanannya kurang cepat, terutama pada saat jumlah pemohon izin yang harus dilayani cukup banyak (Sumber: Wawancara 12 Maret 2010).”
xviii
Terdapat juga pengguna jasa yang merasa pelayanan yang diterimanya
kurang optimal. Menurut Bapak Rudi yang sedang mengurus SIUP
sebagaimana termuat dalam wawancara berikut:
”Saya masih kesulitan dalam memenuhi syarat pembuatan SIUP, kurang menyertakan fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mas, jadi ya butuh waktu agak lama, saya tidak tahu kalau itu dibutuhkan (Sumber: Wawancara 12 Maret 2010).” Dengan demikian masih ditemui masalah dalam pelayanan perizinan di
KPPT Kota Surakarta. Hal tersebut akan menimbulkan persepsi masyarakat
terhadap kualitas pelayanan yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta.
Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan tersebut tentunya
mengharapkan pelayanan yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Moenir
(2008: 41-44) mengatakan tentang pelayanan yang baik yaitu:
1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan
yang cepat, dalam arti tanpa hambatan yang kadang dibuat-buat.
2. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian
kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu,
baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos foto
kopi/cetak), atau alasan untuk kesejahteraan.
3. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan
yang sama, tertib dan tidak pandang “bulu”.
4. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan
karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya
diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak
menentu.
xix
Agar pelayanan yang ideal tersebut dapat terwujud, maka ada beberapa
faktor yang mendukungnya, menurut Moenir (2008: 88) mengatakan bahwa:
”Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor pendukung yang penting,
diantaranya faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung
dalam pelayanan umum, faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan,
faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan
berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan, faktor pendapatan yang
memenuhi kebutuhan hidup minimum, faktor ketrampilan petugas dan faktor
sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan”.
Berbicara tentang pelayanan publik maka tidak lepas dari birokrasi
karena pemerintah menggunakan birokrasi dalam memberikan pelayanan pada
masyarakat, tetapi kenyataan membuktikan sejak agenda reformasi birokrasi
digulirkan, masyarakat belum merasakan perubahan yang cukup signifikan
pada pelayanan publik. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini
masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas
yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai
keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat
menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pemerintah dan aparaturnya.
Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka
pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan.
Untuk mewujudkan birokrasi yang baik dengan aparatur pemerintah
yang baik pula dalam melayani masyarakat memang tidak mudah, yang ada
justru sebaliknya yaitu adanya praktek aparat yang tidak berorientasi pada
xx
masyarakat, akan tetapi pada dirinya sendiri. Aparat semacam ini tidak
memahami hakekat jabatan dan tugas yang sedang mereka sandang, yaitu
sebagai abdi masyarakat. Akibatnya sering ditemui aparat yang justru
”melayani diri sendiri”.
Dampak nyata dari permasalahan tersebut seperti yang kita ketahui
bersama bahwa masih sering ditemui birokrasi menjadi komoditi bagi aparatur
pemerintah sehingga pelayanan umum menjadi lambat, mahal, berbelit-belit
dan tidak jelas, bahkan untuk hal kecil sekalipun seperti pembuatan KTP.
Berdasarkan kenyataan tersebut perlu dikembangkan satu sistem dan
mekanisme baru yang memungkinkan pelayanan umum bisa berjalan lebih
baik. Satu sistem yang lebih cepat, tepat, murah, mudah, jelas dan transparan
sehingga fungsi aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat benar-benar bisa
terwujud.
Berbagai upaya dan terobosan telah dilakukan Pemerintah Surakarta
untuk mewujudkan good governance dengan perubahan paradigma baru
dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat maupun dunia usaha. Salah satu
contoh pelayanan di bidang kesehatan dengan produk unggulan berupa
pengobatan gratis dengan pelayanan program Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Surakarta (PKMS). Perubahan kemajuan lain dalam bidang
administrasi dunia usaha adalah kemudahan dalam penerbitan izin usaha
seperti SIUP, HO, TDP, izin pariwisata, IMB maupun izin usaha lainnya.
xxi
Langkah nyata yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam
penanganan perizinan dunia usaha berada pada instansi Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu. Dengan adanya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu yang
menangani berbagai jenis perizinan secara terpadu dalam satu tempat
diharapkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
dapat lebih baik lagi. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu ini merupakan
wujud dari Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Pemerintah Kota Surakarta. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Pasal 1 ayat (6) menyebutkan
bahwa ”Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PPTSP) adalah perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan
fungsi mengelola semua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di
daerah dengan sistem satu pintu”.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, pada pasal 2 menyebutkan tentang tujuan
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah:
1. Meningkatkan kualitas layanan publik
2. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk
memperoleh pelayanan publik.
xxii
Sedangkan pada pasal 3 menjelaskan sasaran penyelenggaraan
pelayanan terpadu satu pintu adalah:
1. Terwujudnya sasaran penyelenggaraan publik yang cepat, murah,
mudah, transparan, pasti dan terjangkau.
2. Meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Terdapat 22 jenis pelayanan perizinan yang diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta yang terdiri dari 21 jenis
perizinan yaitu: Izin Mendirikan/Merubah/Merobohkan Bangunan (IMB),
Izin Penggunaan Bangunan (IPB), Advice Planning (AP), Ijin Lokasi,
Rekomendasi Lokasi, Izin Usaha Perdagangan (IUP), Izin Usaha Industri
(IUI), Tanda Daftar Gudang (TDG), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin
Gangguan Tempat Usaha (HO), Izin Pemasangan Reklame, kemudian ada
jenis perizinan pariwisata antara lain: Izin Industri, Izin Jasa Biro Perjalanan
Wisata, Izin Jasa Pemandu Wisata, Izin Jasa Impresariat, Izin Jasa Informasi
Pariwisata, Izin Jasa Konvensi, Izin Hotel, Izin Pondok Wisata, Izin Rumah
Makan, Izin Gedung Pertemuan Umum dan 1 pelayanan yang non perizinan
yaitu Pelayanan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS).
Pemerintah Kota Surakarta dalam penanganan perizinan oleh Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu telah menetapkan standar waktu pelayanan
dimana bagi setiap pengguna layanan diharapkan mengetahui akan kejelasan
waktu perizinan selesai atau jadi. Bukti komitmen pemerintah Kota Surakarta
dengan pemberian standar waktu penyelesaian perizinan dengan dibuktikan
pemberian papan informasi tentang standar waktu perizinan di depan pintu
xxiii
masuk Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Maksud pemberian papan
informasi ini adalah agar adanya kontrol bagi setiap pengguna layanan dunia
usaha di Kota Surakarta. Berikut tabel durasi waktu terhadap pelayanan
perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta:
Tabel I. 1
Durasi Waktu Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Kota Surakarta Tahun 2009
No Jenis Perizinan Durasi Waktu
1. Izin Mendirikan/ Merubah/ Merobohkan Bangunan
(IMB)
6 Hari
2. Izin Penggunaan Bangunan (IPB) + Rekomendasi
Lokasi
6 Hari
3. Advice Planning (AP) 4 Hari
4. Izin Lokasi 6 Hari
5. Izin Usaha Perdagangan (IUP) 4 Hari
6. Izin Usaha Industri (IUI) 4 Hari
7. Tanda Daftar Gudang (TDG) 4 Hari
8. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 4 Hari
9. Izin Gangguan Tempat Usaha (HO) 6 Hari
10. Izin Pemasangan Reklame 1 Hari
11. Izin Industri 4 Hari
12. Izin Jasa Biro Perjalanan Wisata 5 Hari
13. Izin Jasa Pemandu Wisata 5 Hari
14. Izin Jasa Impresaria 5 Hari
15. Izin Jasa Informasi Pariwisata 5 Hari
16. Izin Jasa Konvensi 5 Hari
17. Izin Hotel 7 Hari
xxiv
18. Izin Pondok Wisata 5 Hari
19. Izin Rumah Makan 5 Hari
20. Izin Gedung Pertemuan Umum 5 Hari
Sumber : KPPT Kota Surakarta
Berdasarkan data tabel di atas menunjukkan bahwa Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Surakarta telah menetapkan kebijakan mengenai
standar waktu atau durasi waktu dalam proses penyelesaian pelayanan
perizinan. Papan informasi yang ada di depan kantor pelayanan memberikan
sebuah informasi kepada masyarakat pengguna layanan tentang mudah dan
begitu cepatnya dalam pembuatan perizinan. Reformasi pelayanan yang ada di
Pemerintah Kota Surakarta khususnya di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
telah menuju kearah kemajuan yang sangat berarti bagi pengguna layanan
perizinan di Kota Surakarta apabila dibanding dengan model pelayanan tempo
dulu yang sangat memakan waktu yang lama.
Sampai saat ini kondisi pelayanan publik di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Surakarta setelah menjadi sebuah kantor tersendiri
tentunya akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Struktur organisasi
birokrasi pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta sudah
menunjukkan adanya tanggung jawab terhadap kewajiban tugas pekerjaan
yang dilakukan secara pasti. Koordinasi pekerjaan dari berbagai seksi akan
lebih mudah dalam mewujudkan pelayanan publik khususnya di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta. Kualitas pelayanan publik yang
diberikan oleh pemerintah Kota Surakarta melalui Kantor Pelayanan Perizinan
xxv
Terpadu harus diberikan berdasarkan standar tertentu termasuk diantaranya
adalah durasi waktu layanan.
Berikut ini adalah Rekapitulasi pelayanan perizinan di KPPT Kota
Surakarta pada tahun 2008 dan 2009:
Tabel I. 2
Rekapitulasi Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Kota Surakarta Tahun 2008-2009
Tahun 2008 Tahun 2009
No
Jenis Perizinan Pemohon Cetak SK Pemohon Cetak SK
1. IMB 1320 1340 1202 1125
2. IPB + Lokasi 1431 1343 1264 1207
3. AP 257 245 261 234
4. SIUP 1752 1622 1798 1719
5. SIUI 157 137 169 160
6. TDP 1510 1372 1428 1336
7. TDG 24 22 64 51
8. HO 1498 1419 1365 1337
9. REKLAME 2972 2972 2441 2441
10. PARIWISATA 74 66 123 113
Jumlah 10995 10538 10115 9723
Sumber : KPPT Kota Surakarta
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bagaimana terselenggaranya
perizinan di KPPT Kota Surakarta dari perizinan IMB sampai izin pariwisata
juga jumlah pemohon dan SK yang telah dicetak. IMB pada tahun 2008, dari
pemohon yang berjumlah 1320 akan tetapi SK yang dicetak melebihi
xxvi
pemohon dengan jumlah 1340, hal ini disebabkan adanya pemohon yang
tercatat di tahun 2007 baru dapat membayar di tahun 2008.
Kemudian untuk izin IPB + Lokasi, AP, SIUP, SIUI, TDP, TDG, HO
dan pariwisata banyak yang tidak seimbang antara jumlah pemohon izin
dengan jumlah SK yang dicetak, hal ini disebabkan karena faktor dari
konsumen yang belum bisa segera membayar retribusinya ketika semua proses
administrasinya sudah selesai atau bisa juga pada saat mau minta tanda tangan
kepada Kepala KPPT, yang bersangkutan tidak berada ditempat, seperti ada
urusan keluar kota atau sedang sakit. Sehingga SK tidak bisa di cetak pada
akhirnya akan manambah waktu atau durasi proses penyelesaian layanan
perizinan. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan yang ada di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta dalam menyambut era reformasi
administrasi publik. Sedangkan untuk izin pariwisata dari tahun 2008 sampai
dengan tahun 2009 telah seimbang antara jumlah pemohon izin dengan jumlah
SK yang dicetak, hal ini disebabkan karena durasi waktu penyelesaian izin
cuma satu hari saja. Dengan bukti seperti ini menunjukkan komitmen serta
jaminan KPPT Kota Surakarta dalam memberikan pelayanan yang prima
kepada masyarakat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, bahwa penelitian
ini mengungkapkan masih adanya kesulitan yang dialami pengguna jasa dalam
memenuhi sebagian persyaratannya dalam memperoleh izin yang dibutuhkan,
dikarenakan kekurangtahuan pemohon izin mengenai syarat-syarat apa saja
yang dibutuhkan dalam mendapatkan izin tersebut. Sedangkan penelitian yang
xxvii
terdahulu hanya mengungkapkan, bahwa dokumen-dokumen tersebut
diperlukan oleh hampir semua orang untuk mendukung kelancaran
aktivitasnya. Belum memunculkan permasalahan yang ada di KPPT Kota
Surakarta.
B. Perumusan Masalah
Dengan melihat uraian diatas maka rumusan masalah yang
disampaikan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) Kota Surakarta?
b. Faktor apa saja yang menghambat Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta serta upaya apa yang
dilakukan KPPT Kota Surakarta untuk mengatasi hambatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti punya tujuan yang hendak dicapai.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta.
b. Untuk mengetahui Faktor apa saja yang menghambat Kualitas Pelayanan
Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota
Surakarta?
xxviii
c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan KPPT Kota Surakarta untuk
mengatasi hambatan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan manfaat yang dapat
diperoleh adalah:
a. Manfaat Teoritis
1. Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi pengetahuan Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai
Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT) Kota Surakarta dan faktor yang mempengaruhinya.
b. Manfaat Praktis
1. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
saran kepada instansi dalam upaya mengoptimalkan Kualitas
Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT)
Kota Surakarta.
2. Bagi peneliti berikutnya merupakan salah satu pertimbangan yang
digunakan untuk mengembangkan penelitian yang serupa agar
dimanfaatkan lebih luas lagi.
3. Bagi praktisi merupakan penambahan pengetahuan yang akan dapat
menambah wawasan dalam rangka meningkatkan kinerjanya sendiri.
xxix
4. Bagi peneliti dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Administrasi Negara
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
xxx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas, Pelayanan, Jasa, Kualitas Pelayanan Jasa, Pelanggan Dan
Kepuasan Pelanggan
1. Kualitas
Hal yang kerap dihubungkan disaat seseorang mengkonsumsi suatu
produk adalah kualitas dari produk itu. Apakah kualitas produk itu baik sesuai
dengan pengorbanan untuk memperolehnya ataukah sebaliknya. Sementara itu
belum banyak dari kita, dalam hal ini sebagai konsumen, yang belum tahu apa
itu kualitas. Kata kualitas itu sendiri mengandung banyak arti tergantung
orang yang mendefinisikannya.
Definisi mengenai kualitas menurut Goeths Davis, dalam Zulian Yamit
yang mengatakan bahwa kualitas adalah “Suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Goeths
Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek
hasil akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia,
kualitas proses dan kualitas lingkungan” (Zulian Yamit, 2004: 8).
xxxi
Sedangkan Endar Sugiarto (1999: 39) pada bukunya yang berjudul
Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa berpendapat mengenai kualitas.
“Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian
produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku ditempat produk tersebut
diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan
diharapkan oleh konsumen”.
Konsep kualitas itu sendiri pada dasarnya tergantung dari perspektif
yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasinya. Banyak para
pakar mengemukakan hal-hal atau dimensi-dimensi yang berkaitan dengan
kualitas. Menurut John Sviokla dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 146-147)
kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri dari aspek-aspek
sebagai berikut:
a. Kinerja (Performance). Kinerja disini menunjuk kepada karakter
produk inti yang meliputi merk, atribut-atribut yang dapat diukur, dan
aspek-aspek kerja individu.
b. Keragaman Produk (Features). Dapat berbentuk produk tambahan dari
suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Features
suatu produk biasanya diukur secara subyektif oleh masing-masing
individu (komponen) yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas
suatu produk/jasa. Karena itu, perkembangan kualitas suatu produk
menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan dengan
permintaan pasar.
xxxii
c. Kehandalan (Reliability). Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya
kemungkinan suatu produk yang mengalami keadaan tidak berfungsi
(malfunction) pada suatu periode. Kehandalan suatu produk yang
menandakan kualitas suatu produk. Hal ini semakin penting mengingat
besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan
apabila produk yang dianggap tidak reliable mengalami kerusakan.
d. Kesesuaian (Conformance). Kesesuaian suatu produk dalam industri
jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga
penghitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak bisa
diantisipasi dan beberapa kesalahan lain.
e. Daya tahan/Ketahanan (Durability). Ukuran ketahanan suatu produk
meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu
produk adalah sejumlah kegunaan yang diperoleh seseorang sebelum
penurunan kualitas. Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia
ekonomis suatu produk dilihat melalui jumlah kegunaan yang
diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan keputusan untuk mengganti
produk.
f. Kemampuan pelayanan (Serviceability). Kemampuan pelayanan bisa
juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dan kemudahan
kualitas suatu produk tapi juga waktu sebelum produk disimpan,
penjadualan pelayanan, proses komunikasi dengan staff, frekuensi
pelayanan perbaikan akan suatu produk dan pelayanan lainnya.
xxxiii
Variabel-variabel tersebut merefleksikan adanya perbedaan standart
perorangan mengenai pelayanan yang diterima.
g. Estetika (Aesthetic). Estetika suatu produk dilihat melalui bagaimana
suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana tampak luar suatu
produk, rasa maupun bau. Jadi estetik merupakan penilaian dan
refleksi yang dirasakan oleh konsumen.
h. Kualitas yang dipersepsikan (Percieved Quality). Konsumen tidak
selalu mempunyai informasi yang lengkap mengenai atribut suatu
produk dan jasa, tapi biasanya ia mempunyai informasi tidak langsung
mengenai produk tersebut.
Sementara itu menurut Joseph S. Martinich 1997, dalam Zulian Yamit
(2004: 11) mengemukakan bahwa spesifikasi dari dimensi kualitas produk
yang relevan dengan pelanggan dalam enam dimensi, yaitu:
a. Performance. Hal yang paling penting bagi pelanggan adalah apakah
kualitas produk menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau apakah
pelayanan diberikan dengan cara yang benar.
b. Range and Type of Features. Selain fungsi utama dari suatu produk
dan pelayanan, pelanggaran seringkali tertarik pada kemampuan atau
keistimewaan yang dimiliki produk dan pelayanan.
c. Reliability dan Durability. Kehandalan produk dalam penggunaan
secara normal dan berapa lama produk dapat digunakan hingga
perbaikan diperlukan.
xxxiv
d. Maintainability and Serviceability. Kemudahan untuk mengoperasikan
produk dan kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen
pengganti.
e. Sensory Characteristic. Penampilan, corak, rasa, daya tarik bau, selera,
dan beberapa faktor lainnya mungkin menjadi aspek penting dalam
kualitas.
f. Ethical Profile and Image. Kualitas adalah bagian terbesar dari kesan
pelanggan terhadap produk dan pelayanan.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas
dari suatu produk adalah kemampuan suatu produk baik itu barang maupun
jasa untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen baik individu atau
kelompok, internal maupun eksternal dengan cara penyampaian yang sesuai
dengan keinginan pelanggan dalam artian kualitas memiliki hubungan yang
erat dengan kepuasan pelanggan/pengguna jasa.
2. Pelayanan
Menurut Kotler dalam Lijan Poltak Sinambela, dkk (2008: 4-5)
pengertian pelayanan adalah “Setiap kegiatan yang menguntungkan dalam
suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya
tidak terikat pada suatu produk secara fisik”. Sedangkan Sampara Lukman
dalam Lijan Poltak Sinambela, dkk (2008: 5) berpendapat bahwa pengertian
pelayanan adalah “Suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
xxxv
interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik,
dan menyediakan kepuasan pelanggan”.
Sementara itu, pengertian pelayanan menurut Endar Sugiarto, (1999:
36) yang mengatakan bahwa “Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien,
pasien, penumpang, dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat
dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani”.
Di dalam perkembangannya pelayanan ini tidak terbatas pada
kebutuhan pribadi saja, akan tetapi juga kebutuhan yang bersifat kolektif,
disamping berkembang pula jenis maupun intensitasnya. Kegiatan pelayanan
bisa dilakukan antar individu, individu kelompok, maupun antar kelompok.
Kebutuhan pelayanan menjadi semakin kompleks terutama kebutuhan
terhadap hal-hal yang bersifat umum. Dari situ muncullah adanya kebutuhan
yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Sementara itu Moenir (2008: 26-27) menyampaikan pendapatnya
mengenai pelayanan umum, bahwa “Pelayanan umum adalah kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor
materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha
memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”.
Sedangkan Agus Dwiyanto (2006: 136) mengutarakan pendapatnya
lebih kearah pelayanan publik, yaitu “Pelayanan publik adalah serangkaian
aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan
warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga negara
xxxvi
yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), akta kelahiran, akta nikah, akta kematian, sertifikat tanah,
ijin usaha, ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin gangguan (HO), ijin
pengambilan air bawah tanah, berlangganan air minum, listrik dan
sebagainya”.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan mengenai pengertian
pelayanan adalah suatu tindakan atau aktivitas dari seseorang atau sekelompok
orang untuk memenuhi kebutuhan, kepentingan dan harapan orang lain yang
tingkat kepuasannya hanya bisa dirasakan oleh pihak yang terlibat secara
langsung yaitu pengguna layanan atau biasa disebut konsumen dan pemberi
pelayanan. Pelayanan dapat berjalan dengan baik apabila petugas yang
melakukan pelayanan bisa mengerti bahwa kedudukannya sebagai abdi
masyarakat.
3. Jasa
Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit, kata jasa itu
sendiri mempunyai banyak arti. Definisi mengenai jasa masih belum ada satu
definisi yang bisa diterima secara bulat walaupun sejumlah ahli telah berupaya
untuk merumuskan definisi jasa secara konsklusif.
Menurut Kotler dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 5) mengatakan bahwa
jasa adalah “A service is any act or performance that one party can offer to
another that is essentially intangiable and does not result in the ownership of
anything. Its production may or may not be tied to physical product”. (Jasa
xxxvii
adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke
pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan kepindahan
kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik
atau tidak.
Selanjutnya, Valarie A. Zethaml dan Mary Jo Bitner (1996) dalam
Rambat Lupiyoadi (2001: 5) memberikan batasan tentang service (jasa)
sebagai berikut “Service is all economic activities whose output is not a
phisical product or construction is generally consumed at that time it is
produced, and provides added value in forms (such as convenience,
amusemen, comfort or health)”. (Jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang
outputnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi
dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang
diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, liburan, kesenangan, dan
kesehatan).
Menurut McColl, Callaghan & Palmer, 1998 dalam Gilmore &
D’Souza, 2006 dalam Service Excellence In E-Governance Issues: An Indian
Case Study, JOAAG, Vol. 1. No. 1 mengatakan bahwa “Services have
characteristics that distinguish them from products including intangibility,
inseparability, variability, perishability and inability to own a service. These
characteristics are described in order to understand the nature of a service
offered. ISO 9004 has highlighted the fact that a good quality service can lead
to improvements in market share, cost reduction, improved productivity and
efficiency and customer satisfaction (McColl, Callaghan & Palmer, 1998)”.
xxxviii
(Jasa memiliki karakteristik yang membedakan mereka dari produk yang
mencakup hal yang tak mudah dimengerti, tidak dapat dipisahkan, hal yang
berubah-ubah, dapat rusak dan ketidakmampuan untuk memiliki suatu
layanan. Ciri-ciri dijelaskan dalam rangka memahami sifat dari layanan yang
ditawarkan. ISO 9004 telah menyoroti fakta bahwa pelayanan yang
berkualitas baik dapat mengarah pada peningkatan pangsa pasar, pengurangan
biaya, peningkatan produktivitas dan efisiensi dan kepuasan pelanggan
(McColl, Callaghan & Palmer, 1998). (http://www.joaag.com/uploads/1-
_Gilmore_D_ Souza.pdf).
Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang atau
produk fisik. Zulian Yamit (2004: 21) mengemukakan ada beberapa
karakteristik jasa pelayanan yang dapat memberikan jawaban yang lebih
mantap terhadap pengertian jasa pelayanan, karakteristik jasa tersebut adalah:
a. Tidak dapat diraba (intangibility)
b. Tidak dapat disimpan (inability to inventory)
c. Produksi dan konsumsi secara bersama.
d. Memasukinya lebih mudah.
e. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar.
Sedangkan Griffin (1996) dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 6)
menyebutkan karakteristik tersebut sebagai berikut:
a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini
xxxix
adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk
kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman.
b. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari
produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat
(inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan
dan dikonsumsi secara bersamaan.
c. Customization. Jasa juga seringkali didesain khusus untuk kebutuhan
pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam setiap
jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa,
walaupun kadang pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari dengan
interaksi yang dilakukan. Jasa bukan merupakan suatu barang atau materi
yang bersifat fisik, jasa merupakan suatu proses atau aktivitas, dimana
aktivitas tersebut tidak berwujud dan hanya bisa dirasakan bersamaan dengan
ketika ia diproduksi dan menimbulkan kesan tertentu pada sisi emosional
seseorang, seperti kesenangan, kenyamanan, kepuasan, yang tingkatnya
berbeda-beda antara individu satu dengan individu yang lain, hal ini karena
kepuasan bersifat subyektif.
4. Kualitas Pelayanan Jasa
Secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah
memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas
pelayanan yang prima. Menurut Moenir (2008: 41-44), masyarakat sebagai
xl
pengguna jasa pelayanan tersebut tentunya mengharapkan pelayanan yang
baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Moenir mengatakan tentang pelayanan
yang baik yaitu:
a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan
yang cepat, dalam arti tanpa hambatan yang kadang dibuat-buat.
b. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau
untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada
permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas,
ganti ongkos foto kopi/cetak), atau alasan untuk kesejahteraan.
c. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap
kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang “bulu”.
d. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan
karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya
diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang
tidak menentu.
Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Lenvine (1990) dalam Agus
Dwiyanto (2006: 143-144) untuk menilai kualitas pelayanan itu sendiri,
setidaknya harus memenuhi tiga indikator, yaitu:
a. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia
layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan
pengguna layanan.
xli
b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan
administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan.
c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai
dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang
dalam masyarakat.
Sedangkan Zeithaml, Berry dan Parasuraman, 1985 dalam Zulian
Yamit (2004: 10-11) berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang
digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan.
Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah:
a. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai dan sarana komunikasi.
b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan
pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang
telah dijanjikan.
c. Responsiveness (daya tangkap) yaitu keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko
ataupun keragu-raguan.
xlii
e. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan
pelanggan.
Dari berbagai macam definisi diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa
kualitas pelayanan jasa yaitu kemampuan organisasi pemberi jasa, dengan
aktivitasnya yang tidak bersifat fisik untuk memenuhi kebutuhan/harapan para
konsumen baik itu individu maupun kelompok, secara langsung atau tidak,
dimana tingkat kualitasnya bisa dirasakan oleh konsumen ketika jasa
disaajikan, serta kualitas pelayanan jasa ini dapat diukur melalui beberapa
indikator yang mengakibatkan seseorang tersebut dapat merasa puas atau tidak
puas.
5. Pelanggan
Pada saat instansi pemerintah berusaha untuk mendefinisikan siapa
pelanggannya/pengguna jasanya, mungkin akan bingung. Kadang kala,
pelanggannya adalah publik atau masyarakat secara keseluruhan. Selalu ada
produk yang disebut sebagai “public goods” (barang umum), tapi ada juga
“private goods” (barang pribadi). Namun demikian, banyak pelayanan publik
yang mengkombinasikan baik aspek publik maupun aspek pribadi.
Menurut Endar Sugiarto (1999: 33) mendefinisikan pelanggan adalah
“Orang-orang yang datang kepada anda (para petugas) dengan maksud, tujuan,
dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang diinginkan dengan cara
yang menyenangkan”.
xliii
Dalam Total Quality Management in Government, Steven Cohen dan
Ronald Brand dalam David Osborne dan Plastrik, (2000: 172) mengatakan
“Kita mendefinisikan pelanggan sebagai orang yang memanfaatkan barang
yang kita hasilkan”.
Dengan pengertian tersebut maka pelanggan semacam itu bisa disebut
sebagai complier atau subyek penegakan. Jika demikian kita akan mengatakan
bahwa penjahat adalah pelanggan dari polisi dan sipir penjara. Kita juga akan
menganggap bahwa organisasi bisnis yang berusaha mendapatkan ijin
kelayakan lingkungan sebagai pelanggan dari badan pemerintah pengatur dan
perlindungan lingkungan. Tetapi akan sangat riskan jika mencampuradukkan
antara complier dan pelanggan, karena itu perlu dibedakan diantara
pengertian-pengertian diatas menurut Osborne dan Plastrik, (2000: 172)
sebagai berikut:
a. Pelanggan Utama. Individu atau kelompok dimana pekerjaan anda
terutama dirancang untuk membantu mereka.
b. Pelanggan Sekunder. Individu atau kelompok lain dimana pekerjaan
anda dirancang untuk memberi manfaat kepada mereka tetapi sifatnya
tidak langsung pelanggan utama.
c. Complier. Adalah subyek penegakan, mereka yang harus mematuhi
hukum dan peraturan: misalnya, wajib pajak dalam kaitannya dengan
Kantor Pembayaran Pajak.
d. Stakeholder. Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan
dengan kinerja organisasi atau sistem pemerintah. Sebagai contoh,
xliv
guru dalam sekolah negeri, organisasi buruh atau kelompok bisnis
dalam kaitannya dengan badan yang mengurusi keselamatan dan
kesehatan kerja. Beberapa stakeholder mungkin pelanggan tetapi tidak
seluruhnya.
Sementara itu Zulian Yamit (2004: 75) mengatakan bahwa “Dalam
perusahaan yang bergerak di bidang jasa, pelanggan adalah orang yang
menggunakan jasa pelayanan.. pandangan tradisional ini menyimpulkan
bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah
proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk”.
Lebih lanjut lagi, Zulian Yamit (2004: 77) membagi pelanggan
menjadi tiga jenis, antara lain:
a. Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut
menangani proses pembuatan maupun penyediaan produksi dalam
perusahaan atau organisasi.
b. Pelanggan perantara (intermediate customer) adalah mereka yang
bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan
produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan
perantara ini bukan sebagai pemakai akhir.
c. Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai
akhir, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer).
Dari berbagai definisi yang dikemukakan diatas menandakan bahwa
pelanggan tidak sekedar ingin memperoleh apa yang dibutuhkannya, tetapi
juga proses pemberian pelayanan yang menyenangkan dari pemberi
xlv
pelayanan. Jadi para pemberi pelayanan, khususnya jasa juga harus
memperhatikan bagaimana mereka bisa memberikan pelayanan terbaiknya dan
menyenangkan bagi para pelanggan. Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa
pelanggan adalah seseorang atau sekelompok orang atau dapat juga instansi
yang menggunakan, memanfatkan juga mengkonsumsi produk yang
dihasilkan oleh produsen berupa barang maupun jasa baik itu secara langsung
maupun tidak langsung.
6. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan/penguna jasa menjadi isu sentral karena produk
institusi pelayanan adalah jasa. Dalarn industri jasa, pelanggan, merupakan
kunci keberhasilan organisasi. Semakin organisasi bisa memenuhi apa yang
diinginkan oleh pelanggan, maka organisasi tersebut akan dikatakan berhasil.
Tentang kepuasan pelanggan, Endar Sugiarto (1999: 39) memberikan
pandangan sebagai berikut “Agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan
kehendak pemakai jasa, maka ukuran keberhasilan pelayanan tidak muncul
dari pihak manajemen tapi dari pemakai jasa itu sendiri. Untuk mengetahui
tentang mutu pelayanan, perlu diketahui pendapat dari para pemakai jasa
tentang pelayanan yang diberikan”.
Menurut Fornell et al dalam Michael D. Johnson yang berjudul Joy
and disappointment in the hotel experience: managing relationship segments
Vol 19 No 1 Tahun 2009 menyatakan bahwa “Customer satisfaction is the
hub in a system that connects customer perceptions and emotional responses
xlvi
to subsequent behaviors and business performance. Customer satisfaction is
defined as a customer’s overall evaluation of an offering’s performance to
date (Fornell et al., 1996)”. (Kepuasan pelanggan adalah pusat dalam suatu
sistem yang menghubungkan pelanggan dan persepsi emosional tanggapan
terhadap perilaku berikutnya dan kinerja bisnis. Kepuasan pelanggan
didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan seseorang pelanggan terhadap
kinerja penawaran saat ini) (Fornell et al., 1996). (http://www.emeraldinsight.
com/Insight/viewPDF.jsp?Filename=html/Output/Published/EmeraldFullText
Article/Pdf/1080190101.pdf)
Mendefinisikan kepuasan bukanlah hal yang mudah karena pelanggan
memiliki berbagai macam karakteristik, baik pengetahuan, kelas sosial,
pengalaman, pendapatan maupun harapan. Jika harapan tersebut sesuai dengan
apa yang dialami dan dirasakan, bahkan melebihi, maka pelanggan tersebut
akan merasa puas demikian pula sebaliknya. Kepuasan pelanggan hanya bisa
diketahui setelah mereka menggunakan produk atau jasa pelayanan. Dengan
kata lain, kepuasan pelanggan merupakan hasil evaluasi setelah
membandingkan apa yang dirasakan. dengan harapannya. Dan penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang
dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang
diinginkan.
xlvii
Tidak jauh dari pendapat tersebut, Kotler dalam Rambat Lupiyoadi
(2001: 158) mengatakan bahwa “Kepuasan pelanggan merupakan tingkat
perasaan dimana seorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk
atau jasa yag diterima dan diharapkan”.
Sedangkan menurut Engel, et al (1990) dalam Fandy Tjiptono (2002:
146) mengungkapkan bahwa “Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna
beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil
(outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan
timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan”.
Dari beberapa definisi kepuasan pelanggan tersebut, maka setiap
instansi harus mengetahui apa yang diharapkan pelanggan dari produk dan
jasa yang dihasilkan. Hal itu dapat diketahui dengan tepat jika perusahaan
mengerti persepsi pelanggan akan kepuasan. Mengetahui persepsi pelanggan
akan kepuasan sangatlah penting agar tidak terjadi kesenjangan persepsi antara
perusahaan dengan pelanggan. Mengenai persepsi pelanggan Zulian Yamit
(2004: 78) mengatakan bahwa “Persepsi pelanggan terhadap kepuasan
merupakan penilaian subyektif dari hasil yang diperolehnya. Harapan
pelanggan merupakan referensi standart kinerja pelayanan, dan sering
diformulasikan berdasarkan keyakinan pelanggan tentang apa yang terjadi”.
Setelah kepuasan tercapai, hal lain yang perlu dilakukan adalah
mengukur sejauh mana pelayanan telah memuaskan pelanggan. Dengan kata
lain, bagaimana para penyedia jasa mengukur kepuasan pelanggannya. Untuk
melakukan pengukuran ini, Philip Kotler dalam Zulian Yamit (2004: 80)
xlviii
mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur
kepuasan pelanggan. Metode tersebut adalah:
a. Sistem pengaduan. Sistem ini memberikan kesempatan kepada
pelanggan untuk memberikan saran, keluhan, dan bentuk
ketidakpuasan lainnya melalui kotak saran.
b. Survei pelanggan. Survei Pelanggan merupakan cara yang umum
digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, baik melalui surat
pos, telepon. atau wawancara langsung.
c. Panel pelanggan. Perusahaan mengundang pelanggan yang setia dan
telah berhenti membeli produk atau kalah pindah ke perusahaan lain.
Terkait dengan semua penjelasan diatas, pelayanan yang diberikan
oleh Kantor Pelayanan Perzinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta merupakan
bentuk nyata dari penerapan teori-teori tersebut. Dikatakan demikian karena
produk yang dihasilkan oleh KPPT adalah jasa, khususnya bidang perizinan
dan non perizinan. Dalam hal ini KPPT bertindak sebagai institusi pemerintah
yang berfungsi sebagai pemberi/penjual jasa, sementara konsumennya adalah
masyarakat Surakarta yang menggunakan atau memanfaatkan produk dari
KPPT.
Langkah nyata dari KPPT Kota Surakarta dalam mewujudkan semua
itu terlihat dari misi yang dicanangkan yaitu:
1) Meningkatkan kualitas pelayanan publik.
2) Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan publik.
xlix
3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan
publik.
4) Meningkatkan citra aparatur negara menjadi semakin positif.
Apa yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta tersebut bertujuan
untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Menurut Endar
Sugiarto (1999: 217) pelayanan prima adalah “Upaya maksimal yang mampu
diberikan oleh petugas pelayanan dari suatu perusahaan industri jasa
pelayanan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga
tercapai suatu kepuasan”.
Berawal dari hal itu, KPPT berusaha untuk memberikan pelayanan
yang memuaskan, dengan terus-menerus mengadakan peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya dengan menerapkan standart
waktu pelayanan. Dalam hal ini KPPT memberikan jaminan bahwa dokumen
yang diminta akan selesai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan atau
ditetapkan.
B. Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pemikiran ini dijelaskan proses berfikir peneliti dalam
rangka mengadakan penelitian tentang kualitas pelayanan perizinan di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta. Berkaitan dengan kebutuhan
akan perizinan dan non perizinan, masyarakat membutuhkan adanya
pelayanan yang mudah, murah, jelas, cepat, dan transparan. Hal ini mengingat
di masa lalu, pengurusan surat-surat semacam itu cenderung mempunyai
l
prosedur yang kaku, artinya pelayanan yang diberikan oleh aparat cenderung
lama, berbelit-belit, mahal, dan tidak jelas. Disamping itu juga perilaku
disfungsiona1 dan para birokrat yang ditandai dengan adanya pungutan ilegal
yang semakin membebani masyarakat. Maka dari itu diperlukan upaya dari
pemerintah untuk mengurai masalah tersebut dan memberikan pelayanan yang
prima kepada masyarakat dalam pengurusan perizinan dan non perizinan.
Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta adalah membentuk
instansi yang menangani bidang perizinan dan non perizinan dengan
menyederhanakan prosedur yang panjang dan berbelit-belit serta mencegah
adanya pungutan ilegal. Realisasi dan hal tersebut adalah terbentuknya Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu dengan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu. KPPT ini berfungsi melaksanakan pelayanan kepada masyarakat
yang membutuhkan perizinan dan non perizinan. Fokus dari instansi ini adalah
pelayanan jasa kepada masyarakat.
Kemampuan KPPT untuk menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu secara baik menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan KPPT.
Penentuan kualitas ini didasarkan oleh beberapa aspek kualitas yang nantinya
digunakan untuk mengukur tingkat kualitas yang meliputi bukti langsung,
kehandalan, daya tanggap, jaminan yang ditawarkan, dan empati pemberi
pelayanan. Dalam pelayanan, tentunya akan ditemui beberapa faktor
penghambat yang akan menjadi permasalahan tersendiri KPPT Kota Surakarta
dalam memberikan pelayanan.
li
Dengan aspek-aspek tersebut peneliti bisa menilai tingkat kualitas
yang diberikan oleh KPPT berdasarkan persepsi pengguna jasa. Persepsi
pengguna jasa yang positif ditandai dengan adanya kepuasan terhadap layanan
yang diberikan. Kepuasan merupakan wujud rasa senang, bahagia karena
terpenuhinya kebutuhan pengguna jasa terhadap pelayanan yang mereka
terima. Berikut adalah model gambar kerangka pemikiran tersebut:
Gambar II. 1
Model Kerangka Pemikiran
Terciptanya kebutuhan masyarakat akan pelayanan perizinan yang cepat, mudah,
murah, jelas dan transparan
Pelayanan KPPT dengan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Pelayanan perizinan dengan syarat dan prosedur yang kaku, berbelit-belit serta
membutuhkan waktu yang lama.
Kualitas pelayanan perizinan KPPT Kota Surakarta sesuai dengan 5 faktor yaitu: Bukti langsung (tangibles), Kehandalan (reliability), Daya
tanggap (responsivenes), Jaminan (assurane), dan Empati (empathy).
Faktor penghambat kualitas pelayanan
lii
BAB III
METODE PENELITIAN DAN DESKRIPSI LOKASI
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan dan menekankan pada kualitas
pelayanan dalam pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Surakarta, maka jenis penelitian ini berbentuk penelitian
deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan
suatu fakta atau peristiwa sebagaimana adanya dan memberikan gambaran
secara obyektif tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin
dihadapi.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu
Kota Surakarta yang berada di kompleks Balaikota Surakarta Jl. Jendral
Sudirman No. 2 Surakarta. Diambil lokasi tersebut karena kantor tersebut
merupakan kantor yang melayani perijinan di Kota Surakarta dengan
sistem Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yaitu kegiatan
penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya
mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen
dilakukan dalam satu tempat.
liii
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Teknik wawancara merupakan salah satu pengumpulan data melalui
tanya jawab dengan informan atau pejabat dengan menggunakan
pedoman wawancara. Kemudian jawaban yang diperoleh akan menjadi
data yang dilengkapi dengan menggunakan teknik lain. Adapun
narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah:
1) Kepala KPPT Kota Surakarta
2) Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan KPPT Kota Surakarta
3) Back Office KPPT Kota Surakarta
4) Customer Service KPPT Kota Surakarta
5) Front Office KPPT Kota Surakarta
6) Kasir KPPT Kota Surakarta
7) Beberapa pengguna jasa perizinan KPPT Kota Surakarta
b. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara mendatangi lokasi penelitian untuk
melihat secara langsung mengenai kegiatan yang ada dan sedang
berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan observasi tak berperan
atau teknik observasi non partisipasi, dimana peneliti tidak terlibat
secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitan
Dalam hal ini peneliti hanya melakukan pengamatan mengenai
fenomena pelayanan perizinan yang dilakukan oleh KPPT Kota
Surakarta kepada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan dengan
liv
tidak ikut dalam peristiwa atau kegiatan yang diteliti, observasi ini
dilakukan tidak sekali saja, tetapi beberapa kali.
c. Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengambil arsip, catatan,
gambar, grafik, foto, buku literatur, dan lain-lain yang relevan dengan
obyek penelitian.
4. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2002: 112) sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata
atau tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan
sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan utama atau
melalui rekaman audio tapes atau foto. Pencatatan sumber data utama
melalui wawancara atau pengamatan merupakan hasil gabungan dari
kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Pada penelitian kualitatif,
kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa
bertujuan memperoleh suatu informasi yang diperlukan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui
wawancara dengan pihak yang berkompeten. Adapun sumber data
primer penelitian ini adalah:
lv
1) Pegawai KPPT Kota Surakarta antara lain: Kepala Kantor, Seksi
Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan, Back Office, Customer
Service, Front Office, dan Kasir.
2) Masyarakat sebagai pengguna jasa layanan KPPT Kota Surakarta
antara lain: Orang yang mengurus izin
Mendirikan/Merubah/Merobohkan Bangunan (IMB), Izin Usaha
Perdagangan (IUP), Izin Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar
Gudang (TDG), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Pemasangan
Reklame, Izin Rumah Makan.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi data yang secara
tidak langsung memberi keterangan maupun data yang ikut
mendukung data primer. Data sekunder tersebut terdiri dari:
1) Dokumen berupa laporan rekapitulasi izin yang masuk, izin yang
terselesaikan dan izin yang telah diterbitkan (Surat Keputusan)
KPPT Kota Surakarta, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan berhubungan dengan KPPT Kota Surakarta.
2) Buku-buku mengenai kualitas pelayanan
Sumber data sekunder ini berfungsi untuk melengkapi dan
sekaligus mempermudah dalam menganalisa variabel penelitian serta
untuk memperkuat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian.
lvi
5. Validitas Data
Dalam menentukan keabsahan data atau validitas data, peneliti
menggunakan teknik pemeriksaan triangulasi yaitu teknik pemeriksaan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
yang lain untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Ada 4 macam tehnik triangulasi menurut Patton (1984) dalam H. B Sutopo
(2002: 78), yaitu: (1) triangulasi data (data triangulation), (2) triangulasi
peneliti (investigator triangulation), (3) triangulasi metodologis
(methodological triangulation), dan (4) triangulasi teoretis (theoritical
triangilation).
Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif.
Hal ini menurut Lexy J. Moleong (2000: 178) dapat dicapai dengan
langkah sebagai berikut:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara
b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
lvii
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada dan orang
pemerintah.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Berdasarkan langkah diatas maka dalam penelitian ini
pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber yang
berbeda yang tersedia. Dengan demikian data satu akan dikontrol oleh data
sumber yang berbeda.
6. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
analisa secara kualitatif dengan menggunakan model analisis interaktif.
Dimana analisa data disajikan berdasarkan konsep tertentu dalam kerangka
teori yang telah diuraikan sebelumnya. Data yang diperoleh dalam obyek
penelitian ini ditemukan, diolah dan dikonfirmasikan dengan opini dari
responden yang sedang diamati. Berdasarkan paparan tersebut kemudian
ditarik kesimpulan dan saran. Selain itu juga bermanfaat untuk
memecahkan masalah-masalah yang telah disebutkan dalam rumusan
masalah.
Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat model analisa yang
meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
lviii
Gambar III. 1
Model Analisis Interaktif
(H. B. Sutopo, 2002: 96)
1. Reduksi Data
Merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data
sedemikian rupa sehingga dapat membuat kesimpulan akhir.
2. Sajian Data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk
narasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data
harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang diteliti.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Dari awal pengumpulan data, peneliti harus sudah memahami apa arti dari
berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-
peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan dan konfigurasi yang
Pengumpulan data
Sajian data Reduksi data
Penarikan simpulan/verifikasi
lix
mungkin, arahan, sebab-akibat dan berbagai proporsi, kesimpulan perlu
diverifikasi agar penelitian yang dilakukan benar dan bisa dipertahankan.
B. Deskripsi Lokasi
1. Sejarah Pembentukan KPPT Pemerintah Kota Surakarta
Pelayanan kepada masyarakat adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Keinginan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan yang berkualitas dari pemerintah tak bisa dilepaskan dari
sejarah pembentukan KPPT Pemkot Surakarta. Masyarakat yang trauma
dengan birokrasi pemerintahan dimasa lalu yang lambat, mahal, berbelit-
belit dan tidak jelas, merasa sudah saatnya mendapatkan haknya sebagai
warga Negara untuk mendapatkan pelayanan umum yang baik, mudah,
cepat, tepat dan transparan.
Keinginan tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Wujud nyata dari perhatian tersebut adalah diundangkannya Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 Tentang
Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Pemberian Ijin
Mendirikan Bagunan (IMB) dan Undang-Undang Gangguan Usaha (HO)
bagi perusahaan industri. Peraturan tersebut diperjelas dalam instruksi
Presiden Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pedoman Penyederhanaan dan
lx
Pengendaliaan Perijinan di Bidang Usaha dan Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1995 Tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur
Pemerintah Kota Surakarta kemudian berusaha untuk merumuskan dan
membentuk sebuah sistem pelayanan terpadu yang kemudian dikenal
dengan Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah Kota Surakarta.
Terbentuknya Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah Kota
Surakarta tak lepass dari peran BUILD (Breakthrought Urban Initative for
Local Development), yaitu suatu program yang disponsori oleh UNDP
yang bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri dan Kementrian
Otonomi Daerah. Dalam hal ini BUILD berperan sebagai fasilitator yang
mengenalkan sistem pelayanan yang efektif dan efisien kepada
masyarakat. BUILD memberikan kesempatan kepada Bapak Imam Sutopo
selaku Walikota Surakarta pada saat itu beserta jajarannya untuk studi
banding ke Kota Kendari sebagai kota percontohan. Selain Kendari,
Pemkot Surakarta juga mengadakan studi banding ke kota-kota lain seperti
Sidoarjo, Jawa Timur dan Kabupaten Gianyar, Bali. Studi banding ini
bertujuan agar jajaran Pemkot Surakarta bisa melihat dan belajar langsung
dari praktek pelaksanaan pelayanan terpadu di kota-kota tersebut.
Setelah pulang dari studi banding ini, Walikota beserta
jajarannya mengadakan public hearing untuk mengetahui keinginan
masyarakat Surakarta. Dari public hearing tersebut, Pemerintah Kota
Surakarta memperoleh masukan yang kemudian dengan bantuan BUILD
berusaha merancang desain sistem pelayanan terpadu bagi masyarakat
lxi
Surakarta. Akhirnya berdasarkan hasil dari studi banding dan masukan
dari masyarakat Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta kemudian
merumuskan kebijakan yang tertuang dalam surat Keputusan
Walikotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 004 tahun 1998
Tanggal 8 September tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelayanan Terpadu Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
2. Perkembangan KPPT Pemerintah Kota Surakarta
Pada awal pendiriannya, KPPT Pemerintah Kota Surakarta
merupakan Unit Pelayanan Umum masyarakat yang kemudian menjadi
Kantor Bersama dengan sistem pelayanan Satu Atap (Pendaftaran
dilakukan di UPT, namun proses penyelesaian sampai dengan penerbitan
ijin dilakukan oleh masing-masing SKPD teknis). Dengan demikian, UPT
merupakan unit kerja yang didalamnya terdiri dari wakil-wakil dinas atau
instansi Pemerintah Kota Surakarta yang menangani perijinan. Pelayanan
umum yang diberikan dalam Kantor Bersama Satu Atap ini sebatas
menerima masuknya surat-surat perijinan yang kemudian diteruskan dan
ditindaklanjuti oleh wakil atau staff dari masing-masing dinas/instansi
yang menjadi kewenangan dinas/instansinya. Jadi proses pengurusan
ijinnya masih terpisah-pisah. Sebagai unit yang menyelenggarakan
pelayanan perizinan secara terpadu, UPT Kota Surakarta dipimpin oleh
seorang Koordinator, yang membawahkan Subbag TU dan Seksi
Pelayanan.
lxii
Seiring keluarnya Keputusan Walikota Surakarta Nomor:
065/187/1/2005 Tentang Tata Laksanan Pelayanan Perijinan pada Unit
Pelayanan Terpadau (UPT) Kota Surakarta dan Keputusan Walikota
Surakarta Nomor: 066/188/1/2005 Tentang Tim Pembina dan Tim
Pertimbangan Perijinan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta
Tanggal 29 September 2005, menandai berubahnya UPT Pemkot
Surakarta dari Kantor Bersama Satu Atap menjadi Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (Pendaftaran Proses penyelesaian sampai dengan penerbitan ijin
dilakukan oleh UPT).
Kedua Keputusan Walikota Surakarta ini diperjelas dalam
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tanggal 10 Oktober
2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. Sebagian
kewenangan yang dilimpahkan tersebut terdiri dari:
1. Pemberian informasi pelayanan publik
2. Penerimaan dan validasi berkas permohonan
3. Penelitian/pemeriksaan lapangan
4. Penandatanganan pelayanan/perijinan
5. Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik
6. Pencetakan dokumen pelayanan publik
7. Penyimpanan arsip elektronik
8. Lain-lain yang berkaitan dengan pelayanan publik.
lxiii
Yang kemudian peraturan tersebut diperbaharui lagi dengan
keluarnya Peraturan Walikota Surakarta Nomor 2 Tahun 2007 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun
2005 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta, dengan 21 (dua
puluh satu) jenis perizinan.
Pada Bulan Desember 2008, berdasarkan Perda Kota Surakarta
Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kota Surakarta status kelembagaan UPT diubah dan ditingkatkan menjadi
Kantor dengan nama Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota
Surakarta.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kinerjanya, saat ini
KPPT Kota Surakarta tengah menyempurnakan teknologi informasinya
dan sedang dilaksanakan proses sertifikasi ISO 9001: 2008 di badang
pelayanan. Dengan petugas yang berpenampilan menarik dan ramah,
menjamin bahwa setiap masyarakat yang datang ke KPPT Kota Surakarta
akan terlayani dengan baik.
3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi KPPT
KPPT Pemkot Surakarta berada dibawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Secara lebih
tegas, tugas pokok dan fungsi KPPT dipertegas berdasarkan Peraturan
Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas
lxiv
Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT) Kota Surakarta.
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta sesuai
dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta adalah menyelenggarakan
pelayanan perizinan. Lebih lanjutlagi, pada Pasal 3 menjelaskan bahwa:
Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal
2, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan kesekretariatan kantor
2. Pelaksanaan perencanaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan
3. Penyelenggaraan pendaftaran, verifikasi dan penerbitan perizinan
4. Penyelenggaraan evaluasi, pelaporan dan pengaduan
5. Penyelenggaraan sosialisasi
6. Pembinaan jabatan funngsional.
4. Struktur Organisasi dan Kepegawaian KPPT Pemkot Surakarta
Sebagai SKPD yang mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pelayanan perizinan, KPPT Kota Surakarta dipimpin
oeh Kepala Kantor yang membawahi:
1. Sub Bagian Tata Usaha
2. Seksi Pendaftaran
3. Seksi Verifikasi
lxv
4. Seksi Penerbitan Perizinan
5. Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan
6. Tim Teknis
7. Kelompok Jabatan Fungsional
Kepala kantor memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPPT Kota
Surakarta.
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan pengkoordinasian
penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan
pelaksanaan dibidang Tata Usaha, meliputi: koordinasi perencanaan,
pengelolaan keuangan, umum dan kepegawaian.
Seksi Pendaftaran mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
pendaftaran, meliputi: perumusan dan penyelenggaraan kebijakan teknis
pelayanan perizinan.
Seksi Verifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
verifikasi, meliputi: perumusan dan penyelenggaraan kebijakan teknis
verifikasi perizinan, mengkoordinasikan Tim Teknis dibidang perizinan.
Seksi Penerbitan Perizinan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di
bidang penerbitan perizinan meliputi: perumusan dan penyelenggaraan
kebijakan teknis penerbitan SKRD dan dokumen perizinan lainnya.
lxvi
Seksi Evaluasi. Pelaporan dan Pengaduan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan
pelaksanaan di bidang evaluasi, pelaporan dan pengaduan masyarakat.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan
jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sedangkan struktur organisasi KPPT Kota Surakarta sesuai
dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
lxvii
Gambar III. 2
Struktur Organisasi KPPT Kota Surakarta
Sumber: Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta.
Seksi Evaluasi Pelaporan & Pengaduan
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Seksi Pendaftaran
Sub Bagian Tata Usaha
Sekretariat
Seksi Verifikasi
Seksi Penerbitan Perizinan
Tim Teknis
Tim Teknis
Tim Teknis
Tim Teknis
lxviii
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kualitas Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta
Berdirinya KPPT Kota Surakarta merupakan wujud nyata dari
peningkatan kualitas kinerja pelayanan Pemerintah Kota Surakarta kepada
masyarakatnya. KPPT berusaha semaksimal mungkin memberikan yang
terbaik bagi masyarakat dengan menggabungkan berbagai jenis pelayanan
perizinan yang dahulunya terpisah di berbagai instansi pemerintah menjadi
satu di KPPT Kota Surakarta saja, jadi masyarakat tidak perlu repot-repot lagi
mengurus perizinan di berbagai instansi pemerintah, cukup di satu tempat saja,
yaitu KPPT Kota Surakarta. Penggabungan ini berarti penyederhanaan
birokrasi yang harus dilalui oleh masyarakat untuk mendapatkan suatu
perizinan. Program pelayanan ini dikenal dengan nama Program Pelayanan
Terpadu Satu Pintu atau yang lebih dikenal dengan OSS (One Stop Service)
merupakan pola perizinan satu pintu dimana berkas perizinan diterima,
diproses, dan ditandatangani oleh pimpinan perangkat daerah yang telah
diberikan kewenangan untuk tugas tersebut, dalam hal ini Kepala KPPT Kota
Surakarta.
Menanggapi hal itu Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala
Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan mengemukakan hal sebagai berikut:
“Ketika pelayanan yang masih satu atap, KPPT hanya menerima berkas permohonan kemudian diteruskan ke instansi yang menangani izin tersebut untuk diproses dan ditandatangani oleh Kepala instansi terkait kemudian dikembalikan kembali ke KPPT, jadi KPPT hanya
lxix
memberikan izin yang sudah jadi. Setelah adanya One Stop Service, proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen perizinan dilakukan di KPPT karena KPPT sudah mempunyai kewenangan untuk melakukan hal itu” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Dengan konsep Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau yang lebih dikenal
dengan OSS (One Stop Service) pemohon cukup datang ke satu tempat dan
bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat meminimalisasikan
interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan menghindari adanya
pungutan liar di luar biaya yang telah ditentukan oleh pihak KPPT Kota
Surakarta. Sejalan dengan hal ini, Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku
Kepala KPPT Kota Surakarta memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Program Pelayanan Satu Pintu (One Stop Service) ini bertujuan untuk memangkas birokrasi dan menghapus adanya pungutan-pungutan liar bagi masyarakat yang mengurus perizinan. Selain itu masyarakat tidak perlu kesana kemari, mencari kantor-kantor yang melayani, dan diharapkan pelayanan akan lebih efektif dan efisien” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Sesuai dengan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa dengan
adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau OSS (One Stop Service), membawa
dampak yang positif, sehingga pemohon tidak perlu lagi mencari Unit atau
Kantor yang melayani perizinan satu persatu untuk melengkapi persyaratan,
cukup satu tempat saja yaitu KPPT Kota Surakarta. Selain menghemat waktu,
juga dapat menghemat biaya.
Sasaran utama dari sebuah pelayanan adalah kepuasan pelanggan.
KPPT selaku instansi pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang
pelayanan jasa perizinan dan non perizinan, tentunya juga menginginkan agar
semua masyarakat yang membutuhkan pelayanan mendapat kepuasan.
lxx
Sebagai instansi publik yang berfalsafah “Pelopor Kemudahan dan Kepastian
Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik” maka KPPT Kota Surakarta
berkewajiban mempertanggungjawabkan segala kegiatan pelayanannya
kepada masyarakat.
Sebaik apapun konsep yang ditawarkan oleh aparat pemerintah
mengenai pelayanan masyarakat, serta sekuat apapun usaha yang dilakukan
untuk mewujudkannya, tetap saja penilaian akhirnya dikembalikan lagi kepada
masyarakat sebagai pengguna jasa layanan. KPPT Kota Surakarta adalah
instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanana jasa perizinan
dan non perizinan, untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan perizinan dari
KPPT Kota Surakarta maka dapat di nilai dari beberapa faktor yang
mencerminkan seberapa baik kualitas layanan jasa yang diberikan. Faktor
tersebut antara lain:
1. Bukti langsung (tangibles)
2. Kehandalan (reliability)
3. Daya tanggap (responsiveness)
4. Jaminan (assurance)
5. Empati (empathy)
Untuk lebih lengkapnya berikut penjelasan mengenai penilaian
tersebut, yaitu:
1. Bukti Langsung (tangibles)
Bukti langsung (tangibles) adalah keadaan fisik dari gedung
kantor, peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya yang
lxxi
dimiliki oleh penyedia layanan dalam hal ini KPPT Kota Surakarta.
Keadaan fasilitas sarana dan prasarana baik yang fisik maupun keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan oleh pemberi
pelayanan jasa.
Dari keadaan fisik KPPT Kota Surakarta seperti ruang tunggunya
bersih, dilengkapi dengan AC dan terdapat televisi, juga kursi yang empuk
guna menunjang kenyamanan pemohon izin maka hal tersebut akan
memberikan kesan bahwa instansi tersebut telah memberikan salah satu
kualitas pelayanan yang baik, dengan sendirinya masyarakat akan
mengabarkan kepada orang lain akan salah satu keunggulan yang ada di
KPPT Kota Surakarta.
Sarana pendukung lain dari dimensi tangibles yang
mempengaruhi pandangan pemohon izin dalam menilai kualitas pelayanan
adalah tersedianya formulir permohonan yang mudah dimengerti, booklet,
leaflet, anjungan informasi mandiri (touch screen) dan poster tentang
petunjuk pelayanan. Pemohon izin akan kecewa apabila saat mereka
datang membutuhkan pelayanan, petugas tidak berada ditempatnya
sehingga ketersediaan pegawai pelayanan merupakan salah satu aspek
tangibles yang harus diperhatikan oleh penyedia pelayanan jasa. Dari
uraian diatas dalam penelitian ini, tangibles diukur dari tersedianya sarana
pelayanan, fasilitas penunjang pelayanan dan petugas pelayanan.
lxxii
a. Tersedianya Sarana Dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana merupakan daya tarik bagi
pemohon izin, selain itu juga faktor pendukung kelancaran kerja bagi
para pegawai sebagai pemberi layanan. Oleh sebab itu KPPT Kota
Surakarta berusaha melengkapi institusinya dengan sarana dan
prasarana yang bisa mengakomodasi kebutuhan para pengguna jasa.
Peralatan kerja tersebut lebih jelas dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel IV. 1
Daftar Barang Inventaris Di KPPT Kota Surakarta
No Nama Barang Jumlah Barang Keterangan
1. Tanah Bangunan Kantor
Pemerintah
1 Baik
2. Mobil Dinas 2 1 Baik &
1 Kurang Baik
3. Sepeda Motor Dinas 1 Rusak
4. Lemari Arsip 11 Baik
5. Filling Cabinet 6 Baik
6. White Board 1 Baik
7. Kursi Besi/Metal 9 Baik
8. Kursi Putar 2 Baik
9. AC Unit 7 Baik
10. Televisi 1 Baik
11. Local Area Network
(LAN)
1 Baik
12. PC Unit 13 Baik
13. Note Book 3 Baik
14. Scanner 1 Rusak
lxxiii
15. Printer 21 17 Baik &
4 Rusak
16. Server 1 Baik
17. Meja Kerja 24 Baik
18. Kursi Kerja 21 Baik
19. Meja Rapat 1 Baik
20. Kursi Panjang Pemohon 6 Baik
21. Telepon 4 Baik
22. Tempat Leaflet 2 Baik
23. Mesin Tik Double 1 Baik
24. Mesin Tik Manual 1 Baik
25. Staples Besar 1 Baik
26. Pelubang Kertas Besar 1 Baik
27. Calculator 12 Digit 1 Baik
28. Calculator 16 Digit 1 Baik
29. Stafol 2 Baik
30. UPS 1 Baik
31. Anjungan Informasi
Mandiri (touch screen)
2 Baik
32. Papan Informasi 2 Baik
33. Speaker 1 Baik
Sumber: KPPT Kota Surakarta
Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa KPPT Kota
Surakarta telah melengkapi instansinya dengan sarana dan prasarana
untuk menunjang pelayanan. Untuk kondisi sarana dan prasarana yang
rusak/kurang baik antara lain: 1 mobil dinas Daihattsu Zebra, 1 sepeda
motor dinas Honda GL Max, 4 printer canon dan 1 scanner, sedangkan
untuk kondisi prasarana yang lain masih baik dan dapat berfungsi
lxxiv
sebagaimana mestinya dan diharapkan kesemuanya itu dapat
mendukung kelancaran petugas pelayanan dalam memberikan
kepuasan bagi pengguna layanan dalam hal ini masyarakat.
Berikut komentar dari Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku
Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai sarana dan prasarana yang ada
di KPPT Kota Surakarta:
“Sarana dan prasarana yang ada disini sudah mencukupi untuk melayani perizinan yang ada saat ini, kalau komputer misalnya perlu untuk ditambah lagi. Fasilitas penunjang pelayanan yang lain seperti ruang tunggu yang dilengkapi dengan AC, terdapat televisi dan kebersihan ruangan yang selalu dijaga, dapat membuat pengunjung nyaman. KPPT juga memiliki anjungan informasi mandiri (touch screen) agar pemohon izin yang malu bertanya kepada kami dapat memperoleh informasi tentang pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta ini” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Hal senada juga di ungkapkan oleh salah satu pegawai di
bagian back office KPPT yaitu Bapak Andy Nur Husain, S. Sos:
“Anda bisa lihat sendiri keadaan sarana dan prasarana disini, semua dalam keadaan relatif baik serta memadai untuk sarana dan prasarana diruang pelayanan. Pada saat ini pengunjung sedang banyak, padahal tempat duduk yang ada terbatas, jadi menurut saya masih perlu adanya penambahan tempat duduk bagi pemohon” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa sarana
dan prasarana di KPPT Kota Surakarta sudah mencukupi untuk
melakukan proses pelayanan, karena semua sarana dan prasarana itu
memang dirancang untuk mendukung kelancaran pelayanan perizinan,
dengan peralatan yang modern dapat meningkatkan kualitas pelayanan
di KPPT Kota Surakarta. Ada beberapa kekurangan seperti kurangnya
lxxv
tempat duduk untuk pemohon izin pada saat KPPT sedang ramai, hal
itu mungkin perlu untuk dipertimbangkan agar pemohon izin lebih
merasa nyaman.
Pendapat dari masyarakat sebagai pengguna layanan jasa di
KPPT Kota Surakarta berbeda-beda menanggapi sarana dan prasarana
serta fasilitas pendukung pelayanan yang terdapat di KPPT Kota
Surakarta. Salah satu pendapat disampaikan oleh Bapak Munawar
yang mengurus izin SIUP memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Sarana yang ada disini sudah cukup bagus dan memadai sesuai dengan yang dibutuhkan, apalagi terdapat anjungan informasi mandiri (touch screen), menunjukkan disini telah menggunakan telnologi yang modern” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Pendapat sedikit berbeda di ungkapkan oleh Bapak Sudarto
yang juga sedang mengurus izin SIUP dan Tanda Daftar Gudang
(TDG) sebagai berikut:
“Untuk sarana dan prasarana di KPPT Kota Surakarta sudah cukup bagus, hanya untuk toiletnya masih jauh mas, mungkin banyak orang yang belum tahu, saya tadi sempat bingung mencari toiletnya dimana, ternyata harus keluar kantor. Perlu juga adanya bacaan seperti koran atau majalah, agar pemohon izin yang antri tidak bosan” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Pendapat lain juga di ungkapkan oleh Ibu Retno yang
mengurus izin SIUI dan Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut:
“Sarana dan prasarana sudah cukup bagus, penataan ruangannya juga rapi, dan kebersihannya terjaga. Tapi sayangnya di ruang tunggu kursinya masih kurang kalau pas banyak pemohon, sampai ada yang berdiri di dalam dan ada juga yang diluar” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
lxxvi
Sesuai dengan hasil wawancara dan pengamatan yang
dilakukan di lapangan, sarana dan prasarana pelayanan yang terdapat
di KPPT Kota Surakarta dapat diketahui bahwa sebagian besar
masyarakat selaku pengguna jasa beranggapan bahwa sarana yang
dimiliki KPPT Kota Surakarta sudah memadai untuk pelayanan, sesuai
dengan yang dibutuhkan dan kondisinya masih baik. Ruang pelayanan
KPPT Kota Surakarta diatur sedemikian rupa agar memudahkan
pemohon dalam meminta pelayanan, dengan menggunakan meja
panjang dan berhadapan dengan tempat duduk pemohon. Pelayanan
seperti ini dilakukan untuk menghilangkan kesan birokratis yang
selama ini melekat pada instansi pemerintah, selain itu juga
menunjukkan adanya kesungguhan KPPT Kota Surakarta dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa.
Untuk menghindari antrian yang panjang terdapat ruang
tunggu yang di lengkapi dengan 6 kursi panjang yang terletak di depan
meja pelayanan. Hal ini dimaksudkan agar di dalam ruangan terlihat
rapi. Tapi sayangnya apabila KPPT Kota Surakarta sedang ramai kursi
yang ada di ruang tunggu tidak mencukupi untuk menampung para
pemohon, sehingga ada pemohon yang berdiri untuk menunggu giliran
mendapatkan pelayanan maka dari itu masih perlu penambahan lagi
kursi tunggu supaya pada saat keadaan ramai tidak terdapat pemohon
izin yang berdiri, serta belum tersedianya bahan bacaan untuk
mengurangi kejenuhan selama mengantri.
lxxvii
Ruang tunggu terlihat cukup rapi, bersih, sejuk serta
peralatan yang digunakan masih terlihat bagus dan masih berfungsi
sebagaimana mestinya. Adanya TV di ruang tunggu dapat mengurangi
kejenuhan selama menunggu giliran dan semakin membuat nyaman
para pengunjung. Guna mempermudah masyarakat pengguna layanan
untuk mendapatkan informasi, disediakan anjungan informasi mandiri
(touch screen), papan bagan alur pelayanan, papan jumlah penarikan
retribusi, leaflet, booklet, papan janji waktu penyelesaian dan meja
pelayanan customer service yang letaknya di dekat pintu masuk KPPT
Kota Surakarta, selain itu juga terdapat speaker untuk memanggil
nama pemohon yang sedang mengantri.
Terdapat juga kotak saran yang disediakan oleh KPPT Kota
Surakarta, yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung untuk
menyampaikan kritik atau saran kepada KPPT Kota Surakarta apabila
masyarakat pengguna jasa merasa enggan menyampaikannya secara
langsung, akan tetapi sarana ini jarang dimanfaatkan oleh masyarakat.
b. Tersedianya Pegawai Pelayanan
Selain faktor sarana dan prasarana, faktor sumber daya
manusia juga mempengaruhi kelancaran kinerja pelayanan. Faktor
manusia merupakan salah satu peran yang penting di dalam suatu
instansi juga yang berperan dalam memanfaatkan sarana dan prasarana
yang dimiliki.
lxxviii
Sebagai SKPD yang mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pelayanan perizinan, KPPT Kota Surakarta sesuai
dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta
dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang membawahi:
9. Sub Bagian Tata Usaha
10. Seksi Pendaftaran
11. Seksi Verifikasi
12. Seksi Penerbitan Perizinan
13. Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan
14. Tim Teknis
15. Kelompok Jabatan Fungsional
Mengenai jumlah pegawai yang ada di KPPT Kota Surakarta
Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta
memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Jumlah pegawai KPPT Kota Surakarta adalah 31 orang, sementara untuk izin yang dikelola saat ini ya bisa berjalan, nanti kalau izinnya ditambah lagi ya perlu SDM lagi, perlu peralatan lagi, perlu ruangan lagi, tapi untuk saat ini sudah bisa berjalan secara optimal” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Menurut Ibu Endah Setyaningsih selaku front officer di KPPT
Kota Surakarta mengemukakan mengenai pembagian tugas, bahwa:
“Pembagian tugas disini fleksibel mas, dalam artian ketika ada yang luang dia ikut membantu melayani pemohon yang datang, walaupun itu bukan tugas pokoknya” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
lxxix
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa dengan
jumlah pegawai yang 31 orang sudah mencukupi untuk melaksanakan
tugas. Selain itu adanya kerjasama antar pegawai dalam menunjang
kelancaran tugas juga terdapat di KPPT Kota Surakarta. Hal ini terlihat
dari pembagian tugas yang sifatnya fleksibel, dengan saling membantu
satu sama lain sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif dan
pegawai selalu ada di ruang pelayanan.
Sedangkan mengenai ketersediaan pegawai pelayanan di KPPT
Kota Surakarta, pengguna jasa pelayanan memberikan pendapatnya,
seperti halnya Bapak Zulkifli yang sedang mengurus izin IMB sebagai
berikut:
“Petugas disini jumlahnya sudah mencukupi mas, petugas selalu ada saat dibutuhkan, tidak pernah ada meja pelayanan yang kosong” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Bapak Supri yang
sedang meminta izin pemasangan reklame:
“Petugasnya saya rasa sudah cukup, malah kadang ada satu pemohon dilayani 2 pegawai itu kalau pas sedikit pemohon izinnya. Yang saya tahu sih tidak ada meja pelayanan yang kosong dari petugasnya” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa sebagian
besar pemohon izin berpendapat bahwa dengan jumlah petugas yang
ada sudah mencukupi untuk melakukan pelayanan, dan petugas selalu
ada pada saat pemohon izin membutuhkan pelayanan selain itu jarang
sekali ada meja pelayanan yang kosong dari petugas pelayanan, karena
lxxx
pembagian tugasnya yang fleksibel, sehingga apabila ada pegawai
yang luang waktunya akan memabantu di bagian pelayanan.
Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara
dan observasi, dapat diketahui bahwa dimensi tangibles pada KPPT
Kota Surakarta relatif telah sesuai dengan harapan para pengguna jasa,
sehingga dapat memperlancar proses pelayanan. Namun demikian
pihak KPPT Kota Surakarta juga harus menindaklanjuti beberapa hal
yang masih kurang, seperti masih perlunya tempat duduk lagi, juga
beberapa bahan bacaan untuk para pemohon izin.
2. Kehandalan (reliability)
Kehandalan (reliability) yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan sesuai
dengan apa yang ditawarkan. Pelayanan yang diberikan harus sesuai
dengan harapan pengguna jasa yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
yang sama untuk semua pengguna tanpa kesalahan, sikap yang simpatik
dan akurasi yang tinggi.
Kehandalan KPPT Kota Surakarta dalam melayani para pemohon
izin ditunjukkan dengan berusaha memberikan pelayanan yang cepat dan
tepat waktu sesuai dengan standart pelayanan minimal, KPPT Kota
Surakarta bahkan berusaha mempercepat waktu penyelesaian pelayanan
perizinan. Pemberian pelayanan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan
merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses pelayanan.
lxxxi
Kehandalan dalam penelitian ini meliputi kemudahan pengurusan serta
ketepatan jadwal pelayanan.
a. Kemudahan Prosedur Perijinan
Prosedur perizinan yang mudah dan sesuai dengan apa yang
telah dijanjikan sebelumnya merupakan komitmen dalam menjalankan
profesionalisme dan meningkatkan kepuasan pengguna jasa layanan.
KPPT Kota Surakarta menerapkan prosedur yang sederhana agar
masyarakat pengguna jasa layanan dapat dengan mudah memahami
dan menerapkannya dalam mengurus izin yang diperlukan serta
menghindari birokrasi yang berbelit-belit. Selain prosedur yang
sederhana, persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh ijin usaha
juga disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku.
Prosedur pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta
berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 065/187/1/2005 dapat dilihat
pada keterangan gambar di bawah ini:
lxxxii
Gambar IV. 1
Prosedur Pelayanan Perizinan KPPT Kota Surakarta
Sumber: KPPT Kota Surakarta
1. Proses Masuk
2. Penelitian Validasi
3. Komputer
4. Tim Pemeriksa
Lapangan
5. Rapat Tim
Pertimbangan
6. Out Put: 1. Ditolak 2. Ditunda 3. Diterima
6a. Ditolak Dikembalikan berkasnya
6b. Ditunda Diberi waktu melengkapi syarat
6c. Diterima Dihitung biayanya
7. Pembayaran Kas Daerah
8. Cetak Dokumen
9. Proses
Penandatanganan Pejabat
10. Agenda/Administrasi
11. Penyerahan Dokumen
lxxxiii
Keterangan kegiatan pada masing-masing proses
Proses 1
1. Pemohon megambil formulir
2. Pemohon mengisi formulir
3. Pemohon menyerahkan berkas permohonan kepada petugas
penerima
4. Pemohon menunggu informasi dari petugas
5. Petugas Penerima menyerahkan berkas permohonan kepada
petugas tehnis
Proses 2
1. Petugas tehnis meneliti berkas-berkas permohonan
2. Petugas tehnis membubuhkan paraf apabila berkas lengkap atau
membuat catatan kekurangan kelengkapan berkas (BTL)
3. Petugas tehnis menyerahkan catatan kekurangan kelengkapan
berkas kepada petugas penerima
4. Petugas penerima menginformasikan kepada petugas penerima
bahwa berkas sudah lengkap
5. Petugas penerima mencatat dan membuat tanda terima berkas
6. Petugas penerima menginformasikan kepada pemohon bahwa
berkas permohonan lengkap atau tidak lengkap
7. Petugas penerima mengirim berkas yang telah lengkap kepada Tim
Pemeriksa Lapangan yang sebelumnya telah direkam dalam
komputer.
lxxxiv
Proses 3
Operator komputer merekam berkas ke dalam aplikasi masing-masing
ijin
Proses 4
1. Tim Pemeriksa Lapangan yang terdiri dari petugas-petugas unit
kerja terkait mengadakan pencocokan berkas di lapangan dengan
ketentuan:
a. Pemeriksa Lapangan dilaksanakan setiap hari atau sesuai
kebutuhan
b. Anggota Tim Pemeriksa Lapangan sebelum melaksanakan
pemeriksaan lapangan harus hadir terlebih dahulu pada pukul
08.00 WIB
c. Membuat berita acara pemeriksa lapangan
2. Berita acara pemeriksaan dan rekomendasi persetujuan
disampaikan kepada Kepala KPPT setelah pemeriksaan.
Proses 5
1. Tim Pertimbangan atas undangan Kepala KPPT mengadakan rapat
memutuskan permohonan
2. Rapat dilaksanakan setiap hari atau sesuai kebutuhan
3. Tim Penyusun rekomendasi penerimaan/ penolakan yang
didalamnya berisi pertimbangan teknis, yuridis dan sosial
4. Tim Pertimbangan menyusun alasan penolakan dan atau alasan
penundaan proses permohonan
lxxxv
Proses 6
1. Tim Pertimbangan menyerahkan kepada kepala:
a. Rekomendasi penolakan beserta alas an-alasannya
b. Rekomendasi penundaan disertai catatan-catatan yang harus
dipenuhi
c. Rekomendasi penerimaaan untuk diproses lebih lanjut kepada
petugas cetak
Proses 7
1. Petugas penghitung biaya yang harus dibayar serta mencetak SK
pembayaran
2. Petugas menyerahkan SK pembayaran kepada pemohon
3. Pemohon membayar di kas daerah kepada petugas penerima
4. Petugas menerima resi pembayaran dan memasukkan kedalam
berkas kepada petugas penerima.
Proses 8
1. Petugas pencetak menerima berkas permohonan yang telas
dilengkapi rekomendasi penerimaan dan resi pembayaran
2. Petugas penerima mencetak dokumen izin dan dokumen pelengkap
lainnya
3. Dokumen yang telah lengkap dimintakan paraf Kepala KPPT
untuk selanjutnya diproses permohonan tanda tangan izin pejabat
yang berwenang
lxxxvi
4. Petugas mengirim kembali berkas permohonan yang ditolak atau
ditunda.
Proses 9
1. Dokumen izin dimintakan paraf Kepala KPPT sebelum
ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja yang berwenang atau
Pejabat yang ditunjuk menandatangani izin oleh Walikota
2. Tata Usaha KPPT memonitor proses penandatanganan izin
Proses 10
1. Dokumen izin yang telah ditandatangani diagenda oleh Tata Usaha
KPPT
2. Dokumen izin diserahkan kepada petugas Front Office.
Proses 11
1. Petugas menyusun tanda terima dokumen izin
2. Petugas menyerahkan dokumen izin kepada pemohon dan
membuat rekap pengambilan izin pada hari itu serta menyerahkan
kepada Tata Usaha KPPT
3. Kepala membuat laporan ke Walikota.
Berikut tanggapan dari Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku
Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai prosedur pelayanan:
“Mengenai prosedur pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta sudah sederhana mas, pelaksanaannya sesuai dengan Keputusan Walikota Nomor 065/187/1/2005. Disitu juga terdapat keterangan, bagaimana pemohon harus melalui beberapa alur agar bisa mendapatkan pelayanan di KPPT. Selama pemohon izin paham akan alurnya, maka tidak akan mendapatkan kesulitan dalam memperoleh pelayanan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
lxxxvii
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Endah Setyaningsih
selaku front officer di KPPT Kota Surakarta yang mengemukakan
bahwa:
“Prosedur untuk mendapatkan perizinan disini sudah sederhana dan mudah dilaksanakan, sehingga kami sebagai front officer di KPPT Kota Surakarta merasa diuntungkan dengan prosedur tersebut, buktinya dengan cepatnya proses pelayanan sehingga pekerjaan saya tidak menumpuk” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Berdasarkan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa para
petugas KPPT telah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik,
dengan pemberian prosedur yang sederhana juga mudah untuk
dilaksanakan sehingga proses pelayanannya dapat cepat. Hal itu
mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan oleh KPPT Kota
Surakarta.
Peneliti juga mengkonfirmasi mengenai prosedur pelayanan
yang ada di KPPT Kota Surakarta kepada pemohon izin, salah satunya
adalah Bapak Sudarto yang juga sedang mengurus izin SIUP dan
Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut:
“Prosedur pelayanan disini mudah, saya tidak menemui kesulitan. Saya hanya perlu melengkapi berkas syarat-syarat, terus diserahkan ke petugas, menunggu pemberitahuan petugas sudah lengkap atau belum, terus diberitahu kapan cek lapangan, kalo sudah jadi saya ditelpon buat bayar dan mengambil SIUP saya” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
lxxxviii
Menurut Ibu Elisabet Diana yang mengurus SIUP
memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Prosedur pelayanannya sudah cukup sederhana kok mas, kalau pemohon datang memenuhi semua persyaratan saya rasa tidak akan menemui permasalahan. Tidak ada yang dipersulit dalam prosedur pelayanan disini” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan
bahwa prosedur pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta sudah
cukup sederhana juga mudah dilaksanakan. Sebagian besar pemohon
izin tidak menemui kendala yang berarti, juga petugas tidak
mempersulit pemohon izin di dalam melaksanakan prosedur yang di
terapkan oleh KPPT Kota Surakarta. Hal ini disebabkan karena KPPT
berusaha menjalankan prosedur pelayanan sesuai dengan peraturan
yang berlaku sehingga mudah dilaksanakan.
b. Ketepatan Jadwal Pelayanan
Ketepatan jadwal pelayanan atau durasi waktu pelayanan
yang sesuai dengan apa yang telah dijanjikan merupakan unsur penting
dalam penilaian dari masyarakat terhadap kinerja pelayanan dari
instansi publik, dengan tepatnya jadwal penyelesaian pelayanan
membuat masyarakat pengguna jasa akan merasa jelas dan ada
kepastian. Semakin cepat waktu penyelesaiannya pelayanannya
menunjukkan bahwa pelayanan pada instansi tersebut baik. Selama ini
KPPT Kota Surakarta memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat pengguna jasa layanan berusaha memberikan pelayanan
lxxxix
secepat mungkin tanpa menunda-nunda sehingga waktu yang
diperlukan sesuai dengan janji pelayanan bahkan dapat lebih cepat.
Berikut ini tanggapan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku
Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai ketepatan jadwal pelayanan:
“Waktu penyelesaian untuk permohonan izin secara umum sudah baik, sesuai dengan durasi waktu yang ditentukan dan standart pelayanan minimal, hal ini untuk menunjang kualitas pelayanan agar lebih baik, kita juga mengusahakan agar permohonan izin itu kurang dari waktu yang telah dijanjikan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Pendapat senada juga diungkapkan Ibu Siti Khotimah, S. Sos
selaku customer service mengenai ketepatan jadwal pelayanan:
“Kalau mengenai durasi waktu penyelesaian perizinan, ambil contoh SIUP ya mas, biasanya penyelesaiannya 4 hari. Kita mengusahakan antara janji penyelesaian dengan realita penyelesaiannya sama atau bahkan ada yang lebih cepat, asal semua syaratnya terpenuhi juga pada saat di survey semua data tentang perizinan itu sesuai, maka dapat tepat waktu” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
Sedangkan tanggapan dari pemohon izin mengenai hal
ketepatan jadwal pelayanan di ungkapkan oleh Bapak Supri yang
mencari izin pemasangan reklame bahwa:
“Sudah bagus mas, daripada kantor perizinan yang lain, saya kan juga pernah mencari izin yang sama di daerah lain, masih kalah dengan pelayanan yang ada di Surakarta ini. Durasi waktunya cepat, setengah jam sudah jadi, kalau suasananya seperti saat ini tidak ramai. Kalau ramai juga nggak ada 1 jam sudah jadi” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
xc
Pendapat yang sama datang dari Bapak Hengky, yang juga
mencari izin pemasangan reklame sebagai berikut:
“Cepat kok mas disini, tidak sampai setengah jam sudah jadi izin yang saya perlukan, pokoknya kerjanya tepat waktu, sesuai dengan harapan saya” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
Pendapat lain juga di ungkapkan oleh Ibu Retno yang
mengurus izin SIUI dan Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut:
“Menurut saya sudah cepat waktu penyelesaian izinnya, dan cukup simpel, semoga pelayanan yang seperti ini terus dipertahankan dan ditingkatkan agar pemohon izin merasa puas akan pelayanan KPPT Kota Surakarta ini” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa
kehandalan pegawai dalam hal ketepatan durasi waktu pelayanan telah
memuaskan pemohon izin. Keterlambatan durasi pelayanan perizinan
sangat jarang terjadi apabila disebabkan dari pihak pegawai, akan
tetapi lebih banyak disebabkan dari pihak pemohon izin itu sendiri,
yaitu saat penyerahan data dan waktu pengecekan lapangan tidak sama
dengan yang dicantumkan pada formulir permohonan. Maka dari itu
antara pemohon izin dan petugas KPPT Kota Surakarta perlu adanya
kerjasama agar terwujud pelayanan yang berkualitas baik, sesuai
dengan harapan pemohon izin.
Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara serta
observasi dilapangan tentang kehandalan petugas KPPT Kota
Surakarta, sudah sesuai dengan harapan pemohon izin. Prosedur
pelayanan sudah sederhana, hal ini terbukti dengan dapat selesainya
xci
pelayanan perizinan yang dimohonkan oleh pengguna jasa kepada
pihak KPPT Kota Surakarta, malahan ada juga yang sebelum tenggat
waktu yang dijanjikan, perizinan tersebut sudah selesai.
Realitas penyelesaian pelayanan ini terbukti dengan
terpenuhinya janji durasi waktu yang diberikan KPPT Kota Surakarta
bagi pemohon izin. Hal ini juga disebabkan karena KPPT Kota
Surakarta menerapkan Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu
sehingga lebih efektif dan efisien waktunya. Sejauh ini batas waktu
penyelesaian permohonan izin sudah sesuai dengan standart pelayanan
minimal yang ditetapkan, selain itu kualitas yang baik ditunjukkan
dengan minimnya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai KPPT Kota
Surakarta.
3. Daya Tanggap (responsiveness)
Daya tanggap (responsiveness), yakni suatu respon atau
kesigapan para petugas untuk membentu para pengguna jasa layanan dan
memberikan layanan dengan tanggap dan cepat, yang meliputi kesigapan
dan kecepatan karyawan dalam menangani pelayanan juga dalam
penanganan keluhan pelanggan.
KPPT Kota Surakarta merupakan instansi publik yang bergerak
di bidang pelayanan jasa, oleh karena itu faktor daya tanggap
(responsiveness) sangat penting untuk mendukung kualitas pelayanan di
instansi tersebut. Daya tanggap (responsiveness) ini terlihat dari
xcii
bagaimana pegawai KPPT Kota Surakarta dalam menanggapi kebutuhan,
serta keluhan para pengguna jasa pelayanan, dengan cara pemberian
pelayanan yang sebaik mungkin sesuai dengan standart pelayanan
minimal.
a Ketanggapan Melayani dan Memberikan Informasi
Daya tanggap pegawai dalam melayani para pengguna jasa
merupakan salah satu indikator kinerja serta kualitas pelayanan pada
suatu instansi. Pada intsansi pemerintah, dalam hal ini KPPT Kota
Surakarta harus bisa memberikan juga menjelaskan semua informasi,
peraturan serta prosedur yang dibutuhkan oleh para pengguna jasa
dengan benar.
Berkaitan dengan daya tanggap pegawai dalam melayani
serta memberikan informasi kepada pengguna jasa, KPPT Kota
Surakarta harus lebih proaktif menjelaskan tentang semua informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna jasa. Seberapa tanggap respon yang
diberikan oleh pegawai KPPT Kota Surakarta.
Menurut Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT
Kota Surakarta memberikan pernyataan sebagai berikut:
“Dalam hal pemberian informasi mengenai perizinan yang ada di KPPT ini, kami lakukan dengan sosialisasi ke masyarakat lewat media massa, juga lewat seminar. Di KPPT ini juga disediakan leaflet, anjungan informasi mandiri (touch screen), booklet dan juga ada customer service yang siap untuk memberikan penjelasan jika masyarakat masih belum jelas mengenai pelayanan perizinan yang ada disini. Jadi informasi yang didapatkan masyarakat lebih akurat” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
xciii
Pernyataan senada juga disampaikan oleh ibu Erma Suryanti,
S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan
yang mengemukakan hal sebagai berikut:
“Apabila pemohon izin butuh informasi mengenai pelayanan di KPPT ini bisa melalui via phone, atau kalau pengen lebih jelasnya lagi datang ke kantor, di ruang pelayanan sudah ada leaflet, anjungan informasi mandiri (touch screen), booklet dan juga ada customer service yang siap untuk memberikan penjelasan kepada para pemohon izin” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Berikut penilaian masyarakat pengguna jasa mengenai
bagaimana ketanggapan pegawai dalam memberikan pelayanan dan
informasi yang dibutuhkan oleh pemohon izin, hal ini dapat dilihat dari
pendapat Bapak Suyadi yang datang ke KPPT untuk mengurus izin
IMB yaitu:
“Tadi saya masih ada beberapa kekurangan mengenai gambar situasi bangunan, petugas memberitahukan kekurangan itu dengan ramah, waktu saya datang juga disambut dengan ramah. Jadi saya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Bapak Arif
Baskoro yang sedang mengurus SIUI:
“Saya rasa sudah cukup tanggap mas, semua yang saya butuhkan dijelaskan sama petugasnya. Informasi yang diberikan juga sudah jelas” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
xciv
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Rita yang sedang
mengurus izin rumah makan yang termasuk dalam jenis izin usaha
pariwisata, yang mengatakan bahwa:
“Petugas disini menurut saya sudah cukup tanggap. Sebelum saya datang kemari saya telpon dulu mas, syarat-syarat apa saja yang perlu saya lengkapi, petugasnya memberikan informasi sesuai dengan yang saya butuhkan, juga ramah mas” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
KPPT Kota Surakarta dalam menanggapi kebutuhan pemohon izin
sudah baik. Terdapat kesesuaian antara harapan pemohon izin dengan
tanggapan yang diberikan oleh pihak KPPT dalam memberikan
penjelasan serta melayani pemohon izin.
b Ketanggapan Menghadapi Komplain
KPPT Kota Surakarta adalah instansi pemerintah yang
bergerak di bidang pelayanan jasa, hal ini tentu saja tidak lepas dari
komplain atau keluhan dari pelanggan. Hal ini terjadi karena
karakteristik pelanggan yang berbeda-beda.
Keluhan dari pelanggan merupakan salah satu ungkapan
penilaian akan kualitas yang diperoleh pengguna jasa. Hal ini muncul
karena rasa ketidakpuasan dari pihak pengguna jasa. Untuk
menampung semua keluhan dari pemohon izin KPPT Kota Surakarta
menggunakan quesioner, yang dibagikan kepada pemohon izin setelah
ia membayar SKRD. Dengan demikian KPPT Kota Surakarta dapat
mengetahui keluhan para pemohon izin. Sejauh ini jarang terdapat
xcv
keluhan dari pemohon izin yang disampaikan kepada KPPT Kota
Surakarta. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Drs. Toto
Amanto, MM mengenai komplain dari pemohon izin:
“Sejauh ini pihak KPPT Kota Surakarta jarang sekali mendapatkan komplain, kalaupun ada petugas kami siap menerima dengan sabar dan ramah. Hal itu dapat disampaikan dengan menulis di kotak saran, bisa juga langsung kepada petugas kami yang ada di depan mas. Kalau ada yang sampai perlu segera diselesaikan, biasanya koordinator ikut turun tangan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Sedangkan tanggapan Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku
Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan mengemukakan hal
sebagai berikut:
“Ya namanya keluhan itu pasti ada mas, tapi selama ini kami jarang sekali menerima komplain dari masyarakat. Kami ada quesioner dengan mengukur IKM yaitu Indeks Kepuasan Masyarakat agar kami tahu apa yang dibutuhkan oleh pemohon izin. Kalaupun ada keluhan biasanya seperti salah ketik saja. Harapan kita ada kesesuaian antara harapan pemohon izin dengan pelayanan yang kami berikan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Siti Khotimah, S. Sos
selaku customer service mengenai ketanggapan menghadapi komplain:
“Selama ini tidak ada keluhan dari pemohon, kalaupun ada pasti kami akan menindak lanjutinya dengan segera. Tapi kita lihat dulu hal apa yang menjadikan keluhan, selama keluhannya rasional pasti kami tindak lanjuti mas” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
Dari wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa ketika
pemohon izin ingin mengajukan komplain, cukup dengan menulis
pada kertas, dan dimasukkan pada kotak saran atau bisa langsung di
xcvi
sampaikan pada petugas pelayanan. Tindakan KPPT Kota Surakarta
dalam menanggapi komplain dengan segera menindaklanjuti, tapi
dilihat dulu, apakah komplain tersebut rasional atau tidak.
Berikut ini tanggapan dari para pemohon izin, seperti
pendapat dari Ibu Elisabet Diana yang mengurus izin SIUP:
“Saya pribadi belum pernah komplain mas, sebab saya sudah puas dengan pelayanan yang ada sekarang. Ya semoga saja pelayanan yang seperti ini terus ditingkatkan” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Rita yang
sedang mengurus izin rumah makan yaitu:
“Saya belum pernah komplain, menurut saya para petugas disini sudah bagus kok mas dalam melayani, dan hasilnya juga sesuai dengan yang saya harapkan, jadi ya saya tidak perlu komplain lagi” (Sumber: Wawancara 29 April 2010). Dari hasil wawancara diatas, maka kita dapat mengetahui
bahwa para pemohon izin relatif puas dengan pelayanan yang
diterapkan oleh KPPT Kota Surakarta sehingga mereka tidak ada yang
komplain. Kalaupun ada petugas akan segera menanggapinya dengan
sabar dan ramah, sehingga pemohon izin tidak terlalu kecewa dengan
pelayanan yang diberikan.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa
kemampuan, kesiapan dan kesigapan petugas KPPT Kota Surakarta
dalam memberikan informasi kepada pemohon izin sudah baik, hal ini
ditunjukkan dengan mudahnya pemohon izin dalam mendapatkan
informasi yang diperlukan. Selain itu petugas selalu memberikan kesan
xcvii
yang baik dengan sikap yang responsif kepada pemohon izin, hal ini
didukung oleh pemohon izin yang lebih aktif bertanya jika ada yang
belum jelas melalui telepon atau datang langsung ke kantor.
Meskipun sejauh ini KPPT Kota Surakarta jarang
mendapatkan komplain dari pemohon, tetapi ketika pemohon izin
ingin menyampaikan komplain dapat melalui telepon, kotak saran atau
bisa juga dengan menyampaikannya langsung ke petugas. Selain itu
pihak KPPT Kota Surakarta juga mengadakan quesioner untuk melihat
tingkat kepuasan dari para pemohon izin. Dengan cara demikian
diharapkan bahwa KPPT dapat mengetahui harapan dan keinginan dari
para pemohon izin, dengan masukan yang ada akan menjadi bahan
masukan yang baik bagi KPPT Kota Surakarta dalam meningkatkan
kualitas pelayanannya.
4. Jaminan (assurance)
Jaminan (assurance), mencakup kemampuan pegawai atas
pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan,
perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, ketrampilan
dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan
di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam
menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap instansi dalam hal ini
KPPT Kota Surakarta. Sikap seperti ini akan menimbulkan kesan yang
baik kepada pengguna jasa. Sedangkan dalam penelitian di KPPT Kota
xcviii
Surakarta jaminan ini dapat diukur melalui kejujuran serta keramahan dan
kesopanan petugas.
a Kejujuran Petugas
Kejujuran merupakan salah satu modal yang penting untuk
membangun citra baik instansi tersebut. Dengan kejujuran akan
menimbulkan rasa percaya pada setiap pemohon izin. Semakin dapat
dipercaya petugas dalam menjalankan tugasnya maka semakin baik
pula citra instansi itu didepan masyarakat, dengan begitu masyarakat
akan menggunakan jasa instansi tersebut berulang kali.
Berikut ini pernyataan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku
Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai jaminan yang diberikan oleh
KPPT Kota Surakarta pada para pemohon izin:
“Kalau kita bicara jaminan sebetulnya begini, bahwa izin-izin yang diterbitkan di KPPT itu ternyata diluar sudah sah legal, dulu yang teken adalah pak walikota, tapi sekarang tanpa pak walikota cukup KPPT izin itu nilainya sama kalo jaminan yang lain sama seperti tadi yaitu mudah, cepat, ramah dan transparan. Untuk masalah biaya yang dibayarkan pemohon izin, tentunya kami mengacu pada Perda yang berlaku dan penghitungannya dilakukan dengan transparan. Kami tidak memungut biaya tambahan mas, di daerah lain masih ada yang memungut biaya tambahan, tetapi kami tidak, kalau ada petugas yang meminta biaya di luar biaya yang seharusnya, akan diberi sanksi” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Berikut Pernyataan Bapak Andy Nur Husain, S. Sos salah
satu pegawai di bagian back office KPPT yaitu:
“Pelayanan di sini sudah sesui dengan peraturan yang berlaku, soal biaya kami transparan pada pemohon izin. Di papan jumlah penarikan retribusi, leaflet dan booklet kami juga ada rincian biaya yang dikenakan sesuai dengan perizinan yang dimintakan. Pada saat cek lapangan juga kami
xcix
memberitahukan bahwa tidak ada biaya tambahan. Dengan demikian diharapkan semuanya menjadi transparan dan tertanam rasa percaya dari pemohon izin kepada kami” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa KPPT Kota
Surakarta berusaha memberikan yang terbaik bagi pelayanan juga
transparan dalam mengenakan biaya. Semua hal mengenai biaya telah
di informasikan kepada pemohon izin, begitu juga dengan survey
lapangan yang tidak memungut biaya sama sekali. Diharapkan dengan
pelayanan yang diterapkan di KPPT Kota Surakarta dapat memberikan
kepuasan kepada para pemohon izin.
Terdapat beberapa tanggapan dari pemohon izin mengenai
jaminan (assurance) ini. Berikut ini pendapat dari Bapak Hengky yang
sedang mengurus izin pemasangan reklame:
“Petugas disini dalam menetapkan tarif sesuai ketentuan yang berlaku, mereka tidak memungut biaya tambahan, jadi jika biayanya segitu ya dibayar segitu. Untuk tahun ini yang saya rasakan nilai pajaknya naiknya hampir 200%, saya pribadi merasa keberatan dengan hal itu, tapi kalau sudah ketentuannya mau bagaimana lagi” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
Bapak Widodo yang sedang mengurus SIUP menyampaikan
pendapatnya sebagai berikut:
“Tidak ada biaya tambahan mas, saya bayar sesuai dengan izin saya yang sudah dihitung oleh petugas. Sewaktu mengecek ke tempat saya petugas juga tidak meminta biaya tambahan” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
c
Ibu Elisabet Diana juga memberikan pendapatnya ketika
sedang menunggu giliran mengurus izin SIUP:
“Biaya yang dikenakan pada saya sudah sesuai dengan ketentuan. Pada saat cek lapangan, petugasnya juga cepet kerjane kok mas. kalo sekedar nyediain makanan dan minuman sudah sewajarnya” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Dari beberapa pendapat diatas dapat di ketahui bahwa apa
yang telah dilakukan petugas KPPT Kota Surakarta dalam melayani
pemohon izin sudah sesuai dengan ketentuan, mereka jujur, tidak
memungut biaya tambahan. Selain itu dengan koordinasi yang baik
antar petugas, juga antara petugas dengan pemohon izin tentunya dapat
mempercepat waktu proses penyelesaian permohonan izin yang
dibutuhkan.
b Keramahan dan Kesopanan Petugas
Dalam memberikan jaminan atas pelayanan kepada pemohon
izin selain kejujuran ada hal yang tidak kalah penting yaitu sikap
petugas dalam memberikan pelayanan. Dengan keramahan dan
kesopanan para petugas KPPT Kota Surakarta diharapkan dapat
menimbulkan citra yang baik bagi instansi dan petugas itu sendiri.
Sebagai instansi publik, KPPT Kota Surakarta berusaha
merubah citra lama yang terkesan formal, terlalu birokratis dan
sekarang menjadi lebih mendekatkan kepada masyarakat dengan
keramahtamahannya para petugas.
ci
Berikut ini pernyataan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku
Kepala KPPT Kota Surakarta:
“Untuk keramahtamahan ini saya meminta para petugas yang ada di depan agar selalu menjaga penampilan dan keramahannya ketika melayani pemohon izin. Saya selalu mengingatkan untuk selalu bersabar ketika menghadapi pemohon izin” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Ibu Endah
Setyaningsih selaku front officer di KPPT Kota Surakarta:
“Kalau soal kesopanan mas, kami berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin, memberikan penjelasan yang mudah dimengerti untuk pemohon izin. Mengedepankan keramahan pada pemohon izin, agar pemohon izin juga senang” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Mengenai keramahan dan kesopanan petugas, Bapak Arif
Baskoro yang sedang mengurus SIUI mengemukakan pendapatnya:
“Petugas disini ramah-ramah, waktu saya datang saya langsung dilayani dengan baik dan sopan” (Sumber: Wawancara 29 April 2010). Sementara itu tanggapan dari Bapak Hengky mencari izin
pemasangan reklame:
“Menurut pandangan saya, pelayanan disini sudah cukup bagus, ramah, sopan, baik petugasnya, jadi sudah cukup baiklah pelayanannya” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Pendapat dari Bapak Wardoyo yang sedang mengurus SIUP
sebagai berikut:
“Petugas disini ramah dan sopan mas, setiap ada pemohon izin yang datang selalu disapa dengan senyuman. Penampilan mereka juga bagus” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
cii
Dari berbagai wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
petugas dalam memberikan pelayanan telah dapat memberikan
jaminan keramahan serta kesopanan. Hal ini ditunjukkan dengan sikap
petugas yang murah senyum, langsung menyapa para pemohon izin
yang datang dan segera dilayani. Penampilan mereka juga sudah
bagus. Dengan begitu pemohon izin merasa nyaman saat mengurus
izin di KPPT Kota Surakarta.
5. Empati (empathy)
Empati meliputi perhatian secara individual yang diberikan
instansi terhadap pengguna jasa, seperti kemudahan untuk menghubungi
instansi, kemampuan pegawai untuk berkomunikasi dengan pengguna jasa
dan usaha instansi untuk memahami keinginan dan kebutuhan masyarakat
dalam hal ini pengguna jasa layanan KPPT Kota Surakarta.
Ada ungkapan bahwa pelanggan adalah raja. Pemohon akan
merasa demikian bila semua kepentingannya diutamakan dan
kebutuhannya terpenuhi. Apabila hal itu dapat terwujud, maka akan
menjadi daya tarik, pelengkap kegiatan promosi sehingga pemohon izin
akan merasa puas dan loyal kepada instansi.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa suatu komunikasi merupakan
hal yang penting dalam suatu hubungan. Jika terjadi kesenjangan dalam
hal komunikasi antara petugas dengan pemohon izin, maka akan timbul
persepsi yang negatif terhadap pelayanan yang ada pada instansi tersebut.
ciii
Komunikasi ini dimaksudkan untuk memberikan informasi terbaru jika
terjadi perubahan dalam pelayanan di instansi tersebut. Dengan
terbangunnya komunikasi yang baik antara petugas dengan pemohon izin,
diharapkan instansi tersebut dapat mengetahui apa yang menjadi keluhan
selama proses pelayanan dan dapat mengetahui pula apa yang menjadi
harapan para pemohon izin.
Dalam hal kemudahan petugas untuk dihubungi adalah, para
pemohon izin dapat dengan mudah untuk menemui atau menghubungi
petugas KPPT Kota Surakarta dan dapat dengan mudah mendapatkan
informasi yang diperlukan tentang pelayanan perizinan di KPPT Kota
Surakarta. Petugas KPPT Kota Surakarta harus memberikan kesan pada
para pemohon bahwa dalam mendapatkan izin di KPPT Kota Surakarta
merupakan sesuatu yang mudah, cepat, transparan, dan tepat waktu.
Berikut ini pernyataan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala
KPPT Kota Surakarta:
“Kalau masalah petugas yang mudah dihubungi, kami akan memberitahukan kepada konsumen jika keesokan harinya akan mengadakan cek lapangan dengan menelepon mereka. Atau kalau ada konsumen yang membutuhkan informasi lewat telepon, langsung kami berikan informasi yang dibutuhkan. Kami juga memberikan kesempatan konsumen untuk memberikan masukan salah satunya lewat questioner yang kami berikan mas”. (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
Hal senada juga di ungkapkan oleh salah satu pegawai di bagian
back office KPPT yaitu Bapak Andy Nur Husain, S. Sos:
“Untuk mempermudah masyarakat mengenai perizinan yang ada di KPPT, kami mensosialisaikan lewat media massa, selain itu kami juga memberikan informasi selengkap mungkin kepada
civ
masyarakat agar mereka dengan mudah mendapatkan pelayanan tanpa ada lagi syarat yang kurang. Kami juga memberikan nomor telpon KPPT, jika sewaktu-waktu butuh informasi yang lain lagi” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Mengenai kemudahan untuk dihubungi dan berkomunikasi,
beberapa pemohon izin memberikan pendapatnya. Berikut pendapat Bapak
Hengky yang sedang mencari izin pemasangan reklame:
“Mudah, lihat saja sendiri mas, disini selalu ada petugas yang didepan, jadi kalau saya perlu bertanya tinggal menghampiri mereka. Mereka juga memberikan informasi yang saya butuhkan” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
Bapak Arif Baskoro yang sedang mengurus SIUI juga
memberikan tanggapannya sebagai berikut:
“Mudah kok mas, kalau soal informasi ya petugas menjawab sejauhmana pertanyaan kita, saya juga sudah puas dengan pelayanan mereka yang seperti ini” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Bapak Susilo yang
sedang mengurus izin IMB:
“Mudah mas, seperti ini tadi waktu saya mau mengambil izin IMB saya, kemarin saya sudah ditelpon oleh pihak KPPT kalau IMB saya sudah jadi” (Sumber: wawancara 29 April 2010).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa di
dalam hal pelayanan, petugas KPPT Kota Surakarta sudah berusaha untuk
memberikan pelayanan yang mudah, cepat, dan transparan. Selain itu
pihak KPPT juga berusaha untuk mencari tahu apa yang menjadi harapan
dari para pemohon izin, baik itu lewat telepon, kotak saran maupun dengan
berdialog secara langsung. Para petugas KPPT Kota Surakarta mudah
untuk dihubungi. Petugas KPPT juga lebih pro aktif jika ada izin-izin yang
cv
telah selesai dengan memberitahukannya kepada pemohon izin lewat
telepon. Apabila ada pemohon izin yang bertanya lewat telepon, mereka
juga memberikan informasi dengan jelas.
B. Faktor Penghambat Dalam Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota
Surakarta
Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan yang ada di KPPT Kota
Surakarta dari faktor internal KPPT sendiri adalah, kadang terjadi kerusakan
pada sarana dan prasarana yang ada seperti komputer yang rusak atau juga
printernya yang rusak. Selain itu juga dalam hal akomodasi, seperti yang
dijelaskan oleh Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi,
Pelaporan dan Pengaduan mengemukakan sebagai berikut:
“Kendaraan operasional untuk survey lapangan, yang zebra itu ya mas kondisinya rusak, karena sudah tua. Kita sudah 2 tahun mengajukan tapi belum disetujui. Jadi kadang kalau posisi sedang rusak kita memakai kendaraan salah satu tim survey, mobil pribadi. Kemudian sepeda motor, kita punya hanya satu, itu juga kondisinya sudah rusak, jadi kalau mau mengirim surat gitu pake kendaraan pribadi, terus petugas yang belanja alat-alat tulis juga pribadi” (Sumber: wawancara 27 Maret 2010). Selain itu Bapak Sukardi, SE pada bagian kasir juga mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut:
“Khusus hambatan yang ada dikasir mas, belum adanya alat penghitung otomatis seperti yang ada di bank. Mesin hitung kita masih manual. Kalau pas ada pembayaran yang puluhan juta gitu mas, kita masih kesulitan dan tidak dapat cepat” (Sumber: wawancara 28 April 2010).
cvi
Sedangkan faktor penghambat dari pihak ekternal atau pemohon izin
itu sendiri seperti belum lengkapnya persyaratan yang dibutuhkan dan ketika
dilakukan survey lapangan, mereka sulit ditemui. Hal tersebut akan
menghambat proses pelayanan perizinan yang dilakukan oleh KPPT Kota
Surakarta. Selain itu, ada juga kasus seperti ketika izinnya sudah jadi, pihak
pemohon izin tidak segera membayar dan mengambilnya, pada akhirnya izin-
izin tersebut menumpuk, hal itu yang sering terjadi di KPPT Kota Surakarta.
Selama penelitian di KPPT Kota Surakarta, masyarakat pengguna jasa
yang ditemui serta diwawancarai relatif puas dengan pelayanan perizinan yang
diberikan oleh pihak KPPT Kota Surakarta dan mereka tidak menemui
hambatan dalam memperoleh pelayanan perizinan yang dibutuhkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bapak Supri yang sedang meminta izin pemasangan
reklame:
“Selama saya mencari perizinan reklame disini tidak pernah mendapat hambatan yang berarti mas, kalau pemohon izin melengkapi persyaratannya, akan mudah dan cepat” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Hal tersebut juga dikuatkan oleh Bapak Arif Baskoro yang sedang
mengurus SIUI:
“Saya sudah puas dengan pelayanan perizinan di KPPT ini, soale cepat mas, saya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan. Kalau hambatan yang saya hadapi selama mengurus izin disini tidak ada mas, mungkin karena saya sudah melengkapi berkas yang dibutuhkan. Petugas disini tidak mempersulit saya dalam mengurus izin yang saya perlukan” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
cvii
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat pengguna
jasa KPPT Kota Surakarta relatif sudah merasa puas dengan pelayanan yang
ada dan tidak menghadapi hambatan yang berarti dalam mengurus izin yang
dibutuhkan. Petugas KPPT Kota Surakarta bekerja sesuai dengan prosedur,
tidak mempersulit masyarakat pengguna jasa untuk mendapatkan izinnya.
D. Upaya Yang Dilakukan KPPT Kota Surakarta Untuk Mengatasi
Hambatan
Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, seperti dalam hal sarana
prasarana yang rusak dengan jalan memperbaikinya. Kalau komputer atau
printer yang rusak tidak dipakai dulu, diperbaiki dulu, dalam mengerjakan
pekerjaan yang menggunakan komputer dengan komputer yang kondisinya
masih bisa dipakai atau yang baik kondisinya, sehingga tidak menghentikan
pekerjaan yang harus diselesaikan.
Mengenai kondisi kendaraan operasional yang sudah rusak, seperti
disebutkan Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi,
Pelaporan dan Pengaduan tadi, menggunakan kendaraan pribadi salah satu tim
survey. Dengan demikian pekerjaan survey lapangan tetap dapat berlangsung
dan pekerjaan penyampaian surat-surat dari KPPT ke instansi lain atau
masyarakat dapat tetap berjalan. Mengatasi belum adanya mesin penghitung
otomatis yang ada di bagian kasir, petugas kasir memakai mesin penghitung
manual. Walaupun lambat penghitungannya kalau ada pembayaran yang
cviii
banyak, tapi dengan sarana itu mereka masih bisa menjalankan pekerjaannya
dengan baik.
Sedangkan untuk faktor dari pemohon izin sendiri, pihak KPPT Kota
Surakarta sudah mengajukan persyaratan yang mudah didapatkan oleh
pemohon izin. Untuk hal pemohon izin yang sulit dicari pada waktu survey,
pihak KPPT Kota Surakarta, sehari sebelumnya telah menghubungi pihak
pemohon izin, kalau besok akan mengadakan survey lapangan.
Dalam hal mengatasi kasus pemohon izin yang belum membayar dan
mengambil izinnya, pihak KPPT juga menghubungi lewat telepon atau juga
lewat surat, petugas telah berusaha memberikan pemberihatuan kepada
pemohon izin bila semua izinnya telah selesai dan dapat untuk diambil.
Dengan demikian setiap masalah yang timbul akan dapat ditekan. Diharapkan
dengan usaha yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta, tidak menghambat
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai instansi yang
memberi jasa ke pada masyarakat serta dapat memberikan pelayanan yang
prima kepada masyarakat sehingga tercipta kepuasan masyarakat, dengan
begitu dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di KPPT Kota
Surakarta.
cix
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan
penulis pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa Kualitas
Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat mengenai perizinan sudah berjalan dengan baik, hal ini
di nilai dari berbagai faktor yaitu: Bukti langsung (tangibles), Kehandalan
(reliability), Daya tanggap (responsiveness), Jaminan (assurance), Empati
(empathy).
1. Faktor Kualitas Pelayanan
6. Bukti langsung (tangibles)
Bukti langsung (tangibles) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari
sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan pekerjaan
seperti komputer dalam memasukkan data serta adanya anjungan
informasi mandiri (touch screen) untuk menuntun masyarakat
mengetahui lebih jauh lagi tentang KPPT Kota Surakarta, prosedur
pelayanan, durasi waktu penyelesaian perizinan. Terdapat ruang
tunggu yang nyaman dilengkapi dengan televisi, tempat duduk yang
empuk, AC, booklet, leaflet juga kotak saran bagi masyarakat yang
ingin menyampaikan keluhan dan sarannya bagi KPPT Kota Surakarta.
Sedangkan jumlah pegawai untuk saat ini dengan jenis pelayanan
cx
perizinan yang ada sudah memadai untuk melaksanakan tugasnya,
pembagian tugas yang sifatnya fleksibel, dengan saling membantu satu
sama lain sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif serta pegawai
selalu ada di ruang pelayanan.
7. Kehandalan (reliability)
Kehandalan (reliability) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat
dari kemudahan prosedur perizinan yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh masyarakat pengguna jasa. Selain itu ketepatan jadwal
pelayanan atau durasi waktu dalam penyelesaian suatu izin sudah
sesuai dengan apa yang telah dijanjikan, bahkan ada penyelesaian
perizinan yang selesai lebih cepat daripada jadwal waktu yang
ditetapkan. Hal ini dikarena KPPT Kota Surakarta menerapkan
Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu sehingga lebih efektif dan
efisien waktunya, kualitas yang baik ditunjukkan dengan minimnya
kesalahan yang dilakukan oleh pegawai KPPT Kota Surakarta.
8. Daya tanggap (responsiveness)
Daya tanggap (responsiveness) KPPT Kota Surakarta dapat
dilihat dari daya tanggap pegawai dalam melayani para pengguna jasa
juga pada saat pegawai memberikan informasi kepada pengguna jasa.
Para pegawai KPPT Kota Surakarta selalu berusaha dengan baik untuk
menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan dari masyarakat pengguna
jasa tentang pelayanan yang ada. Hal ini tercermin dengan adanya
customer service yang siap untuk memberikan penjelasan. Sejauh ini
cxi
KPPT Kota Surakarta jarang sekali mendapatkan komplain, kalaupun
ada, petugas siap menerimanya dengan sabar dan ramah. Komplain
dapat disampaikan dengan menulis di kotak saran, bisa juga langsung
kepada petugas yang ada di depan. Kalau ada yang perlu segera
diselesaikan, biasanya koordinator ikut turun tangan untuk
menyelesaikannya. Dari sini terlihat bahwa pegawai KPPT tidak
menyepelekan komplain dari pengguna jasa.
9. Jaminan (assurance)
Jaminan (assurance) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari
petugas KPPT Kota Surakarta yang bersikap transparan dalam
menentukan biaya perizinan, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,
petugas juga tidak memungut biaya tambahan. Selain itu jaminan yang
diberikan KPPT Kota Surakarta bahwa izin-izin yang diterbitkan di
KPPT, diluar sudah sah dan legal, tanpa tanda tangan dari walikota
cukup KPPT izin tersebut nilainya sama. Sikap petugas yang murah
senyum, langsung menyapa para pemohon izin yang datang dan segera
dilayani serta penampilan mereka yang bagus dan rapi termasuk juga
jaminan yang diberikan oleh KPPT Kota Surakarta. Dengan begitu
pemohon izin merasa nyaman saat mengurus izin di KPPT Kota
Surakarta.
cxii
10. Empati (empathy)
Empati (empathy) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari
perhatian secara individual yang diberikan instansi terhadap pengguna
jasa, seperti kemudahan untuk menghubungi instansi, kemampuan
pegawai untuk berkomunikasi dengan pengguna jasa dan usaha
instansi untuk memahami keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Petugas KPPT Kota Surakarta berusaha untuk mencari tahu apa yang
menjadi harapan dari para pemohon izin, baik itu lewat kotak saran,
quesioner yang diadakan pihak KPPT Kota Surakarta maupun dari
lembaga pendidikan yang melakukan penelitian di KPPT Kota
Surakarta, atau juga dengan berdialog secara langsung. Selain itu salah
satu faktor pendukung empati ini adalah para petugas KPPT Kota
Surakarta yang mudah untuk dihubungi. Petugas KPPT juga lebih pro
aktif jika ada izin-izin yang telah selesai dengan memberitahukannya
kepada pemohon izin lewat telpon.
2. Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi hambatan
Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan yang ada di KPPT
Kota Surakarta dari faktor internal KPPT itu sendiri adalah, terjadi
kerusakan pada sarana dan prasarana yang ada seperti komputer, printer,
kendaraan operasional sehingga tidak memadai untuk melaksanakan tugas.
cxiii
Khusus untuk hambatan yang ada dikasir, belum adanya alat penghitung
otomatis seperti yang ada di bank.
Faktor penghambat dari pihak ekternal atau dari pemohon izin itu
sendiri seperti belum lengkapnya persyaratan yang diperlukan, ketika
dilakukan survey lapangan mereka sulit ditemui, ketika izinnya sudah jadi,
pihak pemohon izin tidak segera membayar dan mengambilnya, akhirnya
izin-izin tersebut menumpuk di KPPT Kota Surakarta. Sedangkan bagi
pemohon izin, mereka relatif sudah merasa puas dengan pelayanan yang
ada dan tidak menghadapi hambatan yang berarti dalam mengurus izin
yang dibutuhkan.
Cara mengatasi hambatan tersebut seperti dalam hal sarana
prasarana yang rusak dengan jalan memperbaikinya dan menggunakan
komputer yang kondisinya masih bisa dipakai. Mengenai kendaraan
operasional yang sudah rusak, menggunakan kendaraan pribadi salah satu
tim survey. Mengatasi belum adanya mesin penghitung otomatis yang ada
di bagian kasir, petugas kasir memakai mesin penghitung manual. Pihak
KPPT Kota Surakarta sudah mengajukan persyaratan yang mudah
didapatkan oleh pemohon izin. Dalam hal pemohon izin yang sulit dicari
pada waktu survey, pihak KPPT Kota Surakarta, sehari sebelumnya telah
menghubungi pihak pemohon izin, kalau besok akan mengadakan survey.
Mengatasi kasus pemohon izin yang belum membayar dan
mengambil izinnya, pihak KPPT juga menghubungi lewat telepon atau
cxiv
juga lewat surat, petugas lebih pro aktif berusaha memberitahukan kepada
pemohon izin bila semua izinnya telah selesai dan dapat untuk diambil.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan saran
dalam rangka lebih meningkatkan kualitas pelayanan di KPPT Kota Surakarta.
Dalam hal sarana dan prasarana pelayanan perizinan seperti perlu adanya
penambahan tempat duduk di ruang tunggu, karena masih kurangnya tempat
duduk yang ada saat ini supaya tidak ada pemohon izin yang berdiri ketika
kondisi sedang ramai. Selain itu belum tersedianya bahan bacaan untuk
mengurangi kejenuhan disaat mengantri. Dilakukan perbaikan sesegera
mungkin terhadap alat-alat kantor yang rusak seperti komputer dan printer,
mengingat komputer dan printer sangat vital dalam mempengaruhi kelancaran
proses pelayanan. Perlu segera adanya penggantian kendaraan operasional
yang ada, dikarenakan kondisinya yang rusak juga mengingat umur kendaraan
yang sudah tua. Dengan demikian diharapkan kualitas pelayanan perizinan di
KPPT Kota Surakarta lebih meningkat lagi seiring dengan terciptanya
kepuasan pengguna jasa.
cxv
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto. 2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Endar Sugiarto. 1999. Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa. PT. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Fandy Tjiptono. 2002. Manajemen Jasa. Andi: Yogyakarta.
Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality & Satisfaction.
Andi: Yogyakarta
H. A.S. Moenir. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
H. B Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Sebelas Maret University Press.
Surakarta.
Lexy J. Moleong. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja
Rosdakarya.Bandung
Lijan Poltak Sinambela, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik: Teori,
Kebijakan, Dan Implementasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Osborne, David dan Plastrik, Peter. 2000. Banishing Bureaucracy (Memangkas
Birokrasi). Terjemahan PPM. Jakarta.
Rambat Lupiyoadi. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Salemba Empat: Jakarta.
Zuliant Yamit. 2004. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. EKONESIA.
Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.
Sumber lain:
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Standart
Pelayanan Minimal Bidang Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota.
Gilmore & D’Souza. 2006. “Service excellence in egovernance issues: An Indian
case study”, JOAAG, Vol. 1. No. 1. http://www.joaag.com/uploads/1-
_Gilmore_D_ Souza.pdf. 31/3/2010.
cxvi
Michael D. Johnson. 2009. “Joy and disappointment in the hotel experience:
managing relationship segments”, Managing Service Quality, Vol. 19
No 1. http://www.emeraldinsight.com/Insight/viewPDF.jsp?Filename=
html/Output/Published/EmeraldFullTextArticle/Pdf/1080190101.pdf.
top related