klasifikasi ilmu kelompok
Post on 12-Aug-2015
65 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KLASIFIKASI ILMU
( NATURAL SCIENCE DAN SOCIAL SCIENCE )
Filsafat Ilmu
Disusun Oleh :
Christianto Panggabean 120820110064
Hendry Sulistianto 120820110065
Arief Wicaksono 120820110066
Yohan Syah Lubis 120820110073
Riko Martias 120820110074
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2011
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu pengetetahuan yang pertama adalah filsafat. Filsafat itu dapat
dikatakan sebagai induk dari segala ilmu. Oleh orang Yunani, filsafat itu diberi
nama: “philosophia” yang berarti cinta akan ilmu pengetahuan. Filsafat
membicarakan hakikat hidup dan kehidupan di dunia yang dipersoalkannya
misalnya, apakah asal mula hidup ini, apakah tujuan hidup ini, apakah ada
kehidupan sebelum sekarang ini dan lain sebagainya. Ilmu yang pertama ini murni
sifatnya. Timbulnya ilmu ini didorong oleh hasrat manusia untuk menyelidiki dan
untuk mengetahui saja. Tidak terkandung dalam pikiran manusia untuk
mempergunakan ilmu itu sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan. Hasrat
hanya untuk mencari pengetahuan semata-mata dengan tidak mengharapkan
keuntungan dari pengetahuan itu. Filsafat sifatnya hanya sekedar merenungkan.
Dengan berkembangnya masyarakat, maka terasa dalam hidup itu perlu
adanya alat-alat yang dapat menolong manusia. Dengan demikian timbullah hasrat
untuk menyelidiki alam sekitar. Diusahakan agar hasil penyelidikan itu dapat
dipergunakan untuk keperluan hidup. Sejak itu timbullah ilmu-ilmu baru sebagai
cabang dari ilmu pengetahuan yang pertama tadi. Mula-mula cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang baru timbul itu masih berhubungan erat dengan induk ilmu tadi.
Akan tetapi lambat laun ilmu baru itu melepaskan diri daripadanya. Timbullah
tiga cabang ilmu pengetahuan baru yaitu: dari filsafat alam timbullah ilmu
pengetahuan alam atau natural science, dari filsafat moral timbullah ilmu
pengetahuan sosial atau social science
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari Ilmu Pengetahuan dan
Ilmu Sosial.
2. Kesamaan antara Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Sosial.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ilmu Pengetahuan
Menurut “ensiklopedia Indonesia” ilmu pengetahuan adalah suatu sistem
dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan
metode-metode tertentu. Ilmu pengetahuan prinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang
berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun
dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan
berbagai metode.
Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris science , yang berasal
dari bahasa latin scientiadari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari,
mengetahui. Ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang
rasional, sistematik, logis, dan konsisten.
2.2 Perbedaan Ilmu Pengetahuan Dengan Pengetahuan
2.1.1 Pendahuluan
Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda
dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense).
Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu
pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka
menyamakan dua pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu
pengetahuan dan pengetahuan akan dicoba dibahas disini.
Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau
membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula
membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan.
Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui
hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan
3
terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan
eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka
perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-
ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian
kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner.
Sebelum kita membahas hakekat ilmu pengetahuan dan perbedaannya
dengan pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan serba sedikit
tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
2.1.2 Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Mempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu penting, karena dengan
mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap
perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja,
tetapi melalui proses, melalui tahap-tahap atau periode-periode
perkembangan.
a) Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi)
Perintisan “Ilmu pengetahuan” dianggap dimulai pada abad 4 sebelum
Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu
pengetahuan diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum
Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke
persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi
mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa kejadian-kejadian
misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-
dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi
logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos,
dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis.
Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal).
Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam
(internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi
yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini
4
merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan
ilmiah.
Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi
Aristoteles tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis
atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis,
dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil,
yang riil adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan
substansi, dan ada hirarki substansi-substansi. Substansi adalah sesuatu
yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi
mempunyai struktur ontologis. Dalam struktur terdapat 2 prinsip, yaitu:
1) Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi:
menunjukkan prinsip kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap
benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai kemungkinan untuk
mempunyai kesempurnaan lain. Perubahan terjadi bila potensi berubah,
dan perubahan tersebut direalisasikan.
Gambar 8 : Aristoteles
5
Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari
perintisan “ilmu pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut:
1) Hal Pengenalan
Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan, yaitu:
(1) pengenalan inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles,
pengenalan inderawi memberi pengetahuan tentang hal-hal yang
kongkrit dari suatu benda. Sedang pengenalan rasional dapat mencapai
hakekat sesuatu, melalui jalan abstraksi.
2) Hal Metode
Selanjutnya, menurut Aristoteles, “ilmu pengetahuan” adalah
pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-
objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti
berargumentasi (reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan
“ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-prinsip,
mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada
akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode.
Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan
“ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu mulai dari
fakta untuk menyusun hukum (pengetahuan universal); (2) deduksi
(silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
b) Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)
Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena
adanya perombakan total dalam cara berpikir. Perombakan total tersebut
adalah sebagai berikut:
Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional,
Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara
berpikirnya bersifat analisis yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau
matematis. Yang dimunculkan dalam berfikir ilmiah Aristoteles adalah
berpikir tentang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik
yang nampak atau apa yang berada di balik fenomena).
6
Gambar 9 : Gallileo Gallilei
Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisi dan beralih ke elemen-
elemen yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat.
Dengan demikian bukan substansi tetapi elemen-elemen yang merupakan
kesatuan sistem. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu
memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model
yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya
laboratorium. Uji coba penting, untuk itu harus membuat eksperimen. Ini
berarti mempergunakan pendekatan matematis dan pendekatan
eksperimental. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu
pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak abad 17, ilmu pengetahuan
berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah
(clearly and distinctly) serta disatu pihak berpikir pada kesadaran, dan
pihak lain berpihak pada materi. Prinsip jelas dan terpilah-pilah dapat
dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan
yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir
7
maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti,
karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas
dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan
hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio (dalam Hadiwijono,
1981). Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga,
hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini
sama dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti
menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita
ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes
dikemukakan melalui keragu-raguan. Keragu-raguan menimbulkan
kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi. Prinsip ilmu
pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak
pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-
1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan
pangalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.
Gambar 10 : Rene Descartes
Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut perlu
terlebih dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan,
8
berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan
empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang
berasal dari pengalaman. Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme
maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan
bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara
unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975).
Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek
dan bukan pada objek. Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu
pengetahuan bukan hasil pengalaman, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak
pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh
lain yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam makalah ini
cukup mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk
menggambarkan adanya pemikiran yang revolusioner dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.
Terdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia.
Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak
terbatas pada hal-hal yang bersifat materi.
3. Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak
hanya hasil/metode eksperimental semata, tetapi juga hasil
pengamatan, wawancara. Atau dapat dikatakan definisi ini tidak
memberikan tali pengikat yang kuat untuk menyatukan hasil
eksperimen dan hasil pengamatan (Ziman J. dalam Qadir C.A.,
1995).
9
4. Ilmu pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui
kesimpulan logis dari pengamatan empiris.
Definisi mempergunakan metode induksi yaitu membangun prinsip-
prinsip umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini
memberikan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil
pengamatan yang akan datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya
pemikiran spekulatif atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil
pengamatan. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih.
Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan
penelitian lebih lanjut.
Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya
berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal
sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun
itu berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai
ilmu pengetahuan tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan
bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun
haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi tempat
bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam
bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti
terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka
konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan
penelitian akan percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis
ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak.
Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita
hidup. Ini berarti ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik pengetahuan.
Sementara pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu
pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan
lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu
10
laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut diterima, maka ilmu
pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium tersebut
ditutup.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau
kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi
merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan
teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk
menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual
yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan
pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J.
dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian
atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan
penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan
(eksperimen).
Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi
tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan
makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru
(menurut penulis) akan diukur hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan
gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan
tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai
penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang
bersinambungan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi
ilmu pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk
menghasilkan percobaan baru, berarti juga menghasilkan penelitian baru
yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya –
berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan
penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia yang
hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan
11
bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang
menjadi penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah
terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi
ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada
kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru atau penelitian baru,
dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.
Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada
hakikatnya bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal
sehat (common sense). Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat
dengan ilmu pengetahuan William James yang menyatakan hasil akal
sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu pengetahuan adalah
sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Kemudian
bagaimana cara untuk memantapkan atau mengembangkan ilmu
pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu pengetahuan tersebut di atas maka
pemantapan dilakukan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-
percobaan.
Perlu dipertanyakan pula bagaimana hubungan antara akal sehat yang
menghasilkan perseptual dengan ilmu pengetahuan sebagai konseptual.
Jawabannya adalah akal sehat yang menghasilkan pengetahuan merupakan
premis bagi pengetahuan eksperimental (Conant, J.B. dalam Qadir C.A.,
1995). Ini berarti pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu
pengetahuan, masukan tersebut selanjutnya diterima sebagai masalah
untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat berbentuk teori baru.
Sedangkan Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan
(common sense) dengan ilmu pengetahuan (science).
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dalam common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai
penjelasan tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak
melakukan pengujian kritis hubungan sebab-akibat antara fakta
yang satu dengan fakta lain. Sedang dalam science di samping
diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat dikontrol dengan
12
sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan
pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang
berlaku.
2) Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik.
Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip
yang mendasar dan berlaku umum tentang suatu hal. Artinya
dengan berpedoman pada teori-teori yang dihasilkan dalam
penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru bertujuan untuk
menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Sedang common sense tidak memberikan
penjelasan (eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang
terjalin. Di samping itu, dalam common sense cara pengumpulan
data bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan muatan-
muatan emosi dan perasaan.
3) Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan
menjadikan konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi
pola-pola eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas
aturan-aturan. Dengan menunjukkan hubungan logis dari proposisi
yang satu dengan lainnya, ilmu pengetahuan tampil mengatasi
konflik.
4) Kebenaran yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang
kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian
kritis. Kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu dihadapkan pada
pengujian melalui observasi maupun eksperimen dan sewaktu-
waktu dapat diperbaharui atau diganti.
5) Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan
untuk memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam
common sense biasanya mengandung pengertian ganda dan samar-
13
samar. Sedang ilmu pengetahuan merupakan konsep-konsep yang
tajam yang harus dapat diverifikasi secara empirik.
6) Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur.
Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah. Dalam ilmu
pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan adalah
metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi.
Sedang ilmu sosial dan budaya juga menggunakan metode
pengamatan, wawancara, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi.
Dalam common sense cara mendapatkan pengetahuan hanya
melalui pengamatan dengan panca indera.
Gambar 11 : Ernest Nagel
Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut
dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual
atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian
dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain
dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik,
objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap,
karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian
14
secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat
sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.
2.3 Ilmu
Ilmu menurut DR. Moh. Hatta adalah pengetahuan yang didapat dari
pengalaman disebut “pengetahuan pengalaman” ringkasnya adalah pengetahuan.
Pengetahuan yang didapatkan dengan jalan keterengan disebut ilmu. Langeveld
menyatakan pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang
diketahui, suatu kesatuan dimana objek itu dipandang oleh subjek sebagai yang
diketahuinya.
Endang Saifuddin membedakan 4 macam pengetahuan:
1. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan tentang hal-hal yang biasa yang
sehari-hari yang disebut pengetahuan.
2. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang mengetahui sistem dan
metode tertentu yang disebut ilmu pengetahuan.
3. Pengetahuan filosofis, adalah semacam “ilmu” yang istimewa, yang
mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak terjawab oleh ilmi-
ilmu biasa, yang disebut filsafat.
4. Pengetahuan teologis yaitu pengetahuan keagamaan, pengetahuan
tentang agama, pengeteahuan tentang pemberitahuan dari Tuhan.
2.4 Klasifikasi Ilmu
1. Ilmu alam (Natural Science)
Ilmu alam (Inggris:natural science) atau ilmu pengetahuan alam
adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana
obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan
umum, berlaku kapan pun dimana pun.
Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya
adalah pengetahuan.
Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa:
“Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses”
15
Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa:
“Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk
mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan
produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both
product and process, inseparably Joint “
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para
ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan
tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data,
menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa
karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala
alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang bumi
dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu
terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi,
dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan
sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam
ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu"
sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat
alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang
kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti.
Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu
alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam
pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti
alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan
dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia
yang mendasari alam semesta).
16
Ciri – ciri ilmu alam:
1. Mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol.
Dengan demikian tidak begitu mengalami perubahan baik dalam
perspektif waktu maupun tempat.
2. Mempelajari alam dan manusia secara statis.
3. Disebabkan sifat bidang kajiannya yang bersifat statis maka
dimanapun dan kapanpun, selama kebenaran teori keilmuan masih
diterima, pikiran-pikiran dasar yang melandasi sebuah teori ilmu
alam adalah sama. Artinya selama kita masih menerima teori
mekanika klasik newton, dimana pun dan kapanpun kita menerima
postulat, asumsi, dan prinsip yang melandasi teori tersebut.
Cabang-cabang utama dari ilmu alam adalah:
1. Astronomi
Astronomi, yang secara etimologi berarti "ilmu bintang" (dari
Yunani: άστρο, + νόμος), adalah ilmu yang melibatkan
pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar bumi dan
atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan
kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar bumi),
juga proses yang melibatkan mereka.
2. Biologi
Biologi (ilmu hayat) adalah ilmu mengenai kehidupan. Istilah ini
diambil dari bahasa Belanda "biologie", yang juga diturunkan dari
gabungan kata bahasa Yunani, βίος, bios ("hidup") dan λόγος,logos
("lambang", "ilmu"). Dahulu sampai tahun 1970-an digunakan
istilah ilmu hayat (diambil dari bahasa Arab, artinya "ilmu
kehidupan").
3. Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme
dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani
oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai
17
ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun
interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi
pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914).
Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau
sistem dengan lingkungannya.
4. Fisika
Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos), "alamiah", dan φύσις
(physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam
makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak
hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan
atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang
yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang
membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi
alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.
5. Geologi
Geologi (berasal dari Yunani: γη- [ge-, "bumi"] dan λογος [logos,
"kata", "alasan"]) adalah Ilmu (sains) yang mempelajari bumi,
komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses
pembentukannya.
6. Geografi fisik berbasis ilmu
i. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta
persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik
dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari
Bahasa Yunani yaitu gêo ("Bumi") dan graphein ("menulis", atau
"menjelaskan").
7. Ilmu bumi
Ilmu bumi (Inggris: earth science, geoscience) adalah suatu istilah
untuk kumpulan cabang-cabang ilmu yang mempelajari bumi.
Cabang ilmu ini menggunakan gabungan ilmu fisika, geografi,
matematika, kimia dan biologi untuk membentuk suatu pengertian
kuantitatif dari lapisan-lapisan bumi.
18
8. Kimia
Kimia (dari bahasa Farsi dan bahasa Indo-Eropa کیمیا / kimia "seni
transformasi" "alkimia") adalah ilmu yang mempelajari mengenai
komposisi, struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom
hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi
mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari.
Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom
individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut
pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern, sifat fisik
materi umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom yang
pada gilirannya ditentukan oleh gaya antaratom dan ikatan kimia.
2.5 Ilmu sosial (social science)
Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial
(Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari
aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu
ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode
ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.
Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas
dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan
masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri
pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas
terhadap masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif,
inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah
bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu
sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan
interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia
serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak
peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial.
19
Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan
dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Ciri – ciri ilmu sosial:
1. Objek penelitian ilmu sosial adalah manusia yang memiliki satu
karakteristik yang unik yang membedakan manusia dari wujud
lainnya.
2. Mempelajari alam dan manusia dalam konteks interaksi yang dinamis.
3. Ilmu sosial tidak mengkaji manusia dalam konteks yang dinamis
dimana manusia dan manusia, manusia dengan benda, membentuk
suatu jaringan interaksi yang membuahkan kebudayaan tertentu.
Berarti, dalam ilmu sosial sering kita mempunyai pikiran-pikiran dasar
yang berbeda mengenai suatu objek penelaahan yang sama. Atau
dengan kata lain ilmu sosial sering tidak mempunyai satu teori
mengenai gejala sosial tertentu. Melainkan seperangkat teori yang
didasarkan kepada seperangkat postulat, asumsi dan prinsip yang
berbeda. Oleh sebab itu dalam memanfaatkan seperangkat teori ilmu
sosial dalam memecahkan gejala sosial harus disadari bahwa nilai dan
sikap kebudayaan yang berbeda membutuhkan pikiran dasar konsepsi
keilmuan yang berbeda pula.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
1. Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan
khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan
masyarakat
2. Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan
dalam masyarakat
3. Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas
fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
4. Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
5. Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
20
6. Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan
belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
7. Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia
(termasuk negara)
8. Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
9. Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan
umat manusia
10. Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar
manusia di dalamnya
2.6 Kesamaan Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Secara metodologis sebenarnya tidak tedapat perbedaan antar ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial, keduanya memperduganakan metode ilmiah, yang
didasarkan pada prinsip logika-hipotesis-verifikasi. Namun disebabkan bidang
kajian yang berbeda. Ilmu-ilmu alam mempelajari alam dan manusia secara statis
sedangkan ilmu-ilmu sosial mempelajari kedua objek ini dalam konteks interaksi
yang dinamis, maka tampak beberapa perbedaan antar kedua bidang kajian
keilmuan ini.
2.7 Perbedaan Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang kemajuannya sangat pesat,
ilmu-ilmu sosial agak tertinggal di belakang. Hal ini disebabkan oleh subyek
ilmu-ilmu sosial yang adalah manusia sebagai makhluk multidimensional.
1. Obyek Penelaahan yang Kompleks
Gejala sosial lebih kompleks dibandingkan dengan gejala alami yang
hanya bersifat fisik. Kendati juga memiliki karakteristik fisik, gejala sosial
memerlukan penjelasan yang lebih dalam. Hal yang bersifat azasi sering
tak tersentuh oleh pengamatan terhadap gejala fisik karena sifatnya yang
umum. Penelaahan ilmu alam meliputi beberapa variabel dalam jumlah
yang relatif kecil dan dapat diukur secara tepat, sedangkan variabel ilmu
sosial sangat banyak dan rumit.
21
2. Kesukaran dalam Pengamatan
Pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit dibandingkan dengan
gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu sosial tidak mungkin menangkap gejala
masa lalu secara indrawi kecuali melalui dokumentasi yang baik,
sedangkan seorang ahli ilmu kimia atau fisika, misalnya, bisa mengulangi
percobaan yang sama setiap waktu dan mengamatinya secara langsung.
Hakikat ilmu-ilmu sosial tidak memungkinkan pengamatan secara
langsung dan berulang.
Mungkin saja seorang ahli ilmu sosial mengamati gejala sosial secara
langsung, tetapi ia akan menemui kesulitan untuk melakukannya secara
keseluruhan karena gejala sosial lebih variatif dibandingkan gejala fisik.
Perlakuan yang sama terhadap setiap individu penelitian dalam ilmu sosial
bisa menghasilkan suatu tabulasi, tetapi peluang kebenaran pada perlakuan
yang sama itu pun tidak sebesar peluang kesamaan dalam ilmu-ilmu alam.
3. Obyek Penelaahan yang Tak Terulang
Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam dan dapat diamati secara
langsung. Gejala sosial bersifat unik dan sukar terulang kembali. Abstraksi
secara tepat dapat dilakukan terhadap gejala fisik lewat perumusan
kuantitatif dan hukum yang berlaku secara umum. Tetapi kebanyakan
masalah sosial bersifat spesifik dalam konteks historis tertentu.
4. Hubungan antara Ahli dan Obyek Penelaahan
Ahli ilmu sosial mempelajari manusia, makhluk hidup yang penuh
tujuan dalam tingkah lakunya, sedangkan gejala fisik kealaman seperti
unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang mati. Karena itu
subyek penelaahan ilmu sosial dapat berubah secara tetap sesuai dengan
tindakan manusia yang didasari keinginan dan pilihan masing-masing.
Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang
bersifat umum mengenai proses alam. Apa pun yang ia lakukan tidak
22
bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju atau tidak setuju
terhadap proses alam. Sedangkan ahli ilmu sosial tak bisa melepaskan diri
dari jalinan unsur-unsur kejadian sosial.
Kesimpulan umum dapat memengaruhi kegiatan sosial. Penemuan di
bidang ilmu alam baru akan kehilangan artinya setelah digantikan oleh
penemuan baru yang lebih baik, sedangkan penemuan di bidang sosial
akan sangat mudah kehilangan artinya jika pengetahuan tersebut ternyata
menyebabkan manusia mengubah kondisi sosialnya.
Ahli ilmu sosial tidak bersikap sebagai penonton yang menyaksikan
suatu proses kejadian sosial karena ia merupakan bagian integral dari
obyek kehidupan yang ditelaahnya. Karena itu lebih sukar bagi seorang
peneliti ilmu sosial untuk bersikap obyektif dalam masalah ilmu sosial
daripada seorang peneliti ilmu alam dalam masalah kealaman. Keterlibatan
secara emosional terhadap nilai-nilai tertentu juga cenderung memberikan
penilaian baik/ buruk yang bersifat individual/ subyektif.
Ahli ilmu alam mempelajari fakta yang terdapat pada alam, sedangkan
ahli ilmu sosial mempelajari fakta yang terdapat dalam masyarakat
kondisional. Ideal seorang ahli ilmu sosial tentang kondisi masyarakat
yang diharapkannya dapat mempersulit perkembangan penelitiannya.
Ahli ilmu sosial harus mengatasi berbagai rintangan jika berharap
untuk membuat kemajuan yang berarti dalam menerangkan, meramalkan
dan mengontrol perilaku manusia. Ini hanya dapat dilakukan bila ia gigih
dan sabar. Kemajuan pesat yang dicapai ahli-ahli ilmu alam menyebabkan
para ahli ilmu sosial mendapatkan tantangan berat untuk memecahkan
masalah kemanusiaan.
23
DAFTAR PUSTAKA
http://haiz-fisika.blogspot.com/2011/01/persamaan-dan-perbedaan-ilmu-
ilmu.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/2163858-pembagian-ilmu-
pengetahuan/#ixzz1Nwn46qjh
http://vilhadervia.blogspot.com/2011/05/klasifikasi-ilmu-pengetahuan.html
24
top related