kerangka acuan kerja - ekon.go.id · pdf filekerangka acuan kerja (kak) ptt(51) ... kehutanan...
Post on 06-Feb-2018
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kerangka Acuan KerjaPEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEHUTANAN
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
TAHUN ANGGARAN 2015
2
Asisten Deputi Kehutanan mernpunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan,
serta pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di
bidang kehutanan.
Pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pada dasarnya merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang akan berdampak pada perubahan fungsi lingkungan hidup. Oleh karena
itu, pola dan cara-cara dalam membangun akan menentukan besaran dampak yang
akan terjadi pada keberlanjutan sumber daya alam dan Iingkungan hidup.
Dalam pembangunan nasional, sektor kehutanan memiliki peran penting,
antara lain sebagai penyedia bahan baku bagi industri dan pendukung sistem
kehidupan. Oleh karena itu, pengeloJaan dan pemanfaatan sumber daya hutan harus
dilakukan secara efisien, bijaksana, dan berkelanjutan agar pembangunan dan
kehidupan manusia dapat terus berlanjut.
Pentahapan pembangunan pada RPJMN 2015-2019 yang akan datang adalah
memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan
keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber daya alam (SDA) yang
tersedia, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta kemampuan IPTEK.
Oleh karena itu, pembangunan sektor kehutanan antara lain diarahkan pada: (1)
ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan; dan (2)
peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan.
Prioritas peningkatan ketahanan pangan dan revitaJisasi pertanian, perikanan
dan kehutanan difokuskan pada: (i) peningkatan produksi dan produktivitas untuk
memenuhi ketersediaan pangan dan bahan baku industri dari dalam negeri; (ii)
peningkatan nilai tam bah, daya saing, dan pemasaran produk pertanian, perikanan
dan kehutanan; dan (iii) peningkatan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan dan
kehutanan. Sedangkan prioritas peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya
hutan difokuskan pada: (0 pemantapan kawasan hutan; (ii) konservasi
I. Pendahuluan
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
PTT (51) Bidang Kehutanan
Hutan, selain merupakan sumber emisi karbon dalam konteks perubahan
iklim juga merupakan rosot karbon dan tempat penyimpanan karbon. Praktek
pengelolaan hutan yang berkelanjutan dari hutan produksi, hutan konservasi dan
hutan lindung, serta pembatasan konversi lahan hutan menjadi non-hutan dan
degradasi kualitas hutan, pengelolaan hutan pada lahan gambut dan pencegahan
3
keanekaragaman hayati dan perlindungan butan; (iii) peningkatan fungsi dan daya
dukung OAS; dan (iv) pengembangan penelitian dan IPTEK kehutanan.
Penanganan perubahan iklim dan dampaknya merupakan tantangan besar
pada saat ini dan di masa mendatang bagi semua negara di dunia termasuk Indonesia.
Perubahan iklirn adalah fenomena global yang telah menjadi perhatian berbagai
pihak baik di tingkat global, nasion ai, maupun loka!. Oampak yang ditimbulkan oleh
fenomena ini mendorong komunitas internasional untuk mengatasi penyebabnya
(mitigasi) dan mengantisipasi akibatnya (adaptasi). Penyebab perubahan iklim
adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK), utamanya karbon dioksida
(C02) yang terjadi karena pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan,
khususnya deforestasi hutan tropis.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (intergovernmental Panel onClimate Change, IPCC) melaporkan bahwa secara global dalam peri ode 2002-2005kontribusi kegiatan penggunaan lahan, alih guna lahan dan kehutanan (land-use,land-use change and forestry, LULUCF) adalah sekitar 17% dari total emisi per tahunsebesar 32.3 Gt C02-e (IPCC 2007).
Sejak pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak
ke-13 (13thConference of Parties, COP13) Konvensi Kerangka PBB untuk Perubahan
Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) di Balitahun 2007 yang lalu, pemahaman masyarakat mengenai perubahan iklim
berangsur-angsur membaik. Apalagi ketika pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan (reducing emission from deforestation and forest degradation, REDO)menjadi salah satu keputusan COP13 dan menjadi bagian penting dalam Rencana Aksi
Bali (Bali Action Plan, BAP) untuk mitigasi perubahan iklim. Hutan menjadi pokokpembicaraan yang menarik dam konteks perubahan iklim. Biaya penurunan emisi
dari sektor LULUCF yang relatif murah di negara berkembang (Stern 2007)
menunjukkan bahwa mitigasi perubahan iklim melalui sektor LULUCF dapat
diprioritaskan sambil tetap memanfaatkan peluang-peluang ekonomi dalam sektor
ini.
kebakaran hutan, berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK. Rehabilitasi hutan
dan lahan gambut dan pernbuatan/penanarnan hutan produksi di lahan yangterdegradasi akan meningkatkan kemampuan penyerapan karbon. Hal ini juga akan
memberikan dampak positif terhadap perlindungan keanekaragaman hayati,
perlindungan sumber daya air, serta fungsi sosial ekonomi.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan Emisi Gas
Rumah kaca (GRK) sebesar 26% dengan usaha sendiri dan sebesar 41% dengan
bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya rencana aksi
(business as usualjBAU).
Dalam rangka penanganan perubahan iklim di Indonesia, dibutuhkan
pemahaman proses kejadiannya, faktor-faktor penyebab maupun dampaknya bagi
manusia, pembangunan ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut penting untuk
mendukung perencanaan dan implementasi berbagai upaya penyesuaian (adaptasi)
dan penurunan emisi (mitigasi). Banyak sektor dalam upaya mengatasi perubahan
iklirn, antara lain sektor kehutanan, lingkungan, pertanian, industri, energi,
pertambangan. Dari sektor-sektor tersebut, berdasarkan hasil kajian menunjukkan
bahwa kehutanan berperan penting dalam upaya mengatasi isu perubahan iklim.
Selanjutnya, telah disepakati bersama dalam bentuk deklarasi antara ketiga
negara pada 12 Februari 2007 yang dikenal sebagai Heart of Borneo Initiative. Heartof Borneo merupakan inisiatif pemerintah tiga negara Brunei Darussalam, Indonesia
dan Malaysia yang didukung oleh banyak pihak yang dirancang sebagai program
pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi yang bertujuan mempertahankan
keberlanjutan manfaat salah satu hutan terbaik yang masih tersisa di Borneo bagi
kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Cakupan wilayah kerja Heart ofBorneo membentang pada rangkaian dataran tinggi Borneo yang terhubung secaralangsung dengan dataran rendah di bawahnya.
Dengan adanya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur, di Indonesia kawasan
Heart of Borneo mencakup 4 (empat) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Dalam rangka
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan Program Heart of Borneo
berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 108
Tahun 2014 telah dibentuk Kelompok Kerja Nasional.
Salah satu program prioritas HoB Indonesia adalah penyusunan tata ruang
Kawasan Strategi Nasional (KSN) HoB. Kawasan Strategi Nasional HoB merniliki
4
fungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Di samping itu, kegiatan
prioritas HoB mencakup: 1) Pengelolaan Kawasan Konservasi Lintas Batas, 2)
Pengelolaan Kawasan Lindung, 3) Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, 4)
Pengembangan Ekowisata, dan 5) Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia.
Pembangunan kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional yang tidak terpisahkan sehingga harus selaras dengan dinamika
pembangunan nasional. Dalam rangka mendukung pembangunan nasional,
pemanfaatan kawasan hutan untuk sektor lain telah diatur dalam UU 41/1999
tentang Kehutanan pada pasal 19 ayat (1) yang menyebutkan bahwa untuk
melakukan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan harus didasarkan atas
penelitian terpadu, serta apabiJa berdampak penting dan cakupan yang luas serta
bernilai strategis diperlukan persetujuan DPR.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatur
penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan diluar sektor kehutanan antara lain
: PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, PP No. 10 Tahun
2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan serta PP
No. 24 Tahun 2010 ten tang Penggunaan Kawasan Hutan. Berbagai kebijakan tersebut
bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
hutan dan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan secara lestari
(sustainable forest management).
Selama ini pemanfaatan hutan lebih berorientasi pada hasil kayu, padahal nilai
manfaat jasa lingkungan dapat jauh lebih besar dari nilai manfaat kayu tersebut.
Paradigma baru dalam pemanfaatan hutan yang berbasis sumber daya hutan saat ini
telah membuka peluang bagi pernanfaatan jasa lingkungan hutan yang selama ini
masih belum optimal. Hal ini mendorong terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan
yang semula merupakan barang tak bernilai (non-marketable goods) bergeser ke
barang bernilai (marketable goods). Perubahan paradigma tersebut perlu diikuti
dengan perencanaan yang kornprehensif agar pemanfaatan jasa lingkungan tet
top related