kekerasan dalam rumah tangga tugas lia hariyani
Post on 14-Apr-2018
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
1/16
0
DOMESTIC VIOLENCE
Nama : Lia hariyani
Nim : 110.2006.150
Pembimbing : Dr. Miranti Pusparini MPd
Kelompok 5
Bidang kepemitraan Domestic Violence
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
2/16
1
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( No. 23 TAHUN 2004, PASAL1)
DITINJAU DARI SEGI PENANGANAN PSIKOLOGIS PASCA
KEKERASAN DAN PENCEGAHANNYA
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : KDRT segala bentuk tindak kekerasan yang biasanya
dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan
ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau
keluarga. biasanya, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal,tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk
mengendalikan istri.
PRESENTASI KASUS : Terjadi tindak kekerasan Tuan. D terhadap istrinya Ny. Ldisebabkan tangisan anaknya yang mengakibatkan luka memar pada bagian dada , kepala dan
lengan dan gangguan prilaku .
DISKUSI DAN KESIMPULAN ; Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah
tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaanperempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan
terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan
masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan
jender. Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuan padaPsikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
LATAR BELAKANG
Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September
2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat
menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan,
dari segala tindak kekerasan Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak
dikumpulkan secara sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis
perempuan, menunjukkan adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan, Daripenelitian ini terungkap bahwa sebagai suami yang melakukan tindak kekerasan kepada istri
meyakini kebenaran tindakannya itu, karena prilaku istri dianggap tidak menurut kepada suami,
melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu, pergi tanpa pamit.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
3/16
2
Hal ini diyakini oleh pihak istri, sehingga mereka mengalami kekerasan dari suaminya dan
cenderung diam tidak membantah.kekerasan dalam lingkup rumah tangga, seperti dengan
memukul atau menampar istrinya, menendang, dan memaki-maki dengan ucapan yang kotor.
Kultur budaya masyarakat yang mengedepankan laki-laki dapat dipastikan posisi perempuan
bersifat subordinasi terhadap laki-laki. Segala bentuk kekerasan yang terjadi bagi perempuan
selalu mempunyai legitimasi cultural masyarakat, karena memang posisi perempuan lebih rendah
dari laki-laki.Banyaknya faktor yang mendorong tindakan kekerasan terhadap istri, bahkan dari
faktor psikologis pun dapat membentuk perilaku kekerasan terhadap istri, salah satu contoh
tindakan kekerasan seperti kekerasan seksualitas yang dilakukan suami terhadap istri. Tindak
kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi
kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa alasan,
pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada istri dalam
rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan
kesucian dan keharmonisan rumah tangga (sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada
istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindakkekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan
Mave Cormack dan Stathern (1990) menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas
perempuan ditinjau dari teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari nature ke
culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan
dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature). Secara kultural laki-laki ditempatkan
pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan dan
memaksa perempuan. Dari dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah
membentuksocial structure yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga
mempengaruhi prilaku individu dalam kehidupan berkeluarga. Bedasarkan hal tersebut diatasdalam laporan kasus ini penulis akan menjelaskan pentingnya penanganan pasca kekerasan pada
korban kdrt dan pencegahan yang bisa dilakukan.
PRESENTASI KASUS
NY. L datang ke polres untuk mengadukan suaminya Tuan . D karna tindakan kekerasan yang
dilakukan suaminya. Tuan D menduduki jabatan di dalam instansi pemerintahan.Mereka
menikah pada tahun 1992 sah secara agama maupun hukum mereka dikaruniai 2 orang anak
.Sebelumnya hubungan keluarga sudah kurang harmonis Tuan D sering melakukan tindakankekerasan kecil sejak awal pernikahan.
Awal mula terjadi tindak kekerasan pada pagi hari saat Ny. L hendak mengambil baju dikamar
anak nya terlihat suaminya tuan D sedang dalam keadaan masih tertidur .tiba tiba Tuan D
terbangun sambil marah marah dan membanting barang di sekitarnya karna melihat di luar
kamar anak mereka Yang paling kecil menangis tanpa diketahui sebab nya.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
4/16
3
Tuan D menuduh Ny. L yang membuat anak mereka menangis .ny. L tidak terima dan
membantah tuduhan suami karena dalam keadaan emosi tuan D menendang bagian dada sang
istri hingga sang istri terjatuh sejauh satu meter.belum puas melihat sang istri terjatuh tuan D
mengambil sapu kayu dan memukul kan nya ke daerah kepala dan lengan beberapa kali hingga
memar tanpa memperdulikan anak anak nya melihat kejadian pemukulan tersebut.
Akibat kejadian itu ny. L pergi dari rumah meninggalkan suami dan membawa kedua anakya ke
rumah orang tua ny. L . dengan sebelumnya ny. L melaporkan tindakan suaminya itu dan
melakukan visum.
Setelah jelang satu minggu ny. L pulang kerumah dengan kedua anak nya tanpa dijemput
ataupun dibujuk rayu oleh sang suami itu semua karna bujuk rayu dari saudara saudara ny.L.
Saat ini sikap sang ny. L berubah menjadi dingin terhadap suami dan menjadi ketakutan apabila
dekat dekat dengan sang suami , menutup diri dari lingkungan luar dan sudah tidak merawat diri
sehingga terlihat seperti tidak terawat.
Melihat sikap istrinya seperti itu tuan D tidak melakukan tindakan apapun untuk memperbaiki
menurut pengakuan ny.L sang suami tuan D sikapnya semakin menjadi jadi emosi lebih tidak
dapat dikontrol.
DISKUSI
Dilihat dari kasus diatas diskriminasi gender antara posisi seorang pria sebagai suami dan istri.
Adalah faktor utama yang mengakibatkan gangguan gangguan psikologis yang di derita oleh
sang istri sebagai korban .
Keharmonisan dan keutuhan rumah tangga merupakan dambaan setiap orang yang berada dalam
biduk rumah tangga. Akan tetapi, perkembangan dewasa ini menunjukkan banyak terjadinya
tindak kekerasan dalam lingkup rumah tangga (KDRT), dan yang menjadi korban kebanyakan
perempuan (istri) dan anak-anak. Selama ini, KDRT dianggap sebagai masalah privat sehingga
tidak boleh ada campur tangan negara dalam penyelesaian tindak kekerasan tersebut. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat yang menganggap bahwa segala hal yang
terjadi dalam rumah tangga, termasuk tindak kekerasan, merupakan suatu aib yang harus
ditutup rapat.
Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Pasal 1 angka 1)
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya keseng-saraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga
(Pasal 1 angka 1).
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
5/16
4
Lingkup Rumah Tangga (Pasal 2)
Yang termasuk cakupan rumah tangga adalah:
suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana disebutkan di atas
karena hubungan darah, perkawinan (misalnya mertua, menantu, ipar, dan besan), persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam
jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersang-kutan.
Asas Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Pasal 3)
penghormatan hak asasi manusia;
keadilan dan kesetaraan gender, yakni suatu keadaan di mana perempuan dan laki-lakimenikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewu-judkan secara penuh
hak-hak asasi dan potensinya bagi keutuhan dan kelangsu-ngan rumah tangga secara
proporsional.
nondiskriminasi; dan
perlindungan korban.
Tujuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Pasal 4)
mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera
Hal itu dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini
adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki
dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan
tersubordinasi atau dalam keadaan yang terhimpit
Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi gender yang tersosialisasi
amat lama dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat, bahwa
menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superior laki-laki
terhadap perempuan.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
6/16
5
Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga disetujui tahun
2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami istri tetapi sudah
menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan mengawasi bila
terjadi kekerasan dalam rumah tangga
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah
tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul,
meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti
bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia
luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
7/16
6
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa
melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan
pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini
adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri .
Sedangkan Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam Rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-lakiLaki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga
mampu mengatur dan mengendalikan wanita.Fenomenanya antara lain ditunjukkan dengan
adanya sejumlah mitos atau anggapan budaya yang akhirnya menjadi norma sosial seperti
berikut ini
2. Kuatnya pandangan bahwa KDRT adalah masalah privat sehingga harus diselesaikan secara
privat antara suami istri. Hal ini juga dikaitkan dengan ideologi harmonisasi keluarga yang
terutama bebannya dilekatkan pada peran istri sebagai penjaga norma keluarga.
3. Masih dipegangnya mitos-mitos tentang institusi keluarga. Dalam salah satu mitos ditekankan
bahwa istri berkewajiban mengabdi pada suami sebagai kepala rumah tangga. Bentuk
pengabdian ini antara lain menjaga nama baik suami, yang sekaligus diartikan sebagai nama baik
keluarga. Oleh karena itu, melaporkan perilaku suami yang tidak berkenan di hati istri selalu
ditafsirkan masyarakat sebagai suatu pelanggaran terhadap nama baik keluarga. Hanya istri yang
tidak baiklah yang akan melakukan hal tersebut. Dalam filsafat hidup orang Jawa, dikenal
perkataan olo meneng, becik meneng (baik atau buruk harus tetap tutup mulut) atau swarga
nunut, neraka katut (ke surga ikut, ke neraka ikut atau baik buruk suami, istri harus tetap
mengikuti).
4. Masalah ketergantungan ekonomi pada suami sebagai pencari nafkah menyebabkan istri (dan
seringkali disertai dengan desakan seluruh anggota keluarga) merasa tidak perlu melaporkan
KDRT yang dilakukan suami terhadap diri ataupun terhadap anak-anaknya. Karena kalau suami
sampai ditahan akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan ekonomi keluarga.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
8/16
7
5. Istri merasa takut terhadap suami yang akan bertambah buas terhadap dirinya atau terhadap
anggota keluarga lainnya, khususnya anak-anak, kalau ia melapor pada pihak yang berwenang.
Biasanya dalam kasus-kasus KDRT, pelaku juga melakukan tekanan psikis berupa ancaman
supaya istri tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki suami, termasuk menceritakan
kekerasan yang dilakukannya pada orang lain. Ancaman-ancaman tersebut diiringi dengan
ancaman selanjutnya berupa sanksi seperti akan diceraikan, ditinggal pergi, orang-orang yang
disayangi oleh sang istri akan dibunuh, hingga si istri sendiri yang akan dibunuh.
6. Adanya anggapan bahwa suami melakukan KDRT sebagai salah satu bukti dari rasa cintanya
pada istri dan anak. Anggapan ini berasal dari stereotipe seksual laki-laki yang antara lain
menempatkan laki-laki sebagai makhluk agresif, kuat, terbiasa dengan cara-cara yang berkualitas
dan berkuantitas kekerasan dalam menyelesaikan setiap masalah. Akibatnya, dalam menghadapi
masalah keluarga, cara-cara kekerasan yang dilakukan suami merupakan hal yang dilegitimasi
secara sosial. Hal tersebut juga dilegitimasi oleh penafsiran agama yang seakan membenarkan
perilaku KDRT oleh suami sebagai cara untuk mendidik istri yang tidak taat pada suami.
7. Anggapan bahwa perempuan adalah pihak yang patut disalahkan (victim blaming), yang
tercermin dalam ungkapan sehari-hari, misalnya Enggak bakalan laki-laki ngegebukin bininya
kalau bukan salahnya si bini atau Lakinya bener-bener cinta sama bininya, tapi bininya aja
yang kagak tau diri...Ya pantas aja kalau laki-lakinya jadi kesel, ditabok deh bininya buat kasi
pelajaran...
8. Anggapan bahwa dalam masalah KDRT, tidak hanya pelaku yang harus bertanggung jawab
atas kejadian tersebut, tetapi juga sang istri (tidak ada asap kalau tidak ada api). Tidak ada
empati yang diberikan kepada korban karena korban dianggap ikut berpartisipasi atas timbulnya
KDRT tersebut (victim participating).
9. Adanya anggapan bahwa laki-laki (suami) sebagai pelaku sering mengalami kekerasan pada
masa kecil atau remaja. Pengalaman pahit ini membekas dalam hidupnya dan secara tidak
sengaja kekerasan yang dialaminya itu tampil dalam bentuk KDRT yang dilampiaskan pada istri
dan anak-anaknya, yang diketahuinya dengan baik bahwa mereka tidak akan menentangnya atau
berbalik melawannya.
10. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki dimana posisi wanita sebagai istri di dalam rumah
tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum,
sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakanoleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang
bertindak dalam konteks harmoni keluarga
Anggapan-anggapan tersebut telah diinternalisasi pada perempuan secara terus-menerus sebagai
suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal. Anggapan-anggapan tersebut juga menjadi dasar
pemikiran bahwa kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri hanya berlaku sesaat saja. Kalau
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
9/16
8
masalah yang menjadi sumber KDRT dapat diselesaikan secara baik-baik, maka suami tidak
akan melakukan KDRT lagi. Kenyataannya, dalam konteks KDRT terdapat siklus kekerasan.
Siklus ini terus berkelanjutan tanpa akhir, dimulai dari bulan madu, lalu perselisihan, kemudian
terjadi KDRT, dan kembali lagi ke siklus bulan madu dan seterusnya. Pola ini membuat para
korban (istri) tidak mudah keluar dari situasi KDRT yang dialami
Tindakan tindakan kekerasan terhadap perempuan sering kali dilakukan, bahkan tindakan
kekerasan menimbulkan kerusakan fisik dan tekanan-tekanan psikologis yang dirasakan oleh istri
juga berdampak terhadap pola fikir istri misalnya tidak mampu berfikir secara jernih karena
selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bisa percaya
kepada apa yang terjadi.
Istri yang menjadi korban kekerasan biasanya memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua
kali lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan
fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular terkadang,
Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang
menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan
menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam
menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk
berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani
kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing dapat
melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat
bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan
istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan
pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku
kekerasan tersebut.
Penjabaran perilaku ang umumnya ditampilkan korban sebagai perwujudan dampak psikis dari
kekerasan yang ia alami.Ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat dapat tampil dalam perilaku-
perilaku berikut ini
1)Kehilangan minat untuk merawat diri, yang tampil dalam perilaku menolak atau enggan
makan/minum, makan tidak teratur, malas mandi atau berdandan, tampil berantakan seperti
rambut kusut, pakaian awut-awutan;
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
10/16
9
2)Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, yang tampil dalam perilaku
mengurung diri di kamar, tidak mau berhubungan dengan orang lain, cenderung diam, dan
enggan bercakap-cakap
3)Perilaku depresif, tampil dalam bentuk pandangan mata kosong seperti menatap jauh ke
depan, murung, banyak melamun, mudah menangis, sulit tidur atau sebaliknya terlalu banyaktidur, dan berpikir tentang kematian
4) Terganggunya aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, seperti sering menjatuhkan barang tanpa
sengaja, kurang teliti dalam bekerja yang ditunjukkan dengan banyaknya kesalahan yang tidak
perlu, sering datang terlambat atau tidak masuk bekerja, tugas-tugas terlambat tidak sesuai
tenggat waktu, tidak menyediakan makanan untuk anak padahal sebelumnya hal-hal ini
dilakukannya secara rutin
5)Ketidakmampuan melihat kelebihan diri, tidak yakin dengan kemampuan diri, dan
kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain yang dianggapnya lebih baik.Contohnyamenganggap diri tidak memiliki kelebihan meski fakta yang ada menunjukkan hal
sebaliknya, atau sering bertanya apakah yang ia lakukan sudah benar atau belum
6)Kehilangan keberanian untuk melakukan tindakan yang ditunjukkan dengan tidak berani
mengungkapkan pendapat atau tidak berani mengingatkan pelaku jika bertindak salah; 7) Stres
pascatrauma, yang tampil dalam bentuk mudah terkejut, selalu waspada; sangat takut bila
melihat pelaku, orang yang mirip pelaku, benda-benda atau situasi yang mengingatkan akan
kekerasan, gangguan kilas balik(flash back) seperti tiba-tiba disergap bayangan kejadian yang
telah dialami, mimpi-mimpi buruk dan atau gangguan tidur
7) Kebingungan-kebingungan dan hilangnya orientasi, yang tampil dalam bentuk merasa sangat
bingung, tidak tahu hendak melakukan apa atau harus bagaimana melakukannya, seperti orang
linglung, bengong, mudah lupa akan banyak hal, terlihat tidak peduli pada keadaan sekitar, tidak
konsentrasi bila diajak berbicara
8)Menyakiti diri sendiriatau melakukanpercobaan bunuh diri;
9)Perilaku berlebihan dan tidak lazim seperti tertawa sendiri, bercakap-cakap sendiri, terus
berbicara dan sulit dihentikan, pembicaraan kacau; melantur, berteriak-teriak, terlihat kacau tak
mampu mengendalikan diri, berulang-ulang menyebut nama tertentu, misalnya nama pelaku
tanpa sadar
10)Perilaku agresif, seperti menjadi kasar atau mudah marah terhadap anak/pekerja rumah
tangga/staf atau rekan kerja, membalas kekasaran pelaku seperti mengucapkan kata-kata kasar,
banyak mengeluhkan kekecewaan terhadap pelaku
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
11/16
10
11) Sakit tanpa ada penyebab medis (psikosomatis), seperti infeksi lambung, gangguan
pencernaan, sakit kepala, namun dokter tidak menemukan penyebab medis, mudah merasa lelah,
seperti tidak bertenaga, dan pegal/sakit/ngilu, tubuh sering gemetar
12) Khusus pada anak, dampak psikis muncul dalam bentuk: (a) mundur kembali ke fase
perkembangan sebelumnya seperti kembali mengompol, tidak berani lagi tidur sendiri, kembaliingin terus berdekatan dengan orang lain yang dirasa memberi rasa aman, harus selalu ditemani,
(b)gangguan perkembangan bahasa seperti keterlambatan perkembangan bahasa, gangguan
bicara seperti gagap (c) depresiyang tampil dalam bentuk perilaku menolak ke sekolah; prestasi
menurun; tidak dapat mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan rumah dengan baik yang
ditandai dengan banyaknya kesalahan, kurangnya perhatian pada tugas atau pada penjelasan
yang diberikan orang tua/guru, dan berbagai keluhan fisik
13) Dampak terhadap masyarakat
Efek terhadap produktifitas, misalnya mengakibatkan berkurangnya kontribusi terhadap
masyarakat, kemampuan realisasi diri dan kinerja, dan cuti sakit bertambah sering
Cara mencegah agar tidak terjadi tindakan KDRT- Masyarakat harus menyadari bahwa KDRT sebagai masalah yang perlu diatasi- Menyebarluaskan produk hukum KDRT- Membekali perempuan dengan cara-cara penjagaan keselamatan diri- Peraturan mengenai KDRT UU RI no 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT yang
selama ini dianggap sebagai persoalan pribadi atau keluarga sekarang ini telah menjadi
masalah publik, karena persoalan KDRT ini tidak terlepas dari persoalan HAM,
dilaksanakan untuk memelihara kebutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
UU no 23 tahun 2004 bertujuan untuk penghapusan KDRT dilaksanakan berdasarkanasas penghormatan HAM, keadilan gender non diskriminasi dan perlindungan korban
- Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)- Pasal 351-356 mengatur penganiayaan yang berarti hanya terbatas pada kekerasan fisik.
Pelaku penganiayaan dapat di hukum denda atau penjara.
- Pasal 286-299 yang mengatur perkosaan dan perbuatan cabul. Di Indonesia pelakupenganiayaan diancam hukum denda atau penjara antara 8 bulan sampai 15 tahun. Bila
korban adalah anggota keluarga dekat seperti bapak, ibu, istri dan anak-anak, ancaman
bisa ditambah sepertiga dari pusat penganiayaan yang bersangkutan.
Hak-Hak Korban (Pasal 10)
- Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembagasosial , atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintahperlindungan dari pengadilan;
- Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;- Penanganan secara khusus berkaitan de-ngan kerahasiaan korban
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
12/16
11
- Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat prosespemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Pelayanan
bimbingan rohani
Bentuk Perlindungan/Pelayanan Bagi Korban
KEPOLISIAN:
- Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasandalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara padakorban (Pasal 16 ayat (1)).
- Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak pemberian perlindungan sementara, kepolisianwajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan (Pasal 16 ayat (3)).
- Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untukmendapat pelayanan dan pendampingan (Pasal 18).
-
Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerimalaporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (Pasal 19).
- Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang:identitas petugas untuk pengenalan kepada korban;
kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan; dan
kewajiban kepolisian untuk melindungi korban (Pasal 20).
TENAGA KESEHATAN (Pasal 21 ayat (1)):
- Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi;- Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas
permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatanhukum yang sama sebagai alat bukti.
- Pelayanan kesehatan tersebut dialkukan di sarana kesehatan milik pemerintah,pemerintah daerah atau masyarakat
Pelayanan kesehatan dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat (Pasal 21 ayat (2)
PEKERJA SOSIAL (Pasal 22 ayat (1)):
- Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban;- Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari
kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;- Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan- Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan
pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
13/16
12
RELAWAN PENDAMPING (Pasal 23):
Relawan Pendamping adalah orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan konseling,
terapi, dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban kekerasan.
Bentuk pelayanannya adalah:
- Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang ataubeberapa orang pendamping
- Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaanpengadilan dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan
kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya
- Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa amandidampingi oleh pendamping; dan
- Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.PEMBIMBING ROHANI (Pasal 24):
Memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa
kepada korban.
ADVOKAT (Pasal 25):
- Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban danproses peradilan;
-
Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidangpengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalamrumah tangga yang dialaminya; atau
- Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerjasosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.
PENGADILAN:
- Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 hari sejak diterimanya permohonan wajibmengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota
keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut (Pasal 28).
- Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapat mempertimbangkan untuk(Pasal 31 ayat (1)):
- menetapkan suatu kondisi khusus, yakni pembatasan gerak pelaku, larangan memasukitempat tinggal bersama, larangan membuntuti, mengawasi, atau mengintimidasi korban.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
14/16
13
KESIMPULAN
Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapat
perhatian dan jangkauan hukum pidana. Bentuk kekerasannya dapat berupa kekerasan fisik,
psikis, seksual, dan verbal serta penelantaran rumah tangga.
Dan faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga yaitu
pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan bidang ekonomi, bebanpengasuhan anak, wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan pidana pada laki-laki.
Implikasi keperawatan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan peran perawat antara lain
mesupportsecara psikologis korban, melakukan pendamping-an, melakukan perawatan fisikkorban dan merekomendasikan crisis women centre
Dengan disahkan undang-undang KDRT, pemerintah dan masyarakat lebih berupaya
menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus KDRT lebihditingkatkan pengawasannya.
Meningkatkan peran petugas kesehatan untuk ikut serta menangani kasus KDRT dan menekan
dampak yang terjadi pada gangguan psikisnyaSuami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing dapat
melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
15/16
14
ACKNOWLEDGEMENT
Terimaksih kepada Allah SWT dan dr. Miranti Pusparini MPd selaku tutor dr. FerriyalBasbeth SPF. DFM yang membantu dan memberi saran serta penjelasan hingga laporan kasus ini
dapat diselesaikan .
Terimakasih pula kepada Bapak dan Ibu Polres Jakarta Pusat telah memberikan kesempatanuntuk berkunjung dan mengumpulkan data.
Tak lupa juga saya sematkan ucapan terimakasih kepada teman teman kelompok (DomesticViolence atas kerja samma dan kekompakan dalam mengumpulkaan informasi dan bahan selama
kunjungan.
-
7/30/2019 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tugas Lia Hariyani
16/16
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Komnas Perempuan (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia.Jakarta: Ameepro
2. WHO. (2006). Menggunakan Hak Asasi Manusia Untuk Kesehatan Maternal danNeunatal: Alat untuk Memantapkan Hukum, Kebijakan, dan Standar
Pelayanan. Jakarta: Dep. Kes. RI.
3. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. dari www.depkes.go.id.
4. http://kompas.com.5. Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
www.depkes.go.id.
6. wordpress.com/2008/09/15/memahami-psikologi-korban-kdrt-mengapa-perempuan-bertahan
http://kompas.com/http://kompas.com/http://www.depkes.go.id/http://www.depkes.go.id/http://www.depkes.go.id/http://kompas.com/
top related