katarak use
Post on 29-Dec-2015
45 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Katarak Senilis
Ratna Tri Permata
102010265/A4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat
Ratna_tri_permata@yahoo.com
Pendahuluan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak yang terjadi akibat proses penuaan dan
bertambahnya umur disebut katarak senilis. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa baik di
korteks, nuklearis tanpa diketahui penyebabnya dengan jelas, dan muncul mulai usia 40 tahun.
Anamnesis
1. Identitas pasien
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara
langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan
lain mengenai identitas pasien.1
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak).
Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah.
Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film.
Perubahan daya lihat warna.
Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata.
Lampu dan matahari sangat mengganggu.
Sering meminta ganti resep kaca mata.
Penglihatan ganda.
1
Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti:2
Diabetes Melitus
Hipertensi
Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya memicu resiko katarak.
Gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena
Ketidakseimbangan endokrin, danriwayat terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin
Riwayat alergi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
A. Pemeriksaan Fisik
- Tanda Tanda Vital (terutama tekanan darah untuk megetahui apakah pasien hipertensi)
- Pemeriksaan mata
Pemeriksaan visus
Pada pemeriksaan visus atau VA kita menilai ketajaman penglihatan, manusia
normal memiliki ketajaman penglihatan 1,0, atau 20/20, atau 6/6 yang berarti pasien dapat
melihat dalam jarak 6 meter (numerator) dan secara normal seseorang dapat melihat
dalam jarak 6 meter (denominator). Pemeriksaan visus dilakukan pertama kali sebelum
pemeriksaan lain kecuali pada suatu trauma yang emergensi misalnya trauma kimia.
Pemeriksaan dengan memakai Snellen chart (umumnya, dan pada orang normal yang tidak
buta huruf). Pemeriksaan dilakukan dalam jarak 6 meter, pasien duduk tenang dan
mencoba melihat dan membaca huruf yang kita tunjuk. Perlu diingat bahwa pemeriksaan
dilakukan kepada 1 mata secara bergantian, dan dimulai dengan mata kanan. Baris terakhir
yang bisa dibaca itulah visus pasien. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar artinya
visus kurang dari 6/60 atau 20/200 maka kita memakai cara finger counting.3
Tes finger counting dilakukan pertama dalam jarak 1 meter, dilakukan maksimal
sampai 5 meter. Misalnya pasien dapat menghitung jari dalam sampai jarak 3 meter maka
2
laporannya ialah visus 3/60. Jika pasien tidak dapat menghitung jari, maka kita melakukan
tes hand movement. Uji ini dilakukan hanya 1 kali pada jarak 1 meter. Jika pasien mampu
melihat gerakan (lambaian) tangan maka laporannya visus 1/300. Jika visus sudah sangat
buruk sehingga tes hand movementpun gagal, maka kita lakukan uji persepsi cahaya. Uji ini
sebaiknya dilakukan di dalam dark room. Pada uji light perception ini dapat dilihat dari arah
mana proyeksi cahayanya. Jika pasien tidak dapat membedakan lagi maka artinya no light
perception atau visus 0. Suatu penurunan visus kita asumsikan menjadi kelainan pada
media refraksi, maka dapat dikoreksi dengan lensa. Kita bisa memberi lensa pin hole agar
membantu memfokuskan cahaya yang masuk tepat di macula.3 Tujuan tes ini adalah untuk
membedakan antara kelainan refraksi dan kelainan media refraksi. Bila ada kelainan
refraksi, maka dengan melakukan uji pinhole didapatkan perbaikan pada ketajaman
penglihatan. Hal ini dikarenakan fungsi dari pinhole yang dapat memfokuskan cahaya yang
masuk sehingga jatuh tepat pada makula lutea. Pada katarak terjadi kelainan pada media
refraksi sehingga uji pinhole tidak memperbaiki ketajaman penglihatan penderita.
Sebaiknya dilakukan paling pertama, guna menguji penglihatan jarak dekat dan jauh
serta melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya visus. Pada katarak kortikal
posterior, terjadi penurunan visus yang akan membaik bila berada di tempat gelap.1
Pemeriksaan Segmen Anterior
Untuk melihat mulai dari konjungtiva, kedalaman kamera okuli anterior dengan
menyinari mata di temporal, serta batas-batasnya seperti kornea, iris, lensa dengan
menggunakan senter. Untuk pemeriksaan khusus katarak dapat dilakukan shadow test
dengan menyinari mata secara oblik, kita melihat bayangan iris pada lensa.
Pada pasien katarak mata tidak mengalami iritasi. Sehingga secara umum pada
pemeriksaan fisik mata dari luar tidak ditemukan kelainan. Yang lebih dikeluhan pasien
ialah berkurangannya kemampuan akomodasi. Hilangnya transparansi lensa ini dapat
menyebabkan penglihatan menjadi kabur, baik penglihatan jauh maupun dekat namun
tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada pasien katarak tidak ditemukan adanya tanda
peradangan baik pembengkakan, eritema, panas dan nyeri tekan. Secara makroskopi pada
katarak yang matur dapat terlihat adanya kekeruhan di daerah belakang pupil yang
umumnya berwarna putih keabu-abuan. Karena didapati penurunan ketajaman
3
penglihatan pada katarak, maka pemeriksaan visus dengan menggunakan uji ketajaman
penglihatan Snellen diperlukan. Secara umum didapatkan korelasi antara penurunan
ketajaman penglihatan dengan tingkat kepadatan katarak.3
Pemeriksaan sinar celah (slitlamp), oblique penlight
Pemeriksaan sinar secara oblik akan terlihat pupil yang berwarna putih atau abu-abu
dan bukan hitam.7
Funduskopi pada kedua mata (bila mungkin)
Untuk melihat segmen posterior mata. Kekeruhan yang ada pada lensa akibat
katarak juga dapat diperlihatkan pada pemeriksaan ini. Indikator lainnya pada oftalmoskopi
direk untuk penderita katarak adalah berkurangnya reflex merah/makula. Refleks ini
merupakan perubahan warna pupil menjadi jingga kemerahan yang lebih terang dan
homogen jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual yaitu saat pasien
melihat ke arah cahaya oftalmoskop.
Adanya kekeruhan pada lensa dapat menghalangi seluruh atau sebagian reflex
cahaya dan menyebabkan tampaknya bintik atau bayangan gelap. Bila hal ini terjadi pasien
dapat disuruh melihat ke tempat lain sejenak kemudian kembali melihat cahaya, bila
kekeruhan ini bergerak maka kemungkinan letaknya ada dalam vitreus. Sedangkan bila
tidak bergerak kemungkinan kekeruhan ini berasal dari lensa. Pada stadium inpisien dan
imatur tampak kekaburan yang kehitaman dengan latar belakang merah jambu. Pada
stadium matur haya didapat warana putih atau kehitaman tanpa latar belakang merah
jambu, lensa sudah keruh.4 Hasil pada katarak yaitu opasitas lensa akan terlihat sebagai
warna hitam pada refleks fundus, paling jelas terlihat pada jarak 15 cm. Nervus optikus dan
retina mungkin dapat ditemukan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang dialami
pasien.7
Tonometri
Pada katarak komplikasi yang mungkin terjadi ialah glaukoma. Maka sangat penting
memeriksa tekanan intra okuler. Tonometri ialah cara memeriksanya, yang paling
sederhana tentunya tonometri perpalpasi, kita bisa membandingkan TIO kiri dan kanan
maupun TIO pasien dengan kita sebagai pemeriksa (dianggap normal).4
Pemeriksaan prabedah
4
Pemeriksaan prabedah pada kutub posterior guna menentukan adanya patologi sangat
menentukan prognosis pasca bedah (misalnya edema macula, degenerasi macula akibat
usia). Selain itu, pemeriksaan refraksi perlu dilakukan pada kedua mata bila direncanakan
akan dipasang lensa intraocular (intraocular lense/IOL), dimana kekuatan lensa IOL harus
kompatibel dengan gangguan refraksi mata sebelahnya guna menghindari komplikasi seperti
anisometropi post-operatif. Intergritas kornea (terutama lapisan endotel) perlu ditelusuri
baik-baik melalui pachymetry dan specular microscopy guna memperkirakan morbiditas
kornea pasca pembedahan serta untuk mempertimbangkan untung-ruginya prosedur
ekstraksi katarak.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop dapat membantu menyingkirkan diagnosis
banding adanya suatu retinopati yang timbul 20 tahun setelah pasien menderita diabetes
mellitus. Umumnya oftalmoskopi direk tidak cukup untuk mengentahui hal ini karena adanya
kekeruhan pada lensa yang mempersulit pemeriksa melihat fundus mata. Oleh karena itu dapat
digunakan pemeriksaan penunjang berupa angiografi fundus untuk mengetahui adanya suatu
mikroaneurisma pada pembuluh darah yang memperdarahi retina. Prinsip pemeriksaan ini
adalah melihat gambaran pembuluh darah dengan bantuan media flouresein yang disuntikan
melalui vena lengan. Pada saat pemeriksaan ini dapat terlihat gambaran pembuluh darah
retina. Normalnya terlihat gambaran ground glass. Bila ada suatu mikroaneurisma seperti pada
penderita retinopati diabetes, maka pemeriksaan ini dapat menegakkan diagnosis tersebut.5
Pemeriksaan penunjang selain yang dilakukan untuk mata ialah pemeriksaan
laboratorium darah. Hal ini penting mengingat pasien juga memiliki riwayat diabetes mellitus.
Pertama tentu darah rutin diperiksa sebagai parameter darah dasar. Pemeriksaan darah yang
kita dapat lakukan ialah memeriksa kadar glukosa darah. Misalnya gula darah sewaktu Bukan
DM <110 mg/dL, belum pasti DM 110-199 mg/dL, DM ≥ 200 mg/dL.5 Pemeriksaan GDS penting
karena kita perlu mengontrol kadar glukosa darah pasien. Selain itu pasien dengan diabetes
memberi kontribusi untuk perjalanan penyakit kataraknya. DM juga memiliki pengaruh besar
terhadap berbagai kelainan di mata. Berbagai kelainan pada mata itu jika kita ternyata
menemukan kadar glukosa darah yang tinggi maka kita harus mengontrol kadar gula darahnya.
5
Artinya tatalaksana yang dilakukan ialah control gula darah terlebih dahulu, karena
pemulihan pada mata akan terjadi ketika kadar blood glucose terkontrol dengan baik (jika kasus
reversible) selain itu akan sangat berbahaya jika gula darah menjulang tinggi dengan dibiarkan
begitu saja. Untuk memantau diabetes parameter yang sekarang popular diperiksa ialah HbA1c.
HbA1c merupakan ikatan antara glukosa dengan hb, dengan demikian pengukuran yang kita
lakukan melambangkan kondisi gula darah selama kurang lebih 3 bulan. Dengan demikian
pemeriksaan ini lebih akurat dalam memonitor DM, tidak seperti GDS yang nilainya bisa
bervariasi dipengaruhi intake karbohidrat beberapa waktu pada waktu tersebut. Kadar HbA1c
hendaknya dikontrol sampai dibawah 6,5 pada DM.5 Selain itu, kita bisa memeriksa kadar
kolesterol darah, untuk mengetahui apakah kadar kolesterolnya tinggi, sebagai salah satu faktor
resiko penyakit retinopasti diabetic.
Pemeriksaan penunjang juga dilakukan jika akan dilakukan operasi terhadap kataraknya,
seperti biasa persiapan operasi akan diperiksa darah lengkap, selain itu tentunya bleeding time,
serta waktu pembekuan dan gula darah. Selain itu orang yang meminum pengencer darah
karena agregasi trombosit meningkat misalnya bisa menghentikan konsumsi obat tersebut
sementara.
Working Diagnosis
Katarak Senile Matur Okuli Desktra
Gambar 1: Mata normal dan katarak
Sumber : http://www.lasikdallas.net
Klasifikasi Katarak
6
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
Katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun.
Katarak senilis, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus
katarak senilis yang ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat penyakit
keluarga perlu ditanyakan. Katarak secara klinik dikenal dalam 5 stadium yaitu insipien, imatur,
intumessen, matur, hipermatur dan morgagni.2
Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak
subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak
insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.2
Katarak Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa.
Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder. Pemeriksaan shadow test
positif.3
Katarak Intumessen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat yang degenerative menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumessen
biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada
7
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah yang akan memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada
lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.4
Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumessen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal.
Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik
mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris/ shadow test negatif.3
Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik
mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi sekantong susu
disertai dengan nucleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut sebagai katarak Morgagni.1
Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi :3,4
1. Nuclear sclerosis/ katarak inti atau nuclear, merupakan perubahan lensa secara
perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan, menjadi coklat dan
kemudian menjadi kehitam-hitaman karena pengendapan pigmen. Seringkali, yang
biasa terlihat adalah nukleus katarak yang berpigmen kuning baik, coklat (cataracta
brunescens) atau hitam (cataracta nigra) dan jarang sekali kemerahan (cataracta rubra).
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Pandangan jauh
lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan
baca dapat menjadi lebih baik. Kemudian, penglihatan mulai bertambah kabur atau
8
lebih menguning. Menyetir saat malam hari menjadi silau dan sukar. Penderita juga
mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
2. Katarak kortikal, mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ke
tengah sehingga mengganggu penglihatan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeruji menuju korteks anterior dan posterior. Penglihatan jauh dan dekat terganggu.
Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra.
3. Katarak subkapsular, mulai dengan kekeruhan kecil di bawah kapsul lensa, tepat lajur
jalan sinar masuk. Dapat telihat pada kedua mata. Katarak ini menyebabkan silau, halo
atau warna sekitar sumber cahaya, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta
pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasien diabetes, pasca radiasi, dan
trauma.
Differential Diagnosis
1. Retinopati Diabetik
Merupakan kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes
mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak.1
Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana ditemukan pada
retina:
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurismata dipolus posterior. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas
pada mikroaneurisma, atau karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi vena yang terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang kadang disertai kelainan
endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
irregular, kekuning-kuningan. Pada permukaan eksudat pungtata membesar dan
9
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya
tampak pada gambaran angiografi fluoresein sebagai kebocoran fluoresein diluar
pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan lipid dan terutama
banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya irregular.
Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama derah makula sehingga
sangat menggangu tajam penglihatan pasien.
Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:3
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
2) Katarak Sekunder
F. Etiologi
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga multifaktorial,
diantaranya antara lain:8
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
10
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap
serabu-serabut lensa.
- Faktor imunologik
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas
kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum.
G. Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak merupakan kelainan mata
yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan. Katarak
memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal,
biasanya akibat proses degenatif. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan
adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka
yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak
congenital, katarak traumatic dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan.8
Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2 % dari jumlah penduduk dan
katarak menduduki peringkat pertama dengan persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan
beberapa penelitian katarak lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan ras kulit
hitam paling banyak. Sampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak
ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak.8
Faktor resiko katarak senilis :7,8
Diabetes mellitus
Hipertensi
Paparan sinar ultra violet
Obesitas
Merokok
Diet
Peningkatan asam urat
Miopi
Warna iris yang gelap
Genetik
Penggunaan jangka panjang obat
penurun kolesterol
11
H. Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Diduga adanya
interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan belum
sepenuhnya diketahui. Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat
sementara daya akomodasinya semakin melemah.5,8
1.Penumpukan protein di lensa mata
Komposisi terbanyak pada lensa mata adalah air dan protein. Penumpukan protein pada
lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa mata dan mengurangi jumlah cahaya
yang masuk ke retina. Proses penumpukan protein ini berlangsung secara bertahap, sehingga
pada tahap awal seseorang tidak merasakan keluhan atau gangguan penglihatan. Pada proses
selanjutnya penumpukan protein ini akan semakin meluas sehingga gangguan penglihatan akan
semakin meluas dan bisa sampai pada kebutaan. Proses ini merupakan penyebab tersering
yang menyebabkan katarak yang terjadi pada usia lanjut.3
2.Perubahan warna pada lensa mata yang terjadi perlahan-lahan
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia, lensa mata
dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan buram/kabur) pada seseorang, tetapi tidak
menghambat penghantaran cahaya ke retina. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak
transparan sehingga pupil berwarna putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan
pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin
sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang
sama sekali. Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV yang tinggi
menjadi faktor risiko perkembangan katarak senilis.2
Perubahan lensa pada usia lanjut:
Kapsul
Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
Mulai presbiopia
12
Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
Terlihat bahan granular
Epitel – makin tipis
Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
Serat lensa
Lebih irregular.
Pada korteks jelas kerusakan serat sel.
Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein
nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna
coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding
normal.
Korteks tidak berwarna karena:
Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
I. Manifestasi Klinis
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.3,8
Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang
kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat
membaca lebih baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan
oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.
Tingkat ringan dari katarak subkapsular posterior dapat menyebabkan penurunan yang
berat ketajaman penglihatan dengan efek pada penglihatan dekat lebih berat dari efek
pada gangguan penglihatan jauh yang diperkirakan oleh karena akomadasi miosis.
Katarak sklerosis nuklear sering disertai dengan penurunan penglihatan jauh dan
penglihatan dekat yang bagus.
Katarak kortikal umumnya tidak memberi gejala sampai tingkat progresifitas lanjut
ketika jari-jari korteks membahayakan axis penglihatan.
13
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:8
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau,dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontrasyang menurun dengan latar belakang
yang terang hingga merasa silau disiang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang
berlawanan arahatau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini seringkali
muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat.
Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus
daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun
uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.3
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua.4 Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia
yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun
pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya penderita
katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang
dibanding pada sinar redup.
14
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul
atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yangterlihat di sekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan
cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna
sebenarnya.4
10. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering
bergerak-gerak.
J. Penatalaksanaan
Penanganan non bedah meliput penanganan kelainan refraksi atau penggunaan kaca mata,
penggunaan lampu baca khusus dan penggunaan midriatikum pada katarak subkapsularis
posterior. Sampai saat ini belum ada obat antikatarak yang memiliki bukti kuat mampu
menghambat atau meniadakan pembentukan katarak, namun d pasaran ada beberapa bahan
dan suplemen yang mungkin sebagai anti katarak misalnya obat-obat penurun sorbitol, obat-
obat yang menaikkan glutation dan antioksidan khusus vitamin C dan vitamin E.7
Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan
kacamata untuk melakukan kegitannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kacamata
15
bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu
biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.8
Indikasi operasi :7
- Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas
pekerjaan.
- Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
- Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan
hasil visus 3/60.
- Indikasi kosmetik
Persiapan bedah katarak:
Biasanya pembedahan dipersiapkan untuk mengeluarkan bagian lensa yang keruh dan
dimasukkan lensa buatan yang jernih permanent. Pra bedah diperlukan pemeriksaan kesehatan
tubuh umum untuk menentukan apakah ada kelainan yang menjadi halangan untuk dilakukan
pembedahan. Pemeriksaaan ini akan memberikan informasi rencana pembedahan selanjutnya.
Pemeriksaan tersebut termasuk hal-hal seperti:5
- Gula darah
- Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan
- Tekanan darah
- Elektrokardiografi
- Pernafasan
- Riwayat alergi obat
- Pemeriksaan rutin medik lainnya dan bila perlu konsultasi untuk keadaan fisik prabedah
- Tekanan bola mata
- Uji Anel Positif, dimana tidak terjadi obstruksi fungsi ekskresi saluran lakrimal sehingga tidak
ada dakriosistitis.
- Uji Ultrasonografi Sken A untuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien tertentu
kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata. Dengan cara
16
ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanam untuk mendapatkan kekuatan refraksi
pasca bedah.
- Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama ultrasonografi dapat
menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan ditanam. Dilakukan trlebih dahulu
pemeriksaan khusus mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti adanya
infeksi sekitar mata, glaucoma, dan penyakit mata lainnya yang dapat menimbulkan penyulit
waktu pembeahan dan sedudah pembedahan.
Sebelum melakukan operasi pasien dapat diberikan obat sebagai berikut:6
Antibiotik eye drop setiap 6 jam.
Pemberian obat midriatik (phenylepherine hydrochloride) maupun siklopegia (atropine
sulfate) untuk melebarkan pupil.
Pemberian obat antiglaukoma untuk mencegah kemungkinan adanya komplikasi glaukoma
akibat katarak. Contohnya: Acetazolamide, Pilocarpine, Timolol.
Sebelum operasi pasien diberikan anastesi. Ada beberapa jalur pilihan anastesi, yaitu
anastesi topikal, retrobulbar, peribulbar, subtenon maupun anastesi umum.5
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
Pembedahan
Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa:
1. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK
Ekstrasi intrakapsular merupakan teknik bedah katarak yang digunakan sebelum adanya bedah
katarak ekstrakapsular. Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan
pada katarak senil. Dengan teknik tersebut dilakukan pengeluaran lensa dengan kapsul lensa
secara keseluruhan. Indikasi EKIK terutama bermamfaat pada luksasio lensa dan katarak
hipermatur. Bila zonula zinii tidak cukup adekwat untuk dilalukan EKEK maka lebih baik
dilakukan EKIK. Kontra indikasi absolut meliputi katarak pada anak – anak dan dewasa muda
serta rupture kapsular traumatik.1 Kontra indikasi relatif meliputi miopi tinggi, sindrom Marfan,
katarak Morgagni, dan adanya korpus vitreus di kamera Okuli anterior. Pada saat ini
pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
17
2. Ekstrasi katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Ekstrasi katarak Ekstrakapsular (EKEK) merupakan teknik operasi katak dengan melakukan
pengangkatan nucleus lensa dan korteks lensa melalui pembukaan kapsul anterior dan
meninggalkan kapsul posterior. EKEK merupakan kontra indikasi pada katarak dengan Zonula
zinii yang tidak adekwat. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glaukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah
ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder.
Kapsul posterior yang yang masih intak pada EKEK mempunyaai kelebihan antara lain:
1.Mengurangi risiko CV prolaps
2.Untuk mendapatkan posisi anatomi yang lebih baik untuk fiksasi IOL
3.Mengurangi mobilitas iris dan vitreus yang terjadi pada gerakan saccadic
( endophthalmiodonesis)
4.Sebagai barier yang membatasi pertukaran molekul antara vitreus dan humour akuos.
5.Mengurangi kemungkinan masuknya bakteri ke vitreus yang dapat
menyebabkanendoftalmitis.
6.Mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan menempelnya dengan vitreus dengan iris,
kornea dan luka incise.
Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran
ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi
melalui insisi ± 3 mm. Untuk mencegah astigmatisme pasca bedah EKEK, maka luka dapat
diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan ini lensa yang katarak di
18
fragmentasi dan diaspirasi. Tindakan operasi katarak dengan Teknik Fakoemulsifikasi memiliki
banyak keunggulan diantaranya : 8,9
Luka operasi sangat pendek(3 ml).
Dengan alat fako seluruh lensa dapat dihancurkan dan kemudian disedot/dihisap keluar.
Penggunaan lensa tanam hanya cukup ditutup dengan 1 atau 2 jahitan, atau pada
kondisi tertentu tidak memerlukan jahitan sama sekali.
Masa penyembuhan lebih singkat.
Namun dari semua keuntungan yang ada, tetap saja ada resiko pada penggunaan teknik
fakoemulsifikasi yaitu terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior akibatnya robeknya
kapsul posterior saat operasi. Bila hal ini terjadi maka harus dilakukan tindakan bedah
vitreoretina yang lebih kompleks. Selain itu dapat pula terjadi kekeruhan sekunder pada kapsul
posterior yang dapat ditangani dengan laser YAG: neodymium.5
Dengan teknik insisi kecil, umumnya masa penyembuhan pasien lebih pendek. Pasien
diperbolehkan pulang pada hari operasi. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu pasien harus bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama satu bulan. Matanya dapat dibalut pada hari operasi, sedangkan
perlindungan malam hari dengan pelindung logam seringkali disarankan selama beberapa hari
pasca operasi. Kebanyakan pasien dapat melihat dengan baik menggunakan lensa intraokular
sambil menunggu pembuatan kacamata permanen.
K. Komplikasi
Komplikasi sebelum operasi
1. Glaukoma
Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
• Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan
menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya
substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau
19
makrofag yang berfungsi mereabsorbsi substansi lensa tersebut.Tumpukan akan menutup
sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.3
• Fakomorpik
Berdasarkan posisi lensa, oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaucoma
• Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (autotoksik).
Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi
glaukoma.3
2. Uveitis
3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa
Komplikasi selama operasi
• Hifema
Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris atau vaskularisasi iris abnormal.
Bila perdarahan berasal dari luka harus dilakukan kauterisasi. Perdarahan dari iris yang normal
jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis, uveitis heterocromik dan
iridosiklitis. Komplikasi utama akibat hifema yang berlangsung lama adalah peningkatan TIO
dan corneal blood staining.
• Prolaps korpus vitreus
Prolaps korpus vitreus merupakam komplikasi yang serius pada operasi katarak, keadaan ini
dapat menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan stromal downgrowth, prolap iris, uveitis,
glaukoma, ablasi retina, edema macula kistoid, kekeruhan korpus vitreus, endoftalmitis dan
neuritis optic. Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai
segmen anterior bebas dari korpus vitreus.
• Perdarahan ekspulsif
Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan
eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera dilakukan tamponade dengan jalan
20
penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan rapat.
Komplikasi pasca operasi
• Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada epitel atau stroma
yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup lama, inflamasi dan peningkatan
TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah operasi. Jika masih ditemukan edema kornea
sentral setelah 3 bulan pasca operasi, perlu dipertimbangkan keratoplasti.3
• Kekeruhan kapsul posterior
Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering penurunan visus setelah EKEK. Sel-
sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi akan mengalami proliferasi.
Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior menempel membentuk wedl cells yang kemudian
membentuk soemmering’s ring. Jika sel-sel epitel tersebut migrasi ke arah luar, sel-seltersebut
membentuk Elschnig’s pear di kapsul posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
kekeruhan kapsul posterior sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi intra okuler,
pseudoexfoliasi, betuk lensa tanam,material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa dan
waktu operasi.3,8
• Residual lensa material
Timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang
tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila jumlahnya banyak, perlu
dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis anterior kronis dan glaucoma sekunder.
Apabila yang tertinggal potongan nucleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea,
penanganannya dengan ekspresi atau irigasi nucleus.
• Prolaps Iris
Iris paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab tersering adalah
jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolaps vitreus selama operasi.
Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk menghindari timbulnya komplikasi
seperti penyembuhan luka lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis,
edema macula kistoid dan kadang – kadang Ophthalmia simpatik.8
21
• Astigmatisme
Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karena jahitan yang terlalu kencang
maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan mengakibatkan Steepen
corneal daerah yang searah jahitan with the rule. Sedangkan jahitan yang terlalu longgar akan
menyebabkan againt the rule astigmatisma. With the rule astigmatisma setelah operasi katarak
yang kurang dari 2 dioptri akan berkurang dengan sendirinya sehingga mengurangi
kemungkinan untuk melepas jahitan yang terlalu kencang.3
• Endoftalmitis
Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik disebabkan
rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum endoftalmitis ditandai dengan
rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion.
Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca operasi, sedangkan bentuk kronis dapat
timbul beberapa minggu atau bulan atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronis ditandai
dengan reaksi inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab
endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis (gram positif) dan
Staphylococcus coagulase negative yang lain.3
Kuman gram positif merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan gram
negatif. Untuk gram negatif, kuman penyebab terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa.
Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup banyak untuk
inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan, penyakit
atau trauma. Organisme penyebab endoftalmitis kronis mempunyai virulensi yang rendah,
penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes, S. epidermidis dan Candida. Organisme
tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi yang menetap.8
• Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor predisposisinya
meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps vitreus, riwayat robekan atau
ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada mata kontralateral dan riwayat keluarga
dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi sekitar 2-3% pasca EKIK dan 0,5-2% pasca EKEK.
Kapsul posterior yang masih intak mengurangi kemungkinan terjadinya ablsio retina pasca
22
bedah, sedangkan operasi dengan komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss
meningkatkan kemungkinan ablasio retina.
L. Pencegahan
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak dapat
dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya katarak. Bila
telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapat dijaga
kecepatan berkembangnya katarak dengan:
Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam
tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah.8
Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata.3
2.13 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak
menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka
prognosis pada katarak senilis umumnya baik.3,8
KESIMPULAN
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
diatas 50 tahun. Penyebab terjadinya katarak senilis ialah karena proses degeneratif. Selain itu
katarak senilis juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti adanya penyakit
metabolisme, trauma serta paparan sinar ultraviolet. Katarak senilis secara klinis dikenal dalam
empat stadium, yaitu stadium insipien, imatur, matur dan hipermatur. Gejala umum gangguan
katarak meliputi penglihatan tidak jelas seperti terdapat kabut menghalangi objek, peka
terhadap sinar atau cahaya, dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata memerlukan
pencahayaan yang baik untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca
susu. Pengobatan pada katarak adalah pembedahan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.200-11; 218-20.
2. Sibuea WH, Frenkel M. Pedoman dasar anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Jakarta:
Sagung Seto; 2008.h.7-15.
3. Vaughan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika;
2000.h.401-406.
4. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: ECG; 2010.h.30-58.
5. Halim SL, Iskandar I, Edward H. Patologi klinik kimia klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik FK
UKRIDA; 2011.h. 51-9.
6. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK UKRIDA; 2011.h.9; 59-66.
7. Ilyas S. Katarak, lensa mata keruh. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.h.4-8.
8. Mansjoer A, Suprohaita, Setiowulan W, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3 (I). Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.2004.h.6.
24
top related