karakteristik kandungan nutrien situ …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/062108021 -...
Post on 30-Jan-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DIFERENSIASI ASAL GEOGRAFIS KUNYIT (Curcuma
domestica Val.) MENGGUNAKAN FOTOMETER PORTABLE
DAN ANALISIS KEMOMETRIK
SKRIPSI
Oleh
Antonio Kautsar
062108021
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
DIFERENSIASI ASAL GEOGRAFIS KUNYIT (Curcuma
domestica Val.) MENGGUNAKAN FOTOMETER PORTABLE
DAN ANALISIS KEMOMETRIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
(S.Si.) pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan, Bogor
Oleh
Antonio Kautsar
062108021
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
DIFERENSIASI ASAL GEOGRAFIS KUNYIT (Curcuma
domestica Val.) MENGGUNAKAN FOTOMETER PORTABLE
DAN ANALISIS KEMOMETRIK
Oleh
Antonio Kautsar
062108021
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui
Bogor, September 2012
Menyetujui,
Pembimbing II Pembimbing I
( Rudi Heryanto, M.Si ) ( Drs. Husain Nashrianto, M.Si. )
Mengetahui,
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan
Ketua Ilmu Pengetahuan Alam
Dekan
( Drs. Husain Nashrianto, M.Si. ) (Dr. Prasetyorini, M.S)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil’alamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan segala nikmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diferensiasi Asal Geografis Kunyit
( Curcuma Domestica Val.) Menggunakan Fotometer Portable dan Analisis
Kemometrik”.
Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam
menjalankan kehidupan. Kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, antara lain:
1. Ibu Dr. Prasetyorini, MS selaku dekan FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
2. Bapak Drs. Husain Nashrianto, MSi selaku Ketua Program Studi Kimia, Ibu
Ade Heri Mulyati, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Kimia FMIPA
Universitas Pakuan Bogor.
3. Bapak Drs. Husain Nashrianto, MSi dan Bapak Rudi Heryanto, M.Si selaku
pembimbing, atas waktu, wawasan, arahan serta bimbingannya.
4. Seluruh dosen FMIPA Universitas Pakuan Bogor, atas ilmu yang telah
diberikannya dan seluruh staf Tata Usaha FMIPA Universitas Pakuan Bogor
atas segala kemudahan dan bantuan yang telah diberikan.
5. Orang tua, adik dan Suci Chaerunnisa yang telah banyak membantu dalam
pembuatan makalah ini baik moril maupun materil.
6. Rekan seperjuangan Program Studi Kimia 2008 atas dukungan dan
persahabatannya.
7. Laboratorium Pusat Studi Bioframaka sebagai institusi tempat
dilaksanakannya penelitian serta rekan-rekan di Pusat Studi Biofarmaka dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas
bantuannya hingga terselesaikannya makalah ini.
8. Muhammad Fakih rekan satu bimbingan yang telah banyak membantu dalam
proses penelitian
Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini terdapat kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata dengan segala keterbatasan akan kemampuan penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis sendiri,
amin.
Bogor, September 2012
Penulis
Antonio Kautsar. 062108021. 2012 : “ Diferensiasi Asal Geografis Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Menggunakan Fotometer Portable dan Analisis Kemometrik.”, dibawah bimbingan Drs. Husain Nashrianto, M. Si. dan Rudi Heryanto, M. Si.
RINGKASAN
Kunyit (Curcuma Domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai obat di Indonesia. Pada masa sekarang ini tanaman obat telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sebagai solusi alternatif dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Obat bermutu membutuhkan kunyit yang bermutu yang ditentukan oleh komposisi kimianya. Keragaman komponen kimia kunyit dapat ditentukan dengan menggunakan metode spektroskopi. Penelitian ini bertujuan untuk mendiferensiasikan asal geografis kunyit yang berasal dari Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri sebagai informasi dan kendali mutu dengan menggunakan alat fotometer portable dan metode kemometrik.
Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari analisis kadar kurkuminoid, uji aktivitas antioksidan DPPH, pembuatan pellet kunyit, pencirian sumber sinar, prosedur penggunaan fotometer portable, metode deteksi sinar, pengumpulan dan pengolahan data. Analisis kadar kurkuminoid dan uji aktivitas antioksidan DPPH untuk melihat keragaman mutu berdasarkan daerah tanamnya. Pencirian sumber sinar dimaksudkan untuk mengetahui panjang gelombang dominan pada masing – masing sumber cahaya. Pengukuran sampel dengan fotometer portable diperoleh data berupa reflektans data unit (mV) yang selanjutnya diolah dengan menggunakan metode pengenalan pola kemometrik, PCA dan PLSDA.
Hasil penelitian menunjukkan Kunyit ( Curcuma Domestica Val. ) yang berbeda daerah memiliki keragaman kandungan senyawa aktif. Kandungan kurkumin dan aktivitas antioksidan terkecil didapat pada kunyit asal Ngawi sebesar 3.28 % dan 75.10 µg/ml. Sedangkan untuk daerah Karanganyar dan Wonogiri memiliki kandungan kurkumin sebesar 3.88 %dan 3.99 % dengan aktivitas antioksidan sebesar 61.77 µg/ml dan 62.59 µg/ml. Analisa PCA menggunakan dua PC pertama yaitu PC 1 = 92% dan PC 2 = 8%. Untuk Analisa PLSDA diperoleh 3 model data yaitu model Karanganyar, model Ngawi dan model Wonogiri. Pada masing – masing model diperoleh R2 yang mendekati 1 dan, RMSEP dan RMSEC yang mendekati 0.
Kata kunci : fotometer portable, kunyit, LED, PCA, kemometrik
Antonio Kautsar. 062108021. 2012 : “Differentiation of Geographic Origin Turmeric ( Curcuma Domestica Val. ) Using Portable Photometer and Chemometrics Analysis.”, supervised by Drs. Husain Nashrianto, M. Si. and Rudi Heryanto, M. Si.
SUMMARY
Turmeric (Curcuma domestica Val.) is one of many medicinal plants are grown and used as medicine in Indonesia. At the present these herbs have been used extensively by the community as an alternative solution in addressing the health problems. Quality of drugs requires quality turmeric which is determined by its chemical composition. The diversity of the chemical component of turmeric can be determined using spectroscopic methods. This study aimed to differentiate the geographical origin of turmeric comes from Karanganyar, Ngawi, and Wonogiri as information and quality control by using a portable photometer and chemometric method.
The research method consisted of analysis curcuminoid content, antioxidant activity DPPH test, the manufacture of pellets turmeric, characterizing the light source, a procedure using a portable photometer, light detection methods, data collection and processing. The analysis of curcuminoid content and antioxidant activity DPPH test to see the diversity of quality based on the cropping area. Characterization of light sources is intended to determine the dominant wavelength on each every light source. Measurement of samples with a portable photometer data obtained in the form of a voltage which then processed using pattern recognition of chemometric methods, PCA and PLSDA.
The results showed Turmeric (Curcuma domestica Val.) from different origin have a diversity of active compound. The curcuminoid content and antioxidant activity of curcumin in turmeric obtained from the smallest Ngawi of 3.28% and 75.10 µg/ml. While for the Karanganyar and Wonogiri contain curcuminoid at 3.88 % and 3.99% with the antioxidant activity of 61.77 µg/ml and 62.59 µg/ml. PCA analysis using the two first PC is PC 1 = 92% and PC 2 = 8%. For PLSDA Analysis of data obtained by three models, namely models of Karanganyar, Ngawi and Wonogiri. On each of model earned R2 close to 1 and, RMSEP and RMSEC are close to 0.
Keywords: portable photometer, turmeric, LED, PCA, chemometrics.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
RINGKASAN ..................................................................................... iii
SUMMARY ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian ..................................................................................... 2
1.3. Hipotesis penelitian .................................................................................. 3
1.4. Manfaat penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1. Kunyit ..................................................................................... 4
2.2. Fotometer Portable ................................................................................... 5
2.3. Kemometrik ..................................................................................... 7
2.4. Metode PCA ..................................................................................... 7
2.5. Metode PLSDA ..................................................................................... 9
2.5. Kurkuminoid ..................................................................................... 10
2.6. Antioksidan ..................................................................................... 11
BAB III BAHAN DAN METODE..................................................................... 14
3.1. Tempat dan waktu penelitian..................................................................... 14
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 14
3.3. Metode penelitian ..................................................................................... 14
3.3.1 Penetapan Kadar Kurkuminoid...................................................... 14
3.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan DPPH .................................................. 14
3.3.3 Pembuatan Pellet Kunyit .............................................................. 15
3.3.4 Pencirian Sumber Sinar ................................................................ 15
3.3.5 Prosedur penggunaan fotometer portable ..................................... 15
3.3.6. Metode Deteksi Sinar .................................................................... 16
3.3.7. Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 18
4.1. Penetapan Kadar Kurkuminoid ................................................................. 18
4.2. Aktivitas Antioksidan Kunyit.................................................................... 19
4.3 Korelasi Kandungan Kurkuminoid dan Aktivitas antioksidan.................. 21
4.4. Pencirian Sumber Sinar............................................................................. 22
4.5. Analisis rimpang kunyit menggunakan fotometer portable...................... 23
4.6. Differensiasi Kunyit Menggunakan Analisis PCA ................................... 24
4.7. Pembentukan Model Rimpang Kunyit Menggunakan Analisis Diskriminan
Kuadrat Terkecil Parsial (PLSDA) ........................................................... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 30
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 30
5.2. Saran ..................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
LAMPIRAN ..................................................................................... 33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morfologi rimpang kunyit............................................................. 4
Gambar 2. Skema fotometer portable ............................................................ 6
Gambar 3. Bentuk fisik lampu LED ............................................................... 6
Gambar 4 . Bentuk fisik detektor PDA ............................................................ 6
Gambar 5. Prinsip PCA .................................................................................. 8
Gambar 6. Bagan prinsip PLS ........................................................................ 10
Gambar 7. Struktur senyawa kurkuminoid ..................................................... 11
Gambar 8. Mekanisme reaksi vitamin C dengan DPPH ................................. 13
Gambar 9. Grafik kandungan kurkumin kunyit .............................................. 19
Gambar 10. Rumus struktur DPPH .................................................................. 19
Gambar 11. Grafik aktivitas antioksidan kunyit dan vitamin C ....................... 20
Gambar 12. Grafik korelasi kandungan kurkuminoid dan
ativitas antioksidan ....................................................................... 21
Gambar 13. Spektrum pengukuran kunyit Karanganyar, Ngawi dan
Wonogiri ..................................................................................... 23
Gambar 14. Proporsi varians komponen utama ................................................ 25
Gambar 15. Score plot antara PC 1dan PC 2 .................................................... 26
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH .......................... 12
Tabel 2. Skema data ..................................................................................... 16
Tabel 3. Hasil pencirian panjang gelombang ..................................................... 22
Tabel 4. Kriteria kebaikan model PLSDA ......................................................... 27
Tabel 5. Data prediksi sampel kunyit dengan model PLSDA Karanganyar,
Ngawi dan Wonogiri ............................................................................ 28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram alir penelitian ................................................................. 33
Lampiran 2. Rendemen hasil ekstraksi .............................................................. 34
Lampiran 3. Kurva standar & kadar kurkumin rimpang kunyit ........................ 34
Lampiran 4. Uji statistik ANOVA kadar kurkumin rimpang kunyit ................ 35
Lampiran 5. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah Karanganyar ........... 36
Lampiran 6. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah Ngawi...................... 36
Lampiran 7. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah Wonogiri ................. 36
Lampiran 8. Aktivitas antioksidan Vitamin C ................................................... 36
Lampiran 9. Uji statistik ANOVA aktivitas antioksidan ekstrak kunyit ........... 36
Lampiran 10. Uji statistik ANOVA aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah
Karanganyar dan Wonogiri ........................................................... 37
Lampiran 11. Panjang gelombang lampu LED ................................................... 37
Lampiran 12. Data hasil pengukuran menggunakan fotometer portable ............ 37
Lampiran 13. Bentuk pellet kunyit ...................................................................... 39
Lampiran 14. Prediction vs reference PLSDA daerah Karanganyar .................. 39
Lampiran 15. Prediction vs reference PLSDA daerah Ngawi ............................ 40
Lampiran 16. Prediction vs reference PLSDA daerah Wonogiri ....................... 40
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis yang dikenal dengan julukan the second
mega biodiversity, memiliki berbagai jenis tanaman yang diketahui secara empirik
berpotensi sebagai tanaman obat. Pada masa sekarang ini tanaman obat telah
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sebagai solusi alternatif dalam
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Pengobatan tradisional dengan
menggunakan tanaman obat sebagai medianya memiliki beberapa keuntungan
diantaranya lebih aman dan tidak memiliki resiko yang berarti bagi tubuh
(Wijayakusuma 2000). Hal ini dikarenakan tanaman obat mengandung zat aktif
atau metabolit sekunder yang berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit (Adzkiya
2006).
Penggunaan tanaman obat yang semakin berkembang memerlukan adanya
jaminan terhadap mutu dan keamanannya. Mutu tanaman obat dapat dilihat dari
kandungan senyawa aktif kimia yang dimiliki. Pada tanaman obat, kandungan
senyawa aktif tersebut tidak merata, ada yang komposisinya besar dan ada yang
komposisinya kecil. Menurut Singh et al. 2010, keragaman komposisi senyawa
aktif kimia dipengaruhi oleh kondisi tanah dan lingkungan sehingga dapat
mempengaruhi mutu suatu sediaan obat bahan alam. Untuk itu diperlukan kendali
mutu dan diferensiasi asal geografis tanaman obat tersebut.
Pada umumnya metode analisis yang biasa digunakan untuk pencirian
tanaman obat adalah kromatografi. Dengan metode ini akan didapatkan suatu
kromatogram sidik jari yang dapat menampilkan semua kandungan senyawa
kimia yang menjadi karakteristik tanaman obat (Liang et al. 2004). Dengan
melihat kromatogram sidik jari ini, kita dapat mengetahui mutu suatu tanaman
obat. Walaupun metode ini memiliki kelebihan dalam hal akurasi, tetapi masih
terdapat kelemahan dalam hal waktu, preparasi sampel, dan jumlah bahan kimia
yang digunakan (Mao & Xu 2006).
Pada penelitian ini digunakan metode spektroskopi. Prinsip dari
spektroskopi adalah melihat perubahan komposisi kimia suatu bahan yang dapat
mengakibatkan perubahan sifat optik (absorbansi, transmisi, dan refleksi) dari
suatu bahan (Stuth et al. 2003). Umumnya alat yang digunakan untuk aplikasi
metode spektroskopi adalah FTIR. Akan tetapi alat ini cukup mahal dan sulit
dalam pengoperasiannya. Alternatif alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah fotometer portable.
Fotometer portable menggunakan sumber cahaya berupa light emitting
diode (LED) dan detektor photo diode array (PDA). Kelebihan dari alat ini adalah
pengoperasiannya yang lebih sederhana, non-destruktif terhadap bahan,
meminimalkan penggunaan bahan kimia, murah, ringan, dan mudah dibawa. Data
yang dihasilkan dari alat fotometer portable selanjutnya dikombinasikan dengan
metode kemometrik, yaitu principle component analysis (PCA) dan partial least
square discriminant analysis (PLSDA). PCA digunakan untuk melakukan
pengenalan pola sehingga kita dapat mengelompokan tanaman berdasarkan
keragaman asal geografis sampel tersebut. Sedangkan PLSDA digunakan untuk
membangun model prediksi dari asal geografis sampel.
Pada penelitian ini, fotometer portable akan dikombinasikan dengan
metoda kemometrik dan diujicobakan pada tanaman obat, yaitu rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) yang berasal dari daerah Ngawi, Wonogiri dan
Karanganyar. Komponen utama yang berkhasiat sebagai obat dalam rimpang
kunyit adalah senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkumin mempunyai
aktivitas anti radang, antivirus, anti tumor, hipokolesterolemik, dan anti
hepatotoksik.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan diferensiasi asal geografis kunyit
(Curcuma domestica Val.) yang berasal dari daerah Ngawi, Wonogiri, dan
Karanganyar sebagai informasi dan kendali mutu dengan menggunakan fotometer
portable dan metode kemometrik.
1.3. Hipotesis Penelitian
Kandungan senyawa aktif dalam suatu daerah berbeda – beda karena
dipengaruhi kondisi lingkungan dan tanah sehingga dapat dilakukan diferensiasi
asal geografis kunyit.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu adanya informasi dan klasifikasi mengenai
asal tanam geografis sehingga mutu sediaan obat dapat terjaga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kunyit
Kunyit merupakan tanaman obat asli Asia, khususnya Asia Tenggara. Saat
ini kunyit sudah tersebar hingga ke Australia dan Afrika. Kunyit banyak
digunakan untuk memberikan warna kuning pada masakan, khususnya di daerah
Asia Selatan. Kunyit berdasarkan klasifikasi botaninya termasuk ke dalam:
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zungiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val.
Gambar 1. Rimpang kunyit
Kunyit merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dan dapat
mencapai tinggi hingga satu meter. Senyawa – senyawa kimia yang terkandung
dalam rimpang kunyit bersifat atsiri dan nonatsiri. Senyawa kimia yang bersifat
atsiri diantaranya adalah golongan ses k uiterpen a, turmeron, tumeon, Zingiberena,
felandren, sabinen, borneol, dan sineil. Sedangkan senyawa kimia non-atsiri yang
terkandung dalam kunyit adalah zat warna yang banyak terdapat pada senyawa-
senyawa fenolat, antara lain senyawa kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid yang
terdapat dalam kunyit adalah kurkumin (75-81%), demetoksikurkumin (15-19%),
dan bisdemetoksikurkumin (2.2-6.6%) (Jayaprakasha et al. 2005).
2.2. Fotometer Portable
Fotometer portable yang sedang dikembangkan menggunakan prinsip
metode spektroskopi. Spektrum radiasi elektromagnetik terdiri dari foton yang
mempunyai tingkat energi dan panjang gelombang berbeda-beda (Harvey 2000).
Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan interaksi radiasi elektromagnetik
pada suatu bahan dan menimbulkan efek yang berbeda pula (Stuth et al. 2003).
Energi radiasi dengan panjang gelombang tertentu yang berinteraksi dengan suatu
bahan dapat diserap (absorpsi), diteruskan (transmisi), atau dipantulkan (refleksi)
oleh bahan tersebut (Skoog et al. 2004).
Suatu molekul atau komposisi hanya akan menyerap energi yang sesuai
dengan karakteristiknya. Energi yang diserap akan mengeksitasi elektron dari
keadaan dasarnya (Skoog et al. 2004). Saat elektron kembali ke keadaan dasar
dari keadaan tereksitasi, akan terjadi pelepasan energi yang memiliki panjang
gelombang lebih tinggi daripada panjang gelombang yang diberikan. Proses
pelepasan energi pada panjang gelombang tertentu ini dikenal dengan emisi
fluoresens (Harvey 2000).
Refleksi adalah pemantulan radiasi oleh permukaan benda tanpa
mengalami perubahan panjang gelombang. Radiasi yang datang hanya
berinteraksi dengan permukaan bahan tanpa berpenetrasi ke dalam sehingga
proses refleksi lebih melihat dari sifat fisik bahan dibandingkan dengan sifat
kimianya (Novianty 2008). Komponen – komponen penting yang terdapat pada
fotometer adalah sumber sinar, filter, detektor yang dapat mengubah energi
cahaya menjadi suatu sinyal listrik (Gambar 2). Komponen-komponen ini
selanjutnya ditempatkan didalam sebuah otoskop sederhana yang telah
dimodifikasi. Otoskop adalah alat yang biasa digunakan untuk memeriksa
gendang telinga. Selanjutnya otoskop yang telah berisi komponen fotometer
disambungkan pada sebuah multimeter sebagai alat pembaca keluaran sinyal yang
berupa nilai voltase.
Gambar 2. Skema fotometer portable
Fotometer yang digunakan pada penelitian ini menggunakan sumber sinar
berupa diode sangat populer karena dapat menghasilkan cahaya berwarna-warni
seperti merah, hijau, biru sehingga banyak dipakai sebagai rangkaian lampu atau
lampu indikator (Senny 2010). Selain itu, LED memiliki daya yang kecil (20 –
100 mA) dan dapat digunakan dengan tegangan yang rendah (2 – 5 V) (Menn
2004) sehinggga tepat digunakan pada alat instrumen portable.
Gambar 3. Bentuk fisik lampu LED
Detektor yang digunakan adalah photo diode array (PDA). Prinsip kerja
PDA adalah ketika sebuah photon dari sumber cahaya diserap, hal tersebut
membangkitkan suatu elektron dan menghasilkan sepasang pembawa muatan
tunggal, sebuah elektron dan sebuah hole, di mana suatu hole adalah bagian dari
kisi-kisi semikonduktor yang kehilangan elektron.
Gambar 4. Bentuk fisik detektor PDA
PDA terbuat dari bahan semikonduktor seperti galium arsenida. Dengan
bahan ini, energi dari sinar yang jatuh menyebabkan lebih banyak muatan yang
dilepas atau arus listrik meningkat. Menurut O’toole dan Diamond 2008,
penggunaan PDA sebagai detektor memiliki banyak keuntungan karena detektor
PDA dapat melakukan pengukuran nilai referensi secara simultan meskipun hanya
dengan satu lampu LED.
2.3. Kemometrik
Metode kemometrik berupa analisis multivariat yang menyediakan metode
untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrumen seperti
spektrofotometer sehingga dapat diketahui tingkat reabilitas dari suatu data.
Analisis multivariat merupakan salah satu teknik analisis kemometrik yang
banyak digunakan untuk analisis matriks kompleks dan analisis multikomponen
pada sistem yang sederhana. Pendekatan multivariat dapat diaplikasikan pada
sampel yang mempunyai lebih dari satu peubah pengukuran. Misalnya, pada saat
kita mengukur spektrum suatu sampel menggunakan lebih dari satu panjang
gelombang (Brereton 2003). Selain itu, analisis multivariat dapat digunakan untuk
pengenalan pola sampel melalui metode principal component analysis (PCA),
discriminant analysis, K-nearest neighbour, soft independent modelling of class
anology, dan cluster analysis (Miller & Miller 2000).
Analisis multivariat ini telah banyak digunakan dalam bidang kimia untuk
melakukan pengenalan pola. Pendekatan metode analisis multivariat yang dapat
digunakan antara lain adalah exploratory data analysis (EDA) yang terdiri dari
PCA dan factor analysis (FA), unsupervised pattern recognation, dan supervisaed
pattern recognation (Brereton 2003). Selain itu, juga ada soft independent
modeling of class analogy (SIMCA), discriminant analysis (DA) dan PLSDA
(Gutierrez et al. 2011).
2.4. Metode PCA
Principal component analysis (PCA) merupakan suatu metode analisis
peubah ganda yang bertujuan menyederhanakan peubah yang diamati dengan cara
menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Menurut Chew et al. (2004), PCA dapat
memudahkan visualisasi pengelompokan data, evaluasi kesamaan antar kelompok
atau kelas, dan menemukan faktor atau alasan di balik pola yang teramati melalui
korelasi berdasarkan sifat kimia atau fisika-kimia contoh. Penyederhanaan peubah
dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara peubah bebas melalui
transformasi peubah bebas asal ke peubah baru yang tidak berkorelasi sama sekali
atau yang biasa disebut dengan principal component (PC).
Pemilihan PC dilakukan sehingga PC pertama memiliki variasi terbesar
dalam set data, sedangkan PC kedua tegak lurus terhadap PC pertama dan
memiliki variasi terbesar selanjutnya. Dua PC pertama pada umumnya digunakan
sebagai bidang proyeksi untuk inspeksi visual dari data (Miller & Miller 2000).
Setiap peubah baru (skor atau PC) yang dihasilkan PCA merupakan kombinasi
linier peubah asli pengukuran (Miller & Miller 2000).
Gambar 5. Prinsip PCA (Brereton 2003).
Teknik PCA berdasarkan pada dekomposisi matriks data X (N × K)
menjadi dua matriks T (N × A) dan matriks P (K × A) yang saling tegak lurus
(Gambar 5). Matriks T disebut dengan matriks skor yang menggambarkan variasi
dalam objek, sedangkan matriks P yang disebut matriks loading menjelaskan
pengaruh peubah terhadap komponen utama. Matriks P terdiri atas data asli dalam
sistem koordinat baru. Galat dari model yang terbentuk dinyatakan dalam E
(Lohninger 2004). Sedangkan nilai A adalah jumlah PC yang digunakan untuk
membuat model (Brereton 2003).
2.5. Metode PLSDA
Partial least square discriminant analysis (PLSDA) adalah salah satu
metode klasifikasi yang sering diterapkan dalam bidang kemometrik dengan
berlandaskan pendekatan partial least square (PLS), yaitu memprediksi peubah
yang tidak bebas (Y) dari serangkaian peubah bebas (X) yang memiliki
kolinieritas tinggi, jumlahnya yang banyak, dan memiliki struktur sistematik
menggunakan regresi kuadrat terkecil (Brereton 2003). Peubah X dan Y tersebut
didekomposisi menjadi dua matriks, yaitu matriks skor dan loading. Metode
PLSDA digunakan untuk membangun suatu model regresi diantara nilai – nilai
yang dibuat dari hasil perhitungan skor dari matriks X dan Y tersebut.
Gambar 6 menunjukkan bahwa matriks X diuraikan menjadi matriks skor
T, matriks loading P′, dan matriks galat E, sedangkan matriks Y diuraikan menjadi
matriks skor U, matriks loading Q′, dan galat F. Kedua persamaan ini disebut
‘hubungan luar’. Hasil dari T dan P′ mendekati data spektrum, sedangkan hasil U
dan Q′ mendekati konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma PLS adalah
meminimumkan F dengan terus menjaga korelasi antara X dan Y dalam
‘hubungan dalam’ U=BT (Lohninger 2004).
Kebaikan suatu model klasifikasi dalam metode PLSDA dapat dilihat dari
nilai determination coefficient (R2), root mean square error of calibration
(RMSEC), dan root mean square error of prediction (RMSEP). Kasus dua
kelompok yang terjadi dalam PLSDA, misalnya peubah Y untuk kelompok
pertama diberikan nilai 1 dan nilai 0 atau -1 untuk kelompok lainnya.
Gambar 6. Bagan prinsip PLS (Lohninger 2004).
2.6. Kurkuminoid
Kurkuminoid merupakan golongan senyawa yang memberikan warna
kuning pada tanaman marga curcuma, salah satunya kunyit. Kurkuminoid
berbentuk serbuk dengan rasa pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam glasial, dan
alkali hidroksida. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat
toksik (Sidik et al. 1995). Selain dapat digunakan sebagai zat warna pada
makanan, minuman, dan kosmetika, komponen kurkuminoid diketahui
mempunyai berbagai aktivitas biologis dalam spektrum yang luas. Kurkuminoid
yang terdapat pada rimpang kunyit terdiri dari 3 komponen, yaitu kurkumin,
desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin. Kurkumin mempunyai rumus
molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 368 g/mol, sedangkan
demetoksikurkumin mempunyai rumus molekul C20H18O5 dengan bobot molekul
sebesar 338 g/mol.
Gambar 7. Struktur senyawa kurkuminoid
Kurkuminoid berkhasiat menetralkan racun, antioksidan, antibakteri,
analgetik, dan antiinflamasi. Analisis kurkuminoid dapat dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya spektroskopi sinar tampak, titrasi volumetrik, dan
kromatografi. Analisis kuantitatif dengan spektroskopi sinar tampak dilakukan
berdasarkan reaksi pembentukan rubrokurkumin atau rososianin pada panjang
gelombang 530 nm (Sidik et al. 1995). dengan memperhatikan aktivitas kurkumin
yang sinergis dengan desmetoksikurkumin, diduga gugusan aktif pada
kurkuminoid terletak pada gugus metoksi, karena pada bisdemetoksikurkumin
kedua gugus metoksi telah tersubtitusi oleh atom hidrogen.
2.7. Antioksidan
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah (Masuda
et al. 1992). Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA,
kanker, penuaan, dan penyakit lainnya (Jitoe et al. 1992). Komponen kimia yang
berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik.
Senyawa – senyawa golongan tersebut banyak terdapat di alam, terutama pada
tumbuh – tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas.
Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi
(Masuda et al. 1992). Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian
aktivitas antioksidan adalah metode DPPH. Metode DPPH didasarkan pada
kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan mendonorkan
atom hidrogen. Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan 1,1-
difenil-2- pikrilhidrazil (DPPH) sebagai radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi
penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan yang mengubahnya
menjadi 1,1-difenil-2- pikrilhidrazin. Menurut Armala (2009), tingkat kekuatan
antioksidan senyawa uji menggunakan DPPH dapat digolongkan menurut nilai
IC50 yang terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL
Sedang 101-150 µg/mL
Lemah > 150 µg/mL
Metode DPPH menggunakan kontrol positif sebagai pembanding untuk
mengetahui aktivitas antioksidan sampel. Kontrol positif ini dapat berupa
tokoferol, BHT, dan vitamin C (Rahman et al. 2008). Vitamin C/asam askorbat
digunakan sebagai kontrol positif karena mampu mereduksi radikal bebas DPPH
dengan mendonorkan 1 atom hidrogen sehingga menghasilkan produk radikal L-
asam askorbat.
Gambar 8. Mekanisme reaksi vitamin C dengan DPPH
Hal ini ditandai dengan perubahan warna kuning pada larutan asam
askorbat yang ditambahkan DPPH. Radikal L-asam askorbat akan segera berubah
menjadi L-askorbil dan dehidro L-asam askorbil. Radikal - radikal yang terbentuk
bersifat stabil. Hal tersebut disebabkan kemampuan radikal untuk menstabilkan
diri dengan cara beresonansi. asam askorbat termasuk dalam antioksidan sekunder
berdasarkan mekanisme kerjanya. Antioksidan ini berfungsi sebagai sistem
pertahanan preventif yaitu dengan cara memotong atau memutuskan reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas. Senyawa oksigen reaktif yang terbentuknya
dihambat dengan menangkap oksigen dan mengubahnya menjadi spesies non
radikal. Asam askorbat memberikan senyawa radial nitrogen 2 atom H. Meskipun
telah mendonorkan atoim H-nya, asam askorbat tetap stabil dengan mengubah
dirinya menjadi dehidro-L-Asam askorbat.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan
Juli 2012 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor LPPM IPB.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan kunyit yang berbeda daerah ( Ngawi,
Wonogiri, dan Karanganyar ), asam borat, asam oksalat, standard kurkuminoid,
DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl), Etanol, Alat-alat yang digunakan adalah
fotometer portable, lampu LED ( LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru,
LED hijau, LED hijau kuning, LED orange, dan LED IR ), spektrofotometer UV-
Vis, mikroplate reader, mikroplate, alat pembuat pellet, labu takar 25 ml, labu
takar 250 ml, pipet volumetrik 1 ml dan neraca analitik. Perangkat lunak yang
digunakan adalah Unscrambler 9.7, dan Minitab 15.
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan terdiri analisis kadar kurkuminoid, uji
aktivitas antioksidan DPPH, pembuatan pelet kunyit, pencirian sumber sinar,
prosedur penggunaan fotometer portable, metode deteksi sinar, pengumpulan dan
pengolahan data.
3.3.1 Penetapan Kadar Kurkuminoid
Sampel ditimbang dengan seksama, kemudian dimasukkan ke dalam gelas
piala 250 ml. Ditambahkan aseton, diaduk hingga rata kemudian disaring. Filtrat
ditampung dalam labu terukur 250 ml ditambah aseton melalui kertas saring
hingga tanda batas. Diambil 1 ml dimasukkan ke dalam labu terukur 25 ml,
ditambahkan 50 mg asam borat dan 50 mg asam oksalat dan dibiarkan selam 30
menit. Larutan ini diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak dengan
panjang gelombang sebesar 491 nm. Kadar kurkuminoid dihitung dalam % b/b
dengan membandingkan kurva baku.
3.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan DPPH
Uji aktivitas antioksidan yang digunakan adalah uji penangkapan radikal
bebas 2,2- difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Sampel dilarutkan di dalam etanol
hingga diperoleh konsentrasi 12,5; 25; 50; 100; dan 200 μg/mL. Alikuot sampel
dan 100 μL larutan DPPH (11,8 mg DPPH dalam 100 mL etanol) ditambahkan ke
masing-masing sumur 96- well plate. Setelah 30 menit, diukur absorbansnya pada
517 nm. Nilai IC50 diperoleh dengan cara menghitung menurut rumus y = a + b
lnx. Harga y yang dimasukkan adalah 50, untuk menyatakan inhibisi sejumlah
50% setelah masa inkubasi 30 menit. Nilai a dan b diperoleh dengan perhitungan
menggunakan rumus regresi linier berdasarkan data dari konsentrasi yang
digunakan. Harga x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang
menyebabkan inhibisi terhadap 50% radikal bebas.
3.3.3 Pembuatan Pellet Kunyit
Serbuk kunyit ditimbang sebanyak 350 mg, lalu serbuk dimasukkan ke
dalam alat pembuat pelet. Tekanan diatur hingga mencapai 80 kN, dan diberikan
selama 2 menit. Pelet kunyit lalu dikeluarkan dari alat.
3.3.4 Pencirian Sumber Sinar
Sumber sinar yang akan digunakan ( LED UV, LED biru ungu, LED
putih, LED biru, LED hijau, LED hijau kuning, LED orange, dan LED IR )
dicirikan terlebih dahulu. Sumber sinar tersebut dinyalakan dan sinar yang keluar
diukur panjang gelombangnya menggunakan spektrometer USB 2000.
3.3.5 Prosedur Penggunaan Fotometer portable
Fotometer portable dinyalakan dengan menekan tombol power, lalu
intensitas awal fotometer ditentukan dengan meletakkan sumber cahaya pada area
berwarna putih sebagai kontrol. Sumber cahaya diletakkan tegak lurus (90°)
dengan permukaan kertas standar warna. Diperiksa perbedaan intensitas sinar
pada area berwarna putih. Apabila tidak terdapat perbedaan, maka nilai intensitas
awal dinaikkan. Intensitas yang sudah ditetapkan akan digunakan untuk
pengukuran setiap sampel dengan sumber sinar yang sama. Setiap mengakhiri
pengukuran, sumber cahaya dimatikan dan dinyalakan kembali sebelum
mengukur warna standar lainnya. Nilai yang tertera pada fotometer dicatat setelah
angka yang tertera tidak menunjukkan perubahan. Langkah tersebut diulangi
dengan menggunakan kombinasi sumber lampu yang berbeda-beda. Lampu yang
digunakan adalah LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru, LED hijau,
LED hijau kuning, LED orange, dan LED IR ,
3.3.6 Metode Deteksi Sinar
Permukaan pelet kunyit selanjutnya disinari dengan sumber sinar yang
divariasikan. Pelet kunyit yang digunakan berbeda asal tanamnya dan diukur
sebanyak 15 kali ulangan. Sinar radiasi ini kemudian ditangkap oleh detektor
PDA dan intensitasnya diubah menjadi perbedaan tegangan listrik. Perbedaan
tegangan listrik yang dihasilkan ini dideteksi oleh voltmeter dan dicatat angkanya.
3.3.7 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur intensitas sinar yang
dihasilkan dari sampel serbuk rimpang kunyit (pellet kunyit) berbeda asal tanam
dengan menggunakan masing – masing sumber sinar lampu LED yang memiliki
panjang gelombang yang berbeda-beda. Data yang dihasilkan dimasukkan ke
dalam skema data (Tabel 2) yang kemudian dimasukkan ke dalam program
Microsoft Excel 2007 dan dianalisis menggunakan metode multivariat dengan
perangkat lunak The Unscrambler 9.7.
Tabel 2. Skema pencatatan data
SampelReflektans (mV)
LED UV
LED Biru ungu
LED Putih
LED Biru
LED Hijau
LED Hijau-Kuning
LED Orange
LED IR
Sehingga didapatkan pemodelan statistik untuk masing – masing daerah
sehingga dapat dijadikan kendali mutu memprediksi asal geografis tanaman obat
tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan (Lampiran 1). Tahap
pertama adalah analisis kadar kurkuminoid dan uji aktivitas antioksidan DPPH
pada sampel rimpang kunyit asal daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri yang
akan dianalisis menggunakan fotometer portable. Tahap ini dilakukan untuk
membuktikan bahwa rimpang temulawak tersebut memiliki keragaman mutu
berdasarkan daerah tanamnya. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pencirian
sumber sinar yang akan digunakan. Sumber sinar yang digunakan adalah LED
UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru, LED hijau, LED hijau kuning, LED
orange, dan LED IR. Tahap ini dilakukan agar dapat diketahui nilai kisaran
panjang gelombang yang dipancarkan oleh masing – masing sumber sinar
tersebut. Tahapan terakhir adalah pengukuran sampel dengan fotometer portable.
Diperoleh data berupa voltase yang selanjutnya diolah dengan menggunakan
metode pengenalan pola kemometrik PCA dan PLSDA. Metode ini dapat
mengelompokkan sampel rimpang kunyit berdasarkan asal tanamnya, yaitu daerah
Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri.
4.1. Penetapan Kadar Kurkuminoid
Analisis kadar kurkuminoid dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 491 nm. Panjang gelombang
ini merupakan panjang gelombang maksimum yang diserap oleh kurkuminoid.
Pengukuran sampel rimpang kunyit dilakukan pengenceran 25 kali dari
konsentrasi semula karena absorbansi dari sampel tidak masuk dalam jarak
(range) dari standar antara 1 sampai dengan 10 ppm. Data absorbans untuk
pembuatan kurva standar diberikan pada Lampiran 3. Kurva standar ( lampiran 3 )
yang diperoleh menunjukkan persamaan garis y = 0.183x - 0.084 dengan R2 =
0.996, yang menunjukkan bahwa konsentrasi mampu menerangkan keragaman
absorbans sebesar 99.60%; hanya sekitar 0.40% yang diterangkan oleh faktor lain.
Berdasarkan kurva standar dapat ditentukan kadar kurkuminoidoid pada masing –
masing daerah asal kunyit yang diujikan (Gambar 9.).
Gambar 9. Grafik kandungan kurkuminoid kunyit
Berdasarkan Gambar 9, kadar kurkuminoid rimpang kunyit asal Karanganyar,
Ngawi, dan Wonogiri berturut-turut 3.88, 3.28, dan 3.99 %. Rimpang kunyit asal
Wonogiri memiliki kandungan kurkuminoid paling tinggi dibandingkan dengan
asal Karanganyar dan Ngawi. Berdasarkan uji statistik ANOVA (Lampiran 4 ),
kadar kurkuminoid pada ketiga daerah tersebut berbeda nyata (nilai P < 0.05).
4.2. Aktivitas Antioksidan Kunyit
Aktivitas antioksidan diukur dengan melihat kemampuan ekstrak rimpang
dalam menghambat aktivitas radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).
DPPH adalah radikal bebas yang stabil dalam larutan berair atau larutan dalam
etanol serta memiliki serapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dalam
bentuk teroksidasi (Masuda et al. 1999). DPPH mampu menerima elektron atau
radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik
yang stabil. Struktur kimia DPPH ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Rumus struktur DPPH
Metode DPPH dipilih karena memiliki beberapa kelebihan di antaranya
sederhana, mudah, cepat dan peka, serta hanya memerlukan sedikit contoh.
Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme
penyumbangan atom hidrogen yang menyebabkan terjadinya peluruhan warna
DPPH dari ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm.
Aktivitas antioksidan dari sampel dinyatakan dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi
sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas DPPH .Makin rendah
nilai IC50 suatu bahan, makin tinggi aktivitas antioksidannya. Berdasarkan
Gambar 11 uji aktivitas antioksidan terhadap ekstrak rimpang yang mempunyai
kadar kurkuminoid tertentu menunjukkan bahwa rimpang kunyit yang berasal dari
Ngawi memiliki IC50 sebesar 75.10 µg/ml, sementara daerah Karanganyar dan
Wonogiri berturut-turut memiliki IC50 sebesar 61.77 dan 62.59 µg/ml. Hal ini
berarti rimpang kunyit yang berasal dari daerah Ngawi memiliki aktivitas
antioksidan yang paling rendah. Vitamin C sebagai kontrol positif memiliki IC50
yang lebih rendah, yaitu sebesar 5.74 µg/ml.
Gambar 11. Grafik aktivitas antioksidan kunyit dan vitamin C
Nilai IC50 vitamin C lebih kecil dibanding dengan nilai IC50 ekstrak
kunyit karena merupakan senyawa yang murni dibandingkan dengan sampel yang
masih dalam bentuk campuran dari beberapa senyawa. Di samping itu molekul
vitamin C mempunyai 2 tempat abstraksi hidrogen yang terhubung secara
internal, sehingga ada abstraksi lanjutan setelah abstraksi hidrogen pertama oleh
radikal DPPH, hal ini menyebabkan perbandingan stoikiometrinya 2:1, artinya 2
molekul DPPH ditangkap atau direduksi oleh 1 molekul vitamin C. Apabila
dibandingkan dengan kontrol positif, ekstrak rimpang kunyit memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih rendah, karena nilai IC50 menunjukkan konsentrasi contoh
yang diperlukan untuk menghambat 50% aktivitas radikal bebas. Secara umum,
ekstrak tersebut mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena mempunyai
nilai IC50 berkisar antara 50-100 µg/ml (tabel 1). Berdasarkan uji statistik
ANOVA, aktivitas antioksidan ketiga sampel kunyit berbeda daerah tersebut
berbeda nyata (nilai P < 0.05) (Lampiran 9).
4.3. Korelasi Kandungan Kurkuminoid dan Aktivitas antioksidan
Gambar 12. Grafik korelasi kandungan kurkuminoid
dan ativitas antioksidan
Berdasarkan Gambar 12, kadar kurkuminoid dan aktivitas antioksidan
rimpang kunyit didapatkan bahwa aktivitas antioksidan berkorelasi dengan
kandungan kurkuminoidnya. Semakin tinggi kadar kurkuminoid maka semakin
tinggi aktivitas antioksidannya. Tetapi pada aktivitas antioksidan kunyit asal
Wonogiri memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan asal Karanganyar
meskipun memiliki kadar kurkuminoid yang besar, hal ini dimungkinkan karena
sifat kurkuminoid yang sensitif terhadap cahaya dan mudah terdegradasi sehingga
kemungkinan mempengaruhi terhadap aktivitas antioksidannya. Menurut Sidik et
al. 1995, bila kurkuminoidoid terkena cahaya akan terjadi dekomposisi struktur
berupa siklisasi kurkuminoidoid. Siklisasi kurkuminoidoid menyebabkan senyawa
kurkuminoidoid terdegradasi menjadi asam ferulat sehingga kadarnya dalam
ekstrak menjadi rendah. Namun berdasarkan uji statistik ANOVA perbedaan nilai
aktivitas daerah Karanganyar dan Wonogiri tidak berbeda nyata (nilai P > 0.05)
(Lampiran 10).
4.4. Pencirian Sumber Sinar
Pencirian sumber sinar dilakukan menggunakan spektrometer USB2000.
Sumber sinar yang dicirikan adalah LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED
biru, LED hijau, LED hijau kuning, LED orange, dan LED IR. Hasil pencirian
sumber sinar bertujuan mengetahui nilai panjang gelombang yang dominan dari
lampu LED yang digunakan sehingga untuk acuan penelitian selanjutnya. Dari
hasil pencirian (lampiran 10) diperoleh data seperti pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Hasil pencirian panjang gelombang
lampu LEDPanjang gelombang maksimal
(nm)
intensitas tertinggi
(counts)
UV 409,29 3877,26
Biru ungu 453,60 3874,20
Biru 473,18 3873,93
Putih 462,68 3680,97
Hijau 518,02 3720,98
Hijau kuning 571,68 3870,09
Orange 625,74 3876,62
IR 986,62 3847,92
4.5. Analisis rimpang kunyit menggunakan fotometer portable
Sampel pellet kunyit diukur menggunakan alat fotometer yang telah
divariasikan dengan beberapa sumber sinar LED sehingga didapatkan data seperti
pada Lampiran 11. Pengukuran sampel kunyit dilakukan sebanyak limabelas kali
untuk masing – masing daerah. Hasil pengukuran dengan fotometer portable
berupa intensitas radiasi yang ditangkap oleh PDA dan nilainya diubah menjadi
nilai tegangan. Spektrum yang diperoleh (Gambar 13) memiliki pola yang sama
untuk rimpang kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri. Hal ini
dikarenakan senyawa yang terkandung pada rimpang kunyit untuk setiap daerah
sama. Perbedaan antara tiap daerah terlihat dari intensitas voltase yang dimiliki.
Gambar 13. Spektrum pengukuran kunyit
Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri
Rimpang kunyit daerah Ngawi pada panjang gelombang 400 – 600 nm
memiliki nilai voltase yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.
Nilai voltase yang tinggi menunjukkan sinar yang direfleksikan oleh rimpang
kunyit juga tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa aktif kimia pada
kunyit daerah Ngawi paling rendah dibanding daerah lainnya pada panjang
gelombang tersebut. Dengan demikian, intensitas sinar radiasi yang direfleksikan
semakin tinggi juga karena sinar yang tidak diserap direfleksikan oleh bahan. Sifat
refleksi dari kunyit pada panjang gelombang 620 – 980 nm menunjukkan pola
refleksi yang berbeda, yaitu kunyit asal daerah Wonogiri memiliki nilai voltase
yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena interaksi sinar radiasi yang terjadi pada
lampu LED pada panjang gelombang tersebut tidak sampai terserap oleh bahan.
Menurut Stuth et al.2003, pada proses refleksi, jika tidak ada sinar radiasi yang
diserap oleh bahan maka sinar radiasi yang datang hanya berinteraksi dengan
permukaan dari bahan tanpa adanya sinar yang berpenetrasi kedalam bahan. Oleh
karena itu, pada proses refleksi ini yang diperhatikan adalah sifat fisik bahan yang
dapat menjelaskan aspek kimia bahan.
Karena perbedaan intensitas yang dihasilkan sangat kecil, diperlukan
teknik pengenalan pola secara kemometrik untuk mengelompokkan rimpang
kunyit berdasarkan asal daerahnya.
4.6. Differensiasi Kunyit Menggunakan Analisis PCA
Analisis PCA merupakan salah satu teknik kemometrik yang dapat
digunakan untuk mengekstrak informasi dari data yang didapatkan sehingga kita
dapat melakukan pengenalan pola untuk mengelompokkan tanaman kunyit
berdasarkan asal daerahnya. Hal ini dikarenakan kerumitan data spektrum yang
didapatkan dan juga banyaknya kemiripan dari spektrum yang dihasilkan. Analisis
PCA dilakukan pada data yang telah didapatkan melalui hasil pengukuran.
Pengukuran dilakukan pada sampel kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan
Wonogiri masing-masing dengan limabelas kali ulangan menggunakan 8
kombinasi lampu LED. Sehingga matriks data atau peubah asli yang digunakan
berukuran 45 x 8. Dengan menggunakan PCA data yang berukuran besar ini
selanjutnya direduksi menjadi komponen utama atau principle component (PC)
yang dapat mewakili struktur dan varians dalam data (Miller & Miller 2000).
Analisis PCA dilakukan dengan cara mencari 7 buah PC yang pertama dari data
matriks. Masing-masing PC ini memiliki proporsi varians yang berbeda-beda
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14. Proporsi varians komponen utama
PC 1 memiliki nilai varians terbesar yaitu sebesar 92%, selanjutnya diikuti oleh
PC 2 dengan nilai varians sebesar 8 %, Sedangkan PC 3 sampai PC 7 hanya
menggambarkan 0.1% varians dalam data. Nilai dari PC 1 yang terbesar karena
PC 1 dibuat dengan memaksimalkan varians dalam data. PC selanjutnya dibuat
dengan memaksimalkan residual atau varians yang tertinggal dalam data setelah
menghitung PC 1 (Brereton 2003). Sehingga seluruh PC dapat menjelaskan
varians dari data dengan total 100%.
Berdasarkan nilai proporsi varians pada Gambar 14 maka score plot dibuat
menggunakan nilai PC 1 dan PC 2. PC 1 dan PC 2 dapat mewakili varians sebesar
100% (PC 1 = 92% dan PC 2 = 8%). Menurut Brereton 2003, score plot dengan
menggunakan dua buah PC yang pertama biasanya paling berguna karena kedua
PC ini menggambarkan varians yang terbesar dari data. Hal ini mengindikasikan
bahwa hanya dengan dua PC pertama sudah dapat dibuat model PCA yang baik.
Gambar 15. Score plot antara PC 1dan PC 2
Hasil ini diperkuat dengan score plot antara PC 1 dan PC 2 pada gambar
15 yang menunjukkan bahwa sampel kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan
Wonogiri sudah dapat terpisah dan dikelompokkan dengan baik. Pengelompokkan
kunyit dengan asal daerah yang sama berada saling berdekatan karena kemiripan
sifat dan komposisi kimia yang dimilikinya. Kunyit asal daerah Karanganyar
terlihat mengelompok pada daerah kuadran 4, sampel kunyit asal daerah Ngawi
terletak diantara kuadran 1 dan 3. Sedangkan kunyit asal daerah Wonogiri terletak
pada kuadran 2.
4.7. Pembentukan Model Rimpang Kunyit Menggunakan Analisis
Diskriminan Kuadrat Terkecil Parsial (PLSDA)
PLSDA merupakan salah satu teknik kemometrik yang digunakan untuk
pengenalan pola. Pada penelitian ini, analisis PLSDA dilakukan dengan
menggunakan 2 buah matriks, yaitu matriks X dan matriks Y. Matriks X berisi
data asli yang berasal dari hasil pengukuran sampel rimpang kunyit dengan
menggunakan fotometer portable sehingga matriksnya berukuran 24×8 Sementara
matriks Y merupakan matriks respon untuk tiap daerah sampel rimpang kunyit
sehingga matriksnya berukuran 24×3. Respon untuk satu daerah sampel rimpang
kunyit bernilai 1 dan daerah yang lainnya diberi nilai 0. Selanjutnya dibuat model
kalibrasi rimpang kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri dari kedua
matriks. Kebaikan suatu model dengan menggunakan metode PLSDA dapat
dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2), galat kalibrasi akar rerata kuadrat
(RMSEC) dan galat prediksi akar rerata kuadrat (RMSEP) yang terlihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria kebaikan model PLSDA
Sampel ( daerah )Kalibrasi Prediksi
R2 RMSEC R2 RMSEP
Karanganyar 0.99314 0.03904 0.99186 0.04437
Ngawi 0.99967 0.00855 0.99961 0.00978
Wonogiri 0.99301 0.03941 0.99169 0.04484
Nilai R2 mengindikasikan mutu data antara konsentrasi nyata dan
konsentrasi dugaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa antara
konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat serta memiliki
galat yang kecil. Nilai RMSEC merupakan galat yang dihasilkan dari set kalibrasi.
Kebaikan suatu model dapat dilihat nilai R2 mendekati 1 dan nilai galat sangat
kecil atau mendekati 0 (Brereton 2003).
Rimpang kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri dapat
diprediksi dengan baik menggunakan model kalibrasi yang telah dibuat
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 dan RMSEP pada model prediksi.
Model PLSDA untuk rimpang kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri
memiliki nilai R2 mendekati 1 dan RMSEP mendekati 0 (Tabel 4). Nilai R2 yang
tinggi dari sampel mengindikasikan bahwa model prediksi yang dibuat memiliki
galat yang kecil. Selanjutnya model PLSDA yang telah diperoleh digunakan
untuk memprediksi sampel rimpang kunyit daerah Karanganyar, Ngawi,
Wonogiri, Nagrak dan Sukabumi. Sampel yang digunakan untuk memprediksi
asal sampel tersebut, merupakan sampel yang berbeda dari sampel yang
digunakan untuk membuat permodelan. Proses pengukuran sampel diperlakukan
sama dan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Tabel 5. Data prediksi sampel kunyit dengan model PLSDA Karanganyar,
Ngawi dan Wonogiri
Model PLSDA Sampel Ulangan Nilai prediksi Nilai referensi
Karanganyar
Karanganyar1 0.983 12 0.983 13 0.980 1
Ngawi1 -0.014 02 0.052 03 -0.031 0
Wonogiri1 -0.026 02 -0.024 03 0.096 0
Nagrak1 1.648 02 1.668 03 1.614 0
Sukabumi1 1.514 02 1.497 03 1.514 0
Ngawi
Karanganyar1 -0.003 02 -0.003 03 0.001 0
Ngawi1 0.986 12 0.986 13 1.008 1
Wonogiri1 -0.011 02 0.011 03 -0.003 0
Nagrak1 -0.912 02 -0.889 03 -0.869 0
Sukabumi 1 -0.849 0
2 -0.844 03 -0.849 0
Wonogiri
Karanganyar1 0.019 02 0.019 03 0.069 0
Ngawi1 0.028 02 -0.038 03 0.023 0
Wonogiri1 1.037 12 1.013 13 0.906 1
Nagrak1 0.265 02 0.222 03 0.255 0
Sukabumi1 0.335 02 0.347 03 0.335 0
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model yang dibangun
sebelumnya dapat memprediksi sampel yang diujikan dan mengklasifikasikan ke
dalam daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri. Tabel 5 menunjukkan nilai
prediksi untuk sampel yang diprediksi berasal dari daerah Karanganyar, Ngawi,
dan Wonogiri saat diregresikan dengan model PLSDA rimpang kunyit yang
diperoleh sebelumnya pada masing – masing daerah. Nilai referensi adalah nilai
yang digunakan sebagai respon untuk membangun model. Nilai prediksi yang
mendekati nilai referensi menunjukkan bahwa daerah sampel prediksi sama
dengan model yang digunakan. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai prediksi
sampel yang diprediksi masing - masing berasal dari daerah Karanganyar, Ngawi,
dan Wonogiri pada model PLSDA rimpang kunyit yang telah dibuat sebelumnya
untuk masing – masing daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri mendekati
nilai referensi yang digunakan, yaitu 1. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang
diprediksi mempunyai nilai prediksi yang sama dengan nilai referensi masing –
masing daerah yang diprediksi pada saat diregresikan dengan model PLSDA
rimpang kunyit masing – masing daerah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Kunyit ( Curcuma Domestica Val. ) yang berbeda daerah memiliki
keragaman kandungan senyawa aktif. Alat fotometer portable yang
dikombinasikan dengan analisis kemometrik berupa teknik pengenalan pola
dapat mendiferensiasikan kunyit asal daerah Karanganyar, Ngawi dan
Wonogiri.
2. Analisa PCA menggunakan dua PC pertama yaitu PC 1 = 92% dan PC 2 =
8%. Untuk Analisa PLSDA diperoleh 3 model data yaitu model Karanganyar,
model Ngawi dan model Wonogiri. Pada masing – masing model diperoleh R2
yang mendekati 1 dan, RMSEP dan RMSEC yang mendekati 0.
3. Kandungan kurkumin dan aktivitas antioksidan terkecil didapat pada
kunyit asal Ngawi sebesar 3.28 % dan 75.10 µg/ml. Sedangkan untuk daerah
Karanganyar dan Wonogiri memiliki kandungan kurkumin sebesar 3.88 dan
3.99 % dengan aktivitas antioksidan sebesar 61.77 dan 62.59 µg/ml.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian perlu dilakukan validasi antara pengukuran
fotometer dengan instrument lain yang umum digunakan untuk mengetahui secara
spesifik diferensiasi geografis terhadap rimpang kunyit dan perlu dilakukan
penyeragaman ukuran partikel (mesh) serbuk kunyit sebelum dijadikan pellet
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam proses penyinaran menggunakan
fotometer portable.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada berbagai masa tanam dan perlakuan budidaya tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Armala, M. M., 2009, Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos caudatus H. B. K.) dan Profil KLT, Skripsi, 39, Fakultas Farmasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and Chemical Plant. Bristol: Wiley.
Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal medicines by chemometrics-assisted interpretation of FTIR spectra. J Anal Chim Acta, in press.
Fathniyah VEF. 2011. Pengembangan Fotometer Portable untuk Kendali Mutu Rimpang Kunyit (Curcuma xanthorriza) [skripsi].Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Gutierrez L, Coello J, Maspoch S. 2011. Application of near infrared spectral fingerprinting and pattern recognition techniques for fast identification of Eleutherococcus senticosus. Food Research International 44: 557-565.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw Hill.
Jayaprakasha GK, Jaganmohan RL, Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of Curcuma longa L. Trends in Food Science & Technology 16: 533-548.
Jitoe A, Masuda T, Tengah IGP, Suprapta DN, Gara IWN, Nobuji. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts and analysis of the container curcuminoids. J Agri Food Chem 40: 1337-1340.
Liang Xin-Mao, Yu Jin, Yan-ping Wang, Gao-wa Jin, Qing Fu, Yuan-sheng Xiao. 2008. Qualitative and quantitative analysis in quality control of traditional Chinese medicines. J.Chroma. 026:2033-2044
Lohninger H. 2004. Multivariate calibration. [terhubung berkala]. http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_multivaritae.html [20 Februari 2010]
Mao J, Xu J. 2006. Discrimination of herbal medicines by molecular spectroscopy and chemical pattern recognition. Spectrochim Acta A 65: 497–500.
Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Nakatani N. 1992. Antioxidative curcuminoide from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 31(10): 3645-3647..
Menn N. 2004. Practical Optics. New York: Elsevier.
Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. Harlow: Pearson Education.
Novianty I. 2008. Analisa spektroskopi reflektans Vis-NIR untuk mengetahui proses pematangan buah stroberi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu.
O’toole M, Diamond D. 2008. Absorbance Based Light Emitting Diode Optical Sensors and Sensing Devices. Sensors 2008, 8, 2453-2479.
Rahman F, Logawa ED, Hegartika H, Simanjuntak P. 2008. Aktivitas antioksidan ekstrak tunggal dan kombinasinya dari tanaman Curcuma spp. J Ilmu Kefarmasian Indonesia 6 (2): 69-74.
Senny PS. 2010. Pembuatan modul sensor warna berbasis mikrokontroler [skripsi]. Jakarta: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta.
Sidik, Moelyono MW, Mutadi A.1995. Temlawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jakarta: Phyto Medika.
Singh SK, Jha SK, Chaudhary, Yadava RDS, Rai SB. 2010. Quality control of herbal medicines by using spectroscopic techniques and multivariate statistical analysis. Pharmaceut Biol 48:134-141.
Skoog DA, Donald MW, F James Holler, Stanley RC. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry. Ed ke-8. Canada: Brooks Cole.
Stuth J, Jama A, Tolleson D. 2003. Direct and indirect means of predicting forage quality. Field Crops Research 84:45-56.
Wijayakusuma H. 2000. Potensi tumbuhan obat asli Indonesia sebagai produk kesehatan. Prosiding Risalah Pertemuan Ilmiah Penelilian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, HPTAI. Jakarta.
Woo AY, Kim JH, Cho HJ, Chung H. 1999. Discrimination of herbal medicines according to geographical origin with near infrared reflectance spectroscopy and pattern recognition techniques. Pharmaceut Biomed Anal 21:407-413.
Wold S. 1995. Chemometrics; whats Do We Want From It?. Chemom Intel Lab Syst 30: 109-115.
Lampiran 1. Diagram alir penelitian
Analisis PCA
dan PLSDA
Data reflektans
(volt)
Analisis
menggunakan
fotometer portable
Pellet kunyit
Penetapan kadar
kurkuminoidDikeringkan
Dikempa
Kunyit berbeda asal
daerah tanam.
Serbuk kunyit
Uji aktivitas
antioksidan DPPH
Model PCA dan
PLSDA
Prediksi asal geografis
sampel rimpang kunyit
Lampiran 2. Rendemen hasil ekstraksi
Sampel bobot sampel (gram) bobot ekstrak (gram) rendemen
Kunyit Karanganyar 10,0014 0.8027 8,03%
Kunyit Ngawi 10,0089 0.9771 9,76%
kunyit Wonogiri 10,0019 0.9954 9,95%
Contoh perhitungan :
Persen rendemen kunyit = Bobot ekstrak (gr) x 100%
Bobot sampel (gr)
= 0,8027 x 100%
10,0014
= 8,03 %
Lampiran 3. Kurva standar & kadar kurkumin rimpang kunyit
Kurva standar kurkumin
No.Konsentrasi kurkumin
(mg/L)Absorbansi
1 1 0,147
2 3 0,430
3 5 0,796
4 10 1,775
Kadar kurkumin rimpang kunyit
Asal daerah n*bobot sampel
(mg)
volume
(ml)fp Abs
Kadar kurkumin
( % b/b )Rata - rata
Karanganyar 1 50.80 50 25 0.189 3.67%
3.88%Karanganyar 2 50.60 50 25 0.204 3.89%
Karanganyar 3 51.00 50 25 0.22 4.07%
Ngawi 1 50.40 50 25 0.154 3.23%
3.28%Ngawi 2 50.30 50 25 0.146 3.12%
Ngawi 3 51.30 50 25 0.178 3.49%
Wonogiri 1 53.80 50 25 0.242 4.14%
3.99%Wonogiri 2 54.30 50 25 0.228 3.92%
Wonogiri 3 54.70 50 25 0.229 3.91%
*ulangan
Contoh perhitungan :
y = 0.183x – 0.084
x = y + 0.084
0.183
= 0.189 + 0.084
0.183
= 1.49 mg/L
Kadar kurkumin = kadar (mg/L) x fp x volume ( ml ) x 100%
Bobot ( mg )
= 1.49 x 25 x 50 x 100%
50.80
= 36.70 %
Lampiran 4. Uji statistik ANOVA kadar kurkumin rimpang kunyit
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.8214889 2 0.4107444 13.4916 0.006 5.1433
Within Groups 0.1826667 6 0.0304444
Total 1.0041556 8
Lampiran 5. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah Karanganyar
Ulangan Persamaan garis IC50 (µg/ml) IC50 Rata - rata
1 y = 24.36 Ln(x) - 51.19 63.68
61.772 y = 23.57 Ln(x) - 48.45 65.16
3 y = 22.70 Ln(x) - 42.74 59.47
4 y = 22.87 Ln(x) - 43.16 58.76
Lampiran 6. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah Ngawi
Ulangan Persamaan garis IC50 (µg/ml) IC50 Rata - rata
1 y = 23.18 Ln(x) - 47.95 68.42
75.102 y = 22.74 Ln(x) - 48.28 75.33
3 y = 23.71 Ln(x) - 53.69 79.30
4 y = 23.37 Ln(x) - 51.62 77.35
Lampiran 7. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit daerah Wonogiri
Ulangan Persamaan garis IC50 (µg/ml) IC50 Rata - rata
1 y = 23.45 Ln(x) - 47.23 63.20
62.592 y = 22.95 Ln(x) - 44.67 61.87
3 y = 24.20 Ln(x) - 51.38 63.75
4 y = 24.60 Ln(x) - 51.35 61.55
Lampiran 8 Aktivitas antioksidan Vitamin C
Ulangan Persamaan garis IC50 (µg/ml) IC50 Rata - rata
1 y = 38.30 Ln(x) - 16.46 5.54
2 y = 37.37 Ln(x) - 15.95 5.84 5.74
3 y = 36.38 Ln(x) - 14.09 5.82
Lampiran 9. Uji statistik ANOVA aktivitas antioksidan ekstrak kunyit
Source of
VariationSS df MS F P-value F crit
Between Groups 444.43 2 222.21498 19.778863 0.0005081 4.2564947
Within Groups 101.1148 9 11.234972
Total 545.5447 11
Lampiran 10. . Uji statistik ANOVA aktivitas antioksidan ekstrak kunyit
daerah Karanganyar dan Wonogiri
Source of
VariationSS df MS F P-value F crit
Between Groups 1.35417579 1 1.35417579 0.24725253 0.63670954 5.987378
Within Groups 32.86136155 6 5.476893592
Total 34.21553734 7
Lampiran 11. Panjang gelombang lampu LED
Lampiran 12. Data hasil pengukuran menggunakan fotometer portable
Sumber cahayaLED
UV
LED Biru
ungu
LED
Putih
LED
Biru
LED
Hijau
LED
Hijau
kuning
LED
Orange
LED
IR
Panjang
gelombang (nm)
409.2
9453.6
462.6
8
473.1
8
518.0
2571.68 625.74
986.6
2
Sampel reflektans ( mV )
Karanganyar 1 1864 1867 1885 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 2 1864 1868 1885 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 3 1864 1868 1884 1867 1867 1863 1882 1874
Karanganyar 4 1864 1868 1884 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 5 1864 1868 1883 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 6 1864 1867 1885 1867 1867 1863 1882 1874
Karanganyar 7 1864 1867 1885 1867 1867 1863 1882 1874
Karanganyar 8 1864 1868 1885 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 9 1864 1867 1884 1867 1867 1863 1882 1874
Karanganyar 10 1864 1867 1884 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 11 1864 1868 1885 1867 1867 1863 1883 1874
Karanganyar 12 1864 1869 1884 1867 1868 1863 1883 1874
Karanganyar 13 1864 1870 1885 1867 1868 1863 1882 1874
Karanganyar 14 1864 1870 1884 1867 1868 1863 1883 1874
Karanganyar 15 1864 1870 1885 1867 1868 1863 1883 1874
Ngawi 1 1867 1876 1886 1877 1882 1864 1882 1840
Ngawi 2 1867 1876 1886 1877 1881 1865 1882 1839
Ngawi 3 1867 1876 1886 1877 1881 1865 1882 1840
Ngawi 4 1867 1876 1885 1877 1881 1865 1882 1840
Ngawi 5 1867 1876 1886 1877 1881 1865 1882 1839
Ngawi 6 1867 1876 1886 1877 1881 1864 1882 1840
Ngawi 7 1867 1876 1886 1877 1881 1865 1882 1939
Ngawi 8 1867 1876 1886 1877 1882 1865 1882 1840
Ngawi 9 1867 1876 1886 1877 1881 1864 1881 1839
Ngawi 10 1867 1876 1886 1877 1881 1865 1881 1839
Ngawi 11 1867 1876 1886 1877 1882 1865 1882 1840
Ngawi 12 1867 1876 1885 1878 1882 1864 1882 1839
Ngawi 13 1868 1877 1886 1878 1883 1865 1882 1840
Ngawi 14 1867 1877 1887 1878 1884 1865 1882 1840
Ngawi 15 1868 1877 1886 1878 1883 1865 1883 1840
Wonogiri 1 1865 1869 1895 1869 1865 1864 1889 1874
Wonogiri 2 1865 1870 1895 1870 1866 1864 1888 1874
Wonogiri 3 1865 1870 1894 1869 1865 1864 1887 1874
Wonogiri 4 1865 1869 1895 1870 1866 1864 1888 1874
Wonogiri 5 1865 1869 1894 1870 1866 1864 1889 1874
Wonogiri 6 1865 1870 1894 1869 1865 1864 1889 1874
Wonogiri 7 1865 1870 1895 1869 1865 1864 1888 1874
Wonogiri 8 1865 1870 1895 1869 1866 1864 1889 1874
Wonogiri 9 1865 1869 1895 1869 1865 1864 1889 1874
Wonogiri 10 1865 1869 1894 1869 1866 1864 1891 1874
Wonogiri 11 1865 1870 1895 1869 1866 1864 1891 1874
Wonogiri 12 1865 1870 1895 1869 1867 1864 1890 1874
Wonogiri 13 1865 1871 1896 1870 1867 1864 1891 1874
Wonogiri 14 1865 1870 1895 1870 1867 1864 1891 1874
Wonogiri 15 1865 1871 1896 1870 1867 1864 1891 1874
Lampiran 13. Bentuk pellet kunyit
Lampiran 14. Prediction vs reference PLSDA daerah Karanganyar
Lampiran 15. Prediction vs reference PLSDA daerah Ngawi
Lampiran 16. Prediction vs reference PLSDA daerah Wonogiri
top related