awallo skripsi.doc

121
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu dan teknik, dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang berhubungan; Pengkajian, Diagnosis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi. Tahap tersebut perlu terintegrasi terhadap fungsi intelektual problem- solving dalam mendefenisikan suatu tindakan keperawatan. 1 Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa, tidak seperti pada masalah kesehatan fisik, memperlihatkan masalah yang 1

Upload: anon753282676

Post on 20-Dec-2015

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep

diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai

suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu dan teknik,

dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap

yang berhubungan; Pengkajian, Diagnosis, Perencanaan,

Pelaksanaan, dan Evaluasi. Tahap tersebut perlu terintegrasi terhadap

fungsi intelektual problem-solving dalam mendefenisikan suatu

tindakan keperawatan.1

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa

merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa, tidak

seperti pada masalah kesehatan fisik, memperlihatkan masalah yang

berbeda, dan muncul oleh berbagai penyebab. Kejadian masa lalu

yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin dengan gejala

yang berbeda. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak

dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin memceritakan hal

yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan

dalam menyelesaikan masalah juga bevariasi.2

1

Pada era globalisasi dalam praktik keperawatan, sudah saatnya

proses keperawatan diterima sebagai pendekatan atau metode ilmiah

yang dipakai oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada klien. Salah satu bentuk professional adalah melakukan

pelayanan dengan menggunakan metode ilmiah.2

Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan

dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien

gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan

keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan

masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Klien mungkin

menghindari atau menolak berperan serta dan perawat mungkin

cenderung membiarkan, khususnya pada klien yang tidak

menimbulkan keributan dan tidak membahayakan.

Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai

dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan

rangsangan internal dan ekstenal, tidak dapat membedakan lamunan

dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respon secara akurat,

sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin

menakutkan.2

Gangguan orientasi realitas umumya ditemukan pada klien

skizofrenia dan psikotik lain. Blueler mengidentifikasi gejala primer

skizofrenia antara lain gangguan asosiasi afek, ambivalen, autistic

2

atensi (perhatian), dan aktifitas. Sedangkan gejala sekunder dari

skizofrenia adalah halusinasi, waham dan gangguan daya ingat.2

Halusinasi merupakan penginderaan tanpa sumber rangsangan

eksternal. Ha ini dibedakan dari distorsi atau ilusi yang merupakan

tanggapan salah dari rangsangan yang nyata ada. Pasien merasakan

halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata, paling tidak untuk suatu

saat tertentu.3

Dari data yang didapatkan dibagian Medical Records BPRS Dadi

Makassar, bahwa halusinasi merupakan salah satu masalah

keperawatan yang menempati urutan pertama dari jumlah pasien yang

dirawat di BPRS Dadi Makassar, pada tahun 2005 jumlah pasien yang

dirawat di 12 ruang perawatan berjumlah 7027 orang. Dari jumlah

pasien yang dirawat tersebut, terdapat 3222 pasien yang mengalami

halusinasi atau terdapat 49% pasien dengan masalah keperawatan

halusinasi. Pada tahun 2006 jumlah pasien yang dirawat di 12 ruang

perawatan berjumlah 8354 orang. Dan terdapat 4340 pasien yang

mengalami halusinasi atau terdapat 52% pasien dengan masalah

keperawatan halusinasi.4

Tingginya jumlah pasien halusinasi yang dirawat, perawat dituntut

untuk lebih memehami dan mengetahui dengan baik konsep asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi, sehingga efek yang dapat

ditimbulkan oleh pasien halusinasi seperti menarik diri dan perilaku

kekerasan dapat diatasi, dan akhirnya dapat memberikan dampak

3

pada asuhan keperawatan yang diberikan, benar-benar bermutu serta

mampu memberikan kepuasan tersendiri baik pada perawat itu sendiri

maupun kepada pasien dan keluarganya serbagai penerima asuhan

keperawatan, dan akhirnya masalah yang dihadapi oleh pasien mampu

teratasi dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut diatas peneliti merasa tertarik untuk

meneliti Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

Pengetahuan Perawat Pelaksana Dalam Penerapan Asuhan

Keperawatan pada pasien Halusinasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas peneliti merumuskan masalah

dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “ Faktor-faktor apa saja

yang berhubungan dengan Tingkat Pengetahuan Perawat Pelaksana

Dalam Penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien Halusinasi.”

C. Hipotesa

1. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi.

2. Ada hubungan masa kerja dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi.

4

3. Ada hubungan usia dengan pengetahuan perawat pelaksana

dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi.

4. Ada hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat

Pengetahuan Perawat Pelaksana Dalam Penerapan Asuhan

Keperawatan pada pasien Halusinasi.”

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan

pengetahuan perawat pelaksana dalam penerapan asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi.

b. Diketahuinya hubungan masa kerja dengan tingkat

pengetahuan perawat pelaksana dalam penerapan asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi.

c. Diketahuinya hubungan usia dengan tingkat pengetahuan

perawat pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan

pada pasien halusinasi.

d. Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan tingkat

pengetahuan perawat pelaksana dalam penerapan asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi.

5

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini dapat memberi masukan

dalam ilmu keperawatan jiwa terutama mengenai penerapan

asuhan keperawatan oleh perawat pelaksana pada pasien dengan

halusinasi.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini akan memberikan masukan kepada para

perawat pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien dengan halusinasi.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan sebagai peneliti pemula dalam

hal melaksanakan riset dan menambah pengetahuan mengenai

penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Proses Keperawatan

1. Tahapan Dalam Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumder data untuk

mengevaluasi dan mengidentiikasi status kesehatan klien (Iyer

et al., 1996, dikutip oleh Nursalam, 2001). Tahap pengkajian

merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena

itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan

kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa keperawaan dan memberikan

pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu.1

Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien yang

dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan

diagnosa keperawatan. Tujuan pengkajian keperawatan

adalah mengumpulkan data, mengelompokan data, dan

menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa

keperawatan.5

7

Menurut Keliat (2006), tahap pengkajian terdiri atas

pengumpulan data, dan perumusan kebutuhan atau masalah

klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian

kesehatan jiwa dapat dikelompokan menjadi faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,

dan kemampuan koping yang dimiliki klien.

Isi pengkajian meliputi;

1). Identitas Klien

2). Keluhan Utama/Alasan Masuk

3). Faktor Predisposisi

4). Aspek Fisik/Biologis

5). Aspek Psikososial

6). Status Mental

7). Kebutuhan Pesiapan Pulang

8). Mekanisme Koping

9). Masalah Psikososial dan Lingkungan

10). Pengetahuan

11). Aspek Medik

Data yang diperoleh dapat dikelompokan menjadi dua macam,

seperti berikut ini;

1). Data Objektif, data yang ditemukan secara nyata. Data

ini didapatkan melalui obserfasi langsung oleh perawat.

8

2). Data Subjektif, data yang disampaikan secara lisan oleh

klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara

perawat kepada klien dan keluarga.

Sedangkan data yang yang langsung didapat oleh perawat

disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil

pengkajian atau catatan tim kesehatan lain disebut sebagai

data sekunder.

Kesimpulan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok

data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut;2

1). Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan

a). Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan,

tetapi hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan

dan memerlukan tindak lanjut (follow-up) secara

periodic karena tidak ada masalah, serta klien telah

mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.

b). Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa

upaya prevensi dan promosi, sebagai program

antisipasi terhadap masalah.

2). Ada masalah dengan kemungkinan

a). Resiko terjadi masalah karena sudah ada factor

yang dapat menimbulkan masalah.

b). Aktual terjadi masalah disertai data pendukung.

9

Dari data yang dikumpulkan, perawat langsung

merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok

data yang dikumpulkan. Umumnya, sejumlah masalah klien

saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon

masalah. Tiga komponen yang terdapat dalam pohon masalah

yaitu masalah utama (Core Problem) adalah prioritas masalah

klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.

Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan

masuk atau keluhan utama. Penyebab (Causa) adalah salah

satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab

masalah utama, dan akibat (Effect) adalah salah satu dari

beberapa masalah klien yang merupakan efek/akibat dari

masalah utama.2

b. Diagnosa Keperawatan

Pengertian diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh

beberapa ahli adalah sebagai berikut;1

1). Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau

kesimpulan yang diambil dari pengkajian (Gebie,

dikutup oleh Carpenito, 1996,).

2). Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang

respon aktual atau potensial dari individu, keluarga,

atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses

kehidupan (Carpenito, 1996).

10

3). Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan

aktual atau potensial yang mampu diatasi oleh perawat

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya (Gordon,

dikutup oleh Carpenito, 1996).

4). Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau

penilaian terhadap pola respon klien baik actual

maupun potensial (Stuart dan Laraia, 2001).

5). Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis

tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat

tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,

sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mecapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan

kewenangan perawat (NANDA).

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang

menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau

potensial. Tujuannya adalah mengidentifiaksi adanya masalah

aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau

penyakit, mengidentifikasi faktor-faktor yang

berkontribusi/penyebab adanya masalah, dan mengidentifikasi

kemampuan klien mencegah/menghilangkan masalah.

Berdasarkan sifat masalah kesehatan klien, diagnosa

keperawatan dibedakan atas diagnosa kepeawatan aktual,

yaitu menggambarkan masalah kesehatan yang sudah ada

11

saat ini atau yang telah ada pada saat pengkajian, dan

diagnosa keperawatan potensial/resiko tinggi yaitu

menggambarkan bahwa masalah yang nyata akan terjadi bila

tidak dilakukan intervensi keperawatan.5

Diagnosa keperawatan merupakan formulasi kunci dari

proses keperawatan karena merupakan respon klien terhadap

adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa

keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia

berdasar pada teori kebutuhan dasar Abraham Maslow,

dimana memperlihatkan respon individu/klien terhadap

penyakit dan kondisi yang dialaminya.

Diagnosa keperawatan ini dapat memberikan dasar

penilaian intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawat.

Formulasi diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa

keperawatan digunakan dalam poses pemechan masalah

karena melalui identifikasi masalah dapat digambarkan

berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan

keperawatan, disamping itu dengan menentukan atau

menginvestigasi dari etiologi masalah, maka akan dijumpai

faktor yang menjadi kendala atau penyebab.6

Dalam penulisan pernyataan diagnosa keperawatan

meliputi tiga komponen yaitu komponen P (problem),

komponen E (etiologi), dan komponen S (symptom atau

12

batasan karakteristik). Dengan demikian cara membuat

diagnosis keperawatan adalah dengan menentukan masalah

keperawatan yang terjadi, kemudian mencari penyebab dari

masalah yang ada.6

Dalam keperawatn jiwa, ditemukan diagnosis anak

beranak yang jika etiologi sudah diintervensi dan

permasalahan belum selesai, P (problem) dijadikan etiologi

untuk diagnosis yang baru, demikian seterusnya. Hal ini dapat

dilakukan karena permasalahan tidak selalu disebabkan oleh

satu etiologi yang sama sehingga walaupun etiologi sudah

diintervensi, permasalahan belum selesai. Untuk jalan

keluarnya jika permasalahan tersebut menjadi etiologi,

tindakan diberikan secar tuntas. Jika pernyataan dari pohon

masalah diangkat menjadi permasalahan (P) dalam diagnosis

keperawatan, seluruh penyataan harus dituliskan.2

Kemampuan perawat yang diperlukan dalam

merumuskan diagnosis adalah kemampuan pengambilan

keputusan yang logis, pengetahuan tentang batasan adaptif

atau ukuran normal, kemampuan memberi justifikasi atau

pembenaran, dan kepekaan sosial budaya. Kegiatan atau

perilaku perawat yang dibutuhkan dalam merumuskan

diagnosis adalah mengidentifikasi pola data, membandingkan

data dengan keadaan adaptif, menganalisis dan mensintesa

13

data, mengidentifikasi kebutuhan atau masalah kien,

menvalidasi atau menyusun masalah dengam klien, membuat

pohon masalah, dan merumuskan diagnosa keperawatan.2

c. Perencanaan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain

untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-

masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan.

Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan.

Rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang

asuhan keperawatan kepada klien, dan setiap klien yang

memerlukan asuhan keperawatan perlu perencanaan yang

baik.

Tujuan dari perencanaan adalah untuk mengurangi,

menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien.

Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan

prioritas diagnosa keperawatan, penerapan sasaran (goal)

dan tujuan (objectife), penetapan kriteria evaluasi, dan

merumuskan intervensi keperawatan.5

Dalam menentukan tahap perancanaan bagi perawat

diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan

diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan

klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek

keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya,

14

kemempuan dalam mencegah masalah, mengambil

keputusan, menullis tujuan, serta kemempuan dalam

melaksanakan kerja sama dengan tenaga kesehatan lain.6

Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan,

terdapat beberapa tindakan yang harus dilalui antara lain

menentukan prioritas, menetukan kriteria hasil, menentukan

rencana tindakan dan dokumentasi.1

Menurut Keliat, (2004), perencanaan dalam keperawatan

jiwa terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus,

dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus

pada penyelesaiaan masalah (P) dari diagnosa tertentu.

Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus

telah tercapai.

Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E)

dari diagnosa tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan

kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien.

Kemempuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan

kebutuhan klien.

Menurut Stuart dan Laraia (2001), dikutip oleh Keliat,

(2006), umumnya kemampuan klien pada tujuan khusus

dapat menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang

diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa

keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar

15

etiologi dapat teratasi, dan kemampuan afektif yang perlu

dimiliki agar klien percaya pada kemampuan menyelesaikan

masalah.

Ketiga aspek tersebut (kognitif, afektif, dan psikomotor)

dapat pula dikaitkan dengan berbagai kemampuan klien dalam

menggunakan sumber daya yang tersedia, dan kemampuan

klien terkait dengan terapi medik atau terapi lain yang

diperlukan.

Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan

keperawatan jiwa Indonesia atau standar keperawatan

Amerika yang membagi karakteristik tindakan menjadi;

tindakan konseling/psikoterapeutik, pendidikan kesehatan,

perawatan mandiri dan aktifitas hidup sehari-hari, terapi

modalitas keperawatan, perawatan berkelanjutan (Continuity

Care), dan tindakan kolaborasi (terapi somatik dan

psikofarmaka).2

Pada dasarnya, tindakan keperawatan terdiri dari

tindakan observasi dan pemantauan (monitoring), terapi

keperawatan, pendidikan kesehatan dan tindakan kolaborasi.

Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri perawat,

kerjasama dengan klien, kerjasama dengan keluarga,

kerjasama dengan kelompok, dan kolaborasi dengan tim

kesehatan jiwa yang lain.

16

d. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan

keperawatan oleh perawat dan klien. Tahap pelaksanaan atau

implementasi dimulai setelah rencana tindakan yang spesifik

dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah kesehatan klien.1

Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu

1). Persiapan,

Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,

pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan

rencana, serta persiapan klien dan lingkungan.

2). Operasional,

Merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada

tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan inetrvensi

independent atau mandiri, dependen atau tidak mandiri,

serta interdependen intervensi kolaborasi.

3).Terminasi,

Merupakan terminasi perawat dan klien setelah

implementasi dilakukan.

Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat,

apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh

klien saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,

17

apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan

teknikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.

Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi

klien. Setelah tidak ada hambatan maka tidakan keperawatan

boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan

keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang

isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta

yang diharapkan dari klien.2

Tujuan dari pelaksanaan/implementasi adalah membantu

klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang

mencakup peningkatan kesehatan dan menfasilitasi koping.

Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan

dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk

berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.1

Menurut Hidayat, (2004), dalam tahap pelaksanaan

perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya adalah

bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik

komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pehaman

tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat

perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan

terdapat dua jenis tindakan yaitu jenis tindakan mandiri dan

tindakan kolaborasi. Sebagai pofesi, perawat mempunyai

18

kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan

keperawatan.

e. Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencan tindakan dan pelakasanaannya sudah

berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat

untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.1

Menurut Griffith dan Christensen (1986), dikutip oleh

Nursalam (2001), evaluasi sebagi sesuatu yang direncanakan,

dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan

klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai

suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas

tindakan keperawatan.

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk

menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evalusi

dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi atas

dua yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap

selesai melaksanakan tindakan, dan evaluasi hasil atau

sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara

19

respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah

ditetapkan.5

Rencana tindak lanjut berupa;

1. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah.

2. Rencana dimodifikasi jika masalah masalah tetap dan

semua tindakan sudah dijalankan, tetapi hasil belum

memuaskan.

3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan

bertolak belakang dengan masalah yang ada, diagnosa

lama juga dibatalkan.

4. Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah

tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan

mempertahankan kondisi yang baru.

Meskipun tahap evaluasi diletakan pada akhir proses

keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap

tahap proses keperawatan. Hal-hal yang akan dievaluasi

adalah keakuratan, kelengkapan, dan kualitas data, teratasi

atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan dan

ketetapan intervensi keperawatan.

Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar

dapat melihat adanya perubahan, serta berupaya

mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada

20

tahap evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk

menguatkan perubahn yang positif.

Jenis evaluasi ;6

1. Evaluasi formatif,

Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat

memberikan intervensi dengan memperhatikan respon

segera dari klien.

2. Evaluasi sumatif

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa

status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang

direncanakan. Disamping itu evaluasi juga sebagai alat

ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang

membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai, atau

tercapai sebagian.

B. Tinjauan umum tentang Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat,

baik di dalam maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

Dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa

meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan

dan pelatihan sesuai bidang tugasnya. Dalam menjalankan praktik

21

keperawatan, perawat juga dituntut melakukan peran dan fungsi

sebagaimana yang diharapkan oleh profesi dan masyarakat

sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan

2. Peran dan Fungsi Perawat

a. Peran perawat

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan

oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai dengan

kedudukannya dalam sistem. Peran perawat dipengaruhi oleh

keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi

keperawatan dan bersifat konstan.

Menurut Doheny (1982), dikutip oleh Kusnanto (2004),

mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional

adalah;

1) Care Giver (pemberi asuhan keperawatan)

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan

keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui

pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan

proses keperawatan.

2) Client Advocate (sebagai advokat klien)

Peran ini dapat dilakukan perawat dalam membantu klien

dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai

informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain

khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan

22

keperawatan yang diberikan kepada klien, juga dalam

melindungi dan mempertahankan hak-hak pasien.

3). Counsellor (pemberi bimbingan)

Peran ini dapat dilakukan perawat dalam

membimbing/memberikan konseling kepada klien dan

keluarga.

4). Educator (sebagai pendidik)

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan membantu klien

dalam meningkatkan tingkat pengetahaun kesehatan, gejala

penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi

perubahan perilaku dari klien.

5). Collaborator (kerjasama dengan tim kesehatan lain)

Peran perawat disini berupa kerjasama dengan tim

kesehatan lain dan berupaya mengidentifikasi pelayanan

keperawatan yang diperlukan.

6). Coordinator (koordinator)

Peran ini dilaksanakan perawat dengan mengarahkan,

merencanakan, serta mengorganisasi pelayanan kesehatan

dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan

dapat terarah sesuai dengan kebutuhan klien.

7). Change Agent (pembaharu)

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan perawat dengan

mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang

23

sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian

pelayanan kesehatan.

8). Consultant (pemberi informasi)

Peran ini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap

masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk

diberikan.

b. Fungsi Perawat

Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai

dengan perannya, fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke

keadaan yang lain. Ruang lingkup dan fungsi keperawatan

semakin berkembang dengan fokus manusia tetap sebagi

sentral pelayanan keperawatan.

Menurut Kozier (1991), dikutip oleh Kusnanto (2004), bahwa

fungsi perawat terdiri atas;

1). Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada

orang lain, dimana perawat dalam melakasanakan

tugasnya dilakukan secara mandiri dengan keputusan

sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka

memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dan tindakan

mandiri juga merupakan aktifitas keperawatan yang

dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri dengan

dasar pengetahuan dan keterampilannya.

24

2). Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan

kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang

diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat

spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer

ke perawat pelaksana. Sedangkan terhadap tenaga

kesehatan lain, tindakan ini biasanya dillaksanakan atas

instruksi dokter atau dibawah pengawasan dokter dalam

melaksanakan tindakan rutin yang spesifik.

3). Fungsi Interdependen

Fungsi ini merupakan aktifitas yang dilaksanakn atas kerja

sama dengan pihak lain atau tim kesehatan lain, dan

fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan

membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan

seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada

penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Untuk

melaksanakan praktik keperawatan kolaboratif secara

efektif, perawat harus mempunyai kemampuan klinis,

mempunyai pengetahaun dan keterampilan yang

memadai dan rasa pertanggungjawaban yang tinggi dalam

setiap tindakan.

25

3. Tanggung Jawab Perawat

Secara umum, perawat mempunyai tanggung jawab dalam

memberikan asuhan/pelayanan keperawatan, meningkatkan ilmu

pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung

jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien

mencakup aspek bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual, dalam

upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang meliputi;

a. Membantu klien memperoleh kembali

kesehatannya.

b. Membantu klien yang sehat untuk memelihara

kesehatannya.

c. Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan

untuk menerima skondisinya.

d. Membantu klien yang menghadapi ajal untuk

diperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai

meninggal dengan tenang.

C. Tinjauan umum tentang Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

a. Halusinasi adalah persepsi yang salah terhadap sesuatu tanpa

objek atau pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal,

saat terjadi seseorang dalam keadaan sadar penuh.8

26

b. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari dari

stimulus yang mendekat (internal atau eksternal) disertai

dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau

kelainan berespon terhadap stimulus.9

c. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan

apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam

keadaan sadar/bangun, mungkin organik, fungsional, psikotik

ataupun histerik.10

2. Bentuk-bentuk Halusinasi

Stuart dan Sunden (1998), menyatakan ada beberapa

macam bentuk halusinasi antara lain;

a. Halusinasi Pendengaran

Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak berhubungan

dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

b. Halusinasi Penglihatan

Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa

stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.

c. Halusinasi Penghidu/Penciuman

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa

stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.

27

d. Halusinasi Pengecap

Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata dan biasanya

merasakan makanan yang tidak enak.

e. Halusinasi Perabaan

Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang

nyata.

3. Teori yang menjelaskan terjadinya Halusinasi

Terjadinya halusinasi dapat dijelaskan dalam Stuart dan

Sunden (1998) sebagai berikut;

a. Teori Biokimia

Respon metabolik terhadap stress yang mengakibatkan

pelepasan zat halusinogen pada sistim limbic otak, atau

terganggunya keseimbangan neurotransmitter otak.

b. Teori Psikoanalisa

Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melakukan

rangsangan dari luar yang ditekan yang kemungkinan

mengancam untuk muncul kembali dalam alam sadar.

4. Perilaku klien yang terkait dengan Halusinasi

Tanda dan Gejala terjadinya Halusinasi;

a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri

b. Menggerakan bibir tanpa suara

c. Penggerakan mata yang cepat

d. Respon verbal yang lambat

28

e. Menarik diri dan menghindar dari orang lain

f. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata

g. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan

darah.

h. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa

menit.

i. Berkonsetrasi terhadap pengalaman sensoriknya

j. Sulit berhubungan dengan orang lain

k. Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah

l. Tidak mampu mengikuti perintah dari orang lain

m. Tampak tremor dan berkeringat

n. Perilaku panik agitasi dan ketakutan

o. Curiga, permusuhan, mengamuk pada diri, orang lain dan

lingkungan.

p. Ketakutan

q. Tidak dapat mengurus diri

r. Terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang

5. Tahapan-tahapan terjadinya Halusinasi

Tahapan-tahapan terjadinya halusinasi menurut Sturat dan Sunden

(1999) adalah;

a. Tahap I

Halusinasi memberi rasa nyaman dan merupakan suatu

kesenangan bagi klien. Perilaku klien ialah tersenyum dan

29

tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan

mata yang cepat, respon verbal lambat, diam dan

berkonsentrasi. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada

dalam kontrol kesadaran.

b. Tahap II

Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antisipasi bagi

klien, dimana perilaku klien yaitu perhatian dengan lingkungan

berkurang, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi

dengan realitas, terjadi peningkatan denyut jantung,

pernapasan dan tekanan darah. Dalam tingkat kecemasan

berat, klien merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori

tersebut, mulai kehilangan kontrol dan menarik diri dari orang

lain.

c. Tahap III

Pengalaman sensori (halusinasi) tidak dapat ditolak lagi, pada

tingkat kecemasan berat perilaku yang ditampakan klien

adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan

orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang atau

hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti anjuran atau

perintah dari perawat ataun orang lain, tampak tremor dan

berkeringat, klien menyerah dan menerima halusinasinya,

kesepian bila pengalaman halusinasinya berakhir.

30

d. Tahap IV

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya, melepaskan diri dari

kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya

menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah

dan memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang

lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien berada

dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat,

beberapa jam/selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak

dilakukan intervensi.

D. Tinjauan umum tentang pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Mengetahui sesuatu merupakan suatu kegiatan sadar

manusia. Tidak semua kegiatan sadar manusia bersifat kognitif

atau mempunyai sifat pengetahuan. Tetapi semua kegiatan

mengetahui merupakan kegiatan sadar.

a. Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia dan sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga.11

b. Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai

hasil penggunaan panca indera yang berbeda sekali dengan

31

kepercayaan, takhyul, dan penerangan-penerangan yang

keliru.12

2. Tingkat Pengetahuan dalam domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan antara lain;11

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkatan tingkatan

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comperehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

32

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek dalam komponen-komponen tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi ataun penilaian terhadap suatu materi atau objek,

3. Domain Perilaku

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang

lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) membagi

perilaku manusia dalam tiga domain, antara lain domain kognitif,

afektif dan psikomotor. Dalam perkembangannya teori ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan yaitu;11

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahaun atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang.

b. Sikap (Attitude)

33

Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Sikap terdiri dari tiga komponen pokok antara lain;

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu

objek

2) Kehidupan emosinal atau evaluasi terhadap suatu objek

3) Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahaun,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Sedangkan dalam tingkatannya, sikap terdiri atas;

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

tindakan dari sikap, karena dengan suatu usaha

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Bertanggung jawab (Responsible)

34

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya, dengan segala resiko merupakan sikap yang

paling tinggi.

c. Praktek atau tindakan (Practice)

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Praktek atau tindakan terdiri atas beberapa tingkatan;

1) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tibdakan yang akan diambil adalah merupakan praktek

tingkat pertama.

2) Respon terpimpin

Dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang

benar, dan sesuai merupakan indikator praktek tingkat dua.

3) Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis dan merupakan kebiasaan, maka

hal ini merupakan indikator praktek tingkat tiga.

4) Adaptasi

Merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik.

4. Perubahan (Adopsi) perilaku dan tindakan

35

Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses

yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara

teori perubahan perilaku seseorang atau seseorang menerima atau

mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap.

a. Pengetahuan

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu

terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku tersebut bagi dirinya

atau keluarganya.

b. Sikap

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses

selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau

objek tersebut.

c. Praktek atau tindakan (practice)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian

mengadakan penilaian terhadap apa yang dikerjakan.

E. Tinjauan umum tentang karakteristik perawat pelaksana

1. Pendidikan

Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman terprogram

dalam bentuk formal, non formal disekolah dan di luar sekolah yang

berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi

pertimbangan kemempuan-kemampuan individu agar dikemudian

hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.13

36

Jenjang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui

kegiatan belajar mengajar secara berkesinambungan mempunyai

tujuan tertentu sebagai berikut;

a. Pendidikan dasar

Diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan

kemampuan serta memberikan kemampuan dan

keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam

masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang

memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan

menengah.

b. Pendidikan menengah

Diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan

pendidikan dasar serta menyiapakan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan,

sosial budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan

kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan

tinggi.

c. Pendidikan tinggi

Merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang

diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik

dan profesionalisme yang dapat menerapkan,

37

mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan,

teknologi serta kesenian.

Tingkat pengetahuan sangat dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin baik

tingkat pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran

dan penganalisaan yang tajam, begitupula para perawat pelaksana

semakin tinggi tingkat pendidikannya, diharapkan semakin baik

tingkat pengetahuannya dalam memahami dan menerapkan

konsep asuhan keperawatan pada pasien halusinasi.

2. Masa kerja

Masa kerja merupakan rentang waktu dimana seseorang aktif

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam sistem pelayanan kesehatan semua anggota tim

pelayanan kesehatan mempunyai kecenderungan untuk semakin

berkualitas/semakian baik mutu pelayanan yang diberikan terkait

dengan masa kerja, pelatiahan, dan pendidikan yang dijalani oleh

anggota tim kesehatan tersebut. 14

Dengan kata lain, semakin lama seorang bekerja maka

diharapkan semakin baik pemahaman dan pengetahuannya,

sehingga kepuasan dalam bekerja benar-benar dirasakan. Kepada

perawat pelaksana yang semakin lam bekerja atau bergelut dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi,

38

diharapkan untuk dapat lebih memahami dan mengetahui konsep

penerapan asuhan keperawatan pada pada pasien halusinasi.

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan sifat jasmani/rohani yang dapat

membedakan dua makhluk antara laki-laki dan atau perempuan. 15

Dalam menjalankan tugas pelayanan keperawatan antara

laki-laki dan perempuan kurang mempunyai pengaruh yang

bermakna, namun kadang juga di temukan kealpaan perawat

perempuan, dimana hal ini diakibatkan karena perawat perempuan

tersebut mempunyai kesibukan lain dalam mengurus rumah tangga

bagi perawat perempuan yang telah berkeluarga, misalnya kondisi

anak/suami yang dalam keadaan sakit.

4. Usia

Usia adalah waktu hidup atau ada sejak lahir. Umur fisik

merupakan taraf kematangan bagian-bagian tubuh seseorang,

sedangkan umur emosi adalah taraf kesanggupan seseorang untuk

mengalami perasaan-perasaan tertentu.15

Bertambahnya usia seseorang semakin meningkat pula

kedewasaan fisik, psikologis, serta menunjukan kematangan jiwa,

dan usia yang semakin meningkat akan meningkatkan pula

kebijaksanaan seseorang dalam mengambil keputusan, berpikir

rasional, mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap

pandangan.

39

Pengetahuan Perawat Pelaksana dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien Halusinasi

Sikap Ketrampilan

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat seperti pada

gambar 3.1 dibawah ini;

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Perawat Pelaksana Pendidikan Masa Kerja Usia Jenis Kelamin

Gambar 3.1Kerangaka konsep penelitian.

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

40

B. Defenisi Operasional

1. Pengetahuan perawat pelaksana

Pengetahuan perawat pelaksana dalam penerapan asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi.

Kriteria Objektif :

a. Cukup : Jika perawat pelaksana mendapatkan nilai > 60 dari

kuesioner yang dijawab.

b. Kurang : Jika perawat pelaksana mendapatkan nilai ≤ 60 dari

kuesioner yang dijawab.

2. Perawat pelaksana

Perawat yang terlibat langsung dalam perawatan klien halusinasi di

Ruang Intermediate.

3. Pendidikan

Pendidikan formal perawat pelaksana berdasarkan ijazah

keperawatan terakhir pada saat penelitian.

Kriteria objektif :

a. Tinggi : Jika pendidikan Keperawatan terakhir Perawat

pelaksana tingkat DIII Keperawatan keatas

b. Rendah : Jika pendidikan Keperawatan terakhir Perawat

pelaksana tingkat SPK

41

4. Masa kerja

Lama waktu dinas perawat pelaksana mulai dari pengangkatan

pertama dan bekerja sampai pada saat penelitian.

Kriteria objektif :

a. Lama : Jika perawat pelaksana bekerja ≥ 10 Tahun

b. Baru : Jika perawat pelaksana bekerja < 10 Tahun

5. Usia

Usia/umur perawat pelaksana mulai dilahirkan dan bekerja, sampai

pada saat penelitian.

Kriteria objektif :

a. Usia muda : Jika umur/usia perawat pelaksana antara 20–40

Tahun

b. Usia tua : Jika umur/usia perawat pelaksana > 40 tahun

6. Jenis kelamin

Sifat jasmani atau rohani yang dapat membedakan dua makhluk

sebagai laki-laki dan perempuan.

Kriteria Objektif :

a. Laki-laki

b. Perempuan

42

C. Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian

deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional untuk

mendapatkan gambaran atau informasi tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat pelaksana dalam

penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana

yang bekerja atau bertugas di ruang Intermediate (Ruang Kenari,

Nyiur, Sawit, dan Kenanga) BPRS Dadi Makassar.

Pengambilan jumlah sampel (Sampling) dilakukan dengan cara

Total Sampling yaitu semua anggota populasi dijadikan sebagai

sampel. Dan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 34

orang perawat pelaksana yang bertugas di ruang Intermediate (Ruang

Kenari, Nyiur, Sawit, dan Kenanga) BPRS Dadi Makassar.

Krietria Sampel :

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti.

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah ;

1. Perawat pelaksana yang bertugas atau bekerja di ruang

intermediate (Ruang Kenari, Nyiur, Sawit, dan Kenanga) BPRS

Dadi Makassar.

43

2. Perawat pelaksana tersebut tidak dalam keadaan cuti, sakit, atau

sedang melanjutkan pendidikan keperawatan.

3. Perawat pelaksana tersebut bersedia untuk dijadikan sample

penelitian.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah;

1. Perawat pelaksana yang sakit atau cuti pada saat dilakukan

penelitian.

2. Perawat pelaksana yang sedang mengikuti pelatihan atau

melanjutkan pendidikan.

3. Perawat yang memiliki jabatan struktural.

4. Perawat yang menduduki jabatan structural (kepala ruangan) .

5. Perawat yang tidak bersedia diteliti.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada 12 April sampai dengan 27 April

2007.

Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di ruang intermediate (Ruang Kenari,

Nyiur, Sawit, dan Kenanga) BPRS Dadi Makassar.

44

F. Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dirancang oleh peneliti sesuai dengan

kerangka konsep yang telah dibuat. Instrumen yang digunakan adalah

lembar kuesioner yang berisi 4 pertanyaan untuk identitas responden

dan 30 pertanyaan tentang asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi untuk mengukur tingkat pengetahuan.

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Mengurus kelengkapan surat pengantar/surat izin penelitian

kepada Rumah Sakit yang dituju untuk melaksanakan penelitian.

2. Mencari sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi

3. Sebelum kuesioner diserahkan kepada responden, peneliti terlebih

dahulu menjelaskan tentang tujuan penelitian.

4. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden

diminta kesediannya untuk menandatangani lembar persetujuan

partisipan.

5. Jika responden bersedia dan menandatangani lembar persetujuan

partisipan, maka kuesioner diberikan kepada responden, dan

responden diminta untuk mempelajari terlebih dahulu tentang cara

pengisian kuesioner.

6. Setelah kuesioner selesai diisi/dikerjakan oleh responden,

selanjutnya kuesioner dikumpulkan kembali kepada peneliti untuk

diolah dan dianalisis.

45

H. Pengolahan Data

Editing

Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan ulang

tentang kelengkapan kuesioner juga berkaitan kemungkinan kesalahan

pengisian

Koding

Untuk memudahkan pengolahan data semua jawaban atau data

disederhanakan ke dalam bentuk angka-angka sesuai dengan format

kode yang telah disiapkan.

Tabulasi

Penyajian data dalam bentuk tabel diolah dengan menggunakan

komputer, kemudian data dianalisa secara statistik.

Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusui dan presentase dari

tiap variabel yang diteliti.

2. Analisa bivariate

Analisa bivariate dilakukan untuk memperoleh gambaran atau

informsi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan perawat pelaksana dalam penerapan asuhan

keperawatan pasien dengan halusinasi. Data yang diperoleh

46

melalui kuesioner dianalisa dengan menggunakan bantuan

komputer SPSS versi 11,05, dan uji statistik chi squart.

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatkan

rekomendasi dari pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada institusi/lembaga tempat penelitian, barulah

peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

sebagai berikut;

1. Informed Concent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi, disertai judul penelitian. Bila

responden menolak, maka peneliti tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak responden.

2. Anomity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan

nama responden tetapi lembar tersebut diberi kode.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan debagai hasil

penelitian.

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di BPRSD DADI Makassar dengan

menggunakan 4 ruangan yaitu Ruang Kenari, Nyiur, Sawit, dan

Kenanga, yang telah dilaksanakan dari tanggal 12 April 2007 sampai

dengan 27 April 2007 dengan jumlah sampel 34 orang.

Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengeditan,

pengkodean dan kemudian ditabulasi. Data dianalisa dengan

menggunakan Uji Statistik Uji Chi-square.

Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis ini menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap

variabel yang diteliti. Sedangkan analisa bivariate dilakukan untuk

melihat hubungan variabel bebas dan variabel terikat

48

1. Analisa Univariat

Distribusi Responden Berdasarkan karakteristik perawat

pelaksana.

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan karakteristik perawat pelaksana

Karakteristik perawat

pelaksanaJumlah %

Umur

Muda

Tua

24

10

71

29

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

16

18

47

53

Tingkat Pendidikan

Tinggi

Rendah

30

4

88

12

Masa Kerja

Lama

Baru

10

24

29

71

Pengetahuan

Cukup

Kurang

27

7

79

21

Sumber ; Data Primer 2007

49

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang tergolong kedalam usia muda sebanyak 24 orang (71%) dan

yang tergolong tua sebanyak 10 orang (29%), perawat pelaksana

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (47%) dan yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 18 orang (53%), perawat

pelaksana yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 30

orang (88%) dan yang memilki tingkat pendidikan rendah

sebanyak 4 orang (12%), perawat pelaksana yang memilki masa

kerja lama (lebih dari 10 tahun) sebanyak 10 orang (29%) dan yang

memilki masa kerja baru (kurang dari 10 tahun) sebanyak 24 orang

(71%), perawat pelaksana yang memiliki pengetahaun cukup

sebanyak 27 orang (79%) dan yang memilki tingkat pengetahuan

kurang sebanyak 7 orang (21%).

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Umur dengan pengetahuan perawat pelaksana

dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi

Tabel 4.2

Hubungan Umur dengan pengetahuan perawat pelaksana dalam

penerapan asuhan keperawatan halusinasi

NO U M U R

PENGETAHUANJUMLAH

CUKUP KURANG

n % n % n %

1 Tua 7 21% 3 9% 10 30%

2 Muda 20 59% 4 11% 24 70%

T o t a l 27 80% 7 20% 34 100%

Sumber : Data Primer P1 : 0,394

50

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang berusia tua, sebagian besar memilki tingkat pengetahuan

yang cukup dan sebagian kecil memilki tingkat pengetahuan

kurang. Sedangkan perawat pelaksana yang berusia muda,

sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan cukup dan sebagian

kecil memiliki tingkat pengetahuan kurang.

b. Hubungan Jenis Kelamin dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pasien

halusinasi.

Tabel 4.3

Hubungan Jenis Kelamin dengan pengetahuan perawat pelaksana dalam

penerapan asuhan keperawatan halusinasi

NO JENIS KELAMIN

PENGETAHUANJUMLAH

CUKUP KURANG

n % n % n %

1 Laki-Laki 11 32% 5 15% 16 47%

2 Perempuan 16 47% 2 6% 18 53%

T o t a l 27 79% 7 21% 34 100%

Sumber : Data Primer P2 : 0,214

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar memilki tingkat

pengetahuan cukup dan sebagian kecil memilki tingkat

pengetahuan kurang. Sedangkan perawat pelaksana yang berjenis

kelamin perempuan sebagian besar memilki tingkat pengetahuan

cukup dan sebagian kecil memilki tingkat pengetahuan kurang.

51

c. Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi

Tabel 4.4

Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahan perawat pelaksana

dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi

NOTINGKAT

PENDIDIKAN

PENGETAHUANJUMLAH

CUKUP KURANG

N % n % n %

1 Tinggi 27 79% 3 9% 30 88%

2 Rendah 0 0% 4 12% 4 12%

T o t a l 27 79% 7 21% 34 100%

Sumber : Data Primer P3 : 0,01

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang memilki tingkat pendidikan tinggi, sebagian besar memilki

tingkat pengetahuan yang cukup dan sebagian kecil memilki tingkat

pengetahuan yang tergolong kurang. Sedangkan perawat

pelaksana yang memilki tingkat pendidkan rendah dan

pengetahuannya tergolong cukup tidak ditemukan, namun

ditemukan sebagian kecil perawat pelaksana yang memilki tingkat

pendidikan rendah dan pengetahuannya tergolong kurang.

52

d. Hubungan Masa Kerja dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi.

Tabel 4.5

Hubungan Masa Kerja dengan pengetahuan perawat pelaksana dalam

penerapan asuhan keperawatan halusinasi

NO MASA KERJA

PENGETAHUANJUMLAH

CUKUP KURANG

n % n % n %

1 Lama 7 21% 3 9% 10 30%

2 Baru 20 59% 4 11% 24 70%

T o t a l 27 80% 7 20% 34 100%

Sumber : Data Primer P4 : 0,394

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang mempunyai masa kerja yang lama (lebih dari 10 tahun)

sebagian besar pengetahuannya tergolong cukup dan sebagian

kecil pengetahuannya tergolong kurang. Sedangkan perawat

pelaksana yang mempunyai masa kerja yang tergolong baru

(kurang dari 10 tahun) sebagian besar memilki tingkat

pengetahuan cukup dan sebagia kecil memilki tingkat pengetahuan

kurang.

53

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan umur dengan pengetahuan perawat pelaksana

dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang tergolong kedalam usia muda sebanyak 24 orang (71%), dari

jumlah tersebut ditemukan 20 orang (59%) memiliki tingkat

pengetahuan cukup dan 4 orang (11%) memiliki tingkat

pengetahuannya tergolong kurang terhadap penerapan asuhan

keperawatan halusinasi. Hal ini disebabkan karena ke 20 orang

tersebut tergolong kedalam usia yang produktif dan memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi sehingga pemahaman terhadap penerapan

asuhan keperawatan halusinasi juga tinggi, dan 4 orang perawat

pelaksana lainnya meski tergolong kedalam usia produktif namun

tingkat pendidikannya tergolong rendah sehingga pemahaman

terhadap penerapan asuhan keperawatan halusinasi juga masih

kurang.

Sementara itu yang tergolong usia tua atau dewasa tua

sebanyak 10 orang (29%), 7 orang (21%) dengan tingkat

pengetahuan yang cukup dan 3 orang (9%) dengan tingkat

pengetahuan kurang. Hal ini disebabkan karena ke 7 orang

perawat pelaksana yang tergolong tua tersebut termasuk kedalam

perawat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta masih

aktif dalam kegiatan bimbingan terhadap mahasiswa yang praktik di

54

BPRS DADI sehingga mereka memiliki pengalaman yang cukup

dalam memahami penerapan asuhan keperawatan. Sementara 3

responden lainnya disamping karena tingkat pendidikannya yang

masih tergolong rendah kemungkinan disebabkan adanya faktor

bertambahnya usia, kemampuan berkonsentrasi, motivasi dan

kurangnya kesiapan untuk belajar tentang penerapan asuhan

keperawatan. Hal ini sejalan dengan teori Suzanne C. Smeltzer,

Brenda G. Bare (2002) yang mengatakan bahwa perubahan yang

terjadi pada proses bertambahnya usia menuju ke arah penuaan,

akan mempengaruhi kemampuan pengajaran dan pembelajaran

sehingga sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut,

dengan demikian tidak semua perawat atau responden yang lebih

dewasa memiliki pengetahuan yang lebih terhadap penerapan

asuhan keperawatan pada pasien halusinasi di BPRS DADI

Makassar.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa umur tidak

berhubungan terhadap tingkat pengetahuan dalam penerapan

asuhan keperawatan halusinasi di BPRS DADI melainkan karena

tingginya tingkat pendidikan seseorang sehingga pengetahuan atau

pemahaman terhadap penerapan asuhan keperawatan halusinasi

juga meningkat, semakin tinggi pendidikan seseorang maka

pengetahuan, pemahaman dan pengalaman seseorang terhadap

sesuatu yang baru juga bertambah. Hal ini sejalan dengan teori

55

Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa belajar

adalah suatu kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri

individu yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial,

perubahan-perubahan itu terjadi karena suatu usaha dan bukan

karena proses kematangan 11.

Pendapat ini juga didukung oleh Hilgard, yang disarikan oleh

pasaribu dan simanjuntak, yang menyatakan bahwa belajar adalah

proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan,

dimana perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila

disebabkan oleh pertumbuhan, sehingga tanpa belajar atau

informasi yang akurat dari sesorang atau media maka tidak akan

menghasilkan suatu perubahan.

Dari hasil uji chi squart didapatkan bahwa nilai p : 0,394, dan

α : 0,05 hal ini menunjukan bahwa umur tidak mempunyai

hubungan terhadap tingkat pengetahuan perawat pelaksana

tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi di

BPRS DADI Makassar.

2. Hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi.

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (47%), 11 orang

(32%) diantaranya yang memiliki pengetahuan cukup dan 5 orang

(15%) yang memiliki pengetahuan kurang. Hal ini disebabkan

56

karena ke 5 responden tersebut kurang memiliki motivasi dalam

mempelajari penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi, disamping itu juga karena kemampuan intelegensia

setiap perawat atau responden di 4 ruangan itu berbeda-beda

sehingga dalam penerapan asuhan keperawatan setiap responden

juga berbeda. Hal ini sejalan dengan teori Asrul Azwar (1996) yang

mengatakan bahwa penyerapan pengetahuan tiap orang berbeda-

beda. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu: persepsi,

emosi, lingkungan fisik maupun non fisik, kebudayaan, iklim dan

sebagainya.

Sementara responden yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 18 orang (53%), ditemukan 16 orang (47%) yang

memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan 2 orang (6%) dengan

tingkat pengetahuan yang kurang. Hal ini disebabkan karena

kurangnya kesiapan dan minat serta motivasi atau usaha untuk

memahami tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi sehingga terjadi perbedaan tingkat pengetahuan dari 18

perawat atau responden di 4 ruangan tersebut. Hal ini sejalan

dengan teori Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang mengatakan

bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang menghasilkan

perubahan pada diri individu yang sedang belajar, baik aktual

maupun potensial, perubahan –perubahan itu terjadi karena suatu

usaha dan bukan karena proses kematangan 11.

57

Pendapat ini juga didukung oleh Hilgard, yang disarikan oleh

pasaribu dan simanjuntak, yang menyatakan bahwa belajar adalah

proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan,

dimana perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila

disebabkan oleh pertumbuhan, sehingga tanpa belajar atau

informasi yang akurat dari sesorang atau media maka tidak akan

menghasilkan suatu perubahan.

Dari hasil uji chi squart didapatkan bahwa nilai p : 0,214, dan

α : 0,05 hal ini menunjukan bahwa jenis kelamin tidak mempunyai

hubungan terhadap peningkatan pengetahuan responden tentang

penerapan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi di BPRS

DADI Makassar.

3. Hubungan tingkat Pendidikan dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 30 orang (88%),

dari 30 orang tersebut ditemukan 27 orang (79%) yang memiliki

tingkat pengetahuan yang cukup sementara 3 orang (9%) dengan

tingkat pengetahuan yang kurang, sebagaimana kita ketahui

bersama bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang maka

semakin luas pula wawasannya begitu pula sebaliknya seseorang

yang tingkat pendidikannya rendah maka pemahaman terhadap

suatu objek juga terbatas, khususnya dalam penerapan asuhan

58

keperawatan pada pasien halusinasi. Hal ini sejalan dengan teori

Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa tingkat

pengetahuan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan.

semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin baik tingkat

pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran dan

penganalisaan yang tajam dengan sendirinya memberikan persepsi

yang baik pula terhadap objek yang diamati 11.

Dari hasil uji chi squart didapatkan bahwa nilai p : 0,01, dan

α : 0,05 hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan mempunyai

hubungan terhadap peningkatan pengetahuan perawat pelaksana

tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi di

BPRS DADI Makassar.

4. Hubungan masa kerja dengan pengetahuan perawat pelaksana

dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah perawat pelaksana

yang memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun (lama) sebanyak 10

orang (29%), dari jumlah tersebut ditemukan 7 orang (21%) yang

memiliki tingkat pengetahuan cukup dan 3 orang (9%) dengan

tingkat pengetahuan kurang, ini disebabkan karena ketujuh

responden tersebut memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,

sementara 3 responden lainnya tingkat pendidikannya tergolong

rendah sehingga pemahaman terhadap penerapan asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi juga terbatas. Hal ini sejalan

59

dengan teori Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang mengatakan

bahwa tingkat pengetahuan sangat dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikan. semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin baik

tingkat pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran

dan penganalisaan yang tajam dengan sendirinya memberikan

persepsi yang baik pula terhadap objek yang diamati11.

Sementara responden yang memiliki masa kerja kurang dari

10 tahun (baru) sebanyak 24 orang (71%), dari jumlah tersebut

ditemukan 20 orang (59%) responden yang memiliki tingkat

pengetahuan yang cukup dan 4 orang (14%) yang memiliki tingkat

pengetahuan yang kurang, ini disebabkan karena adanya

perbedaan setiap individu dalam memahami penerapan asuhan

keperawatan pada pasien halusinasi apakah itu disebabkan karena

persepsi yang berbeda, lingkungan, emosi, minat atau motivasi

yang kurang ataukah iklim yang kurang kondusif dalam menjawab

pertanyaan dalam bentuk quisioner yang peneliti berikan sehingga

masih ditemukan 4 orang (14%) yang pengetahuannya masih

tergolong kurang. Hal ini sejalan dengan teori Asrul Azwar (1996)

yang mengatakan bahwa penyerapan pengetahuan tiap orang

berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu:

persepsi, emosi, lingkungan fisik maupun non fisik, kebudayaan,

iklim dan sebagainya 20.

60

Ini sejalan dengan teori Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang

mengatakan bahwa belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh

hal-hal baru dalam tingkah laku meliputi pengetahuan, kecakapan,

keterampilan, dan nilai-nilai dengan aktifitas kejiwaan sendiri 11.

Dari pernyataan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari

proses belajar ialah memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu

belum ada, sekarang menjadi ada, yang semula belum diketahui,

sekarang diketahui, yang dahulu belum mengerti, sekarang

dimengerti. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat

berpengaruh terhadap perilaku.

Dari hasil uji chi squart didapatkan bahwa nilai p : 0,394, dan

α : 0,05 hal ini menunjukan bahwa masa kerja tidak mempunyai

hubungan terhadap peningkatan pengetahuan perawat pelaksana

tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi di

BPRS DADI Makassar.

61

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan

perawat pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien halusinasi di ruang Intermediate BPRS Dadi Makassar.

2. Tidak ada hubungan antara umur dengan pengetahuan perawat

pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi di ruang Intermediate BPRS Dadi Makassar.

3. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan

perawat pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien halusinasi di ruang Intermediate BPRS Dadi Makassar.

4. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan pengetahuan

perawat pelaksana dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien halusinasi di ruang Intermediate BPRS Dadi Makassar.

62

B. SARAN

1. BPRS DADI sebagai salah satu wadah pelayanan keperawatan

psikiatri dalam bidang kesehatan, oleh karena itu diharapkan

kiranya mampu lebih meningkatkan komponen sumber daya

manusia (perawat pelaksana) dalam memberikan pelayanan

asuhan keperawatan psikiatri khususnya pada pasien dengan

gangguan persepsi sensori halusinasi, dengan cara memberikan

kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kepada para perawat

pelaksanan yang mempunyai kesempatan dan potensi demi untuk

kemajuan di masa yang akan datang.

2. Bagi responden (perawat pelaksana), diharapkan untuk tidak

bosan-bosannya dalam membenahi diri dengan ikut serta dalam

seminar atau pelatihan-pelatihan yang akan datang khusus

mengenai penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan persepsi sensori (halusinasi), guna meningkatkan kulitas

pelayanan institusi sehingga mampu memuaskan konsumen dan

menjadikan keperawatan sebagai suatu profesi yang mampu

bersaing dengan profesi-profesi lain khususnya dalam bidang

kesehatan psikiatri.

63

DAFTAR PUSTAKA

1. Nursalam, (2001), Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik, EGC, Jakarta

2. Keliat, B.A, dkk, (2006), Proses Keperawatan kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta

3. Kaplan, H.I dan Sadock, B.J, (1998), Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, EGC, Jakarta

4. Medikal Records, (2006), BPRS Dadi Makassar

5. Gaffar, L.O.J., (1999), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.

6. Hidayat, A.A.A., (2004), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta

7. Kusnanto, (2004), Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta

8. Keliat, B.A., (1998), Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan Orientasi Realitas, FKUI, Jakarta

9. Towsend, M.C., (1998), Diagnosa keperawatan pada keperawatan Psikiatri edisi 3, EGC, Jakarta

10.Maramis, W.F., (1999), Catatan Ilmu kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya

11.Notoatmodjo, S., (2003), Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

12.Soekanto, S., (2002), Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindi Persada, Jaklarta

13.Mudyaharjo, R., (2002), Pengantar Pendidikan edisi 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta

64

14.WHO, (1995), Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer edisi 2.

15.Ramadhan, S., (2003), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Ikhtiar, Surabaya

16. Hidayat, A.A.A, (2003), Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Medika, Jakarta

17.Stuart, G.W dan Sundeen, S.J, (1998), Buku Saku Keperawtan Jiwa edisi 3, EGC, Jakarta

18. Notoatmodjo, S., (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan, EGC, Jakarta

19.Nursalam, (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta

20.Azrul A (1996). Pengantar admnistrasi kesehatan. Bina rupa aksara. Jakarta

21.Tim STIK GIA Makassar, (2004), Panduan Penulisan Skripsi mahasiswa STIK GIA Makassar

65

Kuesioner Penelitian

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT PELAKSANA DALAM PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI DI RUANG INTERMEDIATE

BPRS DADI MAKASSAR TAHUN 2007

Pernyataan Peneliti

“Kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan data sesuai

dengan tujuan pelnelitian, informasi yang diberikan dijamin tidak akan

memberi pengaruh apapun secara pribadi kepada responden , dan

identitas responden dijamin tidak ada publikasi”

1. Nomor Responden;………….

A. Identitas Responden

Berilah tanda ( × ) pada keadaan yang sebenarnya.

1. Pendidikan keperawatan terakhir

…………….

2. Masa Kerja

................. Tahun

3. Jenis Kelamin

........................

4. Usia /umur

...................Tahun

66

B. Tingkat Pengetahuan

Berilah tanda (√ ) pada pernyataan yang paling sesuai dengan

pendapat anda pada salah satu kolom yang telah disediakan

Keterangan;

SS ; Sangat Seteju

S ; Setuju

TS ; Tidak Setuju

STS ; Sangat Tidak Setuju

NO. Pernyataan SS S TS STS

01

02

03

04

05

Halusinasi merupakan interpretasi

sensori tanpa objek yang nyata.

Halusinasi pendengaran berarti

klien mendengar akan suara atau

bunyi dan orang lain tidak

mendengarnya.

Dalam teori psikoanalisa,

halusinasi terjadi akibat tekanan

atau rangsangan dari luar

sehingga muncul pertahanan ego

dalam alam sadar.

Halusinasi dapat dikenali dengan

observasi klien yang sering bicara,

senyum, dan tertawa sendiri.

Pada tahap I, halusinasi

memberikan rasa nyaman dan

merupakan kesenangan bagi klien

sehingga klien menampakan

perilaku tersenyum dan tertawa

sendiri.

67

06

07

08

09

10

11

12

Pada tahap IV terjadinya

halusinasi, klien merasa terpaku

dan tidak berdaya sehingga klien

tidak dapat berhubungan dengan

orang lain.

Halusinasi dapat disebabkan

karena gangguan konsep diri ;

haraga diri rendah kronis.

Pada tahap pengkajian ditemukan

bahwa halusinasi merupakan

salah satu alasan klien dibawa ke

Rumah Sakit.

Faktor presipitasi atau pemicu

munculnya gejala dan perilaku

terkait halusinasi adalah adanya

tekanan, permusuhan, isolasi,

pengangguran, putus asa, dan

tidak berdaya yang dialami klien.

Faktor predisposisis pada aspek

psikologis muncul kembalinya

halusinasi yang dialami klien

adalah adanya penolakan

keluarga, pengasuh, dan teman

akan keberadaan pasien

halusinasi.

Diagnosa keperawatan yang

dapat muncul ialah resiko perilaku

mencederai diri berhubungan

dengan halusinasi.

Intervensi awal yang harus

dilakukan adalah membina

68

13

14

15

16

17

18

hubungan saling percaya dan

menggunakan komunikasi

terapeutik.

Tujuan umum dari diagnosa risiko

tinggi melakukan kekerasan b/d

halusinasi adalah klien tidak

melakukan kekerasan.

Tujuan khusus yang pertama dari

diagnosa risiko tinggi melakukan

kekerasan b/d halusinasi adalah

klien dapat mengungkapkan

perasaannya.

Tujuan khusus yang kedua dari

diagnosa risiko tinggi melakukan

kekerasan b/d halusinasi adalah

klien dapat mengenal

halusinasinya.

Tujuan khusus yang terakhir dari

diagnosa risiko tinggi melakukan

kekerasan b/d halusinasi adalah

klien dapat menggunakan obat

untuk mengendalikan

halusinasinya.

Data subjektif yang ditemukan

pada diagnosa resiko mencederai

diri, orang lain, dan lingkungan b/d

halusinasi adalah klien mengamuk

dan marah-marah bila

keinginannya tidak dipenuhi.

Data objektif yang ditemukan pada

diagnosa resiko mencederai diri,

69

19

20

21

22

23

orang lain, dan lingkungan b/d

halusinasi adalah klien tampak

gelisah dan mondar mandir dalam

ruangan.

Penyebab (etiologi) dari pohon

masalah pada pasien dengan

masalah keperawatan halusinasi

adalah kerusakan interaksi sosial;

menarik diri.

Sedangkan akibat yang dapat

ditimbulkan oleh pasien dengan

masalah keperawatan halusinasi

adalah resiko tinggi melakukan

kekerasan.

Intervensi pertama yang harus

dilakukan pada tujuan khusus

yang pertama adalah membina

hubungan saling percaya, dan

menciptakan lingkungan yang

hangat dan bersahabat.

Pada tujuan khusus kedua,

intervensi yang harus dilakukan

adalah adakan kontak mata sering

dan singkat, serta mengobservasi

perilaku yang berhubungan

dengan halusinasi.

Tujuan umum dari diagnosa

perubahan persepsi sensori;

halusinasi b/d menarik diri adalah

perubahan persepsi sensori;

halusinasi tidak terjadi.

70

24

25

26

27

28

29

Tujuan khusus yang ketiga dari

diagnosa risiko tinggi melakukan

kekerasan b/d halusinasi adalah

klien dapat mengendalikan

halusinasinya.

Intervensi yang harus dilakukan

pada tujuan khusus yang ketiga

adalah mengidentifikasi bersama

klien tindakan yang biasa

dilakukan bila mendengar suara-

suara tersebut oleh klien.

Tujuan khusus yang keempat dari

diagnosa risiko tinggi melakukan

kekerasan b/d halusinasi adalah

klien mendapat dukungan

keluarga untuk mengontrol

halusinasinya.

Intervensi yang harus dilakukan

pada tujuan khusus yang keempat

adalah membina hubungan saling

percaya dengan keluarga dan

mengkaji pengetahuan keluarga

tentang halusinasi.

Intervensi yang harus dilakukan

pada tujuan khusus yang terakhir

adalah mendiskusikan dengan

klien dan keluarga tentang obat

untuk mengendalikan halusinasi.

Pada tahap evaluasi ditemukan

perubahan persepsi sensori;

halusinasi, tidak terjadi kembali.

71

30 Evaluasi lain yang dapat

ditemukan pada diagnosa resiko

tinggi melakukan kekerasan b/d

halusinasi adalah klien dapat

menggunakan obat untuk

mengontrol halusinasi.

Skor……….

Makassar, ……………..2007

Responden

(………………….)

72

FrequenciesStatistics

UMUR RESPONDEN

JENIS KELAMIN

RESPONDEN

PENDIDIKAN RESPONDEN

N Valid Missing

340

340

340

Mean 1,29 1,53 1,12Std. Error of Mean ,079 ,087 ,056Median 1,00 2,00 1,00Mode 1 2 1Std. Deviation ,462 ,507 ,327Variance ,214 ,257 ,107Skewness ,946 -,123 2,484Std. Error of Skewness ,403 ,403 ,403

Range Minimum

11

11

1 1

Maximum 2 2 2Sum 44 52 38

Statistics

MASA KERJA RESPONDEN

PENGETAHUAN ASKEP

RESPONDEN

N Valid 34 34 Missing 0 0Mean 1,71 1,21Std. Error of Mean ,079 ,070Median 2,00 1,00Mode 2 1Std. Deviation ,462 ,410Variance ,214 ,168Skewness -,946 1,523Std. Error of Skewness ,403 ,403Range 1 1Minimum 1 1Maximum 2 2Sum 58 41

73

Frequency Table

UMUR RESPONDEN

Frequency Percent Valid PercentCumulative

PercentValid MUDA

TUATotal

24 10 34

70,6 29,4

100.0

70,6 29,4

100.0

70,6 100,0

JENIS KELAMIN RESPONDEN

Frequency Percent Valid PercentCumulative

PercentValid Laki

Perempuan Total

16 1834

47.1 52,9

100.0

47,1 52,9

100,0

47,1 100,0

PENDIDIKAN RESPONDEN

Frequency Percent Valid PercentCumulative

PercentValid TINGGI

RENDAH Total

30 4

34

88,2 11,8

100,0

88,2 11,8

100,0

88,2 100,0

MASA KERJA RESPONDEN

Frequency PercentValid

PercentCumulative

PercentValid LAMA

BARU Total

10 24 34

29,4 70,6

100,0

29,4 70,6

100,0

29,4 100,0

PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN

Frequency PercentValid

PercentCumulative

PercentValid CUKUP

KURANG Total

277

34

79,4 20,6

100,0

79,4 20,6

100,0

79,4 100,0

74

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

ValidMissing

Total

NPercent N Percent N Percent

UMUR RESPONDEN *PENGETAHUAN 34 100,0% 0 ,0% 34 100,0%ASKEP RESPONDENJENIS KELAMINRESPONDEN *PENGETAHUAN

34 100,0% 0 ,0% 34 100,0%

ASKEP RESPONDENPENDIDIKANRESPONDEN * PENGETAHUAN

34 100,0% 0 ,0% 34 100,0%

ASKEP RESPONDENMASA KERJARESPONDEN *PENGETAHUAN

34 100,0% 0 ,0% 34 100,0%

ASKEP RESPONDEN

UMUR RESPONDEN * PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN

Crosstab

Count

PENGETAHUAN ASKEP

RESPONDEN TotalCUKUP KURANG

UMUR RESPONDEN MUDATUA

Total

20 7

27

4 37

24 10 34

75

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,768b 1 ,381Continuity Correction3 ,169 1 ,681Likelihood Ratio ,730 1 ,393Fisher's Exact Test ,394 ,330Linear-by-Linear Association

,745 1 ,388

McNemar Test ,549C

N of Valid Cases 34

a. Computed only for a 2x2 tableb. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,06.c. Binomial distribution used.

Directional Measures

ValueAsymp.

Std. Error3

Approx. T Approx. Sig.

Nominal by Lambda Symmetric ,000 ,000 b b

Nominal UMUR RESPONDEN b b

Dependent ,000 ,000 ‘ ‘PENGETAHUAN ASKEP b b

RESPONDEN Dependent ,000 ,000 ‘ ‘Goodman and UMUR RESPONDENKruskal tau Dependent ,023 ,054 ,388c

PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN Dependent

,023 ,055 ,388c

a. Not assuming the null hypothesis.b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.c. Based on chi-square approximation

Symmetric Measures

Value Asymp. Std.

Error3

Approx. Tb

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency CoefficientInterval by Interval Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

,149 ,150 ,150 34

,182 ,182

,860 ,860

,381 ,396c

,396c

a. Not assuming the null hypothesis.b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c. Based on normal approximation.

76

Risk Estimate

Value95% Confidence

IntervalLower Upper

Odds Ratio for UMURRESPONDEN(MUDA/ 2,143 ,381 12,048TUA)For cohortPENGETAHUAN ASKEP 1,190 ,764 1,855RESPONDEN = CUKUPFor cohortPENGETAHUAN ASKEP ,556 ,151 2,044RESPONDEN = KURANGN of Valid Cases 34

JENIS KELAMIN RESPONDEN * PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN

Crosstab

Count

PENGETAHUAN ASKEP

RESPONDENTotal

CUKUP KURANGJENIS KELAMIN LakiRESPONDEN Perempuan Total

1116 27

5 27

16 18 34

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2,101b 1 ,147Continuity Correction3 1,050 1 ,306Likelihood Ratio 2,142 1 ,143Fisher's Exact Test ,214 ,153Linear-by-Linear Association

2,039 1 ,153

McNemar Test ,027°N of Valid Cases 34a. Computed only for a 2x2 tableb. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,29.c. Binomial distribution used.

77

Directional Measures

ValueAsymp.

Std. Error3 Approx. Tb Approx. Sig.

Nominal by Lambda Symmetric Nominal JENIS KELAMIN

RESPONDEN Dependent PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN Dependent

,130

,188

,000

,102

,149

,000

1,156

1,156

,c

,248

,248

Goodman and JENIS KELAMIN Kruskal tau RESPONDEN Dependent

PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN Dependent

,062

,062

,079

,080

,153,153

a. Not assuming the null hypothesis.b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero, d. Based on chi-square approximation

Symmetric Measures

ValueAsymp.

Std. Error3 Approx. Tb Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,241 ,147Interval by Interval Pearson's R -,249 ,161 -1,452 ,156c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -,249 ,161 -1,452 ,156c

N of Valid Cases 34a. Not assuming the null hypothesis.b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value95% Confidence

IntervalLower Upper

Odds Ratio for JENISKELAMIN RESPONDEN ,275 ,045 1,681(Laki / Perempuan)For cohortPENGETAHUAN ASKEP ,773 ,535 1,118RESPONDEN = CUKUPFor cohortPENGETAHUAN ASKEP 2,813 ,631 12,544RESPONDEN = KURANGN of Valid Cases 34

PENDIDIKAN RESPONDEN * PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN

78

Crosstab

Count

PENGETAHUAN ASKEP

RESPONDEN TotalCUKUP

KURANG

PENDIDIKAN TINGGI RESPONDEN RENDAHTotal

27 27

347

30 4

34

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1 -sided)

Pearson Chi-Square 17,486b 1 ,000Continuity Correction3 12,414 1 ,000Likelihood Ratio 15,070 1 ,000Fisher's Exact Test ,001 ,001Linear-by-Linear Association

16,971 1 ,000

McNemar Test ,250b

N of Valid Cases 34a. Computed only for a 2x2 tableb. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,82.c. Binomial distribution used.

Directional Measures

Value Asymp.Std. Error3 Approx. Tb Approx. Sig.

Nominal by Lambda Symmetric ,455 ,303 1,170 ,242Nominal PENDIDIKAN

RESPONDEN Dependent,250 ,573 ,379 ,705

PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN Dependent

,571 ,187 2,129 ,033

Goodman and PENDIDIKAN Kruskal tau RESPONDEN Dependent

,514 ,191 ,000c

PENGETAHUAN ASKEPRESPONDEN Dependent ,514 ,152 ,000c

a. Not assuming the null hypothesis.b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c. Based on chi-square approximation

79

Symmetric Measures

ValueAsymp.

Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient Interval by Interval Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

,583 ,717 ,

717 34

,134 ,134

5,821 5,821

,000 ,000C

,000C

a. Not assuming the null hypothesis.b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value95% Confidence

IntervalLower Upper

For cohort PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN = KURANG N of Valid Cases

,100

34

,034 ,293

MASA KERJA RESPONDEN * PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN

Crosstab

Count

PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN TotalCUKUP KURANG

MASA KERJA

LAMA

RESPONDENBARU

Total

7 20 27

3 47

10 24 34

80

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1 -sided)

Pearson Chi-Square ,768b 1 ,381Continuity Correction3 ,169 1 ,681Likelihood Ratio ,730 1 ,393Fisher's Exact Test ,394 ,330Linear-by-Linear Association

,745 1 ,388

McNemar Test ,000°N of Valid Cases 34a. Computed only for a 2x2 tableb. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,06.c. Binomial distribution used.

Directional Measures

ValueAsymp.

Std. Error3 Approx. T Approx. Sig.

Nominal by Lambda Symmetric Nominal MASA KERJA RESPONDEN Dependent PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN Dependent

,000

,000

,000

,000

,000

,000

,b

,b

,b

,b

,b

,b

Goodman and MASA KERJA Kruskal tau RESPONDEN Dependent

PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN Dependent

,023

,023

,054

,055

,388c

,388 c

a. Not assuming the null hypothesis.b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

c. Based on chi-square approximation

Symmetric Measures

ValueAsymp. Std. Error3

Approx. Tb

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient Interval by Interval Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

,149 -.150 -.150

34

,182 ,182

-,860 -,860

,381 ,396c

,396c

a. Not assuming the null hypothesis.b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c. Based on normal approximation.

81

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower UpperOdds Ratio for MASAKERJA RESPONDEN ,467 ,083 2,624(LAMA / BARU)

For cohortPENGETAHUAN ASKEP ,840 ,539 1,309RESPONDEN = CUKUPFor cohortPENGETAHUAN ASKEP 1,800 ,489 6,622RESPONDEN = KURANGNot Valid Cases 34

Correlations

Correlations

UMUR RESPONDEN

JENIS KELAMIN RESPONDEN

PENDIDIKAN RESPONDEN

UMUR RESPONDEN Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

1,

34

,221 ,210

34

,008 ,963

34

JENIS KELAMIN Pearson Correlation RESPONDEN Sig. (2-tailed)

N

,221 ,210

34

1,

34

-,426* ,012

34PENDIDIKAN Pearson Correlation RESPONDEN Sig. (2-tailed)

N

,008 ,963

34

-.426* ,012

34

1,

34MASA KERJA Pearson Correlation RESPONDEN Sig. (2-tailed)

N

-,241 ,170

34

,165 ,351

34

-,387* ,024

34PENGETAHUAN Pearson Correlation ASKEP RESPONDEN Sig. (2-tailed)

N

,106 ,553

34

,022 ,901

34

-.032 ,855

34

82

Correlations

MASA KERJA

RESPONDEN

PENGETAHUAN ASKEP

RESPONDENUMUR RESPONDEN Pearson Correlation

Sig. (2-tailed) N

-,241 ,170

34

,106 ,553

34JENIS KELAMIN RESPONDEN

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

,165 ,351

34

,022 ,901

34PENDIDIKAN RESPONDEN

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

-,387* ,024

34

-,032 ,855

34MASA KERJA RESPONDEN

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

1,

34

,013 ,944

34PENGETAHUAN ASKEP RESPONDEN

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

,013 ,944

34

1 ,

34*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

83

84