kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi barat · aspek pertumbuhan ekonomi, ......

Post on 07-Mar-2019

253 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Barat

Mei - 2016

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

iii

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Spesialis Asesmen, Kajian, dan Data

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat

Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju

Sulawesi Barat 91511, Indonesia

Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

iv

KATA PENGANTAR

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan

disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup

aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses

keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat,

serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan

masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem

keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu

referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan

Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic

partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari

berbagai institusi, serta melalui survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran

maupun penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami,

hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang

akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan

laporan yang lebih baik ke depan.

Mamuju, Mei 2016

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI BARAT

ttd

Asep Budi Brata

Deputi Direktur

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

v

VISI BANK INDONESIA

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui

penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah

dan nilai tukar yang stabil.

VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank

Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

MISI BANK INDONESIA

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan

moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta

mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung

alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada

pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem

keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan

nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang

menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan

tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas

yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS

Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan

pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity

– Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI 1

TABEL 3

GRAFIK 4

BOKS 6

Ringkasan Eksekutif 7

Tabel Indikator Ekonomi 11

Grafik Indikator 13

1. Perkembangan Ekonomi 15

1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum 16

1.2 Sisi Pengeluaran 18

1.3 Sisi Lapangan Usaha 23

2. Inflasi 30

2.1 Inflasi Secara Umum 31

2.2 Inflasi Bulanan 32

2.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran 34

2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan 35

2.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas 36

2.6 Disagregasi Inflasi 39

3. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran 47

3.1 Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat 48

3.2 Perkembangan Jaringan Kantor 50

3.3 Dana Pihak Ketiga (DPK) 51

3.4 Realisasi Penyaluran Kredit 52

3.5 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 54

4. Keuangan Daerah 59

4.1 Struktur Anggaran 60

4.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat 60

4.2.1 Pendapatan 60

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

2

4.2.2 Belanja Pemerintah 62

4.2.3 Rasio antara Pendapatan dan Belanja 64

5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 66

5.1 Ketenagakerjaan 67

5.2 Pengangguran 70

5.3 Nilai Tukar Petani 70

5.4 Tingkat Kemiskinan 72

6. Prospek Perekonomian 75

6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76

6.2 Prospek Inflasi 78

LAMPIRAN 82

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

3

TABEL

Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha 24

Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara Bulanan 34

Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan 38

Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi 38

Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 39

Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang 39

Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan 39

Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 39

Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan BBM 43

Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan BBM 43

Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat 51

Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 62

Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat 64

Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (ribu orang) 67

Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan

Utama 68

Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 69

Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang

Ditamatkan 70

Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor 72

Tabel 21. Prospek Ekonomi Sulawesi Barat di 2016 80

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

4

GRAFIK

Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat 17

Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 17

Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Lapangan Usaha 17

Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat 20

Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi 20

Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi 21

Grafik 7. Investasi Bangunan 22

Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen 22

Grafik 9. Perkembangan Harga CPO 23

Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian 25

Grafik 11. Nilai Tukar Petani 25

Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil 27

Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi 28

Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya 37

Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 40

Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 40

Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi 43

Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan Komponen Penerimaan 50

Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen Penerimaan 50

Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52

Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52

Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan 53

Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha 53

Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi 54

Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi 54

Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja 54

Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat Triwulan I 2016 60

Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi barat 61

Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 61

Grafik 30. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya 71

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

5

Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 73

Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76

Grafik 33. Perkembangan Harga CPO 78

Grafik 34. Prospek Perkembangan Inflasi 79

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

6

BOKS

1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi? 42

2. Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian Inflasi Menjelang

Ramadhan Dan Idul Fitri 2016 44

3. BI Sulbar Menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 56

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

7

Ringkasan Eksekutif

Perkembangan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi

Sulbar di triwulan I 2016

mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan

sebelumnya

Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat

dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Perekonomian

Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy)

dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 8,72% (yoy). Konsumsi pemerintah

mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga pangsa

konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB

Sulawesi Barat. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada

triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64 miliar

sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Dari sisi

lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor

pertanian dan pemerintahan. Secara keseluruhan, hanya 3

lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan

triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan

perikanan, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan

jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan.

Sementara sektor lainnya mengalami peningkatan.

Inflasi

Selama triwulan I 2016,

Sulawesi Barat mengalami

deflasi (mtm) tiga bulan

berturut-turut yang

didukung deflasi pada

komponen administered

price dan volatile food

Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016 cenderung

rendah akibat penurunan harga BBM dan memasuki

musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I rata-rata

mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata inflasi pada

periode yang selama 5 tahun terakhir yang mencapai 0,33%.

Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan

dibandingkan triwulan yang sama pada triwulan sebelumnya.

Inflasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh

lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy).

Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh

menurunnya tekanan inflasi pada komponen administered price

dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan

udara di komponen administered price dan deflasi yang terjadi

pada beberapa jenis ikan di kelompok core. Berdasarkan

disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan

laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu

sebesar 11,03% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

8

administered price (AP) secara tahunan mengalami inflasi pada

triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,27%

(yoy) dan -1,67% (yoy).

Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

Aset mengalami

peningkatan, DPK tumbuh

melambat, dan kinerja

kredit modal kerja yang

menggembirakan

Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan

pertumbuhan positif. Secara tahunan, aset perbankan

Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

pada triwulan I 2015. Jumlah aset perbankan pada triwulan I

2016 sebesar Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Peningkatan

kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi

perbankan. Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan I 2015. Kredit meningkat 6,37% (yoy),

dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy).

Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai

Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh perbankan di

Sulawesi Barat.

Perputaran transaksi kliring mengalami penurunan pada

triwulan laporan. Transaksi kliring yang sebelumnya di

Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan

sebesar 384%, memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami

penurunan yang tajam sebesar 322% dengan jumlah sebesar

64% saja di awal bulan triwulan berjalan.

Keuangan Daerah

Realisasi anggaran

pemerintah daerah

tergolong rendah

Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah

menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Realisasi

pendapatan daerah sampai dengan triwulan I 2016 hanya

mencapai 15,87% sedangkan realisasi belanja daerah hanya

mencapai 5,46%. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum

mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016 ditargetkan

meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar.

Sementara itu, Realisasi belanja operasional relatif rendah,

sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar, mengalami

peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Rendahnya penyerapan

anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum

terealisasinya hasil tender untuk pelaksanaan pembangunan, di

samping itu pula diperkirakan terdapat rencana relokasi

anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

9

untuk pemilihan Gubernur yang akan dilakukan pada bulan

Februari 2017.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat pengangguran

Sulawesi Barat periode

Februari 2016 mengalami

peningkatan

Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016

menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif meningkat.

Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di triwulan

laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat

pengangguran Sulawesi barat per Februari 2015 menunjukkan

peningkatan sebesar 2,72% dibandingkan dengan periode yang

sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat

masih didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber

utama perekonomian daerah.

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami

sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan dari 106,16 pada

triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016,

pertumbuhan NTP pada triwulan I 2016 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode

laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,77% (yoy).

Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan

kesejahteraan petani yang semakin baik.

Prospek Perekonomian

Perekonomian akan

membaik di tahun 2016

dengan tingkat inflasi

yang terkendali

Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan

kinerjanya membaik dan akan tumbuh pada kisaran 6,5%-

9%. Peningkatan ekonomi diperkirakan bersumber dari

pertanian dan industri dimana musim panen yang masih akan

terjadi dan kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan

ekonomi Tiongkok. Secara umum, perekonomian Sulawesi

barat akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015. Hal ini

disebabkan industri yang ada di Sulawesi Barat akan mendapat

sentimen positif paska perbaikan harga CPO dan biaya

operasional yang relatif lebih rendah akibat rendahnya harga

BBM.

Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga BBM

menjadi faktor utama inflasi di Sulawesi Barat dan diperkirakan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

10

akan bergerak dalam level sesuai target nasional 4%±1%. Harga

BBM menjadi penggerak utama inflasi di Sulawesi Barat yang

banyak mengandalkan transportasi darat dalam

mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

11

Tabel Indikator Ekonomi PDRB & Inflasi

2016

I II III IV I II III IV I

MAKRO

- Sulawesi Selatan 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62

- Sulawesi Utara 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92

- Gorontalo 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50

- Papua 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 122.10 125.51 125.86

- Papua Barat 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89 121.33 122.41

- Maluku 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 121.46 122.98 123.07

- Sulawesi Tengah 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42

- Sulawesi Tenggara 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 119.81 120.34 121.96

- Sulawesi Barat 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23

- Maluku Utara 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83 127.64

- Sulawesi Selatan 5.88 5.92 3.72 8.61 7.14 8.06 8.36 4.48 5.70

- Sulawesi Utara 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90

- Gorontalo 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74

- Papua 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.06 3.59 3.76

- Papua Barat 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34 5.53

- Maluku 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 8.14 6.15 2.21

- Sulawesi Tengah 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03

- Sulawesi Tenggara 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 7.25 2.27 4.75

- Sulawesi Barat 6 .24 6 .65 4 .46 7 .89 6 .68 7 .59 6 .49 5 .07 5 .19

- Maluku Utara 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.60 4.52 5.45

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393 2,615 2,533 2,212 2,475 2,779 2,611 2,478 2,535

Pertambangan dan Penggalian 110 119 126 162 123 133 143 159 133

Industri Pengolahan 548 630 728 767 657 733 734 842 725

Pengadaan Listrik, Gas 3 4 4 4 3 4 4 4 4

Pengadaan Air 10 9 10 10 10 10 11 11 11

Konstruksi 430 390 452 578 431 453 508 621 476

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 600 604 628 629 606 647 661 648 640

Transportasi dan Pergudangan 91 94 103 106 98 102 109 114 98

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14 15 15 16 14 15 16 17 16

Informasi dan Komunikasi 242 252 269 275 269 272 292 318 314

Jasa Keuangan 116 120 120 123 119 117 135 138 138

Real Estate 169 171 173 174 175 179 182 185 187

Jasa Perusahaan 5 5 5 6 6 6 6 6 6

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 453 423 496 624 478 479 591 686 488

Jasa Pendidikan 286 285 323 386 310 311 357 384 345

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 109 112 123 139 121 121 131 139 137

Jasa lainnya 109 111 118 116 114 118 129 127 123

1. Konsumsi 3,831 4,001 4,209 4,700 3,875 4,304 4,515 5,034 3,950

2. Investasi 1,784 1,842 1,790 1,547 1,882 1,882 1,710 1,842 1,972

3. Ekspor 315.34 527.03 608.10 1,082.31 3,528 3,756 957 1,053 454

4. Impor 1.68 2.18 3.54 2.16 3,201 3,516 3 2 2

5,689 5,960 6,225 6,327 6,007 6,480 6,619 6,878 6,376

7.10% 6.25% 10.54% 10.90% 6,02% 8.40% 6.33% 8.72% 6.14%

Sumber : BPS

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Mil iar) Tahun Dasar 2010 &

SNA 2008

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Mil iar)

Total PDRB (Rp Mil iar)

Pertumbuhan PDRB (%, yoy)

2014

Indeks Harga Konsumen

2015INDIKATO R

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

12

Perbankan

2016

I II III IV I II III IV I

Total Aset (Rp Juta) 4,416,808 4,551,845 4,666,789 4,792,403 4,745,263 5,008,231 5,086,078 5,135,451 5,297,774

2,789,405 3,034,975 3,153,958 2,916,043 3,170,617 3,508,331 4,281,964 3,809,991 3,593,161

Giro 822,227 914,268 981,369 504,877 860,278 972,388 1,176,196 511,422 1,414,755

Tabungan 1,789,238 1,815,013 1,854,824 2,189,909 1,819,076 1,901,972 2,352,920 2,944,344 2,102,546

Deposito 177,941 305,694 317,766 221,257 491,263 633,970 752,848 354,225 352,152

3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612

- Modal Kerja 1,359,152 1,447,789 1,465,940 1,469,731 1,388,287 21,906 1,874,511 1,980,873 2,073,405

- Investasi 425,897 373,157 394,005 410,852 432,465 13,597 938,814 1,090,076 820,302

- Konsumsi 2,180,619 2,296,654 2,348,486 2,399,469 2,401,556 156,062 3,424,622 3,459,877 3,314,025

142.17% 135.67% 133.43% 146.78% 133.17% 124.84% 145.67% 171.41% 172.76%

3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612

- Pertanian 228,883 224,084 241,339 254,470 250,665 271,298 616,838 664,550 486,853

- Pertambangan 1,975 1,912 2,775 2,387 3,082 3,039 3,683 4,217 3,987

- Industri pengolahan 37,125 43,340 43,714 46,850 48,899 52,963 151,956 158,215 84,756

- Listrik, Gas, dan Air 863 2,919 3,104 1,511 1,183 1,603 2,328 5,106 1,995

- Konstruksi 47,810 41,366 44,163 41,843 34,662 29,460 108,005 118,857 117,763

- Perdagangan 1,280,494 1,338,361 1,365,453 1,372,922 1,322,619 1,397,211 1,695,633 1,859,941 1,925,920

- Pengangkutan 7,533 9,014 9,624 10,979 10,110 11,104 27,586 32,144 32,156

- Jasa Dunia Usaha 55,480 58,238 43,237 42,353 41,597 42,508 60,521 67,305 66,637

- Jasa Sosial Masyarakat 124,886 83,892 106,536 107,268 107,936 116,487 146,507 160,474 173,520

- Lain-lain 2,180,619 2,314,473 2,348,486 2,399,469 2,401,556 2,454,032 3,424,622 3,460,018 3,314,025

4.68% 4.59% 4.43% 3.43% 3.88% 3.12% 2.17% 1.61% 1.52%

Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)

INDIKATOR

BANK UMUM

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta)

LDR

2015

NPL Total gross - Lokasi Bank (%)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)

2014

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

13

Grafik Indikator

Rasio Perekonomian Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Inflasi Tingkat Pengangguran

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

14

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

15

1. Perkembangan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I

2016 mencapai 6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,72% (yoy).

Perlambatan pada triwulan ini disebabkan rendahnya

realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah.

Selain itu, pergeseran musim tanam menyebabkan

produksi pertanian belum optimal di triwulan I 2016.

Meskipun secara umum melambat, perkembangan di

beberapa sektor cukup menggembirakan seperti

industri pengolahan dan konstruksi yang tumbuh

masing-masing 10,37% (yoy) dan 10,47% (yoy).

Bab 01 PERKEMBANGAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

16

1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum

Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat dibandingkan dengan triwulan

IV 2015. Perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy)

dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,72%

(yoy). Pelemahan di awal tahun 2016 mirip dengan apa yang terjadi pada triwulan yang sama

pada tahun 2015 dimana pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat mencapai 5,59% (yoy). Jika

dibandingkan dengan ekonomi nasional, meskipun berfluktuasi namun pertumbuhannya

masih lebih tinggi. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar

4,76% (yoy). Sementara rasio PDRB Sulawesi Barat terhadap ekonomi nasional pada triwulan I

2016 mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,27%.

Perlambatan perekonomian Sulawesi Barat terutama diakibatkan rendahnya konsumsi

pemerintah. Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga

pangsa konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB Sulawesi Barat. Angka

tersebut merupakan nilai terendah paling tidak dalam 6 tahun terakhir dimana pada periode

sebelumnya konsumsi pemerintah berperan minimal 10% terhadap perekonomian Sulawesi

Barat. Pelemahan pada konsumsi pemerintah ini lebih disebabkan adanya revisi ulang

program-program pemerintah pada triwulan I 2016 sehingga beberapa program yang

direncanakan tidak direalisasikan. Kondisi yang terjadi pada pemerintahan tidak berimbas

kepada komponen pengeluaran lain dalam perekonomian. Konsumsi rumah tangga meningkat

29,4% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 27,3% (yoy). Selain

itu, investasi di Sulawesi Barat juga meningkat 30,6% (yoy) yang disebabkan peningkatan

investasi di untuk pembangunan.

Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64

miliar sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Peningkatan signifikan pada

neraca perdagangan tersebut disebabkan peningkatan ekspor barang antar daerah dan

penurunan yang cukup dalam untuk impor antar daerah. Penurunan impor antar daerah

mencapai 17,75% (yoy). Harga komoditas CPO yang rendah menyebabkan penurunan ekspor

luar negeri dari Sulawesi Barat.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor pertanian dan

pemerintahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,01% (yoy). Meskipun secara

triwulanan, sektor ini mampu tumbuh 2,31% (qtq). Sumber lainnya yang mempengaruhi

perlambatan ekonomi Sulawesi Barat yaitu lapangan usaha administrasi pemerintahan,

pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang hanya tumbuh 2,12% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

17

Struktur perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan perikanan dengan pangsa sebesar 41,9%. Sektor lain yang menopang

perekonomian Sulawesi Barat yaitu perdagangan besar dan eceran (10,7%), industri

pengolahan (9,9%), administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (7,7%),

dan konstruksi (7,6%). Lapangan usaha penopang perekonomian Sulawesi Barat perlahan-

lahan mulai bergeser dari pertanian, kehutanan, dan perikanan meskipun belum signifikan.

Masyarakat sudah mulai berupaya meningkatkan tingkat kesejahteraan dengan beralih ke

lapangan usaha dengan nilai tambah lebih baik seperti perdagangan besar dan eceran dan jasa.

Secara keseluruhan, hanya 3 lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan

triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, administrasi pemerintahan,

pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan. Meskipun

perlambatan hanya terjadi di 3 lapangan usaha tersebut, mempengaruhi perekonomian secara

keseluruhan karena perlambatan terjadi pada lapangan usaha dengan pangsa ekonomi yang

paling besar.

Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran

Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat

Berdasarkan Lapangan Usaha

sumber: BPS, diolah sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

18

1.2 Sisi Pengeluaran

Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi Sulawesi Barat terjadi akibat lemahnya

konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang memiliki

pangsa hingga sebesar 55,3% di triwulan I 2016 dan menjadi motor utama penggerak

perekonomian Sulawesi Barat, tumbuh sebesar 5,24% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi yang cukup dalam

sebesar 16,04% (yoy). Sementara investasi (PMTDRB) tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu 9,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 8,61% (yoy). Neraca perdagangan Sulawesi Barat membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya. Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor

menyebabkan surplus neraca perdagangan meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran

sumber: BPS

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran

sumber: BPS

1.2.1 Konsumsi

Secara agregat, konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Agregat konsumsi pada triwulan I 2016 tumbuh 1,94% (yoy), melemah dibandingkan 7,12% (yoy)

pada triwulan lalu. Perlambatan konsumsi lebih disebabkan penurunan pada konsumsi

pemerintah yang mengalami kontraksi 16,04% (yoy). Perlambatan juga sedikit terjadi pada

2016

I I I I I I IV Total I

Konsumsi RT 10,895 11,443 12,067 12,657 3,228 3,254 3,401 3,420 13,303 3,397

Konsumsi LNPRT 152 159 171 194 46 47 49 50 192 48

Konsumsi Pemerintah 3,406 3,555 3,667 3,890 600 1,003 1,065 1,565 4,233 504

PMTDRB 5,224 5,600 6,254 6,727 1,683 1,751 1,845 1,943 7,223 1,846

Perubahan Inventori 419 400 239 263 199 131 -136 -101 92 126

Total Ekspor 11,067 12,400 12,055 12,358 2,811 3,366 3,503 3,594 13,275 3,408

Total Impor 12,134 12,770 12,226 11,889 2,561 3,072 3,109 3,592 12,335 2,955

PDRB 19,028 20,787 22,227 24,200 6,007 6,480 6,619 6,878 25,983 6,376

2011 2012 2013 20142015

Uraian

2016

I I I I I I IV Total I

Konsumsi RT 4.22 5.03 5.45 4.89 5.06 4.88 5.09 5.36 5.10 5.24

Konsumsi LNPRT 8.86 5.05 7.36 13.80 -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67

Konsumsi Pemerintah 6.69 4.36 3.15 6.09 -15.45 18.29 14.96 11.29 8.81 -16.04

PMTDRB 14.83 7.20 11.68 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.65

Perubahan Inventori 70.05 -4.66 -40.11 9.88 -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -36.33

Total Ekspor 16.92 12.05 -2.78 2.51 0.05 10.34 8.43 10.04 7.42 21.26

Total Impor 11.71 5.24 -4.26 -2.75 -6.40 4.70 3.43 11.82 3.75 15.38

PDRB 10.73 9.25 6.93 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.14

2013 20142015

2011 2012Uraian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

19

konsumsi rumah tangga yang meningkat 5,24% atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Hanya konsumsi lembaga non profit yang melayani

rumah tangga (LNPRT) yang mengalami perbaikan yang berhasil tumbuh 4,67% (yoy) atau lebih

baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,57% (yoy).

Penurunan kinerja konsumsi pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Barat. Meskipun secara tren konsumsi pemerintah memang melambat pada awal

tahun dibandingkan akhir tahun sebelumnya, namun, penurunan kinerja pada tahun 2016 lebih

dalam dibandingkan 2015. Hal ini disebabkan adanya relokasi anggaran pemerintah daerah di

tahun 2016 sehingga program-program yang direncanakan berjalan pada triwulan I 2016, tidak

dapat direalisasikan sebagaimana semestinya. Relokasi anggaran tersebut terkait adanya

pemilihan umum kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun 2017. Pemilihan

umum kepala daerah tersebut diperkirakan akan menyerap anggaran yang lebih besar dari

yang sudah dianggarkan sehingga perlu penyesuaian anggaran untuk tahun 2016.

Konsumsi rumah tangga sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aktivitas

masyarakat cenderung menurun setelah pergantian tahun dan menahan konsumsinya untuk

kembali ditingkatkan pada saat memasuki bulan puasa dan hari raya lebaran. Pertumbuhan

konsumsi rumah tangga sebesar 5,24% (yoy) hanya sedikit menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Tidak terlalu dalamnya penurunan konsumsi

disebabkan penurunan harga BBM yang terjadi pada awal tahun sehingga masyarakat memiliki

daya beli yang lebih baik dibandingkan tahun lalu. Terlihat dari konsumsi makanan dan

minuman yang tumbuh 5,67% (yoy), hanya melambat sedikit dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 5,76% (yoy). Harga makanan yang biasanya cukup tinggi akibat

biaya distribusi yang cukup besar, tidak terlihat pada periode laporan sehingga masyarakat

mampu meningkatkan konsumsinya.

Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penjualan mobil yang mengalami

penurunan. Efek penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 masih terasa bagi

pendapatan masyarakat pada awal tahun 2016. Beberapa kalangan masyarakat yang

mengandalkan sumber perekonomian dari kelapa sawit seperti petani kelapa sawit maupun

buruh pabrik, turut terpengaruh terhadap pelemahan harga CPO dunia pada tahun 20151.

Penjualan mobil pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 16,3% (yoy).

1 Hasil liaison ke perusahaan penjualan mobil

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

20

Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat

sumber: Liaison

Ekspansi kredit konsumsi mengalami pelemahan. Data pelaporan Bank Umum

menunjukkan bahwa sampai dengan triwulan I 2016, penyaluran kredit konsumtif oleh

perbankan hanya tumbuh sebesar 2,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan 9,28% pada triwulan

sebelumnya. Kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga BI Rate belum

memberikan dampak terhadap penyaluran kredit di Sulawesi Barat.

Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi

sumber: LBU

1.2.2 Investasi

Pertumbuhan investasi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. PMTB yang

mencerminkan investasi di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 9,65% (yoy),

lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,61% (yoy). Sementara perubahan

inventori masih mengalami kontraksi sebesar -36,33% (yoy), membaik dibandingkan koreksi

pertumbuhan pada triwulan IV 2015 yang sebesar -53,20% (yoy). Meskipun aktivitas pemerintah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

21

sedikit menurun pada periode laporan, kinerja investasi terdorong kegiatan swasta yang banyak

meningkatkan infrastruktur untuk menopang kinerja korporasi. Dari contact liaison diperoleh

bahwa upaya meningkatkan keuntungan dilakukan dengan melakukan penambahan mesin-

mesin untuk meningkatkan kapasitas produksi2. Hal ini dilakukan dengan melihat rendahnya

harga bahan bakar minyak dan turunnya suku bunga BI Rate sehingga korporasi berupaya

memanfaatkan kondisi yang ada. Peningkatan kinerja investasi ini tidak sejalan dengan

pertumbuhan realisasi kredit investasi yang mengalami penurunan sebesar 2,49% (yoy),

sedangkan pada triwulan sebelumnya kredit investasi mampu tumbuh 33,16% (yoy).

Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi

sumber: LBU

Peningkatan investasi mengarah kepada investasi bangunan. Investasi ditengarai lebih

banyak dilakukan pihak swasta dengan melakukan banyak investasi di bidang bangunan.

Terlihat dari peningkatan investasi bangunan yang mencapai 11,35% (yoy), atau lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,74% (yoy). Hal tersebut diperkuat dengan

peningkatan realisasi pengadaan semen yang mencapai 25,0% (yoy). Peningkatan aktivitas

pembangunan ini sebagai bentuk modal bagi pihak swasta dalam mendukung usahanya di

tengah aktivitas perekonomian Sulawesi Barat yang semakin meningkat. Dengan semakin

baiknya infrastruktur yang mendukung dalam berusaha, diharapkan dapat meningkatkan nilai

tambah.

2 Hasil liaison kepada perusahaan pengolahan kelapa sawit dan beras

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

22

Grafik 7. Investasi Bangunan Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen

sumber: BPS, diolah sumber: ASI

1.2.3 Ekspor dan Impor

Kinerja neraca perdagangan Sulawesi Barat menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Neraca perdagangan Sulawesi Barat mencatat nilai paling tinggi dalam beberapa periode

terakhir dengan nilai sebesar Rp453 miliar. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari periode

sebelumnya yang hanya mencapai Rp2 miliar. Peningkatan sebesar 81,49% (yoy) ini ditopang

tumbuhnya ekspor sebesar 21,26% (yoy). Membaiknya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO)

yang terjadi pada awal tahun membuat ekspor ke luar negeri dari Sulawesi Barat meningkat

signifikan mencapai 34,37% (yoy). Peningkatan harga komoditas ini kembali menggairahkan

industri kelapa sawit di Sulawesi Barat yang sempat mengalami penurunan pada tahun lalu

akibat rendahnya harga CPO. Selain peningkatan ekspor ke luar negeri, kinerja neraca

perdagangan Sulawesi Barat juga didukung rendahnya impor barang dari luar daerah. Tercatat

impor dari luar daerah mencapai Rp2,9 triliun atau lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai Rp3,6 triliun. Salah satu penyebab rendahnya impor antar daerah

ini adalah pengolahan beras yang sudah banyak dilakukan di Sulawesi Barat tanpa tergantung

pengolahan beras di daerah lain. Hal ini menyebabkan sebagian besar beras yang ada di

Sulawesi Barat merupakan produksi daerah sendiri.

Harga komoditas CPO mulai meningkat. Seiiring dengan perbaikan ekonomi global terutama

mulai meningkatknya permintaan dari Tiongkok, menyebabkan harga-harga komoditas dunia

meningkat termasuk harga CPO. Hal ini mendukung industri di Sulawesi Barat yang banyak

mengekspor CPO, untuk menopang perekonomian Sulawesi Barat ke arah yang lebih baik.

Salah satu contact liaison sangat berharap harga CPO terus meningkat karena korporasi

berencana meningkatkan kapasitas produksinya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

23

1.3 Sisi Lapangan Usaha

Pelamahan terjadi pada sektor pertanian dan pemerintahan. Lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya

12,01% (yoy). Dengan pangsa yang paling besar membuat lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan perikanan mempengaruhi perlambatan ekonomi Sulawesi Barat secara

keseluruhan. Selain itu, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan

sosial wajib tumbuh sebesar 2,12% (yoy). Sektor lain secara umum mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha industri pengolahan meningkat 10,37%

(yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 9,82% (yoy). Begitu pula lapangan usaha

konstruksi dan perdagangan besar dan eceran yang masing-masing tumbuh 10,47% (yoy) dan

5,71% (yoy). Sektor-sektor tersebutlah yang menopang perekonomial Sulawesi Barat saat ini

meskipun dominasi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih dirasa sangat

besar dengan pangsa mencapai 41,9% pada triwulan I 2016.

Grafik 9. Perkembangan Harga CPO

sumber: Bloomberg

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

24

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha

sumber: BPS

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pembangunan infrastruktur dan perluasan lahan tidak mampu mendorong peningkatan

sektor pertanian. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya tumbuh 2,31%

secara triwulanan (qtq). Angka tersebut lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mengalami kontraksi 5,11% (qtq). Pembangunan infrastruktur memang menjadi program

utama pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomian Sulawesi Barat. Sulawesi Barat

memiliki lahan yang subur dan potensi besar untuk beberapa komoditas sumber daya alam

seperti padi, jagung, kelapa sawit, dan kakao. Hal tersebut membuat sektor pertanian menjadi

salah satu sektor yang terus dikembangkan secara inovasi dan teknologi. Pembangunan irigasi

dan penggunaan bibit berkualitas terutama untuk komoditas padi diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas pertanian. Selain itu, perluasan lahan yang sudah dimulai sejak

tahun lalu masih terus dilakukan. Namun, upaya-upaya tersebut belum mampu meningkatkan

produksi pertanian pada triwulan I 2016. Musim kemarau panjang atau biasa disebut El Nino

yang terjadi pada tahun 2015 turut mempengaruhi produksi pertanian di awal 2016. Meskipun

curah hujan cukup baik untuk mendukung produksi, El Nino menyebabkan terjadi pergeseran

musim panen. Selain itu, curah hujan yang tinggi beberapa kali mengganggu produksi

perikanan dikarenakan nelayan sulit melaut karena infrastruktur masih terbatas.

2016

I I I I I I IV Total I

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.40 7.32 5.72 5.93 3.40 6.27 3.08 12.01 6.04 2.44

Pertambangan dan Penggalian 12.13 11.77 10.60 8.04 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.45

Industri Pengolahan 14.90 6.79 7.09 35.92 19.76 16.40 0.77 9.82 10.95 10.37

Pengadaan Listrik dan Gas 12.85 17.28 13.28 10.55 -0.65 1.26 1.65 13.62 4.05 25.11

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 26.97 12.40 12.77 6.46 1.04 9.22 10.15 8.82 7.32 12.07

Konstruksi 9.96 7.74 10.10 8.11 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.08 7.71 8.14 7.10 0.91 7.17 5.29 3.01 4.10 5.71

Transportasi dan Pergudangan 8.10 5.39 6.37 7.39 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 0.57

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 15.84 7.48 7.62 6.53 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 9.33

Informasi dan Komunikasi 9.09 9.89 11.11 7.20 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 16.82

Jasa Keuangan dan Asuransi 20.75 15.53 5.82 3.77 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 16.72

Real Estate 5.03 2.79 4.38 4.14 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52

Jasa Perusahaan 14.76 6.86 7.16 3.01 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 19.05 20.37 7.14 6.16 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 2.12

Jasa Pendidikan 18.01 16.77 6.94 4.02 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 11.33

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.68 16.59 5.63 6.05 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 13.31

Jasa lainnya 5.12 9.27 6.72 8.92 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 7.49

PDRB 10.73 9.25 6.94 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.14

2015Uraian 20142011 2012 2013

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

25

Pertumbuhan di sektor pertanian berdampak peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini

ditandai dengan perrtumbuhan NTP yang meningkat sejak pertengahan tahun 2015. Pada

triwulan I 2016, NTP tumbuh 3,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya

2,77% (yoy). Pertumbuhan NTP paling tinggi terjadi pada nilai tukar yang diterima oleh petani

tanaman pangan dan hortikultura dengan pertumbuhan NTP masing-masing mencapai 2,02%

(yoy) dan 2,83% (yoy). Sementara itu, kredit di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar

14,89% (yoy).

Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 11. Nilai Tukar Petani

sumber: LBU sumber: BPS

Selain petani tanaman pangan, peningkatan kesejahteraan juga dinikmati para nelayan.

Kebijakan mengenai larangan transshipment yang dikeluarkan oleh pemerintah masih

memberikan dampak terhadap kesejahteraan nelayan. Kebijakan memang perlu diterapkan

untuk memberikan ruang yang lebih bagi nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Nilai

tukar nelayan perikanan meningkat 1,26% (yoy) sehingga indeksnya menjadi 100,58.

Peningkatan tersebut didorong tingkat pertumbuhan penerimaan nelayan lebih tinggi

dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan. Indeks yang diterima nelayan tumbuh

3,37% (yoy) sedangkan indeks yang dibayar tumbuh 2,084% (yoy).

1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran

Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan pada triwulan I

2016. Sektor perdagangan besar dan eceran mengalami pertumbuhan sebesar 5,71% (yoy),

lebih baik dibandingkan pada triwulan sebelumnya 3,01% (yoy). Aktivitas perdagangan pada

awal tahun 2016 mengalami peningkatan akibat turunnya harga bahan bakar minyak (baik

subsidi dan non subsidi) dan tarif dasar listrik. Sumber barang jadi yang banyak berasal dari

daerah lain membuat biaya operasional semakin murah. Masyarakat Sulawesi Barat dapat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

26

memenuhi kebutuhan yang selama ini dianggap mahal karena biaya transportasi. Selain itu,

perdagangan sudah mulai menjadi alternatif bagi masyarakat dalam memperoleh penghasilan.

Masyarakat Sulawesi Barat selama ini lebih banyak mendapat penghasilan dari sektor

pertanian. Namun, masyarakat mulai melirik sektor yang memiliki nilai tambah lebih baik

dimana salah satunya melalui perdagangan. Beberapa toko-toko modern juga telah dibangun

di Sulawesi Barat yang semakin meningkatkan perdagangan eceran yang dengan mudah dapat

menjangkau masyarakat.

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Industri pengolahan tumbuh seiiring peningkatan harga komoditas. Harga komoditas

mulai mengalami peningkatan sejak awal tahun 2016 ditengarai akibat mulai membaiknya

perekonomian AS dan Tiongkok sebagai penggerak perekonomian dunia. Sulawesi Barat yang

memiliki banyak potensi kelapa sawit, sangat dipengaruhi harga komoditas CPO. Secara

tahunan, industri pengolahan Sulawesi Barat meningkat 10,37%. Peningkatan ditopang harga

CPO sebagai olahan kelapa sawit telah meningkat. Selain itu, berdasarkan hasil liaison, produksi

kelapa sawit secara umum tidak mengalami kendala. Apalagi didukung bibit baru yang

dikembangkan membuat produktivitas semakin meningkat. Contact liaison menyebutkan

bahwa kapasitas produksi sejak awal tahun sudah dapat beroperasi maksimal untuk

mendukung produksi yang lebih tinggi.

Sementara dari industri pengolahan beras, aktivitas industri semakin meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan produksi padi semakin banyak yang

diolah di Sulawesi Barat sendiri tanpa harus dikirim ke daerah lain. Produksi padi meningkat

meskipun belum optimal akibat pergeseran musim panen sehingga akan terjadi produksi yang

lebih lagi pada triwulan berikutnya3. Contact liaision telah menambah mesin penggiling untuk

mendukung tingginya produksi padi. sehingga produksi beras dapat lebih baik dibandingkan

tahun lalu.

Industri mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi berimbas

pada industri mikro dan kecil yang ada di Sulawesi Barat. Produksi industri mikro dan kecil

hanya tumbuh 0,97% (qtq). IMK makanan tumbuh melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya dan hanya tumbuh 1,72% (yoy). Meskipun secara umum IMK mengalami

penurunan, IMK tekstil mampu tumbuh lebih baik dibandingkan sektor lainnya dengan tumbuh

10,13% (qtq). Tumbuhnya industri lain dengan skala yang lebih besar dapat menjadi penyebab

perlambatan IMK.

3 Hasil liaison kepada industri pengolahan beras

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

27

Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil

sumber: BPS

1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan

Sosial

Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami

perlambatan yang cukup dalam pada periode laporan. Sektor ini hanya tumbuh 2,12% (yoy)

dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 10,05. Meskipun aktivitas pemerintahan biasanya

cukup lambat pada awal tahun, aktivitas di tahun 2016 lebih turun dibandingkan 2015 yang

mampu tumbuh 5,59% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan realisasi program pemerintah

yang belum dapat dijalankan pada periode ini. Pemerintah daerah sedang melakukan

penyusunan ulang program pada tahun 2016 sehingga beberapa program tidak dapat

dijalankan pada triwulan I 2016. Hal ini ditengarai adanya pemilihan kepala daerah yang akan

dilangsungkan pada awal tahun 2017 sehingga perlu pengalokasian anggaran untuk

menyelenggarakan kegiatan tersebut.

1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi

Lapangan usaha konstruksi tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lapangan usaha konsturksi yang tumbuh 10,47% (yoy) pada periode laporan lebih banyak

disebabkan pembangunan dari sektor swasta. Pembangunan di sektor swasta meliputi

pertokoan, perumahan baru maupun hotel non bintang. Dari sisi pemerintah, masih

terhambatnya realisasi anggaran pemerintah daerah membuat pembangunan infrastruktur

relatif minim. Fokus pemerintah daerah pada triwulan awal di 2016 lebih kepada perbaikan

infrastruktur seperti jalan utama yang banyak mengalami kerusakan akibat curah hujan yang

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

28

cukup tinggi. Kondisi alam cukup mempengaruhi kondisi infrastruktur di Sulawesi Barat karena

wilayah yang cukup rawan mendapat angin kencang dan daerah perbukitan rawan longsor

ketika hujan berlangsung.

Meskipun realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah rendah, namun konstruksi justru

mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan konstruksi dikonfirmasi dengan

terjaganya pertumbuhan realisasi pengadaan semen pada triwulan I 2016, sebesar 25,03% (yoy)

lebih tinggi pertumbuhan pada triwulan lalu. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi kredit pada

sektor konstruksi menunjukan penguatan, pada triwulan I 2016 pertumbuhannya sebesar

25,08% (yoy) sementara pada triwulan lalu meningkat sebesar 17,16% (yoy). Kebutuhan swasta

yang cukup tinggi terhadap bangunan untuk mendukung usaha, membuat permodalan pada

sektor ini meningkat.

Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi

sumber: LBU

Pada tahun 2016 beberapa proyek akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor

konstruksi. Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan yaitu penyelesaian

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, pembangunan jalan arteri

bandara Tampa Padang – Kantor Gubernur dan pengembangan terminal bandara Tampa

Padang. Selain itu, terdapat pelebaran jalan menuju pelabuhan Belang-belang dan perbaikan

irigasi. Proyek-proyek tersebut diharapkan menjadikan kondisi infrastruktur Sulawesi Barat

lebih baik lagi sehingga mendorong peningkatan investasi lebih cepat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

29

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

30

2. Inflasi

Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016

cenderung rendah akibat penurunan harga BBM dan

memasuki musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I

rata-rata mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata

inflasi pada periode yang selama 5 tahun terakhir yang

mencapai 0,33%. Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun

pada triwulan laporan dibandingkan triwulan yang sama

pada triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2016

tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh lebih rendah

dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy).

Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi

tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari

kelompok volatile food yaitu sebesar 11,03% (yoy).

Kelompok lainnya yaitu core dan administered price (AP)

secara tahunan mengalami inflasi pada triwulan laporan

yang tercatat masing-masing sebesar 4,27% (yoy) dan -

1,67% (yoy).

Bab 02 INFLASI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

31

2.1 Inflasi Secara Umum

Penurunan harga BBM dan musim panen mendorong kota Mamuju mengalami deflasi.

Perkembangan inflasi secara bulanan di kota Mamuju pada triwulan I 2016 menunjukkan

tendensi menurun dan mencapai deflasi, rata-rata 0,15% (mtm). Tingkat deflasi tersebut lebih

rendah dibandingkan rata-rata inflasi di triwulan I selama 5 (lima) tahun terakhir, sebesar 0,33%

(mtm). Namun jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada triwulan I 2015 yang sebesar -

0,18% (mtm), deflasi pada triwulan I 2016 sedikit lebih kecil.

Kecenderungan menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I 2016 merupakan dampak dari

penurunan harga BBM di bulan Januari 2016, dana pada saat bersamaan terjadi musim panen

padi dan peningkatan produksi ikan tangkap. Peningkatan produksi kedua jenis komoditas

tersebut menggiring tingkat inflasi mencapai level negatif (deflasi).

Pada triwulan I 2016, kota Mamuju mencatat deflasi sebesar 0,45% (ytd) atau 5,19% (yoy).

Secara kumulatif, sampai dengan triwulan I 2016, tingkat inflasi kota Mamuju tercatat sebesar -

0,45% (ytd) dan secara tahunan sebesar 5,19% (yoy). Pada periode yang sama, inflasi nasional

tercatat sebesar 4,45% (yoy) dan inflasi di kawasan Indonesia Timur (KTI) sebesar 5,50% (yoy).

Meskipun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nasional dan KTI, namun inflasi kota Mamuju

(yoy) di triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Pada akhir triwulan I 2016, Sulawesi Barat menduduki peringkat 6 terbesar dari 13 provinsi di

KTI.

Grafik 1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

32

Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh menurunnya tekanan inflasi pada

komponen administered price dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan udara

di komponen administered price dan deflasi yang terjadi pada beberapa jenis ikan di kelompok

core. Namun demikian tekanan harga yang bersumber dari sayuran, tanaman hortikultura dan

belum meratanya panen padi, merupakan potensial risiko yang harus diwaspadai. Hal ini

tercermin dari tekanan inflasi komponen volatile food sebesar 11,03% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2015 dan merupakan yang terbesar diantara dua komponen lainnya.

Meskipun demikian, pergerakan inflasi pada triwulan I 2016 masih terjaga dan sejalan dengan

arah target inflasi Provinsi Sulawesi Barat sebesar 3,9% + 1%.

Laju inflasi bulanan lebih rendah dibanding KTI dan nasional. Secara bulanan, laju inflasi

pada triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada regional Kawasan Timur

Indonesia (KTI) dan nasional (lihat grafik 2). Realisasi inflasi di Sulawesi Barat yang bahkan

mencapai level negatif mengindikasikan dampak penurunan BBM yang bersamaan dengan

pelaksanaan musim panen padi dan peningkatan produksi ikan tangkap memberikan pengaruh

berarti terhadap perkembangan inflasi. Namun demikian tidak dapat dikesampingkan peran

dari Tim TPID dalam pengendalian inflasi dengan meningkatkan koordinasi dan memetakan

tekanan inflasi secara lebih seksama. Hal ini terlihat pada inflasi Mamuju di bulan Maret 2016,

dimana dampak penurunan harga BBM mulai berkurang, dan adanya pergeseran musim

panen, namun tekanan inflasi dapat dimitigasi.

2.2 Inflasi Bulanan

Deflasi pada triwulan I 2016 dipengaruhi oleh dampak penurunan BBM, dengan

kecenderungan melemah pada akhir triwulan. Dampak penurunan harga BBM yang berlaku

sejak 5 januari 2016 memberikan dampak berarti pergerakan inflasi di triwulan I 2016.

Menurunnya permintaan pasca pergantian tahun, diikuti dengan musim panen padi dan

Grafik 13. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota

Mamuju

Grafik 14. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota

Mamuju

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

33

peningkatan produksi ikan menyebabkan inflasi Mamuju berada di level negatif (deflasi). Rata-

rata deflasi pada triwulan I 2016 sebesar 0,15% (mtm)

Deflasi Januari diwarnai oleh penurunan permintaan pasca Tahun Baru, penurunan

harga BBM dan peninkatan produksi ikan. Permintaan yang kembali normal pasca

pergantian tahun dan pada saat bersamaan Pemerintah menetapkan kebijakan penurunan

harga BBM yang mulai berlaku pada 5 Januari 2016 telah memberikan pengaruh berarti

terhadap realisasi inflasi januari 2016 sebesar -0,06% (mtm) atau 4,87% (yoy). Diantara 4

provinsi yang mencatat deflasi di KTI, Sulawesi Barat mencatat deflasi yang terendah. Inflasi

pada Januari 2016 merupakan kali pertama mengalami deflasi dalam 5 tshun terakhir, dimana

rata-rata inflasi januari dalam periode tersebut sebesar 0,39% (mtm) dan tahun lalu tercatat

0,14% (mtm).

Kelompok komoditas yang memberikan andil berarti terhadap deflasi Januari adalah

penurunan administered price (harga BBM) dan peningkatan produksi ikan segar, seperti

bandeng, cakalang dan ikan layang. Sementara itu, musim panen padi yang jadwalnya sedikit

bergeser menyebabkan keterbatasan pasokan dan inflasi beras masih dominan, yaitu sebesar

0,14% (mtm).

Penurunan harga bawang, produksi ikan tangkap dan penurunan tarif listrik menjadi

pendorong utama deflasi Februari 2016. Deflasi Februari tercatat sebesar 0,37% (mtm),

sementara itu wilayah KTI mengalami inflasi rata-rata sebesar 0,19% (MTM). Sulawesi Barat

sebagai provinsi kelima dari 9 provinsi yang mengalami deflasi di KTI. Rata-rata inflasi Sulawesi

Barat selama 5 tahun terakhir sebesar 0,17% (mtm), namun demikian pada Februari 2015

Sulawesi Barat mengalami deflasi sebesar 1,13% (mtm) yang merupakan deflasi terdalam pada

5 tahun terakhir, bahkan jika dibandingkan dengan deflasi Februari 2016 yang sebesar 0,37%

(mtm).

Panen bawang merah, peningkatan produksi ikan tangkap (ikan laut) dan penurunan tarif listrik

menjadi penyumbang utama deflasi Februari. Meskipun demikian, pelaksanaan panen padi

yang tertunda menyebabkan inflasi beras masih tinggi, dengan sumbangan sebesar 0,20%.

Musim panen padi, produksi ikan segar yang masih melimpah serta penurunan tarif

transportasi udara menjadi stimulus dalam deflasi Maret 2016. Sulawesi Barat diwakili oleh

Mamuju pada bulan Maret 2016 mencatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), sementara rata-rata

inflasi di KTI sebesar 0,04% (mtm). Sulawesi Barat tercatat sebagai provinsi yang mengalami

deflasi terendah dari 5 provinsi lain di KTI yang mengalami deflasi. Deflasi pada Maret lebih

rendah dibandingkan rata-rata Maret selama 5 tahun terakhir (0,21%, mtm) dengan deflasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

34

terdalam pada Maret 2015 sebesar 1,13% (mtm) yang diakibatkan oleh koreksi harga BBM oleh

pemerintah pada Maret tahun lalu.

Deflasi pada bulan Maret didukung oleh berlanjutnya musim panen padi, hal ini

mendorong inflasi beras mencapai titik terendah pada triwulan I 2016, sebesar 0,04% (mtm)

dan smbangannya sedikit sekali terhadap fluktuasi inflasi. Di samping itu, penurunan tarif listrik

dan angkutan udara serta menurunnya harga beberapa jenis ikan seperti bandeng dan

cakalang memberikan kontribusi berarti terhadap inflasi Maret sebesar -0,02% (mtm). Menurut

komponen pembentuknya, sumber utama pendorong deflasi adalah komoditas yang tercakup

didalam volatile food yang memberikan andil inlasi sebesar -0,09%, sebaliknya komponen core

mencatat inflasi dengan sumbangan sebesar 0,08% (mtm). Potensial risk terhadap tekanan

inflasi di bulan Maret adalah kondisi cuaca yang ekstrem dengan intensitas hujan yang cukup

tinggi, kondisi ini akan berdampak kurang baik terhadap operasional perikanan tangkap dan

kestablian komponen hortikultura, sehingga berpotensi mendorong menguatnya tekanan

inflasi.

Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara

Bulanan

2.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran

Produksi berasal Sulawesi Barat mampu memenuhi kebutuhan domestik. Memasuki

triwulan I 2016, sektor pertanian Sulawesi Barat merasakan dampak dari El Nino. Musim panen

raya padi yang biasanya terjadi pada bulan Maret, di triwulan I 2016 mengalami pergeseran,

terutama pada beberapa wilayah, dengan tenggat waktu sekitar 2 bulan. Namun hal ini

dirasakan cukup memberikan dampak positif terhadap ketahanan pangan, dengan lebih

Bensin -0,12 Bawang Merah -0,17 Telur Ayam Ras -0,07

Bandeng/Bolu -0,12 Cakalang/Sisik -0,11 Bandeng/Bolu -0,07

Katamba -0,06 Layang/Benggol -0,10 Tarip Listrik -0,05

Layang/Benggol -0,05 Tarip Listrik -0,10 Cakalang/Sisik -0,04

Cabai Rawit -0,05 Telur Ayam Ras -0,05 Angkutan Udara -0,03

Daging Ayam Ras -0,05 Wortel -0,03 Layang/Benggol -0,01

Bawang Merah 0,13 Cabai Rawit 0,08 Bawang Merah 0,03

Beras 0,14 Beras 0,20 Cabai Merah 0,04

Februari (-0,37%)Januari 2016 (-0,06%) Maret (-0,02%)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

35

terjaganya peningkatan pasokan padi, demikian pula dengan fluktuasi harganya yang

cenderung lebih stabil.

Harga beras relatif stabil dan penjualan beras hingga ke luar Sulawesi Barat. Berdasarkan

hasil liaison, terungkap bahwa pemenuhan pasokan beras ke Bulog tidak mengalami gangguan

meskipun terjadi pergeseran musim panen padi. Pada tahun 2016, target pengadaan beras

Bulog wilayah Sulawesi Barat sebanyak 21 ribu ton beras, dan pada triwulan I 2016

pemenuhannya kurang lebih 8.000 ton beras. Bahkan petani menjual berasnya hingga ke

wilayah sekitar Sulawesi Barat, seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi

Selatan4. Harga beras di wilayah Sulawesi Barat cukup stabil, diindikasikan dengan harga beras

di Kabupaten Polewali Mandar sekitar Rp 8.000 per kilogram untuk jenis premium, sedangkan

beras medium, berkisar 7.200 per kilogram. Sementara untuk wilayah Mamuju, harga beras

premium sekitar Rp12.700/kg dan beras medium kurang lebih Rp10.900/kg5.

Supply ikan segar meningkat di tengah kondisi cuaca yang ekstrem. Perkembangan

produksi ikan terindikasi pada fluktuasi harga ikan, terutama ikan segar. Pada triwulan I 2016,

inflasi ikan segar berada pada level negatif (deflasi) dengan kecenderungan menurun pada akhir

periode. Pada bulan Januari 2016 ikan segar mengalami deflasi sebesar 4,10% (mtm), deflasi

tersebut sedikit lebih dalam di bulan Februari 2016 menjadi 4,17%, namun pada bulan Maret

deflasi ikan segar turun menjadi 2,03% (mtm). Beberapa jenis ikan yang mempengaruhi

fluktuasi harga ikan segar adalah ikan cakalang, ikan kembung dan ikan layang.

Salah satu hal lain yang mempengaruhi rendahnya inflasi dari sisi penawaran adalah

penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada tanggal 5 januari 2016, dimana harga premium

turun sebesar Rp250/ liter, harga solar turun sebesar Rp1.250/liter. Dampak dari penurunan

harga BBM ini adalah turunnya biaya transportasi, dimana permintaan terhadap barang yang

berasal dari luar wilayah Sulawesi Barat, sehingga memberikan efek positif terhadap penurunan

biaya operasional.

2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan

Optimisme konsumen untuk menambah konsumsinya mengalami peningkatan. Pada

triwulan I 2016, optimisme konsumen ddalam melakukan konsumsi menunjukkan peningkatan.

Hal ini diindikasikan dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)6 dari 110,2 di bulan

4 Hasil Liaison kepada pengusaha beras dan informasi dari berbagai sumber.

5 Hasil SPH s.d minggu V Maret 2016

6 Survei Konsumen KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, Maret 2016 dan pada akhir triwulan I 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

36

Februari menjadi 118,7 pada Maret 2016. Peningkatan optimisme ini sejalan dengan

kecenderungan penurunan harga dan terjadinya deflasi pada triwulan I 2016. Cerminan

peningkatan konsumsi terlihat pada indeks konsumsi barang tahan lama yang mengalami

peningkatan sebesar 9 poin, dari 95 di bulan Februari menjadi 104 pada bulan Maret 2016.

Selain karena kecenderungan melemahnya tekanan inflasi dan pada sisi lain terdapat persepsi

peningkatan konsumsi, optimisme akan meningkatnya penghasilan konsumen, diindikasikan

dari kenaikan indeks sebesar 19 poin menjadi 116,0 pada bulan Maret 2016, menjadi salah satu

alasan utama yang melatarbelakangi optimisme konsumsi dalam aktivitas konsumsinya di

bulan maret 2016.

2.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas

Kelompok Bahan Makanan memberikan andil terbesar terhadap perkembangan deflasi

pada triwulan I 2016. Rata-rata inflasi bulanan pada kelompok bahan makanan di triwulan I

2016 sebesar -0,73% (mtm). Rata-rata deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan deflasi

kelompok bahan makanan di triwulan I 2015 sebesar 0,16%. Sementara secara tahunan, rata-

rata inflasi tahunan kelompok bahan makanan sebesar 10,20% (yoy) meningkat dibandingkan

8,38% (yoy) pada triwulan I 2015.

Secara umum, sebagian besar kelompok komoditas mengalami pelemahan tekanan, terbesar

pada kelompok bahan makanan dan pada triwulan I 2016 mengalami deflasi yang terbesar

(rata-rata 0,73%, mtm), diikuti dengan kelompok transportasi (-0,30%, mtm). Sementara itu

kelompok komoditas lainnya meskipun masih mengalami inflasi, namun cenderung menurun

dibandingkan triwulan I 2015.

Grafik 13. Indeks Keyakinan Konsumen dan

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Grafik 13. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota

Mamuju

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

37

Secara bulanan, deflasi yang terjadi di kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh musim

panen padi yang berimbas terhadap produksi beras, dimana penignkatan produksi tersebut

terjadi bersamaan dengan meningkatnya produksi ikan segar. Meskipun tidak mengalami

deflasi, namun berkurangnya tekanan inflasi pada komoditi beras memberikan andil cukup

besar terhadap lemahnya tekanan inflasi, rata-rata sebesar 1,95% (mtm) lebih rendah

dibandingkan 2,64% (mtm) pada triwulan I 2016.

Serupa dengan inflasi beras, inflasi subkelompok ikan segar pun menunjukkan penurunan dari

rerata 0,62% (mtm) pada triwlan I 2015 menjadi -3,43% (mtm) pada triwulan I 2016. Deflasi

tersebut tak lepas dari peningkatan produksi ikan tangkap, disinyalir karena pengaruh La Nina

yang membuat air laut menjadi hangat dan menumbuhkembangkan plankton, menjadi salah

satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ikan tangkap pada triwulan I 2016.

Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok

Pembentuknya

sumber: BPS

Rerata deflasi 0,73% (mtm) di kelompok bahan makanan memberikan pengaruh

dominan terhadap deflasi IHK di kota Mamuju. Kelompok bahan makanan merupakan salah

satu kelompk komoditas selain transportasi, yang secara konsisten mengalami deflasi selama

triwulan I 2016, dengan deflasi terbesar pada bulan Februari 2016 sebesar 1, 74% (mtm).

Deflasi pada sub kelompok daging & hasil-hasilnya, ikan segar dan sayur-sayur mencatat

deflasi cukup besar selama triwulan I 2016. Normalnya permintaan pasca pergantian tahun,

diikuti dengan meningkatnya produksi ikan dan sayuran, telah memberikan dampak berarti

terhadap deflasi di kelompok bahan makanan. Ketiga kelompok tesebut masing-masing

mencatat rerata deflasi bulanan sebesar 2,20%, 3,43% dan 2,40%.

Subkelompok hortikultura masih mencatat inflasi pada level moderat. Musim hujan yang

terjadi pada triwulan I 2016 disamping berpengaruh terhada produksi, pada sisi lain

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

38

memberikan dampak negatif terhadap arus distribusi barang. Resistensi ini mendorong

komoditas hortikultura yang tergabung didalam subkelompok bumbu-bumbuan mencatat rata-

rata inflasi sebesar 0,99% (mtm)

Inflasi di kelompok makanan jadi rata-rata

sebesar 0,19% (mtm), lebih rendah dibandingkan

triwulan I 2015 yang sebesar 0,46% (mtm). Hal ini

dipengaruh oleh melemahnya tekanan inflasi yang

terjadi pada subkelompok makanan jadi, dari 0,41%

(mtm) pada triwulan I 2015 menjadi 0,02% (mtm) di

triwulan I 2016. sementara tembakau dan minuman

beralkohol, meskipun tekanan inflasinya melemah

dari 0,90% (mtm) menjadi 0,59% (mtm) di triwulan I

2016, namun inflasi tersebut masih merupakan yang

terbesar pada kelompk makanan jadi.

Tekanan inflasi pada semua jenis sandang melemah, dan mendorong pelemanah inflasi

pada kelompok sandang rata-rata sebesar 0,24% (mtm), sementara pada triwulan I 2015

tercatat sebesar -0,03% (mtm). Menguatnya

inflasi pada subkelompok biaya tempat

tinggal dari -0,19% (mtm) menjadi 0,18%

(mtm) menjadi salah satu faktor utama yang

mendorong peningkatan rata-rata inflasi.

Meningkatnya harga bahan bangunan,

terutama yang berbahan baku kayu, seperti

papan, kusen dan daun pintu, telah mendorong meningkatnya inflasi kelompok perumahan di

triwulan laporan.

Melemahnya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

menguat, rata-rata sebesar 0,24% (mtm). Semua jenis sandang yang terdiri dari sandang laki-

laki, wanita dan anak-anak mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2015 sehingga inflasi

kelompok sandang pun melemah dari rata-rata 0,99% (mtm) pada triwulan I 2015 menjadi

0,24% (mtm) pada triwulan I 2016.

Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan

Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Tw I 2015 Tw I 2016

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0.46 0.19

Makanan Jadi 0.41 0.02

Minuman yang Tidak Beralkohol (0.00) 0.09

Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.90 0.59

SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

39

Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang

Inflasi pada kelompok kesehatan masih stabil 0,35% (mtm). Meskipun inflasi pada jasa

kesehatan dan perawatan jasmani melemah, namun inflasi di subkelompok obat-obatan dan

kosmetika menunjukkan peningkatan. Sehingga menyebabkan inflasi pada kelompok

kesehatan masih stabil

Inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sedikit menurun menjadi 0,12%

(mtm). Penurunan tersebut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat inflasi pada kelompok

pendidikan dan kursus-kursus/ pelatihan. Sementara tekanan harga pada subkelompok

perlengkapan/ peralatan pendidikan sedikit meningkat menjadi 0,11% (mtm).

Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan

Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan,

Rekreasi, dan Olah Raga

2.6 Disagregasi Inflasi

Fluktuasi inflasi dipengaruhi oleh volatile food. Berdasarkan komponen pembentuknya,

komoditi volatile food mengalami deflasi yang terbesar diantara kedua jenis komponen lainnya.

Rata-rata delasi volatile food pada triwulan laporan sebesar 0,12%, deflasi pada administered

sebesar 0,10%, sementara komoditas core mencatat inflasi sebesar 0,07%. Secara tahunan (yoy)

pada akhir triwulan I 2016, tingkat inflasi volatile food 11,03%, komponen core 4,27% dan

administered price 1,68%.

2.6.1 Volatile Food

Fluktuasi inflasi volatile food dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim panen. Kondisi

cuaca yang secara historis pada awal tahun biasanya mendukung pembiakan ikan, terlebih

Tw I 2015 Tw I 2016

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0.03) 0.24

Biaya Tempat Tinggal (0.19) 0.18

Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0.03 0.33

Perlengkapan Rumah Tangga 0.82 0.88

Penyelenggaraan Rumah Tangga (0.16) (0.71)

Rata-rata Inflasi bulananSUBKELOMPOK

Tw I 2015 Tw I 2016

Sandang 0.99 0.24

Sandang Laki-Laki 1.05 0.24

Sandang Wanita 0.37 (0.14)

Sandang Anak-Anak 1.79 0.26

Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.86 0.89

SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan

Tw I 2015 Tw I 2016

Kesehatan 0.35 0.35

Jasa Kesehatan 0.96 0.62

Obat-obatan 0.38 0.53

Jasa Perawatan Jasmani 0.17 0.00

Perawatan Jasmani dan Kosmetika (0.11) 0.11

SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan

Tw I 2015 Tw I 2016

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0.38 0.12

Pendidikan 0.65 (0.00)

Kursus-Kursus / Pelatihan 2.52 (0.00)

Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0.02 0.11

SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

40

dengan adanya pengaruh La Nina terhadap perairan Sulawesi Barat, sehingga air laut mejadi

lebih hangat dan mendukung pembiakan plankton, hal tersebut memberikan stimulus positif

terhadap peningkatan produksi ikan tangkap di Sulawesi, dan mempengaruhi tekanan harga

yang cenderung melemah dan mencapai puncaknya pada bulan Februari 2016, dengan deflasi

sebesar 4,17% (mtm), sedikit berkurang pada Maret menjadi deflasi 2,035 (mtm). Hasil SPH pada

triwulan I 2016 mengindikasikan hal serupa, dimana harga ikan segar terendah pada bulan

Februari rata-rata sebesar Rp26.763/kg dan pada bulan Maret menjadi Rp27.269/kg.

Musim panen padi menyumbang pelemahan tekanan inflasi beras di triwulan I 2016.

Pengaruh El Nino juga dirasakan dampaknya oleh pertanian Sulawesi Barat, dimana terdapat

pergeseran musim panen, terutama pada beberapa daerah yang dirasakan adanya pergeseran

sekitar 2 bulan. Hal ini mengakibatkan penambahan pasokan beras menjadi lebih terbatas

namun kestabilan harganya menjadi lebih terjaga dengan musim panen yang lebih panjang.

Hasil SPH mengindikasikan kecenderungan penurunan harga beras selama triwulan I 2016,

pada bulan Januari dan Februari masih realtif stabil, sebesar Rp11.869/kg dan menurun pada

Maret 2016 menjadi Rp11.722/kg.

Potensi kenaikan harga akibat kendala cuaca dan ketiadaan gudang. Meskipun inflasi

pada volatile food cenderung menurun, namun potensi kenaikan harga akibat kendala cuaca

dan ketiadaan gudang menjadi risiko memberikan tekanan terhadap kestabilan inflasi di

Sulawesi Barat.

Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen

Disagregasi

Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen

Disagregasi

2.6.2 Administered Price

Koreksi harga pada komponen BBM memberikan stimulasi terhadap melemahnya

tekanan inflasi. Penurunan harga BBM pada awal triwulan I 2016 memberikan efek lanjutan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

41

terhadap kestabilan harga barang-barang lainnya. Efek penurunan harga BBM yang mulai

berlaku pada tanggal 5 Januari 2016, baru mulai dirasakan dampaknya terhadap tingkat inflasi

Sulawesi Barat dan komoditas administered price khususnya mulai bulan Februari, terlebih pada

saat bersamaan terjadi penurunan tarif listrik sehingga mendorong penurunan inflasi pada

administered price.

Dampak penurunan BBM terhadap tarif transportasi mulai dirasakan bulan Februari

2016. Pada kelompok administered price, penurunan harga BBM mendorong turunnya tarif

transportasi udara. Pada bulan Februari deflasi tarif transportasi udara sebesar 3,26% (mtm)

dan semakin dalam di bulan Maret 2016 menjadi 7,34% (mtm).

Penurunan harga terdiskresi dengan kenaikan harga rokok. Harga rokok pada akhir

triwulan I 2016 cenderung menunjukkan penguatan, dan tingkat inflasi meningkat pada bulan

Maret sebesar 6,83% (mtm) untuk rokok kretek dan rokok putih mengalami inflasi sebesar

3,37% (mtm).

2.6.3 Core Inflation

Inflasi core berfultuasi secara moderat. Pada grafik di atas, terlihat bahwa inflasi dari

komponen core memiliki pergerakan yang paling stabil dibandingkan komponen lainnya,

meskipun jarang mencapai level deflasi. Secara rata-rata selama 4 tahun terakhir sebesar 0,39%

(mtm), dan pada akhir triwulan I 2016 tercatat sebesar 0,41% (mtm). Sementara itu inflasi pada

Maret 2016 lebih rendah dari rerata tersebut, sebesar 0,12%. Komoditas core yang mengalami

tekanan inflasi yaitu perlengkapan material yang berbahan dasar kayu, diikuti dengan beberapa

jenis sandang. Sementara itu, berkurangnya tekanan inflasi pada beberapa komoditi ikan

mampu memberikan andil berarti terhadap pelemahan tekanan inflasi, sehingga pergerakan

inflasi komoditi core di triwulan I 2016 relatif moderat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

42

1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi?

Kebijakan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) beralih menjadi menyesuaikan

dengan perkembangan harga minyak dunia. Kebijakan tersebut dimulai sejak akhir tahun

2014 dimulai pada tanggal 18 November 2014 dengan menaikkan harga BBM subsidi dari

Rp6500 menjadi Rp8500. Dalam beberapa periode terakhir, pelemahan ekonomi global yang

terjadi menyebabkan harga komoditas global mengalami penurunan termasuk harga minyak.

Penurunan harga minyak tersebut menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk

menurunkan harga komoditas bahan bakar domestik. Selama tahun 2016, pemerintah telah

menurunkan harga BBM subsidi sebanyak 2 kali yaitu pada Januari 2016 dan April 2016.

Kelangkaan BBM sempat terjadi pada saat penurunan harga BBM subsidi yang berlaku

mulai tanggal 5 Januari 2015, di beberapa kota di Sulawesi Barat seperti Mamuju, Pasang Kayu,

dan Majene. Kelangkaan ini disebabkan distribusi bahan bakar yang terhambat dan kebijakan

pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memutuskan untuk menghabiskan

stok dengan harga yang lama sebelum mengisi dengan stok dengan harga yang baru. Selain itu,

pemberitahuan penurunan BBM yang diumumkan 1 minggu sebelumnya menyebabkan

banyak masyarakat yang menahan diri untuk membeli BBM sampai dengan dilakukannya

penurunan harga. Namun, penurunan BBM subsidi pada awal tahun ini memberikan dampak

kepada penurunan tingkat inflasi. Selama 4 bulan berturut-turut, Mamuju mengalami deflasi

dimana deflasi terdalam terjadi pada bulan Februari 2016 yang mencapai -0,37% (mtm). Deflasi

pada bulan Februari tersebut juga diakibatkan kebijakan penurunan tarif dasar listrik (TDL) pada

bulan Januari dimana masih banyak masyarakat yang menggunakan listrik paska bayar

sehingga efek penurunan TDL terjadi pada bulan berikutnya.

Pada minggu awal penurunan harga BBM pada bulan Januari 2016 belum mempengaruhi

harga kebutuhan bahan pokok di pasar regional Mamuju, seperti harga telur dan cabai.

Indikasi awal menyatakan bahwa belum terjadinya penurunan harga tersebut disebabkan

karena ekspektasi pedagang yang masih belum sejalan dengan penurunan harga BBM.

Penurunan harga hanya terjadi pada komditi harga sayuran namun hal tersebut terjadi sejak

sebelum penurunan harga BBM dan lebih disebabkan oleh pasokan yang sedang melimpah.

BOKS 1

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

43

Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi

periode kenaikan BBM

periode penurunan BBM

sumber: BPS, diolah

Secara umum, perubahan harga BBM subsidi mempengaruhi inflasi di Sulawesi Barat.

Pada saat kenaikan BBM subsidi yang cukup signifikan, setidaknya inflasi pada bulan berikutnya

di atas 2%, kecuali pada periode Maret 2015 dimana kenaikan BBM tidak signifikan sehingga

tidak berdampak terhadap harga yang beredar. Begitu pula pada saat terjadi penurunan harga

BBM, pada bulan berikutnya inflasi cenderung terkendali bahkan terjadi deflasi seperti

penurunan BBM yang terjadi pada Januari 2015. Pengaruh BBM ini tidak lain karena sumber

barang jadi di Sulawesi Barat yang masih berasal dari daerah lain sehingga biaya transportasi

akan sangat mempengaruhi harga barang jadi.

Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan

BBM

Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan

BBM

Periode Kenaikan

Harga BBM

% Kenaikan

BBM

Inflasi pada bulan

berikutnya (mtm)

May 2008 33.33 3.04

June 2013 44.44 2.42

November 2014 30.77 2.45

March 2015 8.96 0.09

Periode Penurunan

Harga BBM

% Penurunan

BBM

Inflasi pada bulan

berikutnya (mtm)

December 2008 -16.67 -0.85

January 2009 -10.00 0.15

January 2015 -21.18 -1.13

January 2016 -3.42 -0.37

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

44

2. Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian

Inflasi Menjelang Ramadhan Dan Idul Fitri 2016

Dalam rangka menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran tahun 2016, Tim Pengendali

Inflasi Daerah (TPID) Prov. Sulawesi Barat telah melakukan pemantauan perkembangan

harga-harga komoditas utama yang sering menyebabkan tekanan inflasi pada saat Bulan

Puasa dan Hari Raya dan menginfokannya kepada seluruh wartawan Sulawesi Barat melalui

press release. Berdasarkan hasil pantauan, terdapat 9 komoditas yang biasa menyebabkan

kenaikan inflasi pada waktu-waktu tersebut yaitu: (i) Beras, (ii) Ikan (Cakalang, Layang/Benggol),

(iii) Udang Basah, (iv) Telur Ayam Ras, (v) Ayam Hidup, (vi) Daging Ayam, (vii) Daging Sapi, (viii)

Bahan Bakar dan (ix) Angkutan Udara.

TPID Prov. Sulawesi Barat selalu berkoordinasi aktif dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) terkait untuk mengetahui kecukupan stock dan kelancaran distribusi serta

perkembangan harga-harga komoditas dimaksud. Berdasarkan informasi yang berhasil

dikumpulkan dari SKPD terkait, saat ini seluruh komoditas-komoditas tersebut berada dalam

kondisi stock yang cukup dan harga yang stabil.

Dari 9 komoditas yang ada, komoditas yang paling berpengaruh pada saat Bulan

Ramadhan dan Hari Raya adalah komoditas beras dan bahan bakar. Untuk mengatasi hal

tersebut, maka produksi beras Sulawesi Barat yang ada akan difokuskan untuk memenuhi

pasar Sulawesi Barat terlebih dahulu. Bulog sebagai gudang beras juga terpantau memiliki stok

beras yang cukup besar dengan memiliki persediaan lebih dari 700 ribuan ton beras. Antisipasi

peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar juga telah dilakukan melalui

penambahan jumlah volume persediaan sebanyak 20.000 liter di setiap SPBU yang ada.

Berdasarkan hasil pantauan TPID, kedua komoditas tersebut juga diketahui terus mengalami

BOKS 2

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

45

penurunan harga. Melihat ketersediaan stok yang cukup dan perkembangan harga yang stabil,

maka diperkirakan lonjakan harga yang terjadi pada saat bulan Ramadhan dan Hari Raya

Lebaran dapat diantisipasi, sehingga kebutuhan masyarakat terhadap komoditas-komoditas

tersebut akan dapat dipenuhi dengan harga yang terjangkau.

Kegiatan TPID Prov. Sulawesi Barat ini dilakukan dalam rangka menjalankan amanah dari

Presiden Republik Indonesia pada Rakornas VI TPID, yaitu mendorong tercapainya fungsi 4K

(Ketersediaan Pasokan, Ketersediaan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi yang Efektif)

di setiap daerah, demi mencapai kestabilan inflasi yang rendah dan stabil.

Ke depan TPID Prov. Sulawesi Barat akan terus berusaha untuk mengatasi segala

permasalahan yang mungkin timbul melalui koordinasi yang kuat dengan stakeholders

serta aparat penegak hukum untuk menghindari adanya penimbunan stok komoditas yang

dapat menyebabkan kelangkaan komoditas-komoditas di atas. Selain itu, dalam jangka

menengah kami juga akan membenahi infrastruktur pendukung seperti cold storage dan

gudang beras sehingga peningkatan produksi yang ada dapat disimpan dan diperuntukkan

pada masa-masa paceklik.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

46

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

47

3. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

Kinerja perbankan pada triwulan I 2016

menunjukkan pertumbuhan positif. Secara tahunan,

aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2015.

Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar

Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy).

Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan

output dan provisi perbankan. Pertumbuhan DPK

tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan

triwulan I 2015. Kredit meningkat 6,37% (yoy),

dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75%

(yoy). Membaiknya kinerja perbankan berimbas

positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) yang

dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat.

Bab 03 SISTEM KEUANGAN DAN

SISTEM PEMBAYARAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

48

3.1 Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat

Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini ini

tercermin dari peningkatan berbagai indikatornya. Secara tahunan (yoy), peningkatan terbesar

pada aset sebesar 11,64% dan kredit 6,37%, sementara dana pihak ketiga (DPK) meningkat tipis

sebesar 1,61%. Peningkatan DPK yang relatif rendah mendorong LDR membaik menjadi

172,77% (rasio DPK dan kredit berdasarkan alokasi proyek) dibandingkan dengan 165,04% pada

triwulan I 2015.

Secara tahunan, aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan I 2015. Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar

Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Pertumbuhan aset tersebut berada di atas rata-rata

pertumbuhan aset di triwulan I 2016 selama 4 tahun terakhir, sebesar 17,01% (yoy). Namun

demikian, pertumbuhan pada periode laporan lebih tinggi dibandingkan 7,44% di triwulan I

2015. Peningkatan aset tersebut utamanya didorong oleh ekspansi kredit yang dilakukan oleh

perbankan di Sulawesi Barat.

Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi perbankan.

Peningkatan aktivitas perbankan terlihat pula dari pertumbuhan output yang dihasilkan

perbankan. Berdasarkan penghitungan nilai tambah bruto (NTB) bank dengan metode FISIM,

jumlah output pada triwulan laporan sebesar Rp958,83 miliar, tumbuh 12,24% secara tahunan

(yoy), menguat dibandingkan 10,85% pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan Rp6,21

triliun.

Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I 2015.

Pertumbuhan DPK pada periode laporan menunjukkan perlambatan, sebesar 1,61%

sibandingkan 18,48% (yoy) pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, rata-rata

pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir sebesar 18,61% (yoy). Peningkatan DPK

tersebut utamanya ditopang oleh pesatnya pertumbuhan simpanan giro, sebesar 55,73% (yoy)

menjadi Rp1,41 triliun, sementara jumlah DPK relaitf tetap sbesar Rp2,1 triliun. Sebaliknya

deposito menurun sebesar 33,42% (yoy) menjadi sebesar Rp352,15 juta.

Kredit meningkat 6,37% (yoy), dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy).

Pertumbuhan kredit perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 meningkat 6,37%, cukup

menggembirakan mengingat pada periode yang sama pertumbuhan DPK sebesar 1,61% (yoy).

Namun, jika dibandingkan dengan triwulan I 2015 ataupun rata-rata pertumbuhan triwulan I

selama 4 tahun terakhir yang masing-masing sebesar 9,67% (yoy) dan 20,03% (yoy), maka

pertumbuhan di triwulan I 2016 cenderung melambat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

49

Menilik faktor pendorongnya, pertumbuhan kredit modal kerja yang cukup pesat, sebesar

18,75% (yoy) menjadi Rp2,07 triliun menjadi alasan utama yang melatarbelakangi peningkatan

tersebut. Sementara itu, kredit konsumsi yang masih mendominasi pangsa kredit di Sulawesi

Barat, pada triwulan I 2016 hanya mencatat pertumbuhan moderat, yakni sebesar 2,01%

menjari Rp3,31 triliun. Sebaliknya kredit investasi mengalami penurunan nilai sebesar 2,49%

(yoy) menjadi Rp820,30 juta. Peningkatan kredit modal kerja yang cukup pesat mengindikasikan

pergerakan aktivitas dunia usaha yang cukup menggembirakan. Hal ini sejalan dengan

peningkatan simpanan giro, yang pada umumnya dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk

menyelesaikan kewajiban usahanya.

Peningkatan fungsi intermediasi perbankan ditandai dengan peningkatan nilai tambah

dari Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) dan pendapatan provisi.

Indikasi lain peningkatan penyaluran kredit adalah tumbuhnya nilai tambah yang dihasilkan

dari kegiatan FISIM, pada triwulan I 2016 peningkatannya sebesar 11,23% (yoy) menjadi

Rp869,67 miliar. Pertumbuhan tersebut menguat dibandingkan periode yang sama tahun lalu,

yakni 110,05% (yoy). Sejalan dengan peningkatan nilai FISIM, provisi yang diterima oleh

perbankan juga meningkat sebesar 13,37% (yoy) menjadi Rp81,49 miliar. Meskipun cukup pesat,

namun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan provisi di tiwulan I 2015 sebesar

21,10%.

Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB)

yang dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Aktivitas perbankan terkonfirmasi pula

dari meningkatnya biaya konsumsi antara oleh perbankan. Pada triwulan I 2016, konsumsi yang

menggambarkan biaya bank untuk pemeliharaan dana, operasional bank dan kegiatan lainnya,

meningkat 17,44% (yoy) menjadi sebesar Rp149,74 miliar. Peningkatan konsumsi yang cukup

besar tersebut menahan laju pertumbuhan NTB Bank untuk tumbuh lebih pesat, di triwulan I

2016 pertumbuhannya 11,33% dengan nilai sebesar Rp809,08 miliar. Pertumbuhan NTB

tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tiwulan I 2015 sebesar 9,82%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

50

Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan

Komponen Penerimaan

Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen

Penerimaan

Sejalan dengan kinerja perbankan yang baik didalam penyaluran kredit, LDR perbankan di

Sulawesi Barat pada triwulan I meningkat meningkat cukup pesat, dari 165,04% menjadi

172,77%. Peningkatan LDR tersebut cukup baik, mengingat pada triwulan I 2015 LDR justru

melemah, meningkat 7,44% (yoy), dan rata-rata LDR di triwulan I selama 4 tahun terakhir yang

hanya meningkat 1,26% (yoy).

3.2 Perkembangan Jaringan Kantor

Jumlah jaringan kantor bank umum di wilayah Sulawesi Barat stabil. Jumlah kantor bank

umum di Sulawesi Barat masih sebanyak 74 kantor, dengan kantor cabang bank umum yang

termuda di Sulawesi Barat adalah Bank Pembangunan Daerah Sulselbar cabang syariah yang

resmi berdiri pada tahun 2015.

Pada kategori kelompok bank pemerintah, tercatat jumlah kantor bank pada triwulan laporan

adalah berjumlah 55 buah atau setara dengan 74,32% dari total bank di Sulawesi Barat. Jika

dilihat dari tingkatan kantor bank, bank pemerintah yang berada di wilayah Sulawesi Barat

paling banyak difungsikan sebagai Kantor Kas (KK) dengan jumlah 44 bank, disusul oleh Kantor

Cabang Pembantu (KCP) berjumlah 6 buah lalu terakhir adalah Kantor Cabang (KC) dengan

jumlah 5 buah.

Untuk bank pemerintah daerah, tercatat berjumlah sebanyak 7 bank dengan rincian 4 KC, 2

KCP dan 1 KK. Sedangkan untuk bank swasta nasional berjumlah sebanyak 12 bank dengan

rincian 2 KC, 5KCP dan 2 KK.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

51

Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat

3.3 Dana Pihak Ketiga (DPK)

Pertumbuhan DPK dimotori oleh komponen Giro. Dana pihak ketiga pada triwulan laporan

hanya tumbuh sebesar 1,61% (yoy) menjadi Rp3,59 triliun. Peningkatan tersebut utamanya

dipacu oleh pertumbuhan simpanan giro sebesar 55,73% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Tingkat

pertumbuhan giro tersebut meningkat signifkan dibandingkan rata-rata pertumbuhan dalam 4

tahun terakhir sebesar 17,53% (yoy) ataupun pertumbuhan pada triwulan I 2016 sebesar 9,61%

(yoy).

Komponen lainnya yang mengalami pertumbuhan positif adalah tabungan, tumbuh sebesar

0,18% (yoy) menjadi Rp2,10 triliun. Tingkat pertumbuhan tabungan tersebut merupakan yang

terendah dalam 4 tahun terakhir, dimana rata-rata pertumbuhannya sebesar 16,73%, pun jika

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan lalu di tahun yang sama sebesar 8,04%.

Sementara itu, simpanan deposito menunjukkan penurunan cukup besar, sebesar 33,42% (yoy)

menjadi Rp352 juta. Penurunan pertumbuhan ini cukup besar dibandingkan dengan rata-rata

pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir sebesar 42,74% (yoy). Koreksi pertumbuhan

tersebut tercatat merupakan yang terendah dalam 6 tahun terakhir.

2014 2016

IV I I I I I I IV I

Bank Pemerintah 55 55 55 55 55 55

Kantor Pusat - - - - - -

Kantor Cabang 5 5 5 5 5 5

Kantor Cabang Pembantu 1) 6 6 6 6 6 6

Kantor Kas 44 44 44 44 44 44

Bank Pemerintah Daerah 7 7 7 7 7 7

Kantor Pusat - - - - - -

Kantor Cabang 4 4 4 4 4 4

Kantor Cabang Pembantu 1) 2 2 2 2 2 2

Kantor Kas 1 1 1 1 1 1

Bank Swasta Nasional 12 12 12 12 12 12

Kantor Pusat - - - - - -

Kantor Cabang 5 5 5 5 5 5

Kantor Cabang Pembantu 1) 5 5 5 5 5 5

Kantor Kas 2 2 2 2 2 2

TOTAL 74 74 74 74 74 74

2015KETERANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

52

Perubahan komposisi DPK tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan usaha,

sehingga deposan mengalihkan simpanannya dari jangka panjang yang bersifat investasi

menjadi simpanan yang lebih produktif dan mendukung kegiatan usaha, yaitu simpanan giro.

Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan

Umum di Sulawesi Barat (yoy)

Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK

Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy)

3.4 Realisasi Penyaluran Kredit

Realisasi penyaluran kredit perbankan tercatat meningkat pada triwulan laporan

sebesar 6,37% menjadi sebesar Rp6,21 triliun. Secara umum sebagian besar lapangan usaha

mencatat penurunan pertumbuhan kredit, terbesar pada lapangan usaha industri pengolahan

yang mengalami penurunan kredit hingga -27,78% (yoy), diikuti dengan lapangan usaha

pengangkutan yang mencatat penurunan tajam dibandingkan triwulan I 2015 (>100%) menjadi

27,02% dan alokasi kredit pada lapangan usaha pertanian yang minus 14,89% (yoy). Namun

demikian, fluktuasi pertumbuhan kredit tersebut belum memberikan efek berarti terhadap

perubahan pangsa kredit di triwulan I 2016, yang masih didominasi oleh lapangan usaha lain-

lain (53,39%), perdagangan besar dan eceran (31,03%) dan pertanian (7,84%).

Dominasi kredit pada lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran tumbuh menguat.

Dengan pangsa pasar sebesar 31,03%, kredit pada lapangan usaha perdagangan mampu

meningkatkan kinerjanya dengan tumbuh sebesar 21,77% (yoy) menjadi Rp1,93 triliun. Tingkat

pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan 7,53% (yoy) pada tiwulan I 2016. Terkait

dengan peningkatan simpanan giro, dan kredit modal kerja, peningkatan kredit di lapangan

usaha perdagangan mengkonfirmasi pergerakan yang terjadi pada kegiatan usaha

perdagangan di Sulawesi Barat.

Kredit di lapangan usaha pertanian mengalami pertumbuhan negatif dan berdampak

terhadap industri pengolahan. Melambatnya aktivitas pertanian di Sulawesi Barat tercermin

pula dari realisasi kredit di lapangan usaha pertanian, di triwulan I 2016 mengalami penurunan

hingga -14,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit di sektor pertanian telah berlangsung

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

53

sejak triwulan I 2014, diawali dengan pertumbuhan kredit sebesar 24,25% (yoy) yang turun

dibandingkan 34,74% (yoy) pada triwulan I 2013, yang terus berlanjut hingga di triwulan I 2015

hanya mampu tumbuh sebesar 2,32% dan kembali terkoreksi di triwulan I 2016. Keterpurukan

pertanian berdampak kurang baik terhadap realisasi kredit di lapangan sauah industri

pengolahan, yang tumbuh -27,78% (yoy) emnjadi sebesar Rp84,76 miliar. Guna mengatasi

keterpurukan ini kiranya dibutuhkan investasi pada industri pengolahan yang berbasis kepada

pertanian sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada kedua lapangan usaha tersebut.

Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit

Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha

Kredit pada pertambangan, konstruksi dan jasa sosial masyarakat tumbuh cukup pesat.

Hal ini terliat dengan besarnya pertumbuhan tahunan (yoy) pada ketiga lapangan usaha

dimaksud pada triwulan I 2016 yang masing-masing sebesar 20,67%, 25,08% dan 35,87%.

Sehingga nilai realisasi kredit ketiganya masing-masing sebesar Rp4 miliar, Rp117,76 miliar dan

Rp173,52 miliar. Namun karena pangsanya belum terlalu besar didalam kredit perbankan

Sulawesi Barat sehingga pengaruhnya terhadap total realisasi kredit masih relatif kecil.

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit dimotori oleh kredit

modal kerja. Realisasi kredit modal kerja di triwulan I 2016 cukup menggembirakan, dengan

nilai sebesar Rp2,07 triliun, kredit modal kerja mampu tumbuha pesat sebesar 18,75% (yoy),

menguat dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan I 2015 sebesar 8,69% dan mampu

meningkatkan pangsa kredit modal kerja dari 29,92% (triwulan I 2015) menjadi 33,40% (triwulan

I 2016). Pertumbuhan kredit modal kerja tersebut menguatkan indikasi akselerasi pertumbuhan

pada sektor perdagangan di wilayah Sulawesi Barat. Namun demikian, peningkatan

pertumbuhan ini lebih bersifat jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.

Sementara kredit konsumsi yang memiliki pangsa terbesar, pada triwulan I 2016 hanya

mampu tumbuh sebesar 2,01% (yoy), turun cukup besar dibandingkan pertumbuhan

triwulan I 2015 yang sebesar 12,46% (yoy). Penurunan kredit konsumsi tersebut terkonfirmasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

54

dari melemahnya pertumbuhan konsumsi masyarakat di triwulan laporan, demikian pula

dengan penjualan kendaraan roda 4 yang mengalami kontraksi selama triwulan I 2016.

Sementar itu, kredit investasi pertumbuhannya terkoreksi menjadi -2,49% (yoy) menjadi

Rp820,30 miliar. Kondisi ini cukup kontradiktif mengingat disepanjang tahun 2015 lalu, kredit

investasi mampu tumbuh cukup pesat. Kondisi ini mengindikasikan melemahnya investasi yang

dilakukan di Sulawesi barat sepanjang triwulan I 2015. Sementara itu, selama 4 tahun terakhir,

kredit investasi mampu tumbuh rata-rata sebesar 18,02% (yoy).

Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi

3.5 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan laporan dan

operasional Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Barat, perputaran

transaksi kliring mengalami penurunan pada triwulan laporan. Transaksi kliring yang

sebelumnya di Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 384%,

memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan yang tajam sebesar 322% dengan

Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

55

jumlah sebesar 64% saja di awal bulan triwulan berjalan. Penurunan pertumbuhan ini

dikarenakan masih baru berdirinya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

dan masih belum banyaknya masyarakat yang memahami proses bertransaksi kliring.

Masyarakat Sulawesi Barat lebih banyak yang melakukan transaksi tunai sekalipun dalam

jumlah besar. Saat ini jumlah bank peserta kliring tercatat sebanyak 11 bank yang kesemuanya

berkedudukan di Kabupaten Mamuju. Jumlah nominal transaksi perputaran kliring pada

pertengahan triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan namun tidak signifikan dibanding

sebelumnya. Awal tahun 2016 tercatat mengalami penurunan sebesar 27% yang semula 62%

menjadi 35%. Di pertengahan bulan triwulan berjalan mengalami pertumbuhan sebesar 51%

dari yang sebelumnya tercatat sebesar 35% mengalami peningkatan menjadi 85% di akhir

triwulan. Rata-rata perputaran transaksi kliring per hari di pertengahan triwulan I tahun 2016

sebanyak 40 transaksi dengan persentasi penolakan sebesar 2,52% perhari. Meskipun terjadi

penurunan pada nominal transaksi kliring namun jika dilihat dari rata-rata transaksi terus

menerus mengalami peningkatan setiap minggunya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

56

3. BI Sulbar Menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)

Penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat

Indonesia terutama di Sulawesi Barat relatif masih rendah. Sebagian besar lapisan

masyarakat masih cenderung menggunakan uang tunai dalam setiap transaksinya. Bank

Indonesia bersama perbankan menyediakan layanan sistem permbayaran kepada masyarakat

perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan

transaksi non tunai oleh masyarakat untuk mewujudkan Less Cash Society (LCS). Hal tersebut

mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat mencanangkan Gerakan

Nasional Non Tunai (GNNT) yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap penggunaan instrumen non tunai.

Dinamika perkembangan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat yang semakin meningkat dan

pengelolaan manajemen birokrasi yang semakin modern menuntut dan membutuhkan

pengelolaan keuangan daerah yang efisien, transparan, dan accountable.

Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat menyambut baik GNNT dan mengimbau

kepada semua pegawai negeri sipil di Sulawesi Barat untuk mengimplementasikan hal tersebut,

karena dengan bertransaksi secara non tunai adalah salah satu cara bertransaksi yang lebih

aman. Penggunaan sistem transaksi non tunai sangat efektif dilakukan karena lebih cepat

namun pihak perbankan perlu memikirkan sistem keamanan kartu yang digunakan untuk

transaksi, mengingat adanya risiko pembobolan rekening yang marak terjadi saat ini.

Pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Barat sangat mengharapkan adanya kerja sama antara

Pemda dan BI agar tercipta transaksi yang lebih efisien di Sulawesi Barat.

Sambutan yang baik dari Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar)

mengenai GNNT, KPw BI Prov. Sulawesi Barat berupaya mengenalkan transaksi non tunai ke

BOKS 3

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

57

seluruh kabupaten di Sulawesi Barat. Sebagai

langkah awal kantor yang baru beroperasi,

KPw BI Prov. Sulawesi Barat

mensosialisasikan kemudahan transaksi non

tunai pada bulan Maret 2016 di kabupaten

Mamuju Tengah (Mateng). Upaya

elektronifikasi merupakan kebutuhan bagi

suatu daerah mengingat tren

pengembangan e-government di lingkungan pemerintah provinsi/daerah yang mengharuskan

adanya channel pembayaran untuk aktivitas transaksi dari aplikasi e-government.

Pemerintah daerah Mamuju Tengah (Pemda Mateng) menyatakan bahwa sudah ada beberapa

transaksi pemerintah dalam bentuk non tunai yaitu:

1. Gaji PNS termasuk guru

2. Program sertifikasi guru

3. Bantuan sosial

4. Hibah Pemerintah

5. Alokasi dana desa

Selain transaksi tersebut, Pemda Mateng berupaya mengalihkan transaksi yang saat ini masih

dalam bentuk tunai seperti gaji tenaga kontrak, gaji guru kontrak dan tambahan penghasilan

pegawai. Pemda berharap edukasi terhadap transaksi non tunai ini terus dilakukan untuk

memitigasi risiko yang muncul akibat

transaksi non tunai (penipuan modus sms,

pencurian sandi ATM, dll).

KPw BI Prov. Sulbar juga melakukan

sosialisasi di kab. Mamasa. Kondisi

infrastruktur di Mamasa yang belum

memadai menyulitkan perkembangan

teknologi di daerah ini. Kehadiran perbankan

pun masih minim dengan hanya ada 2 bank

di Mamasa. Sulitnya menjangkau Mamasa membuat transaksi non tunai masih sulit untuk

dikembangkan. Namun, BI dengan bekerja sama dengan Pemda setempat akan berupaya

maksimal agar GNNT yang dicanangkan dapat berlangsung dengan baik di setiap wilayah

Republik Indonesia.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

58

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

59

4. Keuangan Daerah

1.

Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah

menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir.

Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan I

2016 hanya mencapai 15,87% sedangkan realisasi

belanja daerah hanya mencapai 5,46%.

Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum

mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016

ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi

Rp278,77 miliar. Sementara itu, Realisasi belanja

operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai

Rp117,42 milar, mengalami peningkatan sebesar 21,71%

(yoy).

Bab 04 KEUANGAN DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

60

4.1 Struktur Anggaran

Realisasi pendapatan pemerintah menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir.

Pendapatan Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp1,71 triliun,

meningkat sekitar 17,66% secara tahunan (yoy) dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,45

triliun. Peningkatan pendapatan tersebut terutama berasal dari kenaikan pendapatan transfer

sebesasr 41,91% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Sementara peningkatan pendapatan asli daerah

(PAD) meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar.

Meskipun meningkat secara total, namun realisasi pendapatan di triwulan I 2016 justru

mengalami penurunan setelah mencatat perkembangan yang cukup baik selama 3 (tiga) tahun

terakhir. Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I 2016, sebesar 15,87% atau senilai

Rp270 miliar. Deviasi ini disebabkan karena rendahnya realisasi pendapatan dari pendapatan

asli daerah (PAD) dan retribusi. Di samping itu, pendapatan yang berasal transfer pemerintah

pusat pun masih terbilang minim, hanya sebesar Rp238,36 miliar dari target sebesar Rp1,42

miliar atau sebesar 16,73%.

Sementara itu, rendahnya pembelanjaan pemerintah pada triwulan I 2016 terjadi pada belanja

operasional, yang realisasinya baru mencapai 10,59%, diikuti dengan belanja modal, dimana

realisasinya masiih sangat minim, yaitu sebesasr 0,04%. Khusus pada belanja modal, realisasi

belanja berupa pembelian peralatan dan mesin sebesar 0,27% atau Rp347 juta.

4.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat

4.2.1 Pendapatan

Kinerja untuk peningkatan PAD belum menunjukkan perkembangan berarti. Pendapatan

pemerintah pada tahun 2016 di targetkan sebesar Rp1,71 triliun, dimana sumber utama

peningkatan tersebut diharapkan berasal dari pendapatan transfer, sedangkan peningkatan

Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di

Sulawesi Barat Triwulan I 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

61

dari PD masih relatif minim. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD) belum mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016

ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Meskipun ditargetkan

meningkat, pada triwulan I 2016 realisasi PAD masih relatif kecil, sebesar 10,98% atau senilai

Rp30,6 miliar, turun 32,81% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (yoy). Deviasi PAD

disebabkan karena rendahnya realisasi pendapatan dari pajak daerah yang baru mencapai

Rp28,82 miliar (11,85%) dan realisasi retribusi daerah yang hanya sebesar Rp1,09 miliar (8,94%).

Dengan demikian, berdasarkan pangsanya, pangsa pajak dalam PAD triwulan I 2016 sebesar

94,19%, diikuti pendapatan retribusi sebesar 3,56% dan terkecil pangsa dari pendapatan lainnya

2,25%.

Penurunan realisasi pendapatan juga terjadi pada pendapatan transfer senilai Rp238,36

miliar, turun 36,54% (yoy) dibandingkan Rp375,59 miliar pada triwulan I 2015. Kondisi ini cukup

berbeda dengan yang diharapkan pada tahun 2016, dimana pendapatan dari transfer

ditetapkan sebesar Rp1,42 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 41,91% (yoy).

Berdasarkan komponennya, rendahnya realisasi tersebut disebabkan karena nihilnya realisasi

dari dana alokasi khusus (DAK), sementara realisasi dari bagi hasil pajak telah cukup baik,

sebesar Rp6,67 miliar atau 26,32%, begitu juga dengan dana alokasi umum (DAU) yang

realisasinya sebesar Rp231,29 miliar atau 25% dari target anggaran. Pangsa DAU mendominasi

pendapatan transfer yaitu sebesar 97,03%, diikuti bagi hasil dari pajak sebesar 2,80% dan bagi

hasil dari sumber daya alam (non pajak) yang masih sangat minim, sebesar 0,17%.

Satu-satunya komponen yang mencatat kenaikan adalah pendapatan dari komponen lain-lain,

jumlahnya naik sekitar Rp800 miliar dibandingkan tahun lalu yang berjumlah Rp957 juta.

Berdasarkan alokasi pendapatan tersebut mengindikasikan dibutuhkannya peningkatan

kemandirian anggaran, sehingga pangsa PAD didalam pendapatan daerah dapat lebih

ditingkatkan.

Grafik 28. Perkembangan Pendapatan

Pemerintah Prov. Sulawesi barat

Grafik 29. Perkembangan Belanja

Pemerintah Prov. Sulawesi Barat

Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulbar, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

62

Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)

4.2.2 Belanja Pemerintah

Belanja pemerintah ditargetkan meningkat menjadi Rp2,16 triliun. Belanja pemerintah

Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp2,16 triliun, meningkat

signifikan (59,14%, yoy) dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,35 triliun. Kenaikan terbesar

dari belanja tersebut diharapkan berasal dari belanja modal yang mencapai 87,27% (yoy)

menjadi sebesar Rp830,68 juta di tahun 2016. Sementara kenaikan belanja operasional

ditargetkan sebesar 21,71% (yoy) menjadi Rp1,11 triliun. Namun demikian, target peningkatan

belanja tersebut belum terealisasi sesuai dengan harapan, hanya sebesar 5,46% atau sebesar

Rp117,76 miliar.

Realisasi belanja operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar,

mengalami peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Bagian terbesar belanja operasional tersebut

diperuntukan bagi pembayaran gaji pegawai, dan tahun 2016 alokasi dana untuk belanja

pegawai mengalami kenaikan sangat pesat, lebih dari 200% menjadi sebesar Rp818,72 miliar.

Alokasi terbesar berikutnya adalah belanja barang dan jasa yang mengalami kenaikan sebesar

15,93% (yoy) menjadi sebesar Rp497,43 miliar, diikuti oleh belanja hibah sebesar Rp388,16

miliar atau meningkat 69,78% (yoy). Ketiga komponen tersebut mendominasi alokasi dana

untuk belanja operasional di tahun 2016.

Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Real isasi 2016 %

Pendapatan 1,450,184.1 1,706,336.9 270,741.3 15.87

Pendapatan Asl i Daerah (PAD) 239,795.8 278,766.5 30,602.3 10.98

Pendapatan Pajak Daerah 216,196.5 243,221.1 28,824.7 11.85

Pendapatan Retribusi Daerah 4,141.8 12,177.3 1,088.3 8.94

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1,175.0 1,225.0 0.0 0.00

Lain-lain PAD Yang Sah 18,282.5 22,143.1 689.3 3.11

Pendapatan Transfer 1 ,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 16.73

Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 16.73

Bagi Hasil Pajak 36,113.9 25,362.0 6,673.0 26.31

Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 0.0 1,986.4 396.9 19.98

Dana Alokasi Umum (DAU) 895,580.9 925,147.6 231,286.9 25.00

Dana Alokasi Khusus (DAK) 72,514.0 152,205.3 0.0 0.00

Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik 0.0 277,980.4 0.0 0.00

Dana Insentif Daerah (DID) 0.0 42,405.0 0.0 0.00

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 206,179.5 2,483.8 1,782.3 71.76

Pendapatan Hibah 742.7 742.7 0.0 0.00

Pendapatan Lainnya 205,436.8 1,741.1 1,782.3 102.36

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

63

Meskipun alokasi jumlahnya meningkat pesat, namun realisasi penyerapan untuk ketiga

komponen tersebut masih terbilang rendah, sampai dengan triwulan I 2016 alokasi untuk

pembayaran gaji pegawai baru terealisasi sebesar Rp37,62 milar (4,60%), belanja barang dan

jasa terealisasi sebesar Rp3,86 miliar (0,78%). Perkembangan yang cukup baik terjadi pada

realisasi konsumsi pemerintah untuk hibah, yaitu sebesasr 17,74% atau sebesar Rp68,88 juta.

Sementara alokasi dana untuk pembayaran bunga dan bantuan sosial jumlahnya masih

terbilang minim, jumlah kumulatif keduanya sebesar Rp17,84 miliar.

Belanja modal meningkat 87,27% (yoy). Peningkatan tersebut mendorong alokasi dana untuk

belanja modal di tahun 2016 sebesar Rp830,68 miliar. Namun demikian, perkembangan kurang

menggembirakan terjadi pada rendahnya serapan anggaran untuk belanja modal, sampai

dengan triwulan I 2016 hanya terserap anggaran sebesar Rp347,62 juta untuk pembelian

peralatan dan mesin. Sementara belanja untuk pembelian tanah, gedung dan bangunan,

perbaikan jalan dan belanja asset tetap lainnya masih nihil.

Rendahnya penyerapan anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum terealisasinya hasil

tender untuk pelaksanaan pembangunan, di samping itu pula diperkirakan terdapat rencana

relokasi anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung untuk pemilihan

Gubernur yang akan dilakukan pada bulan Februari 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

64

Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat

sumber : Kanwil DJPbN Provinsi Sulbar, diolah

4.2.3 Rasio antara Pendapatan dan Belanja

Defisit pembiayaan pembangunan Sulawesi Barat sebesasr Rp448,69 juta. Berdasarkan

alokasi antara pendapatan dan belanja di atas, terdapat defisit pengeluaran sebesar Rp448,69

juta. Kekurangan penerimaan tersebut ditargetkan untuk menggunakan dana silpa sebesar

Rp90 miliar dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp360,69 miliar. Di samping itu, pemerintah

menargetkan adanya penyertaan modal atau investasi pemerintah daerah sebesar Rp2 miliar

di tahun 2016, dan penyertaan tersebut telah direalisasikan seluruhnya pada triwulan I 2016.

Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Real isasi 2016 %

BELANJA 1,354,142.8 2,155,027.9 117,763.5 5.46

BELANJA OPERASI 910,562.6 1,108,280.2 117,415.9 10.59

Belanja Pegawai 241,370.0 818,724.1 37,621.3 4.60

Belanja Barang dan Jasa 429,066.8 497,426.2 3,864.9 0.78

Belanja Bunga 0.0 5,842.5 0.0 0.00

Belanja Hibah 228,625.8 388,165.0 68,877.7 17.74

Belanja Bantuan Sosial 11,500.0 12,006.5 0.0 0.00

BELANJA MODAL 443,580.2 830,684.4 347.6 0.04

Belanja Modal Tanah 0.0 6,000.0 0.0 0.00

Belanja Modal Peralatan dan Mesin 0.0 128,859.9 347.6 0.27

Belanja Modal Gedung dan Bangunan 0.0 413,941.2 0.0 0.00

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 0.0 274,906.7 0.0 0.00

Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 0.0 6,976.7 0.0 0.00

BELANJA TAK TERDUGA 0.0 1,000.0 0.0 0.00

Belanja Tak Terduga 1,000.0 1,000.0 0.0 0.00

TRANSFER 0.0 151,344.4 0.0 0.00

TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 86,281.0 116,188.4 0.0 0.00

Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 86,281.0 116,188.4 0.0 0.00

TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 66,066.0 35,156.0 0.0 0.00

Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 65,066.0 34,087.0 0.0 0.00

Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 1,000.0 1,069.0 0.0 0.00

SURPLUS / (DEFISIT) 0 .0 -448,691.0 152,977.8 (34.09)

PEMBIAYAAN

PENERIMAAN PEMBIAYAAN 0.0 450,691.0 0.0 0.00

Penggunaan SiLPA 0.0 90,000.0 0.0 0.00

Pinjaman Dalam Negeri 0.0 360,691.0 0.0 0.00

PENGELUARAN PEMBIAYAAN 0.0 2,000.0 2,000.0 100.00

Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah 0.0 2,000.0 2,000.0 100.00

PEMBIAYAAN NETTO 0.0 448,691.0 -2 ,000.0 (0 .45)

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) 0 .0 0.0 150,977.8

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

65

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

66

5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 2. Pertumbuhan Ekonomi

Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016

menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif

meningkat.

Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per

Februari 2015 menunjukkan peningkatan sebesar 2,72%

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat masih

didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber

utama perekonomian daerah.

Bab 05 Ketenagakerjaan dan

Kesejahteraan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

67

5.1 Ketenagakerjaan

Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016 menurun dibandingkan dengan

periode yang sama pada tahun lalu. Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau yang

usia di atas 15 tahun pada Februari 2016 mencapai 887.312 jiwa atau meningkat 2,39%

dibandingkan Februari 2015. Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif mengindikasikan

potensi tenaga kerja di Sulawesi Barat meningkat.

Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan pertumbuhan jumlah tenaga kerja di

Sulawesi Barat, terlihat dari menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 0.95% dibandingkan

periode yang sama pada tahun 2015 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,82%.

Penurunan jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk usia

produktif yang masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Penduduk yang termasuk bukan

angkatan kerja meningkat 12,28% (yoy). Pada periode laporan, jumlah penduduk bekerja juga

mengalami penurunan sebesar 1,87% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun

sebelumnya yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,59%.

Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan

Utama (ribu orang)

Data diolah dari Sakernas

sumber: BPS

Tingkat pengangguran Sulawesi Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya

seiring perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan I 2016. Jumlah penduduk yang

menganggur sebanyak 17.421 jiwa. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah pengangguran

sebanyak 11.699 jiwa. Selain secara kuantitas jumlah pengangguran meningkat, tingkat

pengangguran yang meningkat disebabkan angka partisipasi angkatan kerja menurun. Tingkat

partisipasi angkatan kerja pada periode Februari 2016 mencapai 72,30%. Angka tersebut

menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 74,74%. Menurunnya tingkat partisipasi

Feb Feb Feb Feb

Penduduk Usia Kerja (15+) 823.27 843.98 866.62 887.31

Angkatan Kerja 596.32 600.71 647.71 641.53

Bekerja 584.29 591.12 636.01 624.11

Pengangguran 12.03 9.60 11.70 17.42

Bukan Angkatan Kerja 226.95 243.27 218.91 245.78

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja/ TPAK 72.43% 71.18% 74.74% 72.30%

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2.02 1.60 1.81 2.72

Keterangan 2013 2014 2015 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

68

angkatan kerja disebabkan banyak pekerja wanita yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar,

memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Di Sulawesi Barat porsi para pekerja yang tidak dibayar

cukup besar yaitu sekitar 24 %. Hal ini mengingat banyaknya pekerja keluarga yang dalam

kehidupan sehari-hari membantu kepala rumah tangga untuk memperoleh penghasilan

keluarga.

Sektor pertanian sebagai penyumbang perekonomian terbesar berimbas tingginya

penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Pada periode Februari 2016, tercatat

312.867 penduduk atau 50,13% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat, bekerja pada

sektor pertanian. Sektor lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu sektor perdagangan

yang menyerap 99.598 penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan semakin

meningkat seiiring pertumbuhan ekonomi dari sektor tersebut. Selain itu, nilai tambah yang

lebih baik dibandingkan sektor pertanian membuat masyarakat yang baru memasuki usia

bekerja cenderung memilih bekerja di sektor perdagangan. Sektor jasa kemasyarakatan, sosial

dan perorangan juga turut menjadi alternatif masyarakat untuk memperoleh penghasilan.

Sebanyak 92.343 penduduk bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Data diolah dari Sakernas

sumber: BPS

Pekerja di sektor informal mengalami penurunan pada Februari 2016, dengan jumlah

tenaga kerja mencapai 70,5% dari total penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang

sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 75,6%. Sisanya 29,5% atau sebanyak 184.283

bekerja di sektor formal seperti industri, perdagangan maupun jasa. Sejalan dengan

peningkatan pekerja di bidang selain pertanian seperti perdagangan dan jasa, jumlah pekerja

2016

Feb Feb Feb Feb

Pertanian 345.73 354.35 357.31 312.87

Industri 27.52 27.03 44.58 49.24

Konstruksi 21.37 23.93 25.76 52.91

Perdagangan 75.94 56.99 88.43 99.60

Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan81.10 92.24 84.37 92.34

Lainnya* 36.05 36.59 35.58 17.15

Total 587.70 591.12 636.01 624.11

*) Transportasi, Pertambangan, Listrik Gas dan Air, dan Keuangan

2013SEKTOR EKONOMI

2014 2015

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

69

di sektor formal meningkat dari 140.594 di Februari tahun 2015 menjadi 161.371 di Februari

2016.

Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Status Pekerjaan

Data diolah dari Sakernas

sumber: BPS

Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Berdasarkan

data Februari 2016, penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk

yang berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah dengan porsi mencapai 60% dari total penduduk

yang bekerja atau sebesar 376.596 orang. Angka tersebut menurun dari periode yang sama

tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 61% atau sebesar 390.404. Meskipun begitu, pekerja

dengan tingkat pendidikan tinggi mengalami peningkatan. Pekerja yang sudah mengenyam

pendidikan di universitas memiliki porsi 7,3% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut

meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan porsi sebesar

6,1%.

2016

Feb Feb Feb Feb

Berusaha Sendiri 87.8 87.7 131.0 124.3

Berusaha dibantu buruh tidak tetap 168.3 143.1 155.2 138.8

Berusaha dibantu buruh tetap 14.7 15.7 14.8 22.9

Buruh/Karyawan 131.6 164.0 140.6 161.4

Pekerja Bebas di Pertanian 16.0 19.2 28.1 28.5

Pekerja Bebas di Non Pertanian 9.7 14.9 17.4

Pekerja Tak Dibayar 156.2 146.4 149.0 148.2

JUMLAH TENAGA KERJA 584.3 591.1 636.0 624.1

Sektor Formal 25.0% 30.4% 24.4% 29.5%

Sektor Informal 75.0% 69.6% 75.6% 70.5%

2013 2014 2015

STATUS PEKERJAAN UTAMA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

70

Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang

Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan

Data diolah dari Sakernas

sumber: BPS

5.2 Pengangguran

Berdasarkan data Februari 2016, angka pengangguran mengalami peningkatan dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Februari 2016

tercatat sebesar 48,91% atau meningkat dari pertumbuhan periode yang sama pada tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar 21,92%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami peningkatan sebesar 2,72%

dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,81%.

5.3 Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan

dari 106,16 pada triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016, pertumbuhan NTP pada

triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode

laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 2,77% (yoy). Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan kesejahteraan

petani yang semakin baik. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima oleh petani naik lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar oleh petani. Peningkatan NTP ini disebabkan

oleh peningkatan pada subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan perikanan tangkap.

Secara tahunan peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan sebesar

11.06% menjadi 105,78. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat juga terjadi

pada subsektor perikanan tangkap yang meningkat sebesar 3,31% atau menjadi 102.68.

Sementara itu, subsektor hortikultura yang meningkat sebesar 1,33% (yoy).

2013 2014 2015 2016

Feb Feb Feb Feb

SD ke bawah 358.1 333.9 390.4 376.6

SMP 73.8 83.8 89.8 62.3

SMA 69.9 90.4 64.0 88.7

SMK 36.5 33.3 38.1 38.5

Diploma 13.9 14.3 15.0 12.7

Universitas 40.1 35.3 38.8 45.4

TOTAL 592.4 591.1 636.0 624.1

TINGKAT PENDIDIKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

71

Grafik 30. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya

sumber: BPS

Secara umum, indeks yang diterima petani dalam beberapa sub kelompok mengalami

peningkatan, hanya indeks yang diterima nelayan yang mengalami perlambatan. Apabila

dibandingkan secara tahunan dengan triwulan IV 2015, peningkatan indeks terima sub sektor

tanaman pangan dan hortikultura tercatat mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 14,74%

dan 4,17%. Sementara itu, perkembangan harga CPO dunia yang membaik berimbas pula

terhadap nilai yang diterima petani perkebunan yang mengalami peningkatan 5,49% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya 4,84% (yoy). Adapun indeks yang diterima nelayan

mengalami perlambatan dibandingkan periode triwulan IV 2015. Indeks yang diterima nelayan

meningkat 3,37% (yoy) atau lebih lambat dari pertumbuhan sebelumnya yang mencapai 6,90%

(yoy).

Kesejahteraan petani secara umum meningkat disebabkan peningkatan indeks yang

diterima petani diiringi perlambatan indeks yang dibayar petani. Perlambatan indeks yang

harus dibayar petani terlihat di seluruh sub sektor. Indeks yang dibayar petani pangan dan

hortikultura masing-masing tumbuh 3,34% (yoy) dan 2,81% (yoy). Untuk indeks yang dibayar

petani perkebunan sedikit melambat dari 3,38% (yoy) menjadi 3,01% (yoy) pada periode

laporan. Sementara itu, indeks dibayar nelayan meningkat 2,08% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya 3,74% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

72

Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor

sumber: BPS

5.4 Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan Sulawesi Barat sedang dalam tren penurunan. Peningkatan

perekonomian Sulawesi Barat yang hampir selalu di atas rata-rata nasional, membuat

kesejahteraan masyarakat lebih baik. Pada periode September 2015, kemiskinan di Sulawesi

Barat tercatat sebanyak 153,21 ribu jiwa atau sebanyak 11,90% dari jumlah penduduk Sulawesi

Barat, menurun dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebanyak 160.480 jiwa

atau sebanyak 12,40% dari jumlah penduduk Sulawesi Barat. Penurunan jumlah penduduk

miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin baik yang berada

di pedesaan maupun perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan menurun dari 133,09

ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi 130,70 ribu jiwa pada bulan September 2015. Sementara

jumlah penduduk miskin di perkotaan pun juga mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebesar 27,39 ribu jiwa menjadi 22,510 ribu jiwa.

2016

I I I I I I IV I

Nilai Tukar Petani (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07

NTP diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03

NTP dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88

NTP Pangan (NTP-P) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78

NTP-P diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96

NTP-P dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14

NTP Hortikultura (NTP-H) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19

NTP-H diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13

NTP-H dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39

NTP Perkebunan (NTP-R) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72

NTP-R diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00

NTP-R dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23

Nilai tukar peternak (NTP-T) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33

NTP-T diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56

NTP-T dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85

Nilai tukar nelayan (NTP-N) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58

NTP-N diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51

NTP-N dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82

2015Uraian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

73

Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat

sumber: BPS

Angka kemiskinan Sulawesi Barat mengalami penurunan dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh penduduk miskin di wilayah perkotaan,

sedangkan penduduk yang berada di desa tercatat mengalami peningkatan. Apabila

dibandingkan dengan periode September 2014 jumlah penduduk miskin di perkotaan turun

sebesar -24.64% atau setara dengan penurunan sebesar 7,36 ribu jiwa, sedangkan penduduk

miskin di wilayah pedesaan meningkat sebesar 4,71% atau setara dengan peningkatan sebesar

5,88 ribu jiwa.

Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam satu tahun terakhir garis

kemiskinan kota dan desa meningkat sebesar 5,96% dari Rp. 261.881,- perkapita/bulan pada

Maret 2015 menjadi Rp. 277.479,- perkapita/bulan pada September 2015.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

74

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

75

6. Prospek Perekonomian 3. Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016

diperkirakan kinerjanya membaik dan akan tumbuh

pada kisaran 6,5%-9%. Peningkatan ekonomi

diperkirakan bersumber dari pertanian dan industri

dimana musim panen yang masih akan terjadi dan

kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan

ekonomi Tiongkok.

Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga

BBM menjadi faktor utama inflasi di Sulawesi Barat dan

diperkirakan akan bergerak dalam level sesuai target

nasional 4%±1%.

Bab 06 Prospek Perekonomian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

76

6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan kinerjanya membaik dan

akan tumbuh pada kisaran 6,5%-9%. Pergeseran musim panen yang tidak hanya terjadi pada

triwulan I namun panen masih terjadi sampai paling tidak pertengahan triwulan II, membuat

terjadi peningkatan pada sektor pertanian sebagai sektor terbesar Sulawesi Barat. Dari sisi

permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan didorong oleh meningkatnya konsumsi

masyarakat pada saat bulan puasa dan menjelang hari raya lebaran. Risiko yang dapat

menghambat perekonomian Sulawesi Barat adalah belum adanya investasi yang signifikan

sehingga perekonomian Sulawesi Barat belum dapat tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya.

Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1 Prospek Sisi Permintaan

Aktivitas konsumsi diperkirakan akan meningkat. Perekonomian Sulawesi Barat sebagian

besar ditopang dari konsumsi rumah tangga. Memasuki bulan puasa dan menjelang hari raya

lebaran, aktivitas perekonomian akan didominasi konsumsi masyarakat yang cenderung

meningkatkan permintaannya pada periode ini. Apalagi dengan turunnya harga bahan bakar

minyak menyebabkan rendahnya biaya transportasi untuk memasok barang jadi dari luar

daerah. Variasi industri yang belum banyak membuat barang-barang di Sulawesi Barat masih

berasal dari daerah lain. Konsumsi yang lebih baik diharapkan dari penjualan mobil di Sulawesi

Barat. Peningkatan harga komoditas CPO dunia diharapkan meningkatkan pendapatan

masyarakat Sulawesi Barat sehingga akan meningkatkan konsumsi masyarakat termasuk

peningkatan penjualan mobil.

Selain konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat

juga. Penyerapan anggaran yang masih rendah pada triwulan I, membuat pemerintah daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

77

berupaya merealisasikan anggaran lebih giat lagi. Hal ini mengingat untuk menghindari

penyerapan yang menumpuk pada triwulan akhir tahun. Program pemerintah daerah lebih

banyak melanjutkan program pada tahun 2015 yang sudah berjalan seperti pengembangan

terminal bandara Tampa Padang, Maleo Town Square, dan perbaikan infrastruktur fisik seperti

jalan yang mengalami kerusakan akibat kondisi cuaca yang buruk.

Investasi masih akan tumbuh lebih tinggi. Peningkatan investasi yang dilakukan pemerintah

diharapkan mampu mendorong perekonomian menjadi lebih baik. Dari sisi swasta,

perekonomian Sulawesi Barat memiliki banyak ekspor untuk komoditas Crude Palm Oil (CPO).

Korporasi berusaha memanfaatkan momentum kenaikan harga CPO untuk meraih keuntungan

yang sebesar-besarnya melalui peningkatan kapasitas produksi seperti pembaruan armada

transportasi dan alat pendukung pengolahan lanjutan kelapa sawit yang dapat memberikan

nilai tambah yang lebih baik dari hasi kelapa sawit.

6.1.2 Prospek Sisi Penawaran

Sektor pertanian dan industri akan menjadi penopang perekonomian di triwulan II 2016.

Pergeseran musim tanam akibat musim kemarau panjang membuat panen raya yang sejatinya

hanya terjadi pada triwulan I 2016, bergeser hingga triwulan II. Penggunaan bibit unggul yang

dikembangkan pada tahun 2015 disertai peningkatan luas lahan pertanian yang menjadi

program unggulan pemerintah daerah, semakin meningkatkan produksi pertanian. Menjelang

memasuki musim kemarau pada akhir periode triwulan II 2016 akan meningkatkan semakin

meningkatkan produksi perkebunan seperti kelapa sawit. Dari sektor industri, meningkatnya

harga CPO menjadi angin segar bagi industri kelapa sawit yang menjadi salah satu andalan

perekonomian Sulawesi Barat. Selain itu, penambahan barang modal di beberapa industri

seperti kelapa sawit dan pengolahan beras akan meningkatkan produksi dari industri.

Berdasarkan informasi dari contact liaison, salah satu indikator penjualan mobil di Sulawesi

Barat adalah harga kelapa sawit. Ketika harga kelapa sawit mengalami penurunan maka

penjualan mobil pada beberapa periode setelahnya akan mengalami penurunan seperti

penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 yang berimbas pada penjualan mobil pada

triwulan I 2016 yang mengalami perkembangan penjualan terendah.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

78

Grafik 33. Perkembangan Harga CPO

sumber: Bloomberg

Sektor administrasi pemerintahan dan konstruksi akan meningkat secara periodik

sampai akhir tahun 2016. Meskipun penyerapan anggaran pemerintah daerah melambat di

awal tahu, melihat tren penyerapan anggaran setiap tahunnya yang sangat baik, sektor

administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial akan tumbuh meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan merealisasikan anggarannya, pemerintah akan

mendorong peningkatan di sektor konstruksi karena pembangunan infrastruktur masih terus

dilanjutkan oleh pemerintah daerah.

6.2 Prospek Inflasi

Laju inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 lebih terkendali dibandingkan tahun 2015 akibat

rendahnya harga bahan bakar minyak. Salah satu sumber tekanan inflasi di Sulawesi Barat

adalah harga bahan bakar yang tinggi. Hal ini dikarenakan biaya transportasi akan

mempengaruhi pergerakan harga kebutuhan masyarakat Sulawesi Barat yang banyak

diperoleh dari daerah lain. Kondisi saat ini dengan rendahnya harga bahan bakar minyak,

tentunya mempengaruhi tekanan inflasi yang rendah di Sulawesi Barat pada awal tahun dengan

mencatat deflasi selama triwulan I 2016. Dengan melihat perkembangan harga minyak dunia

yang diperkirakan akan meningkat namun masih dalam level yang rendah, membuat tekanan

inflasi di Sulawesi Barat masih cukup terkendali. Di samping itu, intensitas TPID dalam

mengidentifikasi ketersediaan pasokan dan hambatan distribusi dalam mengendalikan harga

yang beredar di masyarakat diharapkan mampu menahan inflasi bergerak di luar target 4±1%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

79

Grafik 34. Prospek Perkembangan Inflasi

Tekanan inflasi volatile food diperkirakan akan meningkat. Meskipun terjadi peningkatan

produksi pangan, kondisi cuaca ekstrim yang masih sering terjadi menyebabkan nelayan kerap

kali kesulitan melaut untuk mencari ikan sehingga diperkirakan harga ikan-ikanan segar

menjadi lebih tinggi akibat kurangnya pasokan. Selain itu, kenaikan permintaan masyarakat

terhadap kebutuhan pokok pada saat bulan puasa dan hari raya lebaran diperkirakan akan

memberikan tekanan yang cukup tinggi terhadap inflasi.

Administered price lebih terkendali. Meskipun terdapat kenaikan tarif dasar listrik, secara umum

inflasi administered price masih cukup terkendali. Hal ini disebabkan rendahnya harga bahan

bakar minyak baik subsidi maupun non subsidi.

Inflasi inti diperkirakan stabil. Secara umum, penurunan BI rate dan pengumuman stance

kebijakan BI yang baru diharapkan mampu mendorong penyaluran kredit dan konsumsi

masyarakat. Namun, animo masyarakat terhadap pemilihan kepala daerah yang akan

dilangsungkan pada awal tahun 2017, diperkirakan akan meningkatkan beberapa komoditas

yang hanya meningkat pada periode tertentu seperti sandang.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

80

Tabel 21. Prospek Ekonomi Sulawesi Barat di 2016

sumber: BPS, diolah

proyeksi: KPw BI Sulbar

I Total

Sisi Permintaan

Konsumsi Rumah Tangga 5.45 4.89 5.10 5.24 3.54 - 6.07

Konsumsi LNPRT 7.36 13.80 -1.40 4.67 1.88 - 4.41

Konsumsi Pemerintah 3.15 6.09 8.81 -16.04 -5.22 - -2.69

PMTDRB 11.68 7.56 7.38 9.65 7.63 - 10.16

Total Ekspor -2.78 2.51 7.42 21.26 9.35 - 11.88

Total Impor -4.26 -2.75 3.75 15.38 -0.13 - 2.4

Sisi Penawaran

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.71 5.93 6.04 2.44 5.65 - 8.18

Pertambangan dan Penggalian 10.60 8.04 8.06 8.45 1.72 - 4.25

Industri Pengolahan 7.09 35.92 10.95 10.37 12.95 - 15.48

Pengadaan Listrik dan Gas 13.15 10.55 4.05 25.11 10.29 - 12.82

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang12.77 6.46 7.32 12.07 4.34 - 6.87

Konstruksi 10.09 8.11 8.84 10.47 11.24 - 13.77

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor8.15 7.10 4.10 5.71 6.52 - 9.05

Transportasi dan Pergudangan 6.37 7.39 7.20 0.57 3.02 - 5.55

Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum7.61 6.53 4.69 9.33 5.06 - 7.59

Informasi dan Komunikasi 11.11 7.20 10.87 16.82 6.28 - 8.81

Jasa Keuangan dan Asuransi 5.40 3.77 6.26 16.72 3.34 - 5.87

Real Estate 4.38 4.14 5.01 6.52 1.54 - 4.07

Jasa Perusahaan 7.16 3.01 7.63 6.64 5.79 - 8.32

Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib7.15 6.16 12.02 2.12 7.74 - 10.27

Jasa Pendidikan 6.94 4.02 6.29 11.33 11.41 - 13.94

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.63 6.05 6.01 13.31 8.34 - 10.87

Jasa lainnya 6.72 8.92 7.14 7.49 11.75 - 14.28

PDRB 6.93 8.88 7.37 6.14 6.51 - 9.04

Inflasi 5.91 7.89 5.07 5.19 3.26 - 4.95

20152016

Prospek Ekonomi (% yoy) 2013 2014

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

81

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

82

LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi

masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti

kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi

dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada

kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota

Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada

keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan

terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang,

saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi

perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management

protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan

mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas

ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

83

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan

kesepakatan antara bank dengan nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang

dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip

recession

Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi

sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank

penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut,

Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain

tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen

dalam nilai tukar antara negara-negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif

berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial

sophistication

Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan

keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan

berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiscal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor

menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang

lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan

lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang

dapat ditimbulkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

84

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap

batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial

upgrading

Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di

dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi

permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang

dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany

loans

Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu

struktur organisasi

Intra-regional

trade

Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada

dealerUtama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term

financing

Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka

mencegah keketatan likuiditas

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara

keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar

tidak membahayakan kelangsungan usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan

tertentu terhadap satu bulan sebelumnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

85

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat

berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk

menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan

pihak lain dalam rangka pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode

tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan

disposibel

Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk

memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan

pendapatan

Second round

effect

Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem

pembayaran

Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak

lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt

crisis

Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk

memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat

(aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas

perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan

emiten kepada pemegang obligasi syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama

biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan

seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan

domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional

Yield Imbal hasil

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016

86

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu

tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu

tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu

tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada

tahun sebelumnya (31 Desember)

Yuan Mata uang Tiongkok

top related