iv kondisi umum wilayah penelitian - repository.ipb.ac.id · - plta jelok 15.000 kw ... 4 balai...
Post on 22-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
52
IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Fisik Danau Rawa Pening
Danau Rawa Pening secara astronomis terletak pada koordinat 7°4'–7°30'
Lintang Selatan dan 110°24'46"–110°49'06" Bujur Timur, serta berada pada
ketinggian 455–465 meter di atas permukaan laut (BLH Jateng 2009). Kawasan
danau secara administratif berada di Kabupaten Semarang yang meliputi empat
kecamatan dan 16 desa atau kelurahan, yaitu:
1. Kecamatan Tuntang: Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo, Desa Sraten,
Desa Candirejo, Desa Jombor, dan Desa Rowosari.
2. Kecamatan Banyubiru: Desa Rowoboni, Desa Kebumen, Desa Kebondowo,
Desa Banyubiru, dan Desa Tegaron.
3. Kecamatan Ambarawa: Desa Bejalen, Desa Pojoksari, dan
Kelurahan Tambakboyo.
4. Kecamatan Bawen: Desa Asinan.
Kawasan sekitar Danau Rawa Pening memiliki kondisi topografi yang
bervariasi, yaitu datar, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, dan bergunung.
Topografi datar dan bergelombang dengan kemiringan 0–8% terdapat di
Kecamatan Ambarawa dan Tuntang. Topografi bergelombang dengan kemiringan
8–15% terdapat di Kecamatan Ambarawa, selanjutnya topografi berbukit dan
berbukit terjal dengan kemiringan 15–25% terdapat di Kecamatan Ambarawa dan
Banyubiru (Pemprov. Jateng 2006).
Danau Rawa Pening terletak pada kawasan dataran tinggi. Berdasarkan
klasifikasi Oldeman termasuk kategori iklim tropis C. Musim hujan terjadi pada
bulan Oktober-Maret, musim kemarau pada bulan April–September. Suhu rata-
rata antara 25–29°C dengan kelembaban udara antara 70–90%. Volume tampung
air ±48 juta m3 dengan kedalaman minimum 65–110 cm dan maksimum 550 cm.
Elevasi maksimum ±462,30 m3 dan elevasi minimum ±462,05 m3 dengan volume
tampung maksimum ±65 juta m3 dan volume tampung minimum ±25 juta m3.
Luas genangan maksimum ±2.770 hektar dan luas genangan minimum ±1.760
hektar (BLH Jateng 2009). Berdasarkan klasifikasi ukuran danau menurut
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2009), Danau Rawa Pening termasuk
53
tipe danau semi-alami, dengan klasifikasi kecil (luas 1–100 km2 dan volume air
1–100 m3), serta termasuk kategori dangkal dengan kedalaman 10–50 m.
Menurut BLH Jateng (2009), sungai-sungai yang mengalir masuk ke
Danau Rawa Pening dapat dikelompokkan ke dalam sembilan Sub Daerah Aliran
Sungai (Sub-DAS), yaitu:
1. Sub-DAS Galeh: Sungai Galeh dan Sungai Klegung.
2. Sub-DAS Torong: Sungai Torong.
3. Sub-DAS Panjang: Sungai Panjang dan Sungai Kupang.
4. Sub-DAS Legi: Sungai Legi.
5. Sub-DAS Parat: Sungai Parat.
6. Sub-DAS Sraten: Sungai Sraten.
7. Sub-DAS Rengas: Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin.
8. Sub-DAS Kedung Ringin: Sungai Kedung Ringin.
9. Sub-DAS Ringis: Sungai Ringis.
Aliran air dari Danau Rawa Pening bermuara ke Sungai Tuntang yang terletak di
bagian Timur Laut danau, selanjutnya mengalir ke Kabupaten Demak dan
Kabupaten Grobogan sampai ke Laut Jawa.
Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 25 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Rawa Pening membagi perairan Danau Rawa
Pening ke dalam tiga zona, yaitu zona suaka, zona penangkapan ikan, dan zona
budidaya ikan, seperti disajikan pada Lampiran 3.
a. Zona suaka, yaitu zona yang tertutup untuk umum dan merupakan tempat
berkembang biak ikan.
b. Zona penangkapan ikan, yaitu zona untuk kegiatan penangkapan ikan. Zona
penangkapan ikan dibagi menjadi tiga sub zona, yaitu (1) sub zona
penangkapan ikan dengan alat branjang, (2) sub zona penangkapan ikan
dengan alat sodo tarik, dan (3) sub zona penangkapan ikan dengan alat selain
branjang dan sodo tarik.
c. Zona budidaya ikan, yaitu zona untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba
apung dan keramba tancap. Zona budidaya ikan terdiri atas 10 sub zona, yaitu
sub zona Muncul, Talang Alit, Puteran, Cobening, Segalok, Semenep,
Nglonder, Serondo, Sumurup, dan Tuntang.
54
Danau Rawa Pening dimanfaatkan untuk irigasi, penyedia air bersih,
perikanan, tenaga listrik, pengendali banjir, dan pariwisata. Pola dan kapasitas
pemanfaatan perairan Danau Rawa Pening disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Pola pemanfaatan perairan Danau Rawa Pening, Tahun 2009
No Pemanfaatan Kapasitas 1 Irigasi:
- Daerah Irigasi Glapan Barat 10.113 hektar - Daerah Irigasi Glapan Timur 8.671 hektar - Daerah Irigasi Tuntang Jelok 374 hektar - Daerah Irigasi Pelayaran Buyaran 909 hektar
2 PT. Sarana Tirta Ungaran 250 liter/detik 3 Tenaga Listrik:
- PLTA Jelok 15.000 KW - PLTA Timo 10.000 KW
4 Pengendali banjir 640 m3/detik 5 Lahan pertanian pasang surut:
- (+462.30 - +463.30) 820 hektar - (+462.05 - +462.30) 200 hektar
6 Perikanan 1.421 KK 7 Pemanfaatan gambut 54.000 m3/tahun 8 Pemanfaatan Eceng Gondok 1.000 kg/ hari 9 Pariwisata 50–100 orang/hari
Sumber: BPSDA Jratun (2009)
Tabel 6 menunjukkan bahwa pola pemanfaatan perairan Danau Rawa
Pening terkait dengan pola pertanian di Kabupaten Semarang, Demak, dan
Grobogan. Guna memenuhi kepentingan petani di bagian hilir, petani lahan
pasang surut, kelompok nelayan dan petani ikan, serta PLTA Jelok Timo telah
dilakukan koordinasi terhadap pihak-pihak terkait dengan koordinator Balai
Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang.
Pemanfaatan lahan di sekitar danau untuk pola pertanian lahan persawahan
pasang surut mengikuti pola operasi Danau Rawa Pening. Menurut BPSDA Jratun
(2009), status lahan persawahan pasang surut berdasarkan radius jangkauan
genangan air dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Elevasi > +462,30 atau di atas patok hitam (±812 hektar) merupakan lahan
pertanian subur dengan dua kali tanam padi setahun.
2. Elevasi +462,05 hingga +462,30 atau di antara patok merah dan patok hitam
(±218,51 hektar) merupakan daerah sabuk hijau. Hak milik tanah berada pada
pihak petani. Petani memiliki hak tanam padi sekali tanam pada musim hujan,
sementara hak tanam padi pada musim kemarau telah dibeli pemerintah.
55
3. Elevasi di bawah +462,05 atau di bawah patok merah merupakan lahan dalam
keadaan tergenang.
Pengaturan elevasi air danau sering menimbulkan konflik kepentingan
antara masyarakat pemanfaat sumberdaya dan pemerintah. Dalam hal ini Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah sebagai pemegang otoritas
dalam pola pengaturan air di Rawa Pening. Konflik terjadi karena posisi
ketinggian air danau harus terjaga agar tetap dapat memasok kebutuhan air PLTA
Jelok Timo, serta untuk pengendali banjir di daerah hilir. Pada musim penghujan,
hal ini dapat mengakibatkan tergenangnya lahan pertanian pasang surut di sekitar
kawasan Danau Rawa Pening.
Pembiayaan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening saat ini masih
bergantung pada sumber dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Semarang. Pengelolaan dilaksanakan oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Semarang melalui dinas atau instansi terkait. Alokasi dana untuk pemulihan
kondisi Danau Rawa Pening dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008
mencapai Rp.15.815.898.000 seperti disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Alokasi dana pengelolaan Danau Rawa Pening pada Tahun 2004–2008 No. Instansi Pelaksana Jumlah
(Rp) Persentase
(%) 1 Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah 341.120.000 2,16 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa
Tengah 150.000.000 0,95
3 Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah
4.148.000.000 26,23
4 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Jragung Tuntang 8.549.975.000 54,06 5 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah 366.183.000 2,32 6 Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa
Tengah 35.000.000 0,22
7 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah
105.000.000 0,66
8 Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah 415.000.000 2,62 9 Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah 125.000.000 0,79
10 Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah 392.000.000 2,48 11 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah 747.620.000 4,73 12 Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 141.000.000 0,89 13 Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa
Tengah 300.000.000 1,90
Jumlah 15.815.898.000 100,00 Sumber: Bappeda Jateng (2009)
56
Tabel 7 menunjukkan, bahwa proporsi terbesar pemanfaatan dana untuk
pengelolaan Danau Rawa Pening adalah pada Balai Pengelolaan Sumberdaya Air
Jragung Tuntang, yaitu sebesar Rp.8.549.975.000 atau 54,06% dari seluruh dana
yang dialokasikan untuk pemulihan kondisi kawasan Danau Rawa Pening.
Selanjutnya adalah dana pada Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa
Tengah sebesar Rp.4.148.000.000 atau 26,23%. Proporsi terkecil dalam
pemanfaatan dana pengelolaan adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM)
Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar Rp.35.000.000 atau 0,22%. Kecilnya
proporsi dana pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah
mengindikasikan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan
Danau Rawa Pening masih kurang.
Berdasarkan data BLH Jateng (2009), kegiatan-kegiatan yang sudah
dilaksanakan guna pemulihan kondisi Danau Rawa Pening dalam kurun waktu
Tahun 2004-2008 adalah:
1. Pembentukan Forum Rembug Rawa Pening (Tahun 2004), kemudian menjadi
Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening (Tahun 2007).
2. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan:
- Pengangkatan Eceng Gondok seluas 5 hektar (Tahun 2005).
- Demplot tanaman air penyerap unsur limbah domestik (Tahun 2006),
demplot 4 unit sumur resapan di daerah tangkapan air dan bantuan 18.200
bibit tanaman konservasi (Tahun 2007), bantuan 4.875 bibit tanaman
konservasi dan pemantauan kualitas air (Tahun 2008).
3. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah melakukan
kegiatan: pengangkatan Eceng Gondok seluas 35 hektar (Tahun 2004),
35 hektar (Tahun 2005), 50 hektar (Tahun 2006), 65 hektar (Tahun 2007), dan
150 hektar (Tahun 2008).
4. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan
penebaran bibit ikan.
5. Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana mengalokasikan dana APBN
sebesar Rp.6.000.000.000 untuk penanganan Eceng Gondok dengan hasil
pemasangan klante untuk melokalisir Eceng Gondok sepanjang ±6,121 km
dan pembersihan Eceng Gondok seluas ±475,3 hektar.
57
6. Mendukung peningkatan pendapatan masyarakat lokal melalui usaha
penangkapan ikan dengan jala, budidaya ikan karamba, pemanfaatan Eceng
Gondok untuk bahan baku kerajinan, dan pengembangan teknologi
pemanfaatan gambut untuk pupuk organik.
4.2 Kondisi Perikanan Danau Rawa Pening
Sektor perikanan merupakan salah satu bidang usaha masyarakat di sekitar
Rawa Pening, selain di sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan
peternakan. Masyarakat nelayan Rawa Pening dapat dibedakan menjadi petani
ikan dan nelayan perikanan tangkap. Petani ikan adalah orang yang memiliki mata
pencaharian membudidayakan ikan dengan kegiatan memelihara, membesarkan
dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya. Nelayan adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan di Danau Rawa Pening.
Kegiatan budidaya ikan dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum
dengan menggunakan keramba jaring apung, keramba tancap, tambak widik, dan
kolam pemancingan terapung. Jumlah keramba ikan di Danau Rawa Pening
adalah 200 keramba jaring apung dan 500 keramba tancap.
Masyarakat nelayan telah membentuk kelompok nelayan yang anggotanya
berasal dari nelayan atau orang yang secara langsung turut memanfaatkan
sumberdaya Rawa Pening. Pembentukan kelompok nelayan bertujuan
memudahkan pembinaan masyarakat nelayan dengan sasaran meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia. Jumlah anggota kelompok nelayan bervariasi antara
10-100 orang untuk setiap kelompok. Kelompok nelayan di Danau Rawa Pening
berjumlah 32 kelompok, yaitu di Kecamatan Tuntang (12 kelompok), Kecamatan
Banyubiru (9 kelompok), Kecamatan Ambarawa (6 kelompok), dan Kecamatan
Bawen (5 kelompok). Kelompok-kelompok nelayan tersebut tergabung dalam
Paguyuban Nelayan Sedyo Rukun yang memiliki jumlah anggota 1.265 nelayan
dari sekitar 1.589 nelayan yang ada di Danau Rawa Pening.
Menurut Disnakan Kabupaten Semarang (2007), produksi perikanan
tangkap di perairan umum Kabupaten Semarang pada Tahun 2006 mencapai
1.042,80 ton. Dari jumlah tersebut, sejumlah 957,80 ton (92%) berasal dari
perikanan tangkap perairan Rawa Pening dengan nilai produksi Rp.5.797.650.000.
58
Produksi perikanan tangkap rata-rata dari 32 kelompok nelayan di Danau Rawa
Pening adalah 746.079 kg/tahun.
Dari seluruh desa/kelurahan yang ada, Desa Asinan dengan 5 kelompok
nelayan memiliki jumlah produksi perikanan tangkap tertinggi, yaitu 171.192
kg/tahun. Dari empat desa sampel penelitian, Desa Bejalen dengan 5 kelompok
nelayan memiliki jumlah produksi perikanan tangkap tertinggi, yaitu 103.372
kg/tahun. Jumlah produksi perikanan tangkap yang dihasilkan oleh kelompok
nelayan dari masing-masing desa/kelurahan yang tergabung dalam Kelompok
Nelayan Sedyo Rukun secara rinci disajikan pada Gambar 9.
171,192
103,372
95,523
90,054
70,350
70,145
59,520
34,879
26,358
16,710
7,976
- 40,000 80,000 120,000 160,000 200,000
Asinan
Bejalen
Rowoboni
Tuntang
Candirejo
Kesongo
Rowosari
Kebondowo
Kebumen
Tambakboyo
Tegaron
Des
a/K
elur
ahan
Produksi/Tahun (kg)
Sumber: Disnakan Kabupaten Semarang (2007)
Gambar 9 Jumlah produksi ikan di Danau Rawa Pening, Tahun 2007
Jenis ikan di perairan Danau Rawa Pening didominasi oleh jenis Nila
Hitam, Mujair, dan udang tawar. Ikan Nila Hitam merupakan jenis ikan yang
memiliki jumlah produksi tertinggi, yaitu 346,1 ton/tahun. Dengan asumsi harga
Rp.6.000/kg maka nilai produksi ikan Nila Hitam sebesar Rp.2.131.100.000. Ikan
Betutu dengan jumlah produksi 9,7 ton merupakan jenis ikan yang memiliki nilai
jual termahal, yaitu Rp.20.000/kg. Jumlah produksi perikanan tangkap
berdasarkan jenis ikan di perairan Danau Rawa Pening secara rinci disajikan pada
Gambar 10.
59
346.1
191.4
84.9
72
63.3
56.6
40.2
34.2
27
24.3
9.7
6.9
0.5
0.4
0.3
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Nila Hitam
Mujair
Udang Tawar
Ikan Teri
Wader Ijo
Udang lainnya
Gabus
Siput
Binatang lunak
Sepat Siam
Betutu
Lele
Nila Merah
Karper/ Mas
Tawes
Jeni
s Ika
n
Produksi (ton) Sumber: Disnakan Kabupaten Semarang (2007)
Gambar 10 Jumlah produksi ikan menurut jenis ikan di Danau Rawa Pening, Tahun 2007
Pemerintah Kabupaten Semarang menyediakan sarana Tempat Pelelangan
Ikan di Desa Rowoboni untuk memudahkan pemasaran hasil tangkapan. Fakta di
lapangan menunjukkan, bahwa nelayan lebih suka menjual ikan hasil tangkapan
ke pedagang/tengkulak. Selanjutnya, pedagang memasarkan ke Kota Salatiga,
Ungaran, dan Semarang. Dalam hal ini, nelayan memiliki posisi tawar yang
lemah, karena penentuan harga ikan ada pada pedagang. Guna meningkatkan nilai
ekonomi ikan hasil tangkapan, penduduk Desa Kebondowo dan Rowoboni telah
mengembangkan usaha industri rumahtangga dengan mengolah ikan hasil
tangkapan menjadi produk makanan olahan.
Jenis alat tangkap ikan yang diijinkan di Rawa Pening telah diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 25 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Rawa Pening. Dalam pasal 5 ditentukan bahwa
kegiatan penangkapan ikan di perairan Rawa Pening hanya diperbolehkan dengan
menggunakan alat penangkap ikan berupa branjang arang, branjang kerep, jala,
jaring unyil, sodo dorong, sodo tarik, pancing rawe, bubu, icir, embakan, dan
pancing tunggal. Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa masih ada nelayan di
Rawa Pening yang tidak mematuhi ketentuan tentang penggunaan alat tangkap,
misalnya menggunakan jala dengan ukuran mata jaring kurang dari 2 inchi.
60
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Penduduk yang termasuk dalam desa inti di sekitar kawasan Danau Rawa
Pening tersebar di 16 desa/kelurahan yang secara administratif termasuk dalam
Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, dan Bawen. Kondisi demografi desa-
desa inti di sekitar kawasan Danau Rawa Pening disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kondisi demografi desa inti di sekitar Danau Rawa Pening, Tahun 2010
Kecamatan/ Luas Jumlah Kepadatan Pertumbuhan No. Desa/Kelurahan (km2) (orang) (orang/km2) (%)
1 Kecamatan Tuntang 56,24 59.466 1.057 0,54 - Desa Tuntang 2,72 5.592 2.056 0,74 - Desa Lopait 3,65 4.419 1.211 1,14 - Desa Kesongo 4,28 6.608 1.544 0,50 - Desa Sraten 1,65 3.842 2.328 0,44 - Desa Candirejo 4,86 5.615 1.155 0,32 - Desa Jombor 1,19 3.125 2.626 1,10 - Desa Rowosari 4,93 1.901 386 1,22
2 Kecamatan Banyubiru 54,41 40.482 744 0,52 - Desa Rowoboni 5,23 2.317 443 1,71 - Desa Kebumen 3,96 5.032 1.271 0,78 - Desa Kebondowo 6,93 6.673 963 1,03 - Desa Banyubiru 6,74 6.633 984 1,08 - Desa Tegaron 5,93 4.852 818 1,42
3 Kecamatan Ambarawa 28,22 56.501 2.002 0,10 - Desa Bejalen 4,71 1.478 314 - 0,14 - Desa Pojoksari 3,21 2.631 819 - 0,42 - Kelurahan Tambakboyo 1,89 4.912 2.599 0,43
4 Kecamatan Bawen 46,57 50.989 1.095 1.14 - Desa Asinan 7,99 3.822 479 1,06
Sumber: BPS Kabupaten Semarang (2010)
Tabel 8 menunjukkan, bahwa desa-desa di sekitar Danau Rawa Pening
yang memiliki jumlah penduduk rendah adalah Desa Rowosari (Kecamatan
Tuntang) dan Desa Bejalen (Kecamatan Ambarawa). Jumlah penduduk tinggi
terutama di desa-desa yang berdekatan dengan pusat pemerintahan dan memiliki
kemudahan akses, seperti Desa Tuntang, Desa Kesongo, Desa Candirejo
(Kecamatan Tuntang), Desa Kebondowo, Desa Banyubiru (Kecamatan
Banyubiru), dan Kelurahan Tambakboyo (Kecamatan Ambarawa).
Dilihat dari angka pertumbuhan penduduk di tingkat kecamatan, maka
Kecamatan Bawen memiliki pertumbuhan tertinggi, selanjutnya angka
pertumbuhan penduduk terendah terjadi di Kecamatan Ambarawa. Hal ini
mengindikasikan bahwa angka kelahiran dan migrasi penduduk di Kecamatan
61
Bawen masih relatif tinggi. Makna lainnya adalah bahwa Kecamatan Ambarawa
lebih berhasil dalam program mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Bila dihubungkan antara luas wilayah dengan jumlah penduduk, maka
diperoleh angka kepadatan penduduk. Kecamatan Ambarawa memiliki angka
kepadatan penduduk tertinggi, apabila dibandingkan dengan angka kepadatan
penduduk di tiga kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan Kecamatan Ambarawa
memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang besar,
sehingga berpengaruh terhadap tingginya angka kepadatan penduduk di
Kecamatan Ambarawa.
Penduduk desa sampel memiliki jenis mata pencaharian yang beragam,
seperti petani, buruh tani, nelayan, buruh industri, dan sektor swasta seperti
disajikan pada Gambar 11. Sebagian besar penduduk usia angkatan kerja di Desa
Kebondowo bekerja pada sektor pertanian, baik sebagai petani yang mengerjakan
lahan pertanian milik sendiri maupun sebagai buruh tani. Lapangan kerja di sektor
swasta dan perikanan juga menyerap tenaga kerja yang relatif banyak, selain
lapangan kerja di sektor pertanian.
0
200
400
600
800
1000
Petani
Buruh Tani
Buruh In
dustri
Buruh Bangu
nan
Nelayan
Pengu
saha
Swasta
Perikan
an/ Tern
ak
Pedagang
Angku
tan
PNS/ TNI/ P
OLRI
Pensiu
nan
Lain-la
in
Jenis Mata Pencaharian
Jum
lah
(ora
ng)
Desa Tuntang
Desa Rowoboni
Desa Kebondowo
Desa Bejalen
Sumber: BPS Kabupaten Semarang (2010)
Gambar 11 Sebaran penduduk desa sampel berdasarkan jenis mata pencaharian, Tahun 2010
Dari sebaran mata pencaharian penduduk, terdapat jenis mata pencaharian
lain-lain dengan persentase yang cukup besar, yaitu di Desa Kebondowo, Desa
Rowoboni, dan Desa Bejalen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk pada ketiga
desa tersebut memiliki mata pencaharian alternatif yang tidak hanya bergantung
62
pada sektor pertanian dan perikanan. Beberapa jenis mata pencaharian alternatif
telah berkembang di desa tersebut, seperti pencari, pengumpul atau pengrajin
Eceng Gondok, serta jasa pariwisata (sewa perahu dan alat pancing).
Berkembangnya jasa pariwisata alam di Danau Rawa Pening telah
membuka peluang berusaha, terutama penduduk Desa Tuntang, Kebondowo,
Rowoboni, dan Asinan untuk usaha rumah makan, persewaan perahu motor dan
sampan, serta usaha persewaan dan penjualan alat tangkap ikan. Kegiatan jasa
persewaan perahu dan alat tamgkap ikan juga telah berkembang di sekitar obyek
wisata Bukit Cinta.
Kondisi perikanan yang semakin kritis menyebabkan sebagian nelayan
beralih menjadi pencari Eceng Gondok. Pemanfaatan Eceng Gondok dilakukan
oleh penduduk Desa Kebondowo dan Rowoboni, Kecamatan Banyubiru. Dalam
sehari setiap orang rata-rata dapat mengumpulkan 300 kg batang Eceng Gondok
basah dengan harga Rp.150/kg. Sehingga pendapatan pencari Eceng Gondok
sekitar Rp.45.000/hari. Jumlah tersebut lebih banyak apabila dibandingkan dengan
pendapatan nelayan yang rata-rata sebesar Rp.36.000/hari. Jumlah Eceng Gondok
yang dapat ditampung oleh empat pedagang pengumpul rata-rata 8 ton/hari.
Mencari gambut telah menjadi jenis matapencaharian alternatif penduduk
di sekitar Danau Rawa Pening, terutama di Dusun Sumurup, Desa Asinan,
Kecamatan Bawen. Dalam hal ini, gambut dimanfaatkan untuk media jamur atau
sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos. Saat ini terdapat sekitar 100
perahu yang beroperasi di sekitar Dusun Sumurup. Setiap perahu dengan dua
orang pengumpul mampu mengangkat sekitar 4 kubik gambut. Dengan asumsi
harga gambut sebesar Rp.35.000/kubik, maka pendapatan rata-rata pengumpul
gambut sekitar Rp.70.000/hari. Hasil survai, sejumlah 45,83% responden
memiliki pendapatan antara Rp.500.000–Rp.1.000.000/bulan seperti disajikan
pada Tabel 9.
Tabel 9 Distribusi pendapatan responden di sekitar Danau Rawa Pening, Tahun 2010
No. Pendapatan Responden Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Rp.500.000-Rp.1.000.000 22 45,83 2 Rp.1.000.000-Rp.1.500.000 18 37,50 3 Rp.1.500.000-Rp.2.000.000 6 12,50 4 >Rp.2.000.000 2 4,17 Jumlah 48 100,00
63
Nelayan mendapatkan ikan hasil tangkapan rata-rata 2,5 kg/hari sampai
dengan 3 kg/hari. Dengan asumsi harga jual ikan Rp.10.000/kg, maka rata-rata
pendapatan nelayan dalam satu bulan adalah Rp.900.000. Pendapatan
>Rp.2.000.000/bulan dimiliki oleh pengelola jasa wisata, pedagang pengumpul
Eceng Gondok, pedagang pengumpul gambut atau pegawai pemerintahan yang
memiliki mata pencaharian sampingan sebagai petani atau nelayan.
Salah satu indikator untuk menilai kondisi perekonomian suatu daerah
dalam waktu tertentu adalah dengan menggunakan data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah. Distribusi
PDRB Kabupaten Semarang pada Tahun 2005–2009 berdasarkan harga konstan
(Tahun 2000) disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Distribusi PDRB Kabupaten Semarang Tahun 2005-2009 berdasarkan harga konstan (Tahun 2000)
Kontribusi terhadap PDRB (jutaan rupiah) No Sektor/Sub sektor 2005 2006 2007 2008 2009
1 Pertanian 596.026 616.563 640.078 659.841 693.711 -Tanaman Pangan 345.234 350.125 354.230 380.325 401.283 -Perkebunan 48.903 50.721 52.166 55.145 56.465 -Peternakan 161.914 184.811 206.000 196.409 209.221 -Kehutanan 34.003 24.802 21.346 21.543 19.921 -Perikanan 5.971 6.103 6.336 6.420 6.820
2 Penggalian 5.182 5.492 5.912 6.187 6.454 3 Industri 2.108.699 2.177.770 2.282.474 2.375.117 2.467.388 4 Listrik, gas, dan air 36.364 38.847 40.834 43.410 46.168 5 Kontruksi 169.911 175.538 183.885 186.359 191.825 6 Perdagangan 975.945 1.017.185 1.061.262 1.099.625 1.143.056 7 Angkutan, komunikasi 93.211 98.132 106.943 111.501 115.643 8 Lembaga keuangan 141.176 149.703 159.958 173.828 186.583 9 Jasa-jasa 354.843 372.811 390.099 423.136 449.891 Jumlah 4.481.358 4.652.042 4.871.444 5.079.004 5.300.723
Sumber: BPS Kabupaten Semarang (2010)
Perhitungan nilai PDRB berdasarkan harga konstan, yang menunjukkan
nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun 2000
sebagai harga dasar. Seluruh sektor mempunyai pertumbuhan positif dengan
kontribusi terbesar dari sektor industri. Pada sektor pertanian, kontribusi sub
sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Semarang memiliki jumlah yang
lebih kecil apabila dibandingkan dengan kontribusi dari sub sektor tanaman
pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor kehutanan.
64
4.4 Pengelolaan Danau Rawa Pening
Pengelolaan Danau Rawa Pening saat ini didasarkan pada beberapa
peraturan perundang-undangan, baik menyangkut sektor perikanan maupun sektor
terkait. Peraturan perundangan yang dijadikan landasan hukum dalam pengelolaan
danau adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumberdaya Air, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan
pengelolaan Danau Rawa Pening disajikan pada Lampiran 2. Analisis terhadap
kandungan peraturan perundangan seperti disajikan pada Tabel 11 diharapkan
dapat mengetahui fokus pengelolaan sumberdaya danau.
Tabel 11 Proporsi aspek kunci dalam peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan Danau Rawa Pening, Tahun 2010
No. Aspek Kunci Undang-Undang No.5 Th. 1990
Undang-Undang No.7 Th. 2004
Undang-Undang No.31 Th. 2004
Undang-Undang No.32 Th. 2004
1 Pengelolaan 6,45 79,63 79,28 35,82 2 Perlindungan 15,05 5,56 2,70 1,49 3 Pemanfaatan 23,66 1,85 7,21 20,90 4 Ekosistem 51,61 0,62 3,60 0,00 5 Peranserta 3,23 1,23 0,90 1,49 6 Pemberdayaan 0,00 0,62 3,60 5,97 7 Koordinasi 0,00 10,49 2,70 34,33
Hasil content analysis dari beberapa peraturan perundangan yang terkait
dengan pengelolaan danau menunjukkan, bahwa telah terjadi pergeseran
penekanan dalam aspek pengelolaan danau. Kebijakan dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 lebih menekankan pada aspek ekosistem, pemanfaatan, dan
perlindungan, sebaliknya aspek pemberdayaan masyarakat dan koordinasi belum
mendapat penekanan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air lebih
menekankan pada aspek pengelolaan dan koordinasi. Penekanan pada aspek
pengelolaan diharapkan dapat menjamin terselenggaranya pengelolaan
sumberdaya air yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat
dalam segala bidang kehidupan. Pengelolaan sumberdaya air mencakup
kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah, sehingga perlu keterpaduan dengan
65
mengintegrasikan kepentingan dari berbagai stakeholders. Selanjutnya, dalam
pemanfaatan dan pendayagunaan air danau harus memperhatikan upaya
pelestarian dan perlindungan. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 2 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa:
Sumberdaya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
lebih menekankan pada aspek pengelolaan dan pemanfaatan. Hal ini berarti bahwa
pengelolaan sumberdaya perikananan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya
dengan memperhatikan aspek pemerataan dalam pemanfaatannya. Aspek
pemberdayaan masyarakat, peranserta masyarakat, dan koordinasi telah
mendapatkan penekanan walaupun dengan porsi kecil. Ringkasnya, Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjadi dasar mulai terjadinya
perubahan rejim pengelolaan sumberdaya perikanan dari pengelolaan bersifat
sentralistik menjadi pengelolaan desentralistik.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
telah membawa perubahan dalam pengelolaan sumberdaya alam, karena lebih
menekankan aspek pengelolaan, pemanfaatan, dan koordinasi. Aspek
pemberdayaan masyarakat telah mendapat proporsi yang lebih besar bila
dibandingkan dengan peraturan perundangan lainnya. Hal ini terkait dengan pola
desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, sebagaimana diatur dalam
pasal 17 ayat (1)
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,
pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian. b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
lainnya. c. Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 610/6/2004 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Forum Rembug Rawa Pening merupakan upaya untuk
meningkatkan pengelolaan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
terkait dengan pengelolaan kawasan Rawa Pening. Selanjutnya pada Tahun 2007
66
diubah dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 510/21/2007 tentang
Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening dengan susunan
keanggotaan sebagai berikut.
a. Penasehat: Wakil Gubernur Jawa Tengah.
b. Penanggung Jawab: Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah
Provinsi Jawa Tengah.
c. Ketua: Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa
Tengah.
d. Wakil Ketua: Kepala Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa
Tengah
e. Sekretaris: Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Jawa Tengah.
f. Anggota:
1) Ka. Badan Lingk. Hidup Jateng 18) Karo Pemerintahan Setda Jateng 2) Ka. Bapermas Jateng 19) Ka. BPTP Jateng 3) Ka. Balitbang Jateng 20) Ka. BPSDA Jragung Tuntang 4) Ka. Bakorwil I 21) Ka. BBWS Pemali Juana 5) Ka. Diskankelautan Jateng 22) Ka. Perum Perhutani Unit I 6) Ka. Disparta Jateng 23) Ka. KADIN Jateng 7) Ka. Disperin Jateng 24) Bupati Semarang 8) Ka. Disperdag Jateng 25) Bupati Grobogan 9) Ka. Disnak Jateng 26) Bupati Demak
10) Ka. Distan Pangan Jateng 27) Walikota Salatiga 11) Ka. Disbun Jateng 28) Ka. Bappeda Kab. Semarang 12) Ka. Dishut Jateng 29) Ka. Bappeda Kab. Salatiga 13) Ka. Diskimtaru Jateng 30) Ka. Lembaga Penelitian UNDIP 14) Karo Kerjasama Setda Jateng 31) Ka. Lembaga Penelitian UKSW 15) Karo Perekonomian Setda Jateng 32) Dan Zeni Tempur Banyubiru 16) Karo Pembangunan Setda Jateng 33) Ketua Paguyuban Tani Nelayan 17) Karo Hukum Setda Jateng Sedyo Rukum
Selanjutnya, tugas Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening adalah:
1. Melakukan penanganan, konservasi, pengelolaan dan pengembangan potensi
Danau Rawa Pening.
2. Melakukan pengaturan tata ruang kawasan Danau Rawa Pening.
67
3. Melakukan pendampingan masyarakat guna pelestarian Danau Rawa Pening.
4. Memfasilitasi penyelesaian permasalahan pengelolaan dan pengembangan
potensi di Danau Rawa Pening.
5. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Gubernur Jawa Tengah.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 500/12584 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Pengelolaan Kawasan Rawa Pening, Forum
Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening memiliki empat kelompok kerja, yaitu:
1. Kelompok kerja manajemen, dengan tugas:
a. Menyusun konsep manajemen penyelamatan Danau Rawa Pening.
b. Mengembangkan kerjasama dengan lembaga yang dapat menopang
program.
c. Membahas bersama pihak legislatif tentang manajemen penyelamatan
Danau Rawa Pening.
d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum.
2. Kelompok kerja konservasi, dengan tugas:
a. Menyusun konsep konservasi Danau Rawa Pening.
b. Melakukan upaya-upaya konservasi Danau Rawa Pening.
c. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum.
3. Kelompok kerja budidaya dan pendampingan masyarakat, dengan tugas:
a. Menyusun konsep pengelolaan potensi dan pengembangan, serta
pendampingan masyarakat.
b. Melakukan pendampingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
c. Melakukan pengelolaan potensi dan pengembangan di sekitar Danau Rawa
Pening.
d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum.
4. Kelompok kerja monitoring dan evaluasi, dengan tugas:
a. Menyusun indikator keberhasilan penyelamatan Danau Rawa Pening.
b. Melakukan pemantauan dan evaluasi program Danau Rawa Pening guna
menyusun arah kebijakan pembangunan di masa mendatang.
c. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum.
68
Program pengelolaan Danau Rawa Pening merupakan bagian dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2008-2013. Selanjutnya
visi, misi, dan tujuan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah sebagai
berikut.
Visi: Terwujudnya kawasan Danau Rawa Pening yang lestari.
Misi: 1. Mengembangkan kerjasama sinergis lintas daerah dan lintas pemangku
kepentingan untuk mempertahankan keberadaan kawasan Danau Rawa
Pening.
2. Mengembangkan dan memanfaatkan sumberdaya air secara optimal
berbasis pembangunan berkelanjutan.
3. Mewujudkan pembangunan fisik dan infra struktur guna mendukung
pelestarian Danau Rawa Pening.
4. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi pembangunan ekonomi
kawasan Danau Rawa Pening berbasis pertanian, Usaha Mikro Kecil
dan Menengah, serta industri padat karya.
Tujuan: 1. Meningkatkan upaya konservasi melalui pengembangan sistem
penyangga lingkungan sekitar Danau Rawa Pening secara terpadu bagi
keberlanjutan danau di masa mendatang.
2. Meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan pengelolaan kawasan
Rawa Pening melalui Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening.
3. Menetapkan berbagai peraturan tentang kawasan yang dimanfaatkan
untuk kepentingan pelestarian, usaha budidaya termasuk pariwisata.
4. Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan kawasan Danau Rawa Pening.
5. Memanfaatkan potensi ekonomi lokal melalui kerjasama antar wilayah
dan antar pemangku kepentingan untuk mendukung pengembangan
ekonomi kawasan serta meningkatkan daya tarik investasi.
6. Membangun dan mengembangkan jaringan bisnis ekonomi lokal
melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan memanfaatkan
potensi ekonomi kawasan Danau Rawa Pening untuk diarahkan pada
pengelolaan usaha secara mandiri.
69
7. Memantapkan indikator-indikator dalam pengembangan kawasan
Danau Rawa Pening berbasis pada prinsip pembangunan
berkelanjutan.
8. Memantapkan sistem pendataan dan informasi agar mudah diakses
oleh pemangku kepentingan.
top related