implementasi peraturan walikota nomor 18 tahun …repository.fisip-untirta.ac.id/1026/1/cindy...
Post on 08-Mar-2019
244 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA NOMOR 18 TAHUN 2010
TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN DAN
PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
Program Studi Administrasi Publik Konsentrasi Kebijakan Publik
Oleh:
CINDY GESTHAVIONA
NIM. 6661111273
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK
Cindy Gesthaviona, NIM. 6661111273 2018. Skripsi. Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan
dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang. Program Studi Ilmu
Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I Leo Agustino, Ph.D. Dosen
Pembimbing II Riny Handayani, M.Si.
Implementasi kebijakan publik merupakan suatu kajian mengenai pelaksanaan
dari suatu kebijakan pemerintah, setelah sebuah kebijakan dirumuskan dan
disetujui, langkah berikutnya adalah bagaimana agar kebijakan tersebut
dilaksanakan sehingga dapat mencapai tujuan. Kota Tangerang memiliki
pembangunan yang pesat dalam sektor industri, sehingga berdampak pada
beberapa permasalahan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh industri
tersebut. Oleh karena itu dibuatlah Peraturan Walikota Tangerang Nomor 18
tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air
Limbah guna mencegah tindak pencemaran lingkungan akibat air limbah industri.
Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan publik menurut
Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono 2012:94) yaitu karakteristik masalah,
karakteristik kebijakan dan lingkungan kebijakan. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya
data mengenai jumlah industri yang belum atau sudah memiliki izin pembuangan
air limbah, sumber daya manusia kurang memadai, masih ditemukan adanya
pungutan liar, dan industri yang tidak patuh terhadap peraturan yang ada.
Kesimpulannya Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota
Tangerang belum cukup optimal. Saran dari peneliti adalah diharapkan adanya
koordinasi dan komunikasi dari berbagai instansi pemerintah yang terkait, serta
melakukan sosialisasi Perwal ini kepada industri-industri kecil atau rumahan.
Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan Publik, Perizinan, Air Limbah
ABSTRACT
Cindy Gesthaviona, NIM 6661111273 2018. Thesis. Implementation of Mayor
Regulation Number 18 in 2010 on Procedures for Licensing of Disposal and
Utilization of Wastewater in Tangerang City. Public Administration
Department. The Faculty of Social and Political Science Faculty. Sultan Ageng
Tirtayasa University. 1st Advisor, Leo Agustino, Ph.D. And 2
nd Advisor, Riny
Handayani, M.Si.
Implementation of public policy is a study of the implementation of a government
policy, after a policy is formulated and approved, the next step is how to make the
policy implemented so as to achieve the goal. Tangerang City has a rapid
development in the industrial sector, so it raises some environmental problems
due to waste generated by the industry. Therefore, the Regulation of Mayor of
Tangerang Number 18 of 2010 on the Procedures of Licensing of Disposal and
Utilization of Wastewater to prevent environmental pollution caused by industrial
wastewater. This research uses the theory of public policy implementation
according to Mazmanian and Sabatier (in Subarsono 2012:94) that is
characteristic of problem, policy characteristic and policy environment. This
research uses descriptive qualitative method. The results show the absence of data
on the number of industries that have not or already have a waste water disposal
permit, inadequate human resources, still found illegal fees, and non-compliance
industries. The conclusion, Implementation of Mayor Regulation Number 18 in
2010 on Procedure of Licensing of Disposal and Utilization of Wastewater in
Tangerang City has not been optimal enough. Suggestions from researcher are
expected to coordinate and communicate from various related government
agencies, and socialize this Mayor’s Regulation to small or home industries.
Keywords : Implementation, Public Policy, Licensing, Wastewater
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat
hidayah, taufik dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
meskipun tidak sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT sang
pencipta alam semesta. Tak lupa shalawat serta salam semoga terlimpah kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat serta tak
lupa juga kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Penyusunan Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Implementasi
Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan
Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang”.
Tugas akhir akademik yang relatif sulit dan memelahkan ini mustahil
untuk dirampungkan tanpa adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas
dari bantuan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Maka dengan ketulusan
hati, penulis ingin mengucapkan ungkapan terima kasih yang tak terhingga
kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd. selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa;
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
ii
3. Rahmawati, M.Si. selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom selaku Wakil Dekan II Bidang
Keuangan dan Umum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si. selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, sekaligus sebagai penguji seminar proposal penelitian
yang telah banyak memberikan masukan pada penelitian ini;
6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
7. Dr. Arenawati, S.Sos, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
8. Leo Agustino, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang dengan
baik hati dan sabar dalam membimbing, memberi masukan, dan
pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
9. Riny Handayani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang dengan
baik hati dan sabar dalam membimbing, memberi masukan, dan
pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bekal ilmu
iii
akademik dan ilmiah kepada penulis selama proses belajar mengajar
semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi peneliti;
11. Dukungan dan motivasi terbesar dari kedua orang tua tercinta, Apih dan
Mamah yang tidak pernah lelah mendoakan, memotivasi baik moril
maupun materil dan selalu memberi penulis semangat untuk segera
menyelesaikan penelitian skripsi. Kemudian kakak dan adik kandung
peneliti, Deviany Ayu Larashati, Vania Zahra Maharani, serta M. Geraldy
Fariztito yang memberikan dukungan kepada penulis;
12. Dana Aviantara yang selalu sabar mendengar keluh kesah penulis,
memberi doa, semangat, memberi masukan dan motivasi dalam proses
penyusunan skripsi hingga selesai;
13. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Administrasi Publik angkatan
2011, kelas B Reguler, khususnya Shella Novianti, Rima Dhana Fitriani,
Sarah Wahyuni dan Dinar Pravitasari yang sama-sama berjuang untuk
meraih gelar Sarjana;
14. Staff Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Staff Perpustakaan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
yang telah banyak membantu peneliti dalam mengurus segala perijinan,
surat-menyurat dan urusan akademik lainnya;
15. Serta tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
narasumber yang telah berkontribusi banyak dalam memberikan informasi
guna melengkapi skripsi;
iv
16. Serta seluruh pihak yang terkait dalam penelitian yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.
Akhirnya penulis mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan
selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang
mebangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis
berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca.
Serang, Mei 2018
Penulis
Cindy Gesthaviona
NIM. 6661111273
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR ORISINALITAS
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................ 12
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 13
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................... . 13
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 13
1.6 Sistematika Penulisan........................................................................... 14
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI DASAR
2.1 Kebijakan Publik ................................................................................. 17
2.2 Proses Kebijakan Publik ..................................................................... 18
2.3 Implementasi Kebijakan Publik .......................................................... 21
vi
2.4 Pengertian Perizinan ............................................................................ 31
2.5 Pengertian Limbah .............................................................................. 32
2.6 Klasifikasi Limbah Cair ...................................................................... 36
2.7 Teknologi Proses Pengolahan Air Limbah .......................................... 38
2.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 44
2.9 Kerangka Berpikir ............................................................................... 46
2.10 Asumsi Dasar .................................................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .................................................... 51
3.2 Fokus Penelitian ................................................................................ 52
3.3 Lokasi Penelitian ............................................................................... 52
3.4 Fenomena yang Diamati ................................................................... 53
3.5 Instrumen Penelitian ......................................................................... 54
3.6 Informan Penelitian ........................................................................... 55
3.7 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 57
3.8 Teknik Analisis Data.......................................................................... 62
3.9 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data.......................................... 66
3.10 Jadwal Penelitian ............................................................................... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................... 71
vii
4.2 Informan Penelitian ........................................................................ 77
4.3 Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ............................... 78
4.4 Deskripsi Data dan Analisis Data .................................................... 85
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian………………………………….......104
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................................108
5.2 Saran ..............................................................................................110
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................112
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam hayati. Flora dan fauna
dengan berbagai jenis menghuni dan tumbuh subur di bumi ini. Tetapi seiring
dengan pesatnya pertambahan penduduk dan majunya teknologi dan industri,
maka berdampak terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Untuk tetap
terjaganya keseimbangan alam perlu diusahakan langkah-langkah berupa
pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.
Indonesia saat ini khususnya di kota-kota besar, hubungan antara manusia
dan lingkungan telah menjadi bahan pembicaraan yang hangat, terutama yang
berkaitan dengan pencemaran sungai akibat limbah industri. Meningkatnya
jumlah dan beragamnya industri menyebabkan kuantitas dan kualitas limbah
industri semakin beragam pula di satu pihak, di pihak lain sungai sebagai badan
penerima limbah akan menerima beban yang semakin berat yang dapat
menyebabkan sungai tersebut secara alamiah tidak sanggup lagi memurnikan
kembali kondisinya (Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang Tahun
2016).
Disinyalir pula limbah/pencemar berasal dari kegiatan manusia merupakan
penyebab terbesar terjadinya kerusakan dan degradasi lingkungan. Guna
mencegah hal itu, maka perlu dilakukan pengawasan, pencegahan dan
2
penanggulangan pencemaran oleh bahan-bahan buangan industri. Limbah berupa
cair, padat, dan gas semakin hari semakin bertambah besar/tinggi dalam hal
jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Macam limbah yang hadir di alam pun
semakin beraneka ragam sesuai dengan kegiatan manusia di kehidupannya.
Limbah yang tidak terkontrol tentu saja akan merusak dan membahayakan
kelestarian suatu lingkungan.
Perkembangan pembangunan, teknologi, industrialisasi dan pertumbuhan
penduduk yang semakin pesat tidak dapat dipungkiri lagi semakin memperbesar
resiko kerusakan lingkungan. Karenanya, upaya pelestarian dan perlindungan
sebaiknya juga harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga tetap mampu
mewadahi kebutuhan akan lingkungan hidup yang sehat. Seperti yang
diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga Negara Indonesia.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 Ayat (2),
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
3
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum.
Kota Tangerang merupakan salah satu kota yang setiap tahunnya terus
mengalami perkembangan pembangunan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Tahun 2012-2032, pokok-pokok kebijakan
pengembangan Kota Tangerang diprioritaskan pada 3 tiga fungsi utama, yaitu:
kegiatan industri, permukiman, perdagangan, dan jasa. (Status Lingkungan Hidup
Daerah Kota Tangerang Tahun 2016). Seperti yang telah diketahui bahwa Kota
Tangerang berbatasan langsung dengan ibukota Jakarta. Kota Tangerang menjadi
bagian dari pengembangan pembangunan sekaligus menjadi pintu gerbang masuk
dan keluarnya barang dan jasa ke Provinsi Banten. Letaknya yang cukup strategis
memberikan keuntungan tersendiri bagi Kota Tangerang. Ketersediaan sarana dan
prasarana, serta cukup mudah berinvestasi membuat Kota Tangerang memiliki
prospek yang baik dan menjanjikan sebagai wilayah pengembangan dalam
berbagai kegiatan perekonomian. Hal demikian diharapkan mampu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak
dan berkelanjutan.
Industri yang ada di Kota Tangerang dikelompokkan menjadi industri
kecil, menengah, dan besar. Berikut ini jumlah industri di Kota Tangerang
berdasarkan skala kegiatannya:
4
Tabel 1.1
Jumlah Industri berdasarkan Skala Kegiatan di Kota Tangerang
Tahun 2014-2016
(Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka 2017)
Selanjutnya Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota
Tangerang mengelompokkan industri-industri di Kota Tangerang berdasarkan
jenis usahanya. Pengelompokan tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam
pembinaan. Kelompok industri binaan tersebut adalah:
1. Kelompok Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan (IKAHH), yang meliputi
industri cat, pigment, additive, polimerisasi, resin, oleochemical, kosmetik,
detergent, makanan, minuman, kayu, karet olahan, kertas, dan lain-lain.
2. Kelompok Industri Logam, Mesin, dan Elektronika (ILME). Misalnya:
industri peleburan logam, pelapisan logam, logam casting, logam
anodizing, logam molding, logam milling, suku cadang kendaraan
bermotor, panel listrik, kabel listrik, kawat, dan lain-lain.
Jenis Industri
Jumlah Industri
Tahun
2014
Tahun
2015
Tahun
2016
Industri Kecil - - -
Industri
Menengah 284 305 355
Industri Besar 275 277 283
5
3. Kelompok ANEKA, yaitu industri di luar IKAHH dan ILME. Misalnya
industri pakaian jadi, sepatu kulit maupun olahraga, rajutan,
penyempurnaan kain, tekstil, ballpoint, dan lain-lain. Jumlah industri di
Kota Tangerang setiap tahunnya terus meningkat, seperti yang terlihat
pada tabel dibawah ini:
Pemerintah Kota Tangerang tidak memiliki data-data yang memadai
terkait jumlah industri di Kota Tangerang, khususnya data jumlah industri skala
kecil atau disebut juga home industry. Pertumbuhan industri yang pesat di Kota
Tangerang sebagian besar berupa industri kecil, oleh karena banyaknya industri-
industri kecil yang bermunculan tersebut maka pendataannya sulit dilakukan
karena skala kegiatan mereka terbilang kecil dan kegiatannya berlangsung di
rumah-rumah.
Melalui instrumen perizinan, pengawasan, dan pembinaan, ketiga
kelompok industri di atas dilakukan identifikasi dampak terhadap lingkungan.
Pesatnya pembangunan industri di Kota Tangerang sudah tentu akan membawa
dampak negatif berupa penurunan kualitas udara, kualitas air (air permukaan dan
tanah), kualitas tanah, peningkatan tingkat kebisingan, tingkat kebauan, dan
dampak lainnya, yang ditimbulkan akibat polusi dan limbah (padat, cair, dan gas).
Salah satu yang mengganggu kelestarian lingkungan Kota Tangerang adalah
tercemarnya sungai-sungai akibat dari limbah cair industri yang dibuang ke sungai
tanpa diolah terlebih dahulu. Limbah cair yang keluar dari kegiatan industri harus
6
diperhatikan dan diupayakan pengelolaannya agar pengaruh negatif dapat
diminimalkan.
Kota Tangerang memiliki beberapa buah sungai/kali dan saluran besar
serta situ, diantaranya adalah Sungai Cisadane, Kali Angke, Kali Sabi, Sungai
Cirarab dan Saluran Mookervart. Sungai Cisadane yang mengalir dari wilayah
Provinsi Jawa Barat sampai Provinsi Banten dan melintasi Kota Bogor,
Kabupaten Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan salah
satu sungai yang digunakan sebagai bahan baku air minum bagi wilayah tersebut.
Oleh karena itu, keberadaannya sangat penting dan perlu selalu dijaga kualitas air
sungainya agar tidak tercemar limbah. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air
sungai terhadap Sungai Cisadane, Sungai Angke, Saluran Mookervart, Kali Sabi
dan Sungai Cirarab menunjukkan bahwa kondisi sungai-sungai tersebut telah
tercemar (SLHD Kota Tangerang Tahun 2016).
Pengelolahan limbah industri harus melalui instalasi pengelolaan air
limbah. Namun fakta di lapangan, tingkat ketaatan pelaku industri terhadap
ketentuan peraturan lingkungan hidup relatif rendah, hal ini diungkapkan oleh
Kepala Sub Bidang Pengawasan, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, Ammaludin Malik. Ia mengatakan
bahwa masih banyak industri yang belum memiliki kelengkapan dokumen analisis
dampak lingkungan (AMDAL) serta indikator-indikator pengendalian
pencemaran air. Selain itu, terdapat industri yang melakukan kecurangan-
kecurangan antara lain jumlah debit air limbah yang dibuang melebihi batas izin
7
yang sudah diberikan, dan izin pembuangan limbah cair yang sudah habis masa
berlakunya namun belum diperpanjang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
tingkat ketaatan industri di Kota Tangerang terhadap peraturan lingkungan hidup
masih rendah.
Pemberian sanksi tertulis, sanksi administrasi paksaan pemerintah, dan
negosiasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan untuk menindak
berbagai pelanggaran ketentuan peraturan pemerintah mengenai pengelolaan
lingkungan hidup. Hingga saat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota
Tangerang telah memberikan sanksi kepada empat pabrik karena terbukti
mencemari lingkungan. Tiga pabrik di antaranya dikenakan sanksi administratif
berupa denda hingga miliaran rupiah, sedangkan satu pabrik dijatuhkan sanksi
pidana di pengadilan. Awalnya pihak perusahaan diberi peringatan dan
pembinaan, namun karena tetap membandel akhirnya mereka diberi sanksi
administratif dan sanksi pidana (http://www.pantonashare.com/4293-tangerang-
dan-kondisi-lingkungannya/10 Februari 2016).
Setiap industri hendaknya memiliki instalasi pengolahan air limbah yang
bertujuan untuk mengurangi kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat
konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke
badan air di lingkungan. Aktivitas industri di sepanjang sungai serta adanya
dinamika aliran menimbulkan perubahan kualitas dan kuantitas sungai secara
signifikan. Semakin tinggi aktivitas industri di sepanjang sungai, maka perubahan
kualitas air akan semakin signifikan. Sejalan dengan kegunaan dan fungsi sungai
8
sebagai sumber air bersih, objek wisata, saluran drainase makro perkotaan dan
sebagai ekosistem yang harus dilestarikan, maka diperlukan suatu upaya untuk
menjaga kuantitas, kontinuitas dan kualitas sehingga dilakukan pemantauan
sungai-sungai di Kota Tangerang secara kontinu.
Terkait pentingnya instalasi pengolahan air limbah, maka saat ini bagi
industri yang akan mengurus izin pembuangan air limbah (IPAL) harus terlebih
dahulu memenuhi persyaratan yakni memiliki instalasi pengolahan air limbah.
Seperti yang dikatakan oleh Agus Prasetyo, Kepala Bidang pengawasan dan
penegakan hukum lingkungan, DLH Kota Tangerang yang dikutip dari media
online (http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/2869/Pembuang-Limbah-
Cair Harus-ada-IPAL/12 Februari 2016), setiap industri yang kondisi IPAL-nya
tidak bagus maka izin pembuangan limbah cairnya tidak akan dikeluarkan.
Terkait dengan IPAL ini, akan ada peningkatan pengukuran dari hanya mengukur
debit volume limbah, kedepannya akan lebih menyeluruh. Seperti mencakup jenis
limbah dan indeks badan penerima limbah. Selanjutnya, ia menambahkan bahwa
sosialisasi semacam ini akan terus dilakukan secara bertahap termasuk sosialisasi
atau bimbingan teknis untuk operator atau pelaksana lapangan di perusahaan.
Dalam rangka upaya pengelolaan lingkungan hidup guna mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, disusunlah
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata
cara perizinan pembuangan limbah cair ke air atau sumber air dan pemanfaatan air
9
limbah diatur dalam Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, maka
permasalahan yang terkait dengan implementasi tata cara perizinan pembuangan
air limbah adalah sebagai berikut:
Pertama, Kota Tangerang tidak mempunyai data jumlah industri yang
memadai khususnya industri kecil atau home industry karena jumlahnya yang
banyak dan sulit dilakukan pendataan seperti yang dikemukakan oleh Kepala
Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang, Bapak M. Djarkasih, ST:
“Kita agak kesulitan untuk bisa data satu-satu home industry itu,
karena skala kegiatan mereka kecil, beroperasinya juga di rumah-
rumah.. jadi ya sementara ini belum ada ya jumlah industri kecil
itu berapa, mungkin ada seribuan jumlahnya.. banyak banget”
(Wawancara pada tanggal 13 April 2017 Pukul 10.30)
Kedua, tercemarnya Sungai Cisadane di Kota Tangerang akibat limbah
cair industri yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu. Hasil tes laboratorium
yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang menunjukkan air
baku sungai tersebut mengandung COD/BOD yang tinggi. BOD (Biological
Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan parameter
dalam limbah cair. Nilai BOD digunakan untuk mengukur secara relatif jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan limbah.
Sedangkan COD merupakan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk
10
mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Kadar BOD dan COD ini perlu
diperhatikan agar tidak melebihi baku mutu limbah cair. Seperti yang terlihat pada
Gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1
Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen
Demand (COD) Sungai Cisadane di Tahun 2016
(Sumber: SLHD Kota Tangerang Tahun 2016)
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar
dan/atau jumlah unsur pencemar pada air limbah yang akan dibuang atau dilepas
ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan. Berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Kawasan Industri, kadar maksimum BOD adalah sebesar 50 mg/L
dan COD sebesar 100 mg/L (Sumantri,2015: 92).
Ketiga, tingkat ketaatan pelaku industri terhadap ketentuan peraturan
lingkungan hidup relatif rendah. Banyak yang masih membuang limbah ke sungai
tanpa dikelola terlebih dahulu sehingga air limbah yang dibuang ke badan sungai
5
52
7
48
0
10
20
30
40
50
60
Tahun 2010Tahun 2011Tahun 2012Tahun 2013
Tren Kadar BOD, S. Cisadane
BOD, mg/l Linear (BOD, mg/l)
70
59
39
93
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Tren Kadar COD, S. Cisadane
COD, mg/l Linear (COD, mg/l)
11
memiliki kandungan pencemar air yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu,
terdapat industri yang melakukan kecurangan-kecurangan antara lain jumlah debit
air limbah yang dibuang melebihi batas izin yang sudah diberikan dan
kelengkapan dokumen AMDAL serta indikator-indikator pengendalian
lingkungan yang belum terpenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala Sub
Bidang Pengawasan, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas
Lingkungan Hidup Kota Tangerang, Bapak Ammaludin Malik:
“ya kalo perusahaan-perusahaan yang nakal ya adalah..contohnya
kaya dia buang limbahnya itu melebihi batas yang seharusnya,
selain itu dokumen lingkungannya gak lengkap atau juga izin
pembuangan air limbahnya gak diperpanjang padahal udah abis
masa berlakunya” (Wawancara pada tanggal 13 Juli 2016 Pukul
09.30).
Prosedur penerbitan izin pembuangan air limbah dilakukan melalui
beberapa tahapan. Pemohon izin pembuangan air limbah harus melengkapi
persyaratan yang dibutuhkan, kemudian mengisi formulir permohonan izin
pembuangan air limbah. Setelah semua persyaratan telah dipenuhi dan surat
permohonan izin telah dibuat, maka selanjutnya pemohon menyerahkannya
kepada petugas counter pelayanan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. Permohonan yang sudah teregistrasi dan terinput kedalam
sistem perizinan akan diproses dengan melakukan evaluasi kelengkapan
administrasi dan teknis pemohon. Selanjutnya akan dilakukan verifikasi lapangan
dan membuat berita acara hasil lapangan. Hasil dari verifikasi lapangan
selanjutnya diproses untuk dikeluarkan rekomendasi pemberian izin kepada
pemohon, apabila disetujui maka izin akan diterbitkan. Bila hasil pemeriksaan
12
ditemukan kekurangan atau perbaikan, maka pemohon diminta melengkapi dan
memperbaiki dalam waktu tertentu, jika tidak permohonan dikembalikan kepada
petugas counter pelayanan untuk dikembalikan kepada pemohon dengan
penjelasan penolakan pemrosesan berkas.
Dengan ini peneliti tertarik untuk mengetahui permasalahan-permasalahan
terkait dengan implementasi tata cara perizinan pembuangan air limbah industri di
Kota Tangerang. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul
Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang penelitian di atas, penelitian
ini perlu adanya identifikasi permasalahan-permasalahan yang ada pada lokasi
penelitian. Dari hasil studi pendahuluan peneliti mengidentifikasikan masalah-
masalah penelitian di antaranya:
1. Pemerintah Kota Tangerang tidak memiliki data-data yang memadai
terkait jumlah industri di Kota Tangerang, khususnya data jumlah industri
skala kecil atau disebut juga home industry.
2. Sungai Cisadane di Kota Tangerang sudah tercemar oleh air limbah
industri yang dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
3. Tingkat ketaatan pelaku industri terhadap ketentuan peraturan lingkungan
hidup relatif rendah.
13
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu peneliti akan mencoba
mencari tahu seperti apa implementasi tata cara perizinan pembuangan air limbah
industri di Kota Tangerang berdasarkan pada Peraturan Walikota Nomor 18
Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air
Limbah di Kota Tangerang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan
Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang?
1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Sebuah penelitian dilakukan untuk dapat digeneralisasikan dan diharapkan
memberikan manfaat yang baik bagi bidang-bidang yang berhubungan dengan
penelitian ini. Maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoritis
a) Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang
dilaksanakan sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi
pengembangan ilmu Administrasi Negara khususnya.
14
b) Dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan ilmu yang
terkait dalam masalah tersebut. Dalam arti setiap hasil yang
didapatkan dari penelitian ini bisa kita kembangkan menjadi suatu
ilmu yang terkonsep yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan
untuk pengembangan atau penelitian selanjutnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
a) Penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian yang praktis bagi
pemerintah daerah atau instansi untuk memaksimalkan penegakan
peraturan daerah yang telah dibuat sebelumnya.
b) Penelitian ini berguna bagi peneliti sebagai salah satu syarat
untuk menyandang gelar strata satu (S1) dan bertambahnya ilmu
pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
implementasi suatu peraturan daerah.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang yang menerangkan ruang lingkup dan
kedudukam masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang
paling umum sehingga mengarah kemasalah yang paling spesifik. Kemudian yang
selanjutnya yaitu identifikasi masalah, dalam hal ini identifikasi masalah
mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari tema/topik/judul
penelitian atau dengan masalah. Pembatasan masalah dan perumusan masalah dari
15
hasil identifikasi tersebut ditetapkan masalah yang paling urgent yang berkaitan
dengan judul penelitian. Maksud tujuan penelitian, dalam hal ini mengungkapkan
tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian. Kemudian
terdapat juga kegunaan penelitian yang menjelaskan manfaat dari penelitian yang
akan diteliti dan yang terakhir yaitu sistematika penulisan yang menjelaskan isi
dari bab per bab yang ada dalam penelitian.
BAB II DESKRIPSI TEORI
Terdapat deskripsi teori dan kerangka berfikir. Deskripsi teori mengkaji
tentang berbagai teori yang relevan dengan permasalahan dan variabel berfikir
sedangkan kerangka berfikir menceritakan alur pikiran peneliti dalam penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Terdiri dari metode penelitian menjelaskan tentang penggunaan metode
yang digunakan. Instrumen penelitian menjelaskan tentang proses penyusunan
dan jenis alat pengumpulan data. Populasi dan sampel penelitian menjelaskan
tentang wilayah generalisasi dan teknik pengambilan sampel dan generalisasinya.
Teknik pengolahan data dan analisa menjelaskan tentang bagaimana teknik
pengolahan data penelitian, analisa beserta rasionalisasinya.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Terdiri dari deskripsi obyek penelitian. Kemudian terdapat deskripsi data
yang menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan. Kemudian melakukan
16
pembahasan lebih lanjut terhadap persoalan dan paada akhir pembahasan peneliti
dapat mengemukakan berbagai keterbatasan yang mungkin terdapat dalam
pelaksanaan penelitian, keterbatasan ini dapat dijadikan rekomendasi terhadap
penelitian lebih lanjut dalam bidang yang menjadi obyek penelitian.
BAB V PENUTUP
Dalam penutup ini memuat penjelasan mengenai simpulan yaitu
menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas dan mudah
dipahami dan saran yaitu berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap
bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis.
17
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI DASAR
2.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2012: 2) adalah
apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public
policy is whatever governments choose to do or not to do). Konsep tersebut
sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan
oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika
pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Definisi kebijakan publik dari
Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik
tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan
publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh
badan pemerintah.
Anderson dalam Subarsono (2012: 3) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat
pemerintah. Sedangkan dalam pandangan David Easton ketika pemerintah
membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai
kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di
dalamnya (Subarsono, 2012: 3).
18
Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai
sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang
pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya.
Disamping itu, dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat
nasional, regional, maupun lokal, seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Pemerintah Propinsi, Peraturan Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat
pemerintah yang mengarah pada suatu tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan. Kebijakan publik didasarkan pada peraturan perundangan yang
bersifat mengikat dan memaksa dalam melaksanakan program yang telah
dibuat.
2.2 Proses Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas
intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis.
Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah,
forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan
adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.
19
Anderson dalam Subarsono (2012: 5) menetapkan proses kebijakan
publik sebagai berikut:
1) Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya? Apa yang
membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah
tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah?
2) Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-
pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa
saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?
3) Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternatif ditetapkan?
Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan
melaksanakan kebijakan? Bagaiman proses atau strategi untuk melaksanakan
kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?
4) Implementasi (implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi
kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?
5) Evaluasi (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak
kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari
adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan
atau pembatalan?
Adapun tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan menurut William
N. Dunn dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik
digambarkan sebagai berikut:
20
Gambar 2.1
Proses Pembuatan Kebijakan
Penyusunan
Agenda
Formulasi
Kebijakan
Adopsi
Kebijakan
Implementasi
Kebijakan
Penilaian
Kebijakan
Sumber: Dunn, 2003: 24
Melengkapi pendapat yang dikemukakan di atas, berikut merupakan
penjelasan dari tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan yaitu:
1. Penyusunan agenda, yaitu para pembuat kebijakan merumuskan masalah
sehingga dapat menemukan asumsi-asumsi, mengetahui penyebab-
penyebabnya, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan
Perumusan
Masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
21
merancang peluang-peluang untuk mengatasi masalah melalui kebijakan yang
baru.
2. Formulasi kebijakan, yaitu para pembuat kebijakan merumuskan alternatif
kebijakan untuk mengatasi masalah.
3. Adopsi kebijakan, yaitu memilih suatu alternatif kebijakan yang terbaik dalam
mengatasi masalah.
4. Implementasi kebijakan, yaitu suatu tahap dimana kebijakan telah
dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan
memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya.
5. Penilaian kebijakan, yaitu suatu proses untuk mengevaluasi/menilai sejauh
mana efektifitas dari kebijakan tersebut dalam implementasinya di lapangan.
Dengan kata lain apakah kebijakan tersebut sudah dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dimasyarakat
dan sejauh mana kemajuan dalam pencapaian tujuan yang telah ditempuh.
2.3 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana
pelaksana kebijakan melalui aktivitas atau kegiatan pada akhirnya akan
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kegiatan itu
sendiri. Implementasi kebijakan publik merupakan suatu kajian mengenai
pelaksanaan dari suatu kebijakan pemerintah. Setelah sebuah kebijakan
dirumuskan dan disetujui, langkah berikutnya adalah bagaimana agar
kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan. Implementasi dari suatu program
22
melibatkan upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat
pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku
kelompok sasaran (Subarsono,2012: 87).
Kamus Webster (Wahab,2005: 135) merumuskan secara pendek
bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for
carrying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give
practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Kalau
pandangan ini kita ikuti, maka implementasi kebijakan dapat dipandang
sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam
bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah
eksekutif, atau dekrit presiden).
Sedangkan Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2005: 136)
menjelaskan makna implementasi ini dengan menyatakan bahwa:
“memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-
kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman
kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak
nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya
menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik,
23
ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap dampak, baik yang diharapkan (intended) maupun yang tidak
diharapkan (spillover/negative effects).
Untuk memperkaya pemahaman tentang berbagai variabel yang
terlibat di dalam implementasi, terdapat beberapa model implementasi yaitu
sebagai berikut:
a) Model George C. Edwards III
Menurut Edwards dalam Subarsono (2012: 90), implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:
1) Komunikasi yaitu keberhasilan implementasi kebijakan
mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga
akan mengurangi distorsi implementasi.
2) Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan
agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya
manusia dan sumber daya finansial.
3) Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis.
4) Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya prosedur operasi standar (standard
operating procedures atau SOP).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh adanya
komunikasi yang jelas baik antar individu maupun lembaga yang terkait,
24
pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan, perilaku implementor yang baik,
serta struktur birokrasi yang dinamis artinya tidak kaku atau berbelit-belit.
b) Model Merilee S. Grindle
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut Grindle dalam
Subarsono (2012: 93) dipengaruhi oleh dua variabel yakni:
1) Isi kebijakan (content of policy) yang mencakup sejauhmana
kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi
kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target groups,
sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah
letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya dengan rinci, dan apakah sebuah
program didukung oleh sumber daya yang memadai.
2) Lingkungan kebijakan yang mencakup seberapa besar kekuasaan,
kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat,
karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa, tingkat
kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Isi kebijakan atau program akan berpengaruh pada tingkat
keberhasilan implementasi. Kebijakan kontroversial, kebijakan-kebijakan
yang dipandang tidak populis, kebijakan menghendaki perubahan besar,
biasanya akan mendapatkan perlawanan baik dari kelompok sasaran bahkan
mungkin dari implementornya sendiri yang mungkin merasa kesulitan
melaksanakan kebijakan tersebut atau merasa dirugikan. Kebijakan yang
memberikan manfaat kolektif atau pada banyak orang akan lebih mudah
diimplementasikan karena lebih mudah mendapatkan dukungan dari
kelompok sasaran atau masyarakat.
25
Konteks di mana dan oleh siapa kebijakan tersebut diimplementasikan
juga akan berpengaruh pada tingkat keberhasilannya, karena seberapapun
baik dan mudahnya kebijakan dan seberapapun dukungan kelompok sasaran,
hasil implementasi tetap bergantung pada implementornya. Karakter dari
pelaksana akan mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalam
mengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak
mungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi, dan kepentingan pribadi yang
ingin mereka capai.
Gambar 2.2
Model Implementasi Grindle
Sumber: Subarsono, 2012
Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh:
A. Isi Kebijakan
1) Kepentingan kelompok sasaran
2) Tipe manfaat
3) Derajat perubahan yang
diinginkan
4) Letak pengambilan keputusan
5) Pelaksanaan program
6) Sumberdaya yang dilibatkan
B. Lingkungan Implementasi
1) Kekuasaan kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat
2) Karakteristik lembaga dan
penguasa
3) Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil Kebijakan:
a. Dampak pada
masyarakat
individu dan
kelompok
b. Perubahan dan
penerimaan
masyarakat
Mengukur
keberhasilan
Program yang
dilaksanakan
sesuai rencana
Program aksi dan
program individu
yang didesain dan
didanai
Tujuan yang dicapai
Tujuan Kebijakan
26
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan harus terlihat jelas isi dari suatu
kebijakan tersebut dan mampu melihat situasi lingkungan kebijakan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi proses
implementasinya serta faktor pendukung yang dibutuhkan oleh pencapaian
tujuan.
d) Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono (2012: 94), ada
tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi,
yakni:
1) Karakteristik masalah (tractability of the problems). Masalah
publik dalam Subarsono (2012: 95) memiliki beberapa karakteristik
yaitu tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, tingkat
kemajemukan dari kelompok sasaran, proporsi kelompok sasaran
terhadap total populasi, dan cakupan perubahan perilaku yang
diharapkan.
2) Karakteristik kebijakan (ability of statute to structure
implementation). Kebijakan politik dalam Subarsono (2012: 97)
memiliki beberapa karakteristik yaitu kejelasan isi kebijakan, seberapa
jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumber
daya finansial terhadap kebijakan tersebut, seberapa besar adanya
keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana, kejelasan
dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana, tingkat
komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan, dan seberapa luas akses
kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi
kebijakan.
3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting
implementation). Lingkungan kebijakan publik dalam Subarsono
(2012: 98) memiliki beberapa karakteristik yaitu, kondisi sosial
ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan
publik terhadap sebuah kebijakan, sikap dari kelompok pemilih
(Constituency Groups), dan tingkat komitmen dan keterampilan dari
aparat dan implementor.
27
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan terlebih dahulu harus menganalisis
masalah yang ada untuk mengetahui mudah atau tidaknya masalah tersebut
diselesaikan. Setelah itu mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
dibutuhkan dalam proses implementasinya dan lingkungan kebijakan yang
mempengaruhinya baik secara internal maupun eksternal.
Selain itu proses implementasi ini harus juga ditinjau menurut
tahapan-tahapannya dalam Agustino (2008: 102) yaitu:
1. Output-output kebijaksanaan (keputusan-keputusan) dari badan-
badan pelaksana.
2. Kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan
tersebut.
3. Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana.
4. Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut.
5. Evaluasi sistem politik terhadap undang-undang baik berupa
perbaikan-perbaikan mendasar (upaya untuk melaksanakan
perbaikan) dalam muatan atau isinya.
Kesemua tahapan di atas seringkali digabung menjadi satu di bawah
pokok bahasan mekanisme umpan balik. Namun di sini terdapat dua proses
yang terpisah. Jika seseorang hanya tertarik pada persoalan sejauhmana
dampak nyata suatu implementasi program sejalan dengan tujuan-tujuan
program, maka yang penting diperhatikan hanyalah tiga tahap yang
disebutkan pertama, Kendatipun demikian, ada baiknya jika diperhatikan pula
evaluasi yang dilakukan oleh sistem politik terhadap undang-undang atau
28
kebijaksanaan itu, dan hal ini tercakup dalam dua tahap yang disebut terakhir.
Masing-masing tahap tersebut dapat disebut sebagai titik akhir (end point)
atau variabel tergantung (Agustino,2008: 102).
d) Model Daniel S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Menurut Meter dan Horn dalam Subarsono (2012: 99) ada enam
variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:
1) Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga
dapat direalisir.
2) Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber
daya manusia maupun sumber daya non manusia.
3) Hubungan antar organisasi artinya sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi dengan instansi lain.
4) Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup struktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi,
yang akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang mencakup sumber daya
ekonomi lingkungan, kelompok kepentingan yang memberi
dukungan, karakteristik para partisipan, sifat opini publik.
6) Disposisi implementor yang mencakup respon implementor,
pemahaman terhadap kebijakan dan preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan harus adanya kejelasan standar dan
sasaran kebijakan, pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan, koordinasi
yang kuat baik antarindividu dalam suatu organisasi maupun dengan instansi
lain, disposisi implementor yang baik, dan kondisi lingkungan yang
mempengaruhinya.
29
e) Model David L. Weimer dan Aidaan R. Vining
Menurut Weimer dan Vining dalam Subarsono (2012: 103), ada tiga
kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu program, yakni:
1) Logika dari suatu kebijakan yang dimaksudkan agar suatu
kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat
dukungan teoritis.
2) Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi
keberhasilan implementasi yang mencakup lingkungan sosial, politik,
ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis.
3) Kemampuan implementor artinya keberhasilan suatu kebijakan
dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para
implementor kebijakan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan harus sesuai dengan logika artinya
apakah kebijakan itu masuk akal atau tidak untuk diterapkan, sehingga dapat
diterima oleh masyarakat di lingkungan tempat kebijakan tersebut
diimplementasikan. Oleh karena itu lingkungan juga dapat mempengaruhi
proses implementasi. Selain itu juga harus didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas, artinya dituntut para implementor yang
berkompeten dalam menjalankan suatu kebijakan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model implementasi
Mazmanian dan Sabatier. Model implementasi Mazmanian dan Sabatier
memiliki tiga kelompok variabel yang mampu menjelaskan dan menjawab
permasalahan dalam Implementasi Peraturan Walikota Tangerang Nomor 18
30
Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air
Limbah. Kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
menurut Mazmanian dan Sabatier antara lain sebagai berikut:
1. Karakteristik masalah (tractability of the problems). Masalah publik
dalam Subarsono (2012: 95) memiliki beberapa karakteristik yaitu tingkat
kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, tingkat kemajemukan
dari kelompok sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total
populasi, dan cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karakteristik kebijakan (ability of statute to structure implementation).
Kebijakan politik dalam Subarsono (2012: 97) memiliki beberapa
karakteristik yaitu kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh kebijakan
memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumber daya finansial
terhadap kebijakan tersebut, seberapa besar adanya keterpautan dan
dukungan antar berbagai institusi pelaksana, kejelasan dan konsistensi
aturan yang ada pada badan pelaksana, tingkat komitmen aparat terhadap
tujuan kebijakan, dan seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk
berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
Lingkungan kebijakan publik dalam Subarsono (2012: 98) memiliki
beberapa karakteristik yaitu, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
tingkat kemajuan teknologi, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan,
sikap dari kelompok pemilih (Constituency Groups), dan tingkat
komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor
31
2.4 Pengertian Perizinan
Menurut Sjachran Basah dalam Ridwan HR (2011: 198) izin
adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas
berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan
tertentu yang secara umum dilarang. (Ridwan HR,2011: 199)
Terdapat istilah lain yang memiliki kesejajaran dengan izin, yaitu:
a. Dispensasi ialah keputusan administrasi negara yang membebaskan
suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan
tersebut. Sehingga suatu peraturan undang-undang menjadi tidak
berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa (relaxation legis).
b. Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk
menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk
menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk
menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa.
c. Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang
besar di mana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga
sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh
pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada
konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.
32
Bentuknya dapat berupa kontraktual atau kombinasi antara lisensi
dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta
syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa izin adalah
salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam bidang
administrasi negara. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis
untuk mengemudikan tingkah laku para warga agar tidak menyimpang dari
peraturan perundang-undangan.
2.5 Pengertian Limbah
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan. Dapat dikatakan juga bahwa limbah adalah buangan
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Tingkat bahaya keracunan
yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah,
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah
kualitas lingkungan, bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan
kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu
sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang
terkandung di dalam limbah tersebut. Adapun jenis-jenis limbah adalah
menurut Andrianto (2002) adalah sebagai berikut:
33
1. Limbah Cair
Limbah cair adalah buangan zat/bahan yang bersifat cair dari suatu
proses/kegiatan rumah tangga industri dan lain-lain. Limbah cair terdiri dari
sebagian besar air/bahan cair dengan sebagian partikel-partikel padat dari
bahan-bahan terlarut, baik organik maupun yang bukan organik
(Andrianto,2002: 102). Sebagai contoh limbah cair yang berasal dari rumah
tangga adalah tinja, air seni, sisa-sisa deterjen/sabun, sampah, pasir dan lain
lainnya, biasanya limbah cair ini berwarna atau keruh. Perlimbahan itu
banyak berbeda dalam konsentrasi dan komposisinya dari suatu tempat/kota
ke tempat/kota yang lain, disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata
dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda sifat makanan
mereka dan pemakaian air per kapita. Pelimbahan pada kota-kota non industri
kebanyakan terdiri dari sampah domestik yaitu pembuangan air kotor dari
kamar-kamar mandi, kakus dan dapur. Kotoran-kotoran itu merupakan
campuran yang rumit dari zat-zat, bahan mineral dan organik dalam banyak
bentuk, termasuk partikel-partikel besar dan kecil benda padat, bahan-bahan
terlarut, bahan-bahan pembentuk koli. Selain benda-benda mati limbah cair
tadi juga mengandung kehidupan, biasanya dari biota renik terutama dari
virus, bakteri, protozoa, dan jamur; dengan demikian merupakan media untuk
kehidupan dari jasad renik tersebut.
Kebanyakan dari jasad renik tidak berbau hanya dapat berperan
sebagai perombak partikel-partikel yang ada pada limbah tadi. Tetapi
kadang-kadang ada di antara jasad renik tersebut yang potensial dapat
34
menyebabkan penyakit. Limbah cair dari berbagai industri, kegiatan
perdagangan serta limbah cair dari rumah tangga/hunian sangat bervariasi,
sehingga penanganannya dan peralatannya tentu juga bervariasi sesuai
dengan kebutuhannya.
2. Limbah Padat/Sampah
Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk
limbah yang terdapat di lingkungan. Menurut American Public Health
Association, sampah (waste) diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan,
tidak terpakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Sumantri,2015: 62).
Benda-benda padat dari yang berupa sisa proses industri, kegiatan
perdagangan, rumah tangga dan lain-lain dapat berbentuk bahan organik
maupun anorganik. Zat organik dalam sampah dapat terdiri dari bahan-bahan
nitrogen/protein karbohidrat, lemak dan sabun, yang bersifat dapat berubah
dan menjadi busuk yang mnegeluarkan bau yang tidak sedap atau busuk.
Setiap bahan membutuhkan waktu proses perombakan yang berbeda-beda.
Hal inilah yang memerlukan pembenaran penanganan pembuangan
dan atau pengolahannya sehingga timbunan sampah tidak semakin
menumpuk akibat kesulitan tempat pembuangannya dan sangat mengganggu
lingkungan di sekitarnya. Keanekaragaman sampah/limbah menyebabkan
perlunya berbagai macam peralatan dan cara-cara penanganan serta perlunya
koordinasi antarsektor serta masyarakat dalam penganggulangannya secara
terpadu.
35
3. Limbah B3
Kehidupan modern ditandai dengan meningkatnya industrialisasi,
intensifikasi pertanian, transportasi yang nyaman dan cepat, dan kebutuhan
energi yang meningkat tajam. Kesemuanya ini memberikan kenyamanan dan
kesejahteraan kehidupan masyarakat modern, tetapi perlu diperhatikan juga
adanya dampak negatif yang menyertai perkembangan-perkembangan ini.
Salah satu dampak negatif tersebut adalah terbentuknya limbah bahan
berbahaya dan beracun (limbah B3).
Limbah bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) adalah bahan
sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi; yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun, yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau membahayakan
kesehatan manusia. Bahan sisa pada suatu kegiatan antara lain adalah bahan
sisa yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan
kegiatan lain. Sedangkan limbah B3 pada kegiatan tersebut antara lain adalah
bahan baku yang bersifat berbahaya dan beracun yang tidak digunakan
karena rusak, sisa pada kemasan, tumpahan, sisa proses, dan lain-lain.
Menurut Noegrohati (1995), pemeliharaan dan pelestarian
lingkungan adalah suatu keharusan dalam pembangunan berwawasan
lingkungan. Dalam masyarakat modern ini, terbentuknya limbah B3 tidak
dapat dihindari, tetapi dengan pengelolaan yang baik, pencegahan limbah B3
masuk ke dalam lingkungan dapat dilaksanakan (Andrianto,2002: 106).
36
4. Limbah Gas
Limbah gas yang berupa gas dapat berasal dari rumah tangga,
transportasi, industri dan lain-lain, yang pada volume tertentu dapat
mengganggu lingkungan, bahkan dapat meracuni makhluk hidup yang ada
atau menyebabkan pencemaran. Seperti gas CO, CO2 dapat meracuni atau
menyebabkan kematian dari binatang dan manusia, serta menjadi penyebab
efek rumah kaca. Gas CO dan CO2 sangat banyak dihasilkan dari pembakaran
yang dilakukan di rumah tangga, kendaraan-kendaraan bermotor dan industri.
Gas sulfur yang dikeluarkan bersama dengan asap dari suatu pabrik
atau kegiatan lain dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Gas sulfur
dengan air akan menjadi asam sulfat (H2SO4), yang dapat merusak tumbuhan
dan menyebabkan keasaman pada tanah serta perairan (Andrianto,2002: 114).
Limbah gas yang bercampur debu dapat menyebabkan
berkurangnya intensitas matahari dan akan mengganggu proses fotosintesa
pada tumbuhan, kehidupan tumbuhan akan merana/mati, sehingga rantai
makanan akan terganggu pula. Limbah gas dapat menyebabkan penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan beberapa penyakit yang lain.
Volume konsentrasi dan komposisi dari gas buangan sangat bervariasi,
tergantung pada macam kegiatannya.
2.6 Klasifikasi Limbah Cair
Sumantri (2015) dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Lingkungan
mengklasifikasikan air limbah berdasarkan sumber penghasilnya, yaitu:
37
1. Air Limbah Rumah Tangga (ALRT)
Air limbah rumah tangga (ALRT) merupakan air limbah yang berasal dari
pemukiman penduduk. Pada dasarnya air limbah rumah tangga terdiri dari
tiga fraksi penting diantaranya:
a. Tinja (faeces) berpotensi mengandung mikroba pathogen
(contohnya: Bakteri e.coli).
b. Air seni (urine) umumnya mengandung nitrogen dan fosfor, serta
kemungkinan kecil mikroorganisme.
c. Greywater merupakan air limbah domestik yang berasal dari
dapur, air bekas cuci pakaian, dan air mandi (bukan dari toilet),
sedangkan blackwater adalah istilah yang digunakan untuk air
limbah yang mengandung kotoran manusia.
2. Air Limbah Industri (ALI)
Air limbah industri (ALI) merupakan hasil sisa dari produksi, air limbah
industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam
proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi
tergantung dari bahan baku yang digunakan oleh industri tersebut. Antara
lain: nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, zat pewarna, mineral, dan logam
berat. Oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangat bervariasi,
bergantung kepada zat-zat yang terkandung di dalamnya (Sumantri,2015:
87)
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini,
maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan
38
berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara
lain:
a. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit,
terutama: kholera, typhus abdominalis, desentri baciler.
b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme patogen.
c. Menjadi tempat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat
hidup larva nyamuk.
d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak
sedap.
e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan
lingkungan hidup lainnya.
f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan
tidak nyaman dan sebagainya.
2.7 Teknologi Proses Pengolahan Air Limbah
Pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dilakukan dengan mengurangi jumlah dan kekuatan
air limbah sebelum dibuang ke perairan penerima. Tingkat pengurangan
yang diperlukan dapat diperkirakan berdasarkan data karakteristik air
limbah dan persyaratan baku mutu lingkungan yang berlaku.
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun
dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya
dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi yang digunakan untuk
mengolah air limbah secara alamiah. Kolam stabilisasi sangat
39
direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan
negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya
relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas dan retention time yang
cukup lama (biasanya 20-50 hari). Kolam stabilisasi yang umum
digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif
(facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/maturation pond). Kolam
anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan
kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi
biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di
dalam air limbah (Sumantri,2015: 93).
Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan
secara optimal, maka air limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya
harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan
pengolahan air limbah ini adalah untuk mengurangi kandungan pencemar
air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih
sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan.
Proses pengurangan kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan melalui
tahapan penguraian:
1. Proses Alamiah
Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang
mengandung pencemar, alam sendiri memiliki kemampuan untuk
memulihkan kondisinya sendiri atau yang disebut “self purification”.
Alam memiliki kandungan zat yang mampu mendegradasi pencemar
40
dalam air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan mampu diterima
alam itu sendiri, diantaranya mikroorganisme. Waktu yang diperlukan
akan sangat tergantung dari tingkat pencemarannya yang otomatis
berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Jika kepadatan penduduk
meningkat maka pencemaran pun akan semakin meningkat sehingga
proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu
yang sangat lama. Kondisi tersebut akan menimbulkan penumpukan beban
limbah sesuai dengan batas kemampuan alam untuk dapat melakukan
pembersihan sendiri (self-purification) jauh lebih rendah dibanding dengan
jumlah pencemar yang harus didegradasi.
2. Sistem Pengolahan Air Limbah
Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar,
maka langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air
limbah tersebut dengan rangkaian proses dan operasi yang mampu
menurunkan dan mendegradasi kandungan pencemar sehingga air limbah
tersebut aman jika dibuang ke lingkungan. Air limbah yang berasal dari
aktivitas domestik, kandungan zat organik merupakan zat yang paling
dominan terkandung di dalamnya, pengolahan yang dapat dilakukan
berupa teknologi yang sederhana dan murah seperti cubluk kembar sampai
pada pengolahan air limbah komunal menggunakan teknologi pengolahan
yang mutakhir.
41
Menurut Kasmidjo (1995) dalam Andrianto (2002: 134) jika
modifikasi proses dan pemanfaatan limbah cair tidak dapat diterapkan,
maka konsep penanganan limbah berlalu secara umum untuk segala
macam limbah, termasuk limbah cair agroindustri. Ada tiga tahapan
perlakuan penanganan limbah cair, yaitu primary treatment, secondary
treatment dan tertiary treatment.
1) Primary Treatment
Primary treatment adalah suatu cara pemisahan bahan pencemar
padat dari limbah dengan operasi fisikawi (Andrianto, 2002:134).
Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan
padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan
air limbah melalui saringan (filter) dan/atau bak sedimentasi
(sedimentation tank).
a. Penyaringan (Filtration)
Penyaringan bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur
tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air
limbah melalui media yang porous. Hal ini perlu dilakukan sebab polutan
tersebut (padatan, lumpur tercampur dan partikel koloid) yang
menyebabkan sedimentasi bagi badan air penerima. Selain itu, polutan
tersebut dapat merusak peralatan pengolahan limbah yang lain seperti
pompa serta efisiensi dari alat pengolah lainnya.
Pengoperasian alat filtrasi biasanya dibagi menjadi dua aktivitas,
yakni penyaringan polutan dan pembersihan alat filtrasi tersebut (disebut
42
juga backwashing). Beberapa alat filtrasi yang banyak digunakan adalah
saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan multimedia, percoal
filter, microstaining, dan vacuum filter.
b. Pengendapan (Sedimentation)
Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang sangat
tenang. Bahan kimia dapat ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau
meningkatkan pengurangan dari partikel yang tercampur. Adanya
pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses
pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah
pengendapan secara gravitasi.
Waktu yang diperlukan untuk mengalir dari titik inlet ke titik outlet
agar terjadi proses pengendapan secara bertahap dan sempurna disebut
waktu tinggal (detention time). Untuk mempercepat proses pengendapan
ini, sering ditambahkan bahan koagulan seperti alum (tawas). Dalam
industri dikenal istilah rapid mixing dan slow mixing.
2) Secondary Treatment
Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan
mengkoagulasikan dan menghilangkan koloid serta untuk menstabilisasi
zat organik dalam air limbah. Khusus untuk limbah domestik, tujuan
utamanya adalah mengurangi bahan organik dan dalam banyak hal juga
menghilangkan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor. Proses penguraian
43
bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme secara aerobik atau
anaerobik.
a. Proses Aerobik
Dalam proses aerobik, penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme dapat terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron
acceptor dalam air limbah. Proses aerobik biasanya dilakukan dengan
bantuan lumpur aktif (activated sludge), yaitu lumpur yang banyak
mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir adalah karbon dioksida, uap air
serta excess sludge.
b. Proses Anaerobik
Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan tanpa kehadiran
oksigen. Hasil akhir yang dominan dari proses anaerobik adalah biogas
(campuran metana dan karbon dioksida), uap air serta sedikit excess
sludge. Aplikasi terbesar sampai saat ini adalah stabilisasi lumpur dari
Instalasi Pengolahan Air Limbah serta pengolahan beberapa jenis air
limbah industri.
3) Tertiary Treatment
Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan
dari pengolahan kedua. Pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi atau
unsur hara khususnya nitrat dan posfat. Pada tahapan ini dapat dilakukan
pemusnahan mikroorganisme patogen dengan penambahan Chlor pada air
limbah (Sumantri,2015:100).
44
2.8 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini peneliti memaparkan dua penelitian terdahulu
yang dapat dijadikan salah satu data pendukung yang menurut peneliti dapat
dijadikan acuan karena relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas
dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan
acuan adalah terkait dengan proses perizinan. Berikut ini adalah penelitian
terdahulu yang peneliti baca.
Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Santi Aditya dari Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2011 dengan judul Pelaksanaan Izin
Pembuangan Limbah Cair pada Industri Perak di Kota Gede. Temuan dalam
penelitian ini adalah Kota Gede sebagai daerah penghasil kerajinan perak
selain dapat membantu perekonomian masyarakat serta mengurangi jumlah
pengangguran di wilayah tersebut juga menghasilkan limbah cair yang dapat
mengancam kerusakan lingkungan. Limbah cair yang dikeluarkan dari
industri perak menyebabkan pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu
kelangsungan hidup atau lingkungan. Gangguan-gangguan dari industri
tersebut dapat menyebabkan ketergantungan kesehatan manusia, seperti
sulitnya mendapatkan udara dan air yang bersih karena sudah tercemar.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Santi Aditya (2011) dari
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan penelitian ini terletak pada
lokus/tempat dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini mengambil lokus di
45
Kota Tangerang. Selain itu dalam penelitian ini membahas tentang tata cara
perizinan untuk pembuangan air limbah industri di Kota Tangerang.
Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Amirudin Rohmat dari
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2013
dengan judul Pelaksanaan Pengaturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
Implikasinya terhadap Tata Ruang di Kabupaten Batang. Temuan dalam
penelitian ini adalah pembangunan sarana dan prasarana maupun infrastruktur
di Kabupaten Batang terasa kian kompleks sehingga perlu melakukan kajian
dan analisis terhadap perizinan yang menjadi tolak ukur prosedur mengenai
pembangunan itu sendiri. Prosedur yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah mengenai implikasi pengaturan IMB terhadap tata ruang di
Kabupaten Batang. Instansi atau pejabat pelaksana penerbitan IMB juga tidak
luput dari sorotan karena instansi pemerintah tersebutlah yang berkaitan
langsung dengan perizinan terhadap pembangunan yang dilaksanakan.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Amirudin Rohmat (2013)
dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan penelitian
ini adalah dalam penelitian ini membahas implementasi tata cara perizinan
pembuangan air limbah, sedangkan pada penelitian Amirudin Rohmat
membahas tentang perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
46
2.9 Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti dalam sebuah
penelitian, untuk mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam
menjelaskan permasalahan penelitian maka dibuatlah kerangka berpikir
sebagai berikut:
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana
implementasi tata cara perizinan pembuangan air limbah industri di Kota
Tangerang dengan berdasarkan pada Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun
2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah
di Kota Tangerang. Pada prinsipnya, peraturan ini dibuat agar terciptanya
lingkungan yang terbebas dari pencemaran air yang disebabkan oleh air
limbah yang dibuang tanpa pengolahan ke dalam suatu badan air. Selain itu,
untuk menerapkan kedisiplinan bagi setiap kegiatan usaha agar tidak
membuang limbah sebelum diolah terlebih dahulu. Tujuan pengolahan air
limbah ini adalah untuk mengurangi kandungan pencemar air sehingga
mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika
terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan.
Namun berdasarkan observasi awal, peneliti menemukan beberapa
permasalahan seperti meningkatnya jumlah industri di Kota Tangerang yang
selain berdampak positif dengan adanya penyerapan tenaga kerja dan
peningkatan pendapatan asli daerah juga berdampak buruk dengan
pencemaran lingkungan yang ditimbulkan akibat limbah cair industri. Sungai-
47
sungai di Kota Tangerang sebagian besar sudah tercemar yang diakibatkan
dari limbah cair industri yang dibuang sembarangan serta tidak diolah terlebih
dahulu. Kurangnya tingkat ketaatan pelaku industri dalam hal pengolahan air
limbah hasil kegiatan mereka juga menjadi salah satu penyebab pencemaran
air yang terjadi di Kota Tangerang. Kemudian masih banyaknya industri yang
belum memiliki Izin Pembuangan Air Limbah sendiri, air limbah perlu diolah
serta dikelola terlebih dahulu sehingga limbah tersebut bersifat mendekati
netral dan tidak berbahaya terhadap lingkungan hidup.
Penelitian ini melihat kesesuaian permasalahan Implementasi
Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan
Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang dengan
menggunakan model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier yang
mengkaji tiga dimensi, yaitu:
1) Karakteristik masalah yang secara garis besar menjelaskan tentang mudah
atau tidaknya masalah yang akan digarap. Sub dimensinya terdiri dari
kesulitan teknis, keragaman perilaku kelompok sasaran, totalitas kelompok
sasaran dan ruang lingkup perubahan perilaku.
2) Karakteristik kebijakan yang secara garis besar menjelaskan tentang
kemampuan kebijakan dalam menstrukturkan proses implementasi. Sub
dimensinya terdiri dari kejelasan dan konsistensi tujuan. Sumber daya, akses
formal pihak luar, keterpaduan hierarki badan pelaksana, rekruitmen pejabat
pelaksana dan aturan keputusan dari badan pelaksana.
48
3) Karakteristik lingkungan kebijakan yang secara garis besar menjelaskan
tentang dimensi diluar kebijakan yang dapat mempengaruhi proses
implementasi. Sub dimensinya terdiri dari kondisi sosial, ekonomi dan
teknologi, dukungan politik terhadap kebijakan, sikap dan sumber yang
dimiliki masyarakat, serta komitmen dan keterampilan pejabat pelaksana.
Adapun struktur kerangka berpikir yang peneliti buat sebagai acuan
dalam melakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
49
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Peraturan Walikota Tangerang Nomor 18 Tahun 2010
tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan
Pemanfaatan Air Limbah
Identifikasi Masalah:
1. Pemerintah Kota Tangerang tidak memiliki data-data yang memadai
terkait jumlah industri di Kota Tangerang, khususnya data jumlah
industri skala kecil atau disebut juga home industry
2. Sungai Cisadane di Kota Tangerang sudah tercemar oleh air limbah
industri yang dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
3. Tingkat ketaatan pelaku industri terhadap ketentuan peraturan
lingkungan hidup relatif rendah.
(Sumber: Peneliti, 2018)
Implementasi Kebijakan Model
Mazmanian dan Sabatier
1. Karakteristik masalah
2. Karakteristik kebijakan
3. Lingkungan kebijakan
(Subarsono,2012: 94)
Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010
tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air
Limbah di Kota Tangerang berjalan dengan optimal
50
2.10 Asumsi Dasar
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas
serta observasi awal yang telah dilakukan, maka peneliti berasumsi bahwa
Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang
belum berjalan dengan optimal.
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Istilah metode penelitian dipahami sebagai cara yang paling efektif dan
efisien dalam melakukan penelitian sesuai dengan masalah yang dikaji. Penelitian
yang efektif dan efisien artinya penelitian tersebut dapat dipahami dan tidak
memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Maka dengan demikian metode
penelitian dapat dipahami sebagai tata cara bagaimana suatu penelitian
dilaksanakan. Sementara itu, Sugiyono (2012: 2) mendefinisikan bahwa metode
penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Selanjutnya, dalam pengertian yang luas. Sugiyono
menjelaskan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan
data yang valid, dengan tujuan untuk dapat ditemukan, dikembangkan, dan
dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.
Dalam penelitian mengenai Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18
Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air
Limbah di Kota Tangerang, berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian,
maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Denzin dan
Lincoln dalam Moleong (2006: 5) menyatakan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan
52
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada.
Dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam
tentang bagaimana kenyataan sosial yang terjadi dalam penelitian Implementasi
Peraturan Walikota No. 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perijinan Pembuangan
dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang. Dengan demikian, laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian
laporan penelitian.
3.2 Fokus Penelitian
Peneliti akan membatasi ruang lingkup materi kajian penelitian yang akan
dilakukan yakni mengenai implementasi tata cara perizinan pembuangan air
limbah industri di Kota Tangerang berdasarkan pada Peraturan Walikota Nomor
18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air
Limbah di Kota Tangerang.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instansi di Kota Tangerang, yaitu di Dinas
Lingkungan Hidup serta beberapa industri yang terdapat di Kota Tangerang.
53
3.4 Fenomena yang Diamati
3.4.1 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan penarikan batasan yang menjelaskan suatu
konsep secara singkat, jelas, dan tegas. Definisi konseptual bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang sama antara penulis dan pembaca mengenai suatu
konsep yang terdapat pada sebuah penelitian. Konsep-konsep yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
1) Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses melaksanakan keputusan
kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden) yang
dilakukan oleh individu, kelompok tertentu, masyarakat, maupun
pemerintah dan swasta.
2) Perizinan
Perizinan adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan. Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah
untuk mengatur tingkah laku para warga agar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
54
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan
Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang. Definisi operasional ini menjadi
jembatan antara konsep yang lebih bersifat teoritis dan pengamatan yang bersifat
empiris sehingga nantinya akan ditemukan titik temu hubungan antara satu
dengan yang lainnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitiatif,
oleh karena itu dalam penjelasan definisi operasional ini akan mengaitkan
fenomena maupun realitas sosial yang terjadi dengan konsep yang digunakan
yaitu tiga variabel menurut Mazmanian dan Sabatier yang mempengaruhi
implementasi kebijakan publik, yaitu:
1. Karakteristik masalah, yaitu mengamati tingkat kesulitan teknis dari
masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh air limbah industri
di Kota Tangerang.
2. Karakteristik kebijakan, mengamati kejelasan isi kebijakan, dalam hal ini
adalah Peraturan Walikota Tangerang Nomor 18 Tahun 2010 dan
bagaimana dukungan antar berbagai institusi pelaksana, kejelasan dan
konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
3. Variabel lingkungan, mengamati kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota
Tangerang dan tingkat kemajuan teknologi, serta dukungan publik
terhadap sebuah kebijakan.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur variabel yang akan
diteliti. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
55
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono,2012: 222).
Moleong (2006: 19) menyatakan bahwa pencari tahu alamiah (peneliti)
dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat
pengumpul data. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian adalah peneliti itu
sendiri dengan membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi dalam
rangka mempermudah proses pengumpulan dan analisis data. Peneliti harus
memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, dan data
menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi
lebih jelas dan bermakna. Peneliti juga akan mampu menentukan kapan
penyimpulan data yang telah mencukupi, data telah jenuh, dan penelitian
dihentikan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian kualitatif, pengumpulan datanya tidak dibatasi oleh instrumen dan
peneliti akan mampu menentukan kapan penyimpulan data yang telah mencukupi,
data telah jenuh, dan penelitian dihentikan serta peneliti dapat langsung
melakukan pengumpulan data, menganalisis, melakukan refleksi secara terus
menerus, dan juga secara keseluruhan dapat membangun pemahaman yang tuntas
tentang sesuatu hal.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian merupakan sumber data yang digunakan pada
penelitian ini. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,
tetapi oleh Spradley dalam Sugiyono (2012: 215) dinamakan “social situation”
56
atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku
(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Dalam
penelitian mengenai Implementasi Peraturan Walikota No. 18 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota
Tangerang, penentuan informannya menggunakan teknik Purposive Sampling
(sampel bertujuan).
Menurut Soehartono (2004: 63) purposive sampling merupakan
pengambilan sampel berdasarkan tujuan, dalam teknik ini atau siapa yang akan
ambil anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang
menurut dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Jadi, pengumpulan data
diberi penjelasan oleh peneliti dan diambil siapa saja yang menurut peneliti sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian yang artinya hanya informan tertentu saja
yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Di samping itu, beberapa data
sekunder yang terkait juga digunakan secara optimal guna dapat dianalisis rupa
sehingga mendapatkan hasil optimal.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya adalah:
57
TABEL 3.1
Informan Penelitian
No.
Informan
Keterangan
1. Masyarakat
Key Informan
2. Lembaga Swadaya Masyarakat Key Informan
3. PT. Mayora Indah, Tbk Key Informan
4. Konsultan Lingkungan Hidup Key Informan
5.
Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan
Kapasitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kota Tangerang
Secondary Selection
6.
Kepala Seksi Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang
Secondary Selection
7. Kepala Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Secondary Selection
8. Staf Pelaksana Penegakan Hukum Lingkungan
Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Secondary Selection
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,2012: 224). Dalam
penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data adalah:
58
3.7.1 Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung diberikan oleh
narasumber kepada peneliti. Data ini diperoleh melalui kegiatan:
1. Observasi
Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk
melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan disini diartikan
lebih sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang
berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono,2004: 69). Tujuan
menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan
sebagainya. Faisal dalam Sugiyono (2009: 226) yang mengklasifikasikan
observasi sebagai berikut:
a. Observasi berpartisipasi (participant observation)
b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation
and convert observation), dan
c. Observasi yang tidak terstuktur (unstructured observation)
Berdasarkan pengklasifikasian observasi di atas, observasi yang dilakukan
peneliti dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan, di mana peneliti
dalam melakukan pengumpulan data menyatakan tujuan serta maksud kepada
sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian agar pihak-pihak yang
diteliti mengetahui tujuan peneliti. Sehingga diharapkan data yang diperoleh
merupakan data yang akurat sesuai dengan apa yang dibutuhkan peneliti.
59
2. Wawancara
Wawancara (interview) untuk keperluan penelitian berbeda dengan
percakapan sehari-hari. Wawancara biasanya dimaksudkan untuk memperoleh
keterangan, pendirian, pendapat secara lisan dari seseorang (yang lazim disebut
responden) dengan berbicara langsung (face to face) dengan orang tersebut.
Dengan demikian, wawancara berbeda dengan ngobrol, bercakap-cakap, dan
beramah-tamah (Suyanto dan Sutinah,2004: 69). Wawancara merupakan bagian
dari metode kualitatif. Dalam metode kualitatif ini dikenal dengan teknik
wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara di
mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif
lama (Sutopo,2006: 72). Dalam wawancara mendalam dilakukan penggalian
secara mendalam terhadap satu topik yang telah ditentukan berdasarkan tujuan
dan maksud diadakan wawancara tersebut dengan menggunakan pertanyaan
terbuka.
Estenberg dalam Sugiyono (2012: 233) mengemukakan tiga jenis
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur.
a) Wawancara terstruktur (structured interview), digunakan sebagai
teknik pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
b) Wawancara semistruktur (semistructure interview), sudah termasuk
dalam kategori in-depth interview yang pelaksanaannya lebih
bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
60
c) Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview), merupakan
wawancara yang bebas dan peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara yang terstruktur.
Peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang mencakup serangkaian
pertanyaan yang disusun secara sistematis dalam rangka mendapatkan penjelasan
masalah dari penelitian yang sedang dilakukan. Dalam wawancara ini, setiap
responden akan diberikan pertanyaan masing-masing sesuai dengan indikator-
indikator Implementasi Kebijakan Publik menurut Mazmanian dan Sabatier.
61
TABEL 3.2
Pedoman Wawancara
No
Dimensi
Kisi-Kisi Pertanyaan
Informan
1 Karakteristik
Masalah
a) Kesulitan teknis dalam
mengatasi pencemaran sungai
di Kota Tangerang
b) Keragaman perilaku masyarakat
dalam menyikapi permasalahan
pencemaran akibat limbah cair
industri
c) Ruang lingkup perubahan
perilaku masyarakat yang
diharapkan
I1, I2, I3, I4,I5,
I6
2 Karakteristik
Kebijakan
a) Tujuan kebijakan dalam
pengelolaan air limbah industri
b) Sumber daya yang dibutuhkan
dalam mengimplementasikan
suatu kebijakan
c) Lembaga pemerintah yang
terkait dalam implementasi
kebijakan
d) Koordinasi antar dinas dalam
mengimplementasikan
kebijakan
e) Akses kelompok luar untuk
berpartisipasi dalam
implementasi kebijakan
I5, I6, I7, I8,
3 Lingkungan
Kebijakan
a) Kondisi sosial, ekonomi
masyarakat dan kemajuan
ekonomi
b) Dukungan masyarakat terhadap
sebuah kebijakan
c) Sikap dan sumber yang dimiliki
masyarakat dalam
mempengaruhi suatu kebijakan
d) Komitmen dan keterampilan
para implementor
I1, I2, I3, I4, I5,
I6, I7, I8
62
3.7.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui
kegiatan studi kepustakaan dan dokumentasi mengenai data yang diteliti
1. Studi Kepustakaan
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-
buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-jurnal ilmiah
yang berkaitan dengan obyek penelitian.
2. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi (Soehartono,2004: 70) merupakan teknik pengumpulan
data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang. Studi
dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono,2012: 240). Hasil dari
observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat dipercaya apabila
didukung oleh foto-foto.
Selanjutnya, supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan
peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber
data, maka diperlukan alat-alat sebagai berikut:
1. Buku catatan : berfungsi untuk mencatat semua
percakapan dengan sumber data.
2. Alat perekam : berfungsi untuk merekam semua
percakapan atau pembicaraan.
63
3. Kamera : untuk memotret kalau peneliti sedang
melakukan pembicaraan dengan informan/sumber data. Dengan
adanya foto ini, maka dapat meningkatkan keabsahan
penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti betul-betul
melakukan pengumpulan data.
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas data
primer dan data sekunder. Data primer berupa data dalam bentuk verbal atau kata-
kata yang diucapkan secara lisan oleh subyek penelitian atau informan penelitian.
Dalam hal ini data primer diambil melalui wawancara (interview). Sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang
menunjang data primer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh melalui hasil observasi yang telah didokumentasikan dalam bentuk foto-
foto serta data-data hasil dari studi pustaka yang berkaitan dengan masalah yang
ada di dalam penelitian ini.
3.8 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Pekerjaan
analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
memberi kode, dan mengkategorisasikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan
data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya
diangkat menjadi teori substantif (Moleong,2006: 281).
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan
Huberman yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Adapun aktivitas analisis data
64
dalam model Miles dan Huberman terdiri dari reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan kesimpulan-kesimpulan yang terdiri dari
penarikan/verifikasi (conclusion drawing/verification). Proses dari analisis data
tersebut digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Analisis Data Model Miles dan Huberman
Sumber: Sugiyono, 2012
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan
melakukan kegiatan berulang secara terus menerus. Ketiga hal tersebut
merupakan sesuatu yang saling berkaitan dan mendukung pada saat sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data. Ketiga hal itu dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistemik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Proses pengumpulan data dapat dilakukan
Pengumpulan
Data
Penyajian
Data
Kesimpulan:
Penarikan/Verifikasi Reduksi Data
65
dengan berbagai macam cara melalui wawancara, pengamatan, observasi, dan
dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan penelitian.
b. Reduksi Data (Data Reduction)
Dalam melakukan proses pengumpulan data dari berbagai sumber, tentunya
akan sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin lama peneliti
berada di lapangan, maka data yang didapatkan akan semakin kompleks dan
rumit, sehingga apabila tidak segera diolah akan dapat menyulitkan peneliti. Oleh
karena itu, proses analisis data pada tahap ini juga harus dilakukan. Untuk
memperjelas data yang didapatkan dan mempermudah peneliti dalam
pengumpulan data selanjutnya, maka dilakukan reduksi data. Reduksi data dapat
diartikan sebagai kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,2012: 247).
c. Penyajian Data (Data Display)
Langkah penting selanjutnya dalam kegiatan analisis data kualitatif adalah
penyajian data. Secara sederhana penyajian data dapat diartikan sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
66
flowchart dan sejenisnya. Namun pada penelitian ini, penyajian data yang peneliti
lakukan adalah dalam bentuk teks narasi, hal ini seperti yang dikatakan oleh Miles
dan Huberman, “the most frequent form of display data for qualitative research
data in the past has been narrative text” (yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif). Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan bagan dalam penyajian
datanya. Penyajian data yang baik merupakan salah satu cara yang utama bagi
analisis kualitatif yang valid, semuanya disusun guna menggabungkan informasi
sehingga dapat ditarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
d. Verifikasi (Verification)
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Dari awal
pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti hubungan-hubungan, mencatat
keteraturan, pola-pola, dan menarik kesimpulan. Kesimpulan yang dikemukakan
diawal masih bersifat sementara, dan akan terus berubah selama proses
pengumpulan data masih terus berlangsung. Akan tetapi, apabila kesimpulan
tersebut didukung oleh data yang valid dan konsisten yang peneliti temukan di
lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.
67
3.9 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data
Menurut Sugiyono (2012: 267), validitas adalah derajat ketepatan
antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan
oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda
antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada
obyek penelitian. Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal
yang berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang
dicapai, dan validitas eksternal yang berkenaan dengan derajat akurasi apakah
hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi di mana
sampel tersebut diambil. Bila sampel penelitian representatif, instrumen penelitian
valid dan reliable, cara mengumpulkan dan analisis data benar, maka penelitian
akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data
atau temuan. Dalam penelitian kuantitatif, reliabilitas berkenaan dengan
konsistensi data, di mana bila terdapat peneliti yang melakukan penelitian pada
obyek yang sama, maka akan mendapatkan data yang sama. Sedangkan dalam
penelitian kualitatif tidak demikian, suatu realitas (social situation) bersifat
majemuk dan dinamis, sehingga tidak ada data yang bersifat konsisten dan
berulang seperti semula. Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, pada
penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu triangulasi dan membercheck.
a. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
68
berbagai waktu (Sugiyono,2012: 273). Terdapat tiga jenis triangulasi,
yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.
Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber
dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh dari lapangan melalui beberapa
sumber. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Pengecekan dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi, dan dokumentasi.
b. Membercheck
Langkah lainnya dalam proses kualitatif yaitu menggunakan
Membercheck. Membercheck adalah proses pengecekan data yang
diperoleh peneliti kepada pemberi data (Sugiyono,2012: 276).
Pelaksanaan membercheck dapat dilakukan setelah satu periode
pengumpulan data selesai atau setelah mendapatkan suatu temuan atau
kesimpulan. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh
pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para
pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga semakin
kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan
berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka
peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila
perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan
69
harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi
tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan
digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud
sumber data atau informan.
3.10 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan
dilakukan proses penelitian (Sugiyono,2009: 286). Berikut ini merupakan jadwal
penelitian Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang
70
Tabel 3.2
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Tahun
2016 2017-2018
Jun Jul Agu Sep Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Observasi
Awal
2. Pengurusan
Perizinan
3. Tahap
Penyusunan
Proposal
4. Seminar
Proposal
5. Revisi
Proposal
6. Reduksi
Data
7. Penyusunan
laporan
akhir
8. Sidang
Skripsi
9. Revisi
Skripsi
Sumber : Peneliti, 2018
71
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum mengenai
Kota Tangerang, serta gambaran umum mengenai Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang. Hal tersebut akan dijelaskan dibawah ini.
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Tangerang
Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan
Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis terletak pada posisi 106036’ –
106O42’ Bujur Timur (BT) dan 6
O6’ – 6
O13’ Lintang Selatan (LS), dengan luas
wilayah 184,24 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km
2).
Secara administrasi Kota Tangerang terbagi menjadi 13 Kecamatan dan 104
Kelurahan. Luas wilayah Kota Tangerang sebesar 1,59% dari luas Provinsi Banten
yang merupakan wilayah terkecil kedua setelah Kota Tangerang Selatan.
Kota Tangerang memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Visi :
Terwujudnya Kota Tangerang yang Maju
72
Terwujudnya Kota Tangerang yang Mandiri
Terwujudnya Kota Tangerang yang Dinamis
Terwujudnya Kota Tangerang yang Sejahtera
Terwujudnya Masyarakat Akhakul Karimah
Misi :
Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, akuntabel, dan trasparan didukung
dengan struktur birokrasi yang berintegritas, kompeten dan professional
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berdaya saing tinggi
Mengembangkan kualitas pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial
demi terwujudnya masyarakat yang berdaya saing di era globalisasi
Meningkatkan pembangunan sarana perkotaan yang memadai dan berkualitas
Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
yang bersih, sehat dan nyaman
Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 - 30 meter di atas permukaan laut
(dpl), dengan bagian utara memiliki rata-rata ketinggian 10 meter dpl seperti
Kecamatan Neglasari, Kecamatan Batuceper, dan Kecamatan Benda. Sedangkan
bagian selatan memiliki ketinggian 30 meter dpl seperti Kecamatan Ciledug dan
Kecamatan Larangan.
73
Adapun batas administrasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara: Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang.
Sebelah Selatan: Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, Kecamatan
Serpong Utara dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.
Sebelah Timur : DKI Jakarta.
Sebelah Barat : Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Gambar 4.1 Peta Kota Tangerang
(Sumber: SLHD Kota Tangerang Tahun 2016)
Letak Kota Tangerang yang berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang
Selatan, dan Kabupaten Tangerang menjadikannya kota yang sangat strategis. Sesuai
74
dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Jabotabek
(Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah satu daerah
penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta. Posisi strategis tersebut menjadikan
perkembangan Kota Tangerang berjalan dengan pesat. Pada satu sisi, menjadi daerah
limpahan dari berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya Kota Tangerang
menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai
daerah dengan sumber daya alam yang produktif.
Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dari tersedianya
sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah Jabodetabek, serta aksesibilitas
dan konektivitas berskala nasional dan internasional yang baik sebagaimana
tercermin dari keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan
Internasional Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara sebagai gerbang maupun
outlet nasional. Kedudukan geostrategis Kota Tangerang tersebut telah mendorong
bertumbuhkembangnya aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan
basis perekonomian Kota Tangerang saat ini.
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang
Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang mempunyai tugas membantu
Walikota melaksanakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup yang
menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang diberikan pada daerah
sesuai dengan visi, misi dan program Walikota sebagaimana dijabarkan dalam
75
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan di bidang lingkungan hidup;
2. Pelaksanaan kebijakan sesuai dengan bidang lingkungan hidup;
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang lingkungan hidup;
4. Pelaksanaan administrasi Dinas sesuai dengan bidang lingkungan hidup;
Pengelolaan UPT; dan
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan lingkup tugas
dan fungsinya.
Susunan organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang adalah sebagai
berikut:
a) Kepala Dinas
b) Sekretariat membawahkan: Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; Sub Bagian
Keuangan dan Sub Bagian Perencanaan.
Sekretariat mempunyai fungsi:
1. Penatausahaan urusan umum;
2. Penatausahaan urusan kepegawaian;
3. Penatausahaan urusan keuangan;
4. Pengoordinasian dalam penyusunan perencanaan Dinas;
5. Pengkoordinasian dalam pembangunan dan pengembangan e-government; dan
76
6. Pengoordinasian pelaksanaan tugas Bidang-Bidang dan UPT di lingkungan
dinas.
c) Bidang Tata Lingkungan, membawahkan: Seksi Pengelolaan Limbah B3,
Seksi Kajian Dampak Lingkungan, dan Seksi Pemeliharaan Lingkungan.
Bidang Tata Lingkungan mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan analisis dan evaluasi dampak lingkungan;
2. Penyelenggaraan pengelolaan dan penanganan limbah B3;
3. Penyelenggaraan upaya-upaya pengembangan kapasitas kelembagaan dan
sumber daya manusia di bidang pengendalian dampak lingkungan;
4. Penyelenggaraan penyuluhan dan upaya-upaya dalam rangka pelestarian
lingkungan hidup dan sumber daya alam serta keanekaragaman hayati; dan
5. Pelaporan.
d) Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup,
membawahkan: Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup;
Seksi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Seksi Peningkatan Kapasitas
Lingkungan Hidup.
Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan upaya-upaya pembinaan dalam rangka mencegah terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup;
77
2. Penyelenggaraan investigasi terhadap terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup;
3. Penyelenggaraan upaya-upaya penegakan hukum lingkungan hidup;
4. Penyelenggaraan pembinaan dan peningkatan kompetensi aparatur dan
kelembagaan di bidang lingkungan hidup;
5. Koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan
hidup sesuai permasalahan lingkungan hidup; dan
6. Pelaporan.
e) Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan,
membawahkan: Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan; Seksi Pengendalian
Pencemaran Lingkungan dan Seksi Pengendalian Kerusakan Lingkungan.
Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan kegiatan penelitian terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup;
2. Penyelenggaraan kegiatan penilaian dan penetapan tingkat pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup;
3. Penyelenggaraan kegiatan pemulihan kualitas lingkungan hidup; dan
4. Pelaporan.
78
f) Bidang Kebersihan dan Pengelolaan Sampah membawahkan: Seksi
Penanganan Sampah; Seksi Pengurangan Sampah dan Seksi Pengolahan dan
Pemrosesan Sampah.
Bidang Kebersihan dan Pengelolaan Sampah mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan penyapuan jalan-jalan protokol;
2. Penyelenggaraan pengumpulan, dan pengangkutan sampah;
3. Penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan pemanfaatan nilai guna
sampah; dan
4. Penyelenggaraan pengolahan dan pemrosesan sampah.
g) UPT;
h) Kelompok Jabatan Fungsional.
4.2 Informan Penelitian
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 3 sebelumnya, dalam penelitian ini
informan penelitiannya ditentukan dengan teknik purposive sampling (sampel
bertujuan), yaitu teknik penentuan informan dengan pertimbangan tertentu dari pihak
peneliti yang memahami objek dan fokus peneltian. Informan yang terpilih
merupakan pihak-pihak yang secara langsung terkait dengan fokus penelitian dengan
dasar bahwa informan tersebut dianggap memiliki data serta informasi yang peneliti
butuhkan dan penting untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.
Berikut rincian informan dalam penelitian ini:
79
Tabel 4.2
Daftar Informan Penelitian
No.
Kode
Informan
Nama Informan
Pekerjaan/Jabatan Informan
1. I1 Wandi Masyarakat sekitar Sungai
Cisadane
2. I2 Deden Masyarakat sekitar Sungai
Cisadane
3. I3 Ristantyo, SH Anggota LSM Peduli
Lingkungan
4. I4 Tubagus M. Irham Konsultan Lingkungan Hidup
5. I5 Tedja Yudhono Industry Relation and General
Affair Dept. Head PT. Mayora
Indah, Tbk
6. I6 Dra Eny Nuraeny, Ms Kepala Bidang Penataan dan
Peningkatan Kapasitas
Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup Kota Tangerang
7. I7 Maman Faturahman Kepala Seksi Pengendalian
Kerusakan Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kota
Tangerang
8. I8 M. Djarkasih, ST Kepala Seksi Pemantauan
Kualitas Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kota
Tangerang
9. I9 Risdiana Staf Pelaksana Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup
Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang
(Sumber: Peneliti, 2018)
80
4.3 Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah
Izin Pembuangan Air Limbah di Kota Tangerang dikeluarkan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangerang.
Segala jenis perizinan di Kota Tangerang dilakukan di DPMPTSP, oleh karena itu
pemohon perizinan wajib memenuhi ketentuan dari DPMPTSP terkait izin yang akan
diajukan. Untuk izin pembuangan air limbah, industri wajib untuk melengkapi
dokumen-dokumen persyaratan izin yang ditentukan, salah satunya adalah membuat
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Kemudian industri juga wajib untuk memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan dilakukan dengan mengurangi jumlah dan kekuatan air limbah sebelum
dibuang ke perairan penerima. Tingkat pengurangan yang diperlukan dapat
diperkirakan berdasarkan data karakteristik air limbah dan persyaratan baku mutu
lingkungan yang berlaku. Berikut ini adalah dokumen-dokumen persyaratan
permohonan izin pembuangan air limbah yang perlu dilengkapi:
A. Persyaratan Minimal Permohonan Izin Pembuangan Air Limbah :
1. Surat permohonan Izin Pembuangan Air Limbah dari Pemilik Perusahaan;
2. Foto copy Surat Izin Pembuangan Air Limbah yang lalu (jika telah
memiliki izin sebelumnya);
3. Foto copy Surat Izin Pengambilan Air bawah tanah (SIPA);
81
4. Foto copy pengesahan Dokumen AMDAL atau UKL-UPL;
5. Tanda terima hasil laporan semesteran terakhir pemantauan lingkungan;
6. Hasil analisa air limbah dari laboratorium rujukan Pemerintah Kota
Tangerang, minimal 6 bulan terakhir;
7. Peta lokasi skala pabrik 1 : 5.000
8. Gambar Konstruksi IPAL;
9. Rencana debit air limbah yang akan dibuang;
10. Data besaran debit pembuangan air limbah tiap bulan;
11. Surat pernyataan kesanggupan pemasangan alat ukur debit air limbah
(kalau belum ada);
12. Surat pernyataan kesanggupan tidak akan melakukan pengenceran air
limbah;
13. Data kapasitas produksi 1 (satu) tahun terakhir;
14. Biaya operasional IPAL tiap bulan;
B. Persyaratan Permohonan Pemanfaatan Air Limbah untuk aplikasi pada tanah :
1. Hasil kajian Dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL);
2. Hasil kajian mengenai pemanfaatan air limbah, paling sedikit memuat :
a. Pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan dan tanaman;
b. Pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah;
c. Pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
3. Rekomendasi Tim Verifikasi untuk menentukan layak tidaknya
permohonan izin untuk dikabulkan.
82
Setelah semua persyaratan telah dipenuhi dan surat permohonan izin telah
dibuat, maka selanjutnya pemohon menyerahkannya kepada petugas counter
pelayanan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Permohonan yang sudah teregistrasi dan terinput kedalam sistem perizinan akan
diproses dengan melakukan evaluasi kelengkapan administrasi dan teknis pemohon.
Selanjutnya akan dilakukan verifikasi lapangan dan membuat berita acara hasil
lapangan. Hasil dari verifikasi lapangan selanjutnya diproses untuk dikeluarkan
rekomendasi pemberian izin kepada pemohon, apabila disetujui maka izin akan
diterbitkan. Bila hasil pemeriksaan ditemukan kekurangan atau perbaikan, maka
pemohon diminta melengkapi dan memperbaiki dalam waktu tertentu, jika tidak
permohonan dikembalikan kepada petugas counter pelayanan untuk dikembalikan
kepada pemohon dengan penjelasan penolakan pemrosesan berkas. Berikut ini tabel
jumlah izin pembuangan air limbah yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Kota
Tangerang:
83
Tabel 4.3
Izin Pembuangan Air Limbah yang dikeluarkan oleh DPMPTSP
Kota Tangerang Tahun 2015-2017
Tahun
Jumlah Izin
2015 48
2016 55
2017 61
(Sumber: DPMPTSP Kota Tangerang)
Pemohon izin pembuangan air limbah ini adalah perusahaan atau
industri yang berskala besar. Industri berskala besar tentunya sudah paham serta
mematuhi aturan ini, walaupun di lapangannya terkadang masih terdapat tindak
pencemaran yang mereka lakukan. Namun, untuk proses pembuatan izin pembuangan
air limbah ini mereka sudah melakukan dengan baik karena hal ini berkaitan dengan
nama baik perusahaan mereka. Kendalanya ada pada industri kecil yang banyak
jumlahnya serta tidak terdata dengan baik, mereka tentunya kurang mendapatkan
pemahaman terkait pembuangan air limbah yang seharusnya diterapkan pada
industrinya tersebut.
84
Tabel 4.4
Prosedur Penerbiatan Izin Pembuangan Air Limbah
Surat permohonan izin
- Menerima surat permohonan - Meneliti kelengkapan administrasi
dokumen
- Menyampaikan surat permohonan
- Menyampaikan tanda bukti
permohonan
Permintaan kelengkapan
izin
Penerbitan izin
Disetujui
Mengevaluasi kelengkapan
administrasi dan teknis pemohon
Evaluasi dan rekomendasi
- Verifikasi lapangan - Membuat berita acara hasil
lapangan Perbaikan
Ditolak
Perbaikan
85
4.4 Deskripsi Data dan Analisis Data
Deskripsi data adalah penjelasan mengenai data yang telah didapatkan dari
hasil penelitian lapangan. Dalam penelitian mengenai Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan
Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang, peneliti menggunakan metode
penelitian pendekatan kualitatif sehingga data yang diperoleh bersifat deskriptif
berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara dengan para informan penelitian,
hasil observasi lapangan dan studi dokumentasi yang relevan dengan fokus penelitian
yang peneliti lakukan. Selain itu peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan
menurut Mazmanian dan Sabatier untuk mengukur implementasi kebijakan yang
diteliti. Teori tersebut menjelaskan bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu: Karakteristik Masalah,
Karakteristik Kebijakan, dan Lingkungan Kebijakan.
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles
dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis datanya, yaitu pengumpulan
data (Data Collection), reduksi data (Data Reduction), penyajian data (Data Display),
dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Conclusion Drawing/Verification).
86
4.4.1 Karakteristik Masalah
Masalah publik (dalam Subarsono 2012: 95) memiliki beberapa karakteristik
yaitu tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, tingkat kemajemukan
dari kelompok sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, dan
cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Variabel ini tentu sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan. Latar belakang masalah
dalam penelitian mengenai Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010
tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota
Tangerang ini salah satunya adalah adanya pencemaran sungai di Kota Tangerang
yang diakibatkan dari air limbah industri yang dibuang sembarangan. Oleh karena itu,
sebelumnya wajib untuk dirumuskan seperti apa kondisi Sungai Cisadane sehingga
jika ada tindak pencemaran dapat ditangani oleh dinas terkait dalam menangani
permasalahan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Wandi (I1) sebagai
masyarakat yang tinggal di lingkungan dekat Sungai Cisadane:
“Saat ini sih ya aduh sampah-sampah banyak banget neng.. emang
tadinya ga terlalu parah begini sih cuma gatau kenapa sekarang tuh
airnya keruh.. bau sampahnya itu nusuk banget.. terus udah tercemar
limbah juga kayanya airnya jadi item, ikan-ikan pada mati, kadang
ada warga yang suka cari ikan disini tuh susah dapetnya”
87
Kemudian ditambahkan oleh Bapak Deden (I2) yang merupakan masyarakat yang
tinggal di lingkungan dekat Sungai Cisadane:
“Banyak sampah sekarang mah..sampah dari warga-warga sini sih
kayanya.. udah gitu kan udah dibagusin sekarang mah jalanan
pinggiran sungai, ada yang suka main-main, buang sampah
sembarangan.. kalo airnya sih ya gimana ya keruh sih keruh, kadang
bau juga gatau dari sampah atau limbah gitu kali ya..kalo pas parah
sih ampe item air sungainya”
Selanjutnya Bapak Ristantyo, SH (I3) dari LSM Peduli Lingkungan mengatakan:
“Kita sangat prihatin ngeliat kondisi Cisadane ini ya, sampah-sampah
ngapung di sungai, airnya kotor, keruh.. ini udah tercemar ya pasti
sungainya, sebabnya dari limbah perusahaan di wilayah cisadane ini
juga dari pembuangan sampah rumah tangga.. mungkin dari warga
sekitar sungai juga kurang kesadaran ya untuk ga buang sampah di
sungai, karena dampaknya juga akan ngerugiin mereka juga
pastinya”
Dari beberapa penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kondisi Sungai
Cisadane sudah tercemar, dengan melimpahnya sampah-sampah pembuangan dari
rumah tangga warga yang tinggal di bantaran sungai, serta kondisi airnya yang keruh
akibat pencemaran limbah dari industri/perusahaan yang membuang limbah
sembarangan. Selanjutnya diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan
pencemaran Sungai Cisadane ini, salah satunya adalah Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang yang tentunya bertanggung jawab akan kelestarian lingkungan hidup
masyarakat Kota Tangerang.
88
Dalam hal ini Ibu Dra Eny Nuraeny, Ms (I6) selaku Kepala Bidang Penataan
dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang
mengungkapkan:
“Sebetulnya kita tau kan ya kalau pencemaran sungai di Kota
Tangerang itu banyak, salah satunya sampah lalu juga mungkin ada
orang-orang atau kegiatan usaha yang tidak bertanggung jawab
membuang limbah ke sungai.. nah.. secara teknis kesulitannya
mungkin kita bisa atasi neng sebetulnya mah hanya perlu koordinasi,
jadi kesulitannya mungkin secara koordinasi karena tidak mungkin
kita tangani sendiri ya kan sungai itu, jadi kita harus berkoordinasi
dengan bidang lain atau dengan opd yang lain”
Kemudian dari Bapak Maman Faturahman (I7) sebagai Kepala Seksi
Pengendalian Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang
mengungkapkan:
“Teknisnya gini..sungai itu masalahnya karna melintas kabupaten
kota itu kewenangan pusat..jadi kota tangerang ga bisa mengatasinya,
paling kita hanya bisa melakukan pengendalian kualitas air
sungainya..secara umum ya ada Situ juga, itu kewenangan provinsi..
paling kita hanya bisa menjaga kualitas air sungai itu supaya ga
tercemar”
Lalu dari Kepala Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup Kota Tangerang, Bapak M. Djarkasih, ST (I8) mengatakan:
“Salah satu kesulitannya dari industri setingkat home industry, dia
punya rumah dibangun industri..tidak semua industri punya ipal, kita
juga ga ada data yang nunjukim berapa banyak industri yang sudah
punya ipal atau belum.. syarat utama pembuangan air limbah, adalah
hasil kajian amdal, ukl/upl badan usaha untuk mengajukan ijin
pembuangan air limbah..batasannya badan usaha atau industri yang
menggunakan air sebagai proses industri..industri besar pasti
memenuhi aturan pasti punya ipal, tapi terkadang ada yang nakal,
89
misal dia punya ipal tapi dia buang air limbah sebanyak sekian,
padahal batasnya sekian, dia melebihi batas yang diharuskan nah itu
yang nakal-nakal gitu tetep ada aja”.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan teknis dalam
mengatasi pencemaran sungai di Kota Tangerang akibat air limbah industri adalah
kurangnya koordinasi dari berbagai pihak. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota
Tangerang tentu saja tidak dapat mengatasi permasalahan tersebut sendirian,
dibutuhkan koordinasi dan kerjasama dari berbagai instansi yang berkaitan agar
permasalahan tersebut dapat diatasi. Selain itu juga dari sekian banyak industri di
Kota Tangerang tidak semuanya mempunyai Izin Pembuangan Air Limbah (IPAL),
terutama industri-industri kecil seperti home industry yang jumlahnya banyak tersebar
di Kota Tangerang. DLH tidak memiliki data mengenai jumlah industri yang sudah
dan belum memiliki IPAL sehingga sulit untuk diketahui seberapa banyak yang
sudah mematuhi peraturan.
Kota Tangerang sebagai kota yang memiliki julukan sebagai Kota 1000
Industri mempunyai ribuan industri yang tersebar di setiap wilayahnya. Oleh karena
itu, tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran dalam Peraturan Walikota ini cukup
tinggi. Sebagai bentuk pencegahan adanya pencemaran lingkungan dan pengendalian
lingkungan hidup, maka dibuatlah Peraturan Walikota Tangerang Nomor 18 Tahun
2010 ini. Dengan dibuatnya peraturan tersebut diharapkan dapat menciptakan
kelestarian lingkungan hidup di Kota Tangerang dan terhindar dari pencemaran
90
lingkungan akibat pembuangan air limbah industri yang tidak sesuai tempatnya,
seperti yang dikemukakan oleh Ibu Dra Eny Nuraeny, Ms (I6):
“Ya karena Kota Tangerang ini ada salah satu misinya, bisa bibaca
ya nanti, diantara yang ketiga kelima itu kan untuk meningkatkan
atau menciptakan lingkungan yang sehat yang hijau.. gitu kan.. nah
ini salah satunya mengimplementasikan itu dengan lingkungan yang
bersih lalu perilaku hidup bersih dan sehat dan salah satu bukti akan
kebijakan kita itu kita kan sudah banyak penghargaan yg diraih oleh
Kota Tangerang, adipura, lalu banyaklah,, itu khusus lingkungan”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Risdiana (I8) selaku Staf Pelaksana
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang,
yaitu:
“Harapannya agar sungai-sungai di Kota Tangerang tidak tercemar,
terhindar dari pencemaran lingkungan..jadi dibuat peraturan ini
supaya industri-industri punya batasan untuk membuang air
limbahnya, ga sembarangan..jadi tercipta lingkungan hidup yang
sehat dan nyaman”
Selanjutnya ditambahkan oleh Bapak Maman Faturahman (I7) beliau
mengatakan:
“Untuk pengendalian, untuk menjaga dan meningkatkan kualitas air
permukaan tanah, karna kalo sudah tercemar mengakibatkan kualitas
air permukaan jelek, karna air permukaan bisa untuk sumber air
minum untuk PDAM, supaya air tetap bersih.. jadi perlu dibuatnya
suatu kebijakan perwal itu untuk meningkatkan kualitas air
permukaan, air sungai untuk mencegah pencemaran lingkungan
hidup, karna kalo ga ada perwal ini industri akan sembarangan aja
buang limbahnya..”
91
Kemudian Bapak Ristantyo, SH (I3) mengatakan:
“Pastinya kita mendukung peraturan ini ya, tentu ini merupakan
sebuah langkah untuk mengawasi industri-industri yang nakal buang
limbah di Sungi Cisadane serta sebagai upaya pelestarian lingkungan
hidup agar sungai sungai kita ini terhindar dari yang namanya
pencemaran, baik itu pencemaran limbah cair, sampah, juga limbah
berbahaya”
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
Kota Tangerang sebagai instansi yang mengeluarkan izin pembuangan air limbah
kepada para pemohon perizinan wajib memiliki kejelasan mengenai syarat-syarat apa
saja yang harus dipenuhi oleh pemohon dan dukungan dari para pelaksana kebijakan
dan sumber daya yang terlibat agar terhindar dari permasalahan-permasalahan dalam
proses pemberian izin tersebut Dalam hal ini masih terdapat permasalahan dalam
permohonan pengajuan izin pembuangan air limbah yang dilakukan di DPMPTSP
Kota Tangerang, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Tubagus M. Irham (I4)
sebagai Konsultan Lingkungan Hidup: mengungkapkan:
“Di sana yang jaga loket bukan orang yang punya pengetahuan cukup
untuk mengetahui ini masuknya kemana, misal kita lagi omongin air
limbah ya tapi limbahnya ini cuma spacenya kecil, itu akan masuknya
kearah mana, kajiannya akan seperti apa, dia aja bahkan mungkin ga
tau apa itu ukl-upl, merangkum dokumen itu kemana mereka petugas
ga tau, yang ada itu formulir sebundel dikasih semua.. terus
pemrakarsa/pemohon diwajibkan pake konsultan, tapi disuruh cari
sendiri.. konsultan itu tujuannya mengkaji sebesar apa limbahnya,
pengukurannya dan lain-lain terkait ukl-upl amdal itu”
92
Selanjutnya Bapak Tubagus M. Irham (I4) menambahkan:
“Di sana juga masih ada pungli-pungli nya juga sih.. udah bukan hal
asing lagi kalo di perizinan itu ada yang kaya gitu.. si pemrakarsa
atau pemohon itu pasti udah siap amplop, ada aja sih yang kaya gitu
mah”
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa masih terdapatnya
praktek pungutan liar dalam proses pemberian izin tersebut. Beberapa pemohon
perizinan, tidak hanya perizinan pembuangan air limbah, dalam proses perizinan
lainnya pun sering ditemukan pungutan liar tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang
biasa terjadi di dalam proses pemberian pelayanan di DPMPTSP. Petugas counter
pelayanan perizinan di DPMPTSP Kota Tangerang juga belum memiliki pengetahuan
yang cukup terkait dokumen-dokumen lingkungan yang menjadi persyaratan
permohonan izin pembuangan air limbah sehingga sedikit menghambat proses
permohonan izin tersebut.
4.4.2 Karakteristik Kebijakan
Karakteristik kebijakan model implementasi Mazmanian dan Sabatier (dalam
Subarsono 2012:97) menyangkut kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh kebijakan
memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap
kebijakan tersebut, seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai
institusi pelaksana, kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana,
93
tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan, dan seberapa luas akses
kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.
Sebuah kebijakan tentunya akan melibatkan kerjasama serta koordinasi dari
beberapa instansi dan bidangnya masing-masing, karena dalam mencapai tujuan
kebijakan dibutuhkan dukungan dan komitmen dari para pelaksana. Seperti yang
dikemukakan oleh Bapak Maman Faturahman (I7):
“Koordinasinya dengan bergabung ke dinas kebersihan, tidak hanya
di DLH, kita sering melakukan suatu rapat koordinasi..secara
bersama dan rutin minimal tiap bulan, turun ke sungai naik perahu
tuh untuk monitor kondisi sungai..gitu neng kita juga melibatkan dinas
lain juga”
Kemudian beliau menambahkan:
“Komitmen tetep kita menjaga lingkungan, kalo ada pengaduan
langsung kita tanggapi, masyarakat bebas kok mengadukan, jadi kita
langsung terjun ke lapangan..peralatan kita juga ada untuk
menganalisis, ngambil sampling ke lapangan..secara rutin kita juga
mengadakan diklat untuk pengendalian dan pengelolaan lingkungan”
Selain itu, Bapak M. Djarkasih, ST (I8) mengatakan:
“Kita di DLH ini kan ada bidang-bidangnya ya, ada bagian
pemantauan atau pengawasan, pengendalian pencemaran, penegakan
hukum.. masing-masing ada fungsinya, dari situ kita sama-sama
saling koordinasi kalo misal ada kasus..biasanya ada rapat tim dll”
94
Koordinasi antar bidang di DLH Kota Tangerang sudah pasti dibutuhkan
untuk mengimplementasikan kebijakan ini, sebagai dinas yang berkaitan langsung
dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan tentunya memiliki keterampilan-
keterampilan serta komitmen penuh dalam melakukan tugasnya. Selain itu, sumber
daya lain juga diperlukan demi tercapainya tujuan kebijakan pembuangan air limbah
ini, yaitu masyarakat Kota Tangerang itu sendiri. Akses dari kelompok luar juga
terbuka lebar untuk bisa berpartisipasi dalam upaya pengendalian pencemaran
lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Risdiana (I9):
“Saya pikir sudah ada, sumber daya yang ada di masyarakat,
masyarakat apalagi di Kota Tangerang banyak sekali.. apa namanya
itu.. perhimpunan, apakah itu forum, komunitas atau lsm kalo menurut
saya itu merupakan suatu potensi atau sumber daya yang bisa
membantu melakukan pengawasan implementasi kebijakan tadi,
masyarakat bisa bergabung atau berkelompok jika memiliki visi misi
yg sama terkait lingkungan, dia bisa menyampaikan apa yang terjadi
di lingkungannya terkait dengan pencemaran dan kerusakan
lingkungan”
Kemudian dari Ibu Dra Eny Nuraeny, Ms (I6) menambahkan:
“Ya..sumber daya manusia jelas, lalu adanya keterlibatan tim untuk
mengimplementasikan ini baik dari satpol pp nya dari ppns dan pplh
nya ini perlu ditingkatkan dan diperbanyak untuk supaya keberhasilan
implementasi kebijakan ini”
Sementara itu dalam pengimplementasian kebijakan ini, pihak industri
sebagai pemohon izin mengalami kesulitan dalam mengumpulkan dokumen-
95
dokumen persyaratan perizinan yang jumlahnya banyak, seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Tedja Yudhono (I5) dari Industry Relation and General Affair Dept. Head
PT. Mayora Indah, Tbk yaitu:
“Kesulitannya paling dalam mengumpulkan dokumen-dokumen itu
butuh waktu ya, ga gampang..karena dokumen persyaratannya itu
lumayan banyak, jadi butuh waktu buat ngelengkapinnya, juga nyari
konsultan atau pihak ketiga buat bantu ngurusinnya itu”
Kemudian beliau menambahkan:
“Lalu prosesnya juga panjang yah, kalo ada yang ga lengkap, disuruh
balik lagi ada perbaikan, kumpulin lagi yang kurangnya, makan
waktunya di situ sih.. persyaratannya banyak dan prosesnya juga
panjang”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sudah terlihat adanya
koordinasi antar bidang di DLH Kota Tangerang serta ke dinas-dinas lain yang
berkaitan. Adanya rapat koordinasi yang dilakukan tiap bulan serta pemantauan atau
monitoring secara langsung ke wilayah-wilayah yang rentan terjadi pencemaran
lingkungan. Selain itu, adanya kesempatan bagi masyarakat Kota Tangerang untuk
berpartisipasi, bersama-sama dengan pemerintah menjaga kelestarian lingkungan
dengan melakukan pengaduan-pengaduan jika adanya tindak pencemaran yang
merugikan wilayah mereka. Namun pihak industri sebagai pemohon izin pembuangan
air limbah mengalami kesulitan karena dokumen persyaratan yang dibutuhkan banyak
jumlahnya serta prosesnya yang memakan waktu tidak sebentar.
96
4.4.3 Lingkungan Kebijakan
Lingkungan kebijakan publik (dalam Subarsono 2012: 98) memiliki beberapa
karakteristik yaitu, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan, sikap dari kelompok pemilih
(Constituency Groups), dan tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan
implementor.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat serta tingkat kemajuan teknologi di dalam
suatu wilayah juga berperan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan
implementasi dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini Bapak
Wandi (I1) mengatakan:
“Kalo warga sini rata-rata kerjanya jadi pedagang ya.. kondisinya ya
seperti inilah yang penting cukup untuk makan sehari-hari”
Selanjutnya Bapak Risdiana (I9) mengatakan:
“Sosial dan ekonomi di kota tangerang memang masih lebih banyak
bermata pencaharian di industri dan jasa, karna lahan pertanian
sudah sedikit jadi kita itu sekarang banyak industri dan jasa,
masyarakat secara apa.. kalo diliat dari sosial ekonomiya mata
pencahariannya kesitu sehingga.. industri di kota tangerang ini kan
berjalan terus seperti itu pesat kemajuannya..dan juga untuk tingkat
kemajuan teknologinya saya rasa jaman sekarang orang udah pada
melek internet semua ya, Kota Tangerang juga kan ada aplikasi
onlinenya semua bisa diakses disitu secara online”
Selanjutnya dikemukakan oleh Ibu Dra Eny Nuraeny, Ms (I6):
“Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota Tangerang ya relatif cukup
baik, ya artinya ya yang masih miskin banyak, kalau data nya yang
97
miskin masih banyak juga tapi kalo diliat dari banyaknya kegiatan
usaha, ya banyak juga masyarakat yg bekerja disana gitu ya, jadi ya
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kota Tangerang selama ini
kegiatan usaha berupaya untuk memanfaatkan tenaga yang ada di
lingkungannya..kalo untuk teknologi yang pasti berkembang banget ya
sekarang ini apa-apa udah bisa lewat online ada aplikasinya”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Kota Tangerang relatif cukup baik, dengan mata pencaharian rata-rata
di bidang industri dan jasa. Pesatnya pertumbuhan industri di Kota Tangerang tentu
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dengan kemampuan yang
pastinya memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Selain itu di bidang teknologi,
kemajuan juga tampak terlihat dari dibuatnya aplikasi online di Kota Tangerang yang
bernama Layanan Aspirasi Kotak Saran Anda (LAKSA), dimana aplikasi tersebut
mempermudah masyarakat untuk melakukan pengaduan terkait masalah-masalah
yang terjadi di lingkungan mereka. Dengan kemudahan mengakses aplikasi LAKSA
diharapkan masyarakat dapat dengan mudah menyampaikan saran, kritik dan
pengaduan yang ada, dan dapat segera ditindaklanjuti oleh petugas yang ada
dilapangan.
Demi tercapainya keberhasilan implementasi suatu kebijakan, tentunya
dibutuhkan dukungan dan sikap dari masyarakat yang turut serta berpartisipasi dalam
implementasi kebijakan tersebut. Selain itu perlu adanya komitmen dan keterampilan
dari aparat itu sendiri serta implementor untuk bersama-sama menjalankan kebijakan
sebagaimana mestinya agar tujuan kebijakan dapat tercapai.
98
Peran serta masyarakat dalam mendukung implementasi kebijakan ini
diungkapkan oleh Bapak Risdiana (I9):
“Ya kita baru mendorong masyarakat untutk aktif dalam melakukan
pengaduan, karna masyarakat itu adalah sebagai apa ya.. komponen
yang langsung bisa melihat, kalo berdasarkan data 2016 itu di
tangerang hampir 2200 kegiatan usaha, itu kalo kita awasi sendiri
pemda itu ga bisa kita mengawasinya karna saking banyaknya
dimana-mana..”
Selain itu beliau juga mengatakan:
“Kesadaran masyarakat itu akhir-akhir ini udah bagus tetapi masih
perlu ditingkatkan, kita melihat bagus tidaknya masyarakat yang
pertama diliat dari ketika ada pencemaran, apakah masyarakat
berperan atau tidak, ketika masyarakat itu berperan maka bisa kita
katakan bahwa sudah mulai ikut aktif dalam melimdungi
lingkungannya, setelah dia berperan aktif baru kita lihat substansinya,
masyarakat melakukan pengaduan itu substansinya apa terkadang
yang bukan masalah lingkungan juga diadukan, misalnya jalan, dalam
setahun pengaduan kira2 ada 30.. 10% nya ada yang bukan terkait
lingkungan..”
Kemudian Bapak Maman Faturahman (I7) menambahkan:
“Nah ini biasanya mereka melakukan pengaduan, pengaduan
lingkungan, misalnya kalo ada pencemaran, mereka akan melakukan
pengaduan..lewat online LAKSA Tangerang namanya, jadi udah
diterapkan secara online di kota ini aplikasinya..masyarakat semua
udah bisa mengaksesnya..ada khusus pengaduan lingkungan,
masyarakat secara umum udah kondusif, dalam artian sudah mau
melaporkan kalo ada yang ga sesuai”
Selanjutnya ditambahkan oleh Bapak Ristantyo, SH (I3):
“Kita bersama-sama masyarakat juga pastinya ikut berperan aktif
membantu pemerintah menjaga lingkungan hidup kita, karena kalo
bukan kita sendiri yang menjaga lalu siapa lagi? Karna ini juga kan
untuk kenyamanan lingkungan hidup kita sendiri”
99
Namun hal berbeda diungkapkan oleh Bapak Deden (I2):
“Kalo untuk pake aplikasi online itu saya ga ngerti sih ya hehe kalo
misal ada pencemaran juga paling lapor pak rt gitu.. kalo online gitu
saya sih ga pernah ya”
Selanjutnya ditambahkan oleh Bapak Wandi (I1):
“Belum pernah saya sih lapor pencemaran pake aplikasi gitu.. malah
gak tau kalo ada kaya gitu-gitu.. kalo ada pencemaran paling ya
dibiarin aja gitu nunggu ada orang dinas aja yang suka mantau
sungai ini pake perahu”
Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa masyarakat Kota
Tangerang sudah cukup aktif berperan melaporkan jika ada tindak pencemaran atau
pelanggaran terkait permasalahan lingkungan di wilayah mereka, namun masih
terdapat pula beberapa masyarakat yang belum paham akan yang namanya internet
ataupun aplikasi berbasis online, sehingga sulit melakukan pengaduan via aplikasi di
handphone mereka. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaduan yang
masuk ke DLH Kota Tangerang:
Tabel 4.5
Pengaduan Yang Masuk ke DLH Kota Tangerang Tahun 2016
(Sumber: SLHD Kota Tangerang Tahun 2016)
Kriteria Pengaduan Jumlah Presentase
Pengaduan Lingkungan 18 67%
Pengaduan Non Lingkungan 9 33%
27
100
Namun berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 27 (dua puluh tujuh)
pengaduan tersebut hanya 18 (delapan belas) pengaduan yang merupakan pengaduan
lingkungan hidup. Artinya masih terdapat pemahaman yang salah terkait jenis
pengaduan yang tepat disampaikan kepada DLH Kota Tangerang.
Sementara itu dari pihak industri juga mereka berkomitmen untuk turut serta
menjaga kelestarian lingkungan dengan berupaya mematuhi setiap peraturan yang
ada, seperti yang dikemukakan oleh Bapak Tubagus M. Irham (I4) sebagai Konsultan
Lingkungan Hidup:
“Biasanya ngasih duit langsung sih ke warga sekitar, dan ada
sosialisasi kepada masyarakat sekitar, dijelaskan dampak
lingkungannya apa, setelah itu ada kontribusi setiap tahunnya ke
masyarakat..setiap peraturan sebisa mungkin kita penuhin ya karna
tujuannya juga baik kan”
Kemudian dari Bapak Tedja Yudhono (I5) dari Industry Relation and General
Affair Dept. Head PT. Mayora Indah, Tbk juga menambahkan:
“Kami memperhatikan lingkungan sekitar, kita berusaha mematuhi
peraturan juga memenuhi setiap prosedur yang ada..karna wajib ya
bagi perusahaan kami untuk menjaga lingkungan sekitar juga..setelah
udah ngantongin ijin pembuangan limbah selanjutnya kan kita bikin
instalasi pembuangan air limbah itu sendiri, jadi sebelum dibuang
udah diolah dulu supaya ga berbahaya buat lingkungan”.
101
Izin pembuangan air limbah jika sudah habis masa berlakunya maka wajib
untuk melakukan perpanjangan, namun terkadang suatu industri tidak menaati
peraturan tersebut, contohnya seperti yang dikemukakan oleh Tubagus M. Irham (I4):
“Kalo untuk ipal, adanya pelaporan setelah 3 bulan ipal nya
keluar..tapi biasanya sih yang terjadi di Kota Tangerang ya engga
lah..kalo lagi ada kasus aja dan kalo ditanyain baru lapor”
Untuk mencapai tujuan dari suatu kebijakan, juga diperlukan komitmen serta
keterampilan dari para pihak pelaksana, sebagai dinas yang berperan dalam
implementasi kebijakan ini, DLH memiliki komitmen dan strategi sebagai berikut
yang dikemukakan oleh Bapak Risdiana (I9):
“Yang pertama kita selalu melakukan sosialisasi, baik itu ke pelaku
usaha atau masyarakat umum atau instansi pemerintah itu sendiri
seperti ke lurah camat kita lakukan sosialisasi..itu adalah salah satu
bentuk komitmen, mengajak mereka untuk senantiasa mengikuti
menaati aturan sekaligus kita menyampaikan bahwa ketika peraturan
itu dilanggar maka akan ada konsekuensi hukum, jadi dimulainya dari
situ..kita menyampaikan sosialisasi dulu, kita pun sering
mendeklarasikan upaya-upaya apa atau komitmen apa yang sedang
atau akan dilakukan pemerintah, contohnya deklarasi pelestarian
sungai cisadane, kita sampaikan ke masyarakat..kemudian kita
membentuk forum atau komunitas-komunitas kesehatan lingkungan,
dll banyak yang kita bentuk agar masyarakat tau pemerintah punya
komitmen dalam pelestarian dan penegakan hukum terkait
lingkungan”
Kemudian ditambahkan oleh Ibu Dra Eny Nuraeny, Ms (I6):
“Kalau komitmen DLH jelas harus sesuai aturan, lalu kita harus
memfasilitasi atau menindaklanjuti seluruh pengaduan yang
disampaikan masyarakat, lalu mengadakan pengawasan, lalu
mengeluarkan sanksi kepada kegiatan usaha, dan kalau peningkatan
kapasitas lingkungan hidup itu melalui sosialisasi, pembinaan
102
adiwiyata, pembinaan kampung hijau dan juga melalui pamflet atau
melalui media elektronik, itu aja”
Sebagai bentuk pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, DLH
juga berperan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan
dengan pembuangan air limbah industri, sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Risdiana
(I9):
“Jadi gini, pengawasan itu ada 2 model, ada pengawasan langsung,
ada pengawasan tidak langsung..pengawasan langsung itu juga ada 2,
ada pengawasan komprehensif, ada pengawasan yang hanya kita
mengambil sampling saja, jadi contohnya gini kita ke perusahaan, kita
udah tau perusahaan-perusahaan mana yang mengeluarkan air
limbah, misalkan.. kemudian kita sampling kesana ambil air
limbahnya lalu kita bawa ke lab, diuji nanti kita analisis air
limbahnya sudah memenuhi baku mutu atau tidak, nah dari situ nanti
kita bisa tau bahwa pengelolaan air limbahnya sudah sesuai atau
tidak, itu namanya pemgawasan langsung hanya sampling saja.. ada
yg pengawasan langsung komprehensif itu kita tidak hanya sampling
tetapi kita mengaudit dari mulai administrasi sampe teknis nah
administrasinya seperti apa, nanti kita buka tuh ada tiga objek yg kita
periksa, yang pertama ijin lingkungan jadi setiap usaha atau kegiatan
yang sudah beroperasi itu ada ijin lingkungannya, nanti kita cek,
kemudian ijin pplh yaitu ijin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup contohnya kalo perusahaan membuang air limbah
itu harus ada ijinnya.. nah ijin2 itu ada persyaratan yang harus
dipenuhi itu kita awasi juga.. pengawasan tidak langsung kita hanya
disini saja tetapi kegiatan usaha menyampaikan laporan ke
kita..laporan semesteran 6 bulan sekali, ada yang 3 bulanan”
Kemudian bentuk penegakan hukumnya juga dijelaskan oleh Bapak Risdiana
(I9) sebagai berikut:
“Penegakan hukum itu kita menerapkan 3 bentuk ada penegakan
hukum administrasi, kemudian ada juga perdata dan pidana.. sanksi
administrasi teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan,
pencabutan itu biasa kita lakukan..jadi ketika ada perusahaan yg
103
melanggar dengan kadar pelanggaran tertentu maka kita
mengeluarkan sanksi administrasi, kalau misalkan pelanggaran
administrasi, kita kasih sanksi teguran tertulis, tapi misalkan ada
perusahaan melakukan pelanggaran ijin lingkungan dan
menyebabkan pencemaran atau potensi pencemaran maka kita akan
lakukan sanksi paksaan pemerintah..setelah itu ada lagi pembekuan
ijin..ada juga sanksi denda, misalkan perusahaan melakukan
pencemaran, kita harus melakukan pemulihan maka perusahaan di
wajibkan untuk melakukan pemulihan plus ada biaya ganti rugi, ada
juga pidana jadi perusahaan yang sudah melakukan pelanggaran
yang dikategorikan kepada pelanggaran pidana, maka kita lakukan
penegakan hukum pidana jadi bisa di hukum penjara, denda seperti
itu.. paksaan pemerintah itu memberikan sanksi terhadap perusahaan
penanggung jawab yang melakukan pelanggaran yang di dalamnya
itu mengandung perintah-perintah contoh perintah membuat instalasi
pembuangan air limbah, dikasih waktu misal 30 hari atau 1 tahun
atau bikin tempat sementara untuk pembuangan limbah cair nah itu
dicantumkan dalam sanksi administrasi paksaan pemerintah”
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial
ekonomi masyarakat Kota Tangerang relatif sudah baik, rata-rata masyarakat Kota
Tangerang bermatapencaharian di bidang industri dan jasa. Masyarakat pun sudah
berperan serta dalam melakukan pengaduan-pengaduan terkait masalah lingkungan
dan berpartisipasi menjaga lingkungan hidup di sekitar mereka. Namun tingkat
ketaatan industri di Kota Tangerang masih terbilang belum cukup optimal, karena
masih ada beberapa peraturan yang tidak dilakukan. Dinas Lingkungan Hidup sebagai
instansi pemerintah yang berperan dalam pengimplementasian kebijakan ini sudah
menjalankan komitmennya terhadap isu-isu pencemaran dan kerusakan lingkungan
dengan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan.
104
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori-teori yang peneliti gunakan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori mengenai implementasi kebijakan
publik. Dalam mekanisme kebijakan publik, tahap implementasi adalah tahap dimana
setelah sebuah kebijakan dirumuskan dan disetujui oleh pemerintah maka langkah
berikutnya adalah dilaksanakan agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan dan
target kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan lingkungan dan
masyarakat.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori implementasi dari
Mazmanian dan Sabatier (Subarsono,2012:95). Teori tersebut menjelaskan bahwa
terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan, yaitu: Karakteristik Masalah, Karakteristik Kebijakan, dan Lingkungan
Kebijakan. Kemudian hasil dari penelitian mengenai Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan
Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang diperoleh data berdasarkan data di
lapangan adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Masalah
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian
mengenai indikator keberhasilan implementasi kebijakan publik dilihat dari
105
kesulitan teknis dalam mengatasi pencemaran air sungai di Kota Tangerang
akibat dari air limbah industri, diketahui bahwa keadaan Sungai Cisadane
yang sudah tercemar oleh air limbah industri mengakibatkan banyaknya
sampah-sampah yang mengapung di sungai, serta air sungai yang berwarna
keruh bahkan kehitaman yang juga menimbulkan bau menyengat. Kondisi
tesrebut tentunya sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar sungai.
Selain itu, tidak adanya data yang jelas mengenai jumlah industri yang sudah
atau belum memiliki izin pembuangan air limbah dikarenakan banyaknya
industri-industri kecil atau home industry yang bermunculan dan tidak terdata
dengan baik.
DPMPTSP Kota Tangerang selaku instansi yang mengeluarkan izin
pembuangan air limbah juga belum memiliki sumber daya manusia yang
mengerti akan hal-hal yang berkaitan dengan dokumen lingkungan sebagai
persyaratan permohonan izin yang dibutuhkan tersebut dan masih
ditemukannya praktek pungutan liar di instansi tersebut guna mempermudah
proses pemberian izin.
2. Karakteristik Kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian,
mengenai salah satu indikator keberhasilan implementasi kebijakan publik
dilihat dari seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai
106
institusi pelaksana, di sini sudah terlihat adanya koordinasi antar bidang di
DLH Kota Tangerang itu sendiri sudah berjalan baik sehubungan dengan
upaya menjaga lingkungan agar terhindar dari pencemaran akibat air limbah
industri. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
sudah ada, tetapi terkadang yang terjadi di lapangan menunjukkan masih ada
industri yang tidak memahami aturan tersebut. Pihak industri sebagai
pemohon izin pembuangan air limbah mengalami kesulitan karena dokumen
persyaratan yang dibutuhkan banyak jumlahnya serta prosesnya yang
memakan waktu. Sementara tingkat komitmen dari DLH itu sendiri terhadap
tujuan kebijakan cukup optimal terlihat dari berbagai upaya-upaya
pengendalian lingkungan yang mereka lakukan, kemudian adanya akses
kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan ini yaitu
masyarakat Kota Tangerang serta berbagai forum atau komunitas pecinta
lingkungan yang melakukan pengaduan jika mereka melihat adanya tindak
pencemaran akibat air limbah industri.
3. Lingkungan Kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian,
diketahui bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota Tangerang relatif
sudah baik, masyarakat sudah turut berperan aktif dalam upaya pengendalian
pencemaran lingkungan namun perlu lebih ditingkatkan lagi dan perlu
membedakan masalah lingkungan dengan masalah-masalah yang lain,
107
sehingga pengaduan yang dilakukan tepat sasaran. Kemudian tingkat
kemajuan teknologi di Kota Tangerang sudah berkembang pesat, terbukti dari
adanya aplikasi online bernama Layanan Aspirasi Kotak Saran Anda
(LAKSA) yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Kota Tangerang.
Namun masih ada beberapa masyarakat yang belum mengerti dengan yang
namanya internet sehingga tidak bisa menggunakan aplikasi yang disiapkan
pemerintah tersebut. Dukungan dari masyarakat, serta industri dalam
kaitannya dengan pengimplementasian kebijakan ini sudah cukup terlihat,
namun terkadang masih terdapat industri yang tidak memenuhi beberapa
peraturan yang telah dibuat. Hal ini membuktikan bahwa tingkat ketaatan
industri terhadap peraturan pemerintah belum cukup optimal.
108
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka dapat
disimpulkan bahwa Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota Tangerang
belum berjalan dengan baik dan optimal. Hal ini dapat dilihat setelah melalui proses
analisis dengan masih banyaknya masalah-masalah yang terjadi disebabkan karena
berbagai hal. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan publik model
Mazmanian dan Sabatier yang dikutip dalam Subarsono (2012:94) yaitu terdiri dari
Karakteristik Masalah, Karakteristik Kebijakan dan Lingkungan Kebijakan.
Karakteristik Masalah yang ada dalam Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun
2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota
Tangerang menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi belum diatasi dengan
optimal, hal ini terlihat dari masih adanya pencemaran lingkungan akibat limbah
industri di Sungai Cisadane, banyaknya sampah-sampah yang mengapung di bantaran
sungai serta air sungai yang berwarna keruh bahkan kehitaman. Dari data-data yang
dimiliki oleh DLH Kota Tangerang belum mencukupi kebutuhan untuk meninjau
sejauh mana ketaatan industri-industri di Kota Tangerang dalam mematuhi peraturan
109
ini, terlihat dari tidak adanya data mengenai jumlah industri yang belum atau sudah
memiliki izin pembuangan air limbah, selain itu pula dikarenakan banyaknya
industri-industri kecil atau home industry yang bermunculan dan tidak terdata dengan
baik. DPMPTSP Kota Tangerang selaku instansi yang mengeluarkan izin
pembuangan air limbah belum memiliki sumber daya manusia yang mengerti akan
hal-hal yang berkaitan dengan dokumen lingkungan sebagai persyaratan permohonan
izin yang dibutuhkan tersebut dan masih ditemukannya praktek pungutan liar di
instansi tersebut guna mempermudah proses pemberian izin
Karakteristik Kebijakan yang ada dalam Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun
2010 tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota
Tangerang sudah terlihat cukup optimal dilihat dari tingkat komitmen DLH Kota
Tangerang itu sendiri terhadap tujuan kebijakan dengan melakukan pengawasan serta
pengendalian pencemaran lingkungan hidup, Kejelasan dan konsistensi aturan yang
ada pada badan pelaksana sudah ada, tetapi terkadang yang terjadi di lapangan
menunjukkan masih ada industri yang tidak memahami aturan tersebut. Pihak industri
sebagai pemohon izin pembuangan air limbah mengalami kesulitan karena dokumen
persyaratan yang dibutuhkan banyak jumlahnya serta prosesnya yang memakan
waktu.
Lingkungan kebijakan dalam Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2010
tentang Tata Cara Perizinan Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah di Kota
Tangerang menunjukkan bahwa perlu untuk meningkatkan peran serta masyarakat
110
dan industri untuk bersama-sama menjaga lingkungan hidup dari tindak pencemaran
serta tingkat ketaatan industri di Kota Tangerang masih terbilang belum cukup
optimal, karena masih ada beberapa peraturan yang tidak dipatuhi. Teknologi yang
berkembang sekarang sudah sangat mempermudah masyarakat untuk melakukan
pengaduan masalah lewat aplikasi smartphone. Dengan diluncurkannya aplikasi
Layanan Aspirasi Kotak Saran Anda (LAKSA) yang dapat diakses oleh seluruh
masyarakat Kota Tangerang, masyarakat dapat dengan mudah melaporkan/memberi
masukan terkait permasalahan lingkungan sehingga pengaduan yang masuk bisa
segera ditindaklanjuti oleh dinas terkait
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa
rekomendasi, yaitu:
1. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar instansi terkait dengan
melakukan rapat-rapat dinas secara berkala agar ditemukan solusi-solusi yang
mana dapat menjadi pemecahan permasalahan dari Perwal ini.
2. Melakukan sosialisasi terkait Perwal ini kepada industri-industri kecil yang
nantinya akan memberikan pemahaman kepada mereka bagaimana cara
mendapatkan izin pembuangan air limbah dan menghimbau kepada mereka
agar selalu menjaga kelestarian lingkungan, serta melakukan pendekatan-
pendekatan secara persuasif untuk memberikan kejelasan kepada industri
111
tentang Perwal ini dan kewajiban untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat
demi kenyamanan hidup bermasyarakat.
3. Membuat database atau pencatatan mengenai jumlah industri di Kota
Tangerang secara lebih rinci, diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis industri,
industri mana saja yang membuang air limbah, berapa jumlah industri yang
sudah punya izin pembuangan air limbah dan yang belum, agar dapat
diketahui apakah implementasi Perwal ini sudah berjalan dengan optimal atau
belum.
4. Mendorong peran serta masyarakat untuk melakukan pengaduan atau
pelaporan kepada pemerintah terkait dengan industri nakal yang melakukan
pencemaran di lingkungan mereka
112
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Wahab, Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Andrianto, Tuhana Taufiq. 2002. Audit Lingkungan. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama
HR, Ridwan. 2011. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Subarsono, AG. 2012. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sumantri, Arif. 2015. Kesehatan Lingkungan Edisi Ketiga. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
Dokumen:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
113
Sumber Lain:
Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang Tahun 2016
Kota Tangerang Dalam Angka 2017
Internet:
http://www.pantonashare.com/4293-tangerang-dan-kondisi-lingkungannya
diakses pada tanggal 10 Februari 2016
http://tangerangnews.com/kota-tangerang/read/2869/Pembuang-Limbah-Cair
Harus-ada-IPAL diakses pada tanggal 12 Februari 2016
http://tangerangkota.go.id/ diakses pada tanggal 13 Maret 2017
top related