ii kerangka teoritis dan hipotesis -...
Post on 08-Mar-2019
242 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
II KERANGKA TEORITIS DAN
HIPOTESIS
Kepatuhan Pajak
Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004)
kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim
kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan, tercemin dalam situasi dimana Wajib Pajak
paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,
menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
dan membayar pajak yang terutang tepat waktu.
Selanjutnya Nurmantu (2005), mengatakan
bahwa kepatuhan Wajib Pajak didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi segala
kewajibannya dan melaksanakan hak perpajakannya.
Lebih lanjut Nurmantu mengatakan bahwa ada dua
macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan
kepatuhan materil. Kepatuhan formal adalah suatu
keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan
dalam UU Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
(SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Sedangkan
kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi
dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberithauan
(SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP
sebelum batas waktu berakhir sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
9
Lebih lanjut, Chaizi Nasucha dalam Devano dan
Kurnia (2006), juga menjelaskan bahwa kepatuhan
Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib
Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk
menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT),
kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran
tunggakan. Kemudian merujuk pada kriteria Wajib
Pajak Patuh menurut Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 192/PMK.03/2007 tanggal 3 Juni 2007, Wajib
Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh
apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun
terakhir ;
b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT masa
yang terlambat tidak lebih dari 3(tiga) masa pajak
untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-
turut;
c. SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak
lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa
pajak berikutnya;
d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua
jenis pajak :
Kecuali telah memperoleh izin untuk
mengangsur atau menunda pembayaran
pajak;
Tidak termasuk tunggakan pajak
sehubungan dengan STP yang diterbitkan
untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;
10
e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir;
f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh
akuntan publik atau Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan harus dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan
pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang
pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba
rugi fiskal.
Laporan audit harus disusun bentuk panjang
(long form report)
Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial
dan fiskal.
g. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh
Akuntan Publik, maka wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan
sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang
memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud
dalam butir a s.d. e serta syarat lainnya yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Maka pada prinsipnya kepatuhan Wajib Pajak adalah
tindakan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang
berlaku dalam suatu Negara.
Theory of Planned Behavior (TPB)
Theory of Planned Behavior (TPB) adalah model
berbasis niat (intentions) yang dikembangkan dari
Theory of Reasoned Action (TRA). Terdapat dua
11
determinan yang mempengaruhi niat (intenton) yaitu
sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior),
norma subyektif (subjective norm). Pengembangan
dilakukan dengan menambahkan kontrol perilaku
(perceived behavioral control) pada model TRA.
Penambahan perceived behavioral control diteliti oleh
Madden et al. (1992) dengan membandingkan TPB dan
TRA pada 10 perilaku, dan mereka menemukan bahwa
penyertaan perceived behavioral control meningkatkan
prediksi niat dan perilaku.
Teori ini dilandasi pada asumsi-asumsi teori yang
menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari
informasi atau keyakinan/kepercayaan yang menonjol
mengenai perilaku tersebut. Seseorang dapat saja
memiliki berbagai keyakinan terhadap perilaku
tertentu, namun ketika dihadapkan pada suatu
kejadian, hanya sedikit dari keyakinan tersebut yang
timbul untuk mempengaruhi perilaku seseorang.
Sedikit keyakinan inilah yang menonjol dalam
mempengaruhi perilaku individu (Ajzen, 1991).
Keyakinan yang menonjol ini dapat dibedakan menjadi
: (1) behavioral belief, yaitu keyakinan akan hasil dari
suatu perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku
tersebut. (2) normative belief, yaitu keyakinan individu
terhadap harapan normatif orang lain yang menjadi
rujukannya. (3) control belief, yaitu keyakinan individu
tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau
menghambat perilakunya dan persepsinya tentang
seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi
perilakunya.
12
Sumber : Dikembangkan untuk Tesis ini (2013)
Gambar 2.1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)
Model teoritis TPB pada Gambar 2.1 menunjukan
bahwa ketiga determinan berkaitan satu dengan yang
lain. Secara konseptual ketiga determinan tersebut
mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun
secara empiris sering ditemukan kaitan antar
determinan (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh
kesamaan informasi yang diterima yang dapat
mempengaruhi keyakinan (Beliefs) yang dimiliki
individu tersebut. Ketiga keyakinan (Beliefs) merupakan
pembentuk ketiga determinan dalam TPB yaitu attitude
towards behavior, subjective norm dan perceived
behavioral control.
Inti dari TPB tetap pada faktor niat berperilaku
(behavioral intention) namun determinan niat tidak
hanya dua melainkan tiga dengan ditambahkannya
perceived behavioral control. Niat (intention) dipengaruhi
oleh tiga determinan yaitu, attitude towards behavior
yang berkaitan dengan keyakinan dan evaluasi individu
tentang positif atau negatif dari suatu peristiwa;
subjective norm, berkaitan dengan persepsi individu
terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya, sedangkan
13
perceived behavioral control, berkaitan dengan
pengalaman masa lalu dan perkiraan individu
mengenai seberapa sulit atau mudah untuk melakukan
perilaku tersebut.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengetahuan atas pajak terhadap Sikap atas pajak.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yaitu
hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya.
Selanjutnya dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Overt Behaviour). Pengetahuan seseorang atas Pajak
dijelaskan sebagai hasil tahu Wajib Pajak mengenai
perpajakan, yang dapat dijadikan sebagai suatu
informasi dalam bertindak dan mengambil keputusan
sehubungan dengan hak dan kewajibannya dibidang
perpajakan (Setyawati, 2013). Selain itu, pengetahuan
seseorang atas pajak berhubungan dengan
aktivitasnya, besarnya kewajiban pajak yang harus
dibayarkan, bagaimana memenuhi kewajiban
perpajakannya, serta sanksi yang harus diterima jika
tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif (Notoatmodjo, 2003). Kedua aspek ini yang akan
menentukan sikap seseorang. Sikap didefinisikan oleh
Massen dan Krech dalam Yusuf (2006) sebagai suatu
sistem dari tiga komponen yang saling berhubungan,
yaitu kognisi (pengenalan), feeling (perasaan), dan
14
action tendency (kecendrungan untuk bertindak).
Sedangkan Sikap atas Pajak merujuk pada bagaimana
kelompok-kelompok sosial memberikan apresiasi atau
justru menjadi oposisi atas sistem perpajakan yang
berlaku (Edlund, 1999).
Azwar (1995) menjelaskan bahwa pengetahuan
dan sikap memiliki keterkaitan yang terletak pada
aspek kognitif sebagai salah satu komponen dari sikap.
Aspek kognitif tersebut berhubungan dengan keyakinan
seseorang akan pengetahuannya terhadap objek.
Senada, Yusuf (2006) memaparkan bahwa komponen
kognitif dalam sikap berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek
sikap.
Notoadmodjo (2003) mengungkapkan bahwa
pengetahuan yang diperoleh seseorang selanjutnya
akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap
terhadap objek yang telah diketahuinya.Sehingga dapat
disimpulkan bahwa bila pengetahuan yang baik akan
memiliki sikap yang baik juga. Namun hal yang
sebaliknya bisa saja terjadi karena diduga dipengaruhi
oleh persepsi atau keyakinan terhadap informasi-
informasi yang mereka dapatkan dari berbagai sumber
sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan dengan
persepsi atau keyakinan tersebut dapat menumbuhkan
sikap yang terkadang tidak tepat. Sumiati (2012)
membuktikan bahwa seseorang yang memiliki
pengetahuan yang tinggi cenderung memiliki sikap
yang negatif. Berdasarkan penalaran dan dukungan
15
hasil penelitiaan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Pengetahuan atas Pajak berpengaruh terhadap
Sikap atas pajak.
Sikap atas Pajak terhadap Niat untuk Berperilaku
Patuh.
Sikap merupakan kecenderungan seseorang
untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap
objek sikap. Sikap mewakili perasaan umum seseorang
mengenai favorableness dan unfavorableness (Fishben
dan Ajzen, 1975). Sikap seseorang terhadap suatu
obyek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau
tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut
(Bobek dan Hatfield, 2003). Lebih lanjut Bobek dan
Hatfield dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
Sikap seseorang dapat mempengaruhi niatnya untuk
berperilaku. Niat adalah keinginan untuk melakukan
suatu perilaku sesuai kehendak individu (Jogiyanto,
2007). Niat merupakan dasar dari sebuah perilaku,
karena perilaku tidak akan terjadi tanpa adanya niat
untuk berperilaku. Niat seseorang untuk berperilaku
merupakan kecenderungan yang akan mendorong dia
pada suatu keputusan untuk melakukan suatu
tindakan yang mendukung dia atau sebaliknya.
Seseorang yang memiliki kecenderungan bahwa
melakukan suatu tingkah laku akan menghasilkan hal
yang positif atau negatif, akan mendorong niat
seseorang untuk memiliki sikap yang mendukung atau
tidak mendukung dalam melakukan suatu perilaku.
16
Wajib Pajak yang memiliki keyakinan bahwa
berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakanya akan menghasilkan hal yang positif,
maka akan mendorong niat Wajib Pajak untuk memiliki
sikap yang favorable (setuju) dalam melakukan
tindakan kepatuhan pajak. Hal ini telah dibuktikan
oleh Pangestu dan Rusmana (2012), yang meneliti
tentang sikap Wajib Pajak terhadap niat berperilaku
patuh membuktikan semakin positif sikap Wajib Pajak
untuk patuh terhadap pajak, maka niat Wajib Pajak
untuk patuh semakin besar. Senada, Damayanti dan
Supramono (2012) juga berhasil membuktikan bahwa
Wajib Pajak yang memiliki sikap atau cara pandang
yang positif atas pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya terbukti memiliki niat untuk
berperilaku patuh. Berdasarkan penalaran dan
dukungan hasil penelitiaan yang ada, maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Sikap atas pajak berpengaruh positif terhadap
niat WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh.
Norma Subjektif terhadap Niat untuk Berperilaku
Patuh.
Ajzen (1991) mendefenisikan norma sujbektif
(Subjective Norm) sebagai pengaruh dari orang-orang
sekitar (misalnya keluarga, teman sejawat atau
pimpinan) yang direferensikan. Norma subjektif lebih
mengacu pada keyakinan seseorang tentang apakah
individu-individu atau kelompok tertentu menyetujui
atau menolak melakukan perilaku tertentu, dan sejauh
mana mereka termotivasi untuk menyesuaikan diri
17
dengan individu-individu atau kelompok lain (Bobek
dan Hatfield, 2003). Lebih lanjut Bobek dan Hatfiled
menjelaskan bahwa norma subjektif dapat dinilai
secara langsung atau dengan mempertimbangkan
keyakinan dasar (referent beliefs) yang mendasari
penilaian individu terhadap norma subjektif. Norma
subjektif disisi lain, terkait dengan persepsi seseorang
terhadap tekanan sosial yang berasal dari lingkungan
sekitarnya untuk melakukan atau menghindari
perilaku (Tan dan Laswad, 2006).
Apabila orang-orang sekitar yang dianggap
penting atau dijadikan referent menganggap bahwa
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
seharusnya dilakukan agar dapat meningkatkan
penerimaan Negara serta mensejahterahkan kehidupan
masyarakat, dan memotivasi seseorang untuk
melakukannya, maka dikatakan orang tersebut
menerima pengaruh sosial dan cenderung akan
memiliki niat untuk melakukan perilaku patuh dalam
memnuhi kewajiban perpajakannya. Beberapa
penelitian sebelumnya telah membuktikan hal tersebut
diantaranya yaitu Penelitian Suherman (2012), dan
Salman dan Sarjono (2013), yang menemukan bahwa
norma subjektif secara signifikan mempengaruhi niat
untuk berperilaku patuh. Dengan demikian, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Norma subyektif berpengaruh positif terhadap niat
WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh.
18
Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (Perceived
Behavior Control) terhadap Niat untuk Berperilaku
Patuh.
Theory of Planned Behavior (TPB) memodifikasi
Theory Reasoned Action (TRA) dengan menambahkan
konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan (Ajzen dan
Madden,1986). Kontrol perilaku yang dipersepsikan
mengacu pada persepsi seseorang terhadap kesulitan
atau kemudahan melaksanakan perilaku yang
diinginkan, terkait dengan keyakinan akan tersedia
atau tidaknya sumber dan kesempatan yang diperlukan
untuk mewujudkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991).
Kemudahan atau kesulitan yang dihadapi individu
berkaitan dengan ada atau tidaknya faktor-faktor yang
memfasilitasi dan menghalangi performa perilaku
seseorang dalam melakukan suatu perilaku.
Hal senada juga dikemukakan oleh Francis et al.
(2004), yang menjelaskan kontrol perilaku yang
dipersepsikan sebagai persepsi seseorang terhadap
kesanggupannya dalam melaksanakan suatu perilaku.
Ajzen (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan dapat
mempengaruhi niat. Hal ini berdasarkan atas asumsi
bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan oleh
individu akan memberikan implikasi berupa motivasi
terhadap orang tersebut. Artinnya niat akan terbentuk
dengan sendirinya ketika individu merasa mampu
untuk menampilkan perilaku.
Apabila Wajib Pajak memiliki sikap yang positif
dan norma subjektif yang mendukung mereka untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya serta percaya
19
bahwa mereka memiliki sumber daya yang ada atau
memiliki kesempatan (memiliki kontrol perilaku yang
besar) untuk melakukan perilaku tersebut,
kemungkinan mereka akan memiliki niat yang besar
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan
Wajib Pajak yang percaya bahwa mereka tidak
mempunyai sumber daya yang ada atau tidak
mempunyai kesempatan untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya, mungkin tidak akan membentuk niat
untuk melakukan perilaku tersebut walaupun mereka
mempunyai sikap yang positif atas pajak dan percaya
bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka
melakukan perilaku patuh pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2011),
Pangestu dan Rusmana (2012), Salman dan Sarjono
(2013) membuktikan bahwa kontrol perilaku yang
dipersepsikan berpengaruh terhadap niat berperilaku
patuh. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil
penelitiaan yang ada, dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H4 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh
positif terhadap niat WP Orang Pribadi untuk
berperilaku patuh.
Sikap atas Pajak, Norma Subyektif, Kontrol Perilaku
yang Dipersepsikan terhadap Niat untuk Berperilaku
Patuh
Secara konseptual ketiga determinan yaitu Sikap,
Norma Subyektif, Kontrol Perilaku yang dipersepsikan
mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun
ketiga determinan juga memiliki kaitan satu dengan
20
lainnya (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh
kesamaan informasi yang diterima yang dapat
mempengaruhi keyakinan yang dimiliki individu
tersebut. Adanya keterkaitan antar determinan
memungkinkan untuk mempengaruhi niat berperilaku
secara bersama-sama. Wajib Pajak yang memiliki sikap
yang positif atas pajak, kemudian mendapat dukungan
dari lingkungan atau orang-orang sekitar untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya serta percaya
bahwa mereka memiliki sumber daya yang ada atau
memiliki kesempatan (memiliki kontrol perilaku yang
besar) untuk melakukan perilaku tersebut,
kemungkinan mereka akan memiliki niat yang besar-
pula untuk berperilaku patuh.
Beberapa penelitian sebelumnya yang menguji
sikap, norma subyektif, kontrol perilaku yang
dipersepsikan secara bersama-sama dalam
mempengaruhi niat berperilaku yaitu Taurusia (2011),
Fausiah et al. (2013) serta Anggelina dan Japarianto
(2014) menunjukan bahwa sikap, norma subjektif dan
kontrol perilaku secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap niat berperilaku. Sedangkan
penelitian sebelumnya mengenai Kepatuhan Pajak
dengan menggunakan TPB belum menguji keterkaitan
antar ketiga determinan pembentuk niat. Berdasarkan
penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada,
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Sikap atas Pajak, Norma Subyektif, Kontrol
perilaku yang dipersepsikan berpengaruh secara
simultan terhadap niat WP Orang Pribadi untuk
berperilaku patuh.
21
Kontrol Perilaku Diperspsikan (Perceived Behavior
Control) terhadap Perilaku Kepatuhan Pajak.
Perilaku (behavior) merupakan tindakan atau
kegiatan nyata yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).
Dalam TPB, dijelaskan bahwa sebuah perilaku
(behavior) dilakukan karena individu mempunyai niat
atau keinginan untuk melakukannya (behavioral
intention) serta didukung oleh kontrol perilaku yang
dipersepsikan (perceived behavioral control). Kontrol
keperilakuan dapat mempengaruhi perilaku baik itu
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
langsung kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap
perilaku adalah sebuah controllability (Ajzen, 2002).
Pelaksanaan perilaku tergantung pada keyakinan
individu terhadap seberapa besar kontrol yang
dimilikinya terhadap perilaku (control over the behavior).
Pengaruh langsung disebabkan karena adanya actual
behavioral control yang terjadi di luar kehendak
individu sehingga mempengaruhi perilaku (Ajzen,
2005).
Semakin positif sikap dan norma subyektif
terhadap perilaku, serta semakin besar kontrol yang
dipersepsikan seseorang, maka semakin kuat niat
seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu.
Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang
nyata di lapangan (actual behavioral control) niat
tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul.
Namun sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bisa
jadi bertentangan dengan niat individu tersebut. Hal
tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak
memungkinkan memunculkan perilaku yang telah
22
diniatkan sehingga dengan cepat akan mempengaruhi
perceived behavioral control individu tersebut. Perceived
behavioral control yang telah berubah akan
mempengaruhi individu untuk berperilaku. Hal
tersebut ditegaskan oleh Ajzen (1991) yang berpendapat
bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat
digunakan sebagai pengganti dalam mengukur adanya
actual control behavioral yang berpengaruh terhadap
perilaku.
Terry and O’Leary (1995) telah membuktikan
bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan
berpengaruh dan mampu memprediksi perilaku.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Andrianto
(2010), Laksono (2011), dan Hardaya (2013) juga
berhasil membuktikan bahwa kontrol perilaku memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memiliki sikap dan
norma subjektif yang positif, serta memiliki kontrol
perilaku yang kuat akan mempengaruhi niat Wajib
Pajak tersebut untuk menampilkan perilaku yang
patuh terhadap pajak. Selain itu, kondisi yang nyata di
lapangan yang dialami oleh Wajib Pajak juga
mempengaruhi perilaku yang ditampilkan. Kondisi
nyata yang memungkinkan Wajib Pajak untuk
berperilaku patuh akan memberikan kesempatan bagi
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh. Berdasarkan
penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada,
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H6 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh
positif terhadap perilaku kepatuhan pajak WP
Orang Pribadi.
23
Pengaruh Niat Berperilaku (behavioral intention)
terhadap Perilaku Kepatuhan Pajak.
Niat berperilaku merupakan variabel antara
dalam berperilaku (Ajzen,1991). Hal ini berarti, pada
umumnya seseorang berperilaku sesuai dengan niat
atau tendensinya. Ajzen (2005), dalam penelitiannya
menyatakan bahwa niat adalah kecenderungan atau
keinginan seseorang untuk menampilkan suatu
perilaku tertentu. Niat juga dijelaskan sebagai indikator
terbaik untuk meramalkan perilaku seseorang. Miladi
(2010) mengungkapkan bahwa niat erat kaitannya
dengan motivasi, yaitu dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Niat untuk berperilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, merupakan kecenderungan
yang akan mendorong Wajib Pajak melakukan suatu
perilaku tersebut atau sebaliknya, dan hal tersebut
dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, dan kontrol
perilaku. Semakin besar niat Wajib Pajak untuk
melakukan perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, semakin besar pula keberhasilan
prediksi perilaku tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Miladi (2010),
Pangestu dan Rusmana (2012), membuktikan bahwa
niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Ini
berarti bahwa ketika seorang Wajib Pajak telah
memiliki niat yang besar untuk berperilaku patuh
maka semakin tinggi tingkat kepatuhan pajaknya.
24
Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan sebagai
berikut:
H7 : Niat untuk berperilaku berpengaruh positif
terhadap perilaku kepatuhan pajak WP Orang
Pribadi.
Model Penelitian
Berdasarkan paparan kerangka teori diatas,
maka model yang dikembangkan untuk penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Penelitian
Pengetahuan atas
Pajak
(X1)
Sikap atas Pajak
(X2)
Norma Subyektif
(X3)
Kontrol Perilaku
yang
Dipersepsikan
(X4)
Niat untuk
Berperilaku
(X5)
Perilaku
Kepatuhan Pajak
(X6)
top related