ibnusina
Post on 10-Dec-2015
220 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
a) nama : Tn. I
b) usia : 20 thn
c) jenis kelamin : laki-laki
d) agama : Islam
e) alamat : wanaraja
f) pekerjaan : pedagang
g) tanggal masuk RS: 7 januari 2010
h) tanggal pemeriksaan: 14 januari 2010
KELUHAN UTAMA
Benjolan pada tulang kering kiri
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSU Dr. Slamet Garut pada tanggal 7 Januari 2010 dengan
keluhan benjolan sebesar buah Delima (uk : 12 x 9 cm) di bawah lutut kirinya sejak 4 bulan
SMRS. Awalnya benjolan hanya sebesar kutil, namun lama kelamaan dirasakan semakin
membesar. Pasien merasa sakit berdenyut-denyut dan terasa panas pada daerah benjolan
tersebut, dan bertambah sakit pada malam hari. Pasien juga mengeluh bila benjolan tersebut
ditekan terasa sakit.
Selain keluhan tersebut os juga mengeluh sudah tidak bisa berjalan lagi sejak
benjolannya membesar. Os juga mengaku nafsu makannya berkurang sehingga berat badan
os turun dari 53 Kg menjadi 45 Kg.
Sebelum ke RSU dr.Slamet Garut, pasien mengaku pernah berobat ke Bandung
dengan keluhan yang sama dan disarankan untuk diamputasi kaki kirinya tersebut dan
disarankan untuk menjalani kemoterapi tetapi pasien menolaknya dengan alasan tidak punya
banyak waktu untuk menjalani pengobatan di bandung.
Riwayat penyakit keluarga dengan penyakit yang sama seperti pasien disangkal.
Riwayat batuk lama lebih dari 2 minggu disangkal.
Riwayat terjatuh atau trauma tumpul maupun trauma tajam disangkal pasien.
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Pasien menyangkal pernah mendapatkan pengobatan paru
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Dikeluarga pasien tidak ada yang pernah menderita benjolan ditulang.
PEMERIKSAAN FISIK
a) status generalis
keadaan umum : tampak sakit sedang
kesadaran : GCS 15 (CM)
Eyes = 4 ( respon membuka mata ‘spontan’)
Verbal = 5 ( respon verbal ‘ orientasi baik )
Movement= 6 ( respon motorik ‘ mengikuti perintah’ )
tekanan darah : 100/70 mmHg
nadi : 88 x/mnt
pernafasan : 20x/mnt
suhu : afebris
kepala : normocephal
b) status lokalis
a/r tibia sinistra
look :
skin : skar (-), ulkus (-), venektasi (+), mengkilat, permukaan rata
shape : bengkak (+), ukuran diameter +/- 12 cm, berbatas tidak tegas,
deformitas (+).
Size : pada femur kiri terlihat adanya atrofi dibandingkan dengan femur
kanan
feel :
perabaan hangat (+), nyeri tekan (+), konsistentensi keras, tidak dapat
digerakkan , pulsasi a. dorsalis pedis ka=ki, pulsasi a. tibialis posterior ka=ki,
sensasi raba a/r tibia ka-ki (+/+), sensasi nyeri a/r tibia ka-ki (+/+++)
Move :
hip join : aktif (-)
pasif (+) pergerakan terbatas karena nyeri
knee joint : aktif (-)
Pasif (+) pergerakan terbatas karena nyeri
angkle join : dapat digerakan (rotasi +/- 180 º)
GAMBAR !!! HASIL LABORATORIUM
a) darah rutin
Hb : 13,1
Ht : 38
Leukosit : 7.100
Trombosit : 373.000
Eritrosit : 4.63
b) hitung jenis leukositosis
basofil : 0
eusinofil : 1
batang : 3
segmen : 56
limfosit : 38
monosit : 2
c) kimia klinik
GDS : 115
SGOT : 13
SGPT : 11
ureum : 18
kreatinin : 0,55
PEMERIKSAAN PENUNJANG
GAMBAR !!!!!
foto tibia sinistra AP
Keterangan :
tampak destruksi os. Tibia Proksimal yang dominan sklerotik disertai reaksi periosteal
jenis sunray appearance
tampak pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi
sunburst appearance pada osteo di Tibia Proksimal
DIAGNOSIS
Suspect Osteosarkoma a/r 1/3 Proksimal Tibia sinistra
PENATALAKSANAAN
umum : diet tinggi protein, immobilisasi kaki yang sakit, istirahat.
infus RL 20 gtt/mnt
drip ketorolac 30 mg dlm 500 cc RL (10 gtt/mnt)
Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
RENCANA PENATALAKSANAAN
Operasi Amputasi
kemoterapi
PROGNOSA
a) quo ad vitam : dubia ad malam
b) quo ad functionam : ad malam
OSTEOSARCOMA
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Osteosarkoma merupakan neoplasma sel spindle yang memproduksi osteoid.
2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4.8 kasus per satu juta
populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling tinggi pada usia 10-20 tahun,
Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma adalah osteosarkoma konvensional. Observasi ini
berhubungan dengan periode maksimal dari pertumbuhan skeletal. Namun terdapat juga
insiden osteosarkoma sekunder yang rendah pada usia 60 tahun, yang biasanya berhubungan
dengan penyakit paget. Kebanyakan osteosarkoma varian juga menunjukkan distribusi usia
yang sama dengan osteosarkoma konvensional, terkecuali osteosarkoma intraosseous low-
grade, gnathic, dan parosteal yang menunjukkan insiden tinggi pada usia dekade ketiga.
Osteosarkoma konvensional muncul pada semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika
amerika daripada kaukasian. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria,
dengan rasio 3:2 terhadap wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode pertumbuhan skeletal
yang lebih lama pada pria. Data frekuensi untuk osteosarkoma varian sangat sulit untuk
dikalkulasikan karena kasusnya sangat jarang. Tabel berikut menunjukkan persentase relatif
dari osteosarkoma varian di Amerika Serikat.
Tumor Frequency %
Telangiectatic 3.5-11
Parosteal 3-4
Periosteal 1-2
Gnathic 6-9
Small cell 1
Intraosseous, low grade
<1
Surface, high grade <1
Secondary 5-7
3. FAKTOR RESIKO
Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko
untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:
Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat sebagai
predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat pada saat
pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana area ini
merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.
Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah paparan terhadap
radiasi.
Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous dysplasia,
enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line form).
Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan
dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline p53 mutation),
dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan dengan defek
tulang kongenital, displasia rambut dan tulang, hypogonadism, dan katarak).
4. Manifestasi Klinik
4.1 Histologi
Terdapat dua elemen yang penting pada pemeriksaan histologis dari tumor. Yang pertama
yang didapat dari biopsi yaitu tipe dari tumor, dan yang kedua didapat dari reseksi definitif setelah
kemoterapi untuk menilai respon terhadap pengobatan. Secara umum karakteristik dari
osteosarkoma adalah adanya osteoid pada lesi, meskipun pada tempat yang jauh dari tulang
(contohnya paru-paru). Meskipun formasi osteoid biasanya dengan jelas terlihat, namun kadangkala
diperlukan mikroskop elektron untuk dapat menemukan proses ini. Sel stromal dapat berbentuk
spindle dan atipikal, dengan nucleus yang berbentuk irregular. Terdapat beberapa tipe osteosarkoma
yang berbeda, dan gambarannya dikelompokkan dengan sel yang paling banyak terdapat, yaitu
osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic, meskipun tipe ini secara klinis tidak dapat dibedakan.
osteosarkoma tipe telangiectatic mengandung ruangan yang luas berisi darah. Pembentukan
kartilago merupakan fitur utama pada osteosarkoma periosteal dan parosteal, dan biasanya muncul
dari kortek tulang, pada aspek posterior distal dari femur.
4.2 Klasifikasi
Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari
osteosarkoma masuk kedalam kategori “klasik” atau konvensional, yang termasuk osteosarkoma
osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan
sebagai “varian” berdasarkan
(1) karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma postradiasi, atau
osteosarkoma paget
(2) karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic, osteosarkoma small-cell,
atau osteosarkoma epithelioid
(3) lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal.
4.3 Lokasi kanker
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang, terutama
pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya
yang juga sering adalah pada metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar
dari metafisis ke diafisis atau epifisis.1 Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan
predileksi yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal, lesi
periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan
femur proximal.
4.4 Gejala
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa.
Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas adan massa atau
pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma
tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic
yang lebih sering terjadi fraktur patologis. Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan.
Riwayat pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala
sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru
sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang
luas. Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor. Massa yang
dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan hangat pada palpasi, meskipun gejala ini
sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada
kulit.
4.5 Metastase
Bukti radiologis dari deposit metastase pada paru dan tempat lainnya ditemukan pada 10%
sampai 20% pasien pada saat diagnosis, dengan 85% sampai 90% metastase berada pada paru-paru.
Tempat metastase lainnya yang paling sering adalah pada tulang, metastase pada tulang lainnya
dapat soliter atau multipel. Sindrom dari osteosarkoma multipel ditujukan pada adanya multipel
tumor pada berbagai tulang, dengan keterlibatan metafisis yang simetris.
4.6 Diagnosa banding
Chondrosarcoma
Ewing Sarcoma
Giant Cell Tumor
Stress Fracture
5 Pemeriksaan Penunjang
5.1 Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan penggunaan
kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan
untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa
adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan
nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase
pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat
menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:
LDH
ALP (kepentingan prognostik)
Hitung darah lengkap
Hitung trombosit
Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),
bilirubin, dan albumin.
Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium,
phosphorus.
Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine
Urinalisis
5.2 Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika
dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk
evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru.
Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor
synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.
5.2.1 X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang karena
hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran
foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area litik dan
sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif, dapat berupa
moth eaten.
1. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.
2. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang
luas (black arrow).
3. Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak.
Berbagai spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan
multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang
agresif.Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik, dengan reaksi
periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran
aneurysmal bone cyst. Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma
konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik. Osteosarkoma
intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai
gambaran jinak dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak.
Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang, reaksi
periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical dideskripsikan sebagai
gambaran radiolusen dan geographic, dan mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang
kecil. Osteosarkoma derajat tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan
berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma parosteal secara
tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang yang luas. Tidak seperti
osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak melibatkan kavitas medulla tulang.
5.2.2 CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama pada
area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada
osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder).
Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks
mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat
membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang
digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat
berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai
osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika
digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana
setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.
5.2.3 MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena
kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan
tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu
dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian
hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting.
Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen.
Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit
intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan
adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang
diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa
ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang
berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus
synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada
tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip
metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase
jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus
melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur
neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi
yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan
tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.
5.2.4 Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi.
Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien
dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya
yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat
menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan
penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen
intermedula dari lesi.
5.2.5 Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada bone
scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat
berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat
juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma
menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak
spesifik.
6.1 Stadium
Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk
digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase ke kelenjar limfa.
Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran
ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor
muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium
berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.
6.2 Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari tumor, adanya
metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang dinilai setelah kemoterapi.
6.2.1 Lokasi tumor
Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor yang terlokalisasi.
Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang lebih distal mempunyai nilai prognosa
yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang
belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan kematian. Osteosarkoma
yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar
20% – 47%.
6.2.2 Ukuran tumor
Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk dibandingkan tumor
yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan ukuran paling panjang yang dapat terukur
berdasarkan dari dimensi area cross-sectional.
6.2.3 Metastase
Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada yang
mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase pada saat didiagnosa,
dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan metastase
bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan resectability dari metasstase. Pasien yang
menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer dan metastase setelah kemoterapi mungkin
dapat bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan prediksi bebas tumor hanya
sebesar 20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat diagnosis. Prognosis juga terlihat
lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang sedikit dan unilateral, bila dibandingkan
dengan nodul yang bilateral, namun bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi bukan berarti
metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi tetap merupakan faktor prognostik.
Pasien dengan skip metastase dan osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa yang lebih
buruk.
6.2.4 Reseksi tumor
Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa karena osteosarkoma
relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor
penting untuk kesembuhan.
6.2.5 Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi
Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari kemoterapi sebelum
dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan metastase. Derajat
nekrosis yang lebih besar atau sama dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari kemoterapi
mempunyai prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang kurang dari 90%, dimana
pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi. Tingkat kesembuhan pasien
dengan nekrosis yang sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan dengan
tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.
7 Penatalaksanaan
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80%
pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma
merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam
manajemen rutin.
7.1 Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara
primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara
lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada
paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien
mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi
sangat penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa
adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang
dapat direseksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah
pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter
faktor prognosa. Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan methotrexate dosis
tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan
pembedahan tumor.
7.2 Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas
tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan
reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor
yang harus dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai
pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan.
Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan
amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan
sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis, dengan
kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb
salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka
pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan
pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani
dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka
dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual,
sebagai berikut :
Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak
muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai lempeng
pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil
(osteosynthesis).
Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan, terutama selama
kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter atau expandable,
namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan permasalahan
tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.
Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang berada pada
distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif
pembedahan hanya amputasi.
Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-to-end
anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian
distal dari kaki dirotasi 180º dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi.
Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat video dari
pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat disembuhkan secara
total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau pneumonectomy biasanya diperlukan
untuk mendapatkan batas bebas tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan
pembedahan tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median
sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy.
Oleh karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk
metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).
7.3 Penanganan jangka panjang
7.3.1 Rawat inap
Siklus kemoterapi: hal ini secara umum memerlukan pasien untuk masuk rumah sakit untuk
administrasi dan monitoring. Obat aktif termasuk methotrexate, cisplatin, doxorubicin, and
ifosfamide. Pasien yang ditangani dengan agen alkylating dosis tinggi mempunyai resiko
tinggi untuk myelodysplasia dan leukemia. Oleh karena itu hitung darah harus selalu
dilakukan secara periodik.
Demam dan neutropenia: diperlukan pemberian antibiotic intravena.
Kontrol lokal: penanganan di rumah sakit diperlukan untuk kontrol lokal dari tumor
(pembedahan), biasanya sekitar 10 minggu. Reseksi dari metastase juga dilakukan pada saat
ini.
7.3.2 Rawat jalan
Hitung jenis darah: pengukuran terhadap hitung jenis darah dilakukan dua kali seminggu
terhadap granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) pasien, pengukuran G-CSF dapat
dihentikan ketika hitung neutrophil mencapai nilai 1000 atau 5000/μL.
Kimia darah: sangat penting untuk mengukur kimia darah dan fungsi hati pada pasien
dengan nutrisi parenteral dengan riwayat toksisitas (terutama jika penggunaan antibiotik
yang nephrotoxic atau hepatotoxic dilanjutkan.
Monitoring rekurensi: monitoring harus tetap dilanjutkan terhadap lab darah dan radiografi,
dengan frekuensi yang menurun seiring waktu. Secara umum kunjungan dilakukan setiap 3
bulan selama tahun pertama, kemudian 6 bulan pada tahun kedua dan seterusnya.
Follow-up jangka panjang: ketika pasien sudah tidak mendapat terapi selama lebih dari 5
tahun, maka pasien dipertimbangkan sebagai survivors jangka panjang. Individu ini harus
berkunjung untuk monitoring dengan pemeriksaan yang sesuai dengan terapi dan efek
samping yang ada termasuk evaluasi hormonal, psychosocial, kardiologi, dan neurologis.
top related