hubungan antara workplace bullying terhadap …
Post on 15-Nov-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA WORKPLACE BULLYING TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DI PT. TIGA
MANUNGGAL TEXTILE (TIMATEX)
SALATIGA
Oleh:
Giovanny Permata Putri
802014021
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
HUBUNGAN ANTARA WORKPLACE BULLYING TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DI PT. TIGA
MANUNGGAL TEXTILE (TIMATEX)
SALATIGA
Giovanny Permata Putri
Sutarto Wijono
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
1
PENDAHULUAN
Perusahaan atau organisasi adalah sebuah organisasi profit atau non
profit yang menempatkan berbagai tujuan di dalamnya, salah satu tujuannya
adalah untuk menggali tingkat benefit dari berbagai peran yang dapat
menciptakan hasil produksi dan juga untuk memuaskan kebutuhan ekonomi
(Swastha dan Sukotjo, 2012). Dewasa ini, berbagai perusahaan berjuang untuk
merealisasikan pencapaian tujuan yang sudah ada. Dengan adanya dasar
tersebut, perusahaan dituntut memberikan keuntungan yang dapat
meningkatkan keefektivitasannya. Dengan hal tersebut, perusahaan perlu
membuat tujuan yang berguna untuk meningkatkan karyawan-karyawan
berkualitas. Berbicara mengenai kualitas tidak hanya sekedar mengenai
jabatan atau posisi semata mereka, namun terdapat sesuatu yang lebih penting
yaitu mengenai nilai dari suatu output. Artinya, perusahaan perlu menunjukan
output dari berbagai peran yang dinamakan oleh para karyawan sebagai
bentuk dari kualitas (Mortimer R. Feinberg, 2011). Dalam perusahaan, output
akan lebih dikenal dengan sebutan produktivitas atau produktivitas kerja.
Karyawan yang bekerja di perusahaan memiliki tingkat output yang berbeda-
beda satu sama lainnya. Walaupun mereka berada dalam satu tujuan yang
sama yaitu berusaha meningkatkan produktivitas kerja satu sama lain dan
tidak hanya sekedar dilihat dari tingkat intelektualnya.
PT. Timatex Salatiga merupakan sebuah perusahaan industri textil yang
menghasilkan produk kain finish “Black Item” atau penghasil kain dan
benang. Peneliti menemukan ada beberapa fenomena terkait dengan
2
produktivitas kerja, yang dapat diidentifikasi melalui observasi dan
wawancara dengan beberapa karyawan di PT. Timatex Salatiga. Hasil
observasi dan wawancara tersebut menunjukkan bahwa sebagian karyawan
menganggap bahwa pencapaian target mereka sudah sesuai dengan SOP atau
standar operating procedure, dan lebih banyaknya mengatakan masih belum
memiliki SOP yang jelas dalam bekerja. Selain itu, beberapa karyawan
menyebutkan bahwa tidak setiap hari mereka bekerja dengan pencapaian
target yang ditentukan karena mereka tidak memahami kuantitas dari output
mereka, dan ada juga yang mengatakan mereka selalu mencapai target dalam
tugas mereka. Misalkan saja, target mereka dalam mengolah kain-kain
maupun benang yang masuk dari distributor, mengelola kain, menyimpan kain
atau benang sampai menjadi kain jadi. Pembinaan atau sosialisasi yang
dilakukan perusahaan tentang peran atau SOP masih belum dipahami secara
keseluruhan oleh karyawan, khususnya mengenai besar kecilnya kuantitas
yang harus mereka peroleh agar mencapai target sesuai dengan pencapaian
perusahaan. Keseluruhan hal tersebut mereka yakini masih belum
terealisasikan dengan baik.
Berdasarkan dari fenomena yang telah disebutkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa PT. Timatex memiliki indikasi terhadap penurunan
produktivitas kerja atau penurunan hasil produksi. Pandangan ini didukung
oleh Mortimer R. Feinberg (2011) yang mengemukakan bahwa produktivitas
yang dihasilkan oleh karyawan di perusahaan memiliki konsekuensi terhadap
perbandingan nilai dari peran dan output yang dihasilkan agar sesuai dengan
pencapaian target. Ketika karyawan dalam suatu perusahaan tidak memahami
3
peran yang dimiliki, maka ia juga akan mengalami hambatan dalam mencapai
besar kecilnya kuantitas yang harus mereka peroleh sesuai dengan harapan
dan tujuan perusahaan. Pencapaian produkivitas tidak melihat banyak
sedikitnya karyawan, namun peran dan target yang menjadi indikasi dalam
pencapaian output-output yang berkualitas. Dalam hal produktivitas, untuk
menunjang produktivitas kerja juga dibutuhkan pengembangan pada segi
kualitas, efisiensi dan efektivitas (Sumanth, 2014). Dimana dalam setiap
aspeknya menunjukan adanya kriteria yang patut diciptakan dalam suatu
perusahaan untuk membantu mewujudkan tingkat produktivitas yang lebih
tinggi. Apabila aspek tersebut tidak seimbang, maka akan menjadi hambatan
tersendiri dalam pencapaian kuantitas sehingga muncul adanya indikasi pada
permasalahan produktivitas kerja. Dibawah ini terdapat diagram perbandingan
mengenai penurunan hasil produksi yang juga menjadi indikasi awal dalam
penurunan produktivitas yang terjadi di PT. Timatex Salatiga:
Diagram Batang 1.0
Diagram Pencapaian Hasil Produksi Tahun 2014-2017 di PT. Timatex
Salatiga
[VALUE]
[VALUE]
[VALUE] [VALUE]
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
2014 2015 2016 2017
Hasil Produksi tahun 2014-2017
2014 2015 2016 2017
4
Diagram 1.0 menjelaskan terkait hasil atau jumlah pencapaian hasil
produksi yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, yaitu pada tahun
2014 hingga 2017. Sejak tahun 2014, pencapaian hasil produksi sudah terjadi
penurunan secara berkala dan akhirnya masih berlanjut hingga tahun 2017.
Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan perbedaan jumlah dan prosentase setiap
tahun yang menunjukkan penurunan secara periodik.
Dengan demikian peneliti menganggap pentingnya untuk meneliti
produktivitas kerja karyawan dalam suatu perusahaan. Hal ini didukung dari
beberapa penelitian umum yang juga mengemukakan fenomena pentingnya
produktivitas kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Sharifzadeh (2014) yang
menyatakan bahwa setiap karyawan yang memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kualitas dirinya akan dapat berproduktif dalam setiap tugas
dan perannya, sehingga memiliki emosi yang cukup baik. Dimana emosi akan
mempengaruhi karyawan untuk dapat lebih mudah mengaktualisasikan diri
melalui peran dan tugasnya. Karyawan yang dinilai memiliki indikasi
terhadap peningkatan produktivitasnya, dinilai mereka juga memiliki rasa
bahagia dan memiliki kepuasan tersendiri terhadap tugas dan perannya
dibandingkan dengan karyawan yang mengalami penurunan terhadap
produktivitasnya. Kemudian, penelitian lain yang serupa oleh Lerner, dkk
(2003) yang menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan perusahaan
setiap karyawan memiliki indikasi terhadap keterbatasan hubungan atau
mengalami suatu keterbatasan kerja. Keterbatasan hubungan ini dapat terjadi
karena individu atau karyawan mengalami penurunan dalam produktivitasnya
di perusahaan dan membuat karyawan menjadi tidak produktif. Penurunan
5
produktivitas inilah yang membuat individu mengalami kemunduran secara
berkala dalam hal output dan kinerja mereka. Dari hasil penelitian dalam
beberapa jurnal mengindikasikan bahwa produktivitas merupakan hal yang
sangat penting dalam perusahaan.
Hal-hal yang mendukung terkait dengan pentingnya produktivitas bagi
para karyawan memunculkan adanya dampak-dampak. Dampak positif dari
produktivitas kerja dapat dibuktikan melalui hasil penelitian oleh Mikka
Palvallin (2010) yang menyatakan bahwa dampak positif dari terciptanya
karyawan-karyawan yang produktif adalah dapat membantu perusahaan untuk
menemukan jalan baru (new ways) dalam mengembangkan tujuan awal
perusahaan, membantu perusahaan mengeksplor potensi dan kualitas
karyawan (output), meningkatkan kapasitas perusahaan dalam dunia
persaingan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan, serta
meningkatkan loyalitas sebagai bagian dari sikap kerja karyawan. Kemudian
untuk dampak negatif secara umum dalam produktivitas kerja di antaranya
adalah meningkatnya persaingan ketat antar karyawan yang memicu
timbulnya gesekan atau konflik dan persaingan di perusahaan yang hanya
terfokus pada produksi yang dihasilkan atau output yang mengakibatkan
perusahaan tidak memperhatikan kualitas outputnya. Dampak-dampak negatif
ini memberikan stimulus negatif pula terhadap pengaruh lingkungan kerja
yang kurang kondusif. Lingkungan kerja yang seharusnya kondusif dalam hal
persaingan justru membuat pencapaian output menurun karena banyaknya
tuntutan dan persaingan yang secara negatif memiliki pengaruh secara
personal. Perusahaan yang tidak mampu mengendalikan dan mengontrol
6
keuntungan atau keberhasilan, membuat mereka hanya bisa melihat
produktivitas mereka dari segi nilai kuantitasnya dan hanya sekedar
menjadikan karyawan mereka alat dari keberhasilan semata. Hal inilah yang
dapat mempengaruhi nilai output perusahaan.
Produktivitas kerja sejatinya dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor.
Ada beberapa faktor yang ditemukan oleh beberapa peneliti sebelumnya di
antaranya terdapat 11 faktor yaitu, pendidikan, motivasi kerja, disiplin kerja,
keterampilan karyawan, sikap dan etika kerja, harga diri (self-esteem), upah
atau gaji, lingkungan kerja, intimidasi (workplace bullying), jaminan sosial
dan reward.
Berdasarkan dari penjelasan diatas, terdapat salah satu faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja yaitu mengenai workplace bullying
(WPB). Workplace bullying (WPB) merupakan suatu tindakan atau perilaku
yang dilakukan oleh orang ke orang lain dengan tujuan merugikan perilaku
lawannya (Salin, 2001). Menurut Rayner dan Hoel (1997), workplace
bullying merupakan suatu perilaku aggresive yang kebanyakan dilakukan
secara non verbal oleh orang ke orang. Tindakan dan perilaku agresif di
tempat kerja secara tidak langsung mengarah pada bentuk intimidasi. Sikap
dan sifat yang berbeda di tempat kerja terkadang menimbulkan gesekan dan
pengaruh negatif yang berujung pada terciptanya intimidasi atau workplace
bullying. Workplace bullying terjadi dan dirasakan pada individu yang
mengalami ketidakseimbangan pada situasi sosial di tempat kerja mereka.
Kemungkinan dari suatu perilaku intimidasi adalah sulitnya individu dalam
pengelolaan secara emosional dan psikis. Ekspresi dari ketidakmampuan akan
7
pengendalian secara psikis yang mendorong individu berperilaku negatif
sebagai wujud kemarahan atau kekecewaan. Randall (1997) juga memberikan
penekanan bahwa pelaku bullying di tempat kerja akan memberikan efek atau
pengaruh pada psikis yang berupa kemunduran dalam prestasi. Menurut Al
Khalid dan Hungan (2012), terdapat aspek-aspek yang ada dalam workplace
bullying di antaranya, personal characteristics, organizational
characteristics, work group characteristics, dan social characteristics.
Fenomena terkait indikasi terhadap perilaku intimidasi atau workplace
bullying didapatkan saat wawancara dengan supervisor dan general manager.
Fenomena tersebut berawal dari akar permasalahan mengenai munculnya
ketidakpahaman akan SOP. SOP atau Standard Operational Procedure
merupakan pemahaman akan peran, tugas, tanggung jawab dan wewenang.
Di PT. Timatex Salatiga, SOP kurang mendapatkan perhatian khusus yang
dapat mengganggu iklim kerja dan birokrasi. Dimana, dari pihak perusahaan
pun tidak memberikan sosialisasi yang jelas akan SOP mereka yang
mengakibatkan tugas dan peran dari karyawan menjadi terhambat. Hambatan
ini menjadi semakin sulit dikendalikan karena banyak dari karyawan yang
tidak puas akan peran dan tugas mereka. Akibatnya, berdasarkan pengamatan
oleh supervisor banyak karyawan yang motivasinya menurun dan merasa
tidak puas akan peran mereka. Dampak awal inilah memicu banyak gesekan
dan konflik yang diakibatkan karena banyaknya kekecewaan yang sulit untuk
disalurkan, dimana tekanan secara emosional diekspresikan dengan
melakukan penekanan atau intimidasi terhadap rekan kerja lainnya. Pelaku
intimidasi seringkali dilakukan dengan memaksakan dan menekan karyawan
8
lainnya untuk melakukan tugas dan tanggung jawab yang bukan dari hak dan
kewajibannya. Pelaku intimidasi yang lama bekerja juga sering menuntut
dengan cara tidak langsung seperti membuat aturan sendiri untuk karyawan-
karyawan lainnya. Pihak perusahaan merasa hal tersebut sangat mengganggu
iklim kerja karena pelaku-pelaku intimidasi dapat menurunkan kredibilitas
maupun output kerja karena adanya unsur ketidakpuasan kerja, motivasi
menurun maupun stres karena fenomena mengenai SOP. Hal ini juga
dilatarbelakangi karena hubungan relasi yang tidak baik dan sedikitnya
dukungan antar pihak. Dampak dari perilaku intimidasi inilah banyaknya
karyawan yang merasa tidak puas akan pekerjaan mereka, bosan, stres dan
tertekan yang membuat target kerja mereka tidak dapat tercapai dengan baik.
Selain itu, fenomena intimidasi juga didapatkan saat wawancara dengan 3
orang karyawan yang mengemukakan bahwa mereka merasa bekerja tanpa
ada kejelasan dari peran yang terkadang membuat mereka stres dan motivasi
kerja mereka menurun. Mereka juga menyadari bahwa belum ada kepuasaan
tersendiri saat bekerja yang mengakibatkan mereka seringkali mengintimidasi
orang lain sebagai wujud mengekspresikan emosi mereka secara tidak
langsung. Mereka juga merasa sulit untuk mengendalikan emosi dan perilaku
mereka akibat fenomena tersebut.
Workplace bullying (WPB) sejatinya sangat berkaitan dengan
kehidupan karyawan secara personal. Lingkungan kerja yang dominan
dengan kehidupan berinteraksi dan membangun relasi telah menjadi alat
penggerak munculmya intimidasi. Pada penelitian-penelitian sebelumnya
terdapat hasil yang pro dan kontra antara hubungan workplace bullying
9
(WPB) dengan produktivitas kerja. Riset atau penelitian pertama tentang
hubungan antara workplace bullying dengan produktifitas ditulis oleh
Yahaya, dkk (2012) menyatakan bahwa ada hubungan negatif signifikan
terkait munculnya workplace bullying dengan tingkat produktivitas kerja
seseorang. Hal serupa juga di tulis oleh Peggy Berry, dkk (2012) menyatakan
ada hubungan negatif signifikan terkait kondisi di tempat kerja dengan resiko
bulling terhadap produktivitas kerja karyawan. Namun, penelitian yang
berbeda oleh Owoyemi (2012) menyatakan bahwa perilaku intimidasi di
tempat kerja tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terkait dengan
produktivitas kerja.
Berdasarkan penelitian dan fenomena diatas membuat peneliti tertarik
untuk meneliti terkait hubungan antara workplace bullying (WPB) dengan
produktivitas kerja. Hal ini disebabkan oleh sebagian karyawan dalam dunia
kerja yang memiliki karakteristik dari sikap dan perilaku serta munculnya
ketidakseimbangan dari situasi di tempat kerja yang ternyata memiliki
indikasi terhadap hubungan relasi yang kurang sehat dan menjurus pada
perilaku intimidasi.
HUBUNGAN ANTARA WORKPLACE BULLYING DENGAN
PRODUKTIVITAS KERJA
Pada penelitian-penelitian sebelumnya terdapat hasil yang pro dan kontra
antara hubungan workplace bullying (WPB) dengan produktivitas kerja. Riset
atau penelitian pertama tentang hubungan antara workplace bullying dengan
produktivitas kerja ditulis oleh Yahaya, dkk (2012) menyatakan bahwa ada
hubungan negatif signifikan terkait munculnya workplace bullying dengan
10
tingkat produktivitas kerja seseorang. Hal serupa juga di tulis oleh Peggy
Berry, dkk (2012) menyatakan ada hubungan negatif signifikan terkait
kondisi di tempat kerja dengan resiko bulling terhadap produktivitas kerja
karyawan. Namun, penelitian yang berbeda oleh Owoyemi (2012)
menyatakan bahwa perilaku intimidasi di tempat kerja tidak memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terkait dengan produktivitas kerja.
Perilaku workplace bullying (WPB) atau dapat disebut dengan perilaku
intimidasi oleh karyawan dalam suatu memiliki indikasi dalam kaitannya
pada penurunan produktivitas. Pada dasarnya, workplace bullying
menggambarkan interaksi dalam menjalin hubungan kerja antara satu dengan
yang lain. Dimana suatu organisasi akan menciptakan perilaku individu
secara berbeda-beda. Ada karyawan yang stabil dalam menjaga hubungan
baik, namun adapula yang menghindar dan lebih nyaman untuk menyendiri.
Dari berbagai perbedaan individu, sifat dan karakter menentukan apakah
relasi yang dibentuk dapat berpengaruh positif atau tidak khususnya bagi
pekerjaan mereka. Individu yang membawa pengalaman positif dari luar
tempat kerja mereka secara otomatis akan menunjukan sisi perilaku yang baik
pula dalam menjalin hubungan relasi, namun akan berbeda dengan individu
yang memiliki latarbelakang kurang baik di luar organisasi mereka. Al Khalid
dan Hungan (2012) mengatakan bahwa, individu yang memiliki latar
belakang baik seperti peran emosi yang stabil, kepercayaan yang tinggi, serta
harga diri yang tinggi akan lebih lama untuk menjalin relasi yang baik dengan
rekan kerja, daripada individu dengan latarbelakang sebaliknya, yaitu peran
emosi yang tidak stabil, kepercayaan yang rendah, serta harga diri yang
11
rendah akan lebih rentan terhadap perilaku intimidasi (workplace bullying).
Lutgen Sandvik (2010), mengungkapkan bahwa workplace bullying terjadi
dan dirasakan pada individu yang mengalami ketidakseimbangan pada situasi
sosial di tempat kerja mereka dan kurang dapat mengelola emosinya secara
baik. Intimidasi terjadi karena adanya kesempatan karyawan untuk
mengekspresikan setiap kekurangan dari dalam dirinya dengan melakukan
tindakan dalam bentuk non fisik seperti menekan, acuh tak acuh, adanya
perilaku menjauhi, rasa iri hingga pemaksaan tanggungjawab antar rekan
kerja dan obsesi yang berlebihan.
Dengan dasar tersebut, perilaku intimidasi sering berpengaruh pada
pencapaian kinerja karyawan, khususnya dalam menghasilkan output-output
yang berkualitas. Kondisi emosi yang buruk dan tekanan secara psikis akibat
munculnya berbagai masalah, menciptkan perilaku intimidasi di tempat kerja
sebagai wujud untuk mengekspresikan emosi mereka. Pengelolaan emosi
yang buruk inilah secara tidak langsung memiliki indikasi terhadap hambatan
pada prestasi kerja karyawan, sehingga hal tersebut juga berpengaruh pada
produktivitas karyawan. Efek atau pengaruh psikis inilah yang menjadi
penyebab utama menurunnya tingkat produktivitas kerja individu. Workplace
bullying atau pun intimidasi dilatarbelakangi oleh adanya stres kerja,
kepuasaan kerja yang berkurang, post-traumatic stress, motivasi menurun,
dan adanya perilaku menghindar. Hal-hal tersebut secara otomatis dapat
menurunkan kinerja individu dan secara tidak langsung dengan adanya
penurunan kinerja, maka target output yang dicapai akan sangat berkurang
dari nilai SOP. Produktivitas kerja memiliki peranan penting dalam suatu
12
perusahaan, dimana segala keberhasilan dan keuntungan tidak semata-mata
hanya melihat dari sudut pandang birokrasinya, melainkan dapat dicapai dari
pengelolaan dalam segi kualitas, efektivitas dan efisiensi. Menurut Al Khalib
dan Hungan (2012) menyatakan bahwa sejatinya perilaku intimidasi memiliki
konsekuensi terhadap penurunan produktivitas kerja. Dimana untuk
memenuhi nilai produktivitas yang tinggi, maka diperlukan output dari
karyawan yang seimbang akan aspek kualitas, efektifitas dan efisiensi. Tanpa
adanya keseimbangan dari nilai-nilai aspek tersebut, maka untuk
mewujudukan kestabilan pada tingkat produktivitas akan terasa sulit.
LANDASAN TEORI
PRODUKTIVITAS KERJA
Sumanth (2014), mendefinisikan produktivitas kerja dilihat sebagai suatu
siklus mencapai tujuan organisasi dengan mengembangkan sumber daya para
karyawan yang diolah menjadi suatu keluaran yang optimal. Siklus ini lebih
menekankan pada proses, dimana karyawan dituntu untuk menghasilkan
suatu output yang menunjang tujuan organisasi dapat tercapai. Produktifitas
kerja juga melibatkan 4 tahap dalam konsep siklus produktifitas, yaitu adanya
pengukuran produktifitas, evaluasi produktifitas, perencanaan produktifitas,
dan peningkatan produktifitas. Keempat hal tersebut juga berkaitan dengan
pengembangan keterampilan atau kemampuan karyawan (intrapersonal).
Menurut Sumanth (2014), produktifitas kerja atau yang dikenal sebagai
product result memiliki beberapa aspek-aspek diantaranya adalah:
a. Efisiensi
13
Produktifitas merupakan suatu perbandingan antara output dengan input
yang merupakan ukuran efisiensi pada pemakaian sumber daya (input)
terencana dengan input sebenarnya. Artinya, efisiensi berkaitan dengan
pemasukan atau dapat dikatakan sebagai hasil dari keluaran yang
sesungguhnya. Efisiensi juga dapat diartikan sebagai kegiatan penghematan
pada sumber daya yang bersifat material (tenaga kerja, uang, waktu, dan
bahan baku) dan perluasan atau pengembangan terhadap sumber daya yang
bersifat non materi (non fisik) (Sumanth, 2014).
b. Efektivitas
Dalam hal produktifitas, efektifitas selalu dikaitkan dengan keseimbangan
sumber daya dengan output yang disesuaikan dengan tujuan organisasi
(Sumanth, 2014). Produktifitas memiliki kaitan yang erat dengan efektifitas,
dimana target yang dicapai, target yang akan direncanakan, atau pun melihat
apakah target yang dibentuk sudah tercapai atau tidak, akan selalu melihat
dari segi keefektifitasannya.
c. Kualitas
Produktifitas merupakan ukuran dari suatu kualitas, dimana kualitas yang
dilihat dari sudut pandang output kerjanya sangatlah sulit untuk diukur
(Sumanth, 2014). Walaupun pengukuran kualitas tidaklah teramati dalam
bentuk angka atau desimal, namun kualitas selalu berhubungan dengan
kondisi yang dinamis yang terkait dengan suatu hasil maupun pencapain
target sesuai dengan harapan perusahaan (Mali, 1978).
WORKPLACE BULLYING
14
Menurut AL Khalib dan Hungan (2012), mengemukakan bahwa workplace
bullying adalah suatu perilaku seseorang yang dilakukan ditempat kerja yang
memiliki indikasi terhadap sikap menekan, memaksakan kehendak, obsesi
yang buruk pada rekan lain yang berdampak pada stres dan tertekan.
Perbedaan peran, status, maupun karakter yang beragam lebih mudah
memicu terjadinya gesekan atau konflik. Keadaan emosi dan psikis yang
buruk juga memberikan stimulus individu untuk mengintimidasi. Menurut
AL Khalib dan Hungan (2012), aspek-aspek yang terdapat pada workplace
bullying diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Personal Characteristics
Studi kasus dan hasil dari beberapa penelitian yang terkait dengan
workplace bullying mengemukakan bahwa karakteristik pribadi adalah salah
aspek awal dalam perilaku bullying. Artinya, ketika berbicara mengenai
pribadi atau personal maka perilaku bullying tidak semata-mata dilihat dari
seberapa besar perilaku pihak lawan menyerang pihak korban, karena
perilaku bullying dapat saja dilakukan oleh pihak mana pun dan kepada siapa
pun. Namun, gambaran psikis atau karakterisitik individu yang dinilai sangat
penting dalam workplace bullying. Pada karakteristik pribadi, bullying
dilibatkan karena adanya pengaruh lingkungan asal atau karakter individu
yang berkemungkinan membawa pengaruh buruk bagi lingkungan sekitarnya.
b. Organizational Characteristics
Selain dari karakteristik personal, karakteristik organisasi dalam
perusahaan juga merupakan aspek dalam workplace bullying. Dalam
perusahaan, setiap karyawan akan merasakan kondisi maupun situasi dari
15
setiap organisasinya. Dimana, karakteristik organisasi berkaitan dengan
proses budaya organisasi yang dijalankan perusahaan untuk kepentingan
bersama. Hal-hal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi dari budaya
organisasi meliputi adanya dukungan organisasi, struktur organisasi, budaya
kepemimpinan dan kekuasaan.
c. Work Group Characteristics
Sebuah tim kerja atau work group, sejatinya memiliki norma yang secara
tidak langsung mengatur segala hubungan relasi yang mereka lakukan.
Norma dikenal sebagai aturan, ketaatan untuk memberikan landasan dalam
berperilaku. Dalam perilaku workplace bullying pada suatu tim, norma
seringkali dipakai untuk tindakan menindas dan menjatuhkan pihak
lawannya. Dimana segala hal yang berkaitan dengan norma berisikan adanya
kekuatan dari kekuasaan yang berlaku pada setiap anggota tim tersebut.
d. Societal Characteristics
Sejatinya, karakteristik sosial berhubungan dengan faktor personal. Peran
sosial yang terbawa oleh individu dari luar organisasi akan tertanam hingga
dapat menciptakan berbagai perilaku yang beragam. Perilaku-perilaku yang
terbawa oleh individu ternyata berkaitan dengan situasi yang telah terjadi
dalam kehidupan sosialnya. Masalah hubungan keluarga, kondisi penyakit,
penindasan, stres akan kehidupan ekonomi, kehilangan, maupun
permasalahan terhadap kondisi sosial dari individu tersebut yang merupakan
16
pengaruh dari luar organisasi yang merupakan gambaran dari munculnya
intimidasi di tempat kerja.
HIPOTESIS
Berdasarkan dinamika hubungan yang telah diuraikan di atas, dalam
penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis, bahwa ada hubungan antara
workplace bullying dengan produktivitas kerja.
METODE
PARTISIPAN
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah
karyawan di PT. Timatex Salatiga. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode purposive sampling karena hanya mengacu pada
kategori yang dibuat untuk pengambilan sampel. Kriteria dalam pengambilan
sampel ini adalah masih aktif dan bekerja di PT. Timatex Salatiga atau belum
memasuki masa pensiun, karyawan yang memiliki masa kerja lebih dari 5
tahun dan dapat dilakukan oleh berbagai usia, serta karyawan dengan posisi
atau job desk yang berada dalam divisi weaving dan seazing. Populasi
penelitian ini adalah karyawan di PT. Timatex Salatiga yang berjumlah 215
orang divisi seazing dan weaving. Kemudian, sampel yang digunakan peneliti
sejumlah 100 orang.
INSTRUMEN
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket
(kuesioner) yang diberikan langsung pada subjek. Kuesioner tersebut terdiri
dari dua skala yaitu, skala produktivitas kerja dan skala workplace bullying.
17
Teknik ini mengharuskan subjek untuk mengisi keseluruhan kuesioner yang
berisikan pernyataan-pernyataan dengan baik dan tepat. Dalam
pengukurannya, setiap subjek diminta untuk mengisi suatu pernyataan dengan
skala penilaian yang peneliti ambil dari skala likert sebagai acuan, yakni skala
penilaian dari 1 sampai dengan 4 (sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju).
SKALA PRODUKTIVITAS KERJA
Skala atau alat ukur ini akan mengungkap apakah workplace bullying
memiliki hubungan terhadap tingkat produktivitas kerja karyawan di PT.
Timatex Salatiga. Skala produktivitas kerja ini digunakan berdasarkan aspek-
aspek yang dikemukakan oleh Sumanth (2014) yakni, aspek kualitas, aspek
efisiensi dan aspek efektifitas. Selain itu, skala ini juga dimodifikasi dari
skala ukur yang dinamakan WPSI (Work Productivity Inventory Scale).
Dalam skala ini, terdapat dua pengelompokan yaitu adanya adanya aitem
yang favorable dan aitem yang non-favorable.
SKALA WORKPLACE BULLYING
Skala atau alat ukur ini akan mengungkap apakah workplace bullying
memiliki hubungan terhadap tingkat produktivitas kerja karyawan di PT.
Timatex Salatiga. Skala workplace bullying ini digunakan berdasarkan aspek-
aspek yang dikemukakan oleh Al Khalid dan Hungan (2012), yakni personal
characteristics, organizational characteristics, work group characteristics,
dan social characteristics. Alat ukur ini juga dimodifikasi dari workplace
bullying inventory oleh Stanley K Martin (2000). Dalam skala ini, terdapat
18
dua pengelompokan yaitu adanya adanya aitem yang favorable dan aitem
yang non-favorable.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Seleksi Aitem dan Reliabilitas
1. Workplace Bullying
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi aitem dan reliabilitas skala
workplace bullying yang terdiri dari 37 aitem, maka dari perhitungan
terakhir diperoleh 22 aitem yang gugur dengan koefisien korelasi total
aitemnya berada antara 0,311 – 0,484. Untuk menguji reliabilitas, peneliti
menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien Alpha
pada skala workplace bullying sebesar 0,862. Hal ini dapat dibuktikan
bahwa skala workplace bullying dinyatakan reliabel.
2. Produktivitas Kerja
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi aitem dan reliabilitas skala
produktivitas kerja yang terdiri dari 36 aitem, maka dari perhitungan
terakhir diperoleh 9 aitem yang gugur dengan koefisien korelasi total
aitemnya berada antara 0,309 – 0,696. Untuk menguji reliabilitas, peneliti
menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien Alpha
pada skala produktivitas kerja sebesar 0,892. Hal ini dapat dibuktikan
bahwa skala produktivitas kerja dinyatakan reliabel.
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Pada skala workplace bullying memiliki nilai K-S-Z atau Kolmogorov-
Smirnov Z sebesar 0,835 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar
19
0,489. Sedangkan, pada skala produktivitas kerja diperoleh nilai K-S-Z
atau Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,1202 dengan probabilitas (p) atau
signifikansi sebesar 0,111 (p > 0,05). Dengan demikian kedua variabel
tersebut dapat dinyatakan memiliki distribusi yang normal.
2. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,2400 dengan sig.= 0,002
(p > 0,05) yang menunjukan workplace bullying dengan produktivitas
kerja adalah tidak linear.
ANALISIS DESKRIPTIF
1. Skala Workplace bullying
Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Workplace bullying
Tabel 1.0
“Kategorisasi Pengukuran Skala Workplace bullying”
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1 45 < x ≤ 60 Tinggi 7 7%
2 30 < x ≤ 45 Sedang 13 13% 29,8
3 15 ≤ x ≤ 30 Rendah 80 80%
Jumlah 100 100%
SD= 6,507 MAX= 53 MIN= 20
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 100 subjek pada
skala produktivitas kerja terlihat yang berada pada kategori tinggi 7%
dengan jumlah 7 subjek, kategori sedang 13% dengan jumlah 13 subjek
dan kategori rendah 80% dengan jumlah 80 subjek. Berdasarkan rata-rata
20
sebesar 29,8 dapat dikatakan bahwa rata-rata workplace bullying berada
pada kategori rendah. Skor yang diperoleh subjek berada dari skor
minimum sebesar 20 sampai dengan skor maksimum sebesar 53 dengan
nilai standar deviasi 6,507.
2. Skala Produktivitas kerja
Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Produktivitas kerja
Tabel 1.2
“Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Produktivitas kerja”
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1 81 < x ≤ 108 Tinggi 52 52%
2 54 < x ≤ 81 Sedang 48 48% 83,15
3 27 ≤ x ≤ 54 Rendah 0 0%
Jumlah 100 100%
SD= 8,772 MAX= 104 MIN= 63
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 100 subjek
pada skala produktivitas kerja terlihat yang berada pada kategori tinggi
52% dengan jumlah 52 subjek, kategori sedang 48% dengan jumlah 48
subjek dan kategori rendah 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 83,15
dapat dikatakan bahwa rata-rata produktivitas kerja berada pada kategori
tinggi. Skor yang diperoleh subjek berada dari skor minimum sebesar 63
sampai dengan skor maksimum sebesar 104 dengan nilai standar deviasi
8,772.
21
UJI KORELASI
Tabel Hasil Uji Korelasi antara Workplace bullying dengan Produktivitas
kerja
Tabel 1.3
“Hasil Uji Korelasi antara Workplace bullying dengan Produktivitas kerja”
Correlations
VAR00001 VAR00002
Spearman's rho VAR00001 Correlation Coefficient 1.000 -.312**
Sig. (2-tailed) . .002
N 100 100
VAR00002 Correlation Coefficient -.312** 1.000
Sig. (2-tailed) .002 .
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi dengan perhitungan korelasi
oleh Spearman diperoleh koefisien korelasi antara workplace bullying dengan
produktivitas kerja sebesar -0,312 dengan sig. = 0,002 (p < 0,05) yang berarti ada
hubungan negatif signifikan antara antara workplace bullying dengan
produktivitas kerja.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara workplace
bullying dengan produktivitas kerja di PT. Timatex Salatiga, bahwa pada uji
korelasi menggunakan Spearman’s diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,312
dengan sig. = 0,002 (p < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu workplace
22
bullying dengan produktivitas kerja memiliki hubungan negatif signifikan.
Dengan kata lain, semakin tinggi workpalce bullying, maka produktivitas kerja
rendah atau semakin rendah workplace bullying maka produktivitas kerja tinggi.
Sedangkan dilihat dari hasil analisis deskriptif, ditemukan bahwa workplace
bullying berada pada kategori rendah dan hasil analisis deskriptif untuk
produktivitas kerja karyawan berada pada kategori tinggi. Sejatinya, arti
produktivitas kerja itu sendiri adalah dilihat sebagai suatu siklus mencapai tujuan
organisasi dengan mengembangkan sumber daya para karyawan yang diolah
menjadi suatu keluaran yang optimal (Sumanth, 2014).
Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya produktivitas kerja
pada suatu organisasi. Dimana perilaku pada workplace bullying merupakan
bagian atau salah satu dari faktor pendukung terkait adanya keseluruhan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Dalam
perhitungan analisa statistik, dapat dilihat sumbangan efektif yang diberikan
workplace bullying pada produktivitas kerja. Workplace bullying memberikan
kontribusi sebesar 8,8 % dan sebanyak 91,2 % dipengaruhi oleh faktor-faktor
selain dari workplace bullying seperti, kedisiplinan kerja, etika kerja, motivasi,
pendidikan, keterampilan, lingkungan kerja, makna diri atau self esteem serta
keamanan dan perlindungan kerja (Pandji Anoraga, 2009). Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa workplace bullying memberikan
kontribusi terhadap tinggi rendahnya produktivitas kerja karyawan. Sehingga
nampak jelas bahwa workplace bullying mempunyai hubungan yang negatif
dengan produktivitas kerja.
23
Ada kemungkinan bahwa workplace bullying dianggap sebagai suatu
faktor yang memang memiliki dampak pada tinggi rendahnya produktivitas kerja
karyawan. Dengan kata lain, perilaku workplace bullying dapat memunculkan
karakteristik pada cara seseorang mengelola dan mengatur emosi serta tekanan
psikis yang mampu memberikan dampak negatif pada penurunan peningkatan
kemampuan secara personal (Al Khalib dan Hungan, 2012). Pada dasarnya,
workplace bullying (WPB) merupakan suatu tindakan atau perilaku yang
dilakukan oleh orang ke orang lain dengan tujuan merugikan perilaku lawannya
(Salin, 2001). Salah satu tindakan yang umum dilakukan pada perilaku workplace
bullying adalah bentuk intimidasi atau penekanan. Lutgen Sandvik (2010),
mengungkapkan bahwa workplace bullying terjadi dan dirasakan pada individu
yang mengalami ketidakseimbangan pada situasi sosial di tempat kerja mereka
dan kurang dapat mengelola emosinya secara baik. Intimidasi terjadi karena
adanya kesempatan karyawan untuk mengekspresikan setiap kekurangan dari
dalam dirinya dengan melakukan tindakan dalam bentuk non fisik seperti
menekan, acuh tak acuh, adanya perilaku menjauhi, rasa iri hingga pemaksaan
tanggungjawab antar rekan kerja dan obsesi yang berlebihan.
Kesimpulan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara workplace
bullying dengan produktivitas kerja atau dengan kata lain, workplace bullying
memberikan kontribusi terhadap tinggi rendahnya produktivitas kerja telah
memunculkan beberapa bukti pernyataan atau alasan. Pertama, sebagian karyawan
menganggap bahwa perilaku workplace bullying yang telah terjadi dalam lingkup
organisasi memicu timbulnya karakteristik yang negatif berupa adanya tekanan
secara psikis dan cara dalam pengelolaan emosi yang kurang baik. Banyak dari
24
konsekuensi tersebut menciptakan perilaku-perilaku intimidasi sebagai wujud
untuk mengekspresikan setiap kemarahan, kekurangan dan bentuk kekecewaan
akan suatu masalah tertentu (Karen Niven, 2000). Sehingga hal tersebut secara
tidak langsung memicu permasalahan pada karyawan dalam meningkatkan cara
kerja yang optimal dan membuat produktivitas kerja mereka menurun. Pernyataan
tersebut telah didukung oleh hasil penelitian yang dikemukakan Yahaya, dkk
(2012), tentang hubungan antara workplace bullying dengan produktifitas, bahwa
perilaku intimidasi memberikan efek pada kesehatan mental yang buruk. Perilaku
intimidasi bagi pihak korban maupun pihak lawan akan merasakan tekanan secara
emosional yang buruk, sehingga akibatnya mengarah pada prestasi kerja
seseorang. Prestasi yang menurun inilah akan menjadi penghambat pada
peningkatan produktivitas kerja. Kedua, sebagian karyawan menganggap bahwa
workplace bullying dianggap sebagai suatu masalah yang kompleks, dimana hal
tersebut menghambat dalam meningkatkan prestasi kerja setiap karyawan.
Sehingga, menurunya prestasi kerja seseorang dapat menjadi penghambat pula
pada peningkatan produktivitas kerja karyawan untuk lebih berkembang. Hal
tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dikemukakan Sharifzadeh
(2014), yang menyatakan bahwa setiap karyawan yang memiliki kesempatan
untuk mengembangkan kualitas dirinya akan dapat berproduktif dalam setiap
tugas dan perannya. Dimana hal tersebut selalu dihubungkan dengan gambaran
dan karakteristik diri mengenai emosi seseorang. Gambaran emosi dan tekanan
emosi akan menciptakan baik buruknya kinerja dan prestasi seseorang. Hal
tersebut dikarenakan dengan adanya penurunan kinerja, maka target output yang
dicapai akan sangat berkurang dari nilai SOP. Produktivitas kerja memiliki
25
peranan penting dalam suatu perusahaan, dimana segala keberhasilan dan
keuntungan tidak semata-mata hanya melihat dari sudut pandang birokrasinya,
melainkan dapat dicapai dari pengelolaan dalam segi kualitas, efektifitas dan
efisiensi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat
hubungan negatif dan signifikan antara workplace bullying dengan produktivitas
kerja karyawan di PT. Timatex Salatiga.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
Terdapat hubungan negatif signifikan antara workplace bullying dengan
produktivitas kerja karyawan di PT. Timatex Salatiga. Ini artinya bahwa
workplace bullying memberikan kontribusi yang efektif terhadap produktivitas
kerja karyawan, dimana apabila adanya workplace bullying yang tinggi maka
produktivitas kerja akan rendah dan apabila workplace bullying rendah maka
produktivitas kerja akan tinggi.
Saran
Terkait hasil penelitian dan uraian yang sudah dijelaskan, maka peneliti
memiliki saran sebagai berikut:
1. Bagi Organisasi
26
Setiap organisasi memberikan kesempatan kepada pihak karyawan untuk
dapat memelihara tempat kerja yang lebih baik dan lebih kondusif agar dapat
mampu menurunkan munculnya perilaku bullying dalam suatu organisasi.
Kemudian, perusahaan juga diharuskan mampu mensosialisasikan cara kerja yang
sesuai dengan standar operational procederu (SOP) dan hal-hal tersebut
ditujukan untuk menunjang upaya peningkatan dalam produktivitas kerja
karyawan. Hal-hal terkait tersebut dapat dilakukan melalui diskusi, sharing
maupun social gathering
2. Bagi Karyawan
Diharapkan karyawan dapat menjaga dan memelihara situasi di lingkungan
perusahaan untuk meningkatkan setiap nilai output yang ada agar berjalan sesuai
target. Berkaitan dengan situasi di lingkungan perusahaan, langkah awal yang
dapat dilakukan adalah menjaga hubungan atau relasi satu sama lain agar dapat
memelihara cara pengendalian dan pemeliharaan emosi secara tepat. Hal ini
dikarenakan setiap keadaan psikis berdampak pada produksi karyawan untuk
menghasil keuntungan bagi perusahaan. Kemudian, pahamilah cara kerja dan
birokrasi perusahaan yang berkaitan dengan nilai SOP maupun standar SOP agar
peran dan kinerja berjalan seimbang.
3. Bagi Peneliti Lain
Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan mampu untuk mengoreksi dan
memperkuat setiap fenomena lebih baik lagi. Artinya, bahwa peneliti selanjutnya
harus membaca setiap fenomena yang ada apakah memang berkaitan dengan
variabel yang sesungguhnya sedang diteliti. Dengan kata lain, peneliti harus teliti
apakah ada variabel lain yang mungkin lebih berpengaruh besar untuk dijadikan
27
fenomena. Selain itu, disarankan untuk melakukan penyebaran data secara
terkontrol oleh peneliti karena hal tersebut bertujuan agar data yang diperoleh
terhindar dari faking atau manipulasi dari subjek.
Daftar Pustaka
Anoraga, P. (2009). Psikologi kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Berry, P. (2012). Novice nurse productivity following workplace bullying. Health
organization, 4(1), 80-87.
Bonne, B. &. (2013). Analyzing likert data. Journal of asian scientific research,
3(1), 35-38.
Budiaji, W. (2013). Skala pengukuran dan jumlah respon skala likert. Jurnal
penelitian pertanian dan perikanan, 2(2), 127-133.
Cholid & Achmadi, N. (2007). Metodologi penelitian . Jakarta: Bumi Aksara.
Creswell, M. J. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif and
mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Danadjaja, A. A. (2000). Faktor-faktor motivasi dalam meningkatkan
produktivitas. Jakarta: Rajawali.
Drucker, P. F. (2013). MANAGEMENT : tugas, tanggungjawab dan praktek.
Jakarta: Gramedia.
Feinberg, M. R. (2011). Psikologi manajemen. Jakarta: Mitra Utama.
Greenberg, G. &. (2000). Antisocial behavior in organizations. Thousand Oaks:
Sage Publications.
28
Hershcovis, M. S. (2015). Workplace bullying: causes, consequences, and
intervention strategies. London: Psychology Community.
Hoel, R. &. (1997). The incidence of workplace bullying. Journal of community
and applied social psychology, 7(3), 199-208.
Hungan, A. K. (2012). Workplace bullying: time to understand its roots.
Malaysian journal of community health, 12(1), 234-300.
J, B. (1997). Memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta:
Fakultas tabriyah IAIN antasari samarinda.
J, R. (2003). Development and reliability analysis of the work productivity short
inventory (WPSI) instrumen measuring employee health and productivity.
journal of industrial, 45, 743-754.
Kehoe, A. (2016). Workplace bullying measurements and metrics to use in the
NHS. 32(2), 1-55.
Lerner, D. (2003). Relationship of employee-reported work limitations to work
productivity. Leadership and organizational development, 4(1), 649-659.
Lyn, Q. (2002). Workplace bullying in junior doctors: quetionaire and survey.
British Medical Journal, 24(2), 878-880.
M, F. &. (2013). Managing workplace bullying. Journal of Human Resource
Management, 3(1), 39-47.
Nasution, R. (2003). Teknik sampling. FKM Penelitian, 40, 1-7.
Niven, K. (2009). Discrimination and well being in organization: testing the
differential power and organizational justice theories of workplace
aggression. Journal of psychology industry, 31, 88-106.
Oludeji, O. O. (2012). Exploring workplace bullying in a para-military
organisation (PMO). International business research, 4(2), 117-124.
Ozminkowski, R. Z. (2003). Development and reliability analysis of the work
productivity Short Inventory (WPSI) Instrument Measuring Employee
Health and Organization. Health and Productivity Studies, 45, 743-758.
Palvalin, M. (2009). Knowledge of productivity. Industrial-Organization, 17(4),
1-7.
Paul, M. (1978). Improving total productivity: MBO strategic for bussines,
government and not for profit organization. New York: Inc.USA.
Randall. (1997). Exposure to psychological aggression at work and job
performance. Human Motivation, 4(1), 23-40.
Rowe, M. &. (2010). Bullying in the workplace. Pubilc Services Health & Safety
Association (PSHSA), 4(1), 1-44.
Salin, D. (2011). Ways of explaining workplace bullying: a review of enabling,
motivating, and precipitating structures and processes in the work
29
environment. International Journal of Management and Decision Making,
4(1), 35-46.
Sandvik, L. (2010). Emotional abuse in the workplace. Journal of emotional, 1(1),
85-117.
Sharifzadeh, M. (2014). Happines of work Productivity for employess in
organization. journal of organization, 14(1), 19-26.
Skogstad, E. &. (1996). Bullying at work: epidemiological findings in public and
private organizations. European journal of work and organizational
psychology, 4(4), 381-401.
Sukotjo, S. (2012). Manajemen pemasaran. Jakarta: Liberty.
Sumanth, J. (2012). Productivity engineering and management. New York:
American Library.
Taiwo, A. S. (2010). The influence of work environment on workers productivity:
A case of selected oil and gas industry in. African journal of business
management, 4(1), 299-307.
Tepper. (2000). Predictors of abusive supervision: Supervisor perceptions of
deep-level dissimilarity, relationship conflict, and subordinate
performance. Academy of management journal, 12(1), 120-250.
Tjahyo, A. (2008). Pengukuran produktivitas proses produksi. Jurnal industri
organisasi, 2(1), 100-147.
Washington, G. (2002). The Impact of work productivity. Journal industrial-
organization, 65(4), 25-55.
Yahaya, A. (2012). The impact of workplace bullying on work productivity. The
industrial-organization, 65(4), 1-11.
top related