hipertensi 51 thn edit
Post on 16-Jan-2016
218 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SS
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Madura
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : BTP Blok H Lama
Tanggal Pemeriksaan : 02 Oktober 2014
ANAMNESIS
Keluhan utama : Sakit kepala
Anamnesis Terpimpin :
Sakit kepala dirasakan sejak kemarin pagi, rasa tegang pada leher (+), batuk (-),
Mual (+), Muntah (-), nyeri perut (-), BAB : Biasa, BAK : Lancar
Riw. Penyakit Sebelumnya :
Riw. Hipertensi (+) sejak 2 tahun yang lalu dan tidak berobat teratur
Riw. Merokok (-)
Riw. Hiperkolesterol/ Hiperlipidemia (-)
Riw. Diabetes Melitus (-)
Riw. Penyakit Jantung (-)
Riw. Penyakit Keluarga :
Riw. Hipertensi (+) Bapak
Riw. Hiperkolesterol/ Hiperlipidemia (-)
Riw. Diabetes Melitus (-)
Riw. Penyakit Jantung (-)
Faktor-faktor Risiko lainnya :
Pola makan : Pola makan rendah lemak tetapi asupan garam tidak pernah
dibatasi.
Stress : Pasien sering mengalaminya
Olahraga : Tidak teratur
PEMERIKSAAN FISIS
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 65 kg
IMT : 27 kg/m2 (obes 1)
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6 oC
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS
HIPERTENSI GRADE 2
PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi :
- Amlodipin 5 mg (1-1-0)
Pengobatan nonfarmakologi, berupa saran-saran kepada pasien antara lain :
1. Mengurangi asupan garam pada setiap makanan.
2. Membiasakan diri untuk beristirahat secara teratur
3. Membiasakan diri untuk tenang dan tidak memikirkan hal-hal negatif
4. Kontrol tekanan darah bila ada keluhan atau tiap bulan.
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Tujuan dilakukannya kunjungan rumah ialah untuk mengetahui
lingkungan tempat tinggal pasien dan menelusuri apakah ada anggota keluarga
lainnya yang meiliki penyakit atau keluhan yang sam, juga untuk menilai pola
psikososial pasien.
Profil Keluarga :
Pasien adalah seorang ibu yang tinggal bersama suaminya dan 3
orang anaknya yang berumur 25 tahun, 23 tahun dan 20 tahun.
Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Pasien tinggal dirumah pribadi yang telah dihuni selama +23 tahun.
Suaminya bekerja sebagai pegawai negeri di salah satu perguruan
tinggi negeri di Makassar. Rumah pasien dalam kondisi baik dan
cukup luas. Rumah inti terdiri dari 3 kamar dan 1 kamar mandi.
Ventilasi di rumah baik, sirkulasi udara baik. Peralatan rumah
tangga lengkap, dan terdapat 3 buah kendaraan bermotor berupa
sepeda motor.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi dialami oleh bapak si pasien yang
sudah lama meninggal dunia, namun riwayat penyakit lainnya yang
berhubungan dengan hipertensi tidak ada (sesuai diatas).
Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan
kebutuhan asupan gizi.
Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota
keluarga yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun
yang tidak.
Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik.
Sampah tersimpan pada tempatnya demikian juga dengan tata letak
peralatan dan perlengkapan rumah.
LINGKUNGAN RUMAH
DISKUSI
Pasien datang ke poliklinik Interna RS. Ibnu Sina dengan keluhan utama
sakit kepala yang disertai rasa tegang pada leher dan dialami sejak kemarin pagi.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis pertama kali di poliklinik, maka pasien di
diagnosa Hipertensi grade 2.
Setelah melakukan kunjungan rumah dan dilakukan anamnesis serta
pemeriksaan fisis untuk kedua kalinya, didapatkan keluhan pasien menetap dan
tekanan darah masih diatas batas normal. Dari anamnesis didapatkan pula bahwa
pasien tidak memiliki riwayat penyakit lainnya yang berhubungan dengan
hipertensi. Tetapi pasien memiliki riwayat keluarga hipertensi, yaitu bapak pasien.
DEFINISI
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia.
Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar
(90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab
tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan
volume aliran darah.
Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui
beberapa mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya
hipertensi yang berhubungan dengan diet seseorang, walaupun faktor usia juga
berperan, karena pada usia lanjut (usila) pembuluh darah cenderung menjadi kaku
dan elastisitasnya berkurang.
. Berdasarkan JNC 7, hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut;
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD
(mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 dan < 80
Prahipertensi 120 - 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan main meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan juga akan
bertambah, dimana baik hipetensi sistolik maupun kombinasi dari hipertensi
sistolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >
65 tahun.
ETIOPATOGENESIS
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer
dan sekunder. Hipertensi primer (hipertensi esensial) artinya hipertensi yang
belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan
sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis,
dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk
dalam kategori ini.
Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh
dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi
oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur
tekanan darah.
Etiologi pasti dari hipertensi esensial belum diketahui tapi banyak
penelitian yang mencoba menelusuri patofisiologi hipertensi. Diantara yang
berkembang, membagi 3 etiologi mayor dari hipertensi esensial, yaitu :
1. Predisposisi poligenetis
Predisposisi secara genetis terbukti dengan ditemukannya perubahan
yang berbeda secara ras, etnis dan bangsa, riwayat keluarga (familiar).
Perbedaan yang dibawa secara genetis sehingga menderita hipertensi
esensial, meliputi kepekaan (sensitivitas) terhadap konsumsi garam,
abnormalitas transportasi natrium kalium, respon SSP terhadap
stimulasi psikososial, respon pressor dan trofik neurohormonal
(angiotensin II, katekolamin, tromboksan, kalsium), fungsi barostat
renal. Predisposisi genetis kecil pengaruhnya terhadap tekanan darah
tapi dapat manifest sehingga tekanan darah jadi tinggi karena pengaruh
lingkungan.
2. Faktor lingkungan
Ada 3 faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap predisposisi
genetis sehingga terjadi hipertensi esensial, yaitu : factor konsumsi
garam, psikososial dan nutrisi (kalori tinggi). Faktor psikososial
melalui SSP dan pressor – tropic neurohormonal berpengaruh pada
jantung dan pembuluh darah. Faktor psikososial meliputi kebiasaan
hidup, stress mental, aktifitas fisik dan status sosial ekonomi.
3. Adaptasi struktural jantung dan pembuluh darah
Tekanan darah yang tinggi merupakan bentuk stimulasi fisika
mekanik, sehingga jantung dan pembuluh darah akan adaptasi secara
structural. Pada jantung, terjadi hipertrofi dan hyperplasia miosit.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama. 6,7
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.7
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.7
ANGIOTENSINOGEN
RENIN ↓
ANGIOTENSIN I
ACE ↓
ANGIOTENSIN II
TROPHIE VASOCONSTRIKSI RETENSI GARAM SYMPHATETIC
EFFECT ↓ DAN AIR STIMULATION
VASODILATORS ↓ ↓
DIURETIC β BLOCKERS
BLOOD PRESSURE
VASCULAR THE VISION
HYPERTROFI CIRCLE
FASE HIPERTENSI
1. Fase hipertensi dini
Merupakan fase peningkatan tekanan darah tahap awal, dimana
terdapat peningkatan curah jantung yang besar, sedangkan resistensi
perifer masih dalam batas normal. Secara klinis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah sistolik dan denyut jantung sehingga
dikatakan sebagai hipertensi hiperkinetik atau hiperdinamik.
Peningkatan curah jantung berkisar 10-15% dari normal.
Ciri-ciri hipertensi hiperkinetik atau hiperdinamik berupa :
Curah jantung yang besar kadar norepineprin yang meningkat.
Ditemui pada populasi dewasa muda
Didapatkan pada populasi yang mempunyai riwayat orang tua
menderita hipertensi.
Usia relative muda, berkisar 18-42 tahun, rentang usia
produktif.
Meningkatnya curah jantung dan denyut jantung pada hipertensi
hiperkinetik sebab hiperaktifitas saraf simpatis terbukti dari tingginya
kadar hormon norepinefrin dalam plasma. Hal ini diduga berkaitan
dengan kinerja kerja yang tinggi, stress dan factor emosional.
2. Fase hipertensi menetap
Hipertensi dini dengan sebab curah jantung yang tinggi, bila terus
berlanjut terjadi hiperperfusi ke seluruh jaringan tubuh. Hal ini
menstimulir vasokonstriksi pembuluh darah arteriol, yang bertujuan
melindungi organ tubuh dari hiperperfusi dan tekanan darah sistemik
yang tinggi.
Vasokonstriksi pembuluh darah arteriol menaikkan resistensi
perifer, sehingga tekanan darah diastolik meningkat. Pada kondisi
dimana ditemukan tekanan darah diastolik sudah meningkat, secara
klinis hal ini dipakai sebagai tanda bahwa hipertensi sudah
berlangsung lama, disebut hipertensi menetap (established or chronic
hypertension). Vasokonstriksi pembuluh darah arteriole
mengakibatkan volume sirkulasi berkurang, sehingga pada fase
hipertensi menetap curah jantung kembali normal atau sedikit
berkurang.
Resistensi perifer yang tinggi memaksa jantung untuk berkontraksi
lebih kuat supaya darah tetap dapat sampai ke jaringan. Jika faktor
inotropik miokard masih baik maka tekanan darah sistol akan
bertambah tinggi lagi sebagai respon terhadap beban akhir (afterload)
yang meningkat.
PENANGANAN HIPERTENSI
Bila tekanan darah tetap tinggi selama 3-6 bulan dengan intervensi
nonfarmakologi, maka terapi dengan obat-obatan telah dapat dimulai (WHO-ISH
1999). Pengobatan nonfarmakologi merupakan terapi definitif dan prioritas utama
karena telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi dosis dan
jenis obat antihipertensi yang dipakai. Terapi nonfarmakologi meliputi
pengurangan konsumsi garam, lemak, stop merokok, alkohol, kafein, disertai
dengan olahraga yang teratur.2
Hindari pemakaian obat-obat yang menaikkan tekanan darah, seperti :2
a. Preparat kortikosteroid (prednisone, deksametason)
b. Hormon-kontrasepsi (estrogen-progesteron, bromokriptin mesilat)
c. Obat flu dan analgesic yang mengandung kafein dan fenileprin
hidroklorida
d. Vitamin-mineral yang mengandung kalsium dosis tinggi.
e. Obat rematik non-steroid, seperti fenilbutazon, indometasin, dan
nafroxen sangat kuat menaikkan tekanan darah. Piroksikam,
aspirin, ibuprofen relative aman, efeknya meningkatkan tekanan
darah dapat diabaikan.
Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat
yang diinginkan, terapi farmakologis harus diberikan. Pemilihan terapi
antihipertensi berdasar pada patofisiologi, hemodinamik, kerusakan organ akhir,
adanya penyakit penyerta, demografik, efek samping obat dan kualitas hidup,
biaya pengobatan.
Penggunaan obat anti hipertensi terbaru dari golongan Angiotensin II
Receptor Blocker (ARB), semisal telmisartan dan irbesartan, juga perlu
dipertimbangkan untuk menangani kasus hipertensi. Sangat baik terutama bila
dikombinasikan dengan golongan diuretic (HCT). Penelitian di Switzerland
(2006) menunjukkan bahwa penggunaan irbesartan mampu meningkatkan usia
harapan hidup, mengurangi angka kejadian gagal ginjal dan menghemat biaya
pengobatan. Target penurunan tekanan darah yaitu di bawah 140/90 untuk pasien
tanpa komplikasi dan dibawah 130/80 untuk pasien yang menderita diabetes atau
kelainan ginjal.4,5,9
EVALUASI HIPERTENSI
Evaluasi pada pasien hipetensi bertujuan untuk :
1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya
atau
2. Menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan
menentukan pengobatan.
3. Mencari penyebab kenaikan darah
4. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler..
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan
pasien , riwayat penyakit dahulu, dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis serta
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekuder :
a.) Keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik).
b.) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat-obat
analgesik, dan obat lain.
c.) Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma)
d.) Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme).
3. Faktor-faktor risiko :
a.) Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien.
b.) Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya.
c.) Riwayat diabetes melitus pada pasien dan keluarganya.
d.) Kebiasan merokok
e.) Pola makan
f.) Kegemukan, intensistas olah raga
g.) Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ :
a.) Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, defisit
sensoris
dan motorik.
b.) Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki.
c.) Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d.) Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten.
e.) Pengobatan antihipetensi sebelumnya
f.) Faktor-faktor pribadi , keluarga dan lingkungan.
Pengukuran tekanan darah :
1. Pengukuran rutin di kamar periksa
2. Pengukuran sendiri oleh pasien
3. Pengukuran 24 jam (ABPM)
Pemeriksaan fisis selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya
penyakit penyerta , kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi
sekunder.
Evaluasi pasien hpertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit
penyerta sistemik, yaitu :
1. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)
2. Diabetes (pemeriksaan gula darah)
3. Fungsi ginjal (pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, laju filtrasi
glomerulus)
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/90 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
Selain pengobatan hipertensi , pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi
penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi..
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis.
Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan
tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta
penyakit penyerta lainnya..
Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebih
3. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
Terapi farmakologis, jenis-jenis obat yang dianjurkan JNC 7 :
1. Diuretika, terutama Thiazide atau Aldosterone Antagonist
2. Beta Blocker (BB)
3. Calcium Channel Blocker (CCB)
4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)
Klasifikasi
Tekanan Darah
Kelompok A
( tidak ada faktor
risiko & kerusakan
organ target)
Kelompok B
(minimal 1 faktor
risiko, tidak
termasuk diabetes)
Kelompok C
( Kerusakan organ
target, atau
diabetes, ada
faktor risiko )
Prehipertensi
(120-139/80-89)
Hipertensi Derajat
1
(140-159/90-99)
Hipertensi Derajat
2
(≥160/≥100)
Terapi non
farmakologis
Terapi
nonfarmakologis
(sampai 12 bulan)
Terapi
farmakologis
Terapi non
farmakologis
Terapi
nonfarmakologis
(sampai 6 bulan)
Terapi
farmakologis
Terapi
farmakologis
Terapi
farmakologis
Terapi
farmakologis
PEMANTAUAN
Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang kembali untuk
evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai.
Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan :
1. Empati dokter untuk meningkatkan kepercayaan, omtivasi dan kepatuhan
pasien
2,. Dokter harus mempertimbangkan latar belakng budaya , kepercayaan pasien
serta sikap pasien terhadap pengobatan.
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan
cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti
sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada
kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat anti hipetensi secara
bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh
terhadap pengobatan nonfarmakologis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Parker, Sharma.General Medicine,2nd Ed. Mosby. Oxford. 2005
2. Kaligis RWM, Kalim H, Yusak M,eds. Diagnosis dan Tatalaksana
Hipertensi,Sindrom Koroner Akut dan Gagal Jantung. Rumah Sakit
Jantung Harapan Kita, Jakarta. 2001
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2004
4. Seminar Ilmiah Nasional Kedokteran. Update Management of
Hypertension. Jogjakarta. 2008
5. C.Ram. Angiotensin receptor blockers and diuretics as combination
therapy: clinical implications . Am J Hypertens 2003:17:277-280
6. Kaplan MN. New Issue in the Treatment of Isolated Systolic
Hypertension. Circulation 2000:102:1079-1081.
7. Astawan, Made. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Bogor. 2008
8. Julius, Stevo. Trials of antihypertensive treatment—new agenda for the
millennium. Am J Hypertens 2007 :13 : 11S–17S.
9. Daniel. Manajemen Hipertensi dengan Hambat Reseptor Angiotensin.
Majalah Farmacia 2008:7:32.
top related