gracilaria arcuata gracilaria gracilis sebagai antifungi...
Post on 04-May-2018
270 Views
Preview:
TRANSCRIPT
AKTIVITAS EKSTRAK Gracilaria arcuata DAN Gracilaria gracilis
SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans
Paramita Agustina1, Tri Saptari Haryani2, Triastinurmiatiningsih3 1.2.3 Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan
Email : mitaagustina26@gmail.com
ABSTRAK
Indonesia sebagai daerah tropis memiliki berbagai macam tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional, salah satunya yaitu Gracilaria yang
kaya akan antilipemik dan digunakan sebagai antibakteri dan antifungi. Tujuan
dari penelitian adalah untuk menguji kemampuan ekstrak Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Uji
aktivitas ekstrak Gracilaria arcuata dan Gracilaria gracilis terhadap Candida
albicans menggunakan metode difusi cakram Kirby Bauer dengan perlakuan
ekstrak konsentrasi 70%, 80%, 90%, 100% dan kontrol (ketokonazol). Hasil
pengujian menunjukkan perlakuan dengan konsentrasi 100% merupakan
konsentrasi yang membentuk diameter daerah hambat paling besar. Gracilaria
arcuata memiliki diameter daerah hambat terbesar yaitu 19.4 mm, sedangkan
Gracilaria gracilis sebesar 15 mm. Ekstrak Gracilaria arcuata memiliki diameter
daerah hambat lebih besar terhadap pertumbuhan Candida albicans dibandingkan
dengan ekstrak Gracilaria gracilis. Hasil uji senyawa fitokimia ekstrak Gracilaria
arcuata dan Gracilaria gracilis positif mengandung senyawa alkaloid dan
flavonoid.
Kata Kunci : ekstrak, Gracilaria arcuata dan Gracilaria gracilis, antifungi
Candida albicans
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai daerah tropis
memiliki berbagai macam tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional, salah satunya yaitu
rumput laut dan sampai saat ini
belum optimal pemanfataannya
(Jannata dkk, 2014). Algae banyak
mengandung senyawa kimia sebagai
metabolit primer yang disebut
hidrokoloid dan telah dimanfaatkan
untuk berbagai bahan industri seperti
agar-agar, keraginan, alginat dan
sebagainya. Selain produk metabolit
primer, produk metabolit
sekundernya mulai banyak diteliti.
Salah satu metabolit sekunder yang
sedang diteliti adalah senyawa
bioaktif yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai antimikroba
seperti antibakteri, antifungi,
antivirus dan sebagainya (Suptijah,
2002).
Salah satu anggota Rhodophyta
yaitu Gracilaria diketahui kaya akan
antilipemik yang digunakan sebagai
obat penyakit gangguan dalam.
Selain itu, dapat digunakan untuk
antibakteri dan antifungi (Hutasoit
dkk, 2013). Menurut Mutripah dkk
(2013), terdapat 20 jenis Rhodophyta
yang ada di Pantai Sayang Heulang,
Garut, antara lain yaitu G.arcuata
dan G.coronopifolia.
Menurut Hutosoit dkk (2013),
Gracilaria arcuata dan Gracilaria
lichenoides memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Escherichia coli
dan Micrococcus luteus. Gracilaria
sp. memiliki aktivitas daya hambat
terhadap pertumbuhan jamur
Aspergillus flavus dan Penicillium
sp. Keefektifan penghambatan
merupakan salah satu kriteria
pemilihan suatu senyawa
antimikroba untuk pestisida nabati.
Kerusakan yang ditimbulkan
komponen antimikroba dapat bersifat
mikosidal (kerusakan tetap) dan
mikostatik (kerusakan sementara
yang dapat kembali). Suatu
komponen bersifat mikosidal atau
mikostatik tergantung pada
konsentrasi dan kultur yang
digunakan.
Konsentrasi suatu bahan yang
berfungsi sebagai antimikroba
merupakan salah satu faktor penentu
besar kecilnya kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan mikroba
yang diuji. Kerusakan yang
ditimbulkan komponen antimikroba
dapat bersifat fungisidal (membunuh
jamur) dan fungistatik
(menghentikan sementara
pertumbuhan jamur). Suatu
komponen akan bersifat fungisidal
atau fungistatik tergantung pada sifat
senyawa aktif, konsentrasi dan media
yang digunakan (Hutasoit dkk, 2013).
Penggunaan bahan kimia
sintetis sebagai pengendali
pertumbuhan jamur dapat
menimbulkan dampak yang
merugikan bagi kesehatan. Untuk itu
perlu bahan pengendali alami yang
tidak menimbulkan dampak bagi
kesehatan manusia. Salah satu
pengendali jamur alami adalah
ekstrak biota laut. Oleh karena itu
perlu dilakukan kajian untuk
mengetahui aktivitas bioaktif
berbagai jenis biota laut misalnya
G.arcuata dan G.gracilis sebagai
antifungi C.albicans.
Jamur banyak menimbulkan
berbagai penyakit infeksi. Pola hidup
yang kurang sehat dan didukung
iklim tropis dengan kelembaban
udara tinggi di Indonesia sangat
mendukung pertumbuhan jamur.
Candida albicans adalah suatu jamur
uniseluler yang merupakan flora
normal rongga mulut, usus besar dan
vagina. Dalam kondisi tertentu,
C.albicans dapat tumbuh berlebih
dan melakukan invasi sehingga
menyebabkan penyakit sistemik
progresif pada penderita yang lemah
atau kekebalannya tertekan.
C.albicans dapat menyebabkan
keputihan, sariawan, infeksi kulit,
infeksi kuku, infeksi paru-paru dan
organ lain serta kandidiasis
mukokutan menahun (Kumalasari
dan Sulistyani, 2011).
Tujuan dari penelitian ini yaitu
menguji aktivitas ekstrak G.arcuata
dan G.gracilis dalam menghambat
pertumbuhan jamur C.albicans dan
menguji kandungan senyawa aktif
ekstrak G.arcuata dan G.gracilis.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di
Laboratorium Biologi FMIPA–
Universitas Pakuan, Bogor, selama
tiga bulan mulai Januari-Maret 2016.
Pengambilan sampel Gracilaria
dilakukan di Pantai Sayang Heulang,
Kabupaten Garut.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan
secara langsung dengan menyusuri
pesisir pantai (di daerah rataan
terumbu karang) dan mengambil
sampel yang menempel pada
substratnya, apabila sulit, dibantu
dengan alat pemotong (pisau/cutter).
Identifikasi Sampel
Sampel (bahan peneliti) yang
telah dikoleksi selanjutnya
diidentifikasi di Kantor Pusat
Penelitian Oseanografi - Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-
LIPI) Ancol Timur, Jakarta Utara.
Analisis Susut Pengeringan
Sampel
Analisis susut pengeringan
sampel menggunakan rumus sebagai
berikut : (Apriyantono dkk, 1989)
% Kadar Air = 𝐵 − 𝐶
𝐵 − 𝐴 x 100 %
Keterangan :
A : Berat cawan porselen kosong
(gr), B : Berat cawan porselen
dengan sampel (gr) sebelum dioven,
C : Berat cawan porselen dengan
sampel (gr) setelah dioven.
Persiapan Alat dan Bahan
Peralatan penelitian yang
digunakan, disterilsisasi
menggunakan oven pada suhu 120o-
150oC selama 2 jam (Waluyo, 2007).
Media yang digunakan adalah
Potato Dextrose Agar. Media PDA
dan aquadest disterilkan di dalam
autoclave suhu 121oC, tekanan 1
atm, selama 15–20 menit.
Pembuatan Simplisia
Sampel Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis yang sudah
bersih, dikeringanginkan selama tiga
hari lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 50oC selama tiga hari,
kemudian sampel kering digrinder
sehingga diperoleh serbuk halus dan
diayak dengan pengayak No. 20,
kemudian ditimbang dan disimpan
dalam wadah bersih yang tertutup
(Ditjen POM, 1985).
Uji Fitokimia
Uji fitokimia menggunakan
simplisia serbuk, meliputi uji
alkaloid, flavonoid, triterpenoid,
saponin dan tanin (Harborne, 1987).
Pembuatan Ekstrak Gracilaria
arcuata dan Gracilaria gracilis Simplisia Gracilaria arcuata
dan Gracilaria gracilis diekstrak
dengan metode maserasi.
Selanjutnya, filtrat dievaporasi
dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 50oC sampai
tidak terjadi pengembunan pelarut
etanol pada (Iswani, 2007).
Perhitungan Rendemen Ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut
: (Nurhayati et al, 2005)
Rumus rendemen : Rendemen ekstrak total =
Bobot ekstrak
Bobot simplisia x 100%
Rendemen serbuk = Bobot simplisia
Bobot basah x 100%
Pembuatan Deret Konsentrasi
Ekstrak Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis
Sebelum dilakukan pembuatan
deret konsentrasi, terlebih dahulu
dibuat larutan induk yaitu
konsentrasi 100%. Selanjutnya
dibuat seri pengenceran ekstrak
G.arcuata dan G.gracilis yaitu
konsentrasi 100%, 90%, 80% dan
70%.
Pembuatan Kertas Cakram
Kertas cakram dibuat
menggunakan kertas saring
Whatman No. 42 (diameter = 6
mm). Larutan yang digunakan adalah
ekstrak G.arcuata dan G.gracilis
yang dilarutkan dalam aquadest steril
pada masing-masing konsentrasi
70%, 80%, 90%, 100% dan kontrol
positif ketokonazol 50 ppm. Kertas
cakram dikeringkan dalam oven pada
suhu 50oC selama 24 jam.
Peremajaan Inokulum Candida
albicans
Isolat Candida albicans
diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi,
Institut Pertanian Bogor. Biakan
jamur diinkubasi selama 120 menit
pada suhu 37oC di dalam inkubator
(Henry, 2001). C.albicans dari
sediaan 1 ose kemudian diremajakan
di dalam media PDA dengan cara
menggoreskan secara zig-zag di
media agar miring. Biakan
C.albicans dibuat suspensi sehingga
didapatkan konsentrasi
10-4koloni/ml.
Uji Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM)
Uji Konsentrasi Hambat
Minimum dilakukan dengan metode
tuang pada beberapa konsentrasi
(50%, 60% dan 70%). KHM ditandai
dengan tidak adanya pertumbuhan
atau dapat dilihat dari pertumbuhan
yang paling sedikit pada C.albicans,
yang digunakan sebagai penentuan
titik awal konsentrasi untuk
pengujian diameter daerah hambat
(DDH).
Pengujian Antifungi Ekstrak
Gracilaria arcuata dan Gracilaria
gracilis Pengujian Aktivitas ekstrak
Gracilaria arcuata dan Gracilaria
gracilis sebagai Antifungi Candida
albicans menggunakan uji difusi
menurut Kirby-Bauer dengan metode
oles. Perlakuan yang digunakan
dalam pengujian ini yaitu ekstrak
G.arcuata dan G.gracilis dengan
konsentrasi 70%, 80%, 90% dan
100% sedang kontrol positif
digunakan ketokonazol dengan
konsentrasi 50 ppm.
Parameter
Parameter utama yang diamati
dalam penelitian ini mengukur
Diameter Daerah Hambat (DDH)
ekstrak G.arcuata dan G.gracilis
terhadap pertumbuhan C.albicans.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Susut Pengeringan
Dari hasil penetapan susut
pengeringan pada kedua jenis
Gracilaria, diperoleh susut
pengeringan pada Gracilaria arcuata
yaitu sebesar 17% dan Gracilaria
gracilis sebesar 12%. Berdasarkan
Badan Standarisasi Nasional (BSN)
untuk standar mutu rumput laut jenis
Gracillaria sp. rata-rata susut
pengeringan sebesar 13.94%
(Hidayat, 2004). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Voigt (2004),
penentuan batas susut pengeringan
untuk ekstrak kental yaitu 5-30%.
Rendemen Ekstrak
Adapun hasil analisis
selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 1, berikut :
Tabel 1. Hasil Rendemen Ekstrak Hasil G.arcuata G.gracilis
Berat
Basah
4875 gr 4235 gr
Berat
Simplisia
331 gr 318 gr
Berat
Ekstrak
75 ml 50 ml
Rendemen
Ekstrak
22.66% 15.72%
Rendemen
Serbuk
6.79% 7.5%
Nurhayati dkk (2005)
mengatakan bahwa nilai rendemen
dari hasil maserasi suatu bahan
menunjukkan adanya komponen
bioaktif yang terkandung dalam
bahan tersebut. Rendemen
merupakan perbandingan jumlah
ekstrak yang diperoleh dari suatu
bahan terhadap berat awal simplisia,
artinya bahwa hasil rendemen
merupakan hasil senyawa bioaktif
yang terkandung dalam bahan
simplisia tersebut sesuai dengan
berat awal simplisia yang diperoleh.
Hasil Uji Fitokimia Uji fitokimia terhadap
simplisia Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kandungan
senyawa bioaktif dalam kedua
ekstrak tersebut. Analisis fitokimia
ekstrak Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis positif
mengandung senyawa alkaloid dan
flavonoid. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Setiabudy dan Bahry
(2007) yang menyatakan bahwa
Gracilaria mengandung alkaloid.
Menurut Wiryowidagdo (2008),
Gracilaria mengandung senyawa
bioaktif flavonoid.
G.arcuata menunjukkan hasil
uji positif kuat (++), jika
dibandingkan dengan G.gracilis yang
hanya menunjukkan positif (+).
Alkaloid merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas antimikroba, yaitu
menghambat esterase dan juga DNA
dan RNA polimerase, juga
menghambat respirasi sel dan
berperan dalam interkalasi DNA.
Alkaloid adalah zat aktif dari
tanaman yang berfungsi sebagai obat
dan aktivator kuat bagi sel imun yang
menghancurkan bakteri, virus, jamur
dan sel kanker (Ghalib, 2009).
Hasil uji fitokimia senyawa
kelompok Flavonoid menunjukkan
hasil (+) positif dengan terbentuknya
warna kuning. Terdapat perbedaan
antara G.arcuata dan G.gracilis,
yaitu G.arcuata menunjukkan hasil
positif kuat (++), sedangkan
G.gracilis menunjukkan hasil positif
(+). Flavonoid telah dilaporkan
berfungsi sebagai antialergi,
antivirus, antijamur dan antiradang.
Sebagai antijamur flavonoid dapat
menghambat pertumbuhan jamur
secara in-vitro. Flavonoid
menunjukkan toksisitas rendah pada
mamalia, sehingga beberapa
flavonoid digunakan sebagai obat
bagi manusia (Ghalib, 2009).
Hasil uji fitokimia senyawa
kelompok Triterpenoid terhadap
ekstrak Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis menunjukkan
hasil (-) negatif dengan tidak
terbentuknya warna hijau. Menurut
Harborne (1987), triterpenoid
terdapat pada tumbuhan tingkat
rendah dan tumbuhan tingkat tinggi
seperti pada algae cokelat dan
kelapa. Sehingga dapat dikatakan
bahawa Triterpenoid tidak terdapat
G.arcuata dan G.gracilis.
Hasil uji fitokomia senyawa
kelompok Saponin menunjukkan
hasil (-) negatif karena tidak
terbentuk busa. Hasil uji fitokimia
senyawa kelompok Tanin
menunjukkan hasil (-) negatif, karena
tidak mengalami perubahan warna
menjadi biru, ungu ataupun hijau
melainkan mengalami perubahan
warna menjadi kuning. Tanin
terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam tumbuhan
kelompok angiospermae terdapat
khusus pada jaringan kayu. Tanin
dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer yang tidak
larut dalam air. G.arcuata dan
G.gracilis tumbuh di perairan laut
yang biasanya menempel pada
terumbu karang, jika tanin hanya
bereaksi pada protein kopolimer dan
tidak larut dalam air maka dapat
dinyatakan bahwa G.arcuata dan
G.gracilis tidak mengandung tanin
(Sulastri, 2009).
Hasil Uji Konsentrasi Hambat
Minimum
Adapun hasil konsentrasi
hambat minimum dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
Gambar 1.a. G.arcuata dan Gambar
1.b. G.gracilis (Dok.Pribadi, 2016)
Uji konsentrasi hambat
minimum pada G.arcuata dan
G.gracilis yaitu pada konsentrasi
70% (Gambar 1). Pada konsentrasi
70% pertumbuhan jamur lebih
sedikit dibandingkan dengan
konsentrasi 50% dan 60%. Uji
diameter daerah hambat dimulai pada
konsentrasi 70%,
Hasil Uji Aktivitas Ekstrak
Gracilaria arcuata dan Gracilaria
gracilis Terhadap Antifungi
Candida albicans
Adapun diameter daerah
hambat G.arcuata dan G.gracilis
dapat dillihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Diameter Daerah
Hambat G.arcuata dan
G.gracilis
Konsentrasi DDH (mm)
G.arcuata G.gracilis
70% 7.2a 7.2a
80% 10.4ab 8a
90% 13ab 9.2ab
100% 19.4b 15ab
Keterangan : Huruf yang berbeda
pada kolom yang
sama menunjukkan
adanya pengaruh beda
nyata.
Diameter daerah hambat paling
besar Gracilaria arcuata yaitu pada
konsentrasi 100% memiliki rata-rata
19.4 mm (Gambar 2) dengan
kategori kuat.
Gambar 2. Hasil Uji Aktivitas
Ekstrak Gracilaria arcuata Terhadap
Antifungi Candida albicans
(Dok. Pribadi, 2016)
Diameter daerah hambat pada
Gracilaria garcilis paling besar yaitu
pada konsentrasi 100% memiliki
rata-rata 15 mm (Gambar 3) dengan
kategori kuat.
A B
100%
70%
K+ 80%
90%
Gambar 3. Hasil Uji Aktivitas
Ekstrak Gracilaria gracilis Terhadap
Antifungi Candida albicans
(Dok. Pribadi, 2016)
Keefektifan penghambatan
merupakan salah satu kriteria
pemilihan suatu senyawa
antimikroba untuk pestisida nabati.
Kerusakan yang ditimbulkan
komponen antimikroba dapat bersifat
mikosidal (kerusakan tetap) dan
mikostatik (kerusakan sementara
yang dapat kembali). Suatu
komponen bersifat mikosidal atau
mikostatik tergantung pada
konsetrasi dan kultur yang digunakan
(Ardiansyah, 2005).
Mekanisme penghambat
mikroorganisme oleh senyawa
antimikroba dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain (1)
gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, (2) peningkatan
permeabilitas membran sel yang
dapat menyebabkan kehilangan
komponen penyusun sel, (3)
menginaktivasi enzim dan (4)
destruksi atau kerusakan fungsi
material genetik (Hutasoit 2013).
Ketokonazol dengan
konsentrasi 50 ppm memiliki rata-
rata diameter daerah hambat lebih
besar jika dibandingkan dengan rata-
rata diameter daerah hambat pada
G.arcuata dan G.gracilis.
Ketokonazol adalah antijamur
berspektrum luas golongan imidazol
yang bekerja dengan menghambat
biosintesis ergosterol yang
merupakan komponen penting dari
pembentukan membran sel jamur.
Ketokonazol menghambat enzim
cytochrom p450 yang menyebabkan
akumulasi 14-alfa-methyl sterol yang
tidak dapat menggantikan fungsi
ergosterol membran sel jamur.
Penurunan ergosterol membran sel
jamur menyebabkan rusaknya
permeabilitas membran, akibatnya
sel jamur kehilangan komponen
intraselulernya. Mekanisme seperti
itulah yang dipakai ketokonazol
dalam menghambat pertumbuhan
jamur (Aprilia dan Subakir, 2010).
Ekstrak Gracilaria arcuata dan
Gracilaria gracilis juga memiliki
efek antijamur walaupun belum ada
penelitian tentang bagaimana
mekanismenya. Alkaloid dan
flavonoid yang terkandung dalam
G.arcuata dan G.gracilis telah
diteliti oleh peneliti sebelumnya,
memiliki efek antijamur. Alkaloid
merupakan senyawa yang memiliki
aktivitas antimikroba, yaitu
menghambat esterase dan juga DNA
dan RNA polimerase, juga
menghambat respirasi sel dan
berperan dalam interkalasi DNA.
Alkaloid adalah zat aktif dari
tanaman yang berfungsi sebagai obat
dan aktivator kuat bagi sel imun yang
menghancurkan bakteri, virus, jamur
dan sel kanker (Ghalib, 2009).
Mekanisme kerja flavonoid dalam
menghambat pertumbuhan jamur
yakni dengan menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel
jamur. Gugus hidroksil yang terdapat
pada senyawa flavonoid
menyebabkan perubahan komponen
organik dan transport nutrisi yang
akhirnya akan mengakibatkan
70%
90%
100%
K+
80%
timbulnya efek toksik terhadap jamur
(Ghalib, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa hasil pengujian
aktivitas ekstrak G.arcuata dan
G.gracilis terhadap C.albicans
menunjukkan perlakuan dengan
konsentrasi 100% merupakan
perlakuan yang membentuk daerah
hambat paling besar. G.arcuata
membentuk diameter daerah hambat
terbesar yaitu 19.4 mm, sedangkan
G.gracilis sebesar 15 mm. Ekstrak
G.arcuata memiliki diameter daerah
hambat lebih besar terhadap
pertumbuhan C.albicans
dibandingkan pada ekstrak
Gracilaria gracilis. Hasil uji
senyawa fitokimia ekstrak G.arcuata
dan G.gracilis positif mengandung
senyawa alkaloid dan flavonoid.
Saran
Dari hasil penelitian
disarankan perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut mengenai efektivitas
ekstrak G.arcuata dan G.gracilis
dalam menghambat pertumbuhan
jamur C.albicans maupun jamur
lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Disampaikan kepada Dra. Tri
Saptari Haryani M.Si., dan Dra.
Triastinurmiatiningsih M.Si., selaku
pembimbing yang telah banyak
memberikan saran dan bantuannya
dan Ir. E. Mulyati Effendi M.S.,
selaku Kepala Laboratorium yang
telah memberikan izin untuk
menggunakan laboratorium sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, Fitrina dan Subakir. 2010.
Efektivitas Ekstrak Jahe
(Zingiber officinale Rosc.)
3,13% Dibandingkan
Ketokonazol 2% Terhadap
Pertumbuhan Malassezia sp.
pada Ketombe. Artikel
Penelitian. Semarang.
Apriyantono, A., D.Fardiaz,
N.L.Puspitasari, Sedamawati
dan S. Budiyanto. 1989. Analisis
Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
Bogor. IPB Press.
Ardiansyah. 2005. Daun Beluntas
Sebagai Bahan Antibakteri
dan Antioksidan. Berita
IPTEK.
Bridson, E.Y. 1998. The Oxoid
Manual 8th Edition. England.
Oxoid Limited Hampsire.
Ditjen POM, Depkes RI. 1985. Cara
Pembuatan Simplisia. Jakarta.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gholib, Djaenudin. 2009. Uji Daya
Hambat Daun Senggani
(Melastoma malabathricum
L.) Terhadap Trichophyton
mentagrophytees dan
Candida albicans. Jurnal
Berita Biologi Vol. 9 (5) :
523- 529.
Gomez, K.A dan A.A, Gomez. 1995.
Prosedur Statistika untuk
Penelitian Pertanianedisi II
(Penerjemah: Tohari dan
Soedharoedjian). Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press.
Harborne, J. B. 1987. Metode
Fitokimia : Penuntun Cara
Modern Menganalisis
Tumbuhan. (Diterjemahkan
oleh Kosasih Padmawinata dan
Iwang Soediro). Bandung.
Institut Teknologi Bandung.
Henry, John Bernard. 2001. Clinical
Diagnosis And Management
By Laboratory
Method. 21st. Philadelphia.
WB. Saunders Company.
Hutasoit, Sanggul., I.K. Suada dan
I.G.K. Susrama. 2013. Uji
Aktivitas Antijamur Ekstrak
Beberapa Jenis Biota Laut
terhadap Aspergillus flavus
LINK dan Penicillium sp.
LINK. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika
Vol. 2 (1) :
27–38.
Iswani, S. 2007. Preparasi Ekstrak
Kasar (Crude Extract) Etanol
dari Makroalga Untuk Uji
Farmakologi. Buletin
Teknologi Aquakultur Vol. 6
(1).
Jannata, R.H., A. Gunadi dan T.
Ermawati. 2014. Daya
Antibakteri Ekstrak Kulit
Apel Manalagi (Malus
sylvestris Mill.) Terhadap
Pertumbuhan Streptococcus
mutans. e-Jurnal Pustaka
Kesehatan Vol. 2 (1) : 23-28.
Mutripah, Siti., M.D.N. Meinita dan
R.E. Prabowo. 2013.
Keanekaragaman Algae di
Pantai Sayang Heulang dan
Potensinya Sebagai Bahan
Baku Bioetanol. Omni-
Akuatika Vol. XII (16) : 8–
14.
Nurhayati, T., H.Roliandi and N.
Bermawie. 2005. Production
of Mangim Wood Vinega and
Its Utilization. Jurnal of
Foresty Reseaech Vol. 2 (1) :
13-26.
Setiabudy, R. dan Bahry, B. 2007.
Farmakologi dan Terapi:
Obat Jamur. Edisi 5. Jakarta.
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sulastri, Taty. 2009. Analisis Kadar
Tanin Ekstrak Air dan
Ekstrak Etanol pada Biji
Pinang Sirih (Areca Catechu.
L). Jurnal Chemica Vol. 10
(1) : 59-63.
Suptijah, P. 2002. Algae: Prospek
dan Tantangannya.
http://www.tumoutou.net/702
-04212/pipih-suptijah.htm-
48k (diakses pada tanggal 15
Desember 2015 pukul 22.37).
Voigt, R, 1994, Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi edisi 5.
Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press : 170.
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi
Umum. Malang. UMM Press.
Wiryowidagdo, S. 2008. Kimia dan
Farmakologi Bahan Alam.
Jakarta. EGC.
top related