fistula vesicovaginalis
Post on 28-Oct-2015
286 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
FISTULA VESICOVAGINALIS
I. PENDAHULUAN
Fistula Vesicovaginal (VVF) adalah hubungan abnormal antara epithelium vagina
dan epithelium vesica urinaria yang menyebabkan kebocoran urin melalui vagina.1
Penyakit ini telah ada ribuan tahun yang lalu, hal ini dibuktikan oleh Derry dari kairo
yang pada tahun 1935 melakukan pemeriksaan fisik pada mumi Henhenit yang diduga
seorang ratu atau seorang penari dari zaman dinasti Mentuhotep sekitar 2050 tahun
sebelum masehi, menemukan adanya fistula urinaria yang besar dan robekan komplit
hingga perineum akibat kesulitan saat melahirkan. 2
Gambar 1. Diagram yang menunjukkan fistel vesicovaginalis.2
II. EPIDEMIOLOGI
Fistula vesicovaginalis merupakan bentuk hubungan yang paling sering
ditemukan antara traktus urinarius efferent dan traktus genitalia.3 Walaupun prevalensi
nyatanya di dunia berkembang masih tidak diketahui, Prevalensi yang tinggi telah
dilaporkan dari Sudan , Ethiopia, Chad, Ghana, dan Nigeria. Di beberapa Negara afrika,
diperkirakan sebanyak 3-4 per 1000 wanita yang melahirkan pervaginam mengalami
penyakit ini.4 Angka kejadian seluruh dunia diperkirakan 1- 2 per 1000 wanita
melahirkan, dengan angka kejadian terkini 50.000 hingga 100.000 dan dan angka
kejadian fistula yang tidak ditangani 500.000 hingga 2.000.000.Secara jelas bahwa angka
kejadian fistel dihubungkan dengan tingkat perawatan maternal. Wilayah dengan angka
1
kematian ibu yang tinggi juga memiliki kejadian fistula yang tinggi. Danso dan rekannya
menduga bahwa angka kejadian fistel yang lebih nyata dapat diperkirakan melalui angka
kematian ibu di daerah tersebet. Jika hal ini betul maka angka kejadian seluruh dunia
yang sesungguhnya mendekati 500.000. 5
Angka kejadian terbentuknya fistula yang akibat hsiterektomi telah di hitung
antara 1 per 1330 operasi di Inggris UK. Dilaporkan pula bahwa angka kejadian penyakit
ini akibat radiasi untuk keganasan ginekologi adalah antara 1% dan 4%, sedangkan
akibat eksenterasi pelvik munkin sekitar 10% . 5
Penelitian epidemiologi juga menyatakan bahwa kasus Fistula vesicovaginalis
lebih sering ditemukan pada primipara (43-62,7)% dan multipara yang lebih 4 kali
melahirkan( > 20-25%). angka kejadian juga ditemukan lebih tinggin pada wanita dengan
tinggi badan kurang dari 150 cm, usia kurang dari 25 tahun ( 65%), wanita berpendidikan
rendah ( 92%). 6
III. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari Fistula vesicovaginalis pada Negara berkembang adalah
trauma saat melahirkan sedangkan di Negara maju seperti Amerika serikat Fistula
vesicovaginalis terjadi akibat dari trauma saat operasi.1 Penyebab lain dari Fistula
vesicovaginalis dapat dilihat di tabel berikut :
Penyebab Obstetrik (8%)
Persalinan macet/lama
Persalianan dengan forsep
Seksio sesarian
Ruptur uterus
Operasi destruktif
Simfisiotomi
Penyebab Ginekologi (82%)
Kanker genitalia
Pembedahan pelvik
Radioterapi (6%)
Histerektomi
2
- Total Abdominal (1.0/1000)
- vaginal (0.2/1000)
- Laparoskopi (2.2/1000)
Kolposuspensi
Suspensi Leher vesika urinaria
Penyebab lain yang jarang
Benda asing di dalam vagina
Trauma saat koetus
Infeksi
Pesarium vagina
Penyakit kongenital
Tabel 1. Penyebab fistula vesicovaginalis. 3,7,8
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang menjadi predisposisi terhadap terjadinya fistula
vesicovaginalis termasuk diantaranya Operasi pelvik atau vaginal terdahulu, riwayat
penyakit radang panggul, iskemik, diabetes, arteriosclerosis, karsinoma, endometriosis,
distortion anatomis akibat myoma uterine, dan infeksi. 9
V. PATOGENESIS
Dalam jangka yang panjang , penekanan akibat obstruksi saat persalinan
menyebabkan terjadinya nekrosis pada dinding anterior vagina serta leher vesica urinaria
atau uretra sebagai akibat penekanan antara kepala bayi dan permukaan posterior simfisis
os pubis. Jika ibu tetap dapat bertahan melalui fase ini, jaringan nekrotik akan tanggal
dan keluar setelah kira-kira 10 hari, dimana telah terjadi pula inkontinensi urin. Fistula
vesicovaginalis yang terjadi akibat histerektomi seringkali muncul karena perlukaan
vesico urinaria yang tidak terduga dan mengakibatkan terjadinya urinoma. Urin yang
terkumpul ini akan mencari bagian yang paling lemah dan tipis untuk mengalir yaitu
linea sutura vaginalis. Akibatnya akan terbentuk jalur mukosa antara vesica urinaria dan
vagina. Mekanisme yang mungkin berikutnya adalah adanya nekrosis akibat penjahitan
yang tidak benar antara lingkar vagina dengan bagian belakang vesica urinaria.
3
Munculnya hematom dan infeksi merupakan faktor komplikasi yang paling sering
ditemukan. 10
VI. KLASIFIKASI
Terdapat tiga klasifikasi yang diajukan oleh Goh dan rekannya yang hingga saat
ini masih dalam proses validasi, namun dapat dipercaya dan akan menjadi alat penentu
yang sangat berguna dikemudian hari.
Tepi distal fistula > 3,5 cm dari meatus urinarius eksterna
Tepi distal fistula 2,5- 3,5 cm dari meatus urinarius eksterna
Tepi distal fistula 1,5 - <2,5 cm dari meatus urinarius eksterna
Tepi distal fistula < 1,5 cm dari meatus urinarius eksterna
Ukuran < 1,5 cm pada diameter terbesar
Ukuran 1,5- 3 cm pada diameter terbesar
Ukuran > 3 cm pada diameter terbesar
Tidak ada atau hanya fibrosis ringan ( sekitar fistula dan/atau vagina)
dan/atau panjang vagina > 6 cm, kapasitas normal
Fibrosis sedang atau berat ( sekitar fistula dan/atau vagina) dan/atau
pemendekan panjang vagina dan/ atau kapasitas normal
Keadaan khusus misalnya pascaradiasi, keterlibatan ureter, fistula
sirkumferensial, pascaperbaikan
Tabel 2. Usulan sistem klasifikasi untuk fistula genital pada perempuan. 6
VII. GEJALA KLINIS
Kebocoran urin yang tidak terkontrol (inkontinensia) melalui vagina merupakan
gejala khas pada pasien Fistula vesicovaginalis. Pasien mungkin mengeluh adanya
inkontinensia urin yang terus menerus (pagi dan malam) atau meningkatnya sekret vagina
yang terjadi setelah operasi pelvik atau radioterapi pelvik dengan atau tanpa didahului
tindakan operasi . Namun pada kasus dengan fistula yang kecil, gejala ini mungkin
bersifat intermitten. 8,9
VIII. PEMERIKSAAN FISIS.
4
Selama pemeriksaan fisis, perlu dilakukan penilaian kedalaman, diameter,
pergerakan vagian serta ada tidaknya prolapsus organ panggul dan bukti atrovi vagina.
Ketika ada fistula yang ditemukan, ukuran , jumlah dan lokasnya harus diperhatikan.
Akhirnya pasien perlu penilaian hipermobilitas uretra dan inkontinensia. 1
Pemeriksaan vagina yang teliti menggunakan spekulum dapat memberikan
gambaran visual saluran fistula. Kualitas dan kuantitas jaringan vagina dan sekitarnya
harus dinilai. Kebanyakan fistula yang berkembang setelah tindakan histerektomi
biasannya berada di lingkar vagina. Untuk saluran fistulous yang tidak mudah dilihat,
vesica urinaria bisa diisi dengan Metilen Biru yang diencerkan dan kebocoran cairan biru
tersebut dapat dinilai di vagina. Jika fistula masih belum dapat dibuktikan, vagina dapat
ditutup dengan kasa atau tampon. Setelah pasien diperbolehkan beraktifitas untuk waktu
yang singkat, kain kasa atau tampon dapat kembali dinilai. Cara lain untuk menunjukkan
adanya fistula vesicovaginalis melibatkan penggunaan phenazopyridine oral, yang
menyebabkan perubahan warna jingga pada urin. Phenazopyridine diberikan beberapa
jam sebelum tampon diletakkan kedalam vagina. Pyelography Retrograde harus
dilakukan pada pasien yang dicurigai mkemiliki fistula ureterovaginal. Jika diagnosis
fistula vesicovaginalis masih sulit ditegakkan, cairan yang mengalir dari vagina harus
dapat dibuktikan sebagai urin. Diagnosis dapat dikonfirmasi jika jumlah cairan yang
dikumpulkan cukup untuk analisis kreatinin. Nilai kreatinin yang ditemukan harus dua
kali lebih banyak dari jumlah kreatinin serum. Jika pengukuran kreatinin sama dengan
atau kurang dari nilai kreatinin serum, maka cairan tersebut harus diduga berasal dari
sumber lain seperti cairan peritoneal, cairan limfatik, sekresi tuba fallopi, atau cairan
vagina. Tes phenazopyridine juga dapat digunakan untuk membedakan antara urin dan
cairan sekresi lainnya.1
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
Tes diagnosis termasuk tes metilen biru dimana 1 ml cairan pekat metilen biru
dilarutkan dalam 100 ml nacl 0,9% kemudian dimasukkan kedalam vesico urinaria via
kateter dan masukkan tampon ke dalam vagina. jika tampon menjadi berwarna biru maka
dapat diindikasikan adanya fistula vesicovaginalis. jika tampon yang dimasukkan tidak
berwarna maka pemberian indigo carmine (5 ml larutan 0.8%) via intravaskuler dapat
dilakukan. Jika tampon menjadi berwarna maka terdapat fistula urogenitalia. Namun jika
tampon ini kembali tidak berwarna maka dilakukan pemasangan tampon ketiga dan kali
ini pasien diminta untuk batuk sementara meatus uretra eksternannya diamati. Adanya
warna pada bagian distal tampon menandakan adanya inkontinensia stress atau fistula
urogenitalia. Pemberian infuse CO2 ke vagina, yang kemudian akan memicu timbulnya
gelembung pada pengamatan didalam vesica urinaria melalui sistoskopi, pyelography
intravena (IVP) dan pemeriksaan dibawah pengaruh anastesi seringkali dibutuhkan. 5
Tes Metilen Biru dengan pemasangan tampon vagina
Pemberian indigo carmine intravena
Pemberian infuse CO2 ke vagina
sistoskopi, pyelography intravena (IVP)
pemeriksaan dibawah pengaruh anastesi
Tabel 3. Tes diagnostik. 5
Tindakan pemeriksaan lain yang juga perlu dilakukan pada semua pasien yang
secara objektif menampakkan adanya fistula atau pada penilaian untuk bukti apapun yang
mengarah kepada prolaps maupun inkontinensia urin tipe stress adalah voiding
cystourethrogram (VCUG).1
6
Gambar 2. VCUG yang menampilkan hubungan antara vesica urinaria dan vagina. 1
X. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan konservatif dari Fistula vesicovaginalis yang berukuran kecil
bergantung pada penutupan spontan yang terjadi selama pemasangan kateter untuk
mengalirkan urin dari Vesica urinaria. Keberhasilan tindakan ini telah dilaporkan dalam
sejumlah kecil kasus fistula yang muncul setelah tindakan histerektomi, dengan waktu
kateterisasi mulai dari 19 hingga 54 hari. 10
Beberapa pendekatan invasif minimal lainnya untuk pengobatan fistula berukuran
kecil juga telah dilaporkan. Injeksi lem fibrin ke dalam saluran fistula pertama kali
dilaporkan oleh Pettersson pada tahun 1979. Lem fibrin dapat memicu penyembuhan
melalui efek stimulasi fibroblast dan sintesis kolagen serta memiliki keuntungan yang
alami. Selama bertahun-tahun sudah ada beberapa laporan mengenai keberhasilan teknik
ini, namun sejumlah pasien yang berikan tindakan ini memiliki fistula berukuran kecil.
Tindakan Elektrokoagulasi saluran fistula, baik secara transvaginal atau secara
transuretral telah diterapkan secara sukses pada sejumlah kecil pasien dengan fistula
berukuran kurang dari 3 mm. Teknik ini melibatkan penggunaan elektroda kecil dan
koagulasi yang minimal sehingga risiko membesarnya ukuran fistula sangat minimal. 10
7
Saat ini tidak ada konsensus mengenai waktu yang harus dialokasikan untuk
penyembuhan spontan atau mengenai kapan tindakan pengobatan konservatif harus
ditinggalkan serta mempertimbangkan perbaikan melalui teknik pembedahan.
kateterisasi yang dipasang selama waktu tertentu sebelum koreksi pembedahan umumnya
sering dilakukan namun tindakan ini tidak memberikan keuntungan dalam hal
pengurangan gejala-gejala yang dirasakan pasien pasien. Secara tradisional, perbaikan
fistula vesicovaginalis biasanya ditunda selama tiga sampa ienam bulan untuk
memberikan kesempatan bagia jaringan yang meradang atau edem mereda. Hal ini
tentunya berlaku untuk penatalaksanaan, fistula berukuran besar dan kompleks. Namun,
perbaikan yang segera dari suatu fistula sederhana dan iatrogenik dapat menjadi sangat
sukses serta mengurangi masalah gangguan fisik dan psikologis yang dialami pasien. 10
2. Penatalaksanaan Pembedahan:
Pendekatan melalui vagina: 8
Teknik bedah vagina ini dapat diterapkan untuk fistula vesikovaginal berukuran
kecil dan tanpa komplikasi. Keuntungan utama dari pendekatan vagina ini adalah angka
kecacatan pasca pembedahan rendah.
Teknik pembedahan melalui pendekatan vagina:
Sayatan melingkar sekitar saluran fistula dan mobilisasi dinding vagina anterior.
Dua lapisan penutupan dinding vesica urinaria (urothelium dan tunika
muskularis).
Mobilisasi flap peritoneal atau flap Martius tutup (jaringan adiposa dari labia
majora) untuk menutupi lesi jahitan pada vesica urinaria .
Tutup dinding vagina anterior.
Pemasangan kateter suprapubik dan kateter Transurethal untuk drainase kandung
kemih. Lepaskan kateter transurethral setelah 1-4 hari, tergantung pada kondisi
hematuria yang terjadi. Periksa menyeluruh terhadap vesikalis setelah dua minggu
dengan cystography dan pelepasan kateter suprapubik.
8
Gambar 3. Perbaikan melalui pendekatan vagina. 1
Pendekatan via abdomen: 8
Pendekatan abdomen lebih berisiko bagi pasien, akan tetapi diperlukan untuk
perbaikan fistula yang berukuran lebih dari 2 cm, atau fistula yang timbul pasca radiasi,
atau setelah perbaikan gagal, atau jika terdapat indikasi untuk operasi abdomen lainnya
(cedera ureter atau fistula usus) atau jika vagina terlalu sempit sehingga menghalangi
pendekatan via vagina.
Teknik bedah pendekatan abdomen:
Irisan laparotomi pada garis tengah tubuh
Lakukan sayatan sagital dari dinding vesica urinaria posterior ke dalam fistula
kemudian lakukan eksisi fistula.
Penutupan lapisan tunggal vagina.
Mobilisasi flap peritoneal atau flap omentum untuk menutupi lubang di vagina
Penutupan Dua lapis dinding vesica urinaria (urothelium dan tunika muskularis).
Masukkan drain. Pasangkan kateter Suprapubik danTransUrethal vesica urinaria
untuk drainase. Lepaskan kateter transurethral setelah 1-4 hari, tergantung pada
kondisi hematuria yang terjadi. Periksa menyeluruh terhadap vesikalis setelah dua
minggu dengan cystography dan pelepasan kateter suprapubik.
9
Gambar 4. Perbaikan melalui pendekatan Abdomen ( Teknik Transvesica O’Conner). 1
Perbaikan fistula menggunakan laparoskopi
Perbaikan fistula vesicovaginalis dengan laparoskopi pertama kali dilaporkan
pada tahun 1994 oleh Nezhat dkk. Teknik ini terus dikembangkan dan bertujuan untuk
mencapai tingkat keberhasilan yang setara dengan perbaikan terbuka transabdominal dan
menghindari morbiditas akibat operasi terbuka serta memperpendek waktu pemulihan
pasca operasi. Teknik ini melibatkan penempatan sitoskopis kateter ureter dan
penempatan kateter melalui fistula itu sendiri dalam rangka memfasilitasi identifikasi
struktur ini selama diseksi laparoskopi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
teknik ini layak diterapkan, akan tetapi penelitian tersebut hanya melibatkan pasien
dalam jumlah kecil dan masih mengandalkan pemilihan pasien serta operator yang
berpengalaman untuk tindakan laparoskopi . Sebuah Tinjauan yang dibuat oleh Kumar
dkk. menyimpulkan bahwa, sebagai alternatif untuk terhadap teknik perbaikan
tradisional, perbaikan fistula vesicovaginalis melalui laparoskopi membutuhkan
pengalaman operator laparoskopi yang baik, terutama untuk operasi panggul dan
penjahitan intracorporeal. 10
10
Perbaikan fistula menggunakan Robot
Penggunaan teknologi robot dalam perbaikan fistula vesicovaginalis masih sangat
terbatas. Terdapat beberapa laporan mengenai perbaikan fistula vesicovaginalis via
laparoskopi yang dipandu dengan robot, di mana keuntungan dari penggunaan robot ini
adalah dapat membantu saat penjahitan intracorporeal selama tahap rekonstruksi. 10
Manajemen Pasca Operasi
Vesica urinaria yang terus menerus mengalami drainase melalui kateter uretra
sangat penting. Hal ini memastikan bahwa perbaikan akan bebas dari ketegangan dinding
vesica urinaria akibat terisi urin selama masa penyembuhan dan memungkinkan
terjadinya integritas perbaikan jaringan. Penempatan kateter suprapubik juga dianjurkan
dalam semua perbaikan fistel transabdominal, di mana Vesica urinaria telah dibuka
sebagai bagian dari prosedur tindakan tersebut. Dalam periode pasca operasi, kateter
harus diperiksa secara teratur untuk memastikan bahwa kateter yang terpasang bersifat
paten. Keuntungan dari penempatan kateter suprapubik dan uretra secara bersama-sama
adalah bahwa drainase Vesica urinaria dapat tetap dipertahankan bahkan jika salah satu
kateter mengalami penyumbatan. Drainase Vesica urinaria yang tidak Memadai
merupakan penyebab umum dari kegagalan perbaikan fistel. Spasme pada Vesica urinaria
dapat diobati secara efektif dengan obat antikolinergik. Ada kekhawatiran bahwa spasme
ini dapat mengganggu penyembuhan serta menjadi sumber ketidaknyamanan pasien. 10
3. Tindakan Paliatif dan perawatan kulit
Kulit bagian vulva memiliki resiko yang sangat besar untuk mengalami dermatitis
amonia pada pasien yang memiliki fistula, dan penggunaan krim penghalang harus
dilakukan. Terapi steroid topikal dianjurkan di masa lalu sebagai sarana untuk
mengurangi edema dan fibrosis jaringan, meskipun baru-baru ini manfaat tersebut
diragukan. Selanjutnya krim estrogen Lokal direkomendasikan penggunaannya oleh
beberapa peneliti, dan sementara itu secara empiris manfaat dari krim ini diharapkan
dapat memberi keuntungan pada wanita menopause atau pada pasien yang memiliki
fistula akibat tindakan obstetrik dengan amenore berkepanjangan. 5
11
XI. PROGNOSIS
Fistula Vesicovaginalis yang terjadi akibat perlukaan saat operasi dapat di
perbaiki dengan sukses pada sekitar 75-97% kasus. Angka kegagalan sebesar 10% telah
dilaporkan pada perbaikan fistula rekuren. fistula rekurendapat terjadi dalam 3 bulan
setelah perbaikan fistula primer. 11
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Martínez JA, Castellanos VH et al. Diagnosis and management of vesicovaginal
fistulas: twenty years of experience. Rev Mex Urol. 2011. Vol. 71(4); p. 200-206
2. Drutz HP, Baker KR. Vesicovaginal Fistula. In Drutz HP, Herschorn S, Diamant NE
Eds. Female Pelvic Medicine and Reconstructive Pelvic Surgery. London: Springer-
Verlag; 2003; p. 473-475
3. Ijaiya MD. Vesicovaginal fistula : epidemiology and prevention. Postgraduate Doctor
Caribbean. 2004. Vol 18 (5) ; p. 179-82
4. Lee R. Female Urogenital Fistula (UGF): Vesicovaginal (VVF) & Rectovaginal
(RVF). [serial online]. 2010. [cited on June 20rd 2013]. Weill Cornell Medical
College James Buchanan Brady Foundation Department of Urology. Available from:
https://www.cornellurology.com/clinical-conditions/female-urology-urogynecology/
female-urogenital-fistula-ugf/#Treatment
5. Hilton P. Vesico-vaginal fistulas in developing countries. International Journal of
Gynecology and Obstetrics . 2003. Vol. 82; p. 285-295
6. Hadijono S, Wiknjosastro H. Beberapa Aspek Urologi wanita : Fistula Urogenitalia.
In: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editors. Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwonono Prawirohardjo; 2011; p. 387-391
7. Eilber KS, Rosenblum N , Rodrı´guez LV. Vesicovaginal Fistula: Complex Fistulae.
In Vasavada SP, Appell RA, Sand PK, Raz S Eds. Female Urology, Urogynecology,
and Voiding Dysfunction. New York: Marcel dekker; 2005; p. 761-3
8. Manski D. Vesicovaginal fistula. [serial online]. 2013. [cited on June 20rd 2013].
Available from: http://www.urology-textbook.com/vesicovaginal-fistula.html
9. Spurlock J, Chelmow D. Vesicovaginal Fistula [serial online]. 2012. [cited on June
20rd 2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/267943-
overview#showall
10. Garthwaite M, Harris N . Vesicovaginal fistulae. [serial online]. 2010. [cited on June
20rd 2013]. Indian J Urol. 2010 Apr-Jun; 26(2): 253–256. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2938551/
13
11. Kumar S, Kekre NS, Gopalakrishnan. Vesicovaginal fistula: An update. [serial
online]. 2007. [cited on June 20rd 2013]. Indian Journal of Urology; 23(2): 187-191.
Available from: http://www.indianjurol.com/article.asp?issn=0970-
1591;year=2007;volume=23;issue=2;spage=187;epage=191;aulast=Kumar
14
top related