case fistula enterokutan

34
Pendahuluan Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus Fistula (ECF) adalah adanya hubungan abnormal yang terjadi antara dua permukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit, baik usus besar dengan kulit maupun usus halus dengan kulit. Fistula Enterokutaneus dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi, sementara sekitar 15-25% dari pasien ECF adalah pasien dengan post trauma abdomen. Fistula Enterokutaneus (ECF) juga dapat terjadi spontan dalam kaitannya dengan keganasan, radiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik serta infeksi. Namun Fistula Enterokutaneus (ECF) yang terjadi spontan memiliki presentase yang kecil. Angka mortalitas Fistula Enterokutaneus berkisar antara 5-20% berkaitan dengan terjadinya sepsis, nutrisi yang terganggu serta ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi. Untuk itu, meskipun fistula enterokutaneus merupakan komplikasi pasca operasi yang sering terjadi namun apabila terjadi maka merupakan tanggung jawab penting untuk segera menangani fistula enterokutaneus. Selama beberapa dekade terakhir, perbaikan dalam pengelolaan ECF telah menurunkan 1

Upload: alice-melissa

Post on 06-Feb-2016

326 views

Category:

Documents


51 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Fistula Enterokutan

Pendahuluan

Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus Fistula (ECF) adalah adanya

hubungan abnormal yang terjadi antara dua permukaan berepitel yaitu antara saluran

cerna dengan kulit, baik usus besar dengan kulit maupun usus halus dengan kulit.

Fistula Enterokutaneus dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi

pada saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi

pasca operasi, sementara sekitar 15-25% dari pasien ECF adalah pasien dengan post

trauma abdomen. Fistula Enterokutaneus (ECF) juga dapat terjadi spontan dalam

kaitannya dengan keganasan, radiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik serta

infeksi. Namun Fistula Enterokutaneus (ECF) yang terjadi spontan memiliki presentase

yang kecil.

Angka mortalitas Fistula Enterokutaneus berkisar antara 5-20% berkaitan dengan

terjadinya sepsis, nutrisi yang terganggu serta ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi.

Untuk itu, meskipun fistula enterokutaneus merupakan komplikasi pasca operasi yang

sering terjadi namun apabila terjadi maka merupakan tanggung jawab penting untuk

segera menangani fistula enterokutaneus. Selama beberapa dekade terakhir, perbaikan

dalam pengelolaan ECF telah menurunkan secara bertahap dalam angka kematian.

Morbiditas pasien dengan ECF terkait dengan prosedur pembedahan atau penyakit

primernya menjadi meningkat sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien,

memperpanjang waktu lamanya pasien tinggal di rumah sakit sehingga meningkatkan

biaya keseluruhan untuk pengobatan.

1

Page 2: Case Fistula Enterokutan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan, karena atas berkat dan

anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di

RSUD Budhi Asih.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Harinto,

Sp.B yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan laporan kasus ini, serta kepada

seluruh dokter yang telah membimbing penulis selama di kepaniteraan klinik Ilmu Bedah

RSUD Budhi Asih. Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis haturkan kepada teman-

teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi

dukungan dan bantuan kepada penulis.

Dengan penuh kesadaran dari penulis, meskipun telah berupaya semaksimal

mungkin untuk menyelesaikan laporan kasus ini, namun masih terdapat kelemahan dan

kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat berguna dan

memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2014

Alice Melissa Simaela

2

Page 3: Case Fistula Enterokutan

BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

I. Identitas

Nama : Nn. F

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Pangadegan Selatan VIII/ 9 Pancoran, Jakarta

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status : Belum menikah

Pendidikan : SMP

Tanggal masuk RS : 19 Oktober 2014

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 Oktober 2014 di bangsal

Rawat Inap RSUD Budhi Asih lantai 6.

Keluhan Utama

Keluar cairan dari luka bekas operasi sejak 3 hari yang lalu.

3

Page 4: Case Fistula Enterokutan

Keluhan Tambahan

Nyeri pada luka bekas operasi, belum BAB, lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang

Os mengeluh keluarnya cairan dari luka bekas operasi sejak 3 hari yang lalu.

Rembesan cairan tersebut pertama kali keluar dengan warna cokelat keruh dengan

volume cairan yang keluar + ¼ gelas aqua kecil serta berbau seperti feses. Cairan keluar

selama satu minggu secara terus menerus tetapi dengan volume yang semakin hari

semakin sedikit. Sebelumnya, os dirawat oleh karena nyeri perut kanan bawah serta telah

menjalani operasi apendektomi 9 hari yang lalu. Operasi berjalan lancar tanpa adanya

penyulit. Setelah operasi, os mengeluh nyeri pada luka bekas operasi yang tidak

berkurang hingga sekarang serta lemas. Nyeri tersebut muncul hebat apabila os

melakukan banyak gerakan pada ekstremitas bawah. Selain itu, os juga mengeluh belum

BAB sejak 8 hari yang lalu. Os mengaku sudah diberi obat supp sebanyak 2 kali namun

os belum juga bisa BAB tetapi os masih bisa flatus. Demam, mual, serta muntah tidak

dirasakan oleh os.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Adanya riwayat

infeksi pada saluran cerna, DM, penyakit jantung, dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan os. Riwayat

darah tinggi, DM, serta penyakit jantung dalam keluarga juga disangkal.

4

Page 5: Case Fistula Enterokutan

Riwayat Kebiasaan

Os tidak merokok, tidak mengkonsumsi alcohol, serta memiliki kebiasaan makan

makanan pedas.

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2014. Hasilnya adalah sebagai

berikut :

Status Generalis

I. Keadaan Umum

a. Kesan sakit : Tampak sakit ringan

b. Kesadaran : Compos mentis

c. BB :

II. Tanda Vital

a. Tekanan darah : 110/90 mmHg

b. Frek. Nadi : 80 x/ m

c. Frek. Nafas : 16 x/ m

d. Suhu : 36,5 °C

III. Kepala :

Normocephali, rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

IV. Mata :

Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-).

V. Telinga :

Bentuk normal, NT auricular (-/-), secret (-/-).

VI. Hidung :

Bentuk normal, septum deviasi (-), secret (-), pernafasan cuping hidung (-).

5

Page 6: Case Fistula Enterokutan

VII. Mulut :

Bibir tampak pucat, sianosis (-)

VIII. Leher :

KGB dan tiroid tidak teraba membesar.

IX. Thorax

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial LMCS

Perkusi : Batas kanan : ICS III- V LSD

Batas kiri : ICS V 1LAAS

Batas atas : ICS III LPSS

Auskultasi : BJ I & II regular, murmur dan gallop (-).

Pulmo :

Inspeksi : Gerak dinding dada simetris saat bernafas, retraksi sela

iga (-/-).

Palpasi : Vocal fremitus teraba sama pada kedua hemithorax.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronki basah kasar (-/-),

Wheezing (-/-).

X. Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak tampak efloresensi yang bermakna.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba

membesar.

Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) dengan frekuensi 2x/menit.

XI. Ekstremitas

Atas : Akral hangat, Ikterik (-/-), Edema (-/-), Sianosis (-/-).

Bawah : Akral hangat, Ikterik (-/-), Edema (-/-), Sianosis (-/-).

6

Page 7: Case Fistula Enterokutan

Status Lokalis Abdomen : luka bekas operasi (+) pada regio

inguinalis dextra, luka bekas operasi terbuka Ø ± 6x3 cm, jahitan operasi terbuka terlihat

rembesan cairan berwarna kecokelatan pada luka bekas operasi dengan volume cairan +¼

gelas aqua kecil, berbau feses. Terlihat luka belum mengering serta nyeri.

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah :

27 Oktober 2014

Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan

Hemoglobin 9,7 g/dL 11,8 – 15

Eritrosit 3,3 jt/uL 3,8 jt – 5, 2 jt

Leukosit 11.900/uL 4500 – 13000 normal

Trombosit 483.000/uL 150.000 – 450.000

Hematokrit 29 % 35 – 47

MCV 87 mg/dL 80-100 normal

MCH 29,2 mg/dL 26-34 normal

MCHC 33,6 mg/dL 32-36 normal

Albumin 2,9 g/dL 3,2-4,5

V. Resume

7

Page 8: Case Fistula Enterokutan

Os perempuan berusia 14 tahun mengeluh adanya rembesan cairan yang keluar dari

luka bekas operasi apendektomi yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2014. Operasi

berjalan lancar tanpa adanya penyulit. Setelah operasi, os mengeluh nyeri pada luka

bekas operasi yang tidak berkurang hingga sekarang serta lemas. Nyeri tersebut muncul

hebat apabila os melakukan banyak gerakan pada ekstremitas bawah. Sedangkan, cairan

yang keluar sejak 23 Oktober 2014, pertama kali keluar dengan warna cokelat keruh

dengan volume cairan yang keluar + ¼ gelas aqua kecil serta berbau seperti feses. Cairan

keluar selama satu minggu secara terus menerus tetapi dengan volume yang semakin hari

semakin sedikit. Selain itu, os juga mengeluh belum BAB sejak 8 hari yang lalu. Os

mengaku sudah diberi obat supp sebanyak 2 kali namun os belum juga bisa BAB tetapi

os masih bisa flatus. Demam, mual, serta muntah tidak dirasakan oleh os.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan kedua konjungtiva anemis, serta bibir dan

wajah yang tampak pucat. Thorax dan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan

status lokalis, terlihat rembesan cairan berwarna kecokelatan pada luka bekas operasi

dengan volume cairan +¼ gelas aqua kecil, berbau feses. Terlihat luka bekas jahitan

operasi yang belum mengering serta nyeri.

Hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan

anemia, eritrosit meningkat, trombositosis, penurunan hematokrit serta albumin.

Diagnosis Kerja

Pada kasus ini diagnosis kerjanya adalah Enterokutaneus Fistula Post-Op

Appendektomi.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada kasus ini adalah :

- Abses Subkutis

Tatalaksana

- Cek Output fistel (tampung dengan colostomi bag)

- Nutrisi Parenteral (Peptamin 5 x 200 cc)

- Perawatan Luka

8

Page 9: Case Fistula Enterokutan

- Metronidazol 2 x 500

- Kaltrofen supp 2 x 1

- Ranitidin 2 x 1

- Fosmicyn 2 x 1 gr

VIII. Prognosis

Ad vitam : Ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

IX. Follow Up

30 Oktober 2014

S : Luka bekas operasi masih keluar nanah dan feses sedikit, berwarna cokelat. Nyeri

(+). BAB (-), Flatus (+), Mual (+), Muntah (-).

O :

TD 110/80 mmHg S 36,7˚C

N 72 x/menit RR 16 x/menit

Status generalis : CA +/+, bibir dan wajah tampak pucat.

Status lokalis : Belum terpasang colostomy bag. Tampak cairan bewarna kecokelatan, berbau feses dan pus (+), nyeri (+).

A : Fistula Enterokutan Post-op Appendektomi hari ke-10

9

Page 10: Case Fistula Enterokutan

P :

- Cek Output fistel (tampung dengan colostomi bag)

- Nutrisi Parenteral (Peptamin 5 x 200 cc)

- Perawatan Luka

- Metronidazol 2 x 500

- Kaltrofen supp 2 x 1

- Ranitidin 2 x 1

- Fosmicyn 2 x 1 gr

31 Oktober 2014

S : Os muntah sebanyak 1 kali, berisi cairan dengan volume ½ gelas aqua kecil,

berwarna bening. Os juga mengeluh lemas serta mual (+). BAB (-), Flatus (+). Luka

bekas operasi masih keluar nanah dan feses sedikit tetapi tidak sebanyak kemarin,

berwarna cokelat. Nyeri (+).

O :

TD 120/80 mmHg S 36,5˚C

N 80 x/menit RR 18 x/menit

Status Generalis : CA +/+, bibir dan wajah tampak pucat.

Status Lokalis : Belum terpasang colostomy bag. Tampak cairan bewarna kecokelatan, berbau feses dan pus (+) lebih sedikit, nyeri (+).

Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan

Hemoglobin 10,9 g/dL 11,8 – 15

Eritrosit 3,7 jt/uL 3,8 jt – 5, 2 jt

10

Page 11: Case Fistula Enterokutan

Leukosit 7800/uL 4500 – 13000 normal

Trombosit 473.000/uL 150.000 – 450.000

Hematokrit 33 % 35 – 47

MCV 89 mg/dL 80-100 normal

MCH 29,6 mg/dL 26-34 normal

MCHC 33,4 mg/dL 32-36 normal

RDW 11,6% < 14 normal

A : Fistula Enterokutan Post-op Appendektomi hari ke-11

P :

- Cek Output fistel (tampung dengan colostomi bag)

- PRC 1 kolf

- Nutrisi Parenteral (Peptamin 5 x 200 cc)

- Perawatan Luka

- Metronidazol 2 x 500

- Kaltrofen supp 2 x 1

- Ranitidin 2 x 1

- Fosmicyn 2 x 1 gr

01 November 2014

S : Luka bekas operasi sudah tidak keluar nanah. Nyeri (+). BAB (-), Flatus (+), Mual

(-), Muntah (-).

O :

11

Page 12: Case Fistula Enterokutan

TD 110/70mmHg S 37˚C

N 96 x/menit RR 20 x/menit

Status generalis : dbn.

Status lokalis : Belum terpasang colostomy bag. Tidak tampak cairan maupun pus. Luka masih basah.

A : Fistula Enterokutan Post-op Appendektomi hari ke-12

P :

- Cek Output fistel (tampung dengan colostomi bag)

- Cek Darah Lengkap

- Dulcolax Supp

- Nutrisi Parenteral (Peptamin 5 x 200 cc)

- Perawatan Luka

- Metronidazol 2 x 500

- Kaltrofen supp 2 x 1

- Ranitidin 2 x 1

- Fosmicyn 2 x 1 gr

12

Page 13: Case Fistula Enterokutan

BAB II

ANALISA KASUS

Seorang perempuan, 14 tahun dirawat di Bangsal RSUD Budhi Asih dengan

diagnosis Enterokutaneus Fistula Post-Op Appendektomi. Berdasarkan keluhan os

adanya rembesan cairan yang keluar dari luka bekas operasi apendektomi yang dilakukan

pada tanggal 20 Oktober 2014. Operasi berjalan lancar tanpa adanya penyulit. Setelah

operasi, os mengeluh nyeri pada luka bekas operasi yang tidak berkurang hingga

sekarang serta lemas. Nyeri tersebut muncul hebat apabila os melakukan banyak gerakan

pada ekstremitas bawah. Sedangkan, cairan yang keluar sejak 23 Oktober 2014, pertama

kali keluar dengan warna cokelat keruh dengan volume cairan yang keluar + ¼ gelas

aqua kecil serta berbau seperti feses. Cairan keluar selama satu minggu secara terus

menerus tetapi dengan volume yang semakin hari semakin sedikit. Selain itu, os juga

mengeluh belum BAB sejak 8 hari yang lalu. Os mengaku sudah diberi obat supp

sebanyak 2 kali namun os belum juga bisa BAB tetapi os masih bisa flatus. Demam,

mual, serta muntah tidak dirasakan oleh os. Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan

kedua konjungtiva anemis, serta bibir dan wajah yang tampak pucat. Thorax dan

abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis, terlihat rembesan cairan

berwarna kecokelatan pada luka bekas operasi dengan volume cairan +¼ gelas aqua

kecil, berbau feses. Terlihat luka bekas jahitan operasi yang belum mengering serta nyeri.

Hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan

anemia, eritrosit menurun, trombositosis, penurunan hematokrit serta albumin. Os

didiagnosa dengan Enterokutaneus Fistula dikarenakan keluhan os adanya cairan keluar

dari luka bekas operasi berwarna kecokelatan, berbau feses, sudah cukup menunjukkan

adanya suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara kulit dengan saluran

gastrointestinal. Hal ini dikarenakan material yang keluar dari luka tersebut adalah

material usus.

13

Page 14: Case Fistula Enterokutan

Berikut merupakan daftar masalah yang dimiliki oleh os :

1. Nyeri luka bekas operasi

Nyeri yang dirasakan os pada luka bekas operasi merupakan nyeri akut yang dicetuskan

oleh reaksi infalamasi dari kerusakan jaringan pada daerah sekitar operasi. Kerusakan

jaringan tersebut megstimulasi pelepasan zat-zat kimia berupa prostaglandin, histamin,

bradikinin, subs P, serta leukotrien. Seluruh zat kimia yang dihasilkan tersebut akan

merangsang nosiseptor sebagai ujung saraf bebas yang berada pada kulit maupun organ

visceral untuk mengubah rangsangan menjadi impuls listrik yang akan dihantarkan ke

SSP.

2. BAB (-)

Os yang di puasakan yang bertujuan untuk mengurangi output dari fistula yang dialami

pasien mempengaruhi pembentukan feses yang dibentuk oleh usus sehingga os akan

mengeluh belum BAB.

3. Anemia

Os yang diharuskan untuk puasa menyebabkan keadaan kurang intake yang dialami oleh

os sedangkan proses penyembuhan jaringan pada luka bekas operasi membutuhkan

oksigen untuk proses perbaikan. Selain itu, rasa nyeri yang dihantarkan ke SSP

mengstimulasi refleks suprasegmental dan saraf simpatis sehingga terjadi peningkatan

konsumsi oksigen. Terjadilah ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pemasukan

sehingga os jatuh dalam keadaan anemia. Keadaan ini terlihat dari hasil pemeriksaan fisik

berupa kedua konjungtiva anemis disertai dengan wajah dan bibir yang tampak pucat

serta hasil pemeriksaan penunjang berupa Hb dan jumlah eritrosit menuun. Sedangkan,

nurunan hematokrit berbanding lurus dengan penurunan Hb.

4. Trombositosis

Peningkatan jumlah trombosit tidak selalu menunjukkan adanya peningkatan produksi

sumsung tulang tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari proses inflamasi yang terjadi

di dalam tubuh seperti pada pasien.

14

Page 15: Case Fistula Enterokutan

5. Hipoalbuminemia

Penurunan kadar albumin dapat disebabkan oleh keadaan kurangnya absorbsi nutrisi.

Os sedang dalam terapi diet dimana usus disengaja tidak diberikan beban yang besar

dalam proses absorbsi sehinga dapat mengurangi jumlah cairan yang keluar dari

fistula tersebut hingga terperbaiki. Namun, perlu diingat bahwa mempertahankan

kadar albumin tetap stabil baik untuk proses penyembuhan pada os.

15

Page 16: Case Fistula Enterokutan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh. Fistula enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara organ gastrointestinal dan kulit.1,2,3

Gambar 1. Fistula Enterokutan

II. Epidemiologi

Enterocutaneous fistula (ECFs) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan. Lebih dari 75-80% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi, sementara sekitar 20-25% dari mereka hasil dari trauma abdomen atau terjadi secara spontan dalam kaitannya dengan kanker, iradiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik atau infeksi. 4

16

Page 17: Case Fistula Enterokutan

III. Etiologi dan Klasifikasi

Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi, fisiologi

dan etiologi, yaitu sebagai berikut: 5,6

1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula

internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan antara dua

viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang menghubungkan antara

viscera dengan kulit.

2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-

output, moderate-output dan low-output.

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal ke dunia

luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan protein sehingga

dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan

dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien. Fistula dengan high-output apabila

pengeluaran cairan intestinal sebanyak > 500ml per hari, moderate-output sebanyak 200-

500 ml per hari dan low-output sebanyak < 200 ml per hari.

3. Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula

yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi post-operasi.

Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh fistula

enterokutaneous. Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama pada kanker

dan penyakit radang pada usus. Selain itu dapat juga disebabkan oleh radiasi,

penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskemi pada usus.

Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi post-

operasi (sebesar 95%) dan ileum merupakan organ paling sering terbentuknya fisula

enterokutan. Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous akibat post-operasi

dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor teknik. Faktor pasien yaitu malnutrisi,

infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia. Sedangkan faktor teknik yaitu pada

tindakan-tindakan preoperasi maupun intraoperatif. Sebelum dilakukan operasi, harus

dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena kehilangan 10-15% berat

17

Page 18: Case Fistula Enterokutan

badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya kadar transferin dan total

limfosit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula enterokutaneous. Selain itu,

fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi pada daerah

operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan membuat

anastomosis dari usus yang tidak sehat. Untuk mengurangi resiko timbulnya fistula,

keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran oksigen menjadi lebih

optimal. Selain itu pada saat operasi harus diberikan antibiotik profilaksis untuk

mencegah timbulnya infeksi dan abses yang dapat menimbulkan fistula.

IV. Manifestasi Klinis

Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis, prolonged

ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka. Diagnosis menjadi jelas

bila didapatkan drainase material usus pada luka di abdomen. 8

Gambar 2. Manifestasi klinis Fistula Enterokutan

V. Pemeriksaan Penunjang 5,8

18

Page 19: Case Fistula Enterokutan

Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut:

a. Test methylen blue

Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula enterokutaneous

dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk mengetahui fungsi

anatomi dan jarang digunakan pada praktek.

b. USG

USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan penimbunan

cairan pada saluran fistula.

c. Fistulogram

Tehnik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras disuntikkan melalui

pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan menggunakan tehnik

pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber fistula, jalur fistula, ada-

tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di bagian distal, keadaan usus yang

berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi) dan ada-tidaknya abses yang

berhubungan dengan fistula.

d. Barium enema

Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus

halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti

penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma.

e. CT scan

VI. Penatalaksanaan

19

Page 20: Case Fistula Enterokutan

Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu

stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.

1. Stabilization

Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,

nutritional support, control of fistula drainage

a. Identification

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan fistula

enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien menunjukkan tanda-tanda

demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka. Luka akan terbuka

dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat

mengalami malnutrisi yang disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi

dalam waktu lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang

rendah. 4

b. Resuscitation

Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi. Pada tahap ini,

pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi. Transfusi sel

darah merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dan pemberian

infuse albumin dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.

c. Control of sepsis

Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan

pemberian obat antibiotik. 4

d. Nutritional support

Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous merupakan

komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization. Fistula enterokutaneous

dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake nutrisi kurang,

hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus kaya protein yang

20

Page 21: Case Fistula Enterokutan

keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula enterokutaneous membutuhkan kalori

total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1,

protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi ini dilakukan melalui

parenteral. Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti vitamin C, vitamin

B12, zinc, asam folat. 4

e. Control of fistula drainage

Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase fistula

yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction catheter. Selain itu,

untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat cairan fistula, dapat diberikan

karaya powder, stomahesive atau glyserin. Beberapa penulis melaporkan

keberhasilan menggunakan Vacuum Assisted Closure (VAC) system untuk

penatalaksanaan fistula enterokutaneous. Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan

H2 Antagonis) dapat juga diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung,

sekresi kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris. 2,4

2. Investigation

Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula. Ada

beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu: 2,4

a. Test methylen blue

b. USG

c. Fistulogram

d. Barium enema

e. CT scan

3. Decision

Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu

pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis. Penutupan

spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus. Fistula yang terdapat pada lambung,

ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan yang rendah untuk menutup

secara spontan. Hal ini berlaku juga pada fistula dengan keadaan terdapat abses besar,

21

Page 22: Case Fistula Enterokutan

traktus fistula yang pendek, striktur usus, diskontinuitas usus, dan obstruksi distal.

Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak menutup (output tidak berkurang)

setelah 4 minggu, maka dapat direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada

rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk

menjaga keseimbangan nutrisi dengan memberikan nutrisi secara adekuat,

kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan

digunakan. 4

4. Definitive therapy

Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula

enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang tepat.

Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas dari

sepsis.

Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru. Insisi secara

transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan. Tujuan tindakan

operasi selanjutnya adalah membebaskan usus sampai rektum dari ligamentum Treiz.

Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk menemukan seluruh abses dan

sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan dalam melakukan anastomosis.

Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada segmen

tersebut merupakan tindakan yang tepat. Pada kasus-kasus yang berat, dapat

digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal patches.

Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang optimal. Berbagai

kreasi seperti two-layer, interrupted, end-to-end anastomosis menggunakan segmen

usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan anastomosis yang aman. 2,4

5. Healing

Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi harus

terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan penutupan

dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi) ini

membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan protein yang adekuat

untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan luka. 4

22

Page 23: Case Fistula Enterokutan

VII. Komplikasi

Edmund et al mengidentifikasi trias klasik untuk komplikasi yang dapat

ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis, malnutrisi, serta berkurangnya

elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses local, infeksi jaringan,

peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat meningkatkan

pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta elektrolit sehingga

dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh.

Pemberian nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan, karena TPN dapat meningkatkan

penutupan fistula secara spontan. Pada pasien yang membutuhkan penutupan fistula

dengan operasi, TPN dapat meningkatkan status nutrisi sehingga dapat mempertahankan

kontinuitas usus dengan cara meningkatkan proses penyembuhan luka dan meningkatkan

system imun. 4

VIII. Prognosis

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%, lebih

banyak disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat menutup

secara spontan. Faktor-faktor yang dapat menghambat penutupan spontan fistula yaitu

FRIEND (Foreign body didalam traktus fistula, Radiasi enteritis, Infeksi/inflamasi pada

sumber fistula, Epithelisasi pada traktus fistula, Neoplasma pada sumber fistula, Distal

obstruction pada usus). Tindakan pembedahan dapat menyebabkan lebih dari 50%

morbiditas pada pasien dan 10% dapat kambuh kembali. 6

23

Page 24: Case Fistula Enterokutan

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. h. 840.

2. Kozell K and Martin L., 1999. Managing the Challenges of Enterocutaneous

Fistula. Available from www.cawc.net/open/wcc/1-1/Kozell.pdf p. 10-14

3. Amato J., 2005. Enterocutaneous Fistula. Available from

http://74.125.153.132/search? q=cache

:7TAvijyGRV0J:www.mssurg.net/Team5Conferences/2005-6/Enterocutaneou

s % 2520 Fistula%2520-%25203.pdf+ enterocutaneous+fistula+john+

amato&cd=1&hl= id&ct= clnk&gl =id&client=firefox-a. p. 95-98

4. Evenson A. R et al., 2006. Current Management of Enterocutaneous Fistula.

Available from http://www.ptolemy.ca /members/archives/

2006/Fistula/evenson2006.pdf. (Download : 8 Juni 2009) p. 455-463

5. Thompsom M.J and Epanomeritakis E., 2008. An Accountable Fistula

Management Treatment Plan. Available from : http://www.eakin.co.uk/

Uploads/ Docs/An_ Accountable

_Fistula_Management_Treatment_Plan_BJN.pdf. (Download : 16 Juni 2009)

p. 434-439

6. Edward E.W et al. Small Intestine. In : Charles F., Bronicardi et al. Swartz-

Principle of Surgery. McGraw-Hill. p. 1037-1038

7. Stein D. E. 2008. Intestinal Fistulas. Available from

http://emedicine.medscape. com/article/179444-diagnosis

24