fistula perianal pandu presus

25
PRESENTASI KASUS Fistula Peri Anal dengan Abses Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bedah RSUD Saras Husada Purworejo Disusun Oleh : R Muhammad Pandu Kharisma 20090310021 Pembimbing : dr. Amal Sembiring Sp.B

Upload: pandu-kharisma-raden-muhammad

Post on 23-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

fistula periaanal

TRANSCRIPT

Page 1: Fistula Perianal Pandu Presus

PRESENTASI KASUS

Fistula Peri Anal dengan Abses

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikBedah RSUD Saras Husada Purworejo

Disusun Oleh :R Muhammad Pandu Kharisma

20090310021

Pembimbing :dr. Amal Sembiring Sp.B

SMF BEDAHRSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

Page 2: Fistula Perianal Pandu Presus

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Fistula Peri Anal dengan Abses

Telah disetujui pada tanggal Desember 2013

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

dr. Amal Sembiring. Sp.B

Page 3: Fistula Perianal Pandu Presus

BAB I

PRESENTASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Grabag, RT 01/01 Purworejo

Agama : Islam

Masuk RSUD : 28-10-2013

Keluar RSUD : 31-10-2013

ANAMNESIS

• Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan terdapat luka pada anus bagian luar di sisi kanan.

• Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Bedah dengan keluhan terdapat luka pada

bagian luar anus sisi kanan. Terasa nyeri ketika buang air besar. Gejala awal

pasien mengeluhkan adanya benjolan merah pada anus, karena sudah lama

dan sekarang menjadi luka maka pasien memutuskan untuk memeriksakan

diri ke dokter.

• Riwayat Penyakit Dahulu

– Pasien tidak pernah menderita keluhan yang sama dengan sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga

– Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit serupa.

Page 4: Fistula Perianal Pandu Presus

PEMERIKSAAN FISIK

• KU : sedang, CM

• Vital Sign :

T : 120/80 mmHg S : 36,5 ºC

N : 84 x/menit R : 18 x/menit

• Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

• Kepala : mesochepal, tidak ada bekas luka

• Telinga/Hidung : discharge (-).

• Leher : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak teraba

• Thorax : Bentuk dinding thorak simetris, ketinggalan gerak (-)

• Jantung:

Inspeksi : Iktus kordis tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5, dari linea midclavicula

kiri

Perkusi : Suara redup

Batas jantung

Kiri atas : SIC II Linea parasternalis kiri

Kanan atas : SIC II Linea parasternalis kanan

Kiri bawah : SIC V 2 cm caudo lateral dari linea

midclavicula

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan

Auskultasi : Irama jantung teratur, bising (-)

• Paru-paru:

Inspeksi : Simetris kanan kiri

Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri (normal)

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler (+), Wheezing (-)

Page 5: Fistula Perianal Pandu Presus

• Abdomen

Inspeksi : Datar, DS (-), DC (-)

Palpasi : Supel, DM (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : Thympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

• Status Lokalis

- Regio Anal.

Inspeksi: Terdapat luka dengan panjang ± 2,5cm dengan tepi

irreguler dan hiperemis. Terdapat sedikit darah pada luka. Tidak

terdapat pus pada bagian luka luar.

Palpasi : Nyeri tekan (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin Otomatik

• Hb : 13,4 g%

• AL : 20.550 / mm3

• RBC : 4.640 / mm3

• HCT : 42,6 %

• PLT : 384.000

• GDS : 125 gr/dl

• Ureum : 24 gr/dl

• Kreatinin : 1.31 gr/dl

• HBsAg : negative

• EKG : Normal

Page 6: Fistula Perianal Pandu Presus

RADIOLOGI

Rontgen Thorax : Normal

DIAGNOSA KLINIS

Fistula Peri Anal dengan Abses

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Diet Bebas TKTP

IVFD RL 20 tpm

Inj. Cefotaxime 2x1 gr

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ranitidine 2x1 A

Operatif

Fistulektomy debridement (29/10/13)

Page 7: Fistula Perianal Pandu Presus

BAB II

PEMBAHASAN

FISTULA PERIANAL DENGAN ABSES

A. Definisi

Fistula anal adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan

epidermis dari kulit perianal. Hampir semua fistula perianal disebabkan oleh

perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistula memiliki

muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit

perianal ( de jong )

B. Anatomi

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi

ectoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus

dan rectum ini, perdarahan, persyarafan, penyaliran vena dan limfanya berbeda

juga, demikian epitel yang menutupinya. Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler

usus sedangkan kanalis analis andoderm yang merupakan kelanjutan epitel

berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas

rectum dan kanalis analis ditandai dengan adanya perubahan jenis epitel. Kanalis

analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka

terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum dipersafari oleh otonom

yang tidak peka terhadap nyeri.

Darah vena diatas garis anorektrum mengalir melalui sistem vena porta,

sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang vena

iliaca. Distribusi ini penting dalam uoaya memahami cara penyebaran keganasan

dan infeksi serta terbentuknya hemorrhoid. Sistem limfe dari rectum mengalirkan

isinya melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemorroidalis superior ke

arah kea rah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka interna.,

Page 8: Fistula Perianal Pandu Presus

sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar

inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. sumbunya mengarah

ke ventrokranial yaitu kea rah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke

dorsal dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini

menjadi lebih besar. Batas atas kanalis analis disebut garis anorektum, garis

mukokutan, linea pektinata, atau linea dentate. Di daerah ini terdapat kripta anus

dam muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi disini dapat

menimbulkan abses anorektum yang dapat memebentuk fistula. Lekukan antara

sfingter sirkuler dapat diraba dalam kanalis analais sewaktu melakukan colok

dubur, dan menunjukan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis

Hilton).

Cincin sfingter anus malingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter

intern dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi

sfingter intern , otot longitudinal, bagian tengah otot levator (puborektalis) dan

komponen sfingter eksternus. Otot sfingter eksternus terdiri dari serabut otot polos,

sedangkan otot sfingter eksternus terdiri atas otot lurik. De jong

C. Epidemiologi

Fistula perianal sering terjadi pada laki-laki berumur 20-40 tahun,

berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah

abses (tetapi tidak semua abses terjadi fistula. Sekitar 40% pasien dengan abses

akan terbentuk fistula (1) Angka prevalensi penyakit ini adalah 8,6 kasus tiap

100.000 populasi. Prevalensi pada pria adalah 12,3 kasus tiap 100.000 populasi.

Pada wanita berkisar 5,6 kasus tiap 100.000 populasi. Rasio antara pria dan wanita

adalah 1,8 : 1. Umur rata-rata dari penderita fistula ani adalah 38 tahun.(2)

D. Etiologi

Kejadian fistula perianal pada banyak kasus disebabkan oleh perforasi

dan atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai

muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum kulit

Page 9: Fistula Perianal Pandu Presus

perianal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi

fistula perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak diketahui.

Timbulnya fistula perianal dapat didahului dari penyakit-penyakit tertentu

misalnya, infeksi kelenjar kriptoglandular, colitis, diverticulitis, crohn disease,

keganasan, radiasi, morbus TBC, amubiasis, actynomicosis, dan chlamidya. ( DE

JONG)

E. Patofisiologi

Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglanduler yang mengalir menuju

kripta pada linea dentata. Bila kelenjar kriptoglanduler mengalami infeksi dan

saluranya tersumbat maka akan meyebabkan abses anorektal. Lokasinya dapat

berada di perianal, ischiorectal space, intersphingteric space, dan pelvirectal space.

Bila keadaan ini terus berlanjut maka akan berlanjut menjadi fistula

dimana abses akan berusaha mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah

drainase, kadang jaringan granulasi berlapis dapat tertinggal dan menyebabkan

gejala berulang.

Pada fistula anal terdapat teori Goodsall Rule. Teori ini menyebutkan

bahwa fistula ani terdiri dari lubang eksterna dan interna. Dengan melihat adanya

lubang eksterna dapat diperkirakan dimana letak lubang internanya dan saluranya.

Secara umum bila lubang eksterna berada di sebelah anterior dari anal transverse

line maka saluranya berjalan radier membentuk garis lurus. Sebaliknya jika lubang

eksterna berada pada sebelah posterior dar anal transverse line maka saluran akan

melengkung menuju posterior midline (Zinner, MJ., Ashley, S.W. 2006. Maingot’s

abdominal operation 11th Ed. USA: Mc Graw Hill)

F. Klasifikasi

Fistula perianal diklasifikasikan berdasarkan hubunganya dengan kompleks

anal sphingter, sebagai berikut :

1. Fistula intersphingteric : adalah kondisi dimana jalur fistula melewati

sphingter interna, intersphingteric space dan turun ke kulit. Terjadi

Page 10: Fistula Perianal Pandu Presus

pada 70% kasus yang diakibatkan oleh abses perianal. Pintu keluar

eksternal biasanya pada kulit perianal yang dekat pinggiran anal.

(tambahin gambar)

2. Fistula transsphingteric : adalah kondisi dimana jalur melewati

sphingter interna dan eksterna, melalui fossa ischorectal, sampai ke

kulit. Terjadi pada 20% kasus, biasanya berasal dari abses ischiorectal

dan memperngaruhi fungsi sphingter. (tambah gambar)

3. Fistula suprasphingteric : adalah kondisi yang terjadi pada 5% kasus,

dimana jalur berasal dari atas muskulus puborectalis lalu turun ke

bawah melalui fossa ischiorectal dan kulit. (gambar)

4. Fistula extrasphingteric : adalah kondisi yang terjadi pada 2% kasus

diamana lubang interna berada di atas muskulus levator ani lalu turun

ke ischiorectal space. Biasanya akibat trauma, chorn disease, PID, dan

abses supralevator.(gambar) ( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal

Surgery 5th edition. Lippincott Williams & Wilkins) ( Zagrodnik,

Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember 2013 dari

http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall. )

G. Diagnosis

Diagnosis fistula perianal dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis

Dari anamnesis biasanya dijumpai riwayat kekambuhan abses perianal

dengan selang waktu diantaranya, disetrai pengeluaranb nanah sedikit-sedikit.

Pada colok dubur umumnya fistel dapat teraba antara telunjuk di anus (bukan

rektum) dan ibu jari di kulit perinium sebagai tali setebal 3mm ( colok dubur

bidigital). Jika fistel agak lurus fistel dapat disonde sampai sonde keluar di

kripta asalnya.

Fistula perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistula kronik

yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma

planoselular kulit. Tanda dan gejala yang dapat timbul sebagai berikut, nyeri

Page 11: Fistula Perianal Pandu Presus

saat bergerak, defekasi dan batuk. Selain itu dapat ditemukan ulkus, keluar

cairan purulen, dan terdapatnya benjolan. Gejala lain diantaranta pruritus ani,

kemerahan dan iritasi kulit diu sektar anus. Gejala sistemik yang mungkin

timbul adalah demam dan malaise. Fistula kompleks dapat terjadi akibat

radang usus, divertikulitis, terapi radiasi pada prostat, tuberkulosis. Terapi

steroid, infeksi HIV.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/ rectal

toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba

adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula tampak

sebagai bisul ( abses bila belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang

dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan

sebagai daerah indurasi/nodul di dinding anus setinggi garis dentate. Terlepas

dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir hanya satu internal opening.

3. Pemeriksaan laboratorium

Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan, studi pra operasi

normal yang dilakukan berdasarkan usia dan komordibitas.

4. Pemeriksaan pencitraan

Fistulografi : injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan

anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur

fistula. (gambar cari)

Ultrasound endoanal/endorektal : menggunakan transduser 7 atau 10

MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus

intersphingter dan lesi transfingter. Transduser water-filled ballon

membantu evaluasi dinding rectal dari ebebrapa ekstensi suprasfingter.

MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks untuk

memperbaiki rekurensi.

Page 12: Fistula Perianal Pandu Presus

CT-Scan : CT-scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit

crohn atau irritable bowel syndrom yang memerlukan evaluasi perluasan

daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral

dan rektal.

Barium enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit

inflamasi usus.

Anal manometri : evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna

pada pasien tertentu seperti pasien dengan fistula karena trauma persalinan,

atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai sfingter ani.

5. Pemeriksaan sebelum tindakan operasi

Pemeriksaan di ruang operasi ini berguna untuk mengidentifikasi jalur

fistula. Peemriksaan yang dapat dilakukan meliputi :

- Memasukan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan

lubang internal, atau sebaliknya.

- Menginjeksi cairan warna seperti methylen blue, susu, atau

hidrogen peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di line

dentata.

- Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.

- Memeperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada

traktus. Hal ini dapat berguna pada fistula sederhana namun

kurang berhasil pada varian yang kompleks.

( Zagrodnik, Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember

2013 dari http://emedicine.medscape.com/article/190234-

overview#showall. ) ( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal Surgery 5th

edition. Lippincott Williams & Wilkins)

Page 13: Fistula Perianal Pandu Presus

H. Diagnosis Banding

1. Hidradenitis supurativa

Hidradenitis supurativa adalah radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya

memebentul fistel multiple subkutan yang kadang ditemukan pada perinieum dan

perianal. Penyakit ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke

struktur yang lebih dalam.

2. Sinus Pilonidalis

Sinus pilonidalis adalah sinus yang hanya terdapat di lipatan sakro-koksigeal

dan berasal dari sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang

sacrum.

3. Fistel Proktitis

Fistel proktitis adalah fistel yang dapat terjadi dari morbus crohn disease, TBC,

amubiasis, infeksi jamur, dan diverticulitis. Kadang fistel koloperineal desebabkan

oleh benda asing atau trauma (dejong)

I. Penatalaksanaan

Terapi konservatif :

Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik, dan profilaksis

antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.

Terapi pembedahan :

1. Fistulotomi : fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,

dibiarkan terbuka sehingga menyembuh per sekundam intentionem.

Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi. Luka biasanya akan

sembuh dalam waktu agak singkat (gambar)

2. Fistulektomi : jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhanya untuk

menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah

membiarkanya terbuka.

3. Seton : benang atau karet diikatkan melalui saluran fistula. Seton digunakan

untuk identifikasi jalur, sebagai drainase, dan merangsang terjadinya

Page 14: Fistula Perianal Pandu Presus

fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sfingter. Terdapat dua macam

seton yaitu cutting seton dan loose seton. Cutting seton dibuat dari karet

yang diletakan pada fistula untuk merangsang fibrosis, dimana bedang seton

ditarik secara gradual untuk memotong otot sphingter secara bertahap.

Loose seton dimana benang seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi

dan benang anak ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri dalam beberapa

bulan.

4. Advancement flap : menutup lubang dengan dinding usus, tetapi

keberhasilanya tidak terlalu besar.

5. Fibrin glue : menyuntikan perekat khusus (Anal Fistula Plug/ AFP) ke

dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh

tubuh. Penggunaan fibrin glue memang terlihat lebih sederhana, tidak sakit,

dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, yaitu hanya

16%.

( Zagrodnik, Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember 2013

dari http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall. ) (de

jong ) ( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal Surgery 5th edition. Lippincott

Williams & Wilkins)

Pada fistula perianal terapi juga didasarkan jenis fistulanya sendiri :

1. Fistula simple intersfingteric sering diterapi dengan fistulotomy, kuretase,

dan penyembuhan sekunder.

2. Fistula transsfingteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sfingter yang

terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sfingter yang terkena dapat

dilakukan sfingterotomy tanpa menimbulkan inkontinensia yang berarti.

Bila fistulanya high transsfingteric dapat dilakukan dengan peasangan

seton.

3. Fistula suprasfingteric diterapi dengan pemasangan seton pada umumnya.

4. Fistula extrasfingteric terapi tergantung dari anatomi fistula, biasanya bila

fistula diluar sfingter dibuka dan di drainase.

Page 15: Fistula Perianal Pandu Presus

Terapi pasca operasi :

Pada operasi fistula simpel, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah

operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap

beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun

cairan dari luka operasi untuk beberapa hari , terutama sewaktu buang air besar.

Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath ( merendam daerah pantat

dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat-obatan

yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik, dan laksatif.

( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal Surgery 5th edition. Lippincott

Williams & Wilkins)

J. Komplikasi

Komplikasi pasca operasi dapat berupa retensi urine, pendarahan, impaksi

tinja, dan thrombosed wasir. Sedangkan komplikasi jangka panjang yang mungkin

timbul adalah kekambuhan, inkontinensia, dan stenosis anal akibat dari fibrosis

pada lubang anus dalam proses penyembuhan.

K. Prognosis

Fistula dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,

cabang fistula tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan

granulasi menempel permukaan. Setelah fistulotomy standar, tingkat kekambuhan

yang dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia tinja adalah 3-

7%. Setelah menggunakan seton, tingkat kekambuhan adalah 0-17% dan tingkat

kejadian inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap mukosa kemajuan tingkat

kekambuhan adalah 1-17% dan tingkat inkontinensia feses adalah 6-8%.

( Zagrodnik, Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember 2013 dari

http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall. ) (de jong )

Page 16: Fistula Perianal Pandu Presus

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang ke Poliklinik Bedah dengan keluhan terdapat luka pada bagian luar

anus sisi kanan. Terasa nyeri ketika buang air besar. Gejala awal pasien mengeluhkan

adanya benjolan merah pada anus, karena sudah lama dan sekarang menjadi luka maka

pasien memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter.

Prosedur penegakan diagnosis selanjutnya dilakukan di ruang operasi. Pasien

yang telah diberikan regional anastesi diposisikan lithotomy. Setelah melakukan

tindakan septic dan aseptic dilakukan pengamatan pada daerah operasi. Didapatkan

lubang (fistul) dan pus yang mengalir. Tindakan selanjutnya adalah dengan melakukan

fistulotomi dan disaat yang bersamaan keluar cairan pus 3cc. Lubang yang telah dibuka

dan dilebarkan lalu dibersihkan dengan melakukan debridement. Membersihkan lubang

fistul dengan cairan NaCL dan betadine dilakukanj berulang hingga bersih. Setelah

bersih dilakukan pemasangan tampon kassa yang telah dilumri betadine. Setelah semua

proses selesai maka operasi dinyatakan selesai.

Pada hari pertama setelah operasi pasien diberikan terapi medikamentosa berupa

cefotaxime, ketorolac dan ranitidine. Medikasi luka juga dilakukan setiap pagi dengan

mengganti tampon betadine. Dihari kedua pasien diijinkan pulang dan dianjurkan untuk

control ke poli bedah pasca 5 hari dari hari pertama operasi.

Page 17: Fistula Perianal Pandu Presus

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta : EGC, 2010.

2. Zagrodnik, Dennis F. Fistula in ano. 2009. Diakses tanggal 4 desember 2013 dari

http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall.

3. Corman, M.L . Colon and Rectal Surgery 5th edition. Lippincott Williams &

Wilkins, 2005.

4. Zinner, MJ., Ashley, S.W. Maingot’s abdominal operation 11th Ed. USA: Mc

Graw Hill, 2006.