faktor predisposisi
Post on 14-Feb-2015
62 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Faktor Predisposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-penyakit
tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes melitus
3. Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma yang hampir
bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya tersebut, hal itu juga terjadi
karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu oleh penyakit.
D. Klasifikasi
Pioderma terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Pioderma Primer
Pioderma yang terjadi pada kulit yang normal.
2. Pioderma Sekunder
Pioderma yang terjadi pada kulit yang sebelumnya telah ada penyakit kulit. Gambaran
klinisnya menjadi tidak khas dan kadang ditemukan lebih dari satu organism pada
pemeriksaan. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder maka disebut impetigenisata.
Tanda impetigenisata adalah munculnya pustule, pus, bula purulen, krusta berwarna kuning
kehijauan, pembesaran KGB regional, leukositosis, dan dapat pula disertai demam.
E. Pengobatan Umum
1. Sistemik
Contoh obat untuk pengobatan pioderma
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai lagi karena
dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan syok anafilaktik
- Ampisillin, dosis 4x500 mg, ante cunam
- Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan absorbsinya lebih
cepat sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi.
- Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah oksasillin, kloksasillin,
dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3x250 mg/hari ante-cunam. Kelebihan obat ini adalah
juga berkashiat pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin, 3x500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak karenanya dosisnya
lebih kecil yaitu 4x150 mg/hari/os, pada infeksi berat dosisnya 4x300-450 mg/hari.
Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan digantikan oleh Klindamisin karena potensial
antibakterinya lebih besar dan efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh
adanya makanan dalam lambung.
c. Eritromisi
d. n
Dosis 4x500 mg/hari/os. Efektivitasnya kurang dibandingkan Linkomisin/klindamisin dan
obat golongan penisilin resisten-penisillinase. Cepat menyebabkan resistensi dan kadang
terjadi tak enak di lambung.
e. Sefalosporin
Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan hasil maka dipakailah
Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman gram positif yaitu generasi I
juga generasi IV. Contohnya adalah sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2x500
mg atau 2x1000 mg/hari
2. Topikal
Bermacam obat topical dapat digunakan untuk pioderma, contohnya basitrasin, neomisin,
mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative, Neomisin dituliskan sering
mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu
efektif namun sering dipakai karenanya harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk
salep atau krim.
Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan permanganas kalikus
1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10kali.
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis) atau infeksi piogenik
superfisialis yang mudah menular yang terdapat di permukaan kulit dan disebabkan oleh
Staphylococcus dan/atau Streptococcus3. Nama impetigo berasal dari bahasa latin yaitu
impetere (menyerang).
Berdasarkan fakta tahun 2005 bahwa S.aureus umumnya patogen terbanyak antara
kedua impetigo bulosa dan nonbulosa pada United States dan Eropa, meskipun S.pyogenes
umumnya terdapat di beberapa negara. Pada umumnya infeksi berawal sebagai infeksi
streptokokal, tetapi setelah itu stafilokokus selalu menggantikan streptokokus.
Walaupun impetigo dapat merupakan pioderma primer, tapi dapat juga timbul sebagai
infeksi sekunder yang mengikuti penyakit kulit atau trauma kulit yang telah ada (secondary
infection) dan itu dikenal sebagai dermatitis impetigenisata. Penyakit kulit yang biasa
menyertai adalah pedikulosis, skabies, infeksi jamur, dan pada insect bites.
Pioderma memiliki banyak bentuk, diantaranya impetigo, folikulitis, furunkel,
eritrasma, erisipelas, selulitis, abses dll. Namun dalam kepustakaan ini hanya akan dibahas
tentang impetigo, karena impetigo merupakan bentuk pioderma yang paling sering dijumpai
disamping folikulitis. Khususnya yang akan lebih dibahas mendalam adalah impetigo non-
bulosa (impetigo krustosa).
Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontagiosa, impetigo
vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo krustosa merupakan bentuk
pioderma yang paling sederhana. Menyerang epidermis, dimana gambaran yang
dominan ialah krusta yang khas, berwarna kuning kecoklatan seperti madu yang
berlapis-lapis. Impetigo krustosa terkadang terdapat berbagai ukuran (inch)
diameter, tapi biasanya kecil dan dalam beberapa kasus hanya beberapa bagian
tubuh yang terkena (wajah, telinga, leher, dan kadang tangan). Impetigo krustosa
biasanya tanpa gelembung cairan dengan krusta/keropeng/koreng.
top related