ewirausahaan - jdih.kkp.go.idjdih.kkp.go.id/peraturan/surat-permintaan-konfirmasi-nspk-dan... ·...
Post on 12-Mar-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
KEMENTERIAN PERENCANAANPEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS
NORMA, STANDAR, PROSEDUR, KRITERIA
PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ 2
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4
2. TUJUAN ........................................................................................................................................................... 9
TUJUAN DAN SASARAN ................................................................................................................................ 9
3. DASAR HUKUM DAN RUANG LINGKUP NSPK PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ...................... 10
3.1 DASAR HUKUM .................................................................................................................................... 10
3.2 RUANG LINGKUP ................................................................................................................................. 15
4. EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN ................................................................................................................ 17
4.1 KONSEP EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN ........................................................................................ 17
4.2 PILAR EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA ................................................................... 20
4.3 PERILAKU WIRAUSAHA DI INDONESIA ........................................................................................... 22
4.4 NORMA SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ................................................... 25
4.5 PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN .............................................................................................. 26
5. DEFINISI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ..................................................................................... 32
6. NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN .................. 38
6.1 NORMA PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ............................................................................... 38
6.2 STANDAR PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ............................................................................ 39
6.3 PROSEDUR PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ......................................................................... 40
6.4 KRITERIA DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN .............................................................. 43
7. MODEL BISNIS PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN..................................................................... 46
8. STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ........................ 57
9. KAIDAH PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ......................................................... 98
9.1 PEMAKNAAN BAHASA PROGRAM DAN PENGANGGARAN YANG SAMA .................................... 98
9.2 KEBUTUHAN ADANYA STANDARDISASI BIAYA ............................................................................. 100
9.3 PEMBAGIAN PERAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ............................ 100
9.4 SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI (SIT) ....................................................................................... 105
10. PENUTUP ................................................................................................................................................. 107
2
KATA PENGANTAR
Stabilitas ekonomi dan besarnya pasar tenaga kerja Indonesia saat ini masih perlu
didukung oleh iklim usaha yang baik. Saat ini, kualitas iklim usaha Indonesia masih perlu
diperbaiki, baik dalam iklim untuk kemudahan usaha, serta berbagai ekosistem
kewirausahaan yang lain, seperti kebijakan di bidang kewirausahaan, kondisi infrastruktur
untuk berwirausaha dan faktor-faktor lain. Di antara negara-negara ASEAN berada di
tengah-tengah dengan nilai yang hampir sama dengan Thailand, namun lebih rendah dari
Singapura dan Malaysia.
Pemerintah memandang perlu untuk menata kebijakan dan pola pengembangan
kewirausahaan di Indonesia untuk iklim usaha yang lebih baik. Pengembangan
kewirausahaan yang dilakukan berbagai pihak, baik publik maupun swasta, perlu
dilengkapi dengan ekosistem yang mampu mendukung realisasi dari motivasi
berwirusaha yang ditumbuhkan dari pendidikan formal dan non-formal menjadi usaha
yang berkembang secara berkelanjutan. Upaya-upaya pengembangan kewirausahaan juga
perlu terukur sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dalam bentuk
peningkatan kesempatan berusaha dan lapangan usaha, serta perbaikan pendapatan.
Upaya Pemerintah ini diwujudkan melalui penyusunan norma, standar maupun prosedur
dan kriteria (NSPK) pengembangan kewirausahaan. Hasilnya diharapkan dapat menjadi
panduan dalam melaksanakan program dan kegiatan pengembangan kewirausahaan
yang dilaksanakan utamanya oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, serta
pihak-pihak lain yang berkepentingan
Secara peraturan, sudah terdapat berbagai Undang-undang yang terkait dengan
kewirausahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti Undang-undang
(UU) Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 20 Tahun 2008
tentang UMKM, UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, UU Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,
UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Berbagai peraturan perundangan yang diturunkan dalam Peraturan
Pemerintah/Peraturan Presiden/Peraturan Menteri perlu disinergikan dengan adanya
panduan.
Panduan ini didasarkan pada lima norma pengembangan kewirausahaan, yaitu fokus
pada inisiatif wirausaha, adanya penguatan kapasitas dan prospek wirausaha baru,
adanya penekanan pada kemandirian wirausaha, penciptaan ekosistem kewirausahaan
yang mendukung inovasi dan kreativitas dan penekanan pada pertumbuhan usaha dan
keberlanjutan.
3
Untuk menjalankan norma tersebut, disusun prosedur pengembangan kewirausahaan
yang didasarkan pada lima standard, yaitu: sistemik, terintegrasi, koordinatif dan sinkron,
relevansi dan berorientasi jangka panjang.
Prosedur didasarkan pada karakteristik dan jenis wirausaha, di mana ada masyarakat
umum yang perlu dimotivasi dan diberi dasar perilaku berwirausaha sehingga ada
peningkatan calon wirausaha. Para calon wirausaha perlu diberi pelatihan dan fasilitas ide
usaha. Selanjutnya para calon wirausaha dan wirausaha baru yang akhirnya menjalankan
usaha dan mendaftarkan usahanya perlu didampingi dan dikuatkan usahanya, agar
mampu bertahan dan menjadi wirausaha mapan. Wirausaha mapan selanjutnya perlu
diberikan pendampingan untuk peningkatan kapasitas agar dapat mandiri dan dapat
menjadi mentor bagi para calon wirausaha atau wirausaha baru. Definisi dari jenis
wirausaha dijelaskan dalam panduan ini. Berbagai prosedur yang dikembangkan juga
mengakomodasi perbedaan karakteristik wirausaha yang lebih spesifik. Agregasi dari
kristalisasi definisi, NSPK, dan penyusunan business process akan menjadi lengkap
(paripurna) jika dapat pula disusun standar input pembiayaan dalam pengembangan
kewirausahaan.
Kegiatan pengembangan kewirausahaan dievaluasi dan dimonitor melalui berbagai
kriteria input, proses dan output. Oleh karena itu, panduan ini juga mecakup kriteria-
kriteria kinerja yang harus dinilai oleh para pemilik kegiatan. Panduan dilengkapi dengan
prosedur yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) Pendaftaran dan Seleksi Wirausaha,
yang meliputi: Pendaftaran Wirausaha dan Identifikasi Tahap Wirausaha dan Seleksi
Administrasi Pendaftaran; (2) Pemasyarakatan Pra-wirausaha; (3) Fasilitasi Ide Usaha bagi
Para Calon Wirausaha, yang meliputi Inkubasi Bisnis, Pelatihan dan Pendidikan
Kewirausahaan untuk Calon Wirausaha; (4) Penguatan Usaha bagi Para Wirausaha Baru
yang meliputi Inkubasi Bisnis, Pendampingan Usaha, Pendanaan dan Penguatan
Infrastruktur bagi Executing Agency; (5) Peningkatan Kapasitas bagi Para Wirausaha
Mapan; (6) Penciptaan Mentor Usaha; serta (7) Penyusunan Exit Strategy. Tidak kalah
penting dalam pengembangan kewirausahaan, dibutuhkan adanya sinkronisasi dan
harmonisasi mulai dari perencanaan, penganggaran, sampai dengan pengendalian
pelaksanaan.
Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Bambang PS Brodjonegoro
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian
Darmin Nasution
4
1. PENDAHULUAN
Kondisi makroekonomi Indonesia dalam lima belas tahun tahun terakhir terbilang stabil,
ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan yang konsisten dari PDB tahunan Indonesia.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2002 hingga 2014, tingkat
pertumbuhan PDB Indonesia berada dalam kisaran 4,5 persen sampai 6,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terpengaruh oleh krisis global pada tahun 2009
karena Indonesia masih menunjukkan tingkat pertumbuhan PDB sebesar 4,6 persen.
Pendapatan per kapita Indonesia juga menunjukkan tren peningkatan meskipun dalam
tiga tahun terakhir terdapat pelemahan nilai tukar.
Gambar 1. Nilai PDB per Kapita Indonesia
(Sumber: Basis Data Bank Dunia)
Kondisi makroekonomi Indonesia yang stabil didukung oleh pasar domestik yang kuat dan
tuntutan untuk komoditas ekspor1. Berdasarkan pengukuran Global Competitiveness
Index yang dilakukan secara tahunan oleh World Economic Forum, Indonesia merupakan
negara yang masuk dalam fase tengah atau kedua, atau efficiency driven, dilihat dari
tahap perkembangan econominya2. Fase efficiency driven adalah kondisi ekonomi dimana
negara menjadi lebih kompetitif diikuti dengan kondisi industrialisasi dan peningkatan
skala ekonomi serta organisasi intensif modal3. Penilaian ini didasarkan pada duabelas
pilar fase perkembangan ekonomi, yang dibagi dalam tiga kelompok kondisi yaitu (i)
kebutuhan dasar, (ii) faktor penguat efisiensi, serta (iii) inovasi dan keunggulan usaha.
Perkembangan ekonomi ini selanjutnya digunakan untuk memetakan berbagai upaya
1 Oberman, R., Dobbs, R., Budiman, A., Thompson, F. & Rossé, M., The archipelago economy: Unleashing
Indonesia's potential. McKinsey Global Institute, 2012. 2 Schwab, K. (Ed.). (2015). The Global Competitiveness Report 2015–2016. Geneva: World Economic Forum. 3 Op. cit.
5
untuk meningkatkan kondisi ekonomi sebuah negara, termasuk untuk penciptaan iklim
kewirausahaan di suatu negara.
Selain itu, Indonesia adalah penduduk terbesar keempat di dunia dan Indonesia memiliki
profil demografi dengan lebih dari 40 persen penduduknya berusia di bawah 25 tahun
(Indeks Mundi)4. Data BPS (2015) menunjukkan bahwa pertumbuhan pendudukan
Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir adalah sekitar 3,6 juta orang per tahun, dengan
laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,5 persen per tahun. Proyeksi Penduduk Indonesia
tahun 2010-20355 menunjukkan bahwa mulai tahun 2000 sampai dengan 2035,
Indonesia akan memiliki bonus demografi yang ditandai dengan penurunan rasio
ketergantungan (dependency ratio) dan peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang
berpotensi tinggi untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja. Proyeksi bonus demografi
tersebut membawa tantangan untuk dapat mempersiapkan lapangan kerja yang layak
bagi angkatan kerja ini agar bonus demografi dapat menciptakan manfaat sosial ekonomi
yang optimal. Salah satu penyiapan yang perlu dilakukan termasuk menciptakan iklim
kewirausahaan yang lebih baik untuk pengembangan usaha dan kewirausahaan di
Indonesia.
Gambar 2. Proyeksi Rasio Ketergantungan Indonesia 2010-20356 (Sumber: RPJMN 2015-2019)
4 Data diambil dari Index Mundi, http://www.indexmundi.com/indonesia/demographics_profile.html
berdasarkan
prakiraan tahun 2014. 5 Bappenas, BPS dan UNPFA (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: BPS 6 Rasio ketergantungan (depencency ratio) dihitung dari jumlah penduduk usia 0-14 tahun dan penduduk
usia lebih
dari 65 tahun dibagi dengan penduduk usia produktif (15-64 tahun)
6
Kekuatan ekonomi dan potensi tenaga kerja yang besar di Indonesia perlu didukung
dengan iklim usaha yang baik, termasuk untuk berwirausaha. Namun saat ini Indonesia
memiliki peringkat yang rendah dalam kemudahan usaha. Data Global Entrepreneurship
Monitor (GEM) di tahun 20157 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki nilai yang relatif
rendah terkait kebijakan untuk memulai usaha (entry regulation). Penilaian kebijakan
untuk memulai usaha di Indonesia menunjukkan skor 4,55 dari skala 9, dan Indonesia
memiliki peringkat ke-16 dari 62 negara untuk kebijakan ini.
Tabel 1 dan Gambar 3 menunjukkan dua indikator global dalam kemudahan melakukan
bisnis (Ease of Doing Business Ranking)8 dan daya saing global (Global Competitiveness
Index) untuk negara-negara ASEAN. Kedua indeks menyoroti perbaikan kebijakan di
negara-negara ASEAN serta tantangan yang didihadapi untuk meningkatkan kemudahan
dan kepastian berusaha. Peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha meningkat dari
peringkat ke-120 pada tahun 2015 menjadi 109 pada tahun 2016. Namun daya saing
saing Indonesia menurun dari peringkat ke-34 pada tahun 2015 menjadi peringkat 37
pada tahun 2016. Di antara negara-negara ASEAN, peringkat kemudahan berusaha di
Indonesia merupakan yang terendah, sementara daya saing Indonesia masih lebih baik
dibandingkan dengan Filipina dan Vietnam.
Tabel 1.
Ease of Doing Business dan Global Competitiveness Ranking
South East Asian
Countries
Ease of Doing Business Ranking
(Score) 2016
Global Competitiveness Rangking
(Score) 2015-16
Singapore 1 (87.34) 2 (5.68)
Malaysia 18 (79.13) 18 (5.23)
Thailand 49 (71.42) 32 (4.64)
Vietnam 90 (62.10) 56 (4.30)
Philippines 103 (60.07) 47 (4.39)
Indonesia 109 (58,12) 37 (4.52)
Sumber: World Bank (2016) dan Schwab (2015)
7 Lihat Kelley, D., Singer, S., Herrington, H. (2015) 2015/2016 Global Report, Global Entrepreneurship
Research
Association. 8 World Bank. (2016) Doing Business 2016. Measuring Regulatory Quality and Efficiency. Washington D.C:
World
Bank
7
Gambar 3. Perbandingan Ease of Doing Business dan Global Competitiveness Index
Data lain yang menunjukkan kualitas iklim usaha di Indonesia, khususnya yang berkaitan
dengan ekosistem kewirausahaan, dapat merujuk pada hasil evaluasi ERIA (2014)9. Di
antara negara-negara ASEAN, indeks kebijakan untuk UMKM di Indonesia berada pada
peringkat ketiga bersama-sama dengan Thailand, di mana Singapura dan Malaysia berada
di peringkat pertama dan kedua. ERIA juga menilai bahwa pencapaian penerapan
kebijakan di Indonesia berada pada tingkat menengah. Upaya yang masih perlu dilakukan
yaitu peningkatan akses UMKM ke layanan pengembangan usaha (business development
services), akses UMKM ke pasar internasional, akses UMKM ke teknologi dan transfer
teknologi, serta pelibatan UMKM dalam penyusunan kebijakan.
9 ERIA (2014). ASEAN SME Policy Index 2014: Towards Competitive and Innovative ASEAN SMEs, ERIA
Research
Project Report 2012, No. 8, June 2014, Jakarta: Economic Research Institute for ASEAN and East Asia.
8
Gambar 4. ASEAN SME Policy Index
(Sumber: ERIA, 2014, diolah)
Evaluasi ERIA yang didasarkan pada persepsi pemangku kepentingan baik publik maupun
swasta di Indonesia juga menunjukkan bahwa pengembangan kewirausahaan melalui
pendidikan merupakan kebijakan yang penting dan secara umum sudah dilaksanakan
melalui pengenalan kewirausahaan di berbagai jenjang pendidikan. Namun tantangan
dalam pengembangan kewirausahaan di Indonesia juga masih besar mengingat
keterbatasan akses terhadap pendampingan usaha, rendahnya inovasi dan adaptasi
teknologi, dan keterbatasan kemampuan dan peluang untuk berpartisipasi dalam jaringan
usaha yang lebih luas. Kebijakan yang ada juga belum optimal dalam memfasilitasi
kebutuhan UMKM, termasuk usaha-usaha yang baru tumbuh.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, maka Pemerintah memandang perlu untuk
menata kebijakan dan pola pengembangan kewirausahaan di Indonesia. Pengembangan
kewirausahaan yang dilakukan berbagai pihak, baik publik maupun swasta, perlu
dilengkapi dengan ekosistem yang mampu mendukung realisasi dari motivasi
berwirusaha yang ditumbuhkan dari pendidikan formal dan non-formal menjadi usaha
yang berkembang secara berkelanjutan. Upaya-upaya pengembangan kewirausahaan juga
perlu terukur sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dalam bentuk
peningkatan kesempatan berusaha dan lapangan usaha, serta perbaikan pendapatan.
Upaya Pemerintah ini diwujudkan melalui penyusunan nilai-nilai dasar, standar maupun
prosedur dan kinerja pengembangan kewirausahaan. Hasilnya diharapkan dapat menjadi
panduan (guiding principles) dalam melaksanakan program dan kegiatan pengembangan
kewirausahaan yang dilaksanakan utamanya oleh Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.
9
2. TUJUAN
TUJUAN DAN SASARAN
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan bertujuan
untuk memberikan panduan bagi pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan
kewirausahaan oleh berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah, serta
pemangku kepentingan lainnya.
Penyusunan NSPK Pengembangan Kewirausahaan bertujuan untuk:
1. Memperkuat ekosistem kewirausahaan di Indonesia;
2. Meningkatkan kapasitas dan memperkuat kelembagaan Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan dan
melaksanakan program, kegiatan dan rencana kerja pengembangan kewirausahaan;
3. Meningkatkan kemampuan wirausaha untuk memaksimalkan potensinya dengan
berorientasi pada pertumbuhan (growth oriented);
4. Meningkatkan daya saing wirausaha melalui inovasi dan kreativitas; dan
5. Menyediaan patokan (benchmark) untuk menilai capaian pengembangan
kewirausahaan di Indonesia.
Sasaran yang akan diwujudkan melalui NSPK Pengembangan Kewirausahaan adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan antar pemangku kepentingan yang
optimal dalam pengembangan kewirausahaan;
2. Meningkatnya kualitas pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan
kewirausahaan; dan
3. Meningkatnya kualitas, kinerja dan daya saing wirausaha.
Pencapaian tujuan dan sasaran program dan kegiatan pengembangan kewirausahaan
diharapkan mampu mendukung perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi, memperluas
lapangan kerja dan menanggulangi kemiskinan.
10
3. DASAR HUKUM DAN RUANG LINGKUP NSPK PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
3.1 DASAR HUKUM
Penyusunan NSPK Pengembangan Kewirausahaan merujuk pada berbagai peraturan
perundangan yang dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan juridis, filosofis dan
teknis untuk pengembangan kewirausahaan di Indonesia, di antaranya:
1. Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Meskipun
undang-undang ini tidak berkaitan langsung dengan pengembangan kewirausahaan,
namun aspek-aspek pengaturan terkait penciptaan iklim penanaman modal yang
kondusif, promotif, serta memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisiensi
berdasaran kepentingan ekonomi nasional merupakan hal yang penting dalam
pengembangan kewirausahaan. Hal ini relevan dalam dinamika perekonomian
nasional dan global yang saat ini berlangsung.
UU Penanaman Modal juga memberikan kebijakan dasar penanaman modal termasuk
mengatur bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal yang mensyaratkan
kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan,
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, pengawasan
produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam
negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. Pengaturan
mengenai pencadangan usaha ini sekaligus memberi peluang yang lebih besar untuk
tumbuhnya usaha-usaha domestik yang memanfaatkan sumber daya lokal sesuai
kapasitas yang dimiliki. Adanya koridor penanaman modal yang melibatkan
kerjasama atau kemitraan dengan UMKM dan koperasi di dalam UU ini juga membuka
peluang bagi keberlanjutan wirausaha yang didukung akses ke jaringan produksi dan
pemasaran yang lebih luas.
UU ini juga memberikan dasar juridis bagi Pemerintah untuk melakukan pembinaan
dan pengembangan UMKM dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan
daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran
informasi yang seluas-luasnya.
2. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang mengatur pemberdayaan UMKM
melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif dan pengembangan usaha.
Pengembangan iklim usaha dilaksanakan melalui penetapan berbagai peraturan
perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspekkehidupan ekonomi agar Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan,
11
perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya. Pengembangan usaha
dilaksanakan melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan
perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing
UMKM.
Salah satu upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan usaha UMKM yaitu
pengembangan sumber daya manusia dengan cara memasyarakatkan dan
membudayakan kewirausahaan (Pasal 19 huruf a), serta membentuk dan
mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan,
pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru
(Pasal 19 huruf c.). UU Nomor 20 Tahun 2008 ini juga mengatur pengembangan iklim
usaha yang kondusif dan pengembangan usaha UMKM melalui peningkatan produksi
dan pengolahan, pemasaran, desain dan teknologi, serta fasilitasi akses pembiayaan
dan kemitraan usaha.
3. UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan yang menyatakan bahwa
pembangunan kepemudaan diarahkan untuk mewujudkan pemuda yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif,
inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa
kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa pasal yang secara khusus mengatur
tentang pengembangan kewirausahaan pemuda yaitu:
Pasal 27
(1) Pengembangan kewirausahaan pemuda dilaksanakan sesuai dengan minat,
bakat, potensi pemuda, potensi daerah, dan arah pembangunan nasional.
(2) Pelaksanaan pengembangan kewirausahaan pemuda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, masyarakat,
dan/atau organisasi kepemudaan.
(3) Pengembangan kewirausahaan pemuda sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan melalui:
a. pelatihan;
b. pemagangan;
c. pembimbingan;
d. pendampingan;
e. kemitraan;
f. promosi; dan/atau
g. bantuan akses permodalan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kewirausahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
12
Pasal 28 mengatur bahwa Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
dapat membentuk dan mengembangkan pusat-pusat kewirausahaan pemuda.
Pasal 30 mengatur bahwa Pemerintah wajib melakukan koordinasi strategis lintas
ektor untuk mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan kepemudaan yang dapat
melibuti program sinergis antar sektor dalam hal penyadaran, pemberdayaan, serta
pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda.
Pasal 40 mengatur bahwa organisasi kepemudaan berfungsi untuk mendukung
kepentingan nasional, memberdayakan potensi, serta mengembangkan
kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda.
Pasal 48 mengatur peran masyarakat yang salah satunya melatih pemuda dalam
pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda.
Pasal 51 mengatur kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
menyediakan dana dan akses permodalan untuk mendukung pengembangan
kewirausahaan pemuda dengan cara membentuk lembaga permodalan
kewirausahaan pemuda yang akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.
4. UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak secara
langsung berhubungan dengan pengembangan kewirausahaan, namun memberikan
dasar hukum untuk pembentukan ekosistem kewirausahaan, khususnya dalam
penyediaan pinjaman atau pembiayaan, pengelolaan simpanan serta pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha bagi anggota dan masyarakat. Keberadaan LKM
diharapkan dapat meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat,
membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat, dan
membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Layanan yang disediakan LKM
diharapkan dapat menjangkau masyarakat yang akan memulai usaha, sehingga dapat
mendukung pengembangan wirausaha baru.
5. UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang merupakan dasar hukum dalam
penciptaan pembangunan industri yang maju yang diwujudkan melalui penguatan
struktur industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan
sumber daya secara optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke
seluruh wilayah Indonesia. Beberapa aspek yang diatur melalui UU ini di antaranya
mencakup pembangunan sumber daya Industri, yang terdiri dari pembangunan
sumber daya manusia (SDM), pemanfaatan sumber daya alam, pengembangan dan
pemanfaatan teknologi industri, pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan
inovasi, serta penyediaan sumber pembiayaan.
13
Pembangunan SDM secara khusus mencakup pembangunan wirausaha industri yang
diatur melalui Pasal 17 yang mengatur target, pola pengembangan/kegiatan, dan
pelaksana kegiatan, sebagai berikut:
(1) Pembangunan wirausaha Industri dilakukan untuk menghasilkan wirausaha
yang berkarakter dan bermental kewirausahaan serta mempunyai kompetensi
sesuai dengan bidang usahanya meliputi:
a. kompetensi teknis;
b. kompetensi manajerial; dan
c. kreativitas dan inovasi.
(2) Pembangunan wirausaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling sedikit melalui kegiatan:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. inkubator Industri; dan
c. kemitraan.
(3) Pembangunan wirausaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan terhadap calon wirausaha Industri dan wirausaha Industri yang telah
menjalankan kegiatan usahanya.
(4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
a. lembaga pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. lembaga pendidikan nonformal; atau
c. lembaga penelitian dan pengembangan yang terakreditasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Menteri.
6. UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebenarnya tidak secara langsung
terkait dengan kegiatan kewirausahaan, namun mendukung penciptaan ekosistem
kewirausahaan yang kondusif melalui peran perdagangan di antaranya dalam
memenuhi kebutuhan produksi dan konsumsi di dalam negeri, meningkatkan fasilitas,
sarana dan prasarana perdagangan, meningkatkan kemitraan antara usaha besar dan
koperasi dan UMKM, meningkatkan daya saing produk dan usaha nasional,
meningkatkan citra produk dalam negeri, akses pasar dan ekspor, serta meningkatkan
perdagangan produk berbasis ekonomi kreatif.
UU ini juga secara khusus memberikan dukungan bagi pemberdayaan koperasi dan
UMKM melalui Pasal 10 dan 12 maupun Pasal 73. Pasal 10 menyatakan bahwa
Pelaku Usaha Distribusi melakukan Distribusi Barang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta etika ekonomi dan bisnis dalam rangka tertib
usaha, dan bentuk pelaku usaha distribusi dapat berupa distribusi, agen maupun
waralaba, yang dapat merupakan bentuk usaha kecil dan menengah. Pasal 12 yang
berhubungan dengan Pelaku Usaha Distribusi menyatakan bahwa para pelaku usaha
14
(baik bersama dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah maupun sendiri-sendiri)
mengembangkan sarana Perdagangan.
Pasal 73 mengatur sebagai berikut:
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan terhadap
koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor Perdagangan.
(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian
fasilitas, insentif, bimbingan teknis, akses dan/atau bantuan permodalan,
bantuan promosi, dan pemasaran.
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam melakukan pemberdayaan
koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor Perdagangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bekerja sama dengan pihak lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan koperasi sertausaha mikro, kecil,
dan menengah di sektor Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Pada penjelasan Pasal 73 dari UU ini juga disebutkan bahwa bimbingan teknis yang
diberikan dalam rangka pemberdayaan koperasi dan UMKM juga mencakup
pengembangan kewirausahaan. Koperasi dan UMKM juga memperoleh kesempatan,
perlindungan dan kemudahan di bawah pengaturan pasal-pasal lain yang berkaitan
dengan perdagangan dalam, perdagangan luar negeri, perdagangan perbatasan,
standardisasi, e-commerce, pengembangan ekspor, kerja sama perdagangan
internasional, dan sistem informasi perdagangan.
7. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur
penyelenggaraan urusan pemerintahan, dimana salah satu yang wajib dilaksanakan
dalam bentuk pelayanan dasar adalah yang berkaitan dengan koperasi, usaha kecil
dan menengah (UKM). Pembagian urusan pemerintahan di bidang koperasi dan UKM
diuraikan secara terinci pada Lampiran UU ini yang menunjukkan pembagian
kewenangan dan tugas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah dalam
pengembangan koperasi dan UKM. Pembagian kewenangan dan tugas antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan kewirausahaan
terdapat di bidang:
(1) Tenaga kerja, khususnya berkaitan dengan pelatihan kerja dan produktivitas tenaga
kerja
(2) Kepemudaan khususnya terkait pengembangan pemuda dan kepemudaan
8. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan
Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda serta Penyediaan Prasarana dan Sarana
Kepemudaan, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 40 Tahun 2009
tentang Kepemudaan. Terkait dengan kewirausahaan, PP ini mengatur tugas dan
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan
15
kewirausahaan, perencanaan pengembagnan kewirausahaan, cakupan
pengembangan kewirausahaan pemuda, penyediaan prasarana dan sarana yang
mendukung pengembangan kewirausahaan pemuda, serta pendanaan.
9. PP Nomor 60 Tahun 2013 tentang Susunan Organisasi, Personalia, dan Mekanisme
Kerja Lembaga Permodalan Kewirausahaan Pemuda (LPKP) yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. LPKP
diharapkan dapat memfasilitasi akses permodalan bagi wirausaha muda pemula
untuk mulai menjalankanusahanya. Permodalan yang diberikan bagi wirausaha muda
pemula mencakup hibah, dana bergulir, penjaminan dan/atau subsidi bunga, modal
ventura, dan/atau bentuk permodalan lainnya. LPKP diharapkan untuk juga
dikembangkan oada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
10. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 27 Tahun 2013 tentang Inkubator Wirausaha
yang mengarahkan pengembangan inkubator wirausaha untuk dapat menciptakan
dan mengembangkan usaha baru yang mempunya nilai ekonomi dan berdaya saing
tinggi, serta mengoptimalkan SDM terdidik dalam menggerakkan perekonomian
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Pengaturan dalam Perpres ini mencakup
sasaran pengembangan inkubator wirausaha, penyelenggaraan inkubator wirausaha,
peserta inkubasi, prioritas dan jangka waktu inkubasi, serta koordinasi pengembangan
inkubator wirausaha.
3.2 RUANG LINGKUP
Struktur NSPK Pengembangan Kewirausahaan secara umum mencakup:
1. Gambaran tentang Ekosistem Kewirausahaan di Indonesia.
Bagian ini menguraikan pilar-pilar pendukung kewirausahaan yang saling terkait
dalam kerangka ekosistem yang memberikan dampak pada kecepatan dan
kemampuan wirausaha untuk menciptakan dan mengembangkan usahanya
secara berkelanjutan. Kondisi ekosistem kewirausahaan di Indonesia saat ini juga
diulas secara singkat untuk melihat peran dan pengaruhnya terhadap
pengembangan kewirausahaan di Indonesia.
2. Definisi terkait dengan pengembangan kewirausahaan.
Pada bagian ini dijelaskan berbagai definisi yang berkaitan dengan kewirausahaan
dan kategorisasi wirausaha yang didasarkan pada jenis dan tahapan
pengembangan kewirausahaan.
3. Penjelasan tentang norma, standar, prosedur dan kriteria yang perlu digunakan
dalam pengembangan kewirausahaan.
Bagian ini menguraikan komponen inti dari NSPK sehingga dapat menjadi panduan
utama dalam pengembangan kewirausahaan di Indonesia.
4. Model bisnis dalam pengembangan kewirausahaan.
16
Bagian ini menjelaskan model bisnis yang dapat digunakan sebagai dasar
pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pengembangan kewirausahaan,
sesuai dengan ekosistem kewirausahaan.
5. Prosedur dan panduan dalam pengembangan kewirausahaan.
Bagian ini menguraikan model bisnis pengembangan kewirausahaan secara lebih
terinci dalam bentuk prosedur pengembangan kewirausahaan yang mencakup
langkah-langkah dalam pelaksanaan model bisnis pengembangan kewirausahaan.
6. Kaidah pelaksanaan pengembangan kewirausahaan
Bagian ini menguraikan konsensus bahasa program dan penganggaran,
mekanisme pembagian peran pusat dan daerah dan penjelasan mengenai Sistem
Informasi Terintegrasi.
17
4. EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN
4.1 KONSEP EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN
Ekosistem kewirausahaan telah mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama pelaku
bisnis. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan, para pelaku usaha dan organisasi terkait
memiliki peran yang strategis dalam penciptaan lingkungan atau ekosistem
kewirausahaan yang sehat. Mason dan Brown (2014) mendefinisikan ekosistem
kewirausahaan sebagai seperangkat aktor di luar wirausahawan yang dapat mencakup
organisasi kewirausahaan (modal ventura, angel investor, bank, inkubator) dan berbagai
lembaga terkait (perguruan tinggi, Pemerintah, dll), serta proses kewirausahaan yang
menentukan keberlanjutan/keberhasilan dan kegagalan usaha baru10. World Economic
Forum (2014) mendefinisikan ekosistem kewirausahaan sebagai “a system of interrelated
pillars that impact the speed and ability with which entrepreneurs can create and scale
new ventures in a sustainable way”11, atau sistem yang memiliki pilar yang saling terkait
yang memberikan dampak pada kecepatan dan kemampuan wirausaha untuk
menciptakan dan mengembangkan usahanya secara berkelanjutan.
Secara umum, ekosistem kewirausahaan dibangun dari pasar yang mudah diakses,
ketersediaan SDM/tenaga kerja, sumber pembiayaan, sistem pendukung (mentor,
konsultan, BDS, inkubator, jaringan wirausaha), kerangka regulasi dan infrastruktur,
sistem pendidikan dan pelatihan, ketersediaan katalis (perguruan tinggi), dan dukungan
budaya. Daniel Isenberg (2011) menyatakan struktur ekosistem kewirausahaan
mencakup pilar-pilar (i) budaya yang kondusif (toleransi terhadap resiko dan kegagalan,
persepsi positif tentang berwirausaha); (ii) kebijakan dan kepemimpinan yang mendukung
(insentif regulasi, peran lembaga penelitian publik); (iii) ketersediaan pembiayaan yang
sesuai (angel investor, modal ventura, kredit mikro); (iv) sumber daya manusia (SDM)
(terampil dan tidak terampil, lembaga diklat); (v) pasar yang ramah dalam menyerap
produk-produk baru (kondusif untuk produk baru, konsumen responsif terhadap produk
baru); dan (vi) ragam dukungan kelembagaan dan infrastruktur (advokasi legal dan
akuntansi, teknologi informasi komunikasi, asosiasi yang mendukung pengembangan
kewirausahaan)12.
10 Definisi ini diringkas dari Background Paper yang disusun Prof. Colin Mason and Dr. Ross Brown untuk
Workshop yang diselenggarakan oleh OECD LEED Program and Kementerian Ekonomi Kerajaan Belanda
yang bertemakan “Entrepreneurial Ecosystems and Growth-Oriented Entrepreneurship” di Den Haag
tanggal 7 November 2013. 11 Lihat Laporan World Economic Forum tahun 2014: Entrepreneurial Ecosystems Around the Globe and
Early Stage Company Growth Dynamics (http://www.weforum.org/reports/entrepreneurial-ecosystems-
around-globe-and-company-growth-dynamics) 12 Isenberg, D. (2011). The entrepreneurship ecosystem strategy as a new paradigm for economic policy:
Principles for cultivating entrepreneurship. Dublin, Ireland: Institute of International European Affairs.
18
Banyak penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi pilar dalam ekosistem
kewirausahaan yang paling penting. Sebagian besar hasilnya menunjukkan bahwa
kebijakan Pemerintah dalam kewirausahaan, dukungan keuangan, pasar yang ramah dan
mudah diakses, pendidikan dan pelatihan, dan dukungan kultural sangat mempengaruhi
kinerja kewirausahaan. Namun, banyak juga penelitian yang menyatakan bahwa pilar
dalam ekosistem kewirausahaan tidak bisa diperbaiki secara individual. Meskipun ada
beberapa pilar yang memiliki dampak yang signifikan, pilar ekosistem kewirausahaan
bekerja jauh lebih baik dalam keterkaitan mereka dan ditentukan oleh keunikan kondisi
kewirausahaan. Kajian dari World Economic Forum di tahun 2014 yang didasarkan pada
persepsi pengusaha di berbagai belahan dunia mengungkapkan bahwa tiga pilar utama
dari ekosistem kewirausahaan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan tinggi suatu
perusahaan adalah (i) akses pasar, (ii) tenaga kerja, serta (iii) pendanaan dan pembiayaan
kewirausahaan.
Gambar 5. Pilar, Komponen dan Faktor Pembentuk Ekosistem Kewirausahaan
(Sumber: Isenberg, 2011)
Berdasarkan kategori ekosistem kewirausahaan seperti yang telah diidentifikasi oleh
Isenberg, dapat dilakukan pengkategorian faktor-faktor yang membentuk 12 komponen
dari tujuh pilar ekosistem kewirausahaan sebagai berikut:
1. Pilar Kebudayaan yang mencakup komponen norma sosial dan penyebarluasan
praktik terbaik yang dapat menjadi panutan atau sumber inspirasi. Budaya yang
kondusif dalam berwirausaha didukung oleh norma sosial yang berlaku pada
lingkungannya, termasuk penerimaan atau toleransi terhadap kegagalan, resiko dan
19
kesalahan, serta adanya budaya inovasi dan kreatif. Selain itu, kisah sukses yang
diliput oleh media atau jejaring sosial mengenai kewirausahaan maupun reputasi baik
mengenai berwirausaha juga meruapakan unsur dalam komponen budaya
kewirausahaan.
2. Pilar Sumber daya manusia (SDM). Tenaga kerja yang terampil dan terlatih, serta latar
belakang orang tua atau keluarga yang berwirausaha termasuk faktor yang
membentuk ekosistem kewirausahaan.
3. Pilar Pendidikan yang mencakup komponen pendidikan dan pelatihan. Pendidikan di
berbagai tingkat (dasar, menengah dan tinggi) dapat membentuk kapasitas dan
kompetensi dasar SDM. Pelatihan teknis dan vokasi juga merupakan faktor penting
dalam ekosistem kewirausahaan.
4. Pilar Pembiayaan. Ketersediaan pembiayaan dalam berbagai bentuk yang sesuai
dengan tahap perkembangan dan jenis kewirausahaan sangat penting dalam
menentukan pendirian dan keberlanjutan usaha yang didirikan. Pembiayaan yang
dibutuhkan dapat mencakup kredit bagi UMKM, peluang kerja sama investasi, modal
ventura, pasar modal dan berbagai bentuk pembiayaan lainnya.
5. Pilar Pasar yang mencakup jaringan dan responsivitas konsumen. Pasar yang ramah
dalam menyerap produk-produk baru yang ditunjukkan dengan adanya konsumen
yang responsif untuk mau beradaptasi dengan membeli produk baru sangat
dibutuhkan untuk ekosistem kewirausahaan yang dinamis. Adanya jaringan produksi
dan pemasaran yang terintegrasi dan meluas juga menjadi faktor penentu untuk
keberlanjutan usaha.
6. Pilar Kebijakan yang mencakup kebijakan Pemerintah dan kepemimpinan.
Pemerintah dalam kelembagaannya yang mencakup peraturan perundangan,
kebijakan dan program, anggaran, serta insentif dapat membentuk daya dukung
ekternal yang memungkinkan pengembangan dan penguatan ekosistem
kewirausahaan. Kebijakan Pemerintah tersebut secara ideal perlu dilengkapi dengan
adanya pemimpin atau kepemimpinan yang kondusif yang ditunjukkan oleh strategi
kepemimpinan serta komitmen dan ketegasan dalam mendukung pengembangan
kewirausahaan.
7. Pilar Penunjang yang mencakup komponen-komponen yang terkait dengan peran
lembaga non-Pemerintah, lembaga profesi dan infrastruktur. Peran lembaga non-
Pemerintah dibutuhkan dalam mempromosikan kewirausahaan, transfer
pengetahuan, dan penguatan jejaring antar wirausaha. Peran lembaga profesi baik
yang berkaitan dengan advokasi dan bantuan hukum, akuntansi, perbankan, dan
asosiasi akan sangat membantu terutama dalam pengembangan dan penguatan
kewirausahaan. Dukungan infrastruktur fisik seperti telekomunikasi, transportasi dan
logistik, energi dan air juga merupakan faktor penting yang menentukan ekosistem
kewirausahaan yang sehat dan dinamis.
20
4.2 PILAR EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA
Pada tataran negara, pengaruh dari masing-masing pilar untuk membentuk ekosistem
kewirausahaan sangat ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Hal
ini merupakan temuan dari Studi yang dilakukan Mandiri Institute bekerjasama dengan
Global Entrepreneurship Monitor (GEM) Indonesia (2016) berdasarkan pilar ekosistem
kewirausahaan yang ditetapkan oleh GEM13. Sembilan pilar ekosistem kewirausahaan
GEM yaitu: (i) pembiayaan untuk kewirausahaan, (ii) kebijakan Pemerintah, (iii) program
kewirausahaan dari Pemerintah, (iv) pendidikan terkait dengan kewirausahaan, (v)
transfer riset dan pengembangan, (vi) infrastruktur komersial dan hukum, (vii) dinamika
dan keterbukaan pasar, (viii) infrastruktur fisik, dan (ix) norma sosial dan budaya. Analisis
lebih lanjut menunjukkan beberapa pilar yang menjadi pendukung utama dalam
ekosistem kewirausahaan di suatu negara berdasarkan pertumbuhan ekonominya dapat
dilihat pada Tabel 214. Pilar (i) dukungan dan kebijakan Pemerintah, serta (ii) program
kewirausahaan dari Pemerintah merupakan pilar yang penting dalam semua tingkatan
pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Tabel 2.
Pilar Utama Ekosistem Kewirausahaan sesuai Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Negara
Factor Driven Efficiency Driven Innovation Driven
Program kewirausahaan dari
Pemerintah Dukungan dan kebijakan
Pemerintah (umum) Dukungan dan kebijakan
Pemerintah (umum)
Dukungan dan kebijakan
Pemerintah (umum) Norma sosial dan budaya Program kewirausahaan dari
Pemerintah
Norma sosial dan budaya Program kewirausahaan dari
Pemerintah Transfer penelitian dan
pengembangan (R&D transfer)
Kebijakan Pemerintah dalam
pajak dan birokrasi Kebijakan Pemerintah dalam
pajak dan birokrasi
Keterbukaan pasar internal Pendidikan tinggi untuk
kewirausahaan
Berdasarkan Tabel 2, berikut adalah hasil pemetaan pilar-pilar ekosistem kewirausahaan
yang berperan dalam pengembangan kewirausahaan di Indonesia.
13 Soejachmoen, M., Hermanus, B., Nawangpalupi, C., Pawitan, G. (2016), Fostering Entrepreneurship
Ecosystem in Indonesia, Jakarta: Mandiri Institute. 14 Tingkat pertumbunan ekonomi negara menggunakan kategorisasi yang dibuat oleh World Economic
Forum berdasarkan Global Competitiveness Index yaitu factor driven, efficiency driven dan innovation
driven (Schwab, K. (Ed.). 2015. The Global Competitiveness Report 2014–2015. Geneva: World Economic
Forum).
21
Tabel 3.
Pilar-pilar Ekosistem Kewirausahaan di Indonesia
Pilar Ekosistem
Kewirausahaan
Uraian
Peraturan perundangan dan
kebijakan Pemerintah
terkait kewirausahaan
Peraturan Perundang-undangan:
UU No. 25 /2007 tentang Investasi
UU No. 20 / 2008 tentang UKM
UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan
UU No. 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
UU No 3/2014 tentang Perindustrian
UU No 7/2014 tentang Perdagangan
UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
PP No. 41/2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan
Pemuda serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan
PP No. 60/2013 tentang Susunan Organisasi, Personalia, dan Mekanisme
Kerja Lembaga Permodalan Kewirausahaan Pemuda (LPKP)
Perpres No. 27/2013 tentang Inkubator Wirausaha
Rencana Pembangunan:
Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga 2015-2019, khususnya
yang berkaitan dengan pengembangan kewirausahaan
Program Pemerintah terkait
kewirausahaan
Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional
Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Gerakan ini
diperbaharui sejak tahun 2011 yang ditujukan untuk menciptakan
wirausaha baru yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Selain itu, banyak kegiatan yang dilakukan oleh 12 Kementerian/ Lembaga
(K/L) yang mencakup (i) pemasyarakatan kewirausahaan, (ii) pelatihan
kewirausahaan termasuk untuk technopreneur dan wirausaha sosial, (iii)
inkubasi, (iv) pendampingan, (v) praktik usaha/ magang, (vi) fasilitasi
infrastruktur, (vii) fasilitasi inkubator bisnis, (viii) penyediaan start-up capital,
dan (ix) peningkatan produktivitas wirausaha.
Pendanaan bagi
kewirausahaan
Pemerintah memfasilitasi akses wirausaha pada pembiayaan melalui:
Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana bergulir, kredit/pembiayaan lainnya yang
dikelola Lembaga Keuangan milik Pemerintah, serta bantuan start-up
capital (hibah).
Melalui PP No. 60/2013 tentang Susunan Organisasi, Personalia, dan
Mekanisme Kerja Lembaga Permodalan Kewirausahaan Pemuda (LPKP),
Pemerintah juga memfasilitasi permodalan bagi wirausaha pemuda.
Transfer hasil-hasil litbang Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi telah mengalokasikan Rp 8,4 miliar (sekitar 0,6 juta dolar US) untuk
mengembangkan penelitian. Berbagai K/L seperti Kementerian
Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Desa-PDT-
Transmigrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, serta Kementerian Pemuda dan Olah Raga mendukung
peningkatan produktivitas wirausaha melalui bantuan peralatan atau
teknologi tepat guna, baik yang dihasilkan litbang perguruan tinggi maupun
swasta.
(Keterangan: data dikompilasi dari berbagai Kementerian/Lembaga dan RKP 2017)
22
4.3 PERILAKU WIRAUSAHA DI INDONESIA
Kewirausahaan merupakan sebuah faktor pendorong yang penting dalam penguatan
ekonomi Indonesia. Penumbuhan wirausaha baru merupakan pembibitan (nursery) dari
usaha-usaha produktif yang dijalankan masyarakat pada skala mikro, kecil dan menengah
(UMKM). Pada waktunya, UMKM akan tumbuh menjadi usaha yang mapan dan berdaya
saing, sehingga mampu memainkan peran dalam penciptaan lapangan pekerjaan,
pengentasan kemiskinan, penciptaan devisa melalui ekspor, penumbuhan investasi serta
pemerataan pendapatan penduduk. Namun, pertanyaan penting yang perlu dijawab
adalah apakah penumbuhan kewirausahaan di Indonesia benar-benar mendukung
tumbuhnya UMKM yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi usaha yang
mapan dan berperan dalam perekonomian.
Gambar 6: Fase Kewirausahaan
(Diterjemahkan dari: Amoros & Bosma, 2014)
Sebagian dari jawaban atas pertanyaan di atas dapat merujuk pada temuan GEM15
tentang aktivitas wirausaha di Indonesia. Profil kewirausahaan di Indonesia dapat
dikatakan menarik, sebagaimana ditunjukkan dari hasil pengukuran total early-stage
entrepreneurial activity (TEA) yang mengukur tingkat partisipasi dari sebuah negara dalam
tahap awal kewirausahaan atau wirausaha pemula. TEA (Gambar 6) sendiri merupakan
model untuk menentukan fase-fase kewirausahaan yang dibagi dalam tiga kategori
utama, yaitu:
1. Wirausaha Dini (Nascent Entrepreneur) adalah individu yang telah terlibat dalam
pendirian usaha namun belum mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut
dalam jangka waktu 3 bulan sejak berdiri.
Total Early-Stage Entrepreneurial Activity (TEA) Wirausaha
potensial:
kesempatan,
pengetahuan &
kemampuan
Wirausaha mapan
(lebih dari 3,5
tahun)
Atribut Individual:
Gender Usia Motivasi
Sektor Industri
Dampak
Pertumbuhan usaha Inovasi Ekspor
Keluar usaha
Penyemaian calon
wirausaha Kelahiran Bertahan
Wirausaha dini:
terlibat dalam
pendirian usaha
Wirausaha baru
(s.d. 3,5 tahun)
23
2. Wirausaha Baru (Baby Entrepreneur) adalah individu yang telah terlibat dalam
kepemilikan usaha dan sudah mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut
dalam periode waktu kurang dari 42 bulan (3,5 tahun) sejak berdiri.
3. Wirausaha Mapan (Established Entrepreneur) adalah individu yang telah terlibat
dalam kepemilikan usaha dan sudah mendapatkan keuntungan dari usaha
tersebut dalam periode lebih dari 42 bulan (3,5 tahun) sejak berdiri.
Berdasarkan TEA, kategori wirausaha dini (nascent) dan wirausaha baru (baby) dapat
mewakili populasi wirausaha pemula. Definisi wirausaha ini belum membedakan mereka
yang teregistrasi, kemampuan berinovasi, maupun pembedaan apakah pilihan
berwirausaha didasarkan atas kebutuhan atau adanya kesempatan. Dalam
pengembangan fase-fase ini, GEM juga menilai berbagai faktor yang mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan usahanya, termasuk profil demografis, sektor usaha dan
bentuk pertumbuhan dan inovasi.
Gambar 7: Persentase Wirausaha Pemula di ASEAN (Sumber: GEM, 2013, 2014)
Berdasarkan data GEM dari tahun 2013-2014, Indonesia memiliki tingkat partisipasi
kewirausahaan yang tinggi16 apabila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain yang
menjadi anggota GEM.
Singapura dan Malaysia adalah negara di Asia Tenggara yang cenderung memiliki angka
partisipasi kewirausahaan dalam tahap awal (TEA) yang rendah, dengan nilai 7% untuk
Malaysia dan 11% untuk Singapura di tahun 2014. Namun, jika dilihat dari jumlah tenaga
kerja yang dimiliki oleh para wirausaha dini dan baru (atau wirausaha pemula/TEA),
Indonesia memiliki angka yang sangat rendah. Di tahun 2014, rata-rata pegawai yang
16 Lihat Laporan GEM Indonesia: Nawangpalupi, C. B., Pawitan, G., Gunawan, A., Widyarini, M., Bisowarno,
B.H. & Iskandarsjah, T. (2015). Global Entrepreneurship Monitor 2014 Indonesia Report Retrieved from
http://gemconsortium.org/report
26
7
18
11
15
19
16
14
6
23
11
15
18
15
Indonesia Malaysia Thailand Singapore Vietnam Philippines Average
Total Early-stage Entrepreneurial Activity (%TEA terhadap penduduk dewasa)
2013 2014
24
dimiliki para wirausaha dini adalah 0,2 orang dan wirausaha baru adalah 1,9 orang.
Sebagai perbandingan, rata-rata tenaga kerja yang dimiliki wirausaha dini di Singapura
hanya 0,1 orang namun untuk wirausaha baru adalah 9,5 orang. Hal ini menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang tinggi dari wirausaha di Singapura saat baru saja berdiri dan
dalam tahap tumbuh (3,5 tahun pertama)17. Jumlah tenaga kerja yang rendah pada
wirausaha baru di Indonesia ini menunjukkan bahwa mayoritas usaha baru di Indonesia
adalah usaha mikro, dan kecenderungan ini tetap sama untuk usaha yang sudah lebih
mapan maupun harapan jangka panjang dari para wirausaha ini. Kondisi ini belum
mampu menjawab pertanyaan apakah penumbuhan kewirausahaan di Indonesia
mendukung tumbuhnya UMKM yang mapan dan berkontribusi dalam perekonomian.
Situasi serupa ditemukan dari hasil analisis lanjutan dari data GEM di tahun 2013 dan
201418. Gambar 7 menunjukkan bahwa Indonesia cenderung memiliki tingkat partisipasi
wirausaha pemula (wirusaha dini dan baru) yang tinggi, seperti Thailand, Filipina dan
Vietnam, dibandingkan dengan partisipasi wirausaha di Malaysia dan Singapura. Namun
tingkat partisipasi wirausaha pemula ternyata tidak berbanding lurus dengan keinginan
atau apsirasi para wirausaha untuk berkembang. Harapan mengenai pertumbuhan jumlah
tenaga kerja, atau yang dalam data GEM disebut aspirasi untuk tumbuh (growth
expectation), dinilai melalui persepsi para wirausaha mengenai harapan mereka untuk
mau menambah minimum 5 orang pegawai dalam lima tahun ke depan. Ternyata,
harapan tumbuh dari para wirausaha pemula di Indonesia sangat rendah yaitu 4 persen di
tahun 2013 dan 6 persen di tahun 2014. Angka tersebut merupakan yang terendah
dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sebagai perbandingan, Singapura
memiliki angka partisipasi wirausaha yang relatif rendah (11 persen), namun
wirausahanya memiliki aspirasi untuk tumbuh yang sangat tinggi. (43 persen). Negara
yang kondisinya serupa dengan Indonesia adalah Filipina.
17 Diolah lebih lanjut berdasarkan data GEM yang dikumpulkan pada tahun 2014 dan 2015 (merujuk pada
data www.gemconsortium.org). 18 Data dikompilasi dari dua laporan GEM Indonesia dan laporan GEM ASEAN: Nawangpalupi, C. B., Pawitan,
G., Gunawan, A., Widyarini, M., & Iskandarsjah, T. (2014). Global Entrepreneurship Monitor 2013
Indonesia Report Retrieved from http://gemconsortium.org/report; Nawangpalupi, C. B., Pawitan, G.,
Gunawan, A., Widyarini, M., Bisowarno, B.H. & Iskandarsjah, T. (2015). Global Entrepreneurship Monitor
2014 Indonesia Report Retrieved from http://gemconsortium.org/report, dan Xavier, R. Guelich, U., Kew,
P. Nawangpalupi, CB, Velasco, A. (2015) Driving Asean Entrepreneurship: Policy Opportunities For
Inclusiveness And Sustainable Entrepreneurial Growth, Retrieved from http://gemconsortium.org/report.
25
4
15 16
51
29
6 6 11 9
43
17
7
Indonesia Malaysia Thailand Singapore Vietnam Philippines
Aspirasi untuk Tumbuh (dalam % terhadap keseluruhan TEA)
2013 2014
Gambar 8: Aspirasi untuk tumbuh dari kewirausahaan di ASEAN
Kondisi serupa juga ditemukan pada penilaian aspirasi untuk menjadi wirausaha global
atau keingingan untuk internasionalisasi. Penilaian mengenai aspirasi internasionalisasi
ini didasarkan pada pertanyaan apakah ada minimum 25 persen dari pelanggannya
berasal dari negara lain. Di tahun 2014, hanya 7,7 persen dari wirausaha pemula
Indonesia yang memiliki minimum 25 persen pelanggan di luar Indonesia. Angka ini jauh
berbeda dengan Singapura, di mana 37 persen dari wirausaha pemula mereka memiliki
minimum 25 persen pelanggan dari negara lain di luar Singapura. Namun, angka aspirasi
internasionalisasi untuk wirausaha pemula di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan
wirausaha pemula di Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam yang memiliki kisaran
aspirasi internasionalisasi antara 1 – 4 persen saja.
Namun, selain kedua aspirasi di atas, GEM juga mengukur karakter wirausaha di
Indonesia dari tingkat kepuasan hidup dan kondisi kerja (keseimbangan kehidupan
pribadi dan pekerjaan) sebagai wirausaha. Penilaian ini penting bagi para wirausaha untuk
terus mau mempertahankan usahanya dan kemudian meningkatkan aspirasi untuk
tumbuh dan berkembang. Secara umum penduduk Indonesia memiliki kepuasan hidup
yang tidak lebih tinggi dari penduduk di negara-negara Asia Tenggara lain. Para wirausaha
mapan dan wirausaha dini di Indonesia menilai bahwa mereka memiliki kepuasan hidup
dan kondisi kerja yang sama dengan rata-rata orang dewasa lain di Indonesia. Namun, hal
yang perlu menjadi perhatian adalah perbedaan yang signifikan dalam kepuasan hidup
dan kondisi kerja bagi wirausaha yang berhenti dari kegiatan kewirausahaan, yang
menunjukkan tingginya persepsi kekecewaan dan keputusasaan.
4.4 NORMA SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Hasil penelitian GEM di Indonesia pada tahun 2013 dan 2014 menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia memiliki persepsi sosial yang sangat positif mengenai
26
kewirausahaan (Tabel 4). Secara umum, penduduk Indonesia juga menilai bahwa
berwirausaha merupakan pilihan karir yang diinginkan dan menjadi wirausaha yang
sukses merupakan status sosial yang baik. Selama dua tahun berturut-turut melakukan
survei penilaian kewirausahaan ini, persepsi mengenai pilihan karir yang diinginkan dan
status sosial dalam berwirausaha diakui oleh lebih dari 70 persen responden.
Tabel 4
Persepsi sosial masyarakat Indonesia mengenai berwirausaha
Persepsi mengenai Berwirausaha 2013 2014 2015
Persentase orang dewasa Indonesia yang menganggap berwirausaha adalah karir yang diinginkan (persen)
71% 73% 74%
Persentase orang dewasa Indonesia yang melihat kesuksesan dalam berwirausaha merupakan status sosial yang baik
80% 78% 81%
4.5 PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Kewirausahaan sebagai upaya penciptaan usaha baru yang berkontribusi penting bagi
pertumbuhan ekonomi dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik dari
Pemerintah19, dunia usaha, maupun pemangku kepentingan lainnya. Pengembangan
usaha baru telah menjadi faktor pembentuk kekuatan perekonomian untuk bertahan
dalam dinamika ekonomi global. Pengalaman krisis ekonomi global menunjukkan di satu
sisi banyak perusahaan besar berkinerja menurun bahkan tutup; namun di sisi lain, usaha
baru yang masuk dalam skala UMKM tetap dapat tumbuh dan berkembang. Hal ini terjadi
juga di Indonesia baik dalam krisis moneter di tahun 1998 dan krisis global 2008-200920.
Skala yang kecil dari usaha baru dan usaha yang sedang tumbuh menyebabkan mereka
lebih fleksibel dalam merespon perubahan yang diwujudkan dalam bentuk diversifikasi
usaha atau bergeser ke jenis usaha yang berbeda. Pertumbuhan mereka dapat
memberikan dampak positif dalam pembangunan ekonomi negara, terutama dalam
penciptaan lapangan kerja, serta pengembangan inovasi, dan nilai sosial21.
Kewirausahaan memiliki dua makna penting, pertama menciptakan, memiliki dan
mengelola usaha; dan kedua perilaku untuk menangkap peluang dan kemampuan untuk
mengelola resiko22. Kedua makna tersebut juga mencerminkan dua dimensi yang
berbeda yaitu penciptaan pemilikan dan pengelolaan usaha, dan sikap dan perilaku
19 Wennekers, S., van Stel, A., Thurik, R., & Reynolds, P. (2005). Nascent Entrepreneurship and the Level of
Economic Development. Small Business Economics, 24(3), 293-309. 20 Tambunan, T. (2010). The Indonesian Experience with Two Big Economic Crises. Modern Economy, 1(3),
156-167. 21 Singer, S., Amorós, J. E., & Arreola, D. M. (2015). Global Entrepreneurship Monitor 2014 Global Report:
Global Entrepreneurship Monitor Association. 22 Lihat Reynolds, P., Bosma, N., Autio, E., Hunt, S., Bono, N. D., Servais, I., Chin, N. (2005). Global
Entrepreneurship Monitor: Data Collection Design and Implementation 1998-2003. Small
BusinessEconomics, 24(3), 205-231 dan Sternberg, R., & Wennekers, S. (2005). Determinants and
Effects of New Business Creation Using Global Entrepreneurship Monitor Data. Small Business Economics,
24(3), 193-203.
27
kewirausahaan. Secara khusus, Zahra dan Nambisan menyatakan bahwa dalam
berwirausaha ada semangat dalam penciptaan dan semangat dalam menjalankan dan
mempertahankan usaha23. Zahra dan Nambisan mendefinisikan kewirausahaan sebagai
penciptaan usaha baru melalui mekanisme yang melibatkan semangat (misalnya sikap
dan aspirasi), aktor (misalnya pengusaha, organisasi), faktor (misalnya pasar, regulasi,
skema keuangan, dukungan dan budaya), dan proses (misalnya inovasi, penelitian dan
pengembangan, bisnis kecanggihan). Dalam definisi ini, ada yang mendasari semangat
kewirausahaan yang terdiri dari sikap dan aspirasi. Nandram dan Samsom mendefinisikan
kewirausahaan sebagai mekanisme batin dalam semangat seseorang24. Semangat
kewirausahaan ditunjukkan dari sikap orang yang selalu memiliki pikiran yang positif,
menantang risiko, dan bertindak dengan tekad. Buchholz dan Rosenthal juga
mendefinisikan semangat kewirausahaan sebagai motivasi diri dalam dan sikap dalam
menangani kegiatan kewirausahaan25.
Di dalam perkembangannya, kewirausahaan juga melibat semangat, aktor, faktor, dan
proses yang berbeda dibandingkan dengan kewirusahaan pada umumnya. Dua di
antaranya yang dapat dibedakan secara jelas adalah kewirausahaan teknologi dan
kewirausahaan sosial. Keduanya memiliki semangat inovasi untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang diwujudkan dalam suatu kegiatan kewirausahaan.
Kewirausahaan Teknologi
Berdasarkan definisi dari US Legal, kewirausahaan teknologi adalah kewirausahaan yang
memiliki visi dan misi untuk menciptakan sesuatu yang baru (invensi), dan menerapkan
kebaruan tersebut (inovasi) melalui penciptaan teknologi dan menjalankan proses
inovasinya melalui sebuah usaha yang berkelanjutan. Ini menunjukkan bahwa wirausaha
teknologi memiliki sebuah invensi yang selanjutnya diterapkan dalam sebuah usaha, dan
menggunakan teknologi. Di Singapura, wirausaha berbasis teknologi dianggap sebagai
para wirausaha yang menciptakan teknologi.
Shane dalam modelnya mengenai kewirausahaan teknologi menyatakan bahwa dari
perkembangan langkahnya, ide berbasis sains dan teknologi yang menghasilkan
pembentukan entitas ekonomi dimulai dengan peluang yang baru yang perlu
dikembangkan atau diterapkan lebih lanjut26. Atribut individu dari pencipta ide dan kondisi
lingkungan yang akan bersama-sama membentuk kesempatan, yang mengarah ke
penemuan dan evaluasi peluang, yang berpuncak pada tindakan penciptaan
23 Zahra, S. A., & Nambisan, S. (2012). Entrepreneurship and strategic thinking in business ecosystems.
Business Horizons, 55(3), 219-229. 24 Nandram, S. S., & Samsom, K. J. (2006). The Spirit of Entrepreneurship: Exploring the Essence of
Entrepreneurship Through Personal Stories: Springer Berlin Heidelberg. 25 Buchholz, R. A., & Rosenthal, S. B. (2005). The Spirit of Entrepreneurship and the Qualities of Moral
Decision Making: Toward A Unifying Framework. [journal article]. Journal of Business Ethics, 60(3), 307-
315 26 Lihat Shane, S. (2003). A general theory of entrepreneurship. Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing
Limited.
28
entitas/usaha baru. Walker (2012)27 menyatakan bahwa dalam penciptaan kesempatan
pengembangan usaha dari ide berbasis sains dan teknologi diperlukan bantuan
kantor/unit yang melakukan proses transfer teknologi (TTO, transfer echnology office)
yang mengalokasikan waktu untuk mengidentifikasi kesempatan yang potensial
dikembangkan. Perlunya pihak lain dari pencipta ide disebabkan karena para pencipta
biasanya lebih fokus pada penelitian dan tidak terlalu paham dalam komersialisasi
idenya. Pengetahuan terdahulu mengenai pasar yang mampu membantu para pencipta
ide untuk merealisasikan idenya dal bentuk kesempatan usaha. Walker menekankan
peran universitas sebagai institusi penelitian dan penemuan pengetahuan memegang
peranan penting dalam penciptaan wirausaha teknologi, khususnya universitas yang
memiliki fleksibilitas dalam proses pencarian pengetahuan dan perancangan solusi yang
terbaik. Selain itu, lingkungan universitas, perilaku dan budaya penelitian serta
pemahaman akan norma komersialisasi pengetahuan menjadi syarat penting untuk
mendukung penciptaan kesempatan usaha.
Pengembangan ide berbasis sains dan teknologi memerlukan waktu yang panjang mulai
dari uji dalam skala kecil, uji coba dalam skala pasar sampai dengan komersialisasinya.
Terdapat beberapa tahap yang berbeda dengan wirausaha biasa bagi wirausaha teknologi
untuk memulai usahanya, yaitu: adanya tahap pembenihan (Seed Stage) yang terdiri dari
pengembangan ide ke pengembangan produk, tahap pertumbuhan (Growth Stage) yang
terdiri dari validasi pasar dan uji dalam skala terbatas, dan selanjutnya penjualan (Trade
Stage) untuk peluncuran produk ke pasar.
Loh dari Red Dot Ventures28 menyatakan bahwa dalam kasus Singapura, terdapat
berbagai pihak yang menjadi ekosistem yang membentuk wirausaha teknologi, yaitu
dukungan pemerintah dalam dana riset dan pengembangan (R&D), insentif pemerintah
untuk investasi teknologi, komersialisasi dan penciptaan entitas usaha dimulai dari
penciptaan kesempatan usaha, dana privat melalui ventura atau angel investor dalam
mendanai ide usaha agar dapat dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, diperlukan mentor
dan platform yang mendukung untuk para wirausaha teknologi mampu memvalidasi
produknya ke pasar yang tepat (daam tahap pertumbuhan). Hal ini diperlukan mengingat
biaya kegagalan untuk usaha berbasis teknologi akan lebih besar jika gagal saat sudah
dalam tahap penjualan ke pasar.
Kewirausahaan Sosial
Konsep kewirausahaan sosial muncul sejak tahun 1972 dan mulai dikenal meluas pada
tahun 1980 saat Bill Drayton dari Ashoka mendanai inovator sosial di berbagai negara,
dan Edward Skloot dari New Ventures membantu lembaga nirlaba untuk mencari sumber
pembiayaan alternatif.
27 Walker, K. (2012). The technopreneurship process: Academic entrepreneur university spin-offs. RIThink, 2,
11-22. 28 Lihat Loh, Leslie (2013), Learn To Be a Technopreneur & Create Your Tech Startup, Red Dot Venture,
diakses dari https://www.ies.org.sg/temp/iesstartup.pdf
29
Istilah kewirausahaan sosial sendiri menurut Schwab adalah sebuah transformasi ide yang
berbasis pada keberlanjutan lingkungan dan/atau isu sosial menjadi produk atau jasa29.
Hal ini mencakup berbagai usaha yang memiliki tujuan-tujuan sosial sebagai tujuan
utama, dan bahwa mereka menginvestasikan kembali keuntungan mereka kembali ke
perusahaan atau masyarakat30. Kewirausahaan Sosial memfokuskan usahanya pada
tujuan dan hasil yang didefinisikan sebagai upaya inovatif untuk memecahkan masalah-
masalah sosial mengenai kemiskinan dan marginalisasi yang telah berhasil memberikan
dampak dan mempercepat transformasi social31 . Yayasan Schwab sebagai praktisi
kewirausahaan sosial, menggambarkan kewirausahaan sosial sebagai sebuah penerapan
pendekatan yang praktis, inovatif dan berkelanjutan, yang dibuat untuk memberikan
manfaat kepada masyarakat umum dengan menekankan pada kaum terpinggirkan
(termarjinalisasi) dan miskin32.
Mirip dengan wirausaha tradisional atau wirausaha pada umumnya, para wirausaha sosial
bergantung pada proses inovasi, khususnya inovasi sosial yang berfokus terutama pada
proses asosiasi atau menghubungkan masalah dan solusi, bertanya, mengamati,
mengembangkan jejaring dan melakukan uji coba. Wirausaha sosial harus mengetahui
masalah-masalah sosial yang perlu diselesaikan dengan merancang berbagai pertanyaan
dan melakukan pengamatan. Mereka harus membangun mereka sendiri jejaring
profesional termasuk dengan para akademisi, praktisi dan masyarakat itu sendiri, untuk
memperkuat argumen mereka dan membantu mereka mengembangkan ide-ide. Tugas
yang paling penting dari seorang wirausaha sosial sebagai inovator adalah untuk
membuat hubungan antara ide, pengetahuan, fakta, situasi serta mengujiannya ke dalam
sebuah pekerjaan atau proyek yang bermanfaat bagi masyarakat.
Konsep kewirausahaan sosial telah dikenal di Indonesia sejak abad ke-20, ketika Wakil
Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta memperkenalkan konsep koperasi untuk
menghilangkan masalah-masalah ekonomi di Indonesia. Sebagai sebuah negara
berkembang, Indonesia memiliki beberapa masalah sosial yang perlu diselesaikan.
Sebagai contoh, sekitar 105 juta orang di Indonesia masih hidup tanpa listrik. Pembangkit
listrik tenaga air (PLTA) skala mikro dan kecil diusulkan dan diujicobakan selama
bertahun-tahun. Namun kendala keuangan dan keterbatasan regulasi membatasi
teknologi digunakan dalam skala besar. Meskipun kapasitas sumber daya alam untuk
pembangkit listrik ditemukan khususnya di daerah pedeaan, namun masih banyak
masyarakat Indonesia yang masih hidup tanpa listrik. Untuk mengatasi masalah ini, Tri
Mumpuni muncul sebagai seorang pengusaha sosial yang membantu masyarakat di
pedesaan Indonesia untuk memanfaatkan tenaga air sebagai sumber listrik. Inovasi sosial
29 Schwab, K. (2008), “Global corporate citizenship; working with governments and civil society”, Foreign
Affairs, Vol. 87 No. 1, pp. 107-13 30 Morris, M. (2007), “Social enterprise’s crowning glory”, New Statesman, May 21, pp. 28-30. 31 Lihat Alvord, S.H., Brown, D. and Letts, C.W. (2004), “Social entrepreneurship. Leadership that facilitates
societal transformation – an exploratory study”, working paper, Center for Public Leadership, Kennedy
School of Government, available at: dspace.mit.edu/bitstream/handle/1721.1/55803/ CPL_WP_03_5_
AlvordBrownLetts.pdf?sequence=1 (accessed November 28, 2015), halaman 137. 32 Schwab Foundation (2008), available at: www.schwabfound.org/content/what-social-entrepreneur
(accessed November 28, 2015).
30
yang dilakukan Mumpuni adalah dengan menjaga pemanfaatan dan pengelolaan listrik ini
dengan berbasis pada masyarakat. Keberlanjutan usaha ini akan sangat bergantung pada
masyarakat yang memiliki sistem pengembangan dan pengelolaannya. Mumpuni
mengembangkan mekanisme koperasi lokal untuk mempertahankan keberlanjutan
pengeolalaan sumber listrik ini.
Kewirausahaan sosial di Indonesia saat ini berjalan dengan dukungan Pemerintah yang
terbatas. Secara kelembagaan, kewirausahaan sosial di Indonesia masih menggunakan
struktur badan usaha yang sama seperti kewirausahaan tradisional, yaitu:
1. Perseroan Terbatas (PT): dimiliki oleh pemegang saham, dengan karakteristik
pencarian keuntungan dan diperbolehkan untuk mencari investor.
2. Organisasi (Perkumpulan): asosiasi yang bertujuan sosial tanpa memiliki tujuan untuk
mencari keuntungan.
3. Yayasan: organisasi yang beroperasi tidak untuk mencari keuntungan, namun dapat
memperoleh keuntungan pajak dan hibah untuk didistribusikan sebagai sumbangan
dan kegiatan amal.
4. Koperasi: organisasi yang berbasis keanggotaan yang diperbolehkan untuk
mengumpulkan dana, memperoleh keuntungan, dan tidak menerima manfaat pajak.
Boston Consulting Group mengidentifikasi empat kriteria untuk menentukan
kewirausahaan sosial, dan membedakannya dari organisasi nirlaba berbasis sumbangan
maupun usaha biasa yang mencari keuntungan. Wirausaha sosial yang benar harus
memenuhi seluruh kriteria berikut, yaitu33:
1. Dampak sosial adalah tujuan utama dari wirausaha sosial. Visi dan misi, serta tujuan
utama dari perusahaan-perusahaan sosial adalah untuk memecahkan masalah-
masalah sosial. Isu-isu sosial dapat didefinisikan secara luas, termasuk namun tidak
terbatas pada, kemiskinan dan perhatian pada kaum yang kurang beruntuk atau
termarjinalisasi. Wirausaha sosial harus secara konsisten menyampaikan komitmen
mereka terhadap dampak sosial dalam komunikasi mereka terhadap publik.
2. Wirausaha sosial menggunakan model bisnis yang menegaskan tujuan sosialnya yaitu
model bisnis yang memberikan informasi mengenai bagaimana usaha memperoleh
pemasukan untuk menjamin keberlangsungan usaha dan tetap melayani kelompok
atau populasi yang termarjinalisasi.
3. Wirausaha sosial memperhatikan target dampak sosial dan keuntungan untuk
menjamin keberlanjutan secara seimbang. Kewirausahaan sosial tidak hanya
menetapkan target kinerja ekonomi, tetapi juga menilai kinerja sosialnya. Tujuannya
adalah untuk tidak selalu memaksimalkan keuntungan namun mereka mendapatkan
pemasukan dengan tingkat pengembalian yang baik.
4. Wirausaha sosial menginvestasikan kembali keuntungan yang diperolehnya.
Wirausaha sosial memaksimalkan dampak sosial dengan menginvestasikan kembali
uangnya sesuai dengan model usaha sosialnya atau disalurkan pada kegiatan lain
berbasis masalah sosial.
33 Yulius, et.al. The Art Of Sustainable Giving. The Boston Consulting Group, pp. 6-7
31
Berdasarkan model kewirausahaan sosial, ada empat jenis usaha sosial di Indonesia34:
1. Kewirausahaan sosial berbasis komunitas
Pembentukan usaha sosial yang berbasis masyarakat atau komunitas umumnya
berangkat dari kebutuhan masyarakat yang memiliki kondisi, kepentingan, masalah,
atau kebutuhan yang sama. Secara umum, konsumen juga penerima manfaat.
Anggota perusahaan ini bergabung dengan komunitas dan bekerja sama untuk
memecahkan masalah mereka. Kewirausahaan sosial berbasis komunitas adalah
sebuah perusahaan sosial dengan proses bisnis yang paling tradisional. Di Indonesia,
banyak perusahaan jenis ini dapat ditemukan dalam bentuk koperasi.
2. Kewirausahaan nirlaba
Jenis kewirausahaan sosial ini didirikan untuk memberikan dampak sosial. Kegiatan
langsung ditujukan dengan mencari akar masalah. Pembentukan kewirausahaan
sosial umumnya dimulai oleh orang-orang yang peduli dan mempunyai niat untuk
membantu pemecahan masalah dari masyarakat, bukan oleh anggota masyarakat
yang mengalami masalah. Jenis kewirausahaan sosial yang masuk dalam kategori
biasanya mendanai sendiri melalui sumbangan, tapi pendapatan dilengkapi dengan
penerimaan dari penjualan barang dan jasa.
3. Kewirausahaan Sosial hibrida
Jenis kewirausahaan sosial hibrida umumnya memiliki keberlanjutan dan
pengembangan berorientasi target. Komposisi dana adalah diversifikasi yang agak
seimbang antara komposisi dana sosial, dana semi komersial, dan dana komersial.
Perusahaan-perusahaan ini menghasilkan sebagian besar pendapatan mereka dari
penjualan barang dan jasa. Namun beberapa persentase kecil dari anggaran mereka
masih berasal dari sumbangan.
4. Kewirausahaan Sosial untuk mencari keuntungan
Selain menentukan target pada keberlanjutan dan pengembangan usaha, jenis
kewirausahaan ini menginginkan usahanya dapat tumbuh. Keuntungan diperoleh dari
hasil penjualan barang dan jasa dan keuntungan ini diinvestasikan kembali ke dalam
usaha. Agar sepenuhnya independen dan menghilangkan ketergantungan terhadap
individu atau penyandang dana kelembagaan.
34 Yulius, et.al. (2015) The Art Of Sustainable Giving. Jakarta: The Boston Consulting Group.
32
5. DEFINISI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Berdasarkan kajian teoretis dan berbagai sumber pendukung lain, maka dilakukan
penentuan definisi yang terkait dengan pengembangan kewirausahaan seperti sebagai
berikut.
Kewirausahaan adalah nilai, sikap, dan perilaku, serta kemampuan untuk
mengidentifikasi peluang usaha dan mengumpulkan sumber daya yang
diperlukan untuk menciptakan, memiliki dan mengelola usaha yang
menyediakan produk/jasa yang didukung dengan kreativitas, inovasi,
kemampuan manajemen, dan keberanian mengambil resiko.
Wirausaha adalah insan yang memiliki kemampuan dalam mengenali dan
mengelola diri, serta mengidentifikasi berbagai peluang dan mengelola
sumber daya di sekitarnya secara kreatif untuk menciptakan nilai tambah
bagi diri dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Kedua definisi tersebut di atas didasarkan pada definisi yang dikembangkan oleh
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yaitu35:
“Entrepreneurs are those persons (business owners) who seek to generate value through
the creation or expansion of economic activity, by identifying and exploiting new products,
processes or markets.”
Dari definisi di atas, maka perlu secara eksplisit untuk menambahkan kata “menciptakan”
pada kewirausahaan, dan mengelola sumber daya di sekitarnya sebagai pendefinisian
dari “mengelola sumber daya” pada definisi wirausaha.
Selain itu, definisi ini juga didasarkan pada berbagai karakteristik dan perilaku
kewirausahaan yang dituliskan oleh berbagai ahli, dimana wirausaha adalah orang yang
mendapatkan kesempatan dan membuat organisasi untuk menjalankan kesempatan
tersebut36, dan melakukan inovasi37.
35 OECD (2010). Measuring Entrepreneurship: Collection fo Indicators, The OECD-Eurostat Entrepreneurship
Indicators Programme. Statistics Brief, Report dari Entrepreneurship Indicators Steering Group. 36 Lihat Bygrave, W. D., & Hofer, C. W. (1991). Theorizing about entrepreneurship. Entrepreneurship theory
and Practice, 16(2), 13-22. 37 Lihat rangkuman dari Ahmad, N., & Seymour, R. G. (2008). Defining entrepreneurial activity, OECD e-
library yang menyatakan Schumpeter menekankan inovasi dalam kewirausahaan.
33
Calon wirausaha adalah orang yang memiliki perilaku dan semangat
kewirausahaan dan memiliki ide bisnis dan/atau memiliki rintisan usaha
namun belum menjalankan (mendirikan) usaha.
Wirausaha baru adalah wirausaha yang memiliki rencana usaha dan sudah
memulai kegiatan berwirausaha dalam jangka waktu kurang dari 42 (empat
puluh dua) bulan sejak pendirian usaha, yang telah dicatatkan (teregistrasi)
pada lembaga perizinan yang ditetapkan atau dalam sistem informasi
kewirausahaan.
Wirausaha mapan adalah wirausaha yang sudah memiliki dan mengelola
usaha lebih dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak pendirian usaha, yang
telah dicatatkan (teregistrasi) pada lembaga perizinan yang ditetapkan atau
dalam sistem informasi kewirausahaan, serta telah memiliki dan menggaji
karyawan.
Definisi dari wirausaha baru disesuaikan dengan praktek yang dilakukan dalam dunia
international dimana wirausaha baru merupakan mereka yang baru memulai usaha, dan
usaha tersebut teregistrasi secara formal. Penggunaan definisi wirausaha baru bukan
wirausaha pemula didasarkan pada konsistensi penggunaan istilah dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang mengukur kinerja
pengembangan kewirausahaan berdasarkan jumlah wirausaha baru.
Definisi dari calon wirausaha dibuat didasarkan pada mereka yang memiliki karakteristik
individu yang laten, termasuk memiliki kesiapan mental untuk menangkap atau
merespon kesempatan, namun karena satu dan lain hal belum mengarah pada niatan
untuk merealisasikannya.
Ide bisnis adalah ide atau konsep menawarkan barang dan jasa untuk ditukarkan dengan
uang atau untuk menghasilkan uang. Pada mulanya, ide usaha bisa jadi belum memiliki
nilai komersial, bersifat abstrak dan belum diuji kelayakannya, serta belum dituangkan
dalam rencana tertulis.
Peta aliran proses pada Gambar 9 dapat digunakan untuk membedakan wirausaha
berdasarkan kategori calon wirausaha, wirausaha baru dan wirausaha mapan. Peta
tersebut akan digunakan sebagai rujukan dalam pembuatan proses bisnis yang akan
diuraikan pada Bab 8.
34
Gambar 9: Aliran Proses Penentuan Kategori Wirausaha
Identifikasi Tipe / Tahap Wirausaha
Proses Identifikasi Catatan
Ph
ase
Memeriksa data
Memiliki ide bisnis / rintisan usaha?
Selesai
Menjadi Calon Wirausaha
Memiliki rencana bisnis & mencatatkan pendirian
usaha pada lembaga yang ditentukan?
Usaha sudah berjalan lebih dari
3,5 tahun?
Menjadi Wirausaha Baru
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Menjadi Wirausaha Mapan
Selesai
Ya
Telah memiliki dan menggaji karyawan?
Ya
Tidak
35
Definisi kewirausahaan juga mencakup wirausaha teknologi dan wirausaha sosial.
Kewirausahaan teknologi adalah adalah kewirausahaan yang memiliki visi dan misi untuk
menciptakan sesuatu yang baru (invensi), dan menerapkan kebaruan tersebut (inovasi) melalui
penciptaan teknologi dan menjalankan proses inovasinya melalui sebuah usaha yang
berkelanjutan.
Kewirausahaan Sosial adalah kewirausahaan yang memiliki visi dan misi untuk
menyelesaikan masalah sosial dan/atau memberikan perubahan positif pada masyarakat
dan/atau lingkungan dan menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungannya
untuk mendukung visi dan misi tersebut.
Wirausaha teknologi (technopreneur) adalah wirausaha yang menjalankan kegiatan usaha
Kewirausahaan Teknologi.
Wirausaha Sosial adalah wirausaha yang menjalankan kegiatan usaha Kewirausahaan
Sosial.
36
Diagram alir di bawah ini menunjukkan pembagian jenis wirausaha untuk membedakan
wirausaha teknologi dan sosial dengan wirausaha yang bersifat umum.
Gambar 10: Aliran Proses Penentuan Jenis Wirausaha
Di samping definisi di atas, terdapat pembagian jenis wirausaha yang didasarkan pada
karakter ataupun usia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
Identifikasi Jenis Wirausaha
Proses Identifikasi Catatan
Ph
ase
Memeriksa data
Menciptakan & menerapkan
inovasi / sesuatu yang baru?
WIRAUSAHA
Melakukan identifikasi misi dan proses usaha
Memiliki misi atau melakukan
perubahan sosial?
Sebagian besar keuntungan
diinvestasikan untuk tujuan sosial atau untuk
masyarakat?
WIRAUSAHA TEKNOLOGI
WIRAUSAHA SOSIAL
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
YaAda penciptaan
teknologi?
Tidak
37
Sesuai dengan UU No. 3/2014 tentang Perindustrian, wirausaha industri adalah:
Seorang wirausaha yang memiliki karakter dan mental kewirausahaan dan mempunyai
kompetensi sesuai dengan bidang usahanya meliputi kompetensi teknis, kompetensi
manajerial, serta kreativitas dan inovasi.
Sesuai dengan UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan, wirausaha pemuda adalah:
Seorang wirausaha yang ada dalam periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang
berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Definisi ekosistem kewirausahaan dan pengembangan kewirausahaan adalah sebagai
berikut
Ekosistem kewirausahaan adalah seperangkat faktor, serta aktor publik dan
swasta, di luar wirausaha yang mencakup (i) budaya dan norma sosial, (ii)
tenaga kerja terampil; (iii) pendidikan dan pelatihan, (iv) sumber pembiayaan,
(v) pasar yang dinamis, (vi) lembaga penunjang usaha, (vii) infrastruktur, dan
(viii) regulasi, kebijakan dan kepemimpinan yang mendukung.
Pengembangan kewirausahaan adalah usaha sadar dan terencana untuk
meningkatkan sikap, perilaku, motivasi, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan individu dan kelompok masyarakat untuk menjadi
wirausahawan.
Selain itu, beberapa definisi yang digunakan dalam dokumen ini adalah definisi terkait
dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang akan digunakan secara konsisten
dalam pengembangan kewirausahaan ini:
Norma Pengembangan Kewirausahaan adalah aturan atau kaidah yang digunakan untuk
meningkatkan sikap, perilaku, motivasi, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
individu dan kelompok masyarakat untuk menjadi wirausahawan.
Standar Pengembangan Kewirausahaan adalah batasan tertentu yang harus dipenuhi dan
digunakan sebagai acuan dalam pengembangan kewirausahaan.
Prosedur Pengembangan Kewirausahaan adalah tahapan yang digunakan untuk
mendukung dan menata pengembangan kewirausahaan.
Kriteria Pengembangan Kewirausahaan adalah tolok ukur yang menjadi dasar penilaian
kesuksesan pengembangan kewirausahaan.
38
6. NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Pengembangan kewirausahaan di Indonesia perlu didukung dengan (i) menguatkan
ekosistem kewirausahaan melalui peningkatan kapasitas dan pengembangan
kelembagaan, (ii) memperluas kemampuan wirausaha untuk memaksimalkan potensinya
dengan berorientasi pada pertumbuhan (growth oriented), serta (iii) meningkatkan daya
tahan wirausaha melalui inovasi dan kreativitas untuk memperoleh keunggulan daya
saing dan keberlanjutan usaha. Semua upaya tersebut perlu dilaksanakan dengan
mengacu pada norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) pengembangan
kewirausahaan. NSPK pengembangan kewirausahaan menjadi penting untuk menjamin
adanya koordinasi dan sinkronisasi program pengembangan kewirausahaan yang
dilaksanakan berbagai pemangku kepentingan publik, yang disertai dengan peningkatan
kualitas pelaksanaan program pengembangan kewirausahaan serta peningkatan kinerja
wirausaha. Hasil dari pengembangan kewirausahaan diharapkan dapat mendukung
peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja dan pengurangan
kemiskinan.
6.1 NORMA PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Norma-norma dalam pengembangan kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1. Fokus pada inisiatif wirausaha
Inisiatif wirausaha mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengubah ide
menjadi tindakan. Di dalamnya mencakup kreativitas, inovasi dan pengambilan
risiko, serta kemampuan untuk merencanakan dan mengelola tindakan dalam
rangka mencapai tujuan. Penumbuhan inisiatif wirausaha mencakup pembentukan
kesadaran tentang konteks dan kemampuan untuk menangkap peluang, yang
merupakan dasar bagi keterampilan yang lebih spesifik dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk membangun atau memberikan kontribusi pada pencapaian
tujuan berwirausaha.
2. Penguatan kapasitas dan prospek wirausaha baru
Kapasitas dan prospek wirausaha mencakup kemampuan wirausaha yang spesifik
untuk mengubah ketidakpastian dari pelaksanaan ide/rencana bisnis menjadi
usaha yang menguntungkan. Sebagai contoh, kemampuan spesifik tersebut dapat
berkaitan dengan penciptaan pasar yang baru dengan cara melaksanakan
beberapa uji pemasaran, dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik pasar dan
preferensi konsumen sehingga resiko kegagalan dapat diperkecil. Kapasitas dan
prospek wirausaha juga dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasi yang
39
mengkatalisasi kombinasi faktor-faktor produksi dan hasilnya, dalam proses
penciptaan sumber modal untuk melakukan kegiatan kewirausahaan di dalam
satu perusahaan. Oleh karena itu, kapasitas dan prospek wirausaha akan sangat
ditentukan oleh konsep dan rencana wirausaha terkait kelembagaan yang
memayungi operasional dan keberlanjutan usahanya.
3. Penekanan pada kemandirian wirausaha
Kemandirian menekankan pada kesempatan bagi setiap orang untuk menentukan
nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Norma
kemandirian wirausaha mengarahkan agar wirausaha mampu mewujudkan
kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan orang lain dan mengandalkan
kemampuan dan kekuatan sendiri.
4. Penciptaan ekosistem kewirausahaan yang mendukung inovasi dan kreativitas
Penciptaan ekosistem kewirausahaan menekankan pada komponen ekosistem
kewirausahaan yang meliputi seperangkat faktor, serta aktor publik dan swasta, di
luar wirausaha yang mendukung kewirausahaan. Ekosistem kewirausahan perlu
mendukung inovasi dan kreativitas sehingga mampu mendukung pengembangan
daya kreasi untuk membuat ciptaan baru, menerapkan cara baru, dan
meningkatkan nilai ekonomi yang berarti.
5. Penekanan pada pertumbuhan usaha dan keberlanjutan
Pertumbuhan usaha dan keberlanjutan perlu ditekankan pada upaya yang terus-
menerus diarahkan untuk penciptaan pendapatan, peningkatan nilai tambah,
perkembangan volume usaha, peningkatan kehandalan layanan, dan peningkatan
kontribusi sosial ekonomi pada lingkungan sekitar dan perekonomian.
6.2 STANDAR PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Pengembangan kewirausahaan harus memenuhi standar sebagai berikut:
1. Sistemik: pengembangan kewirausahaan perlu dilakukan dengan menciptakan
tingkat ketergantungan yang tinggi di antara aspek-aspek kebijakan, kelembagaan,
sumber daya manusia, infrastruktur, pembiayaan, pasar, serta inovasi dan transfer
teknologi yang memungkinkan untuk mengeksploitasi peluang dalam
pola/tahapan yang terstruktur dan dengan skala dan ruang lingkup ekonomi yang
memadai.
2. Terintegrasi: pengembangan kewirausahaan memiliki mekanisme memadukan
berbagai aktor dan faktor yang menyusun ekosistem kewirausahaan untuk
mengarahkan semua sumber daya untuk keberhasilan pengembangan
kewirausahaan.
3. Koordinatif dan sinkron
Koordinatif: pengembangan kewirausahaan dilakukan dengan membagi peran,
tugas dan fungsi di antara berbagai aktor publik (kementerian/lembaga dan
Pemda) dan swasta dalam rangka menciptakan komunikasi yang efektif dan
40
penggunaan sumber daya yang efisien dalamm penyusunan dan pelaksanaan
pengembangan kewirausahaan.
Sinkron: pengembangan kewirausahaan memerlukan kesamaan dan konsistensi
data antar aktor publik (kementerian/lembaga dan Pemda) dan swasta, serta
mekanisme yang selaras dengan peran, tugas dan fungsi masing-masing lembaga
dalam pengembangan kewirausahaan.
4. Relevansi: pengembangan kewirausahaan memiliki kesesuaian dengan konteks
(lokasi dan waktu) dan kebutuhan masyarakat, serta didukung dengan sumber
daya dan kapasitas pelaksanaan yang memadai.
5. Berorientasi jangka panjang: pengembangan kewirausahaan direncanakan dan
dilaksanakan untuk mendukung penciptaan pendapatan, peningkatan nilai
tambah, perkembangan volume usaha, peningkatan kehandalan layanan, dan
peningkatan kontribusi wirausaha secara sosial ekonomi pada lingkungan sekitar
dan perekonomian.
Pengembangan kewirausahaan perlu memperhatikan perbedaan kegiatan dan kebijakan
yang didasarkan pada tingkat perkembangan wirausaha mulai dari calon wirausaha,
wirausaha baru dan wirausaha mapan. Perbedaan kebijakan terkait dengan jenis
wirausaha: wirausaha secara umum, wirausaha teknologi dan wirausaha sosial juga
diperlukan agar pengembangan kewirausahaan tepat sasaran. Pengembangan
kewirausahaan perlu menekankan peran Pemerintahan Daerah di atas peran
Pemerintahan Pusat, sesuai dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
6.3 PROSEDUR PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Prosedur Pengembangan kewirausahaan disusun berdasarkan kelompok sasaran dari
tahap kewirausahaan menurut definisi yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, yaitu:
1. Masyarakat umum
2. Calon wirausaha
3. Wirausaha baru
4. Wirausaha mapan.
Tabel 5 menunjukkan kelompok sasaran, tujuan dan cakupan dari masing-masing
prosedur. Cakupan pelaksanaan prosedur (program atau kegiatan) pengembangan
kewirausahaan dapat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pelaksana kegiatan
dapat dipisahkan antara pemerintah sebagai pemegang kebijakan, pemerintah
(kementerian, lembaga dan pemerintah daerah) sebagai pelaksana program/kegiatan,
serta lembaga mitra pemerintah dalam pelaksanaan program/kegiatan.
41
Tabel 5
Prosedur Pengembangan Kewirausahaan
Kelompok
sasaran
Prosedur Tujuan Cakupan Pelaksana
Masyarakat
umum
Pemasyarakatan
ide usaha untuk
pra-wirausaha
Meningkatkan
kemauan
untuk
berwirausaha
didasarkan
pada adanya
kemampuan
dan perilaku
berwirausaha
dari
kelompok
sasaran
Pemasyarakatan dapat
berbentuk seminar atau
pelatihan, promosi dalam
bentuk iklan dan ulasan
dalam media, serta
kegiatan pendidikan ko-
kurikuler maupun
ekstrakurikuler untuk
memberikan
pemahaman kelompok
sasaran mengenai
kegiatan wirausaha dan
peminatan untuk
menjadi wirausaha
(talent scouting).
Pemerintah
Lembaga
pendidikan:
sekolah,
perguruan
tinggi,
lembaga
kursus
Lembaga
mitra:
perusahaan,
BUMN,
lembaga
keuangan,
asosiasi, dan
lembaga lain
yang memiliki
perhatian pada
kewirausahaan
Calon
wirausaha
Penciptaan
wirausaha baru
dengan
memfasilitasi ide
usaha.
Meningkatkan
ide usaha
yang layak
menjadi
rencana
bisnis
Kegiatan fasilitasi ide
usaha dapat berbentuk
pelatihan dan
pembimbingan maupun
pemagangan dan
termasuk di dalamnya
inkubasi persiapan
usaha.
Pemerintah
Lembaga
pendidikan:
sekolah,
perguruan
tinggi, dan
lembaga
kursus
Lembaga mitra
yang berfokus
pada
penciptaan
wirausaha
baru
Inkubator
bisnis
42
Kelompok
sasaran
Prosedur Tujuan Cakupan Pelaksana
Wirausaha
baru
Penciptaan
wirausaha
mapan melalui
penguatan usaha
Meningkatkan
wirausaha
baru yang
bertahan
Kegiatan penguatan
usaha dapat berbentuk
pembimbingan dan
pendampingan termasuk
inkubasi bisnis,
pemberian fasilitas,
bimbingan teknis baik
dalam kemampuan
umum dan manajerial,
kemampuan teknis dan
penguatan infrastruktur,
termasuk akses
pendanaan.
Untuk pendampingan
melalui inkubasi bisnis,
wirausaha perlu
dibedakan berdasarkan
jenisnya, yaitu wirausaha
umum, wirausaha
teknologi dan wirausaha
sosial. Wirausaha
teknologi dan sosial
dapat memperoleh
pendampingan dan
fasilitas tambahan
disesuaikan dengan hasil
analisis dan penilaian
kebutuhannya.
Pemerintah
Lembaga
pendidikan
Lembaga mitra
Penyedia
layanan teknis
pendampingan
usaha
Inkubator
bisnis
Wirausaha
mapan
Peningkatan
skala usaha
dengan
peningkatan
kapasitas bagi
wirausaha
mapan
Meningkatkan
wirausaha
mapan yang
berkembang
dalam aset,
omset dan
tenaga kerja
Kegiatan peningkatan
skala usaha dapat
berbentuk bimbingan
teknis, pelatihan,
kemitraan dan temu
bisnis maupun
intermediasi.
Sama halnya seperti
untuk wirausaha baru,
cakupan kegiatan untuk
Pemerintah
Lembaga
pendidikan
Lembaga
penyedia
layanan teknis
Asosiasi dan
lembaga
pendamping
bisnis
(konsultan
43
Kelompok
sasaran
Prosedur Tujuan Cakupan Pelaksana
peningkatan skala usaha
dapat ditambahkan dan
dibedakan untuk
wirausaha sosial,
teknologi maupun
definisi dan tahap khusus
yang berlaku bagi
lembaga terkait.
bisnis)
Penyusunan exit
strategy dan
penciptaan
mentor usaha
Meningkatkan
wirausaha
mapan yang
mandiri
Penyusunan exit strategy
dan penciptaan mentor
usaha dilakukan dengan
evaluasi dan penilaian
yang dilanjutkan dengan
pelatihan dan
pembimbingan sebagai
mentor.
Pemerintah
Lembaga
pendidikan
Asosiasi dan
lembaga
pendamping
bisnis
(konsultan
bisnis)
Inkubator
bisnis.
Prosedur Pengembangan Kewirausahaan akan dijabarkan lebih lanjut dalam prosedur
operasional baku yang meliputi kelompok sasaran, pelaksana kegiatan, tahap-tahap
pelaksanaan secara rinci, maupun indikator capaian kegiatan (Lihat Bab 8).
6.4 KRITERIA DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Kriteria-kriteria dalam pengembangan kewirausahaan didasarkan pada kriteria
penanggungjawab kegiatan, kriteria penerima kegiatan serta kriteria kinerja kegiatan.
Kriteria penanggungjawab kegiatan pengembangan kewirausahaan adalah sebagai
berikut:
1. Penanggungjawab kegiatan adalah pemerintah pusat atau pemerintah daerah
yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan kegiatan sebagaimana
ditunjukkan dengan adanya peraturan atau instruksi yang berlaku.
2. Kegiatan direncanakan dan dituangkan dalam rencana pembangunan, rencana
tahunan rencana strategis atau rencana kerja dari penanggungjawab kegiatan
serta memiliki target output yang jelas.
44
3. Penanggungjawab kegiatan memiliki anggaran untuk pelaksanaan kegiatan di
tahun yang berjalan ataupun kegiaatan dengan kebutuhan penganggaran multi
tahun.
4. Penanggungjawab kegiatan memiliki peraturan pelaksanaan kegiatan yang
diturunkan dari undang-undang atau rencana strategis yang sudah dituliskan.
5. Penanggung jawabkegiatan dapat bekerja sama dengan mitra untuk pelaksanaan
kegiatan.
6. Penanggung jawabkegiatan mengembangkan dan mengelola basis data.
Kriteria penerima kegiatan pengembangan kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1. Penerima kegiatan adalah mereka yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang
ditetapkan, dimana:
a. Masyarakat umum adalah warga negara Indonesia yang memiliki minat
untuk berwirausaha.
b. Calon wirausaha adalah warga negara Indonesia yang:
memiliki perilaku dan dan semangat kewirausahaan dan memiliki ide
bisnis, atau
memiliki rintisan usaha namun belum menjalankan (mendirikan) usaha.
c. Wirausaha baru adalah mereka yang sudah menjalankan usaha sesuai
dengan kriteria sebagai berikut:
memiliki rencana usaha;
memiliki usaha yang tercatat/teregistrasi, sekurang-kurangnya dalam
bentuk ijin usaha mikro kecil (IUMK) dengan mengacu Perpres 98/2014;
dan
usaha berusia kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak pendirian
usaha yang telah dicatatkan (teregistrasi).
d. Wirausaha mapan adalah mereka yang sudah memiliki dan mengelola
usaha dengan kriteria sebagai berikut:
lebih dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak sejak pendirian usaha yang
yang telah dicatatkan (teregistrasi); dan
telah memiliki dan menggaji karyawan tetap.
2. Penerima kegiatan tidak sedang atau pernah menerima kegiatan yang sama dari
penanggungjawab kegiatan yang sama, maupun dari penanggungjawab kegiatan
yang berbeda.
Kriteria kinerja kegiatan pengembangan kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1. Kriteria kinerja output, meliputi:
a. Adanya basis data dan pencatatan wirausaha, baik wirausaha baru dan
wirausaha mapan
b. Adanya output berupa kegiatan dan hasil sesuai dengan target kegiatan,
yang dapat meliputi:
Jumlah ide usaha yang dihasilkan oleh para calon wirausaha
45
Jumlah wirausaha baru yang bertahan “Survival rate” atau tingkat
bertahan dalam minimal 1 tahun setelah menerima fasilitasi
Pemerintah
Jumlah wirausaha baru yang mendapatkan penyertaan modal
Persentase penyerapan dana pinjaman lembaga
peminjam/bank/ventura
c. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
2. Kriteria kinerja outcome, meliputi:
a. Jumlah wirausaha mapan
b. Pertumbuhan omset wirausaha mapan
c. Pertumbuhan aset wirausaha mapan
d. Jumlah tenaga kerja wirausaha mapan
3. Kriteria dampak, meliputi:
a. Pengurangan tingkat pengangguran terbuka
b. Pengurangan kemiskinan
c. Pertumbuhan ekonomi
46
7. MODEL BISNIS PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Berdasarkan analisis dan evaluasi akan pengembangan kewirausahaan yang telah
dilakukan di Indonesia, Gambar 9 menunjukkan model holistik dari pengembangan
kewirausahaan yang sebaiknya dilakukan di Indonesia untuk menciptakan wirausaha baru
secara lebih terkoordinasi. Pendekatan dengan menggunakan model Market System atau
yang disebut MP4 atau sistem pasar yang sering digunakan dalam mengevaluasi dan
mengembangkan rantai nilai dalam sebuah sistem38.
Gambar 11. Model M4P (The Making Markets Work for the Poor Approach)
(Sumber: Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC) & UK Department for International Development (DFID), 2008)
Sistem pasar, seperti yang ditunjukkan pada pendekatan M4P (The Making Markets Work
for the Poor), adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan sebuah sistem yang
berfungsi lebih efektif, berkelanjutan dan menguntungkan bagi pihak yang menjadi fokus
perhatian. Pendekatan ini berfokus pada pengembangan kapasitas pihak yang menjadi
fungsi inti (dengan menunjukkan hubungan pemasok dan permintaan).
Pendekatan M4P menganalisis sistem mengenai bagaimana fungsi inti memerlukan
dukungan dari fungsi lain dan membutuhkan aturan yang berlaku agar sistem yang
dibangun dapat memberikan perubahan yang efektif atau tindakan. Analisis perlu
38 Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC). (2008) A Synthesis of The Making Markets Work
for the Poor (M4P) Approach. UK Department for International Development (DFID) and the Swiss Agency
for Development and Cooperation.
47
mengidentifikasi kendala yang mendasari yang memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap sistem pasar dan berkonsentrasi pada penanganan ini untuk membuat
perubahan atau tindakan. Pendekatan M4P berfokus pada pengembangan sistem pasar,
dinilai dengan fungsi yang berbeda antara aktor utama dan pihak pendukung baik pihak
Pemerintah dan swasta, formal dan informal dengan aturan yang perlu berlaku secara
jelas.
Pada konteks pengembangan kewirausahaan, ada tiga fungsi utama dalam pendekatan
M4P yang dapat dilaksanakan yaitu:
1. Fungsi Inti yang disebut sebagai pilar program yang merupakan program
pengembangan kewirausahaan yang mencakup tahap-tahap pengembangan
wirausaha mulai dari masyarakat umum, calon wirausaha, wirausaha baru dan
wirausaha mapan yang menjadi pelaku utama dan proses pengembangan
kewirausahaan.
2. Fungsi pengaturan atau yang disebut sebagai pilar sistem evaluasi dan monitoring,
serta sistem pendukung yang merupakan berbagai fungsi yang mengatur,
termasuk di dalamnya adalah berbagai aturan atau kebijakan yang perlu ada dan
mendasari serta mengatur partisipasi dan perilaku di pasar. Aturan termasuk
aturan resmi atau norma, aturan formal atau hukum dan standar lainnya dan kode
etik.
3. Fungsi pelaksana atau yang disebut pilar pelaksana yang membuat dan
menjalankan program pengembangan kewirausahaan dan membantu pelaku
utama untuk tumbuh dan berkembang termasuk proses konsultasi, penelitian dan
pengembangan (litbang), informasi, dan pengembangan kapasitas dan koordinasi.
Gambar 12 di bawah ini menunjukkan urutan prosedur mulai dari adanya peluang usaha
dan kebutuhan wirausaha potensial dari masyarakat sampai menciptakan wirausaha
mandiri yang mau tumbuh dan meningkatkan skala usahanya.
Tahap-tahap pengembangan kewirausahaan dijelaskan lebih lanjut dalam Tabel 6. Tahap-
tahap ini diadaptasi dari rekomendasi kebijakan yang diberikan oleh OECD39 dan United
Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)40, serta praktik dan praktik baik
yang telah dilaksanakan oleh berbagai Kementerian/Lembaga, Pemda dan lembaga lain
yang sudah menjalankan program pengembangan kewirausahaan sampai saat ini.
39 OECD Statistics Directorate. (2009). Measuring Entrepreneurship: A Collection of Indicators 2009 Edition:
OECD-Eurostat Entrepreneurship Indicators Programme. 40 UNCTAD. (2012). Entrepreneurship Policy Framework and Implementation Guidance: United Nations
48
Gambar 12 Proses Bisnis Pengembangan Kewirausahaan
Tabel 6.
Tahapan Pengembangan Kewirausahaan Saat Ini
Pilar
pelaksana
Masyarakat umum Calon wirausaha Wirausaha baru Wirausaha mapan
Kementerian/
Lembaga (K/L)
dan Pemda
Pemasyarakatan
ide usaha untuk pra-
wirausaha.
Penciptaan
wirausaha baru
dengan
memfasilitasi ide
usaha.
Penciptaan wirausaha
mapan dengan
program inkubasi
bisnis dan penguatan
usaha
Peningkatan skala
usaha dengan
peningkatan
kapasitas bagi
wirausaha mapan
dan penyusunan
exit strategy dan
penciptaan
mentor usaha
Kementerian
Koperasi dan
UKM
Pemasyarakatan
pra-wirausaha (1
hari pelatihan ide
bisnis)
Gerakan
Kewirausahaan
Nasional
Pemasyarakatan
calon wirausaha
(4 hari pelatihan)
Pelatihan vokasi
Magang
Pendampingan
melalui Tempat
Praktik
Keterampilan
Usaha (TPKU)
Pelatihan eks TKI
Pelatihan
kewirausahaan
Fasilitasi inkubator
di Perguruan Tinggi
Pelatihan
wirausaha
teknologi
Pelatihan
wirausaha sosial
Pelatihan vokasi
Magang
Pendampingan
melalui Pusat
Pendampingan
melalui PLUT
KUMKM
Pendampingan
produktivitas
Fasilitasi IUMK
(Ijin Usaha Mikro
dan Kecil)
Pelatihan dan
fasilitasi
standarisasi
mutu, sertifikasi
produk dan
49
Pilar
pelaksana
Masyarakat umum Calon wirausaha Wirausaha baru Wirausaha mapan
Layanan Usaha
Terpadu (PLUT)
Koperasi dan
UMKM
Fasilitasi IUMK (Ijin
Usaha Mikro dan
Kecil)
Pelatihan dan
fasilitasi
standarisasi mutu,
sertifikasi produk
dan HaKI
Fasilitasi start-up
capital
Fasilitasi dana
bergulir
Fasilitasi Kredit
Usaha Rakyat
HaKI
Fasilitasi dana
bergulir
Fasilitasi Kredit
Usaha Rakyat
Fasilitasi
promosi dan
pemasaran
Fasilitasi
kemitraan
Fasilitasi
restrukturisasi
usaha
Kementerian
Ketenagakerja
an
Pemetaan (3 hari)
Inkubasi in-wall
(10 hari)
Inkubasi potensi
daerah (10 hari)
untuk kelompok
tenaga kerja (20
orang)
Pelatihan Tenaga
Kerja Mandiri
Inkubasi melalui
Balai Besar
Pengembangan
dan Perluasan
Kerja
Inkubasi out-wall
(8 hari)
Temu konsultasi
Bantuan Sarana
Usaha
Program
Pendampingan
untuk
Pemberdayaan
Tenaga Kerja
Sukarela
Pendampingan
dan pembekalan
pendamping
Kementerian
Pemuda dan
Olah Raga
Pemetaan
Pemasyarakatan
(Pemasalan)
kewirausahaan
pemuda melalui
sosialisasi,
workshop dan
seminar
Pelatihan dasar
kewirausahaan
Temu bisnis (3 hari)
Workshop
pengembangan
potensi, fasilitasi
permodalan,
pemilihan
wirausaha muda
pemula berprestasi,
dan promosi
melalui pameran.
Peningkatan
kemitraan (5 hari)
Kementerian
Perindustrian
Pendidikan dan
pelatihan
kompetensi
wirausaha industri
(6 bulan, sesuai
SKKNI)
Pelatihan
wirausaha baru
(1 minggu)
Beasiswa
penumbuhan
wirausaha baru
industri/
Beasiswa Tenaga
Penyuluh
Lapangan Industri
Kecil (3-4 tahun)
Fasilitasi bantuan
peralatan
Pelatihan kualitas
produk (1 minggu)
Pendampingan
teknis dan
manajemen usaha
Pendampingan
teknis dan
manajemen
usaha
Fasilitasi
standarisasi
mutu, sertifikasi
produk dan HKI
Estrukturisasi
mesin dan
peralatan
Pengembangan
pasar
50
Pilar
pelaksana
Masyarakat umum Calon wirausaha Wirausaha baru Wirausaha mapan
Kementerian
Desa ,
Pembangunan
Daerah
Tertinggal, dan
Transmigrasi
Pembinaan
kawasan
transmigrasi yang
memiliki prioritas
pengembangan
usaha
Pendampingan
kelompok
transmigrasi
(3 bulan)
Inkubasi bisnis
Pembinaan
kelompok
wirausaha
transmigrasi
(5 tahun)
Pengembangan
himpunan
wirausaha
transmigrasi
Pelatihan Dasar
Pendampingan bagi
pengembangan
usaha
(pengembangan
inovasi teknologi,
akses permodalan,
dan kemitraan)
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan &
Perlindungan
Anak
Pelatihan Industri
Rumahan (5 hari)
Pelatihan Industri
Rumahan (5 hari)
Pemerintah
Daerah
Sosialisasi/
pemasyarakatan
wirausaha
Pelatihan
kewirausahaan
(2 hari)
Fasilitasi
inkubator
pengembangan
teknologi dan
bisnis
Pelatihan
Kewirausahaan
Pengembangan
kemitraan:
intermediasi
dengan
BUMN/Perbankan
dalam fasilitasi
PKBL, kerja sama
pengembangan
usaha dengan
swasta, temu bisnis
dengan buyer, dan
sinergi kegiatan
pengembangan
kewirausahaan
antar dinas terkait
Pendampingan bagi
pengembangan
usaha: sosialisasi
peraturan
perundang-
undangan terkait,
penguatan basis
data wirausaha
daerah, fasilitasi
infrastruktur (modul
pelatihan, buku
panduan
pengembangan
usaha, pendaftaran
merek, dan
sertifikasi produk)
51
Pilar
pelaksana
Masyarakat umum Calon wirausaha Wirausaha baru Wirausaha mapan
Badan
Ekonomi
Kreatif
Pelatihan
kewirausahaan
melalui pola kurasi
Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
Fasilitasi infrastuktur
teknologi, informasi,
dan komunikasi
Catatan: Berbagai program dan praktik pada di atas didasarkan pada kegiatan yang telah dijalankan dan
penamaan program atau kegiatan dapat berbeda namun esensi kegiatannya adalah seperti yang tertulis
dalam masing-masing kolom.
Berdasarkan berbagai praktik baik dan tahap-tahap pengembangan kewirausahaan
seperti yang telah dituliskan pada Tabel 7, disusun rancangan proses bisnis untuk setiap
tahap pengembangan kewirausahaan. Tabel 7 juga menunjukkan kriteria dan indikator
yang perlu dikembangkan untuk mengevaluasi capaian dari tahapan pengembangan
kewirausahaan.
52
Tabel 7
Kriteria Pencapaian Program dan Indikator Capaian
Masyarakat
umum
Calon
wirausaha
Wirausaha baru Wirausaha mapan
Fokus program
pengembangan
kewirausahaan
Pemasyaraka
-tan ide usaha
untuk pra-
wirausaha
Penciptaan
wirausaha
baru dengan
memfasilitas
i ide usaha
(inkubasi
bisnis,
pendamping
an dan
pendanaan).
Penciptaan
wirausaha
mapan dengan
program
inkubasi bisnis
Penciptaan
wirausaha
mapan
dengan
penguatan
usaha dan
penciptaan
infrastruktur
dan
pendanaan
pinjaman
Peningkatan
skala usaha
dengan
peningkatan
kapasitas
bagi
wirausaha
mapan
Penciptaan
mentor usaha
Periode
pelaksanaan
program
1 tahun
program
intra- atau
ekstra-
kurikular
sekolah,
atau
maksimum 2
hari untuk
sosialisasi/
seminar/
lokakarya/
bimbingan
teknis
1 hari s.d. 5
hari untuk
sosialisasi/
seminar/
lokakarya/
bimbingan
teknis
1 tahun – 2,5 tahun
(disesuaikan dengan jenis
kewirausahaan)
2 hari – 2
minggu
tergantung
program
Maksimal 10
hari
Pendampingan
6 bulan 1 tahun 6 bulan
Kriteria
pencapaian
program
Banyaknya
ide dan
kesempatan
usaha baru
Banyaknya wirausaha baru yang
bertahan
Peningkatan
kontribusi
pada
perekono-
mian
Peningkatan
jumlah
wirausaha
yang “naik
kelas”
menjadi
mapan
53
Masyarakat
umum
Calon
wirausaha
Wirausaha baru Wirausaha mapan
Fokus program
pengembangan
kewirausahaan
Pemasyaraka
-tan ide usaha
untuk pra-
wirausaha
Penciptaan
wirausaha
baru dengan
memfasilitas
i ide usaha
(inkubasi
bisnis,
pendamping
an dan
pendanaan).
Penciptaan
wirausaha
mapan dengan
program
inkubasi bisnis
Penciptaan
wirausaha
mapan
dengan
penguatan
usaha dan
penciptaan
infrastruktur
dan
pendanaan
pinjaman
Peningkatan
skala usaha
dengan
peningkatan
kapasitas
bagi
wirausaha
mapan
Penciptaan
mentor usaha
Indikator
pencapaian
program
Jumlah
peserta
pemasyara-
katan
Jumlah ide
tercipta
untuk usaha
baru
Jumlah
wirausaha
baru yang
bertahan
“Survival
rate” atau
tingkat
bertahan
dalam
minimal 1
tahun
setelah
menerima
fasilitasi
Pemerintah
Jumlah
wirausaha
baru yang
mendapat-
kan
penyertaan
modal
Persentase
penyerapan
dana
pinjaman
lembaga
peminjam/
bank/
ventura
Persentase
NPL
Persentase
peningkat-
an omset
Persentase
peningka-
tan 1
tenaga
kerja per
tahun dari
usaha
mapan
Persentase
peningkat-
an omset
dan aset
usaha per
tahun dari
usaha
mapan
Persentase
peningka-
tan 1
tenaga
kerja per
tahun dari
usaha
mapan
Persentase
peningkat-
an omset
dan aset
usaha per
tahun dari
usaha
mapan
Jadwal evaluasi
pencapaian
program
Setelah
program
Setelah
program
1 tahun
setelah
pelaksanaan
program
Maksimum
2,5 (30 bulan)
tahun setelah
pelaksanaan
program
1 tahun
setelah
pelaksanaan
program
1 tahun
setelah
pelaksanaan
program
54
Masyarakat
umum
Calon
wirausaha
Wirausaha baru Wirausaha mapan
Fokus program
pengembangan
kewirausahaan
Pemasyaraka
-tan ide usaha
untuk pra-
wirausaha
Penciptaan
wirausaha
baru dengan
memfasilitas
i ide usaha
(inkubasi
bisnis,
pendamping
an dan
pendanaan).
Penciptaan
wirausaha
mapan dengan
program
inkubasi bisnis
Penciptaan
wirausaha
mapan
dengan
penguatan
usaha dan
penciptaan
infrastruktur
dan
pendanaan
pinjaman
Peningkatan
skala usaha
dengan
peningkatan
kapasitas
bagi
wirausaha
mapan
Penciptaan
mentor usaha
Catatan khusus Perlu klausul khusus yang akan
mencakup kriteria-kriteria yang
lebih mendetil untuk wirausaha
teknologi, wirausaha sosial, dan
berbagai kategori atau sector
wirausaha sesuai dengan
peraturan perundangan.
Perlu klausul khusus untuk
mencakup tipe wirausaha
yang: ambisius (growth),
berbasis teknologi maju
dan/atau wirausaha social
atau dapat ditambahkan
sesuai dengan kebutuhan
sektor yang didasarkan pada
peraturan yang berlaku.
Program pengembangan kewirausahaan yang tertera pada Tabel 7 selanjutnya dijelaskan
dalam prosedur operasional baku, termasuk dengan berbagai klausul khusus untuk
kondisi dan kriteria yang lebih spesifik sesuai dengan tahap perkembangan dan jenis
kewirausahaan. Sebagai contoh, untuk tahap dini bagi calon wirausaha, lingkungan yang
mendukung (nutrient-rich environment) yang didasari pada norma sosial dan budaya yang
mendukung ekosistem kewirausahaan adalah hal yang perlu ditekankan. Upaya ini perlu
menjadi bagian dalam pengembangan kewirausahaan, namun belum menjadi program
yang perlu pengaturan dalam bentuk prosedur dan indikator pencapaian yang khusus.
Cara atau proses penguatan karakter untuk berwirausaha di tahap dini melalui
pendekatan baik budaya, sosial dan ekonomi, misalnya dapat dilakukan melalui:
1. Pendidikan keluarga dan masyarakat, termasuk persepsi wirausaha sebagai pilihan
karir yang menjanjikan;
2. Kaderisasi budaya perusahaan melalui organisasi kemasyarakatan;
3. Pemasyarakatan kewirausahaan dan budaya usaha melalui pendidikan; dan
4. Penyebarluasan dan kemudahan akses informasi dan pengetahuan, terutama contoh-
contoh wirausaha sukses, informasi peluang berwirausaha dan informasi pengelolaan
usaha.
55
Beberapa kisah sukses untuk penerapan tahap-tahap pengembangan kewirausahaan
dijelaskan dalam Tabel 8. Tabel ini dibuat untuk menunjukkan bahwa pelaksanaan
kegiatan pengembangan kewirausahaan dapat berjalan dengan baik melalui sinergi antar
organisasi atau institusi.
Tabel 8
Kisah sukses penerapan kegiatan pengembangan kewirausahaan
Masyarakat umum Calon wirausaha Wirausaha baru Wirausaha mapan
Program
pengembangan
kewirausahaan
Pemasyarakatan
ide usaha untuk
pra-wirausaha
Penciptaan
wirausaha baru
dengan
memfasilitasi ide
usaha (inkubasi
bisnis,
pendampingan dan
pendanaan).
Penciptaan wirausaha
mapan dengan
program inkubasi
bisnis
Penciptaan wirausaha
mapan dengan
penguatan usaha dan
penciptaan
infrastruktur dan
pendanaan pinjaman
Peningkatan skala
usaha dengan
peningkatan
kapasitas bagi
wirausaha mapan
Contoh
pelaksanaan
Program Kreativitas
Mahasiswa untuk
peningkatan
kesadaran akan
masyarakat
dan/atau ide usaha
(khususnya untuk
program PKM-K
untuk
kewirausahaan). Ide
PKM diseleksi
untuk
dipresentasikan
pada PIMNAS
(Pekan Ilmiah
Mahasiswa
Nasional).
i-STEP (Student
Entrepremeurship
Program) RAMP
(Recognition and
Mentoring Program)
Inkubasi bisnis
melalui program
mentoring (INOTEK
Mentoring Program
sebagai bentuk out-
wall incubation)
Program SCORE
(Kesinambungan
Daya Saing dan
Tanggung Jawab
Perusahaan)
untuk UKM/IKM
yang lebih baik,
produktif dan
kompetitif.
Executing
agency &
Implementing
agency
Executing agency:
Kemenristek-dikti
Implementing
agency: Universitas
Implementing
agency:
Akselerasi.id Institut
Pertanian Bogor
dengan dana dari
the Lemelson
Foundation
Implementing agency:
Yayasan INOTEK
(Lembaga nirlaba)
dengan dana dari the
Lemelson Foundation
Kerja sama antara
ILO (International
Labour
Organization) dan
Kemenakertrans
dan Apindo dab
serikat buruh
nasional.
56
Masyarakat umum Calon wirausaha Wirausaha baru Wirausaha mapan
Program
pengembangan
kewirausahaan
Pemasyarakatan
ide usaha untuk
pra-wirausaha
Penciptaan
wirausaha baru
dengan
memfasilitasi ide
usaha (inkubasi
bisnis,
pendampingan dan
pendanaan).
Penciptaan wirausaha
mapan dengan
program inkubasi
bisnis
Penciptaan wirausaha
mapan dengan
penguatan usaha dan
penciptaan
infrastruktur dan
pendanaan pinjaman
Peningkatan skala
usaha dengan
peningkatan
kapasitas bagi
wirausaha mapan
Testimoni dan
catatan
mengenai
pelaksanaan
kegiatan
“saya melihat
PIMNAS dan PKM
memanng bukan
sebagai ajang yang
prestigious
melainkan bukti
nyata kita dalam
upaya membenahi
permasalahan di
Indonesia….
PIMNAS sebagai
ajang akselerasi
kita untuk
memunculkan
bermacam
kreatifitas…” (Wegit
Triantoro,
mahasiswa UI,
dikutip dari
mahasiswa.ui.ac.id)
“Dalam i-STEP
2011, mahasiswa
diberikan pelatihan
yang terstruktur dan
mendalam untuk
membantu peserta
mulai dari
membangkitkan
dan
memformulasikan
ide-ide,
mengembangkan
teknologi menjadi
produk,
memproteksi hasil
temuan,
membentuk bisnis,
memasarkan,
mengelola
pembiayaan dan
keuangan, serta
memperluas
dampaknya bagi
masyarakat.”
(www.ramp-
ipb.org/en/istep/pa
st_istep/21)
“Dengan ikut
mentoring INOTEK,
selain mendapatkan
dana hibah yang
sangat membantu
untuk peningkatan
produksi, juga
difasilitasi pelatihan-
pelatihan yang
memang kita sedang
perlukan. Program ini
sangat membantu
startup company
seperti saya. Pada
saat itu, kami benar-
benar tidak ada
pegangan dan tempat
bertanya apa yang
harus dilakukan.”
(Ratna, Bumibraja
Nusantara,
wawancara personal)
“Tiga bulan
setelah mengikuti
program pelatihan
SCORE, kami
dapat
memperluas
pangsa pasar dan
menguasai pasar
local berkat
peningkatan
produktivitas
kami” (Niko
Sugiharto,
Makassar, dikutip
dari ilo.org)
57
8. STANDARD OPERATING PROCEDURE PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Proses bisnis untuk pengembangan kewirausahaan diuraikann lebih lanjut menjadi
beberapa prosedur operasional baku yang dapat digunakan sebagai panduan teknis bagi
pengembangan kewirausahaan. Hasilnya yaitu lima prosedur utama yang didasarkan
pada tahap-tahap dalam kewirausahaan, yaitu:
1. Pendaftaran dan Seleksi Wirausaha, yang meliputi:
1.1. Pendaftaran Wirausaha dan Identifikasi Tahap Wirausaha
1.2. Seleksi Administrasi Pendaftaran
2. Pemasyarakatan Pra-wirausaha
3. Fasilitasi Ide Usaha bagi Para Calon Wirausaha, yang meliputi
3.1. Inkubasi Bisnis
3.2. Pelatihan dan Pendidikan Kewirausahaan untuk Calon Wirausaha
4. Penguatan Usaha bagi Para Wirausaha Baru
4.1. Penguatan Usaha bagi Para Wirausaha Baru, yang meliputi
4.1.1. Inkubasi Bisnis
4.1.2. Pendampingan Usaha
4.1.3. Pendanaan
5. Peningkatan Kapasitas bagi Para Wirausaha Mapan
6. Penyusunan Exit Strategy dan Penciptaan Mentor Usaha, yang meliputi:
6.1. Penyusunan Exit Strategy
6.2. Penciptaan mentor usaha
I. PROSEDUR PENDAFTARAN DAN SELEKSI WIRAUSAHA
1. Judul: Prosedur Pendaftaran dan Seleksi Wirausaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah:
1. Semua orang yang memiliki minat untuk berwirausaha (masyarakat umum)
2. Semua orang yang memiliki perilaku dan dan semangat kewirausahaan dan
memiliki ide bisnis dan/atau memiliki rintisan usaha namun mendirikan usaha
(calon wirausaha)
3. Semua orang yang memiliki rencana usaha dan sudah memulai kegiatan
berwirausaha dalam jangka waktu kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan
58
sejak pendirian usaha yang telah dicatatkan (teregistrasi) pada lembaga
perizinan yang ditetapkan atau dalam sistem informasi kewirausahaan
(wirausaha baru), dan
4. Semua orang yang sudah memiliki dan mengelola usaha lebih dari 42 (empat
puluh dua) bulan sejak sejak pendirian usaha yang yang telah dicatatkan
(teregistrasi) pada lembaga perizinan yang ditetapkan atau dalam sistem
informasi kewirausahaan dan dan telah memiliki dan menggaji karyawan
(wirausaha mapan).
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
a) Membuat basis data terkait wirausaha-wirausaha yang ada di Indonesia;
b) Melakukan pencatatan berdasarkan hasil pendaftaran dan memetakan
wirausaha-wirausaha yang sudah terdata berdasarkan usia wirausaha dan sifat
wirausaha;
c) Mengidentifikasi kebutuhan kegiatan bagi wirausaha-wirausaha yang terdaftar;
dan
d) Melakukan identifikasi kesesuaian antaran jenis wirausaha dengan kegiatan
yang tersedia.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah pendaftaran dan identifikasi
wirausaha, yaitu sebagai berikut:
1) Persiapan pembuatan sistem basis data;
2) Sosialisasi dan pengumuman sistem basis data;
3) Pengisian data wirausaha;
4) Identifikasi wirausaha berdasarkan tipe dan jenis wirausaha, serta pemetaan
program yang pernah diikuti oleh masing-masing wirausaha;
5) Verifikasi data; dan
6) Pengarsipan data.
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pendaftaran dan
penidentifikasian wirausaha:
1) Kementerian KUKM menentukan data-data apa saja yang diperlukan dalam
pembuatan basis data wirausaha.
59
Data-data tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. Identitas wirausahawan ( Nama dan Nomor Kartu Tanda Penduduk/KTP);
b. Identitas usaha, terdiri dari:
- Nama Usaha
- Lokasi Usaha
- Jenis Usaha
- Nomor Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) dan masa berlakunya
- Nomor Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan masa berlakunya
- Nomor Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan masa berlakunya
2) Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah menyiapkan sistem basis
berdasarkan identifikasi kebutuhan data yang sudah ditetapkan sebelumnya,
3) Kementerian KUKM membuat sistem basis data untuk menggabungkan data
yang diperoleh dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
4) K/L dan Pemerintah Daerah mengumumkan kegiatan dan pendaftaran.
5) Masyarakat menanggapi dengan mendaftarkan ide usaha dan usaha yang
sudah berjalan. Pendaftaran dapat dilakukan oleh individu atau kelompok.
Pendaftaran dilakukan dengan mengisi formulir secara online atau mendatangi
kantor yang ditunjuk untuk melakukan pendataan.
6) Kementerian KUKM melakukan identifikasi wirausaha berdasarkan data
wirausaha yang sudah didaftarkan. Identifikasi wirausaha tersebut terdiri dari 3
macam yaitu:
a) Identifikasi Tahap Wirausaha
Berdasarkan data dari formulir pendaftaran, Kementerian KUKM melakukan
identifikasi tahap wirausaha. Apabila suatu wirausaha sudah tercatat dan
berjalan selama lebih dari 3,5 tahun maka wirausaha tersebut termasuk
kategori wirausaha mapan. Apabila suatu wirausaha sudah tercatat tetapi
masih berusia di bawah 3,5 tahun maka wirausaha tersebut termasuk
kategori wirausaha baru. Apabila suatu wirausaha yang didaftarkan masih
hanya berbentuk ide bisnis atau berupa rintisan usaha, maka termasuk
kategori calon wirausaha.
b) Identifikasi Jenis Wirausaha
Kementerian KUKM mengidentifikasi apakah suatu wirausaha dalam
kegiatannya menciptakan sesuatu yang baru, dan/atau menerapkan konsep
atau cara baru (inovasi). Jika Wirausaha tersebut tidak menerapkan hal
60
tersebut, maka wirausaha tersebut termasuk wirausaha biasa. Namun jika
wirausaha tersebut menciptakan sesuatu yang baru, dan/atau menerapkan
konsep atau cara baru (inovasi), maka Kementerian KUKM melakukan
identifikasi tahap berikutnya. Jika wirausaha tersebut dalam kegiatannya
memiliki misi untuk melakukan perubahan sosial dan sebagian besar
kegiatannya didanai oleh keuntungan dari kegiatan wirausaha, maka
wirausaha tersebut termasuk wirausaha sosial. Jika wirausaha tersebut
hanya sesuatu yang baru, dan/atau menerapkan konsep atau cara baru
(inovasi) tanpa memiliki misi utama untuk melakukan perubahan sosial,
maka wirausaha tersebut disebut wirausaha teknologi.
c) Identifikasi program pendampingan yang pernah diikuti
Identifikasi ini dilakukan dengan melihat formulir isian yang disudah diisi
oleh wirausahawan pada saat melakukan pendaftaran wirausaha.
7) K/L dan Pemerintah Daerah melakukan verifikasi data dengan melakukan
pencocokkan antaran tipe wirausaha dengan kegiatan yang sesuai.
8) K/L dan Pemerintah Daerah melakukan pengarsipan data.
61
DIAGRAM ALIR PENDAFTARAN WIRAUSAHA
Diagram Alir Pendaftaran Wirausaha
MasyarakatKementerian KUKM CatatanPemerintah Pusat / Pemerintah Daerah
Phas
e
MULAI
Menentukan data yang diperlukan
Membuat sistem data
base terpusat
Mengumumkan kegiatan dan pendaftaran
Menginput data dan menyiapkan dokumen
untuk pendaftaran
Mensubmit data dan dokumen
1. Pendaftaran dapat dilakukan oleh individu atau kelompok2. Pendaftaran dapat dilakukan secara mandiri (online) atau mendatangi kantor yang ditunjuk
Membuat sistem data base daerah
Membangun sistem data base untuk menggabungkan data dari data base daerah.
62
Diagram Alir Pendaftaran Wirausaha
MasyarakatKementerian KUKM CatatanPemerintah Pusat / Pemerintah Daerah
Ph
ase
Mensubmit data dan dokumen
Melakukan identifikasi wirausaha
Mengarsip data
Melakukan verifikasi data
Selesai
Identifikasi wirausaha terdiri dari:1. identifikasi tipe wirausaha2. identifikasi jenis wirausaha3. identifikasi program yang pernah diikuti (sumber data: form pendaftaran)
Pengarsipan dilakukan sesuai dengan hasil identifikasi wirausaha dan kegiatan pelatihan yang sesuai.
Untuk menyesuaikan kegiatan pelatihan yang sesuai dengan tipe wirausaha
63
I.I Diagram Alir Penentuan Tipe/Tahap Wirausaha dan Penentuan Jenis Wirausaha
Diagram ini bertujuan untuk menentukan tipe wirausaha maupun jenis wirausaha
sebagaimana dijelaskan dalam Tahapan-tahapan Pendaftaran dan Seleksi
Wirausaha.
DIAGRAM ALIR IDENTIFIKASI TAHAP WIRAUSAHA
Identifikasi Tipe / Tahap Wirausaha
Proses Identifikasi Catatan
Ph
ase
Memeriksa data
Memiliki ide bisnis / rintisan usaha?
Selesai
Menjadi Calon Wirausaha
Mencatatkan pendirian usaha
pada lembaga yang ditentukan?
Usaha sudah berjalan lebih dari
3,5 tahun?
Menjadi Wirausaha Baru
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Menjadi Wirausaha Mapan
Selesai
Ya
64
DIAGRAM ALIR IDENTIFIKASI JENIS WIRAUSAHA
Identifikasi Jenis Wirausaha
Proses Identifikasi Catatan
Ph
ase
Memeriksa data
Menciptakan & menerapkan inovasi
& teknologi mutakhir?
WIRAUSAHA
Melakukan identifikasi nilai utama
Memiliki misi untuk perubahan sosial?
Sebagian besar profit untuk sumber
pendanaan wirausaha?
WIRAUSAHA TEKNOLOGI
WIRAUSAHA SOSIAL
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
I.II Diagram Alir Proses Seleksi Administrasi
Setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah
diawali oleh proses pendaftaran dan seleksi. Terdapat dua macam proses seleksi,
yaitu:
1) Seleksi Administrasi, yaitu proses seleksi yang dilakukan oleh Executing Agency
(Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah) untuk mengetahui: 1) apakah
65
pendaftar sudah ada dalam basis data, 2) tipe dan jenis wirausaha, 3) program
kegiatan yang pernah diterima, dan 4) apakah pendaftar sudah pernah
mengikuti kegiatan serupa.
2) Seleksi Kegiatan, yaitu proses seleksi yang dilakukan oleh Implementing
Agency. Proses seleksi didasarkan pada bentuk kegiatan dan kebutuhan dari
kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini akan ditetapkan oleh Implementing
Agency sesuai dengan jenis kegiatan.
Tahapan-tahapan untuk seleksi administrasi terdiri dari:
1) Melakukan verifikasi data pendaftar dengan basis data. Apa bila pendaftar
belum terdaftar dalam basis data, maka pendaftar diminta untuk mendaftarkan
dahulu usahanya dalam sistem basis data.
2) Apa bila pendaftar sudah terdaftar dalam basis data, maka Pemerintah
Pusat/Daerah dapat memperoleh data tentang jenis wirausaha dan jenis
kegiatan yang dapat diterima oleh pendaftar.
3) Apa bila jenis kegiatan yang akan diselenggarakan cocok dengan kebutuhan
pendaftar, maka akan dilihat kembali apakah sebelumnya pendaftar tersebut
pernah mengikuti kegiatan serupa. Bila pendaftar pernah mengikuti kegiatan
serupa, maka pendaftarannya ditolak dan proses selesai. Bila pendaftar belum
pernah mengikuti kegiatan tersebut, maka pendaftarannya akan diproses lebih
lanjut ke tahap berikutnya yaitu seleksi kegiatan.
66
DIAGRAM ALIR PROSES SELEKSI ADMINISTRASI PENDAFTARAN KEGIATAN
Proses Verifikasi / Seleksi Administrasi Pendaftaran Kegiatan
Proses Verifikasi / Seleksi Catatan
Ph
ase
Verifikasi berkas pendaftar dengan database
Ada?Proses
Pendaftaran ke Database
Identifikasi tipe dan jenis wirausaha
Sesuai? Proses selesai
Tidak
Ya
Ya
Proses Seleksi Kegiatan
Prosedur pendaftaran dapat dilihat di bagian prosedur I.
Berdasarkan data base
Identifikasi kesesuaian
kebutuhan dengan kegiatan
Tidak
Pernah mengikuti kegiatan yang sama?
Proses selesai
Berdasarkan data base
Ya
Tidak
Pernah
Sesuai dengan jenis kegiatan dan ketentuan yang ditetapkan implementing agency
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
a. Adanya basis data dan pencatatan wirausaha, baik wirausaha baru dan
wirausaha mapan
b. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima program
67
PROSEDUR PEMASYARAKATAN PRA WIRAUSAHA
1. Judul: Prosedur Pemasyarakatan Pra Wirausaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat umum yang tinggal di Indonesia yang
memiliki ide usaha atau yang sudah memiliki usaha. Kegiatan pemasyarakatan pra
wirausaha ini memiliki berbagai bentuk dan tujuan, sehingga sasaran peserta
untuk setiap kegiatan dapat berbeda sesuai kecocokan kegiatan dengan
masyarakat penerima kegiatan.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk menjelaskan tahap-tahap yang harus diikuti dalam
kegiatan pemasyarakatan pra wirausaha.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
pemasyarakatan pra wirausaha, yaitu sebagai berikut:
1) Penentuan calon-calon peserta,
2) Proses pendaftaran dan seleksi,
3) Proses kegiatan pemasyarakatan pra wirausaha, dan
4) Evaluasi kegiatan.
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pemasyarakatan pra-
wirausaha:
1) Executing Agency menentukan calon-calon peserta yang menjadi sasaran
kegiatan pemasyarakatan pra-wirausaha. Penentuan calon-calon peserta ini
dapat didasarkan pada aspek sektoral, regional, maupun talent scouting.
2) Setelah calon-calon peserta yang menjadi sasaran program ditetapkan,
Implementing Agency mengumumkan pendaftaran kegiatan.
3) Calon peserta melakukan pendaftaran dengan mengisi dan mengirimkan
formulir pendaftaran yang telah disiapkan oleh Implementing Agency.
4) Implementing agency melakukan seleksi terhadap formulir-formulir
pendaftaran yang masuk. Apabila dari hasil revieu terhadap formulir
pendaftaran, calon peserta dinilai tidak cocok untuk mengikuti kegiatan
pemasyarakatan pra-wirausaha, maka Implementing Agency mengarsip data
68
calon peserta tersebut. Apabila dari hasil revieu terhadap formulir pendaftaran,
calon peserta dinilai cocok untuk mengikuti kegiatan pemasyarakatan pra-
wirausaha, maka Implementing Agency memberikan undangan kepada calon
peserta untuk mengikuti kegiatan pemasyarakatan pra-wirausaha.
5) Implementing Agency melaksanakan kegiatan pemasyarakatan pra-wirausaha
yang diikuti oleh peserta yang diundang.
6) Setelah kegiatan berakhir, Implementing Agency mengarsip semua data dan
dokumen terkait dengan kegiatan tersebut serta membuat laporan kegiatan
yang kemudian diserahkan kepada Executing Agency.
7) Executing Agency melakukan evaluasi kegiatan pemasyarakatan pra-wirausaha
berdasarkan berkas laporan yang disusun oleh Implementing Agency.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1. Adanya basis data dan pencatatan data
2. Jumlah peserta yang mengikuti kegiatan
3. Peningkatan pemahaman peserta terkait kegiatan wirausaha
4. Jumlah peserta yang berminat untuk menjadi wirausaha
5. Jumlah ide baru yang muncul untuk kegiatan wirausaha
69
DIAGRAM ALIR PEMASYARAKATAN PRA WIRAUSAHA
Diagram AlirPemasyarakatan Prawirausaha
Implementing Agency
Executing Agency Masyarakat Catatan
Ph
ase
MULAI
Menentukan calon-calon
peserta
Mengumumkan pendaftaran
kegiatan
Melakukan pendaftaran
Melakukan seleksi
Setuju?
Memberikan undangan dan
menyelenggarakan kegiatan
Mengikuti kegiatan
Merekap data dan membuat
laporan kegiatan
Melakukan Evaluasi
SELESAI
Tidak
Ya
Penentuan berdasarkan: 1. Sektoral2. Regional3. Talent scouting
Pendaftaran dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran
70
III. PROSEDUR FASILITASI IDE USAHA
1. Judul: Prosedur Fasilitasi Ide Usaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah orang yang memiliki perilaku dan semangat
kewirausahaan dan memiliki ide bisnis dan/atau memiliki rintisan usaha namun
belum menjalankan (mendirikan) usaha, atau disebut calon wirausaha.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk menjelaskan langkah-langkah kegiatan untuk
memfasilitasi atau mendampingi kelompok atau orang yang sudah memiliki ide
usaha, dalam bentuk pelatihan, pembimbingan, pemagangan, dan inkubasi,
sehingga ide usaha tersebut dapat diterapkan menjadi usaha yang benar-benar
berjalan.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah pendaftaran dan identifikasi
wirausaha, yaitu sebagai berikut:
1) Pengumuman pembukaan pendaftaran kegiatan “fasilitasi ide”
2) Seleksi terhadap formulir pendaftaran keikutsertaan dalam kegiatan “fasilitasi
ide”
3) Pelaksanaan kegiatan fasilitasi ide yang terdiri dari: pelatihan, pembimbingan,
pemagangan, inkubasi
4) Evaluasi capaian terhadap hasil dari kegiatan fasilitasi ide
5. Tahap-tahap
Tahap-tahap yang diperlukan untuk kegiatan “fasilitasi ide” ini adalah:
1) Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah mengumumkan kegiatan “fasilitasi ide”
secara terbuka dengan menyertakan syarat-syarat serta cara pendaftaran
peserta.
2) Calon wirausaha melakukan pendaftaran dengan cara mengisi formulir
pendaftaran dan menyerahkan formulir pendaftaran tersebut. Pendaftaran
dapat dilakukan oleh calon wirausaha secara kelompok maupun perorangan.
3) Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah melakukan seleksi/mereviu formulir
pendaftaran yang masuk.
4) Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah mengumumkan dan mengirimkan
undangan kepada pendaftar untuk mengikuti kegiatan “fasilitasi ide”.
71
5) Implementing Agency menyelenggarakan kegiatan “fasilitasi Ide” yang terdiri
dari:
a) Pelatihan
b) Pembimbingan
c) Pemagangan
d) Inkubasi
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh peserta yang telah diundang.
6) Setelah kegiatan “fasilitasi Ide” selesai dilaksanakan, calon wirausaha
membuat evaluasi kelayakan ide usaha sesuai dengan format yang sudah
ditentukan.
7) Implementing Agency melakukan evaluasi terhadap kegiatan “Fasilitasi Ide”
yang telah dilaksanakan dan kemudian membuat dokumen ide-ide wirausaha
baru. Implementing Agency melakukan rekap dan pengarsipan semua data (ide-
ide wirausaha baru dan calon wirausaha yang tidak disetujui).
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1) Adanya basis data dan pencatatan data peserta (calon wirausaha)
2) Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
3) Jumlah ide usaha yang dihasilkan oleh para calon wirausaha
4) Jumlah ide wirausaha yang berhasil diterapkan (munculnya wirausaha baru)
72
DIAGRAM ALIR PROSEDUR “FASILITASI IDE”
Diagram Alir Program Fasilitasi Ide Usaha
Implementing AgencyPemerintah / Pemerintah
DaerahCalon Wirausaha Catatan
Phas
e
Mengumumkan kegiatan secara terbuka
Melakukan Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan dengan mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran
Melakukan seleksi / mereview formulir
pendaftaran
Mengumumkan dan mengirimkan undangan
untuk mengikuti kegiatan
Mengevaluasi program
Melakukan monev berdasarkan indikator
capaian
SELESAI
Kegiatan pelatihan
Kegiatan pembimbingan
Kegiatan Pemagangan
Inkubasi
Mengikuti kegiatan
Mengikuti kegiatan
Mengikuti kegiatan
Mengikuti kegiatan
Prosedur dapat dilihat di III.I
Prosedur dapat dilihat di III.II
73
III.I PROSEDUR INKUBASI BISNIS
1. Judul: Prosedur Inkubasi Bisnis
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah:
a) Orang yang memiliki perilaku dan semangat kewirausahaan dan memiliki ide
bisnis dan/ atau memiliki rintisan usaha namun belum menjalankan
(mendirikan) usaha (calon wirausaha),
b) Wirausaha yang sudah memulai kegiatan berwirausaha dalam jangka waktu
kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak pendirian usaha yang telah
dicatatkan (teregistrasi) pada lembaga perizinan yang ditetapkan atau dalam
sistem informasi kewirausahaan dan memiliki rencana usaha (wirausaha baru).
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
1) Menerangkan tahapan-tahapan inkubasi bisnis yang dapat menciptakan
maupun mengembangkan usaha baru.
2) Menerangkan tahapan kegiatan yang dapat menumbuhkan maupun
memperkuat kemampuan wirausaha baru.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah kegiatan inkubasi bisnis, yaitu sebagai
berikut:
1) Pengumuman pendaftaran kegiatan inkubasi bisnis
2) Pendaftaran dan seleksi peserta
3) Pembuatan dan penandatanganan kontrak
4) Pelaksanaan kegiatan inkubasi bisnis yang terbagi dalam beberapa tahap, dan
sekurang-kurangnya terdiri dari: pelatihan, pembimbingan, konsultasi,
pendampingan.
Inkubasi bisnis bagi wirausaha teknologi dan wirausaha sosial dapat
ditambahkan dengan materi khusus dan dengan tambahan waktu
pendampingan.
5) Evaluasi kegiatan
6) Evaluasi capaian kegiatan
5. Tahap-tahap
Tahap-tahap yang diperlukan untuk kegiatan Inkubasi Bisnis ini adalah:
74
1) Executing agency mengumumkan secara terbuka terkait dengan diadakannya
kegiatan Inkubasi Bisnis.
2) Calon Wirausaha maupun Wirausaha Baru melakukan pendaftaran dengan
mengisi formulir pendaftaran yang dilengkapi dengan berkas rencana bisnis.
3) Executing agency melakukan seleksi/telaah terhadap berkas pendaftaran yang
diterima (sesuai dengan prosedur I.II seleksi administrasi).
4) Implementing agency melakukan seleksi berdasarkan dokumen pendaftaran.
5) Implementing agency mengumumkan dan mengirimkan undangan kepada
pendaftar / peserta untuk mengikuti kegiatan inkubasi bisnis.
6) Peserta menandatangani surat perjanjian yang menyatakan kesediaan untuk
mengikuti kegiatan inkubasi bisnis secara keseluruhan.
Catatan: tahap 1-5 dilakukan apabila kegiatan inkubasi bisnis berdiri sendiri dan
bukan bagian dari kegiatan Fasilitasi Ide Usaha maupun kegiatan Penguatan
Usaha
7) Implementing Agency melaksanakan kegiatan Inkubasi Bisnis yang diikuti oleh
peserta yang telah menandatangani surat perjanjian.
Kegiatan ini sekurang-kurangnya terdiri dari:
a) Pelatihan dan pengembangan ketrampilan
b) Pembimbingan
c) Konsultasi
d) Pendampingan
Untuk peserta yang merupakan wirausaha baru kegiatan bimbingan diberikan
materi tambahan sekurang-kurangnya bimtek, bantuan akses pendanaan,
bantuan akses pasar dan pengembangan pasar.
Jangka waktu pendampingan dan inkbasi bisnis adalah 6 bulan atau dapat
ditambah maksimal 1 tahun sesuai dengan kebutuhan dan jenis wirausaha
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
8) Implementing Agency melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah
dilakukan.
9) Executing Agency melakukan monev berdasarkan indikator capaian yang sudah
ditetapkan. Kegiatan monev ini dilakukan 1 tahun setelah kegiatan inkubasi
berakhir.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
75
1) Adanya basis data dan pencatatan calon wirausaha dan/atau wirausaha baru
2) Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
3) Jumlah peserta yang konsisten dalam mengikuti kegiatan
4) Jumlah wirausaha baru yang bertahan “Survival rate”/tingkat bertahan dalam
minimal 1 tahun setelah menerima fasilitasi Pemerintah
5) Jumlah wirausaha baru yang mendapatkan penyertaan modal
DIAGRAM ALIR PROSEDUR INKUBASI BISNIS
Diagram Alir Program Inkubasi Bisnis
Executing Agency (Pemerintah /
pemerintah daerah)
Calon Wirausaha, Wirausaha Baru
Implementing Agency
Catatan
Ph
ase
Mengumumkan kegiatan secara
terbuka
Melakukan pendaftaran
Seleksi Administrasi (Sesuai Prosedur I.II)
Mengumumkan dan mengirimkan
undangan untuk mengikuti kegiatan
Menandatangani kontrak kegiatan
Menyelenggarakan kegiatan “Inkubasi Bisnis”, terdiri dari:
1) Pelatihan dan pengembangan ketrampilan2) Pembimbingan3) Konsultasi4) Pendampingan
Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan:1. formulir pendaftaran2. rencana bisnis
Kegiatan pembimbingan untuk wirausaha muda, sekurang-kurangnya ditambahkan:1) Bimtek2) Bantuan akses pendanaan
Tahap ini dilakukan jika Inkubasi Bisnis
berdiri sendiri (bukan bagian dari kegiatan fasilitasi
ide usaha / Penguatan usaha
Seleksi Kegiatan
76
Diagram Alir Program Inkubasi Bisnis
Executing Agency (Pemerintah /
pemerintah daerah)
Calon Wirausaha, Wirausaha Baru
Implementing Agency
Catatan
Phas
e
Mengikuti rangkaian kegiatan “Inkubasi
Bisnis”
Menyelenggarakan kegiatan “Inkubasi Bisnis”, terdiri dari:
1) Pelatihan dan pengembangan ketrampilan2) Pembimbingan3) Konsultasi4) Pendampingan
Melakukan evaluasi kegiatan inkubasi
Monev dilakukan 1 tahun setelah program berakhir
Kegiatan pembimbingan untuk wirausaha muda, sekurang-kurangnya ditambahkan:1) Bimtek2) Bantuan akses pendanaan3) Akses / Pengembangan pasar
Melakukan kegiatan wirausaha
Melakukan monev kegiatan
berdasarkan kinerja capaian
Proses SELESAI
77
III.2 PROSEDUR PELATIHAN DAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK
CALON WIRAUSAHA
1. Judul: Prosedur Pelatihan dan Pendidikan Kewirausahaan untuk Calon Wirausaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah orang yang memiliki perilaku dan semangat
kewirausahaan dan memiliki ide bisnis dan/atau memiliki rintisan usaha namun
belum menjalankan (mendirikan) usaha, atau disebut calon wirausaha.
3. Tujuan
Tujuan dari prosedur ini adalah:
1) Menerangkan tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menyelenggarakan
kegiatan pelatihan dan pendidikan kewirausahaan untuk calon wirausaha,
2) Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan calon wirausaha,
3) Mendapatkan praktik dan latihan pengembangan kewirausahaan sejak dini.
4. Cakupan
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah kegiatan pelatihan dan pendidikan
kewirausahaan, yaitu sebagai berikut:
1) Penyusunan program pelatihan calon wirausaha
2) Penyusunan modul pendidikan dan pelatihan
3) Penyiapan tenaga pengajar
4) Pengumuman kegiatan dan pendaftaran
5) Proses seleksi
6) Pelaksanaan kegiatan
7) Evaluasi kegiatan
5. Tahap-tahap
Tahap-tahap yang diperlukan untuk kegiatan pelatihan dan pendidikan
kewirausahaan untuk calon wirausaha ini adalah:
1) Executing Agency melakukan penyusunan program pelatihan calon wirausaha.
Penyusunan program kegiatan pelatihan disesuaikan dengan tingkat
pendidikan dan kulifikasi dari lulusan kegiatan pendidikan dan pelathihan, yang
dapat disesuaikan dengan:
- Capaian pembelajaran lulusan
- Standar kompetensi
- Kriteria lain yang lebih spesifik sesuai dengan peraturan
78
2) Executing Agency menyusun modul kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
mencakup:
- Pemasaran
- Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia
- Permodalan
- Manajemen sumber daya manusia dan organisasi
- Teknologi (mencakup proses desain dan produksi)
3) Executing Agency menyiapkan tenaga pengajar untuk kegiatan pendidikan dan
pelatihan. Tenaga pengajar tersebut ditentukan berdasarkan:
- Kompetensi sebagai pendidik / instruktur sesuai dengan keterampilah yang
akan diajarkan kepada peserta didik,
- Pengalaman kewirausahaan sesuai dengan bidang keterampilan yang
diajarkan.
Catatan: tahap kegiatan nomor 4-8 hanya dilakukan apabila kegiatan
pendidikan dan pelatihan berdiri sendiri di luar kegiatan fasilitasi ide usaha.
4) Executing agency mengumumkan kegiatan secara terbuka.
5) Calon wirausaha melakukan pendaftaran dengan cara menyerahkan formulir
pendaftaran yang telah diisi.
6) Executing agency melakukan seleksi administrasi (sesuai dengan prosedur 1.2)
7) Implementing agency melakukan seleksi berdasarkan kesesuaian bentuk
kegiatan dan kebutuhan kegiatan.
8) Implementing agency mengundang pendaftar yang lolos seleksi untuk
menghadiri kegiatan pendidikan dan pelatihan.
9) Calon wirausaha yang lolos seleksi mengikuti kegiatan pelatihan.
10) Implementing agency menyerahkan laporan kegiatan kepada executing agency.
11) Executing agency melakukan evaluasi terhadap kegiatan pendidikan dan
pelatihan.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1. Adanya basis data dan pencatatan calon wirausaha
2. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
3. Pengetahuan dan kemampuan peserta pelatihan bertambah.
79
DIAGRAM ALIR KEGIATAN PELATIHAN & PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK CALON
WIRAUSAHA
Diagram Alir Prosedur Pelatihan & Pendidikan Kewirausahaan untuk Calon Wirausaha
Implementing Agency
Executing Agency (Pemerintah /
pemerintah daerah)Calon Wirausaha Catatan
Phas
e
Menyusun program diklat
Menyusun modul diklat
Menentukan tenaga pengajar
Mengumumkan kegiatan
Mengisi form pendaftaran dan
mendaftar
Melakukan seleksi
administrasi
Melakukan seleksi kegiatan
Mengundang calon wirausaha yang lolos seleksi
Menyelenggarakan kegiatan
diklat
Mengikuti kegiatan diklat
Membuat laporan kegiatan
Melakukan evaluasi kegiatan
Selesai
Berdasarkan standar tenaga pengajar
Bagian ini diperlukan jika kegiatan pelatihan adalah kegiatan mandiri dan bukan bagian dari kegiatan fasilitasi ide usaha.
Proses seleksi administrasi mengacu pada prosedur I.II
80
IV.I PROSEDUR PENGUATAN USAHA
1. Judul: Prosedur Penguatan Usaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah wirausaha baru, yaitu mereka yang sudah
menjalankan usaha sesuai dengan kriteria berikut ini:
- Memiliki rencana usaha;
- Memiliki usaha yang tercatat/teregistrasi, sekurang-kurangnya dalam bentuk
ijin usaha mikro kecil (IUMK) (mengacu Perpres 98/2014); dan
- Usaha berusia kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak pendirian usaha
yang telah dicatatkan.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
a) Menjelaskan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan
kegiatan penguatan usaha.
b) Memahami masalah-masalah yang dialami oleh wirausaha baru sehingga dapat
menentukan tindakan yang tepat untuk menangani masalah-masalah tersebut.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah kegiatan penguatan usaha, yaitu
sebagai berikut:
1) Pembukaan pendaftaran kegiatan penguatan usaha
2) Pendaftaran dan seleksi peserta
3) Penyelenggaraan kegiatan penguatan usaha yang terdiri dari beberapa
kegiatan yaitu:
- Inkubasi bisnis
- Pendampingan
- Pendanaan
- Penciptaan infrastruktur
4) Evaluasi program
5) Monev hasil program berdasarkan indikator capaian.
Catatan: apa bila kementerian yang menjalankan kegiatan, maka prosedur /
kewenangan executing agency dan implementing agency menjadi tanggung jawab
kementerian tersebut.
81
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan
Penguatan Usaha:
1) Executing Agency mengumumkan kegiatan secara terbuka.
2) Wirausaha baru melakukan pendaftaran dengan cara menyerahkan formulir
pendaftaran yang telah diisi dan profile wirausaha.
3) Executing agency melakukan seleksi administrasi sesuai dengan prosedur I.II.
4) Implementing agency melakukan seleksi kegiatan yang disesuaikan dengan
bentuk kegiatan dan kebutuhan kegiatan yang didefinisikan lebih lanjut oleh
pelaksana (Implementing agency).
5) Implementing agency menentukan jenis kebutuhan kegiatan penguatan dari
setiap pendaftar.
Terdapat 3 jenis kegiatan penguatan, yaitu:
1. Inkubasi bisnis untuk wirausaha baru (Lihat Prosedur III.1)
2. Pendampingan wirausaha baru (Lihat Prosedur IV.1.2)
3. Pendanaan wirausaha baru (Lihat Prosedur IV.1.3)
Prosedur untuk masing-masing kegiatan tersebut dijelaskan secara terpisah
pada prosedur IV.I.I – IV.I.III
6) Wirausaha baru mengikuti kegiatan penguatan sesuai dengan kebutuhan yang
telah ditetapkan oleh implementing agency.
7) Implementing agency melakukan evaluasi terhadap kegiatan.
8) Executing agency melakukan kegiatan penciptaan ifrastruktur (Lihat prosedur
IV.II).
9) Executing agency melakukan evaluasi berdasarkan kriteria capaian.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
a. Adanya basis data dan pencatatan wirausaha baru
b. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
c. Jumlah wirausaha baru yang bertahan “Survival rate”/tingkat bertahan dalam
minimal 1 tahun setelah menerima fasilitasi Pemerintah
82
DIAGRAM ALUR PENGUATAN USAHA
Diagram Alir Program Penguatan Usaha
Executing Agency (Pemerintah / Pemda)
Implementing Agency Wirausaha Baru Catatan
Phas
e
Mengumumkan kegiatan secara
terbuka
Melakukan pendaftaran
Seleksi & Identifikasi kebutuhan
Jenis kebutuhan?
Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan:1. formulir pendaftaran2. profile wirausaha
Melakukan seleksi administrasi
(prosedur I.II)
Pendampingan pendanaan
Inkubasi bisnis
Pendampingan usaha
Pendanaan
Inku
basi
Pendampingan
Setiap jenis kegiatan dijelaskan dalam prosedur terpisah
Evaluasi program
Kegiatan penciptaan
infrastruktur
Kegiatan infrastruktur dijelaskan dalam prosedur terpisah (Prosedur IV.II)
Evaluasi berdasarkan
indikator capaian
Selesai
83
IV.I.II PROSEDUR PENDAMPINGAN USAHA
1. Judul: Prosedur Pendampingan Usaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah wirausaha baru, yaitu mereka yang sudah
menjalankan usaha sesuai dengan kriteria berikut ini:
- Memiliki rencana usaha;
- Memiliki usaha yang tercatat/teregistrasi, sekurang-kurangnya dalam bentuk
ijin usaha mikro kecil (IUMK) (mengacu Perpres 98/2014); dan
- Usaha berusia kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak pendirian usaha
yang telah dicatatkan.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
a) Menjelaskan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan
kegiatan pendampingan usaha.
b) Memahami masalah-masalah yang dialami oleh wirausaha baru sehingga dapat
menentukan tindakan yang tepat untuk menangani masalah-masalah tersebut.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah kegiatan pendampingan usaha, yaitu
sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan kegiatan pendampingan usaha yang dilakukan dengan tiga
tahapan (diagnosis, preskripsi, perlakuan / tindakan)
2) Evaluasi program
3) Monev hasil program berdasarkan indikator capaian.
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan
Pendampingan Usaha:
1) Implementing agency menyelenggarakan kegiatan pendampingan usaha yang
diikuti oleh wirausaha baru yang diundang.
2) Wirausaha baru menyiapkan semua data / informasi terkait dengan kegiatan
wirausaha yang dikelolanya. Berdasarkan data/informasi tersebut,
implementing agency melakukan diagnosis (menganalisis kinerja manajemen,
teknis, dan industri).
84
3) Berdasarkan hasil diagnosis yang dilakukan, implementing agency melakukan
preskripsi, yaitu pembuatan laporan yang berisi hasil diagnosis dan rencana
tindakan perbaikan.
4) Terdapat dua pilihan tindakan perbaikan yaitu tindakan jangka panjang dan
tindakan jangka pendek.
Apa bila berdasarkan hasil diagnosis, solusi yang dapat dilakukan untuk
wirausaha baru tersebut dapat dilakukan dengan cepat, maka dilakukan
tindakan jangka pendek ( 7 hari kerja). Bila tindakan jangka pendek tersebut
dirasa belum cukup, maka implementing agency melakukan rujukan yang
kemudian diikuti oleh wirausaha baru tersebut.
Apa bila berdasarkan hasil diagnosis, solusi yang dapat dilakukan untuk
wirausaha baru tersebut cukup panjang, maka yang dilakukan adalah tindakan
pelatihan jangka panjang yang memiliki jangka waktu 1 bulan – 1 tahun.
5) Setelah kegiatan jangka pendek atau jangka panjang selesai dilakukan, maka
executing agency melakukan evaluasi terhadap kegiatan pelatihan tersebut dan
membuat laporan.
6) Executing agency menyerahkan laporan kegiatan kepada kementerian
koordinator terkait.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1. Adanya basis data dan pencatatan wirausaha baru
2. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
3. Jumlah wirausaha baru yang bertahan “Survival rate”/tingkat bertahan
dalam minimal 1 tahun setelah menerima fasilitasi Pemerintah
85
DIAGRAM ALIR PENDAMPINGAN USAHA
Diagram Alir Program Pendampingan Usaha
Executing Agency
(Pemerintah / Pemda)Implementing Agency Wirausaha Baru Catatan
Phas
e
Menyelenggarakan kegiatan
pendampingan usaha
Menyiapkan semua data / informasi terkait dengan
kegiatan wirausaha
Melakukan diagnosis
Melakukan preskripsi
Tindakan yang akan dilakukan
Diagnosis adalah kegiatan menganalisis kinerja manajemen, teknis, dan industri untuk dapat merencanakan tindakan yang dapat mengatasi masalah yang teridentifikasi
Preskripsi adalah laporan yang berisi hasil diagnosis dan rencana tindakan perbaikan
Peserta kegiatan adalah wirausaha baru yang berdasarkan identifikasi kebutuhan memerlukan pendampingan usaha
86
Diagram Alir Program Pendampingan Usaha
Executing Agency
(Pemerintah / Pemda)Implementing Agency Wirausaha Baru Catatan
Ph
ase
Tindakan yang akan dilakukan
Tindakan jangka pendek
Tindakan jangka
panjang
Menerapkan materi pada kegiatan
wirausaha
Bantuan sudah
cukup?
Rujukan
Mengikuti pendampingan sesuai dengan
rujukan
Melakukan evaluasi program
Membuat laporan kegiatan untuk
kementerian terkait
SELESAI
Tindakan / solusi yang dapat diberikan dengan segera ( 7 hari kerja)
Rujukan dapat bersifat 1 kali atau beberapa kali pertemuan
Tindakan pelatihan / pendampingan yang diberikan memiliki jangka waktu 1 bulan – 1 tahun
Ya
Tidak
87
V. PROSEDUR PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI
1. Judul: Prosedur Peningkatan Kapasitas Produksi
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah wirausaha mapan yang sudah terdaftar secara
formal.
Wirausaha mapan adalah wirausaha yang: 1) sudah memiliki dan mengelola usaha
lebih dari 42 bulan sejak pendirian usaha yang dibuktikan dalam bentuk data dari
lembaga perizinan atau informasi dalam sistem informasi kewiraushaan; 2) telah
memiliki dan menggaji karyawan.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
a) Menjelaskan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan
kegiatan pendampingan / pelatihan untuk peningkatan kapasitas produksi.
b) Meningkatkan kemampuan bersaing wirausaha mapan.
c) Meningkatkan kualitas dan inovasi produk.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah kegiatan peningkatan kapasitas
produksi, yaitu sebagai berikut:
1) Pengumuman pendaftaran kegiatan peningkatan kapasitas produksi
2) Pendaftaran dan seleksi peserta
3) Pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas produksi
4) Evaluasi program kegiatan
5) Evaluasi capaian program kegiatan
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan
Peningkatan Kapasitas Produksi:
1) Executing agency mengumumkan secara terbuka tentang rencana kegiatan.
2) Wirausaha mapan melakukan pendaftaran dengan menyerahkan formulir
pendaftaran dan profile wirausaha.
3) Executing agency melakukan seleksi administrasi (sesuai dengan prosedur I.II)
4) Implementing agency melakukan seleksi kegiatan dalam mereviu berkas
pendaftaran.
88
Apa bila wirausaha mapan dinilai kurang cocok untuk mengikuti kegiatan
pelatihan tersebut, maka implementing agency memberitahukan tentang
pertidaksetujuan tersebut dan juga dengan memberikan masukan secara
tertulis.
Apa bila wirausaha mapan dinilai cocok untuk mengikuti pelatihan, maka
implementing agency menginformasikan kepada executing agency, yang lalu
memberikan pengumuman dan undangan untuk mengikuti kegiatan pelatihan.
5) Wirausaha mapan yang diundang untuk mengikuti kegiatan terlebih dahulu
diminta untuk menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program
secara penuh.
6) Implementing agency memulai kegiatan pelatihan yang diikuti oleh wirausaha
mapan terundang.
Kegiatan pelatihan dapat berupa:
a. Penentuan jenis pengembangan yang akan dilakukan, yaitu:
i. Pengembangan kualitas produk (Standarisasi proses, standarisasi
produk, sertifikasi produk dan proses.
ii. Pengembangan inovasi produk (Diversifikasi produk, inovasi desain
produk, R&D workshop).
iii. Bentuk pelatihan yang spesifik sesuai kebutuhan kelompok sasaran
b. Pendampingan dalam pengembangan kapasitas produksi.
7) Wirausaha mapan memfokuskan diri pada penerapan jenis pengembangan
usaha yang telah dipilih untuk dilakukan.
8) Implementing agency melakukan analisis terhadap hasil kegiatan dan
menyusunnya dalam bentuk laporan yang kemudian diserahkan kepada
Executing Agency.
9) Executing agency melakukan evaluasi program secara keseluruhan.
10) Executing agency melakukan evaluasi terhadap hasil dari kegiatan pelatihan
selambatnya 1 tahun setelah kegiatan pelatihan berakhir.
11) Proses selesai.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1. Adanya basis data dan pencatatan wirausaha mapan
2. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
3. Jumlah wirausaha mapan
89
4. Peningkatan jumlah tenaga kerja
5. Peningkatan asset usaha
6. Peningkatan omset usaha.
DIAGRAM ALIR PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI
Diagram Alir Peningkatan Kapasitas Produksi
Executing Agency (Pemerintah / Pemda)
Wirausaha MapanImplementing
AgencyCatatan
Phas
e
Mengumumkan kegiatan secara
terbuka
Melakukan pendaftaran
Melakukan seleksi / mereview berkas
pendaftaran
Setuju?
Memberikan masukan secara
tertulis untuk wirausaha baru
Mengumumkan dan mengirimkan
undangan untuk mengikuti kegiatan
Mengikuti rangkaian kegiatan
Menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program secara
penuh
Menyelenggarakan kegiatan “Peningkatan
kapasitas Produksi”
Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan:1. formulir pendaftaran2. profile usaha
Tidak
Ya
Bentuk komitmen dari peserta.
Lama kegiatan 1 tahun.Peserta menentukan fokus pengembangan yang akan dilakukan, yaitu:1) Kualitas produksi2) Pengembangan produk
Menerapkan fokus pengembangan yang
sudah ditentukan.
Melakukan seleksi administrasi
berdasarkan prosedur I.II
90
Diagram Alir Peningkatan Kapasitas Produksi
Executing Agency (Pemerintah / Pemda)
Wirausaha MapanImplementing
AgencyCatatan
Ph
ase
Melakukan evaluasi program
Melakukan monev berdasarkan
indikator capaian
Monev dilakukan 1 tahun setelah program berakhir
Menerapkan fokus pengembangan yang
sudah ditentukan.
Mengevaluasi rangkaian kegiatan dan menyusunnya
dalam bentuk laporan
Proses Selesai
91
VI.1 PROSEDUR PERENCANAAN EXIT STRATEGY DARI PROGRAM
PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
1. Judul: Prosedur Pelaksanaan Exit Strategy dari Program Pengembangan
Kewirausahaan
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah implementing agency yang telah memberikan
program pengembangan kewirausahaan bagi wirausaha mapan yang telah
memiliki usaha yang tumbuh dan dalam kondisi finansial maupun kapasitas
produksi yang baik.
Definisi dari exit strategy adalah rencana yang menggambarkan rencana program
pengembangan kewirausahaan dalam menarik sumber daya dan bantuan
pendampingan sekaligus memastikan bahwa tujuan program telah tercapai dan
wirausaha mapan yang selesai didampingi mampu menjaga kemandirian
usahanya.
Kemandirian usaha bagi wirausaha mapan yang dimaksud di sini bagaimana
wirausaha mampu menjalankan usahanya sejajar dengan lain yang telah maju
dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
a. Memastikan pencapaian kinerja dari tahap-tahap pengembangan
kewirausahaan yang telah dilakukan;
b. Memastikan keberlanjutan dampak dari program pengembangan
kewirausahaan;
c. Memastikan alokasi sumber daya dan program yang tepat sasaran.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah strategi keluar dari usaha yang
didasarkan pada pengembangan usaha yang telah bertumbuh dengan baik.
1) Penilaian capaian kinerja dari program yang telah dijalankan (oleh
implementing agency)
2) Penentuan jadwal dan periode waktu pelaksanaan exit strategy (oleh
implementing agency) – phasing out
3) Pengembangan kemitraan dengan wirausaha mapan yang telah mandiri (oleh
wirausaha mapan dan implementing agency) – phasing over
92
4) Evaluasi dan monitoring kinerja hasil pelaksanaan exit strategy.
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan Exit Strategy dari Program Pengembangan Kewirausahaan, yaitu:
1) Executing agency membuat program-program kegiatan pendampingan.
2) Implementing agency mengadakan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas
sesuai dengan prosedur Peningkatan Kapasitas Produksi.
3) Setelah kegiatan peningkatan kapasitas selesai dan usaha sudah berjalan
dengan pengembangan berdasarkan hasil pelatihan, wirausaha mapan
melaporkan perkembangan usahanya.
4) Implementing agency melakukan evaluasi terhadap pelaporan tersebut dengan
didasari oleh pencapaian kinerja.
Kinerja tersebut terdiri dari: peningkatan jumlah tenaga kerja, peningkatan
omset, dan peningkatan profit usaha.
Apa bila kinerja belum tercapai, maka implementing agency meminta
wirausaha mapan untuk kembali mengembangkan usahanya terlebih dahulu.
Apa bila kinerja sudah tercapai, maka implementing agency menentukan
jadwal dan periode waktu yang cocok untuk exit strategy.
5) Implementing agency memfasilitasi kegiatan pengembangan kemitraan
dengan mempertemukan antara mitra dan wirausaha mapan.
6) Wirausaha mapan mengikuti kegiatan pengembangan kemitraan tersebut, dan
lalu menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan menentukan kerja sama dengan
mitra.
7) Setelah kerja sama dengan mitra terbentuk, wirausaha mapan menjalankan
usaha secara mandiri.
8) Implementing agency melakukan observsi dan membuat laporan.
9) Executing agency melakukan evaluasi terhadap laporan kegiatan tersebut,
melakukan analisis, dan pengarsipan.
10) Proses selesai.
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1. Jumlah wirausaha mapan
2. Peningkatan jumlah tenaga kerja
3. Peningkatan asset usaha
93
4. Peningkatan omset usaha.
DIAGRAM ALIR PELAKSANAAN EXIT STRATEGY
Prosedur Pelaksanaan Exit Strategy dari Program Pengembangan Kewirausahaan
Implementing Agency
Executing Agency Wirausaha Mapan Catatan
Phas
e
Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
pendampingan
Mengadakan kegiatan
peningkatan kapasitas
Mengikuti kegiatan
peningkatan kapasitas
Melakukan evaluasi berdasarkan
pencapaian kinerja
Melaporkan perkembangan usaha setelah
kegiatan
Kinerja tercapai?
Menentukan jadwal dan
periode waktu exit strategi
Memfasilitasi kegiatan
pengembangan kemitraan
Mengikuti kegiatan fasilitasi
kemitraan
Menindaklanjuti rencana kerja sama dengan
mitra
Menjalankan usaha secara
mandiri
Melakukan observasi dan
membuat laporan
Melakukan evaluasi terhadap
kegiatan
SELESAI
Menjalankan kegiatan
pengembangan usaha
Tidak
Ya
Kegiatan mengikuti prosedur peningkatan kapasitas produksi
Kinerja:1. Peningkatan jumlah tenaga kerja2. Peningkatan omset3. Peningkatan profit usaha
Mitra adalah wirausaha mapan yang sudah mandiri.Kegiatan ini juga untuk mencocokkan wirausaha mapan yang akan exit dengan wirausaha mapan yang akan menjadi mitra
Evaluasi berdasarkan capaian kinerja
94
VI.2 PROSEDUR PENCIPTAAN MENTOR USAHA
1. Judul: Prosedur Penciptaan Mentor Usaha
2. Kelompok Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah wirausaha mapan yang sudah terdaftar dan
memiliki kualifikasi untuk menjadi mentor usaha bagi usaha baru.
Kualifikasi untuk menjadi mentor usaha dapat dilihat dari:
a. Lama usaha,
b. Riwayat usaha,
c. Perkembangan tenaga kerja, asset, serta profit yang didapat.
3. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk:
a) Menjelaskan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam menciptakan
mentor-mentor usaha,
b) Membangun jaringan antara wirausaha mapan dengan wirausaha baru,
c) Mendampingi para wirausaha baru agar dapat bertahan dan berkembang.
4. Cakupan dan Pelaksana
Prosedur ini menerangkan langkah-langkah kegiatan penciptaan mentor-mentor
usaha, yaitu sebagai berikut:
1) Melakukan seleksi untuk mencari wirausaha mapan yang potensial untuk
menjadi mentor usaha,
2) Penawaran terhadap wirausaha mapan yang potensial,
3) Pemberian pelatihan untuk menjadi mentor usaha,
4) Proses penempatan pendampingan / mentoring,
5) Evaluasi kegiatan pelatihan menjadi mentor usaha,
6) Monev terhadap hasil dari kegiatan pendampingan yang dilakukan mentor
usaha.
5. Tahap-tahap
Berikut ini adalah tahap-tahap yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan
Penciptaan Mentor Usaha:
1) Executing agency melakukan evaluasi terhadap wirausaha mapan yang
terdaftar lalu kemudian melakukan seleksi untuk menentukan wirausaha-
wirausaha mapan yang memiliki potensi untuk menjadi Mentor Usaha.
95
2) Executing agency menetapkan wirausaha-wirausaha mapan yang berpotensi
menjadi Mentor Usaha dan mengundang / meminta kesediaan mereka untuk
menjadi mentor usaha.
3) Wirausaha mapan yang menerima undangan menentukan apakah bersedia
menjadi mentor usaha atau tidak.
Apa bila wirausaha mapan bersedia menjadi mentor usaha, maka wirausaha
mapan tersebut mengisi formulir pendaftaran dan kesediaan.
Apa bila wirausaha mapan tidak bersedia menjadi mentor usaha maka proses
selesai. Tetapi apa bila jumlah mentor yang dibutuhkan masih kurang, maka
executing agency mengundang wirausaha mapan lain yang juga berpotensi
untuk menjadi mentor usaha.
4) Implementing agency mendata wirausaha mapan yang mendaftar untuk
menjadi Mentor Usaha. Implementing Agency dapat meliputi:
- Inkubator bisnis
- Lembaga pendidikan / diklat (pusat pendidikan dan pelatihan)
kewirausahaan
- Mentor usaha
- Asosiasi pengusaha
- Lembaga lain yang memenuhi kriteria kelayakan melakuka pelatihan
mentor
5) Implementing agency mengundang para calon Mentor Usaha untuk mengikuti
kegiatan pelatihan untuk menjadi Mentor Usaha.
Materi pelatihan diantaranya: bagaimana melakukan pendampingan usaha,
peran mentor usaha, akses-akses yang dapat dihubungi dalam kepentingan
pendampingan usaha, dll.
6) Setelah kegiatan pelatihan (6 bulan – 1 tahun) selesai, maka implementing
agency melakukan penempatan Mentor Usaha dengan mencocokkan atau
mempertimbangkan bidang usaha wirausaha yang akan didampingi dengan
bidang usaha Mentor Usaha.
7) Mentor Usaha melakukan pendampingan terhadap wirausaha baru.
8) Implementing agency membuat laporan terkait kegiatan pelatihan hingga
penempatan Mentor Usaha.
9) Executing agency melakukan evaluasi berdasarkan laporan yang diberikan oleh
implementing agency.
96
6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
1. Adanya basis data dan pencatatan wirausaha mapan
2. Adanya pencatatan mengenai daftar penerima kegiatan
3. Jumlah wirausaha mapan
4. Peningkatan jumlah tenaga kerja
5. Peningkatan asset usaha
6. Peningkatan omset usaha.
97
DIAGRAM ALUR PENCIPTAAN MENTOR USAHA
Prosedur Penciptaan Mentor Usaha
CatatanWirausaha MapanPemerintah /
Pemerintah DaerahImplementing
Agency
Phas
e
Mulai
Melakukan evaluasi dan seleksi terhadap
wirausaha mapan yang terdaftar
Mengundang wirausaha mapan
yang terseleksi
Menyetujui undangan?
Selesai
Melakukan pendaftaran
“Mentor Usaha”
Mendata pendaftaran
wirausaha mapan
Mengundang & menyelenggarakan
pelatihan untuk menjadi “Mentor
Usaha”
Mengikuti kegiatan pelatihan
Menjadwalkan penempatan
“Mentor Usaha”
Melakukan pendampingan /
mentoring
Membuat laporan kegiatan
Melakukan evaluasi terhadap kegiatan pelatihan “Mentor
Usaha”
Selesai
Ya
Tidak
Tujuan: mendapatkan wirausaha mapan yang dapat menjadi “Mentor Usaha”.
Evaluasi didasarkan kinerja wirausaha mapan yang sudah mampu memenuhi kriteria capaian outcome, yaitu: 1) Peningkatan jumlah tenaga kerja, 2) Peningkatan asset usaha, 3) peningkatan omset usaha
Pendaftaran dengan mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran dan kesediaan.
Sosialiasi tentang peran “Mentor Usaha” dan pelatihan sebagai “Mentor Usaha” Lama: 6 bulan – 1 tahun
Membuat penempatan yang sesuai antara “Mentor Usaha” dengan wirausaha yang didampingi
Apa bila jumlah calon mentor masih kurang, maka executing agency kembali mengundang wirausaha mapan yang memiliki potensi menjadi Mentor Usaha
Melakuan evaluasi capaian
Evaluasi capaian dilakukan selambatnya 1 tahun setelah “Mentor Usaha” melakukan pendampingan
98
9. KAIDAH PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Pentingnya NSPK dalam rangka pengembangan kewirausahaan, adalah sebagai pedoman
pelaksanaan pengembangan kewirausahaan nasional guna mempercepat pencapaian
target sebagaimana yang tecantum dalam RPJMN 2015-2019. Saat ini, berdasarkan
kebutuhan para pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah, disadari
perlunya kesatuan gerak langkah dalam mewujudkan keberhasilan pengembangan
kewirausahaan nasional. Hal ini tercermin dalam adanya sinkronisasi dan harmonisasi
yang dimulai dari definisi, business process, model pengembangan, dan standard
operational procedure (SOP) pengembangan kewirausahaan.
BAGIAN I: KONSENSUS BAHASA PROGRAM DAN PENGANGGARAN
9.1 PEMAKNAAN BAHASA PROGRAM DAN PENGANGGARAN YANG SAMA
Dalam menjamin kepastian dari keberhasilan suatu program dan kegiatan, dibutuhkan
prasyarat adanya pemaknaan bahasa program dan penganggaran yang sama. Untuk itu
diperlukan konsensus antara bahasa program dengan bahasa penganggaran, sehingga
memudahkan mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga
pengendalian.
Terwujudnya sinkronisasi proses penyusunan mulai dari program, kegiatan prioritas,
kegiatan penunjang, sampai dengan perhitungan target dan anggaran, menjadi suatu
kesatuan yang utuh. Hal ini menandakan telah terbangunnya konsensus antara program
dan penganggaran untuk semua pemangku kepentingan terkait.
Selain itu pada tingkat pusat dalam penyusunan RKP dan RAPBN, maupun penyusunan
RKPD dan RAPBD pada tingkat daerah, maka perlu dipastikan bahwa konsensus bahasa
program dan penganggaran yang memuat program, kegiatan prioritas, kegiatan
penunjang, sampai dengan perhitungan target dan anggaran, harus tertuang dalam
penyusunan dokumen Renja dan RKA baik di tingkat pusat maupun daerah.
Guna menjamin efektivitas adanya konsensus bahasa program dan penganggaran,
sebagai contoh dapat dilihat pada matriks kegiatan pengembangan kewirausahaan yang
dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM di bawah ini.
99
Program Kegiatan
Prioritas
Komponen Target RPJMN
2015-2019
Alokasi
Anggaran
Peningkatan
Daya Saing
UMKM dan
Koperasi
Pengembangan
Kewirausahaan
1. Pusat gerakan kewirausahaan
nasional (pemasyarakatan,
promosi, advokasi,
pendampingan, pendataan,
kerjasama pusat-daerah)
50.000 Orang Perlu
dikonfirmasi
2. Wirausaha baru dan pemula
yang difasilitasi permodalannya
(skema bantuan, seleksi,
pendampingan, pendataan)
25.000 Orang Perlu
dikonfirmasi
3. Inkubator bisnis dan teknologi
yang diperkuat (skema bantuan,
seleksi dan pendataan)
100
Inkubator
Perlu
dikonfirmasi
4.Technopreneur yang difasilitasi
permodalan dan komersialisasi
produk (skema bantuan, seleksi,
pendampingan, pendataan)
5.500 Orang Perlu
dikonfirmasi
Melalui konsensus bahasa program dan penganggaran, matriks tersebut dapat
disesuaikan sebagaimana pada table berikut ini.
Program Kegiatan
Prioritas
Komponen Target RPJMN
2015-2019
Alokasi Anggaran
Peningkatan
Daya Saing
UMKM dan
Koperasi
Pengembangan
Kewirausahaan
1. Pendaftaran,
Pengidentifikasian, dan
Seleksi Calon Wirausaha
Perlu divalidasi* Perlu dikonfirmasi
2. Pemasyarakatan pra
wirausaha
Perlu divalidasi* Perlu dikonfirmasi
3. Fasilitasi ide Usaha Perlu divalidasi*
4.Diklat bagi calon
wirausaha
Perlu divalidasi* Perlu dikonfirmasi
5. Inkubasi bisnis 100 Inkubator Perlu dikonfirmasi
6. Peningkatan kapasitas
produksi
Perlu divalidasi* Perlu dikonfirmasi
7. Koordinasi exit
strategy
Perlu divalidasi* Perlu dikonfirmasi
8. Pendanaan bagi
wirausaha baru
25.000 Orang Perlu dikonfirmasi
* Komponen kegiatan yang telah disesuaikan masih perlu divalidasi dengan K/L yang
bersangkutan agar sesuai dengan NSPK dan pencapaian target dalam RPJMN 2015-2019
100
9.2 KEBUTUHAN ADANYA STANDARDISASI BIAYA
Guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pengembangan kewirausahaan,
maka ke depan diperlukan adanya penyusunan standar biaya khusus dengan
mempertimbangkan yaitu (1) jenis kewirausahaan, (2) kelompok sasaran wirausaha, (3)
sektor, dan (4) sebaran wilayah. Pertimbangan atas empat faktor di atas diperlukan agar
terwujud standardisasi biaya akan menjadi salah satu faktor penting untuk pencapaian
target penumbuhan wirausaha baru baik dalam jangka menengah maupun dalam jangka
panjang.
MEKANISME PEMBAGIAN PERAN PUSAT DAN DAERAH
9.3 PEMBAGIAN PERAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Dukungan penuh baik dari Pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah),
maupun dunia usaha merupakan prasyarat utama dalam pelaksanaan pengembangan
kewirausahaan. Sesuai dengan target RPJMN 2015-2019, yaitu penumbuhan 1 Juta
wirausaha baru, maka diperlukan adanya pembagian peran antara berbagai pemangku
kepentingan sehingga pelaksanaan pengembangan kewirausahaan dapat berjalan lebih
efektif dan efisien. Mekanisme pembagian peran tersebut dapat dilihat pada tabel 8.
Matriks Pembagian Peran Pelaksanaan Pengembangan Kewirausahaan didasarkan pada
peran yang telah dijalankan oleh Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah saat
ini, namun diatur secara lebih sistematis agar tanggung jawab dari masing-masing
institusi dapat lebih difokuskan. Selain itu, matriks ditujukan untuk menekankan adanya
fungsi koordinasi dan sinkronisasi yang merupakan esensi dari formulasi NSPK.
Secara khusus, dalam matriks juga ditambahkan “Badan yang ditunjuk” untuk
mengakomodasi kebutuhan penugasan khusus terkait permodalan (start-up capital).
Pelibatan dunia usaha dalam pembagian peran yang dijelaskan dalam matriks tersebut
untuk mendukung jalannya dan keberlanjutan dari kegiatan pengembangan
kewirausahaan, di luar instansi pemerintah.
Tabel 8
Matriks Pembagian Peran Pelaksanaan Pengembangan Kewirausahaan
Kegiatan
Instansi Perencana,
Penganggaran, dan
Koordinator Pelaksanaan
Instansi Pelaksana
Dunia Usaha
Kem
enP
PN
/
Bap
pen
as
Kem
en-K
eu
Kem
enko
Ek
on
Kem
en-
KU
KM
Kem
en-
Ris
tekd
ikti
Kem
en-
Dik
bu
d
Kem
en-
Nak
er
Kem
en-
Per
ind
Kem
en-
Des
-PD
TT
Kem
en-
PP
PA
Kem
en-
Ko
min
fo
Bek
raf
Kem
enD
ag
Kem
en-
Po
ra
Pem
da
Bad
an y
ang
Dit
un
juk*
**
Sistem Pendukung:
1. Perencanaan Program dan Penganggaran
2. Koordinasi Pelaksanaan
Kegiatan Pelaksanaan:
Kelompok Sasaran
Kewirausa-haan
Definisi dan Kriteria
Tahapan Pengembangan
Wirausaha
Masyarakat Umum
WNI yang memiliki minat untuk berwirausaha
Pendaftaran dan Pengidentifikasian Usaha (Online)*
Seleksi Administrasi Pendaftaran*
Pemasyarakatan Pra Wirausaha
102
Kegiatan
Instansi Perencana,
Penganggaran, dan
Koordinator Pelaksanaan
Instansi Pelaksana
Dunia Usaha
Kem
enP
PN
/
Bap
pen
as
Kem
en-K
eu
Kem
enko
Ek
on
Kem
en-
KU
KM
Kem
en-
Ris
tekd
ikti
Kem
en-
Dik
bu
d
Kem
en-
Nak
er
Kem
en-
Per
ind
Kem
en-
Des
-PD
TT
Kem
en-
PP
PA
Kem
en-
Ko
min
fo
Bek
raf
Kem
enD
ag
Kem
en-
Po
ra
Pem
da
Bad
an y
ang
Dit
un
juk*
**
Calon Wirausaha
WNI yang memiliki perilaku dan dan semangat kewirausahaan dan memiliki ide bisnis, atau memiliki rintisan usaha namun belum menjalankan (mendirikan) usaha
Fasilitasi Ide Usaha
Diklat Kewirausahaan untuk Calon Wirausaha
Wirausaha Baru
WNI yang sudah menjalankan usaha sesuai dengan kriteria sebagai berikut: (1) memiliki
Inkubasi Bisnis Sesuai kebutuhan
103
Kegiatan
Instansi Perencana,
Penganggaran, dan
Koordinator Pelaksanaan
Instansi Pelaksana
Dunia Usaha
Kem
enP
PN
/
Bap
pen
as
Kem
en-K
eu
Kem
enko
Ek
on
Kem
en-
KU
KM
Kem
en-
Ris
tekd
ikti
Kem
en-
Dik
bu
d
Kem
en-
Nak
er
Kem
en-
Per
ind
Kem
en-
Des
-PD
TT
Kem
en-
PP
PA
Kem
en-
Ko
min
fo
Bek
raf
Kem
enD
ag
Kem
en-
Po
ra
Pem
da
Bad
an y
ang
Dit
un
juk*
**
rencana usaha, (2) memiliki usaha yang tercatat/teregistrasi, sekurang-kurangnya dalam bentuk ijin usaha mikro kecil (IUMK) dengan mengacu Perpres 98/2014, dan (3) usaha berusia kurang dari 42 bulan sejak pendirian usaha yang telah dicatatkan (teregistrasi).
Pendampingan Usaha
Permodalan (Start up Capital)
Wirausaha Mapan
WNI yang sudah menjalankan dan
Peningkatan Kapasitas Produksi:
Sesuai kebutuhan
104
Kegiatan
Instansi Perencana,
Penganggaran, dan
Koordinator Pelaksanaan
Instansi Pelaksana
Dunia Usaha
Kem
enP
PN
/
Bap
pen
as
Kem
en-K
eu
Kem
enko
Ek
on
Kem
en-
KU
KM
Kem
en-
Ris
tekd
ikti
Kem
en-
Dik
bu
d
Kem
en-
Nak
er
Kem
en-
Per
ind
Kem
en-
Des
-PD
TT
Kem
en-
PP
PA
Kem
en-
Ko
min
fo
Bek
raf
Kem
enD
ag
Kem
en-
Po
ra
Pem
da
Bad
an y
ang
Dit
un
juk*
**
mengelola usaha sesuai dengan kriteria sebagai berikut: (1) lebih dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak sejak pendirian usaha yang yang telah dicatatkan (teregistrasi); dan (2) telah memiliki dan menggaji karyawan tetap.
1. Pengembangan kualitas produk (Standarisasi dan sertifikasi produk)
2. Pengembangan inovasi produk
Penyusunan Exit Strategy**
Penciptaan Mentor Usaha
Keterangan:
* Pada tahun 2017 pendaftaran dan seleksi di masing-masing K/L masih bersifat manual, yang merupakan transisi ke sistem pendaftaran online yang terintegrasi dan nantinya akan
dikoordinasikan oleh Kemen KUKM
** Penyusunan exit strategy merupakan langkah di dalam pencapaian target RPJMN dan adanya upaya berkelanjutan di dalam pengembangan kewirausahaan di masa-masa mendatang.
Finalisasi exit strategy setiap K/L Pusat dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/ Bappenas dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
*** Sementara waktu, pendanaan (Start Up Capital) dilakukan berdasarkan kebijakan masing-masing K/L, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha, sampai terbentuknya Badan yang ditunjuk
setelah penetapan NSPK Pengembangan Kewirausahaan dan yang diatur dalam peraturan perundangan terpisah.
9.4 SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI (SIT)
Sistem informasi yang terintegrasi menjadi kebutuhan utama dalam pengembangan
kewirausahaan nasional. Sistem informasi ini diperlukan untuk mempermudah
sinkronisasi dan simplifikasi kebutuhan data dan informasi yang dimiliki oleh setiap K/L
terkait kegiatan pengembangan kewirausahaan. Adanya sistem informasi terintegrasi,
maka akses terhadap informasi akan lebih cepat, mudah, dan kredibel bagi semua
pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pengembangan kewirausahaan di Indonesia.
Sistem informasi terintegrasi dibangun dengan pemenuhan kriteria sebagai berikut:
1. Desain manajemen sistem informasi berorientasi pada kondisi saat ini dan prediksi
kondisi ke depan.
2. Tata kelola manajemen sistem yang jelas.
a. Adanya kesesuaian antara sistem yang dikembangkan dan manajemen pelaksana
sehingga SIT dapat berjalan efektif dan efisien. Kebutuhan penyiapan sumber daya
manusia ditingkat operator menjadi salah satu faktor kunci dalam menjalankan SIT
tersebut.
b. Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, baik pusat,
daerah, maupun dunia usaha agar terwujud tata kelola manajemen sistem yang
handal.
3. Pengembangan infrastruktur SIT dalam jangka menengah dan panjang merupakan
salah satu jaminan kesinambungan pengembangan kewirausahaan.
Sistem informasi terintegrasi (SIT) dalam pengembangan kewirausahaan ke depan,
utamanya akan dikembangkan melalui kolaborasi antara Kementerian Koperasi dan UKM
dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Selanjutnya, ada pembagian peran dari
masing-masing K/L tersebut sebagai berikut:
(1) Kementerian Koperasi dan UKM sebagai Kementerian penanggungjawab penyediaan
konten yang mengkoordinasikan dan melaksanakan penyusunan konten informasi
berbagai kegiatan pengembangan kewirausahaan di seluruh pemangku kepentingan
terkait,
(2) Kementerian Komunikasi dan Informasi sebagai penyedia piranti, baik piranti lunak
dan piranti keras, dari SIT, dan
106
(3) Para pemangku kepentingan lain menyediakan dan mendukung pengkayaan konten
pengembangan kewirausahaan sesuai dengan bidang masing-masing.
Kementerian Koperasi dan UKM sebagai penanggungjawab penyedia konten SIT memiliki
tugas sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dan informasi dari berbagai instansi pelaksana pengembangan
kewirausahaan. Data dan informasi harus mencakup hal-hal terkait dengan ruang
lingkup, kriteria dan indikator pelaksanaan pengembangan kewirausahaan yang
tertulis secara spesifik pada setiap prosedur di Bab 8 (SOP).
2. Mengidentifikasi kebutuhan data dan informasi dari masing-masing instansi pelaksana
untuk dapat disajikan dalam SIT. Data dan informasi yang perlu disajikan dalam SIT
merupakan data dan informasi yang relevan untuk dikoordinasikan dan disinkronisasi.
Data dan informasi tersebut disesuaikan dengan kriteria pengembangan
kewirausahaan seperti yang telah disebutkan pada sub bab 6.4.
3. Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika merancang model sistem
informasi terintegrasi pengembangan kewirausahaan nasional sesuai kebutuhan.
4. Mengoperasikan pelaksanaan sistem agar berjalan sesuai kebutuhan secara efektif
dan efisien, termasuk mengatasi kendala yang terjadi saat proses pelaksanaan.
Operasionalisasi pelaksanaan sistem perlu mempertimbangkan proses update data
secara akurat agar sistem informasi terintegrasi ini dapat benar-benar memenuhi
standar integrasi dan menghilangkan duplikasi program untuk penerima manfaat yang
sama, dan untuk dapat melakukan proses monitoring dan evaluasi yang tepat.
5. Melakukan review secara berkala atas pelaksanaan SIT agar kehandalan sistem tetap
terjaga.
Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai penanggungjawab penyediaan piranti
lunak dan piranti keras dari SIT memiliki tugas sebagai berikut:
1. Merancang model sistem informasi terintegrasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
hasil identifikasi kebutuhan yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM;
2. Membangun model sistem informasi terintegrasi pengembangan kewirausahaan
nasional; dan
3. Menjamin keterhubungan (interkoneksi) SIT antar pemangku kepentingan terkait.
107
10. PENUTUP
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan ini
diharapkan mampu menjadi panduan (guideline) bagi instansi pemerintah dan mitra di
dunia usaha dalam pengembangan kewirausahaan nasional. Tujuan dari penyusunan
NSPK ini agar pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahaan lebih terkoordinasi,
terntegrasi, tersimplifikasi, dan tersinkronisasi. Selain itu, NSPK ini juga disusun untuk
menjamin kegiatan pengembangan kewirausahaan secara berkelanjutan yang didukung
dengan proses koordinasi perencanaan dan penganggaran yang kredibel serta adanya
sistem monitoring dan evaluasi yang handal.
top related