evaluasi
Post on 04-Jan-2016
2 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi dalam pembelajaran sanngatlah penting dilakukan sebagai
sarana meningkatkan mutu pendidikan, terutama bagi guru/pengajar
sebagai ujung tombak pendidikan disekolah. Tes sebagai cara mengevaluasi
pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat dianalisis hasilnya untuk
meningkatkan mutu tes yang disusun dan dapat memetakan taraf kemampuan
siswa sebagai objek pendidikan yang menentukan berhasil/gagalnya
pendidikan yang dilaksanakan. Menganalisis hasil tes jadi sangat penting
dilakukan, adapun untuk menganalisis hasil tes ada berbagai cara yang
dapat dilakukan oleh guru beberara diantaranya adalah dengan menilai
hasil tes yang dibuat sendiri. Menilai tes juga berguna untuk melihat
berhasil tidaknya cara mengajar seorang guru serta untuk melihat taraf
pemahaman siswa akan materi yang guru berikan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui bagaimana menilai tes yang dibuat sendiri.
2. Dapat menganalisis butiran-butiran soal yang dibuat.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang terurai diatas maka penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Untuk apa menilai tes yang dibuat sendiri?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam penyusunan tes?
3. Bagaimana cara untuk menilai tes tersebut?
4. Bagaimana menganalisis butir-butir soal?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri
Tidak ada usaha guru yang lebih baik selain usaha untuk
selalu meningkatkan mutu tes yang disusunnya. Namun, hal ini tidak
dilaksanakan karena adanya kecenderungan seorang untuk
beranggapan bahwa hasil karnyanya adalah yang terbaik atau setidak-
tidaknyasudah cukup baik. Guru yang sudah banyak berpengalaman,
mengajar, dan menyusun soalsoal tes, juga masih sukar menyadari
bahwa tesnya belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang baik adalah
secara jujur melihat hasil yang diperoleh dari siswa.
Apabila hampir seluruh siswa memperoleh nilai jelek, ada
kemungkinan bahwa tes yang disusun terlalu suka. Sebaliknya jika siswa
memperoleh nilai yang baik, dapat diartikan testnya terlalu mudah.
Tentu saja interpretasi terhadap soal tes akan lain seandainya tes itu
sudah disusun sebaik-baiknya sehingga memenuhi persyratan sebagai tes.
Dengan demikian bila kita memperoleh hasil tes, kita dapat mengadakan
penilaian secara objektif terhadap tes yang kita susun.
B. Langkah-langkah Dalam Penyusunan Tes
Urutan langkah yang dilakukan adalah :
1. Menentukan tujuan mengadakan tes
2. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan
3. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bahan
4. Menderetkan semua tujuan tersebut
5. Menuliskan butir soal berdasarkan TIK yang sudah disusun
C. Cara Menilai Tes
Ada 4 (Empat) Cara Untuk Menilai Hasil Tes, yaitu :
1. Cara pertama yaitu dengan meneliti secara jujur soal-soal yang
sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh ketidak jelasan
perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal
tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain :
a. Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang?
b. Apakah semua soal menanyakan bahan-bahan yang telah di
ajarkan?
c. Apakah soal yang kita susun tidak merupakan soal yang
membingungkan?
d. Apakah soal tersebut sukar untuk di mengerti?
e. Apakah soal tersebut dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa?
2. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal. Analisis soal adalah
suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan kita informasi
akan butir-butir tes yang telah kita susun.
Faedah mengadakan analisis soal :
a. Membantu kita dalam menganalisis butir-butir soal yang jelek.
b. Memperoleh informasi untuk menyempurnakan soal-soal
untuk kepentingan yang lebih lanjut.
c. Mengambarkan secara selintas tentang gambaran soal yang akan
kita susun.
Analisis soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Hal ini
tidak berarti bahwa tes uraian tidak dapat dianalisis, akan tetapi
memang dalam menganalisis butir tes uraian, belum ada pedoman
secara standar. Tentang kegunaan dan cara mengadakan analisis soal
akan dibicarakan sendiri dibagian lain.
3. Mengadakan Checking validitas, validitas yang paling penting buatan
guru adalah validitas kurikuler(content validity). Untuk mengadakan
checking validitas kurikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap
bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat
kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.
Tes yang tidak mempunyai validitas kurikuler atau walaupun
mempunyai tetapi kecil maka dapat juga terjadi jika salah satu atau
beberapa tujuan khusus tidak dicantumkan dalam tabe spesiflikasi.
Semakin banyak tuljuan khusus yang tidak dicantumkan, berarti
bahwa vaiditas kurikulernya semakin kecil.
Dalam hal ini Terry D. Ten Brink, dalam bukunya yang berjudul
Evaluation, a practical guide for teacher mengemukakan pendapatnya
demikian:
Untuk tes yang dirancang akan menggunakan norm-referenced
tidak harus menuliskan setiap tujuan khusus, tetapi cukup dengan
tujuan-tujuan yang esensial saja.
Untuk tes yang dirancang akan menggunakan criterion
referenced, maka setiap tujuan khusus harus dicantumkan dalam
table spesifikasi.
4. Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reabilita. Salah
satu indikator untuk tes yang mempunyai reabilitas yang tinggi adalah
bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda
yang tinggi.
D. Analisis Butir Soal (Item Analysis)
Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal
soal yang baik, kurang baik dan soal yang tidak baik. Dengan analisis
soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan
“petunjuk” untuk mengadakan perbaikan.
Kapan sebuah soal dikatakan baik? Untuk memberikan
jawaban terhadap pertanyaan ini, perlu diterangkan dua masalah yang
berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda
dan pola jawaban.
1. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak
terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa
untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang
terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar
jangkauannya.
Seorang siswa akan menjadi hafal akan kebiasaankebiasaan
gurunya dalam membuat soal. Misalnya saja guru A dalam
memberikan ulangan soalnya mudah-mudah, sebaliknya guru B
kalau memberikan ulangan soalnya sukar sukar. Dengan
pengetahuan-nya tentang kebiasaan ini, maka siswa akan belajar
giat jika menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya. Jika siswa
akan menghadapi ulangan dari guru A, tidak mau belajar giat atau
bahkan mungkin tidak mau belajar sama sekali.
Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal
disebut indek kesukaran. Indek kesukaran soal diberi simbul P.
Besarnya indeks kesukaran antar 0.00 – 1.0. Soal dengan indeks
kesukaran 0.00, menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya apabila indeks kesukaraanya 1.00 menunjukan bahwa
soal itu terlalu mudah. Untuk menghitung besaran indeks kesukaran
soal dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Rumus : P=BJs
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Di dalam pelaksanaan pengerjaan analisis butir soal, jawaban
benar diberi nilai “ 1 “, dan untuk jawaban salah diberi nilai “ 0 “.
Sedangkan kriteria untuk mengklasifikasikan indeks kesukarannya
adalah sebagai berikut :
Soal dengan nilai P = 0.00 –0.30 adalah soal sukar, P = 0.30 –0.70
adalah soal sedang dan soal dengan nilai P = 0.70 – 1;00
adalah soal mudah. Contoh pengerjaanya dapat dilihat pada table
dihalaman berikut :
Siswa
Nomor SoaL Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 siswa
A 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 13
B 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 11
C 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 14
D 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 9
E 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14
F 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 8
G 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13
H 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 9
I 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17
J 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 13
K 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 10
L 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 4
M 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 13
N 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 16
O 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 12
P 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10
Q 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 9
R 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 11
S 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 14
T 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 10
Jumlah 10 14 4 9 15 6 16 17 3 11 10 18 20 10 9 7 11 14 13 13
2. Daya Pembeda
Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal
untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan
tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah).
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut
indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti halnya indeksnya
kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara
0,00 sampai 1, 00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal
tanda negative (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda
negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika
sesuatu soal “Terbalik” menunjukkan kualitas testee. Yaitu anak
pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.
Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda, yaitu :
- 1,00 0,00 1,00
Daya (-) Daya (rendah) Daya (+)
Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai
maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak
mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik
pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar. Soal
tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal
yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa
yang pandai saja.
Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group)
dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).
Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut
dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab salah,
,maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1, 00.
Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua
kelompok bawah menjawab betul, maka nilai D-nya -1,00. Tetapi
jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama- sama
menjawab benar atau Sama-sama menjawab salah, maka soal
tersebut mempunyai nilai D 0,00. karena tidak mempunyai daya
pembeda sama sekali.
Cara Menentukan Daya Pembeda (Nilai D)
Untuk ini perlu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari
100 orang) dan kelompok besar (100 orang ke atas).
a. Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok
atas dan 50% kelompok bawah.
Contoh :
Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas
sampai terbawah, lalu dibagi 2.
b. Untuk kelompok besar
Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk
kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja,
yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (J) dan 27% skor
terbawah sebagai kelompok bawah (JB).
JA = jumlahkelompok atas
JB = jumlahkelompok bawah
Contoh :
9
9
8
8 27% sebagai JA
8
.
.
-
.
.
.
-
.
.
2 27% sebagai JB
1
1
1
0
Rumus Mencari D
Rumus untuk menentukan indeks diskriminan adalah :
D = BA/JA –BB/JB = PA –PB
Dimana :
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar
BB = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal salah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P
sebagai indeks kesukaran)
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Contoh perhitungan :
Dari hasil analisis tes yang terdiri dari 10 butir soal yang dikerjakan
oleh 20 orang siswa, terdapat dalam table sebagai berikut :
Siswa Kelompok
Nomor SoaL Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 siswa
A B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5
B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7
C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8
D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 5
E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
F B 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6
G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6
H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6
I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8
J A 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7
K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7
L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5
M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3
N A 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 7
O A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3
Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8
R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8
S B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6
T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6
Jumlah 11 15 12 8 6 16 15 17 20 10
Berdasarkan nama-nama siswa dapat kita peroleh skor-skor sebagai berikut:
A = 5 F = 6 K = 7 P = 3
B = 7 G = 6 L = 5 Q = 8
C = 8 H = 6 M = 3 R = 8
D = 5 I = 8 N = 7 S = 6
E = 10 J = 7 O = 9 T = 6
Dari angka-angka yang belum teratur kemudian dibuat array (urutan
penyebaran), dari skor yang paling tinggi ke skor yang paling rendah.
Kelompok atas
10 kelompok
bawah
6
9 6
8 6
8 6
8 6
8 5
7 5
7 5
7 3
7 3
10 orang 10 orang
Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (JA) dan kelompok
bawah (JB) dengan pemiliknya sebagai berikut :
Kelompok
atas (JA)
10
kelompok
bawah (JB)
A = 5
B = 7 D = 5
C = 8 F = 6
E = 10 G = 6
I = 8 H = 6
J = 7 L = 5
K = 7 M = 3
N = 7 P = 3
O = 9 S = 6
Q = 8 T = 6
10 orang 10 orang
Perhatikan pada table analisis 10 butir 20 siswa. Di belakang nama siswa
dituliskan huruf A atau B sebagai tanda kelompok. Hal ini untuk
mempermudah menentukan BA dan BB.
BA= Banyak siswa yang menjawab benar pada kelompok atas(A)
BB= Banyak siswa yang menjawab benar pada kelompok Bawah (B)
Sudah disebutkan diatas bahwa soal yang baik adalah soal yang dapat
membedakan antara anak pandai dengan anak bodoh, dilihat dari dapat dan
tidaknya mengerjakan soal itu.
Marilah kita perhatikan tabel analisis lagi, khusus butir soal nomor 1.
Dari kelompok atas yang menjawab betul 8 orang
Dari kelompok bawah yang menjawab betul 3 orang
Kita terapkan dalam rumus indeks diskriminasi :
Dengan demikian maka indeks diskriminan untuk soal no. 1 adalah 0,5
Sekarang kita buktikan butir soal no. 8 :
Butir soal ini jelek karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah
dibandingkan dengan jawaban benar dari kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk
menjawab soal dengan benar, dapat dilakukan dengan menebak.
Klasifikasi Daya Pembeda :
D : 0,00 –0,20 : jelek (poor)
D : 0,20 –0,40 : cukup (satisfactory)
D : 0,40 –0,70 : baik (good)
D : 0,70 –1,00 : baik sekali (excellent)
D : Negative, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D
negatif sebaiknya dibuang saja.
Hubungan antara P dan D :
Untuk melihat hubungan antara P dengan D, perlu kita telaah kembali rumus-
rumus untuk menentukannya.
Dari indeks kesukaran dan indeks diskriminasi dapat diperoleh hubungan
sebagai berikut:
Dmax = 2P .......(3)
Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai
indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7.
3. Pola Jawaban Soal
Pola jawaban adalah distribusi testee dalam hal
menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola
jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang
memilih pilihan jawaban soal diperoleh dengan mengitung
banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau
yang tidak memilih pilian manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi
disebut omit, disingkat 0.
Dan pola jawaban soal dapat ditentukan apaka pengecoh
(distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak.
Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti pengecoh
itu jelek , terlalu mencolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah
distraktor(pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila
distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut
pengikut tes yang kurang memahamikonsep atau kurang menguasai
bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal,dapat di tentukan :
a. Taraf kesukaran soal;
b. Daya pembeda soal;
c. Baik dan tidaknya distraktor;
Sesusatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 (tiga) cara:
a. Diterima, karena sudah baik
b. Ditolak, karena tidak baik
c. Ditulis kembali, karena kurang baik
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan
kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan
perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang
suliut, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki
saja, tidak dibuang, Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik
jika paling sedikit dipiliholeh 5% pengikut tes.
Dalam tabel yang memuat analisis jawaban 30 orang
siswa, dengan pilihan jawaban a, b, c, dan d. Sebetulnya banyaknya
soal yang dikerjakan ada 50 butir, tetapi yang dikutip hanya 15 butir.
Diatas tabel itu terdapat keterangan bahwa subjek nomor 1betul
semua, artinya semua pilihan jawaban mendapat skor, dan dia
mendapat jumlah skor 50. Siswa yang pilihan jawabannya sama
dengan siswa nomor 1, berarti skornya 1.
Cara menganalisa table tersebut adalah :
a. Bubuhkan skor 1 untuk semua butir pada semua siswa yang
pilihannya sama dengan siswa nomor 1. Sebaiknya pemberian
skor dilakukan butir demi butir, jadi mulai dari butir 1. Siswa
yang memilih a,diberi skor 1, yang bukan a diberi skor 0.
Untuk siswa yang tidak memilih ,yaitu dengan tanda-diberi
skor 0. Setelah penskoran butir 1 selesai, dijumlahkan ke
bawah, ada beberapa siswa yang mendapat skor 1.Jumlah skor
itulah nanti yang menunjukkan taraf kesukaran, sesudah dibagi
dengan 30 dan dikalikan 100. Daya pembeda untuk tiap-tiap
butir juga langsung dapat dicari, menggunakan rumus yang
sudah dijelaskan untuk menentukan daya pembeda.
b. Lanjutkan memberi skor butir 2. Untuk skor butir 2, karena
siswa nomor 1 memilih c, maka semua siswa yang memilih c
diberiskor 1, yang lainnya 0. Demikian juga untuk butir nomor
3,karena siswa nomor 1 memilih c dan betul, maka semua siswa
yang memilih c diberi skor 1, yang bukan pilihan c diberi skor 0.
c. Setelah selesai memberikan skor sampai dengan butir nomor 15,
maka sudah dapat diketahui jumlah skor 1 pada setiap butir.
Selanjutnya dapat diketahui taraf kesurakaran dan daya
pembeda dari masing-masing butir, menggunakan rumus yang
sudah dipraktikan dalam perhitungan terdahulu.
d. Untuk mengetahui penyebaran pilihan siswa, yaitu menentukan
pola jawaban siswa, digunakan kabel kontingensi 2 x 5, ditambah
baris judul dan kolom judul. Sebagai contoh, kita akan
menganalisis dan membuat pola jawaban untuk butir 1. Banyak
nya jari-jari untuk pilihan jawaban, dimaksukkan dalam kolom
sesuai pilihan jawaban. Dalam hal ini kita mempunyai 5 pilihan
jawaban, yaitu kolom jawaban a, b, c, dan d, kemudian kita
tambahkan kolom lagi untuk tidak memilih. Tidak
menentukan pilihan jawaban ini disebut “ommit” (om) artinya
tidak menjawab. Marilah kita masukkan banyaknya pilihan tiap
jawaban sebagai berikut.
1) Kunci jawaban yang betul adalah pilihan a, maka kita beri
tanda bintang.
2) Untuk menentukan kelompok Atas (KA) dan kelompok
bawah (KB), kita ambil dari skor total, kita urutkan skor dari
paling atas sampai paling bawah lalu kita beri tanda di
kolom “subjek” sebelah kanannya At dan Bw.
3) Dari hasil mengurutkan soal dari yang paling atas sampai
yang paling bawah diketahui bahwa siswa yang masuk
kelompok atas (At) adalah skor 35 atau lebih, dan kelompok
bawha (Bw) adalah siswa yang mendapat skor 32 atau kurang.
Kelompok/Pilihan a* b c d om Jumlah
Kelompok Atas 2 1 9 2 1 15
Kelompok Bawah 1 4 5 4 1 15
Jumlah 3 5 14 6 2 30
Setelah dimasukkan ke dalam tabel kontingensi 2 x 5 dapat
diketahui bahwa sebaran pilihan jawaban adalah sebagai berikut.
1) Yang memilih a ada 3 orang, 2 orang kelompok atas (At) dan 1
orang dari kelompok bawah (Bw).
2) Yang memilih b ada 5 orang, yaitu 1 orang dari kelompok atas
(At) dan 4 orang dari kelompok bawah (Bw).
3) Yang memilih c ada 14 orang, yaitu dari kelompok atas
(At) 9 orang dan dari kelompok bawha (Bw) 14 orang.
4) Yang memilih d ada 6 orang, yaitu dari kelompok atas (At) 2
orang dan dari kelompok bawah (Bw) 4 orang.
5) Yang tidak memilih –ommit ada 2 orang, masing-masing 1 orang
dari kelompok atas dan kelompok bawah.
Apakah tidak lanjut dari guru setelah diketahui pola jawaban
seperti ini? Inilah gunanya mengetahui pola jawaban, yaitu untuk
mengetahui kualitas butir soal yang dibuat oleh guru, yaitu sebagai
berikut.
1) Pilihan a, adalah kunci jawaban, yaitu jawaban yang betul,
dan diharapkan semua siswa dapat menjawab dengan betul,
yaitu memilih a. Ternyata yang memilih a hanya 3 orang, berarti
butir soal tersebut terlalu sukar. Anak pandai saja yang dapat
hanya 2 orang, dan kebetulan anak bodoh (Kelompok bawah)
ada yang beruntung satu orang.
2) Pilihan b adalah pengecoh. Dari 30 siswa yang terkecoh ada
5 orang, yaitu At 1 orang dari Bw 4 orang. Pilihan salah seperti
ini adalah wajar. Yang terkecoh adalah siswa-siswa yang
belum mengusai materi.
3) Pilihan c adalah pengecoh (distractor), yang oleh guru dipandang
hanya merupakan alternatif jawaban yang salah. Tetapi mengapa
justru hampir separo dari siswa memilih jawaban itu? Dalam hal
seperti guru harus berpikir keras, mengapa pemahaman siswa
seperti itu.
4) Pilihan biasa, ada siswa yang terkecoh, yaitu 6 orang, dari
kelompok atas (At) 2 orang dan dari kelompok (Bw) 4 orang.
5) Ommit ada 2 orang, masing-masing dari kelompok atas dan
kelompok bawah. Keadaan seperti ini pun wajar.
Jika guru menjumpai hasil pemaparan pola jawaban seperti
ini, harus dapat mengambil kesimpulan bahwa ada kemungkinan dua
penyebab:
1) Butir soal yang dibuat tidak baik, karena dapat menyesatkan
hampir separo dari jumlah siswa memilih c. Kesimpulan
sementara yang dapat diambil adalah bahwa pilihan c mempunyai
daya tarik yang besar sehingga seolah-olah pilihan jawab itulah
yang benar, mungkin rumusan kalimatnya, atau mungkin isi
soalnya menunjukkan benar.
2) Yang menarik siswa bukan butir soalnya, tetapi materi yang
dikuasai siswa memang seperti yang tertera dalam pilhan c
itu. Kalau memang maksud yang dikehendaki guru adalah
materi seperti butir a, maka mungkin ketika guru mengajar, yang
diterima oleh siswa seperti materi dalam c. Jika seperti ini
yang terjadi, maka guru harus mengulang mengajar agar
penguasaan materi yang dimiliki siswa adalah seperti yang
tertera dalam option a.
Jadi, kini marilah kita berlatih lagi dengan pola jawaban, yaitu
butir nomer 4, dan 6. Butir soal 4 unci jawabannya adalah c,
dan kunci jawaban butir soal 6 adalah d. Sesudah tu lanjutkan
membaca contoh perhitungan yang ada di buku.
Contoh perhitungan:
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Menganalisis Hasil Tes salah satu upaya guru untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan cara mendidik serta sebagai cara untuk menilai
taraf kesuksesan dalam penyampaian materi, sebagai metode untuk
menilai taraf kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah
diberikan. Oleh karena itu Menganalisis Hasil Tes sangatlah penting
dilakukan agar mutu tes yang dianalisis dapat selalu ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi 2.
Jakarta: Bumi Aksara.
Daien Indrakusuma, Amir 1975. Evaluasi Pendidikan, Jilid I. Terbitan
sendiri.
Departemen P dan K. 1976. Pedoman Penelitian Buku Pedoman
Khusus Seri Kurikulum 1975. Jakarta.
top related