editan jiwa.doc.docx
Post on 29-Nov-2015
75 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Resiko perilaku kekerasan/
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah keperawatan jiwa.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan
makalah ini, serta rekan-rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
mengingat penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.
Depok, oktober 2013
Kelompok 5
1
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................................................... 3
2. Tujuan................................................................................................................................. 5
3. Metode Penulisan................................................................................................................ 5
4. Sistematika penulisan.......................................................................................................... 5
BAB II KONSEP DASAR TEORI
A. Konsep Perilaku Kekerasan............................................................................................... 7
1. Definisi................... ..................................................................................................... 7
2. Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan............................................... 7
3. Proses kemarahan......................................................................................................... 9
4. Rentang respon marah............................................................................................... 11
5. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/Kekerasan......................................... 12
6. Mekanisme Koping Klien.......................................................................................... 13
7. Fungsi Positif Marah................................................................................................. 13
8. Pohon Masalah........................................................................................................... 14
9. Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan................................................................ 14
10. Peran perawat dalam perilaku kekerasan ................................................................. 16
B. Asuhan Keperawatan pada Perilaku Kekerasan.............................................................. 17
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ...........................................,......................................................... 35
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabkan kematian secara langsung, Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku
yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan
karena mereka tidak produktif (Hawari, 2007)
Gangguan jiwa dapat memengaruhi fungsi kehidupan seseorang. Aktivitas penderita,
kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu karena
gejala ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa apa pun harus
segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan
penderita keluarga, dan masyarakat (http://lkpkindonesia. blogspot.com, di ambil tanggal 4
november 2010)
Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), dr HSyafii Ahmad MPH,
kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara
termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat.
Menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia,
maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang merupakan anggota
keluarga, data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali
lebih tinggi dari ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat serius dan World Bank
menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas
sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah
penyakit infeksi dengan 11,5 %.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan 14,1% penduduk mengalami
gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat, kondisi ini diperberat melalui aneka bencana
alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah indonesia. Data jumlah pasien gangguan jiwa
3
di Indonesia terus bertambah, data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) diseluruh indonesia
menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang,
kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa terjadi di sejumlah kota besar.
Pada umumnya gambaran utama individu yang mengalami perilaku kekerasan yaitu
individu kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup, serta gagal menerima tanggung
jawab untuk dirinya sendiri. Ia akan tergantung pada orang lain dan gagal
mengembangkan kemampuan sendiri. Selain itu ia juga banyak menuntut diri sendiri
karena ideal diri yang ditetapkan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dicapai.
Pada daerah jawa tengah sendiri menurut Direktur RSJD Amino Gondohutomo,
Semarang, dr.Sri Widiya Yati SPPK Mkes mengatakan angka kejadian penderita
gangguan jiwa di jawa tengah berkisar 3300 orang hingga 9300 orang angka kejadian ini
merupakan penderita yang sudah terdiagnosa. Diantara penderita gangguan jiwa tersebut
salah satunya adalah perilaku kekerasan.
Rata–rata perilaku kekerasan dialami oleh pasien usia 25-60 tahun dengan permasalahan
umumnya adalah masalah perekonomian keluarga dan masalah rumah tangga dengan
prosentase 90%. Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera
ditanggulangi sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat sepserti bunuh
diri dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Menurut studi pendahuluan pada bulan Desember 2010 di ruang VI (Gatotkoco) RSJD Dr.
Amino gondohutomo dari 25 klien, yang mengalami halusinasi 10 atau 40%, perilaku
kekerasan orang 7 atau 28%, harga diri rendah mencapai 5 orang atau 20%, menarik diri 3
orang atau 12%. Rata-rata dari mereka berkisar antara usia 25-40 tahun. Tanda-tanda
perilaku kekerasan yang ditemukan pada klien diantaranya rasa khawatir pada diri sendiri,
menarik diri dari realitas serta gangguan berhubungan yang disebabkan oleh perasaan
tidak berharga.
Dalam hal ini kenapa penulis mengambil kasus perilaku kekerasan di karenakan masalah-
masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius dimulai dari resiko perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan juga dapat memberi gambaran bagaimana seseorang mengalami
gangguan resiko perilaku kekerasan dan dampaknya yang komplek seperti resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, resiko bunuh diri.
4
Atas dasar fenomena diatas penulis tertarik menganggkat judul asuhan keperawatan jiwa
dengan perilaku kekerasan.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk menggambarkan asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan, serta penulis
dapat memberikan asuhan keperwatan jiwa secara optimal.
2. Tujuan khusus
a) Penulis dapat mendiskripsikan konsep perilaku kekerasan atau amuk
b) Penulis dapat mendiskripsikan masalah keperawatan pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan
c) Penulis dapat mendiskripsikan perencanaan keperawatan untuk mengatasi
masalah resiko perilaku kekerasan.
d) Penulis dapat mendiskripsikan implementasi pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
e) Penulis dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan Makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
proses keperawatan jiwa yang terdiri dari: pengkajian, diagnosa keperawatan, pelaksanaan
dan evaluasi, Deskriptif merupakan gambaran kasus yang dikelola dengan cara
pengumpulan data serta penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan,
Menggunakan dan mempelajari literatur-literatur medis maupun perawatan yang
menunjang sebagai pedoman toritis untuk menegakkan diagnosa dan perencanaan yang
berhubungan dengan perilaku kekeasan.
D. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan makalah ini ditulis dalam tiga bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari
beberapa sub bab yaitu :5
BAB I Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan teori meliputi pengertian, rentang respon, penyebab, tanda dan gejala,
mekanisme koping, pohon masalah serta asuhan keperawatan pada perilaku
kekerasan
BAB III Berisi tentang kesimpulan serta saran
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang
tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang
mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada
perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan
biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku
agresif (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai
rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang
lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal
ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara
mendalam tersebut terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan
koping yang kurang bagus.
Periaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol. (Yose,2011)
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
2. Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi PK7
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan.
c. Frustasi
d. Kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut bandura bahwa
agresif tidak berbeda dengan respons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
1. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipothalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku
agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
B. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
8
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3. Proses Kemarahan
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu:
1. mengungkapkan secara verbal
2. menekan
3. menantang
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lainnya adalah
destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,
dan bila cara ini dipakai terus-menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresif dan
ngamuk.
Secara skematis perawat penting sekali memahami proses kemarahn dapat digambarkan
pada skema dibawah ini.
9
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor
internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bila
berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berhargam tertipu,
penggusuran,bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau
gangguan pada sistem individu (distruption and loss). Hal yang terpenting adalah
bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau
menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya macet adalah waktu untuk istirahat,
penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga
( nervus audiotorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif
(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam
memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu
melakukan kegiatan positif (olahraga, menyapu, atau baca puisi saat dia marah) maka akan
10
STRESSOR INT & EKS
DISRUPTION & LOSS
PERSONAL MEANING
COMPENSAT ORY ACT.
RESOLUTION
GUILTHELPLESSNESS
ANGER &AGRESSION
EXPRESSED OTWARD
DESTRUCTIVEEXPRESSED INWARD
CONSTRUCTIVE ACTION
PAINFULL SYMPTOM
RESOLUTION
Adaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/ kekerasan
Maladaptive
muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu
timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (expressed toward)
dengan kegiatan yang konstruktif (constructive action) dapat menyelesaikan masalah.
Kemarahan yang diekspresikan keluar (expressed toward) dengan kegiatan yang
destruktif (destructive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(gulit). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikosomatis (painful
symptom)
4. Rentang Respon Marah
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
kounikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu
dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal (maladaptif).
Asertif Frustasi Pasif agresif Kekerasan
Klien mampu
mengungkapkan
marah tanpa
menyalahkan
orang lain dan
memberikan
kelegaan
Klien gagal
mencapai
tujuan
kepuasan/saat
marah dan
tidak dapat
menemukan
alternatif
Klien merasa
tidak dapat
mengungkapkan
perasaannya,
tidak berdaya
dan menyerah
Klien
mengekspresikan
secara fisik, tapi
masih terkontrol,
mendorong
orang lain
dengan ancaman
Perasaan
marah dan
bermusuhan
yang kuat dan
hilang
kontrol,disertai
amuk, merusak
lingkungan.
(Yosep ,2009)
11
5. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/Kekerasan
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien. Hal
ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut:
Aspek Pasif Asertif Agresif
Isi pembicaraan Negatif,
merendahkan diri,
misalnya : “bisakah
saya melakukan hal
itu? Bisakah anda
melakukannya”
Positif menawarkan
diri, misalnya :
“saya mampu, saya
bisa, anda boleh,
anda dapat”
Menyombongkan
diri, merendahkan
orang lain, misalnya:
“ kamu pasti tidak
bisa, kamu selalu
melanggar, kamu
tidak pernah
menurut, kamu tidak
akan bisa”
Tekanan suara Lambat, mengeluh Sedang Keras ngotot
Posisi badan Menundukkan
kepala
Tegap dan santai Kaku, condong
Jarak Menjaga jarak
dengan sikap
mengabaikan
Memperthankan
jarak yang nyaman
kedepansikap
dengan jarak akan
menyerang orang
lain
Penampilan Loyo, tidak dapat
tenang
Sikap tenang Mengancam, posisi
menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali
tidak
Memperthankan
kontak mata sesuai
dengan hubungan
Mata melotot dan
dipertahankan
6. Mekanisme Koping Klien
Perawat perlu mengidentifikasi mekanime koping pasien, sehingga dapat membantu
pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan masalahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement (dapat menggungkapkan kemarahan pada
12
objek yang salah, misalnya pada saat marah pada dosen, mahasiswa mengungkapkan
kemarahan dengan memukul tembok). Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal
mengalihkan kesalahan diri sendiri pada orang lain yang dianggap berkaitan, misalnya
pada saat nilai buruk seorang mahasiswa menyalahkan dosennya atau menyalahkan sarana
kampus atau menyalahkan administrasi yang tidak becus mengurus nilai. Mekanisme
koping yang lainnya adalah represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah atau
tidak kesal, ia tidak mencoba menyampaikannnya kepada orang terdekat atau ekpress
feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri
rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain.
Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak
terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien
(koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar
masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak
maksimal (Fitria, 2009).
7. Fungsi Positif Marah
Menurut NOVACO, fungsi positif rasa marah tersebut adalah sebagai berikut:
- Energizing function: dimana rasa marah tersebut dapat menambah/meningkatkan tenaga
seseorang, contoh : orang mengamuk tenaganya sangat kuat.
- Expressive function: yaitu untuk mengekspresikan perasaan kecewa atau tidak puas.
- Self Promotional function: yaitu untuk meningkatkan harga diri, contoh : seseorang
marah karena merasa dihina.
- Defensive function: rasa marah sebagai mekenisme koping, contoh : seseorang
melampiaskan kemarahannya, kemudian akan merasa lega.13
- Pitentiating function: yaitu untuk meningkatkan kemampuan. Orang yang merasa
dihina, kemudian berusaha meningkatkan kemampuannya dalam berbagai segi. Contoh:
orang yang bersaing secara tidak sehat.
- Discriminative function: yaitu untuk membedakan seseorang dalam berbagai keadaan
alam perasaan. Contoh : gembira, sedih, jengkel dan sebagainya.
8. Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen 1997, dalam Yosep 2011 mengidentifikasi pohon masalah perilaku
kekerasan sebagai berikut :
9. Tanda dan Gejala
Yosep (2011) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
14
Resiko tinggi menciderai orang lain
Inefektif proses terapi
Perilaku kekerasan
Gangguan harga diri kronis
Berduka disfungsional
Isolasi sosial
Perubahan persepsi sensori Halusinasi
Koping keluarga tidak efektif
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
15
Kesadaran diriPendidikan klienLatihan asertif
KomunikasiPerubahan lingkunganTindakan psikofarmakologi
Manajemen krisisSeclusionrestrain
Strategi antisipasifStrategi preventif Strategi pengurungan
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan
10. Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai ntervensi untuk mencegah dan
memanajemen perilaku agresif, intervensi tersebut dapat melalui rentang intervensi
keperawatan. (Yose,2011)
Keterangan gambar :
1. Kesadaran diri : perawat harus meningakatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan masalah pribadi dan masalah klien.
2. Pendidikan klien : pendidikan yang di berikan pada klien mengenai cara komunikasi
dan cara mengekspresikan marah yang tepat, serta respons adaptif dan maladaptif.
3. Latihan asertif : kemampuan dasar perawat yang harus dimiliki adalah berkomunikasi
langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan,
sanggup melakukan komplain, dan mengekspresikan penghargaan yang tepat.
4. Komunikasi : strategi komunikasi terapeutik
5. Perubahan lingkungan : perawat mampu menyediakan beragam aktivitas untuk
meminimalkan/ mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai.
6. Tindakan perilaku : kontrak dengan klien untuk membicarakan mengenai perilaku
yang dapat di terima dan yang tidak.
7. Psikofarmakologi : pemberian obat sesuai kolaborasi dan mampu menjelaskan
manfaat obat pada pasien dan keluarga.
8. Manajemen krisis : bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka perlu intervensi
yang lebih aktif.
16
B. Asuhan Keperawatan pada Perilaku Kekerasan
Proses Keperawatan
1. Pengkajian.
Faktor predisposisi dan presipitasi, serta kondisi klien sekarang. Kaji riwayat keluarga
dan masalah yang dihadapi klien.
2. Tanda dan gejala.
Jelaskan tanda gejala klien pada tahap marah, krisis atau perilaku kekerasan, dan
kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan mata tajam, mondar-
mandir,memukul, memaksa, iritable, sensitif dan agresif.
3. Diagnosis keperawatan
a. Perilaku Kekerasan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Isolasi Sosial
c. Koping individu inefektif.
4. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa perilaku kekerasan
Tujuan (NOC)
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
Intervensi (NIC)
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
17
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
a) verbal
b) terhadap orang lain
c) terhadap diri sendiri
d) terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b) Obat
c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
18
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan
b. diagnosa Isolasi Sosial
Tujuan (NOC)
a. Pasien dapat memulai interaksi dengan orang lain
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya
c. Pasien dapat mengembangkan hubungan/interaksi sosial
d. Pasien mampu meningkatkan sosial secara mandiri
Intervensi (NIC)
1. Tingkatkan sosialisasi
a. BHSP
Prinsip komunikasi terapeutik
Pertahankan konsistensi sikap (terbuka, tepati janji, hindari
kesan negatif)
Gunakan tahap-tahap interaksi dengan tepat
b. Observasi perilaku menarik diri klien
c. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik dirinya
d. Diskusikan dengan klien hal-hal yang menyebabkan klien menarik
diri
e. Beri kesempatan kepada klien untuk menceritakan perasaannya terkait
dengan isolasi diri
f. Dorong klien untuk membagi masalah yang dihadapinya
19
g. Dukung klien untuk jujur dan menunjukkan identitas dirinya dengan
orang lain
h. Libatkan dalam TAKS
2. Manajemen kestabilan Mood serta perasaan aman dan nyaman
a. observasi kesesuaian antara afek dan ungkapan secara verbal klien
b. beriakn perasan aman dan nyaman pada klien
c. dorong klien menggungkapkan perasaan dan ekspresikannya secara
tepat
d. bantu klien mengidentifikasi perasaan yang mendasari keinginan untuk
tidak melakukan interaksi dengan orang lain
e. dorong klien untuk mengungkapkan hambatan dan kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain
f. diskusikan dengan klien manfaat berinteraksi dengan orang lain
g. diskusikan dengan klien kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
h. Kelola pemberian obat sesuai program
i. Monitor efek samping obat
j. libatkan klien dalam TAK SS, SP Umum
k. lakukan kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan (misalnya : ECT)
3. Tingkatkan sosialisasi
a. Bantu klien mengidentifikasi kelebihan, hambatan, dan kesulitan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Tingkatkan kesadaran klien terhadap kelebihan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi.
c. Dukung klien mengembangkan hubungan yang telah terbina.
d. Dukung klien dalam kegiatan/aktivitas diruangan
e. Berikan reinforcement atas keberhasilan yang dicapai klien
f. Libatkan klien TAKS
4. Modifikasi perilaku : keterampilan sosial
a. Bantu klien mengidentifikasi masalah-masalah interpersonal yang
menyebabkan kurangnya berinteraksi dengan orang lain.
20
b. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya terkait dengan
masalah lnterpersonal yang dihadapi.
c. Identifikasi ketrampilan/kemampuan sosial yang ingin difokuskan pada
latihan berinteraksi dengan orang lain.
d. Bantu klien menetapkan tahapan dan hal-hal yang ingin dicapai dalam
melatih hubungan interaksi dengan orang lain.
e. Dorong klien meningkatkan interaksi dengan orang lain disekitarnya.
f. Dorong klien mengikuti aktifitas diruangan
g. Libatkan klien dalam TAKS
h. Rujuk klien untuk mengikuti aktifitas diruang rehabilitasi
5. Tingkatkan keterlibatan keluarga
a. Identifikasi kemampuan dan keterlibatan anggota keluarga dalam
perawatan klien
b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang hal-hal dan situasi yang
berpengaruh terhadap perawatan klien.
c. Berikan informasi yang tepat tentang kondisi klien kepada keluarga
d. Jelaskan kepada keluarga cara merawat klien dengan isolasi sosial
e. Jelaskan pentingnya keterlibatan keluarga dalam perawatan klien
f. Dorong keluarga untuk terlibat aktif dalam upaya perawatan klien
g. Fasilitasi pertemuan klien dengan keluarga secara priodik selam klien
dirawat
c. Diagnosa koping keluarga tidak efektif
Tujuan (NOC)
a. Mengatasi masalah keluarga
b. Mengexpresikan perasaan diantara anggota keluarga
c. Menentukan prioritas
d. Memutuskan perawatan
e. Membantu perawatan
f. Memberikan dukungan sosial
21
Intervensi (NIC)
a. Identifikasi peran, kultur, dan situasi keluarga dalam pengaruhnya teryadap
perilaku klien
b. Berikan informasi yang tepat tentang penanganan klien dengan perilaku
marah/kekerasan
c. Ajarkan ketrampilan koping efektif yang digunakan untuk pengangan klien
marah/perilaku kekerasan
d. Bantu keluarga memilih/menentukan bantuan dalam menghadapi klien
marah/perilaku kekerasan
e. Berikan konseling pada keluarga
f. Fasilitasi pertemuan keluarga dengan career/pemberi perawatan
g. Beri kesempatan pada keluarga untuk mendiskusikan cara yang dipilih
h. Anjurkan kepada keluarga untuk menerapkan cara yang dipilih
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan dan kriteria yang sudah tercapai dan yang
belum sehingga dapat menentukan intervensi lebih lanjut. Bentuk evaluasi yang
positif adalah sebagai berikut.
a. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan.
b. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
c. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang
lain.
d. Buatlah komentar yang kritikal.
e. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda.
f. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi perasaan
marahnya.
g. Konsep diri klien sudah meningkat.
h. Kemandirian berpikir dan aktivitas meningkat.22
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PERILAKU KEKERASAN
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
ORIENTASI:
Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya yudi,
saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
Evaluas/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?,
Masih ada perasaan kesal atau marah?”
Kontrak
- Topik
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
- Waktu
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
- Tempat
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
- Tujuan
“Agar Bapak dapat mengontrol marah dengan kegiatan yang positif yaitu dengan latihan 23
fisik 1 : teknik nafas dalam dan tidak menimbulkan kerugian untuk diri sendiri maupun
orang lain.”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons
pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya,
tentu tidak. Apakerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang
pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan,
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
24
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI
- Evaluasi
a. Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
b. Objektif
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak
rasakan ........(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)
- Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kegiatan ini rutin dilakukan 5 kali dalam 1 hari dan di tulis
dalam jadwal kegiatan harian Bapak.
- Kontrak yang akan datang
• Topik :
“ Nah, Pak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah 1 nya saja. Masih ada cara
yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak. Cara yang ke-2 yaitu dengan
teknik memukul bantal .
• Waktu :
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang ke-2 ini besok, Bagaimana kalau 15
menit lagi saja?
• Tempat :
“Kita latihannya dimana, Pak? Di teras ruangan ini saja lagi , Pak”. “ok, Pak
25
SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di
ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar,
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus
sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan
lupa merapikan tempat tidurnya
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
26
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau
jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam
15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya
pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul
kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
27
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita
perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta uang
sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk
membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain.
Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan.
Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau
latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus
nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan
cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”
28
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim).”
29
TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana
pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta
30
sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek
kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”
FASEKERJA (perawat membawa obat pasien)
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya
bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum.
Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian
cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,
karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
TERMINASI
31
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang
benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan
dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
BAB III
PENUTUP
32
1. KESIMPULAN
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama. gangguan
tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta
ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan
masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. Salah
satu masalah gangguan jiwa adalah Resiko perilaku kekerasan/ mencederai diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan, perilaku tersebut merupakan Suatu keadaan
yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan
mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam
tersebut terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping
yang kurang bagus.
DAFTAR PUSTAKA
33
34
top related