disfungsi penciuman pada pasien dengan rhinosinusitis kronik
Post on 05-Mar-2016
221 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 1/7
Disfungsi Penciuman pada pasien dengan Rhinosinusitis Kronik
Tujuan : untuk mengukur prevalensi dan mengindentifikasi karakteristik klinis yang
berhubungan dengan penurunan ganngguan penciuman pada pasien dengan rhinosinusitis kronik.
Method dan bahan : penelitian dilakukan secara analitik, dan penelitian observasional pada pasien-
pasien yang didiagnosis dengan rhinosinusitis kronik. Tes penciuman dilakukan oleh Connecticut
Chemonsensory Clinical Research Center (CCCRC).
Hasil : Total pasien. !rup pasein berumur "#-$, $% normosmania, &% anosmia
( ' ,"). *iantara + dan + tahun, tidak ada pasien yang normosmania, % hiposmia, dan &%
anosmia ( p ,"). *ari pasien yang berumur lebih dari tahun, % menunukkan hiposmia ringan,
+% hiposmia sedang, dan % anosmia (p."). /% 0anita, +# % laki-laki.
Kesimpulan : 'olip nasal, asma, deviasi septum, hipertropi turbinasi, tembakau, dan alergi
rhinitis yang merupakan factor presdiposisi disfungsi penciuman. Ri0ayat pemeriksaan endoskopi, umur,
dan enis kelamin tidak memeiliki hubungan dengan kehilangan penciuman.
1. Pendahuluan
1ekitar "+-% pasien yang mengalami rhinosinusitis kronik memiliki gangguan
penciuman, kondisi ini teradi pada lebih dari " uta orang. 2nflamasi seperti rhinosinutis
memiliki dua komponen : ") 3omponen inflamasi itu sendiri dan komponen perantaranya, yang
mana hal ini akan menghambat tibanya rangsangan bau pada epitel penciuman. 4ott dan 5eopold
menelaskan bah0a fungsi dari neuroepitelia dapat rusak oleh karena inflamasi local yang
menghambat tibanya rangsangan bau pada reseptor cilia, menurut mereka ini disebabkan oleh
edema pada neuroepitelia yang menyebabkan pemanangan syaraf penciuman primer dan
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 2/7
kemudian menghambatnya. *alam hal ini transimis impuls sinaps, dan oleh rusaknya atau
hancurnya reseptor penciuman disebabkan oleh produk-produk dari inflamasi. 4eskipun terdapat
kemauan dalam memahami mekanisme dari disfungsi penciuman, namun aplikasi klinisnya
masih kurang. 6eberapa penelitian memperlihatkan kehilangan penciuman berhubungan dengan
beberapa factor sepert umur, enis kelamin, dan agen-agen toksik dan tembakau. 7amun
hubungan antara disfungsi penciuman dan rhinosinusitis kronik arang diteliti. 6eberapa peneliti
berpendapat penyebab dari disfungsi penciuman adalah polip nasal, rhinitis alergi, asma, deviasi
septum, hipertropi turbinasi dan operasi rhinosinusal, tapi kesepakatan mengenai hasilnya belum
dapat tercapai. 6eberapa penilitian lain menunukkan tingakatan dari variable setelah mendapat
pengobatan medis maupun operasi pada rhinosinusitis kronik. *alam penelitian 8nalitik
observasi secara prosfektif ini akan dianalisi mengenai karakteristik klinis dan prevalensi
disfungsi penciuman pada pasien dengan rhinosinusitis kronik. 9asil pada peneilitan ini akan
membantu dokter untuk mempertimbangkan factor-faktor yang berbeda yang bisa menyebabkan
kehilangan penciuman, sehingga pengobatan secara obective pun bisa lebih mau.
2. Metode dan Bahan
pasien de0asa ( besar sama dengan "# tahun ) yang didiagnosis dengan rhonsinusitiskronik
yang mendapatkan pengobatan medis sampai sekarang dan akan melakukan pemeriksaan
endoskopi akan diteliti. ntuk mengkormiasi diagnosis rhinosinusitis, dilakukan pemeriksaan
fisik, dan C8T scan berdasarkan system staging pada rhinosnitusis yang dikemukakan oleh 5und-
4ackay. 'enelitian prosfektive ini dilakukan dari 4ei-;ktober /". Criteria dalam pemilihan
pasien diperhitungkan : umur, enis kelamin, konsumsi tembakau, ri0ayat operasi rhinosinusal
sebelumnya, polip nasal, asma, 5und-4ackay 1taging lebih sama dengan "", Rhinitis alergi yang
di konfirmasi dengan 'rick Test ( berdasarkan pelaporan dari seorang dokter ahli alergi) 'asien
diba0ah umur "# tahun, 2munodefisiensi, atau penyakit cystic firbosis di eksklusi pada penilitan
ini.
3. Pengukuran Disfungsi Penciuman
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 3/7
Tes 'enciuman pada penelitian ini menggunakan Connecticut Chemonsensory Clinical
Research Center (CCCRC) melalui ui ambang batas, identifikasi bau, <valuasi saraf trigeminus.
'emeriksaan pertama yaitu tes ambang batas pencuman atau 5uminary Test
menggunakan lauratas butanol +% dan kemudian diencerkan degan menggunakan air
penyulingan secara progresif ": sampai delapan kali pengenceran dan setiap pengenceran
ditempatkan pada 0adah yang berbeda. 1ehingga 0adah berisisi butanol +% yaitu yang paling
tinggi konsentrasinya dan diikuti pencencaran yang berikutnya sampai 0adah # yang paling
encer. Tes dimulai dengan 0adah # dan yang lainnya dengan air yang disuling. 9al ini akan
mendekatkan naris kiri pertama, dan pasien di tanyakan untuk menutupi naris yang tepat.
'erpindahan-perpindahan dalam 0adah yang lain menyebabkan penguapan dan bau molekul akan
berada diatas. 'asien mencium satu 0adah (dengan butanol), kemudian yang lainnya ( dengan air
yang disuling) atau sebaliknya, dan sebagai metodenya dipaksa memilih untuk menghindari
a0aban yang bias, kami meminta pasien untuk mengindikasikan yang mana 0adah yang
distimulus, tanpa mengindentifikasinya. 3etika 0adah dengan butanol yang dipilih kali tanpa
melakukan kesalahan, artinya ambang batasnya . =ika terdapat kesalahan pasien mele0ati
penceran berikutnya, kemudian sama seperti sebelumna pada naris kanan, 6erikut hasilnya :
7ormosmia : 0adah dan &9iposmia ringan : 0adah
9iposmia sedang : 0adah +
9iposmia berat : 0adah / dan
8nosmia : 0adah " dan
1eperti medote sebelumnya, pemeriksaan yang kedua disebut dengan tes identifikasi
penciuman atau supraliminal test uga membuat pasien mencium melalui kedua nares secara
terpisah dengan memberikan nama dari aroma yang akan diui coba. 8roma yang digunakan
adalah copi, coklat, vanilla, sabun, oregano, naftalin. 9asilnya sebagai berikut :
7ormosmia : identifkasi dari & stimulus9iposmia ringan : identifkasi stimulus
9iposmia sedang : identifikasi + stimulus
9iposmia berat : identifikasi / atau stimulus
8nosmia : identifikasi " atau tidak ada stimulus
Cara menghitunya yaitu dengan menghitung antara hasil pada tes pembauan dan tes
identifikasi penciuman, yang mana hasilnya diumlahkan.
4. Analisis tatistik
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 4/7
*ata dianalis menggunakan softa0are !raph'ad 'rism +. 'revalensi dari normosmi,
hiposmia, anosmia di kalkulasi kedalam grup umur : "#-$ tahun, +-+ tahun, dan lebih dari
tahun.ntuk menghitung perbedaan antara ketiga kategori penciuman ini dipertimbangan umur
dan enis kelamin dengan menggunakan 87;>8 test dan 6onferroni posttest untuk mencari
hubungan antara hiposmia atau anosmia dan karakteristik klnis pada pasien.
!. "asil
*ari total pasien, pada umur "#-$ tahun $% normosmia, & % hiposmia, dan "#%
anosmia (p,"). mur +-+ tahun, tidak ada pasien yang normosmia, % hiposmia, dan
& % anosmia(p,") 'ada umur lebih dari tahun % menunukkan hiposmia ringan, +
% hiposmia berat, dan % anosmia (p,")
'ersentasi pasien perempuan adalah /%, dengan rincian pada umur antara "#-$ tahun
menunukkan "# % normosmia, % hiposmia, dan /&% anosmia, umur +-+ tahun,&%
hiposmia dan % anosmia. Tidak ada satupun pasien perempunan yang berumur lebih dari
tahun pada penelitian ini.
'ada pasien laki-laki sebanyak +# %, dengan rincian umur "#-$ tahun sebanyak $"%
hiposmia, dan $% anosmia, umur +-+ tahun, menunukkan % hiposmia, dan % anosmia.
'ada pasien yang berumur lebih dari tahun, sebanyak &% hiposmia, dan % anosmia. 'aa
panelitian ini tidak ada satupun pasien yang masuk dalam kategori normosmia.
9ubungan antara hiposmia dan anosmia dengan karakteritksi klinis pada setiap pasien
tidak dapat disangkal. 'asien yang menunukkan / atau lebih kondisi yang sama dihitung sebagai
kasus invidu. &/% dari hiposmia dan /#% dari anosmia, yang mana "" % dari pasien hipsmia dan
" % dari pasien anosmia menkonsumsi tembakau ( ',)? % dari kedua kedua grup pernah
dilakukan endoskopi hidung. 'olip nasal menunukkan "#% pada pasien hiposmia dan "$ %
anosmia (p,). 'ada penderita asma terdapat perbedaan yang signifikan pada pasien dengan
hiposmia yaitu +%, tidak seperti pada pasien yang anosmia yaitu "% (p."). 'ada kasus
rhinitis alergi, / % mengalami hiposmia sedangkan anosmia sebanyak //% (p.). 'ada
kasus deviasi septum menunukkan /% hiposmia, tetapi lebih tinggi secara signifikan pada
anosmia yaitu sekitar "/% (p,"). Terakhir, pada pasien hipertropi turbinasi, //% hiposmia,
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 5/7
sedangkan anosmia "% ( p,"). 'ada penilitan ini pasien yang normosmia dikeluarkan
dalam analisis ini.
#. Diskusi
6erdasarkan analisis dari hubungan karakteristik klinis dengan penurunan daya
penciuman yang bisa diobservasi pada penelitian ini adalah polip nasal, deviasi septum, dan
hipertropi turbinasi yang berhubungan dengan disfungsi penciuman pada pasien dengan
rhinosinusitis kronik, dan dengan tembakau dan rhinitis alergi. 'enting dibedakan berdasarkan
umur, enis kelamin dan riayat operasi endoskopik yang secara tidak signifikan berhubungan
dengan kehilangan kemampuna penciuman,. Terlebih tidak ada bukti yang menunukkan interaksi
atau efek antara enis kelamin dan rhinosinusitis kronik yang ditemukan.
1ecara bukti, penelitian ini seperti dalam literature, hubungan antara rhinosinusitis kronik
dan disfungsi penciuman memiliki banyak factor yang kompleks. Rhinosinusitis menyebabkan
kerusakan konduksi dikarekan adanya obtrusksi pada saluran yang disebabkan oleh adanya
edema, sekresi atau polip nasal. 6agaimanapun banyak hal yang memegang peranan pada
disfungsi penciuman. Terdapat bukti bah0a rhinosinusitis kronik menyebabkan inflamasi
langsung pada neuroepitelia. Tingkat keparahan daya penciuman di tentukan oleh tingkat
inflamasi yang teradi. 9al ini membantu untuk memahami sifat dari system kortikoid, yang mana
hal ini menentukan bah0a disfungsi penciuman dipengaruhi oleh proses konduksi dan
neurosensorik. 4eskipun kemauan dalam menangani masalah klinis pasien dengan
rhinosinusitis dan kehilangan penciuman, di terapi dengan kortikoid dan operasi telah
menunukkan hasil yang berbeda.
6erdasarkan 'enelitian ini, umur tidak memiliki factor resiko untuk kehilangan
penciuman, tidak seperti pendapat yang disampaikan oleh *oty dan 4ishra. 'asien dengan
rhinosinusitis kronik dan anosmia menunukkan perubahan sedang ke berat teradi perubahan
pada mucus yang mana akan menghambat peralanan dari neurogenesis. 1ehingga ika
rhinosinusitis dan umur memiliki efek yang sinergis hal ini dikarenakan kondisi dari epitel
penciuman pada pasien yang tua.
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 6/7
Tembakau memiliki hubungan dengan kehilangan daya penciuman. 'ada penelitian yang
lain menunukkan bah0a fungsi penciuman berhubungan dengan banyaknya tembakau yang
dikonsumsi.'ada penelitan in, polip nasal memiliki hubungan dengan hiposmia dan anosmia. 'asien
dengan polip nasal kehilangan daya penciuman disebabkan oleh obstruksi fisik. 9al ini
dikarenakan perubahan degenerative pada infeksi berulang dan secara kronis menggunakan
pengobatan hidung sebelumnya. 'erry dan 3ontakis melaporkan tingginya disfungsi penciuman
pada pasien dengan rhinosinusitis alergi dan polip nasal dibandingkan dengan pasien yang tidak
mempunyai polip nasal. >ento dkk menemukan +% dari pasie ndengan polip nasal memiliki
indeks yang lebih untuk mengalami disfungsi penciuman, tidak serpeti pada pasein yang tidak
memiliki polip pada kelompok umur yang sama.
'ada kasus asma, / % dari pasien anosmia, hal ini mungkin pasein dengan asma dan
rhinosinusitis kronik memiliki respon inflamasi sistemik yang tinggi dan saluran pernafasan
ba0ah. 2nflamasi ini mungkin menyebabkan proses disfungsi penciuman.
Rhinitis alergi menadi factor lain yang berkontribusi pada penurunan daya penciuman,
8pter dkk. 4engatakan bah0a pasien dengan rhinitis alergi memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk mengalami disfungsi penciuman akibat hasil dari infeksi berulang pada saluran pernafasan
akan menyebabkan kerusakan yang besar pada neuroepitelia. 6erbeda dengan yang dikemukakan
oleh 1imola dan 4almberg yang mempunya pasien dengan rhinistis alergi dengan deraat
kehilangan daya penciuman yang lebih tinggi dibangdingkan dengan pasien dengan rhinitis alergi
yang terus menerus.
Ri0ayat operasi sinus sebelumnya tidak memiliki hubungan dengan disfungsi
penciuman. 9al ini mungkin karena mekanisme yang bermacam-macam yang bisa menyebabkan
adanya lesi penciuman setelah operasi. Contoh, mekanisme lesi langsung pada epitel-epitel
penciuman, pergantian udara, efek agen farmakologis, atau lesi vascular, dan iskemik. 1etelah
operasi sinus hanya "% yang mengalami anosmia. 6agaimanapun tidak terdapat peningkatan
resiko disfungsi penciuman pada pasein yang pernah melakukan endoskopi nasal. 'enelitian
sebelumnya menunukkan tedapat hubungan antara oparasi polip nasal dengan disfungsi
7/21/2019 Disfungsi Penciuman Pada Pasien Dengan Rhinosinusitis Kronik
http://slidepdf.com/reader/full/disfungsi-penciuman-pada-pasien-dengan-rhinosinusitis-kronik 7/7
penciuman, tetapi disfungsi penciuman pada pasien ini bukan disebabkan oleh ri0ayat operasi
rhinosinositus kronik.
*eviasi 1eptum dan hipertropi turbinasi menyebabkan disfungsi penciuman diakrenakan
adanya obstruksi pada saluran hidung. 'enelitan yang berbeda menunukkan hasil yang berbeda
bah0a fungsi penciuman setelah operasi dikarenakan hipertropi turbinasi atau deviasi septum.
'ada kasus 3immelman tidak ada perbedaan yagn signifikan secara statisk pada pasien yang
melakukan septoplasti. 1ebaliknya, *amm dkk. 4enunukkan sektiar #% pasien memiliki
perbaikan dalam mengidentifikasi bau setelah operasi. 1eptoplasi dan turbinektomi dapat
melepaskan obstruksi saluran hidung, sehingga fungsi penciuman semakin baik.
$. Kesimpulan
*isfungsi penciuman sering teradi pada pasien dengan rhinosinusitis alergi. 'olip nasal,
asma, deviasi septum, hipertropi turbinasi, tembakau, dan rhinitits alergi merupakan factor
presdiposis disfungsi penciuman. Ri0ayat endoskopi hidung sebelumnya, dan enis kelamin tidak
memiliki hubungan dengan disfungsi penciuman. *engan penemuan ini, diharapkan kedepannya
dapat membantu untuk lebih memahami mekanisme penyebab disfungsi penciuman pada pasien
dengan rhinosinusitis kronik.
top related