deteksi immunoglobulin m dengan antigen outer …
Post on 02-Oct-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN
OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi
PADA DEMAM TYPOID
TESIS
HERAWINA ELISYA
1071110011/PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN
OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi
PADA DEMAM TYPOID
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang
Patologi Klinik/M.Ked (Clin.Path) Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
HERAWINA ELISYA
1071110011/PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
Judul Tesis : Deteksi Immunoglobulin M dengan antigen
outer membrane protein 50K-Da Salmonella
typhi pada demam typoid
Nama Mahasiswa : Herawina Elisya
Nomor Induk Mahasiswa : 1071110011
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Patologi Klinik
Menyetujui
Komisi Pembimbing
dr. zulfikar lubis. Sp.PK(K)
Pembimbing I
dr. Ricke Loesnihari, MKed (Clin.Path), Sp.PK(K).
Pembimbing II
Disahkan oleh :
Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen
FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/
Medan RSUP H. Adam Malik Medan
Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, Sp.PK-KH
NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001
Tanggal Lulus : 04 Agustus 2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Telah diuji pada
Tanggal : 04 Agustus 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH
Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH
2. Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, Sp.PK-KH
3. Prof.dr. BurhanuddinNasution, Sp.PK-KN, KGE
4. dr. Zulfikar Lubis. Sp.PK-K
5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin.Path), Sp.PK-K
Tanggal Lulus : 04 Agustus 2015
..............................
..............................
..............................
..............................
..............................
..............................
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya serta atas ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis
saya yang berjudul “Deteksi Immunoglobulin M dengan antigen outer
membrane protein (OMP) 50K-Da Salmonella typhi pada demam typoid ”
sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di
bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama saya mengikuti pendidikan sampai saat ini, saya telah banyak
menerima bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan dari
berbagai pihak. Untuk semua itu, izinkan saya menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih saya yang tidak terhingga kepada:
Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK(KH), sebagai Ketua
Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan
dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya
tesis ini. Saya mengucapkan terimakasih, kiranya Allah SWT membalas semua
kebaikannya.
Yth. Prof. Dr. dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK(KH), sebagai Kepala
Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, yang telah bimbingan, arahan dan dorongan dalam pendidikan
dan proses penyelesaian tesis ini.
Yth. dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K sebagai pembimbing pertama saya
yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu dan pikirannya setiap saat ,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
memotivasi dan memberikan petunjuk dan memudahkan saya dalam
menyelesaikan pembuatan tesis saya ini. semoga Allah membalas semua
kebaikannya
Yth. dr. Ricke Loesnihari, Mked (ClinPath), SpPK(K), sebagai
Sekretaris Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dan dan juga sebagai pembimbing kedua saya, rasa
terima kasih juga saya sampaikan kepada beliau yang telah banyak memberikan
bimbingan, petunjuk, arahan, bantuan dan dorongan dalam pendidikan,juga
meluangkan waktu semoga Allah membalas semua kebaikannya.
Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution Sp.PK-
KN, Prof. dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK(K), dr. Ozar Sanuddin Sp.PK
dr. Nelly Elfrida Samosir SpPK, dr.Muzahar SpPK-K yang telah banyak
memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan dukungan selama saya mengikuti
pendidikan dan hingga selesainya tesis ini. Dan juga kepada dr. Malayana
Rahmita Nst, M.Ked(ClinPath), Sp.PK, dr. Nindia Sugih Arto,
M.Ked(ClinPath), Sp.PK dan dr. Ranti Permatasari, Sp.PK yang telah
banyak membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan saya ini.
Yth, Drs. Abdul Jalil Amri A M.Kes ,yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan terutama di bidang statistik selama penelitian sampai
selesainya tesis ini.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor
Universitas Sumatera Utara, Ka TKPPDS dr Zainuddin Amir Sp.P, dan
Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan
kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Spesialis Patologi Klinik dan memberikan kemudahan dalam menggunakan
fasilitas dan sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan keahlian.
Seluruh teman-teman sejawat Pendidikan Magister Bidang Patologi Klinik
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis, dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
dan kerjasama yang baik selama saya menjalani pendidikan dan proses
penyelesaian tesis ini.
Terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orang tua saya ayahanda saya
tercinta H. Syahriun Alfen S. ibunda saya tercinta Alm. Hj. Aslina dan ibunda
saya tercinta
Hj. Khuzaimah yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan
moril dan materil serta cintanya kepada saya selama ini. Tanpa mereka mungkin
saya tidak dapat menjadi seperti ini. Tidak ada satu kata pun yang dapat mewakili
perasaan saya atas cinta dan kasih sayang kalian. Terimakasih papa, mama,
Semoga kalian diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Demikian juga mertua saya Alm. DRS.H.Dimpu Batubara dan Almh.Hj. Zaleha
Jamil.
Suami saya tercinta dr. H. Ziad Batubara MPH. yang telah
mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, kesetiaan, kesabaran,
memberikan motivasi dan pengorbanan selama mengikuti pendidikan hingga saya
dapat menyelesaikan pendidikan ini, terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang
telah diberikan. Buat ketiga malaikat kecilku, buah hatiku Fairuza Alziwinindya
Batubara, Zialdi Atha rizki Batubara, dan Herzi Aldieza Batubara,
terimakasih sayang buat cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
mama, memberi semangat dan motivasi kepada mama untuk menyelesaikan
pendidikan ini, walau kadang mama tidak dapat membagi waktu yang banyak
buat kalian, Semoga Allah swt menjadikan kita keluarga yang paling bahagia.
Kepada saudara-saudara saya yang tercinta: Herry Asdiansyah Okfri
Ade Mirna Pris Rezaki ST, Alfriadi Zuliansyah ST. yang telah memberikan
dukungan, dorongan dan doa kepada saya selama masa pendidikan.Semoga Allah
SWT selalu menyertai mereka.
Kepada sahabat-sahabat saya, teman seiring perjalanan, dr. Achirini , dr.
Arjuna, dr. Yessy Mayke, dr. Ismail Aswin, dr. Dedi Ansyari, dr. M. Daniel
terima kasih atas dukungan kalian semua untuk kebersamaan, pengertian, kisah
serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama sebagai teman seangkatan.
Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Allah Yang Maha Pengasih senantiasa melimpahkan Rahmat dan
BerkatNya kepada kita semua.
Medan, 04 Agustus 2015
Penulis
dr. Herawina Elisya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan tesis…………………………………………...…….
Lembar penetapan panitia penguji…………………………………...……
Daftar isi......................................................................................................
Daftar singkatan.......................................................................................
Daftar gambar ……………………………………………………….....
Daftar tabel......................................................................................................
Daftar lampiran...........................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................
1.3. Hipotesis Penelitian........................................................................
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum......................................................................
1.4.2. Tujuan Khusus.....................................................................
1.5. Manfaat Penelitian.............................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Salmonella ………………………………………….......……………
2.2. Salmonella Typhi …………………………………......…………….
2.2.1. Klasifikasi ……………...........................................................
2.2.2. Morfologi ……......…………………….................................
2.2.3. Struktur Antigen .........................................................................
2.2.3.1. Antigen somatik…………………………......……………
2.2.3.2. Antigen Flagellar…………………………......…………..
2.2.3.3. Antigen Envelope…………………………........…………
2.2.3.4. Antigen Outer membrane Protein….………......…………
2.3. Demam Typoid.
2.3.1. Defenisi ………………………………………….....………..
2.3.2. Etiologi ………………………………………….....………..
i
ii
iii
v
vi
vii
viii
1
6
6
6
7
7
8
9
9
9
10
11
11
12
12
14
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
2.3.3. Epidemiologi …….………………………………........……….
2.3.4. Patogenesis ……………………………………….......………
2.3.5. Immunologi demam typoid ………………………….....…...
2.3.6. Gejala klinis …………………………………………........….
2.3.7. Diagnosis bakteriologi ………………………………........….
2.3.8. Diagnosis Serologi ……………………………………...........
2.4 Kerangka Konsep ……………………………………………........…
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian.............................................................................
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................
3.3.1. Populasi penelitian……………………………………..........
3.3.2. Sampel penelitian………………………………............………
3.3.3. Kriteria inklusi……………………………………..........……
3.3.4. Kriteria eksklusi........................................................................
3.4. Perkiraan besar sampel…………………………………............…..
3.5. Bahan dan cara kerja .……………………………………............
3.5.1. Bahan……………………………………………............…..
3.5.2 pengambilan sampel………………...................................
3.5.3. Pengolahan sampel.............................................................
3.5.3.1.Pesmeriksaan typhidot Ig M ...................................
3.5.3.2.Pemeriksaan Kultur darah………………............…
3.5.3.3.Pewarnaan Gram…………………………..............
3.5,3,4. Salmonella Shigella Agar…………….............…..
3.5.3.4. Identifikasi bakteri API 20E…………............…..
3.5.4. Pemantapan kualitas……………………………..............…
3.5.4.1. Pemantapan kualitas typhidot IgM……................
3.5.4.2. Pemantapan kualitas Bactec 9050……...............…
3.5.4.3. Pemantapan kualitas pewarnaan gram.....................…
3.5.4.4. Pemantapan kualitas Salmonella Shigella Agar.........
3.5.4.5. Pemantapan kualitas API 20E………………..........…
14
15
17
18
23
25
26
27
27
27
27
27
28
28
28
29
29
29
30
32
32
35
36
38
41
42
42
43
43
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
3.6. Ethical clearance dan Informed consent…….………...............……
3.7. Analisa data……………...………………………………..................
3.8.Batasan operasional...........................................................................
3.9. Kerangka Opersional…………………………………..................…..
BAB IV. HASIL PENELITIAN ..............................................................
BAB V. PEMBAHASAN ………………………………................……
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ………………………………….............................
6.2. Saran ……………………………………...............................….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..................…………
LAMPIRAN
43
43
44
45
46
51
57
57
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Mikroskopis Kuman Salmonella Typhi...................................
Gambar 2.2. Phase perjalan demam pada penderita demam tifoid………..….
Gambar 2.3.Skema pemeriksaan laboratorium pada demam tifoid……............
Gambar 3.1. Prosedur pemeriksaan dengan typhidotIgM…………………....…..
Gambar 3.2. Hasil tes pada API 20E…………....................................................
16
21
23
32
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Salmonella typhi ……………………………….....…...
Tabel 2.2. Patofisiologi terjadinya demam typoid………………………......…
Tabel 2.3. Sistem Score Nelwan.........................................................................
Tabel 2.4. Tabel kerangka konsep ……………………………………….....…
Tabel 3.1. Komposisi media Salmonella Shigella Agar…………………....
Tabel.3.2. Komposisi SSA ……………………………………………....……
Tabel 3.3. Kerangka Operasional Penelitian……………………………......…..
Tabel 4.1. Karakteristik dari subjek penelitian…………………………......…..
Tabel 4.2. Karakteristik demam dibandingkan dengan typhidot rapid
IgM dan kultur darah……………………………………………….
Tabel 4.3. Karakteristik Nelwan score dibandingkan typhidot rapid
IgM dan kultur darah…………………………………………....…….
Tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil pemeriksaan menggunakan typhidot rapid IgM
dibandingkan kultur darah……………………………………...........
9
17
23
26
37
37
46
48
49
49
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Lembar Penjelasan kepada calon subjek penelitian
Lampiran 2 : Lembar persetujuan setelah penjelasan
Lampiran 3 : Kuesioner penelitian
Lampiran 4 : Persetujuan komite etik
Lampiran 5 : Master tabel data penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
WHO : World Health Organization
OMP : Outer membrane protein
RISKESDAS : Riset kesehatan dasar
LPS : Lipopolisakarida
ICT : Immunochromatography
API : Analytical profile Index
ONPG : Ortho Nitro Phenyl-βD-Galactopyranosidase
ADH : Arginine DiHydrolase
LDC : Lysine DeCarboxylase
ODC : Ornitine DeCarboxylase
CIT : Citrate utilization
H2S : H2S production
URE : Urease
TDA : Tryptophane DeAminas
IND : Indole production
VP : Voges Proskaue
GEL : Gelatinase
GLU : Glucose fermentation/oxidation
MAN : Mannitol fermentation/oxidation
INO : Inositol fermentation/oxidation
SOR : Sorbitol fermentation/oxidation
RHA : Rhamnose fermentation/oxidation
SAC : Sacharose fermentation/oxidation
MEL : Melibiose fermentation/oxidation
AMY : Amygdalin fermentation/oxidation
ARA : Arabinose fermentation/oxidation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN
OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi
PADA DEMAM TIFOID
Herawina E,(1) Zulfilar Lubis ,(1) Ricke Loesnihari, (1)
1Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara / RSUP
H. Adam Malik Medan
Latar Belakang : Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan
didunia dan secara luas masih banyak ditemukan diberbagai negara berkembang
terutama negara yang terletak pada daerah tropis dan subtropis. Besarnya angka
pasti kasus demam typoid sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal
dengan spektum klinis yang sangat luas sehingga diagnosa klinis demam tifoid
sulit ditegakkan untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium, salah satu
pemeriksaan serologi adalah typhidot Ig-M yang merupakan suatu pemeriksaan
rapid test yang mendeteksi keberadaan antibodi IgM terhadap antigen Outer
membrane protein (OMP) 50K-Da Salmonella typhi pada pasien demam typoid.
Objektif : Menilai sensitivitas dan spesifisitas antigen OMP 50K-Da Salmonella
typhi pada demam typoid dibandingkan dengan kultur darah.
Metode : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji diagnostik yang
membandingkan rapid test typhidot IgM dengan kultur darah pada pasien dewasa
≥ 18 tahun dengan demam ≥ 38ºc, demam ≥ 3 hari, berdasarkan Nelwan score di
RSUP Haji Adam Malik Medan.
Hasil : Subjek penelitian berjumlah 29 orang, dengan menggunakan Typhidot
IgM positif 25 orang (86%) dan kultur darah positif 11 orang (38%). Dari hasil
pemeriksaan Typhidot IgM terhadap kultur darah didapatkan sensitivitas 100%
dan spesifisistas 22,% serta nilai duga positif 45% dan nilai duga negatif 100%.
Kesimpulan : Dari hasil penelitian didapatkan rapid test Typhidot IgM memiliki
sensitivitas yang cukup tinggi dan nilai spesifisitas yg kurang baik, dengan nilai
prediksi negatif 100% menunjukan pemeriksaan rapid test Typhidot IgM belum
dapat digunakan sebagai uji diagnostic, namun Typhidot IgM dapat digunakan
sebagai uji screening awal, artinya typhidot IgM mampu menyingkirkan kasus
yang benar-benar bukan demam typoid.
Keyword : Demam typoid, Rapid test Typhidot IgM, Kultur darah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
IMMUNOGLOBULIN M ANTIGEN DETECTION WITH OUTER
MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-DA SALMONELLA TYPHI
ON TYPHOID FEVER
Herawina E, (1), Zulfilar Lubis , (1), Ricke Loesnihari, (1)
(1) Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine,University of North
Sumatra / Adam Malik Hospital.
(2) Department of Medicine Division of Tropical Infections, Faculty of
MedicineNorth Sumatra University / Adam Malik Hospital
Abstract
Background: Typhoid fever is a systemic infectious disease caused by
Salmonella typhi. That is still widely found in the world and many developing
countries that are mainly located in the tropical and subtropical. Clinical diagnosis
of typhoid fever is difficult because there is no typical clinical manifestation,
therefore we need laboratory tests. Typhidot IgM is one of serological
examination is a rapid examination with of detecting the presence of antibodies
IgM of Outer membrane protein (OMP) 50K-Da antigen in Salmonella typhi.
Objective: To assess the sensitivity and specificity of the IgM antigen
examination of Outer membrane protein (OMP) 50K-Da Salmonella typhi with
blood culture.
Methods: The method that was used in this study was diagnostic testing to
compare rapid examination Typhidot IgM with blood cultures in adult patients ≥
18 years old, with fever ≥ 38º, fever ≥ 3 days, who were diagnosed with
suspected typhoid fever or typhoid fever based on Nelwan score in Haji Adam
Malik Hospital.
Results: The number of subjects are 29 people, with 25 positive Typhidot IgM
(86%) and 11 positive blood cultures (38%). The examination results of Typhidot
IgM towards blood culture showed 100% sensitivity, 22% specificity, 45%
positive predictive value and 100% negative predictive value.
Conclusion:The results of rapid examination Typhidot IgM showed a good
sensitivity and a poor specificity, with a negative predictive value of 100% which
indicates that rapid examination Typhidot IgM can not be use a diagnostic
examination but Typhidot IgM can be use as an initial screening examination this
means that Typhidot IgM able to get rid of a case that really is not typoid fever.
Keyword: Typhoid fever, rapid test Typhidot , Blood Cultures.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan didunia dan
secara luas dan ditemukan diberbagai negara berkembang terutama negara-negara
yang terletak pada daerah tropis dan subtropis.1,2 Besarnya angka pasti kasus
demam tifoid sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai
gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas.1 Menurut Data World Health
Organization (WHO) tahun 2003 diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi angka kematian mencapai
600.000 kasus tiap tahun.1 Frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4 /
10.000 penduduk. Demam tifoid di Indonesia mempunyai variasi yang berbeda di
setiap daerah yang biasanya terkait dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan.
Pada daerah pedesaan ditemukan 358 kasus per 100.000 penduduk pertahun,
sedangkan pada daerah perkotaan insidennya mencapai 760-810 kasus per
100.000 penduduk pertahun.4 Data dari RISKESDAS tahun 2007 menyatakan
bahwa demam tifoid menyababkan 1,6 % kematian penduduk Indonesia untuk
semua umur.5 Angka kematian berkisar 10 % yang dapat diturunkan sampai 1 %
bila mendapat pengobatan yang adekwat.3
Salmonella typhi merupakan bakteri yang tergolong dalam kuman batang
gram negative berflagel, berkapsul, motil tapi tidak berspora bersifat aerob dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
anaerob fakultatif.6 Basil ini mati dengan pemanasan dengan suhu 60ºc selama
15-20 menit dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.6
Untuk menegakan diagnosis demam tifoid berdasarkan pada gejala klinis
dan pemeriksaan laboratorium.1 Namun demam tifoid sering tidak memberikan
gambaran klinik yang khas sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis pada awal
penyakit.1 Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi berupa demam, sakit kepala,
lemah, anoreksia, mual, nyeri perut, muntah, gangguan GI motilitas, Insomsia,
bradikardi relative, lidah kotor, hepatomegali, splenomegali, melena, dengan atau
tanpa gangguan kesadaran. Untuk itu Nelwan memberikan score terhadap masing-
masing gejala tersebut 4,6,7,12.
Sampai saat ini standart baku emas untuk diagnosa pasti demam tifoid
ditegakkan apabila ditemukannya kuman salmonella typhi pada biakan darah,
urin, feses dan aspirasi sumsum tulang.9 Masalah yang dihadapi adalah
pemeriksaan biakan darah memerlukan waktu yang cukup lama kurang lebih 5-7
hari dan dibutuhkan peralatan yang memadai untuk pembiakan kuman.3,9
Salah satu pemeriksaan serologik untuk membantu menegakkan diagnosa
demam tifoid adalah pemeriksaan IgM Salmonella typhi yang merupakan suatu
uji serologi menggunakan rapid tes yang bertujuan mendeteksi adanya antibodi
spesifik IgM menggunakan antigen OMP 50 k-Da S. typhi dengan metode yang
lebih cepat, lebih murah, akurat serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
baik. Uji ini tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non tifoid .9,10,11
Outer Membrane Protein merupakan antigen S. typhi, yaitu bagian dinding
sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
yang mengendalikan masuknya zat dan cairan kedalam membran sitoplasma, dan
berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriolisin. OMP ini terdiri
dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein non porin. Protein porin merupakan
komponen utama OMP yang berada diantara 2 lapis lipid pada permukaan S.typhi
yang berperan langsung dalam pathogenesis.6 Protein porin ini terdiri atas protein
OMP B, OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang
berfungsi untuk difusi solut. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi
pada suhu 85-100°C. Protein non porin terdiri atas protein OMP A, dan
lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum
diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S.typhi yang
sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa.11,20,29
Pita 50k-Da secara spesifik hanya dikenali oleh serum tifoid. Pita 5ok-Da
ini terletak pada membrane luar merupakan protein alami dan bukan merupakan
antigen Vi, H, O dari S.typhi. Antigen 50K-Da ini adalah varian protein Tol C,
dimana fungsi OMP ini bersama dengan protein membrane dalam dan protein
bridging yang merupakan rangkaian model dari pompa efflux untuk transportasi
nutrisi dan agen bakterisida gram negative termasuk Salmonella. Kanal protein ini
penting untuk kelangsungan hidup bakteri selama infeksi inang dan meningkatkan
virulensi dari bakteri.26,29
Keddy.KH, et all yang melakukan penelitian pada Departemen Disease
Reference Unit, International Institute For Communicable Disease of The
National Health Laboratory Service Sandringham, South Afrika, Buletin of
WHO, 2011 yang membandingakan beberapa rapid tes menggunakan typhidot
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
IgM memperoleh sensitifitas 75,0%, spesifisitas 60,7%, PPV 56,7%, NPV78%
sedangkan dengan typhidot Ig G sensitifitas 69,2%, spesifisitas 70,4%,PPV 54,3%
dan NPV 81,8%.13
K. E. Choo, Oppenheimer. J. S, Ismail. B. A, K. H. Ong, Universits sains
Malaysia, melakukan penelitian terhadap 109 kasus demam, mengevaluasi
validitas typhidot, widal dan kultur typhidot memiliki sensitivitas 95%, NPV 96
% dan spesifisitas 75%.14
Hayat. S. Atif, Shaikh Naila, Shah. S. I, Abbottabad Pakistan tahun 2010
yang melakukan penelitian terhadap 100 pasien yang dicurigai demam tifoid
ditemukan 19 orang yang kultur darahnya positif dari 19 orang ini dievaluasi
dengan typhidot IgM didapatkan sensitivitas 94,73%, spesifisitas 90%, Negative
Predictive Value 97,72% dan Positive Predictive Value 78,26%15
Beig. K. Farzana, Ahmad. F, Ekram. M, Shukla. I. Departement of
Pediatrics and Department of Microbiology, JN Medikal collage, Aligarh Muslim
University, Aligarh India 2010 yang melakukan penelitian terhadap 145 kasus
sangkaan demam tifoid dengan kultur darah yang positif sebanyak 30. Dari 30
subjek yang positif diuji lagi dengan beberapa rapid tes, didapatkan hasil dengan
menggunakan rapid test typhidot IgM sensitifitas 90 %, spesifisitas 100 %,
Positive Predictive Value 100 % Negative Predictive Value 92,1% dan hasil yang
negatif pada kultur darah dengan menggunakan typhidot Ig-M diperoleh
sensitifitas, spesifisitas, PPV dan NPV masing masing 88,8%, 100%, 100% dan
79,6%16
Begum. Z. et all melakukan penelitian pada Bangladesh Society Of
Medical Mikrobiologi 2009 yang mendapatkan hasil dari 14 orang yang kultur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
darahnya positif ditemukan S. typhi dengan menggunakan typhidot IgM
ditemukan sensitifitas, spesifisitas, PPV dan NPV, masing-masing 92,85%,
90,0%, 76,47% dan 97,29% 17.
Siba.V, Howood. F. P, Vanuga. K, Wapling. J, Pada Institute of Medical
Research, Goroka, Papua New Guinea and Goroka general Hospital, 2010 yang
mengevaluasi beberapa serologi tes, dibandingkan dengan kultur darah, typhidot
memperoleh sensitivitas 95,5%, spesifisitas 79,1%, PPV 0,174% dan NPV 99%
kemudian hasil dibandingkan dengan menggunakan kultur dan PCR didapatkan
typhidot meiliki sensitivitas 70%, Spesifisitas 80,1%, PPV 25% dan
NPV 95,8% 18.
Khoharo khan haji, pada Departemen Of Medicine, Muhammad Medical
Collage Hospital Mirfuksas, Sindh Pakistan 2009 dalam penelitiannya terhadap 76
kasus yang kultur darahnya positip dengan menggunakan typhidot diperoleh
sebanyak 74 subjek, didapat sensitivitas 96 %, spesifisitas 89% dan PPV 95 %.19
Fakta-fakta dan laporan diatas yang mengemukakan sensitivitas,
spesifisitas keunggulan serta keterbatasan rapid tes yang menggunakan antigen
OMP 50k-Da dalam mendeteksi antibodi IgG dan IgM sangat bervariasi,
belakangan muncul pemeriksaan menggunakan rapid tes typhidot IgM yang hanya
mendeteksi antibodi IgM saja dengan metode reverse Immunochromatographi.
Hal inilah yang mendorong keinginan penulis untuk meneliti lebih lanjut
menilai sensitivitas, spesifisitas, NKP, NKN dari rapid test typhidot IgM ini yang
akan diuji terhadap baku emas demam tifoid yaitu kultur darah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana kemampuan antigen Outer Membran Protein 50k-Da
mendeteksi IgM Salmonella typhi untuk menegakkan diagnosa demam tifoid
dibandingkan dengan kultur darah.
1.3. Hipotesa Penelitian
Antigen Outer Membrane Protein 50k-Da typhidot IgM memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi IgM Salmonella typhi
untuk menegakkan diagnosa demam tifoid.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengevaluasi nilai diagnostik Antigen Outer Membrane Protein 50k-Da
typhidot IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam
tifoid.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Menilai sensitivitas antigen OMP 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi
antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid dibandingkan dengan
kultur darah.
b. Menilai spesifisitas antigen OMP 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi
antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid dibandingkan dengan
kultur darah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
c. Menentukan Nilai duga positip (NDP) antigen OMP 50k-Da typhidot IgM
dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid
dibandingkan dengan kultur darah.
d. Menentukan Nilai duga negative (NDN) antigen OMP 50k-Da typhidot
IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid
dibandingkan dengan kultur darah
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi dokter
tentang adanya serologi tes yang dapat membantu menegakkan diagnosa
demam tifoid lebih cepat, akurat dan sederhana sebagai parameter deteksi
dini demam tifoid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. SALMONELLA
Salmonella pertama ditemukan dan diamati pada penderita demam tifoid
pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam kultur
bakteri pada tahun 1881. Taksonomi Salmonella sangat komplek karena
perkembangan dan penggunaan beberapa nomenklatur yang berbeda selama
bertahun-tahun.19,20,21,22
Gambar 2.1. Mikroskopis kuman Salmonella19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
2.2.Salmonella Typhi
2.2.1.Klasifikasi Salmonella typhi
Tabel.2.1. Klassifikasi salmonella typhi21
Klassifikasi
Kingdom : Bacetria
Phylum : Eubacteria
Kelas : Proteobacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobactericeae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enteric
Subspesies : Enteric (1)
Serotipe : Typhi
Dari sekian banyaknya serotip salmonella hanya S.typhi, S.cholera,
S.paratyphi A dan S.paratyphi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada
manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia namun kebanyakan
Salmonella menggunakan binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia. Dari
beberapa jenis Salmonella infeksi S.typhi merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan.21,22.
2.2.2. Morfologi.
Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif barbentuk batang, tidak
membentuk spora, berkapsul, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm dengan besar koloni
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
rata-rata 24 mm, mempunyai flagel peritrikh sehingga bersifat motil. Mempunyai
karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa tapi tidak tahan terhadap
laktosa atau sukrosa. Bakteri ini bersifat aerob dan fakultatif anaerob. Dinding
selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, lipopolisakarida dan
tersusun sebagai lapisan-lapisan.9,22,23,
Bakteri ini tumbuh dengan baik pada pH 6-8, suhu 15-41ºC dengan suhu
pertumbuhan optimal 37ºC, mati dengan pemanasan suhu 54,4ºC selama satu jam
dan suhu 60ºC selama 15-20 menit dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi. Salmonella dapat hidup dalam tubuh manusia dimana manusia adalah
sebagai natural reservoir. Manusia yang terinfeksi S.typhi mengeksresikannya
melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat
bervariasi. Bakteri yang berada diluar tubuh dapat hidup untuk beberapa minggu
di alam bebas seperti di dalam air es, sampah dan debu.3,9,22.
2.2.3. Stuktur Antigen :
Kuman ini memiliki Stuktur antigen yang merupakan hal yang penting
dalam menentukan patogenitas kuman. Struktur antigen bakteri ini terdiri dari
antigen somatic yang terdiri dari oligosakarida, antigen flagella yang terdiri dari
protein dan antigen envelope yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari
dinding sel dinamakan endotoksin yang dihasilkan dari lisisnya sel bakteri.
Kuman ini juga memiliki antigen Outer membrane protein yang merupakan
bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan
peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya.11,21,22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
2.2.3.1.Antigen O/Ohne (Antigen somatik)
Antigen somatik yang berasal dari dinding sel kuman terletak pada lapisan
luar dari tubuh kuman. Merupakan bagian terpenting dalam menentukan virulensi
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen O menurunkan kepekaan bakteri terhadap protein
komplemen, host kationik protein dan interaksi dengan magrofag. Antigen ini
bersifat hidofilik, tahan terhadap pemanasan pada suhu 1000C selama 2-5 jam dan
tahan terhadap alkohol 96 % dan etanol 96% selama 4 jam pada suhu 37° C tetapi
tidak tahan terhadap formaldehid.21,22,23
2.2.2.2. Antigen H (Antigen Flagella)
Terletak pada flagella, fimbriae atau fili dari kuman, disebut juga flagelin.
Flagel ini terdiri dari badan basal yang melekat pada sitoplasma dinding sel
kuman, struktur kimianya berupa protein yang tahan terhadap formaldehid tetapi
tidak tahan terhadap panas dan alkohol pada suhu 60°C. Antibodi untuk antigen
ini adalah IgG yang dapat memunculkan reaksi aglutinasi.,21,22,23
2.2.2.3. Antigen Vi
Antigen Vi merupakan antigen permukaan pada selaput dinding kuman
untuk melindungi kuman terhadap fagositosis dan berstruktur kimia protein
dengan BM 65 x 103 k-Da.6 Struktur kimia proteinnya dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya karier. Antigen ini rusak jika diberi pemanasan selama 1 jam
pada suhu 60°C dan pada pemberian asam serta fenol1 Pada salmonella antigen
ini dikenal juga sebagai virulence antigen..21,22,23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
2.2.3.4. Antigen Outer Membrane Protein
Outer Membrane Protein merupakan antigen S.typhi, yaitu bagian dinding
sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik
yang mengendalikan masuknya zat dan cairan kedalam membran sitoplasma, dan
berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriolisin. OMP ini terdiri
dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein non porin. Protein porin merupakan
komponen utama OMP yang berada diantara 2 lapis lipid pada permukaan S.typhi
yang berperan langsung dalam pathogenesis.6 Protein porin ini terdiri atas protein
OMP B, OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang
berfungsi untuk difusi solut. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi
pada suhu 85-100°C. Protein non porin terdiri atas protein OMP A, dan
lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum
diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S.typhi yang
sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa.11,20,29
Pita 50k-Da secara spesifik hanya dikenali oleh serum tifoid. Pita 5ok-Da
ini terletak pada membrane luar merupakan protein alami dan bukan merupakan
antigen Vi, H, O dari S.typhi. Antigen 50K-Da ini adalah varian protein Tol C,
dimana fungsi OMP ini bersama dengan protein membrane dalam dan protein
bridging yang merupakan rangkaian model dari pompa efflux untuk transportasi
nutrisi dan agen bakterisida gram negative termasuk Salmonella. Kanal protein ini
penting untuk kelangsungan hidup bakteri selama infeksi inang, dan
meningkatkan virulensi dari bakteri.26,29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
2.3. Demam tifoid
2.3.1. Definisi
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi.6 penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.7
2.3.2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, yang dapat hidup dalam
tubuh manusia dimana manusia sebagai sumber infeksi utama yaitu penderita
demam tifoid dan penderita dalam masa penyembuhan. Penularan demam tifoid
sebagian besar berawal dari intake makanan atau air yang terkontaminasi feces.
Transmisi kuman ini berkembang malalui water bone atau food borne yang terjadi
akibat seorang kronik karier mengkontaminasi makanan karena penanganan
makanan yang kurang sehat dan higienis.1,2,3
2.3.3. Epidemiologi
Besarnya angka pasti kejadian demam tifoid di dunia ini sangat sukar
ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis
yang sangat luas. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan
utama didunia karena terkait dengan penyebarannya melalui kesehatan
lingkungan, sanitasi dan sumber air yang tidak higienis diperparah dengan
meningkatnya permasalahan kepadatan penduduk.7
Menurut Data Word Health Organization (WHO) tahun 2003 diperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
angka kematian mencapai 600.000 kasus tiap tahun.1 Frekuensi kejadian demam
tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi
peningkatan menjadi 15,4/ 10.000 penduduk demam tifoid mempunyai variasi di
setiap daerah yang biasanya terkait dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan,
jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis dan lebih banyak dijumpai
di kota-kota besar. Dari telaah kasus demam tifoid di rumah sakit besar di
Indonesia menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun
dengan rata-rata 500/100000 penduduk dengan perkiraan 0,6-5% angka
kematian.3 Data dari RISKESDAS tahun 2007 menyatakan bahwa demam tifoid
menyababkan 1,6 % kematian penduduk Indonesia untuk semua umur.5
2.3.4. Patofisiologi
Kuman S.typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut bersama
makanan dan minuman yang tercemar.27,28 Setelah kuman sampai di lambung
tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non
spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus dan barier di lambung dengan adanya
bakteri an-aerob di usus yang akan merintangi pertumbuhan kuman dengan
pembentukan asam lemak rantai pendek sehingga menimbulkan suasana asam.
Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam
lambung yaitu: banyaknya jumlah kuman yang masuk, virulensi kuman, daya
tahan tubuh penderita, status gizi serta kondisi asam lambung.2728
Untuk menimbulkan infeksi diperlukan jumlah kuman sebanyak 105
sampai109 kuman yang tertelan melalui makanan atau minuman.2 Bila kuman
berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, kuman akan tetap
hidup dalam asam lambung kemudian akan masuk ke usus halus dan melaluinya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
dengan menembus sel-sel epitel tanpa terlihat kerusakan, kuman akan mencapai
kelenjar limfe mesenterial, pembuluh limfe, duktus torasikus lalu masuk ke
peredaran darah sehingga terjadilah bekterimia pertama setelah 24-72 jam kuman
tertelan dan ini tanpa disertai gejala, karena jumlah kuman yang masuk belum
cukup banyak untuk dapat menimbulkan gejala, kuman akan segera tertangkap
oleh RES terutama pada organ hati dan sumsum tulang 28,30. Organ yang
pertama kali diserang adalah usus, limpa dan kandung empedu. Dari kandung
empedu kuman akan menuju usus halus menimbulkan reaksi peradangan dengan
infiltrasi sel-sel mononuklear terutama folikel limfoid pada plaque payeri. Kuman
kemudian didalam sel retikuloendotelial akan berkembang biak.28,31
Apabila populasi kuman intrasel mencapai tahap kritis, sel-sel
retikuloendotelial atau magrofag akan melepaskan kembali kuman- kuman masuk
kedalam peredaran darah dan terjadilah bakterimia kedua selama beberapa hari
sampai dengan beberapa minggu, saat ini baru timbul gejala klinis. Kuman yang
berada di dalam kandung empedu akan menginfeksi usus kembali artinya kuman
S.typhi akan masuk kembali kedalam usus untuk kedua kalinya setelah bakterimia
pertama dan jumlah kuman yang masuk kedalam usus kali ini jauh lebih besar
dibandingkan pada awal infeksi.
Di dalam usus kuman S. typhi ini menimbulkan kelainan lokal, mula-mula
kuman yang terlokalisir di plaque payeri pada ileum bagian bawah akan
menembus mukosa lewat sel M, yaitu suatu sel khusus yang terletak diatas plaque
payeri sehingga kuman menimbulkan respon inflamasi yang menyebabkan
terjadinya ulserasi dan perdarahan usus. Selanjutnya jika respon imunitas selular
mulai timbul, makrofag menjadi aktif dan mampu memusnahkan S.typhi intra sel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
terjadilah respon inflamasi yang cepat dengan pelepasan mediator-mediator dalam
jumlah besar yang mengakibatkan kerusakan jaringan usus dan perforasi.28 Kuman
S.typhi dapat melapaskan endotoksin, yaitu suatu kompleks lipopolisakarida yang
selanjutnya akan merangsang pelepasan pirogen endogen dari dalam leukosit, sel
limpa, sel kupffer hati, magrofag, sel polimorfonuklear dan monosit. Pirogen ini
akan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus sehingga menimbulkan
gejala demam. Selanjutnya lipopolisakarida yang bertanggung jawab
menimbulkan leukopeni dan hiperplasi sel-sel retikuloendotelial juga
meningkatnya kemotaktik dan metabolisme sel fagosit.
2.3.5. Immunologi demam tifoid
Mekanisme tubuh terhadap penyakit infeksi umumnya adalah mekanisme
pertahanan tubuh terhadap masuknya kuman S.typhi yang dapat timbul segera,
diawali oleh mekanisme imunologik non spesifik dan selanjutnya diikuti dengan
mekanisme pertahanan imunologik spesifik yang terdiridari respon imunitas
humoral dan selular.31 Asam lambung merupakan sistim pertahanan yang non
spesifik, merupakan salah satu barier utama yang dapat mematikan mayoritas
kuman penyebab infeksi saluran cerna. Apabila terjadi Penurunan PH asam
lambung, lebih banyak kuman yang dapat mencapai usus halus 30,31,32
Pertahanan imunologik spesifik biasanya menyangkut antibodi, limfosit B
dan limfosit T serta komplemen yang terbagi atas imunitas seluler dan imunitas
humoral.32 Respon imunitas seluler sangat penting dalam penyembuhan penyakit
demam tifoid yang merupakan interaksi antara sel limfosit T dan fagosit
mononuclear untuk membunuh mikroorganisme yang tidak dapat diatasi oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
mekanisme mikrobisidal humoral dan fagosit polimorfonuklear. Adanya antigen
kuman akan merangsang limfosit T untuk membentuk faktor aktivasi magrofag,
sehingga akan berkumpul pada tempat terjadinya invasi kuman32
Limfosit B berperan dalam timbulnya respon imunitas humoral. Akibat
stimulasi antigen kuman, sel ini akan berubah menjadi sel plasma dan mensintesa
immunoglobulin31,34 Imunoglobulin IgG dan IgM adalah imunoglobulin yang
dibentuk paling banyak.31,32,34,35 Peningkatan titer terjadi mulai minggu pertama
kemudian meningkat pada minggu berikutnya, sedangkan IgA meningkat pada
minggu kedua.34,35 IgM adalah antibodi pertama yang dibentuk dalam respon
imun, karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan petunjuk adanya infeksi
dini.32,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Tabel.2.2. Patofisiologi terjadinya demam tifoid
Kuman S.typhi masuk ke saluran cerna
Sebagian dimusnahkan asam lambung Sebagia masuk ke usus halus
Ileumterminalis (limfoi plague payeri )
Sebagian hidup menetap Sebagian menembus lamina propria
Perdarahan Masuk ke Aliran Limfe
Perforas Masuk ke kelenjar limfe mesenterial
Peritonitis Masuk & menembus Aliran darah
Nyeri tekan Bersarang di hati dan limpa
Hepatomegali, Splenomegali
Gangguan rasa nyaman,nyeri Infeksi S.typhi, Endotoksin
Zat pirogen dilepas leukosit pada
jaringan meradang
Demam tifoid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
2.3.6. Gejala Klinis
Gambaran klinis demam tifoid sangat bervarisi mulai demam dengan
gejala klinis yang ringan sampai dengan gejala klinis yang berat yang disertai
dengan komplikasi. Masa inkubasi demam tifoid adalah 5-40 hari dengan rata-
rata antara 10 sampai 14 hari.20,23 Gambaran klinis demam tifoid ini juga
bervariasi berdasarkan daerah atau negara serta menurut waktu artinya gambaran
klinis dapat berbeda pada saat sekarang ini dengan gambaran klinis demam tifoid
pada masa lampau, terjadi juga perbedaan gambaran klinis pada negara maju
dengan negara berkembang3. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur
Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit
dirumahnya.19,36
a. Demam
Demam bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu
ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga19 Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah
khusus yaitu step laddestep ladder temperature chart yang ditandai dengan
demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai
titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi
dan pada minggu ke-4 demam turun secara perlahan, kecuali bila terjadi fokus
infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap.36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Gambar 2.2. Phase perjalan demam pada penderita demam tifoid 45
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada demam tifoid bau mulut/nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor di bagian tengahnya dengan ujung
dan tepi lidahnya kemerahan dan tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan
keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan
konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. Pada
beberapa kasus dijumpai gejala nausea, anoreksia, malaise, nyeri perut dan radang
tenggorokan.17,19
c. Gangguan kesadaran
Pada Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa
penurunan kesadaran ringan, sering didapatkan apatis dengan kesadaran seperti
berkabut. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai somnolen dan koma atau
gejala psychosis. Pada penderita dengan toksik gejala delirium lebih menonjol.37
d. Hepatosplenomegali
Hati atau limpa ditemukan membesar, hati terasa kenyal dan nyeri tekan.3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
e. Bradikardi relative dan gejala lain.
Bradikardi relative ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak
diikuti oleh peningkatan frekwensi nadi dengan patokan bahwa setiap kenaikan
suhu 1ºc tidak diikuti peningkatan frekwensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala
lain yang ditemukan adalah Rose Spot diregio abdomen atas dan epitaksis.3
Karena sulitnya diagnosis klinis demam tifoid ditegakkan, Nelwan
mengajukan sistem score yang memasukkan gejala-gejala yang sering ditemukan
pada demam tifoid.11
Tabel 2.3. Sistim Nelwan score berdasarkan gejala klinis.
Gejala klinis dan symptom Skore
Demam < 1 minggu 1
Sakit Kepala 1
Lemah 1
Mual 1
Anorexia 1
Nyeri perut 1
Muntah 1
Gangguan GI motilitas 1
Insomnia 1
Hepatomegali 1
Spelenomegaly 1
Demam> 1 minggu 2
Bradicardia Relatif 2
Lidah Tifoid 2
Melena 2
Gangguan kesadaran 2
2.3.7. Diagnosis Bakteriologi /Pembiakan kuman.
Tujuan pembiakan kuman adalah untuk mencari kuman penyebab
terjadinya infeksi. Metode diagnosis bakteriologi merupakan metode yang paling
spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati kultur darahnya positif
dalam minggu pertama. Metode ini masih menjadi gold standart dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
menegakkan diagnosa demam tifoid. Penegakan diagnosis pasti demam tifoid
dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.typhi terdapat pada biakan darah, urine,
feses, sumsum tulang, cairan duodenum dan rose spot. Hasil biakan darah yang
positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan
demam tifoid. Kegagalan untuk mengisolasi organisme dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, keterbatasan media laboratorium, penggunaan antibiotik, volume
spesimen, waktu pengumpulan, pasien dengan riwayat demam selama 7 sampai
10 hari menjadi lebih mungkin memiliki kultur darah positif.9
Kultur darah positif paling tinggi pada minggu pertama perjalanan
penyakit, kultur positif berkisar antara 70-90 % kemudian menurun mencapai 10-
30 % dalam perjalanan penyakit berikutnya hingga pada akhir minggu ketiga
dapat ditemukan 50% dan setelah minggu keempat jarang ditemukan.1,9
Sensitivitas kultur darah bergantung kepada apakah penderita sudah diberi
antibiotik, volume darah yang diambil dan rasio darah dengan media kultur yang
dipakai3,9. Kultur feces dapat ditemukan pada penderita selama sakit, meningkat
pada minggu pertama 10-15% tetapi lebih sering ditemukan pada minggu kedua
dan ketiga 75 % dan turun secara perlahan.40 Kultur feces yang positif pada daerah
endemik tidak membantu menegakkan diagnosa tetapi dapat mendukung
diagnosis bila disertai dengan gejala klinis, karena kemungkinan penderita
merupakan fecal-carier. Sedangkan pada daerah non endemik kultur feces yang
positif dapat merupakan diagnostik demam tifoid.39 Kultur tinja dan kultur urin
meningkat yaitu 85% positif pada minggu ke ketiga dan 25% positif pada minggu
keempat. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama tiga bulan dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan S.typhi dalam
tinjanya untuk jangka waktu yang lama.12
Kultur aspirat sumsum tulang memberikan hasil positif yang tinggi
mencapai 80–95% kasus. Aspirat sumsum tulang mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi dan dapat mengisolasi kuman dengan hasil yang lebih baik daripada
biakan darah, feces dan urin. Pada kasus yang telah mendapat terapi antibiotik
hasil kultur menjadi berkurang tetapi dengan kultur aspirat sumsum tulang masih
positif, ini dikarenakan antibiotik yang diberikan sukar untuk dapat mencapai
sumsum tulang.9,10 Namun prosedur yang digunakan ini sangat invasif dan tidak
digunakan dalam praktek sehari-hari. Aspirasi duodenum juga telah terbukti
sangat memuaskan sebagai tes diagnostik tetapi belum diterima secara luas karena
toleransi yang kurang baik pada aspirasi duodenum, terutama pada anak-anak,
dan volume yg dibutuhkan untuk kultur aspirat sumsum tulang hanya sekitar 0.5-1
mL.9,10
2.3.8. Diagnosis serologi
Saat ini telah banyak tersedia bermacam-macam pemeriksaan serologi
yang dipakai untuk membantu menegakkan diagnosa demam tifoid. Pemeriksaan
serologis dapat mempermudah menegakkan diagnosis dengan mendeteksi antibodi
spesifik terhadap komponen antigen S.typhi maupun mendeteksi antigen itu
sendiri.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Gambar 2.3.Skema pemeriksaan laboratorium pada demam tifoid.24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
2.4. KERANGKA KONSEP
Salmonella typhi
Bakterimia
Darah (kultur)
Serum (IgM)
Usus halus
Plagues payeri
Jumlah kuman
,
Virulensi
Asam
lambung
Kondisi Os
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observational dengan metode Uji diagnostik
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan
pada bulan Desember 2014 sampai dengan Februari 2015. Penelitian dihentikan
bila jumlah sampel minimal tercapai atau waktu pengambilan sampel telah
mencapai tiga bulan.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1.Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien dengan gejala klinis berdasarkan
Nelwan score yang datang ke FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan.
3.3.2.Sampel penelitian
Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
3.3.3. Kriteria Inklusi
a. Demam ≥ 38 oC
b. Demam > 3 hari
c. Laki-laki dan perempuan dewasa usia ≥ 18 tahun
d. Gejala klinis berdasarkan Nelwan score
e. Bersedia ikut dalam penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
3.3.4.Kriteria Eksklusi
a.Demam < 38oC
b.Demam < 3 hari
c.Demam yang diketahui penyebabnya non tifoid
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Untuk uji diagnostik digunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesa
dengan populasi tunggal :
Z ( 1- ) = derivate baku alpha, untuk α = 0,05 1,96
Z (1-β) = derivate baku beta, untuk β = 0,10 1,282
Po = proporsi penderita demam tifoid = 0,00154
Po-Pa = selisih proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar = 0.1
Pa = perkiraan proporsi demam tiphoid pada saat penelitian = 0,1015
Jadi jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus dia atas:
= 21 orang
Dengan menggunakan rumus diatas maka diperlukan sampel minimal sebanyak
21 orang.
3.5. Bahan dan Cara Kerja.
3.5.1.Bahan
Sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah serum untuk
pemeriksaan serologi dan darah untuk pemeriksaan kultur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
3.5.2.Pengambilan Sampel
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa tes ini digunakan untuk menentukan
penyebab penyakit .
b. Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan
eksklusi .
c. Pengambilan darah pasien sebanyak 7 ml, 2ml untuk pemeriksaan
serologi dan 5 ml untuk kultur.
cara pengambilan sampel.32,35
a. Gunakan sarung tangan, menentukan letak pengambilan dan palpasi
untuk memastikanpembuluhvena (vena mediana cubiti)
b. Melakukan tindakan aseptik pada kulit menggunakan povidon Iodine
10% dari tengah memutar ke tepi, lalu dibiarkan 1 – 2 menit kemudian
dihapus dengan alkohol 70%, biarkan kering secara alami dan jangan
ditiup dan jangan menyentuh lagi daerah yang sudah disterilkan,
terutama ketika mencari letak vena yang akan dipungsi.
c. Ambil darah vena dengan menggunakan spuit masukkan darah 5 ml ke
dalam botol media, goyang memutar diatas meja datar agar tercampur
rata, kemudian masukkan 2 ml darah ke dalam tabung tanpa
anticoagulant untuk pemeriksaan serologi.
d. Botol Media dan tabung diberi identitas: nama pasien, jenis kelamin,
umur, jam dan tanggal pengambilan, no rekam medik, jenis spesimen.
e. Segera kirim ke laboratorium, bila terpaksa ditunda maka disimpan pada
suhu kamar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
3.5.3. Pengolahan sampel
3.5.3.1. Pemeriksaan Serologi typhidot rapid IgM41.
Pemeriksaan serologi dengan menggunakan typhidot rapid IgM dengan
prinsip reverse Immunochromatografi untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM
melalui antigen spesifik yang berasal dari OMP dinding sel bakteri S.typhi dengan
berat molekul 50k-Da. Antigen S.typhi seberat 50 K-Da ini terdapat pada strip
nitroselulosa.
Isi tes strip membrane:
a) Kontrol line: Rabbit Anti- Goat IgG 0,01-0,02µg
b) Tes line: Salmonella typhi antigen 2 ± 0,2µg
c) Gold conjugate: Goat anti-human IgM-gold cooloi (provided as dried bio-
Chemical reagent on individual tes strip membrane) 5 ±1µg
Isi Assay buffer:
a) Sodium Chloride (Nacl) < 1%
b) Di-Sodium Hydrogen Phosphate (Na2HPO4) < 0,2%
c) Sodium Azide (NaN3) ≤ 0,1%
d) Tween 20, ≤ 0,5% dan Bovine Serum Albumin, ≤1%
Prosedur kerja dengan menggunakan typhidot rapid IgM :
1. Darah tanpa antikoagulan dibiarkan membeku pada suhu ruangan,
selanjutnya disentrifus dengan alat sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm
selama 10 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
2. Keluarkan tes buffer dan sampel dibiarkan pada suhu ruangan sebelum
digunakan, buka kantong dan keluarkan tes, letakkan di tempat yang bersih,
kering dan datar.
3. Teteskan 30µL serum kedalam lubang 1 (well persegi) biarakan sampel
mengalir sampai pada daerah “A”(merupakan garis kontrol)
4. Tambahkan 3 tetes buffer pada lubang 2 (well oval )
5. Tarik plastik (clear tab) tambahkan 1 tetes buffer pada lubang 1(well
persegi)
6. Baca hasil untuk serum/plasma dalam 10 menit
Gambar 3.1. Prosedur pemeriksaan serologi rapid tes typhidot IgM 41
Interpretasi hasil :
Negatif : Hanya terbentuk garis kontrol (A)
Positif : Terbentuk dua garis (garis “B” dan “A”)
Invalid : Tidak terbentuk garis kontrol (A)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
3.5.3.2.Pemeriksaan dengan Kultur darah
Kultur darah dilakukan untuk mendeteksi infeksi sistemik yang
disebabkan oleh bakteri yang tujuannya adalah mencari penyebab dari bakteri
dengan cara mengkultur secara aerob dan anaerob. Prinsipnya adalah bakteri akan
tumbuh apabila berada pada lingkungan yang menguntungkannya dan bila
tersedia nutrisi yang adekuat. Suhu optimal untuk pertumbuhan kuman ini
umumnya 37 0 C.
Kultur darah dengan inkubator Bactec 9050
Prinsip kerja :
a. Botol media ditutup dengan rapat dengan karet sehingga cairan media tidak
mudah tumpah, transportasi media lebih mudah dan kontaminasi lebih kecil
dibandingkan dengan media konvensional.
b. Botol media dapat dikocok sempurna sehingga pembentukan bekuan darah
dalam media dapat dicegah
c. Pada waktu inkubasi, botol darah diagitasi terus menerus. Hal ini
merangsang maksimal pertumbuhan kuman dalam dalam media (botol
media diputar terus menerus selama inkubasi.)
d. Media mengandung zat yang dapat menetralisir efek antimikroba sehingga
pertumbuhan tidak terhambat oleh antibiotik yang sudah didapat pasien
(resin yang mampu menghambat efek antibotik) dengan menggunakan
teknologi kolorimetrik dan fluoresensi.
e. Pengawasan pertumbuhan kuman dilakukan dengan memantau kadar CO2
hasil metabolisme kuman. Bila kadar CO2 hasil metabolisme melampaui
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
ambang batas tertentu atau penurunan jumlah O2di dalam vial, sistem
menyatakan hasil biakan positif. Pada dasar botol media bactec terdapat
indikator kadar CO2 yang memancarkan Flouresensi, apabila kadar CO2
melampaui ambang batas.
f. Prinsip deteksi adalah Peningkatan linier dan peningkatan kecepatan
fluoresensi.
Tiap vial botol Bactec berisi :
a) 25 ml Enriched soybean –Casein Digest broth (TSB)
b) 0,05% Sodium Polyanetholesulfonate (SPS)
c) Cationic and Non – ionic Adsorbing Resin
d) Carbon dioxide (CO2)
e) Oxigen (O2)
f) Sensor untuk deteksi fluorescence
g) Penyimpanan dengan suhu 2-25 derajat Celcius.
Cara kerja kultur Inkubator Bactec :
a) Darah 5 ml langsung dimasukkan ke dalam vial botol Bactec dengan
menggunakan disposable injeksi. Campur sampel dengan media Bactec
secara merata
b) Tekan home rotor key di samping layar, buka pintu pada alat, tekan tanda
botol pada layer, Barcode scanner (scan botol), masukkan botol ditempat
yang ditentukan pada layer, tekan tanda ”OK” dan Tutup pintu dengan
rapat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
c) Sampel diinkubasi dalam alat incubator Bactec selama 24 jam pada suhu
370 C. Perubahan warna menjadi kuning pada dasar tabung menunjukkan
adanya pertumbuhan bakteri dalam specimen. Pada layar menjadi warna
kuning dan gambar botol menjadi warna biru.
d) Botol dikeluarkan dari incubator Bactec lakukan pewarnaan gram dan
specimen diinokulasikan kedalam media Salmonella Shigella agar (SSA)
selama 24 jam pada suhu 37ºC.
e) Amati pertumbuhan koloni pada permukaan media SSA lakukan
pewarnaan gram, dan identifikasi bakteri dengan API 20 E.
3.5.3.3. Pewarnaan Gram23,49
Pewarnaan Gram dilakukan untuk identifikasi bakteri untuk melihat
bentuk dan warna dari bakteri yang ada, dilakukan setelah kultur untuk
memastikan representasi dari bahan sampel berdasarkan bakteri, sel leukosit,
maupun sel epitel yang ada. Tujuannya untuk membedakan bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif. Prinsipnya adalah reaksi pewarnaan gram
berdasarkan pada perbedaan susunan kimia dinding sel bakteri. Dinding sel
bakteri gram (+) memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal sedang gram (-)
lapisan peptidoglikan yang sangat tipis yang dikelilingi oleh membran luar.
Bakteri menyerap zat warna kristal violet, dengan penguatan lugol gram
positif akan mengikat warna ungu meskipun sudah ditambahkan alkohol dan
safranin sedangkan gram negatif akan melepaskan warna ungu dengan
penambahan alkohol dan mengikat safranin jadi merah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Cara kerja :
a) Buat hapusan diatas kaca objek kemudian difiksasi diatas nyala api
b) Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan
c) Tuang larutaan kristal violet diatas sediaan diamkan selama 1 menit
d) Cuci dengan air mengalir, tuangi dengan larutan lugol, didiamkan
selama 1 menit kemudian larutan tersebut dibuang
e) Beri larutan alkohol 95% selama 15 detik
f) Cuci dengan air, lalu tuangi sediaan dengan larutan safranin sebanyak
1 tetes, diamkan selama 30 detik
g) Cuci dengan air dan keringkan diudara
h) Lihat dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 100x.
i) Bentuk basil warna merah.49
3.5.3.4. Media kultur Salmonella Shigella Agar (SSA)
Salmonella Shigella agar adalah medium padat untuk isolasi
Enterobacteria pathogen. Medium ini adalah medium selektif dan diferensial
yang banyak digunakan dalam bakteriologi sanitasi mengisolasi salmonella
dan shigella dari darah. Bakteri gram positif akan dihambat dengan campuran
garam empedu. Pada media ini koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak
berwarna.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Tabel. 3.1. Komposisi SSA
Bahan Ukuran (gram)
Beef Extract 5,0
Lactose 10,0
Sodium Citrate 8,5
Ferric Citrate 10,0
Neutral Red 0,0025
Polypeptone 5,0
Bile Salt 8,5
Sodium Thiosulfate 8,5
Agar 13,5
Brilliant Green 0,330 mg
Prosedur pembuatan SSA
a) Sebanyak 60,0 gram medium disuspensikan ke dalam 1 liter aqudes atau
deionize.
b) Kadang-kadang sejumlah kecil bias hadir sedimen yang harus dilarutkan
kembali sehingga pada saat pamansan harus diaduk-aduk.
c) Medium dipanaskan sampai mendidih agar tercampur dengan sempurna
selama 1 menit
d) Masukan ke dalam tabung atau botol untuk disterilisasi didalam autoklaf
selama 15 menit, pada suhu 121ºC, tekanan 1-2 atm, tunggu hingga agar
dingin sekitarsuhu 45ºC.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
e) Tuangkan ke dalam cawan petri atau tabung reaksi untuk kultur
miringInokulasi mikroorganisme ke dalam cawan dan inkubasi.
Cara kerja SSA :
a) Ambil swab kultur.
b) Kemudian lakukan penanaman kuman dengan melakukan goresan secara
zig zag.
c) Kemudian ditutup dan masukkan kedalam incubator pada suhu 37OC,
dengan posisi tutup dibawah.
d) Biarkan selama 24 jam.
e) Jika tumbuh (koloni kecil, tidak berwarna / transparan ) lanjutkan dengan
pewarnaan Gram kembali dan dilanjutkan Identifikasi kuman dengan API
20 E.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
3.6.3.5. Tehnik Identifikasi bakteri dengan API 20 E (BiomerieuxR SA
FRANCE).
API 20 E (Analytical Profile Index) adalah identifikasi bakteri berdasarkan
pemeriksaan biokimia.
Tiap strips API 20 E berisi :
0.85% sterile saline.
Nitrate A
Nitrate B -
Mineral oil
Zinc dust
Kovacs Reagent
Voges - Proskauer Reagents
Ferric Chloride
H2O2
Oxidase Reagent
OF Dextrose
Motility Medium
Prosedur kerja API 20 E
a) Ambil tiga sampai lima Koloni yang tumbuh pada media Salmonella
Shigella dengan ose dan masukkan kedalam tabung yang berisi cairan
NaCl 0,9% (± 5 ml ) Bandingkan suspensi kuman dengan standart
kekeruhan Mc Farlan 0,5
disimpan pada suhu 2-8 °C
disimpan pada suhu 2-8 °C
IDof non- Enterobacteriaceae
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
b) Bandingkan warna dalam tabung tersebut dengan tabung warna standart
Mc Farland (nilai kekeruhannya) .
c) Dengan menggunakan pipet isi semua tabung dengan suspensi bakteri
hanya pada bagian tabungnya saja (jangan mengisi penuh mulut tabung),
kecuali untuk tes Cit, VP dan GEL, pengisian dilakukan pada keduanya
(tabung dan mulut tabung)
d) Pada uji tes ADH, LDC, ODC, H2S dan URE, teteskan tabung tersebut
dengan mineral oil
e) Tutup box inkubasi dengan penutupnya dan diinkubasi pada suhu 37°C
selama 24 jam
f). Nilai perobahan warna yang terjadi pada API 20E dengan mengunakan
soft ware API Lab Plus
Ada 20 parameter yang diperiksa pada API 20E, yaitu :
a) ONPG (Ortho Nitro Phenyl-βD-Galactopyranosidase)
b) ADH (Arginine DiHydrolase)
c) LDC (Lysine DeCarboxylase)
d) ODC (Ornitine DeCarboxylase)
e) CIT (Citrate utilization)
f) H2S (H2S production)
g) URE (Urease)
h) TDA (Tryptophane DeAminase)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
i) IND (Indole production)
j) VP (Voges Proskauer)
k) GEL (Gelatinase)
l) GLU (Glucose fermentation/oxidation)
m) MAN (Mannitol fermentation/oxidation)
n) INO (Inositol fermentation/oxidation)
o) SOR (Sorbitol fermentation/oxidation)
p) RHA (Rhamnose fermentation/oxidation)
q) SAC (Saccharose fermentation/oxidation)
r) MEL (Melibiose fermentation/oxidation)
s) AMY (Amygdalin fermentation/oxidation)
t) ARA (Arabinose fermentation/oxidation
Gambar 3.2. Hasil tes pada API 20 E
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
3.5.4. Pemantapan Kualitas
Pemantapan kualitas laboratorium adalah penting untuk menjamin kualitas
hasil pemeriksaan laboratorium. Pemantapan kualitas intra laboratorium
adalah program pemantapan kualitas yang dijalankan sendiri oleh
laboratorium klinik yang bersangkutan untuk mempelajari serta mengurangi
kesalahan dalam pelaksanaan tugasnya. Diperlukan stamm kuman yang telah
disediakan untuk kegunaan pemeriksaan pewarnaan gram dan pemeriksaan
kultur.
3.5.4.1. Pemantapan kualitas typhidot rapid IgM 41
a) Garis kontrol ” A “ harus terbentuk
b) Penyimpanan pada suhu : 2 - 28°C
3.5.4.2. Pemantapan kualitas untuk vial botol Bactec 9050
A. Pemantapan kualitas botol bactec (+)
1. Ambil 1ml koloni dari stamm kuman E.coli atau Staphylococcus aureus
diambil dengan standart kekeruhan Mc Farlan 0,5 yang berasal dari
media yang dikultur selama 18-24 jam .
2. Kemudian masukkan kedalam Vial botol Bactec.
3. Alat harus dapat mendeteksi adanya pertumbuhan kuman (+) dalam
waktu paling lama 72 jam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
B. Pemantapan kualitas botol bactec 9050 (-).
Tabung botol Bactec tanpa diisi apapun / kosonG tanpa spesimes
dimasukkan kedalam inkubator bactec selama 24 jam. Bactec harus dapat
mendeteksi tidak terjadi pertumbuhan kuman.
C. Pemantapan kualitas Inkubator Bactec 9050
1. Periksa Temperatur yang muncul pada display.
2. Pastikan temperatur instrument dan temperature internal pada suhu
33,5 °c – 36,5°c.
3. Tiap minggu periksa Filter udara reagen.
4. Instrument dibersihkan dan tukar filter tiap bulan.
5. Disket harus diganti setiap hari.
3.5.4.3. Pemantapan kualitas pewarnaan gram49
Dilakukan dengan stamm kuman untuk gram positif (warna ungu) dipakai
Staphilococcus Aureus ATCC 25923 (bentuk koloni coccus kecil berkelompok
tidak teratur dan menyerupai buah anggur) dan gram negatif (berwarna merah)
dipakai E. Coli ATCC 25922 yang telah diketahui dan sampel yang diduga berisi
kuman yang sama secara bersamaan dilakukan pewarnaan. Dimana hasil
dikatakan baik bila gram positif berwarna biru dan gram negatif berwarna merah.
3.5.4..4. Pemantapan kualitas Media kultur Salmonella Shigella Agar
Dimana stamm kuman yang telah diketahui dan sampel ditanam pada
media yang sesuai untuk mengontrol media-media yang baru dibuat dan
mengevaluasi morfologi koloni yang tumbuh. Pemilihan stamm kuman
berdasarkan media yang akan dilakukan terhadap pemeriksaan tersebut. Pada
penelitian ini sebelum dilakukan penanama di media SS dilakukan pemantapan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
kualitas dengan stamm kuman Salmonella typhi ATCC 6539 dan Salmonella
typhi tersebut di inkubasi 18-24 jam, berhasil tumbuh dengan koloni berwarna
dengan pusat hitam. Untuk media SS agar organisme minimum yang bisa
digunakan untuk pengujian pemantapan kualitas adalah Escherichia coli dengan
Inoculum 50-100 CFU, dengan pertumbuhan bakteri cukup. Enterobacter
aerogenes dengan Inoculum 50-100 CFU, dengan pertumbuhan bakteri tidak
terlalu sedikit. Salmonella typhi dengan Inoculum 50-100 CFU, dengan
pertumbuhan bakteri sangat baik. Stamm kuman yang terbaik adalah Salmonella
typhi dengan koloni berwarna dengan pusat hitam
3.5.4.5. Pemantapan kualitas Identifikasi kuman API 20 E33
Dilakukan dengan dengan stamm kuman Staphilococcus Aureus ATCC
25923, API 20E juga harus menyatakan kuman yang sama.
3.6. ETHICAL CLEARENCE DAN INFORMED CONCENT
Ethical Clearence diperoleh dari komite penelitian bidang kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Informed Concent diminta
secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang ikut
bersedia dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan
tujuan penelitian
3.7. ANALISA DATA
Perbedaan kemampuan diagnostik antigen OMP 50 k-Da S.typhi typhidot
IgM dibandingkan dengan kultur darah dianalisis dengan tabel 2x2 dengan
menghitung sensitifitas, spesifisitas, NKP, NKN, RKP dan RKN. Data yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
terkumpul akan diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program
komputer.
3.8. BATASAN OPERASIONAL
1. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh S.typhi yang biasanya ditandai dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada salran pencernaan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.7
2. Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif barbentuk batang, tidak
membentuk spora, berkapsul, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm dengan besar
koloni rata-rata 24 mm, mempunyai flagel peritrikh sehingga bersifat
motil.9,20
3. S.typhi memiliki Stuktur antigen yang merupakan hal yang penting dalam
menentukan patogenitas kuman.20,21,22
4. S.typhi juga memiliki antigen Outer membrane protein,merupakan
membrane luar bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma,
merupakan protein alami, bukan merupakan antigen VI, H, atau O. Pita 50k-
Da scara spesifik hanya dikenali oleh serum tifoid.40,47.
5. Pemeriksaan serologi menggunakan typhidot IgM, merupakan pemeriksaan
dengan menggunakan antigen OMP 50k-Da S.typhi menggunakan metode
reverse immunochromatographic untuk mendeteksi keberadaan antibodi
IgM pada demam tifoid 40.
6. Kultur darah dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi sistemik yang
disebabkan oleh bakteri untuk mencari penyebab penyakit dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
menggunakan bactec 9050, melakukan pewarnaan untuk membedakan
bakteri gram positif dan gram negatif, ditanam pada media salmonella
shigella agar yang merupakan media selektif dan diferensial serta malakukan
pemeriksaan dengan menggunakan API 20E untuk identifikasi bakteri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
3.9. KERANGKA OPERASIONAL PENELITIAN
Tabel 3.2. Kerangka Operasional Penelitian.
2
37° 24jam
24 jam 37°c
37°c 24jam
Darah Vena
A
2 ml, tanpa anticoagulant
Disentrifuse 2000 rpm 10
mnt
15 mnt (serum)
3 ml masukkan dalam
vial botol bactec
Kultur Bactec
( +) OMP
50 k
Da
Pewarnaan
Gram
Ig M
+ -
-
-
-
-
-
+
+
+
+
=
=
+
=
=
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
Salmonell
a Shigella
Agar
API 20
E
Identifikas
i kuman
Demam tifoid
Kriteria Nelwan
A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan pada depertemen/Instalasi Patologi Klinik FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Pada penelitian ini didapatkan 29 subjek
penelitian yang diduga menderita demam tifoid berdasarkan Nelwan score,
dilakukan pemeriksaan serologi menggunakan typhidot rapid IgM yang bertujuan
untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM melalui antigen spesifik yang berasal
dari Outer Membrane Protein (OMP) 50k-Da S.typhi, kemudian dilakukan
pemeriksaan kultur darah. Karakteristik subjek penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1. Karakteristik dari subjek penelitian
Karakteristik n (%) Rerata ±SD
Usia
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Kategori demam
Demam ≤1minggu
Demam ≥1minggu
29
11 (37,9%)
18 (64,1%)
8 (27,6%)
21 (72,4%)
SD ± 29,79
Tabel 4.1. menunjukkan tabel karakteristik subyek penelitian berdasarkan
usia, jenis kelamin dan kategori demam. Dari 29 sampel sangkaan demam tifoid
berdasarkan Nelwan score pada penelitian ini ditemukan responden dengan usia
paling muda adalah 18 tahun sebanyak 5 orang (17,24%) dan usia paling tua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
adalah 70 tahun ditemukan 1 orang (3,44%), dengan usia rata-rata yang
didapatkan pada penelitian ini adalah 29,79 tahun. Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin, perempuan lebih banyak ditemukan menderita demam typoid
dibandingkan laki-laki dengan diperolehan hasil sebanyak 18 subjek (62,1%)
perempuan dan 11 subjek (37,9%) laki-laki. Berdasarkan katagori lamanya
demam secara keseluruhan, kategori demam ≤ 1 minggu sebanyak : 8 subjek
(27,6 %) dan demam ≥ 1 minggu sebanyak : 21 orang ( 72,4 %)
Tabel 4.2. Karakteristik demam dibandingkan dengan typhidot rapid IgM
dan kultur darah.
Karakteristik n (%) Typhidot IgM Kultur darah
demam Positif Negatif Positif Negatif
< 1 minggu
8
(27,5%)
7
(87,5%)
1
(12,5%)
1
(12,5%)
7
(87,5%)
>1 minggu
21
(72,4%)
18
(85,7%)
3
(14,3%)
10
(47,6%)
11
(52,4%)
Total
29 (100%)
25
(86 %)
4
(14 %)
11
(38 %)
18
(62 %)
Tabel 4.2. menggambarkan karakteristik demam yang dibagi menjadi
demam < 1 minggu dan demam > 1minggu. Dari hasil penelitian ini didapatkan
yang menderita demam < 1 minggu sebanyak 8 subjek (27,5%) dan yang
menderita demam >1 minggu sebanyak 21(72,4%). Dari 8 subjek yang
menderita demam < 1 minggu menggunakan typhidot IgM didapat 7 subjek
(87,5%) yang positif dan 1 subjek (12,5%) negatif. namun hanya 1 subjek (12,5%)
yang positif ditemukan kuman S.typhi pada kultur darah, dan 7 Subjek (87,% %)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
dengan kultur yang negatif. Dengan karakteristik demam > 1 minggu ditemukan
sebanyak 21subjek (72,4%) dengan menggunakan typhidot IgM 18 subjek
(85,7%) positif dan 3 subjek (14,3%) negatif, 10 subjek (47,6%) kultur darahnya
positif dan 11 subjek (52,4%) kultur darahnya negatif
Tabel 4.3. Karakteristik Nelwan score dibandingkan Typhidot rapid IgM
dan Kultur darah.
Karakteristik n% Typhidot I gM Kultur darah
Nelwan Score Positif Negatif
Positif Negatif
score 8-13
28
(96,5%)
24
(85,7%)
4
(14,2%)
10
(36%)
18
(64,2%)
score > 13
1
(3,4%)
1
(100%) 0
1
(100%) 0
Total
29
(100%)
25
(86,2%)
4
(13,8%)
11
(38%)
18
(62,%)
Pada tabel 4.3. Berdasarkan karakteristik Nelwan score yang memberi
nilai pada masing-masing gejala pada demam tifoid, dari 29 subjek yang diteliti
ditemukan dalam penelitian ini Nelwan score 8-12 sebanyak 28 subjek (96,5%)
dan Nelwan score > 13 ditemukan 1 subjek (3,5%). Dari 28 subjek dengan
Nelwan score 8-13 dengan menggunakan typhidot IgM sebanyak 24 subjek (86%)
positif dan 4 subjek (14%) negatif dengan 10 subjek (36%) kultur darahnya positif
dan 18 subjek (64%) kultur darahnya negatif. Dengan Nelwan score >13 yang
dijumpai pada penelitian ini hanya 1 subjek (3,5%) dengan menggunakan typhidot
IgM dan kultur darah menyatakan hasil yang juga positif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Tabel 4.4. Hasil pemeriksaan menggunakan typhidot rapid IgM
dibandingkan kultur darah
Typhidot rapid Ig-M Kultur darah
Total Positif
(n%)
Negatif
(n%)
Positif 11
(38%)
14
(48,2%)
25
(86,2%)
Negatif 0
(0%)
4
(13,8%)
4
(13,8%)
Total 11
(38%)
18
(62%)
29
(100%)
Dari tabel 4.4. hasil yang positif secara serologi menggunakan typhidot
rapid IgM sebanyak 25 subjek (86,2%) dan sebanyak 4 subjek (13,8%) negatif,
dengan subjek yang positif menggunakan typhidot rapid IgM dan ditemukan
kuman S. typhi dengan kultur darah sebanyak 11 subjek (38%) dan hasil yang
positif menggunakan typhidot rapid IgM tetapi tidak ditemukan kuman S.typhi
dengan kultur darah sebanyak 14 subjek (48%). Pada hasil yang negatif dengan
menggunakan typhidot rapid IgM tetapi positif ditemukan kuman S. typhi tidak
ditemukan dalam penelitian ini. Pada hasil yang negatif menggunakan typhidot
rapid igM ditemukan sebanyak 4 subjek, (13,79%) dan ke 4 subjek tersebut juga
tidak ditemukan kuman S.typhi dengan menggunakan kultur darah.
Berdasarkan perhitungan rumus yang membandingkan typhidot rapid IgM
dengan kultur darah diperoleh sensitivitas 100% , Spesifsitas 22%, NDP 45% dan
NDN 100%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
BAB V
PEMBAHASAN
Demam tifoid merupakan penyakit yang sampai saat ini merupakan
penyakit yang menjadi masalah kesehatan didunia, khususnya di Indonesia yang
merupakan negara tropis yang sedang berkembang yang masih cukup banyak
ditemukan kejadian demam tifoid. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan
hygiene, sanitasi sumber air dan kebersihan lingkungan tempat umum serta
prilaku masyarakat yang mendukung untuk hidup sehat, karena penularan
penyakit ini sebagian besar melalui transmisi kuman yang berkembang melalui air
dan makanan yang terkontaminasi1,2,3,4 Penyakit ini merupakan penyakit infeksi
sistemik akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan
gejala demam yang disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran.7
Standart baku emas untuk diagnosa pasti demam tifoid ditegakkan apabila
ditemukannya kuman S.typhi pada biakan darah, urin,feces, aspirasi sumsum
tulang, cairan deudonum, dan rose sport. Namun pemeriksaan dengan biakan
memerlukan waktu yang cukup lama, memerlukan peralatan yang memadai untuk
identifikasi bakteri, sehingga penegakan diagnosa dan therapy yang diberikan
terlambat.3
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak
ditemukan dan dikembangkan beberapa pemeriksaan serologi yang dapat
membantu menegakkan diagnosa demam tifoid dengan metode yang lebih
sederhana, lebih mudah dilakukan dengan hasil yang lebih cepat. Salah satu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
parameter baru yang digunakan adalah Uji serologi teknologi rapid
Immunochromatographic dalam format kaset untuk mendeteksi keberadaan
antibodi IgM melalui antigen spesifik yang berasal dari (OMP) dinding sel bakteri
S.typhi dengan berat molekul 50 k-Da. Antigen S.typhi seberat 50 k-Da ini
diletakkan pada kertas strip nitroselulosa. Pita 50k-Da secara spesifik hanya
dikenali oleh serum tifoid. Pita 5ok-Da ini terletak pada membrane luar yang
merupakan protein alami dan bukan merupakan antigen Vi (kapsul) H (flagellar)
atau O (somatik) dari S.typhi.40
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 29 subjek penelitian dengan
gejala klinis berdasarkan Nelwan score yang kemudian diuji secara serologi
menggunakan typhidot rapid IgM dan dikonfirmasi dengan gold standart kultur
darah. Pada hasil penelitian dengan karakteristik subjek penelitian berdasarkan
usia, persentase terbesar pada usia 18 tahun sebanyak 5 subjek (17,24 %) dengan
usia paling tua 70 tahun 1 subjek (3,44%) dimana usia 24 tahun, 4 subjek (13,79
%) usia 27 tahun, 29 tahun, 34 tahun dan 37 tahun masing masing 2 subjek
(6,89%) usia 19 tahun, 20 tahun, 22 tahun, 23 tahun, 25 tahun, 26 tahun, 30
tahun, 36 tahun, 38 tahun, 52 tahun, 63 tahun,1 subjek (3,44%) Sehingga
diperoleh usia rata-rata pada penelitian ini adalah usia 29,79 tahun. Hal ini sesuai
penelitian yang dilakukan oleh Hayat 2011 yang menemukan usia rata-rata subjek
penelitiannya berumur 26,3 tahun.14 Hal yang sama juga ditemukan dalam
penelitian Siba 2012, dengan umur rata-rata pada subjek penelitiannya 38,5
tahun.16 Berdasarkan Pedoman pengendalian demam tifoid Kemenkes RI 2006
menyatakan bahwa 75 % insidens demam tifoid dilaporkan pada umur kurang dari
30 tahun.3 Hal yang sama juga dikemukakan Nasroudin dalam tulisannya yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
menyatakan demam tifoid umumnya menyerang usia 5-30 tahun, jarang pada anak
umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60 tahun. Hal ini mungkin disebabkan pola
dan kebiasaan makan orang dewasa khususnya dewasa muda lebih sering makan
diluar lebih dibandingkan pada anak dan usia lanjut.
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapatkan pada penelitian ini
bahwa kejadian demam tifoid lebih banyak terjadi pada perempuan sebanyak 18
subjek ( 62,1 %) dan laki-laki sebanyak 11 subjek ( 37,9 %) Hal ini sesuai dengan
penelitian Hatta dan Ratnawati tahun 2008 yang menyatakan bahwa bahwa rasio
penderita demam tifoid antara laki-laki dan peempuan adalah 1:1,2. Hal yang
sama juga ditemukan pada penelitian oleh Siba 2012 mendapatkan dalam
penelitiannya perempuan ditemukan 51% dan laki-laki 49%.17 Berbeda dengan
hasil yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan Hayat 2011 yang
mendapatkan hasil dalam penelitianya laki–laki 75% dan perempuan 25%.6
Perbedaan perbandinganangka kejadianantara laki-laki dan perempuan pada
beberapa penelitian ini mungkin disebabkan karena perbedaan tempat penelitian
dan perbedaan perbandingan banyaknya jumlah sampel antara laki-laki dan
perempuan yang didapat pada masing masing penelitian berbeda. Namun
berdasarkan pedoman pengendalian demam tifoid kemenkes menyatakan bahwa
insidens demam tifoid tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan.3 Hal yang
sama juga dikemukan oleh Nasronuddin dalam tulisannya bahwa tidak terdapat
perbedaan penderita demam tifoid antara laki-laki dan perempuan.6
Berdasarkan karakteristik demam yang didapat pada penelitian ini secara
keseluruhan demam > 1minggu lebih banyak ditemukan sebanyak 21subjek
(72,4%)bila dibandingkan dengan demam < 1minggu sebanyak 8 subjek (27,5%)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
Dengan menggunakan typhidot IgM ditemukan sebanyak 85,7 % dengan demam
> 1 minggu dan sebanyak 87,5% yang < 1 minggu. Penggunaan Typhidot IgM
tidak berpengaruh terhadap lamanya demam. Hal ini sesuai denga penelitian yang
dilakukan oleh Siba 2012 yang dalam penelitiannya mendapatkan demam dalam
2 hari dengan kultur darah yang positif ditemukan kuman S.typhi. dengan
menggunakan kultur darah demam > 1minggu sebanyak 47,6% dan demam < 1
minggu sebanyak 12,5%. Lamanya demam masih berpengaruh terhadap
penggunaan kultur darah, Semakin lama demam kemungkinan untuk didapatkan
hasil yang positip pada kultur darah akan semakin besar, sesuai dengan beberapa
literature yang mengatakan semakin lama demam, kemungkinan untuk
terdeteksinya demam tifoid akan semakin besar, pasien dengan riwayat demam
selama 7 sampai 10 hari menjadi lebih mungkin memiliki kultur darah positif.
Karakteristik Nelwan Score pada penelitian inin didapatkan score nelwan
8-3 ditemukan 86% dan Nelwan score >13 hanya ditemukan 3,5%. Rata-rata
subjek dalam penelitian ini memiliki score 8-13. Dengan menggunakan typhidot
IgM score nelwan 8-13 dapat ditemukan 86% meskipun menggunakan kultur
darah hanya 36% yang dapat ditemukan S.typhi. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Surya tahun 2006 yang melakukan penelitian
denganmembandingkan tubex dengan Nelwan score ≥ 8 mendapatkan sensitivitas
100%, spesifisitas 90%, PVP 94%, NPV 100%51. Nelwan menyatakan dengan
score >13 adalah demam typoid.
Dari 29 subjek penelitian yang positif menggunakan typhidot rapid IgM
yang juga positif ditemukan kuman S. typhi pada pemeriksaan kultur darah hanya
sebanyak 11 subjek (38,%), Pada hasil yang negatif menggunakan typhidot IgM,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
kultur darahnya juga negatif, tidak ada yang subjek yang positif dengan kultur
darah tapi dinyatakan negatif dengan typhidot IgM artinya typhidot IgM dapat
dengan baik menilai subjek yang benar benar negatif. Ini dapat dilihat pada 4
subjek (13,8%) yang negatif menggunakan typhidot IgM ke 4 subjek (13,8%)
tersebut dengan kultur darah juga yang negatif. .Hossain MS menyatakan bahwa
rendahnya sensitivitas kultur darah dalam mendiagnosa demam tifoid disebabkan
karena pemakaian antibiotik.51 Nilai sensitivitas, spesifisitas NDP, NDP yang
didapatkan pada penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Khoharo tahun 2011, melakukan penelitian terhadap 76 kasus yang positif dengan
kultur darah mendapatkan 74 kasus yang positip dengan typhidot memiliki nilai
sensitivitas 96%, spesifitas 89,5 % dengan PPV 95%19. Beig.K.Farjana
memperoleh sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV dari typhidot IgM masing-
masing 74,4%, 100%, 100% dan 92,1%16 .Hossain MS menyatakan bahwa
rendahnya sensitivitas kultur darah dalam mendiagnosa demam tifoid disebabkan
karena pemakaian antibiotik 51 Hal yang sama juga dikemukan oleh Retnosari
dalam penelitiannya dari 10 subjek yang positif menggunakan antibiotik pada
penderita demam typoid sebanyak 7 subjek negatif kultur darhnya hanya 3 subjek
yang positif.52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa typhidot rapid
IgM memiliki sensitivitas yang cukup tinggi 100% dengan nilai spesifisitas
yang rendah 22%, Ini berarti bahwa typhidot rapid IgM belum dapat
digunakan sebagai uji diagnostik untuk menyatakan kasus yang benar- benar
terinfeksi demam tifoid demam tifoid, namun typhidot rapid IgM memiliki
kemampuan yang baik sebagai uji screening awal untuk menentukan kejadian
yang bukan demam tifoid, typhidot IgM mampu menyingkirkan kasus yang
benar-banar tidak terinfeksi demam tifoid dengan diperolehnya hasil
sensitivitas mencapai 100% dan NDN 100%.
6.2 SARAN
Studi ini akan lebih baik bila hasil yang positif menggunakan typhidot rapid
IgM tetapi tidak ditemukannya kuman S.typhi pada kultur darah dilakukan
pemeriksaan DNA dan RNA.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
DAFTAR PUSTAKA
1. Diagnosis of tyfoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis,
treatment and prevention of tyfoid fever. World Health Organization, 2003
2. Muliawan SY, Surjawidjaya JE, Diagnosis dini demam tifoid dengan
menggunakan protein membrane luar S.typhi sebagai antigen spesifik
CKD. 1999: 124: 11-3.
3. Dirtektorat Jendral PPM dan PL, Departemen Kesehatan Indonesia.
Pedoman pengendalian demam tifoid bagi tenaga kesehatan. Jakarta, 2003
4. Widodo D. Demam tifoid dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (Ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I FK-UI
5th edition. Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-
UI. 2009. P: 2797-2805.
5. Anonim. Profil Kesehatan Indonesia 2008, Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : 2009
6. Nasrudin, Hadi. U, Vitanata, Erwin AT, Bramantono, Suharto, dkk.
Penyakit infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, 2007.
7. Widodo D, Hasan I. Perkembangan diagnosis laboratorium demam.
8. Tifoid. Maj Ked Inones. 1999; 49: 256-62.
9. Tam FCH, Ling TKW, Wong KT, Leung DTM, Chan RCY, Lim PL. The
Tubex tes detects not only tyfoid-specific antibodies but also soluble
antigens and whole bacteria. J Med Microbiol. 2008: 57: 316-23.
10. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium
infeksi Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDIAI Cabang
Jawa Timur. Malang: IDAI Jawa Timur, 2005, hal 37-50.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
11. Darmowandowo W. Demam Tyfoid Dalam: Soedarmo SS, Garna H,
Hadinegoro SR, eds Buku Ajar Ilmukesehatan Anak: infeksi dan Penyakit
Tropis, Eds 1 Jakarta: BP FKUI 2002: 367-75.
12. Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru
W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
13. Keddy KH, Sooka A, Letsoalo ME, Chaignat CL, Morrissey AB, dkk.
Sensitivity and specificity of tyfoid fever rapid antibodi tess for laboratory
diagnosis at two sub-Saharan African sites. Bull World Health Organ.
2011; 89:640-7 (49).
14. KE. Choo, M. T. Davisa, A. Ismail, K. H Ong, Longevely of antibodi
responses to a Salmonella typhi-specific outer membrane protein:
interpretation of a dot enzyme immunosorbent assay in an area of high
tyfoid fever endemicity.
15. Hayat Atif Sitwat, Shaikh naila, Shah syed Iqbal Ahmed, Evaluation of
typhidot (IgM ) in early and rapid diagnosisi of tyfoid fever 2010.
16. Beig.K.Farzana K, Ahmad Faraz, Ekram Mohd, Shukla Indu, Typhidot M
and Diazo tes vis-à-vis blood culture and widal tes in the early diagnosis
of tifoid fever in children in a resource poor setting. 2010.
17. Begum Zohra, Hossain. Md. A, Shamsuzzaman AKM, Ahsan Md. M,
Musa AKM, Mahmud Md Chan Md, Sumona Asma A, Ahmed Salma,
Jahan N.A, Khaleque Md A. Evaluation Of Typhidot (IgM) for early
diagnosisi of Tifoid fever. 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
18. Siba.V, horwood. F.Paul, Vanuga.K, Wapling.J, Sehuko. R, Siba. M.
Peter, Greenhill. R, Evaluation of serological diagnostic test for typhoid
fever in Papua New Guinea using a composite resference standart. 2012
19. Khoharo Haji Khan, MBBS FCPS: A comparative study of the typhidot
(Dot – EIA ) and widal tes in blood culture positive cases of typhidot
fever.2009
20. Hayani CH, Pickering LK. Salmonella infections. Dalam: Feigin RD,
Cherry JD, penyunting. Textbook of pediatric infectious diseases, edisi ke-
3, Tokyo: WB Saunders Co, 1992.h.620-33
21. Bakteriologi Medik, Tim Mikrobiologi FK Unibraw, Agustus 2003, h:
223-235
22. Jawetz, Melnick & Adelberg, Virologi In Mikrobiologi Kedokteran, Buku
kedokteran ECG terjemahan Indonesia, edisi 23:2004:260-64.
23. Buku ajar Mikrobiologi Kedokteran, edisi revisi, editor: Staf pengajar
Bagian mikribiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 289-290
24. Schwartz E. Tyfoid and paratifoid fever. Dalam: Schwartz E, penyunting.
Tropical diseases in travelers. Edisi pertama. Singapore: Blackwell
Publishing, 2009. h. 144-51.
25. Butler T. Tyfoid fever. Dalam: Warren KS, Mahmoud AF, penyunting.
Tropical and geographical medicine, edisi ke-2. New York: Mc Graw-Hill
Information Services Co, 1990. H. 753-7.
26. Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC. Tyfoid fever.
Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-14, Philadelphia: WB Saunders Co,
1992. H. 731-4.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
27. Manson-Bahr PEC, Apted FIC. Tyhoid fever. In: Texbook of Manson’s
Tropical Dissease. 18 th Ed. London, Bailiere-Tindall, 1992: 381-8.
28. Keusch GT. Salmonellosis, in: Harrison’s principle of internal medicine
Isselbacher.
29. Olsen SJ, Pruckler J, Bibb W, My Thanh NT, My Trinh T, Minh NT, dkk.
Evaluation of rapid diagnostic test for tyfoid fever. J Clin Microbiol. 2004;
42: 1885-89.
30. Hook EW. Salmonella Species (including tyfoid fever) Mandal GL
Douglas RG, Bennet JE (eds) 3th Ed New York, Churchill livingstone
1990, 1700-14.
31. Mandall.B.K, Salmonella infection medicine international, 1992: 4395
32. Hans-Tandra, Suandoyo E. Aspek Imunologi Demam Tifoid. Medika 1986;
12(7): 633-9.
33. Bratawijaya KG. Antigen dan antibodi. Dalam: Immunologi dasar Edisi
III Jakarta. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1996: 16-
26
34. Suharyo-Hadisaputro. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap
kejadian perdarahan dan atau perforasi pada demam tifoid ( pendekatan
epidemiologi klinik ). Disertasi semarang 1990.
35. Tizart TR. The nature of antibiodies, in: An introduction. Tizart IR (eds)
Philadelphia Saunder collage Publishing, 1984: 79-103.
36. Benyamin E, Leskowitz S. Biological priorities of immunoglobulin, in :
immunology a short Course. Benyamin (eds) 2 eds. New York, wiley –
liss 1991b: 69-80.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
37. Soedarmo SPS, Garna H, Hadinegoro, Satari HI. Demam tifoid. Dalam:
Soedarmo SPS, Garna H, Hadinegoro, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi & pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012. h.
338-45
38. Thielman NM, Crump JA, Guerrant RL. Enteric fever and other causes of
abdominal symptoms with fever. Dalam: Mandell GL, Bennett JE, Dolin
R, penyunting. Principles and practice of infectious diseases. Edisi tujuh.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 2010. h. 1399-1409.
39. Perry CM, Tyfoid fever, N Engl J Med 2002: 347(22): 1770-82.
40. Olopenia LA, King AL. Widal agglutination tes 100 years later: still
plaqued by controversy. Postgrad Med J. 2000: 76: 80-4
41. W:www.reszonics .com /Typhidot. Reszon Diagnostics International Sdn,
Bhd.
42. Hoffman SL. Tyfoid fever. Dalam: Strickland GT, penyunting. Hunter’s
tropical medicine, edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991. h.
344-58
43. Sanchez-Vargas FM, Abu-El-Haija MA, Gómez-Duarte OG. Salmonella
infection: an update on epidemiology, management, and prevention.
Travel Med Infect Dis. 2011: 9: 263-77
44. Ley B, Thriemer K, Ame SM, Mtove G, Von Seidlein L, Amos B, dkk.
Assessment and comparative analysis of a rapid diagnostic test (Tubex®)
for the diagnosis of tyfoid fever among hospitalized children in rural
Tanzania. BMC Infect Dis. 2011; 11:1-6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
45. James S. Mechanism of pathogenesis of salmonellae: Linking in vitro,
Animal and Human studies. Diunduh dari www.jifsan.com diakses tanggal
10 April 2014
46. Olsen SJ, Pruckler J, Bibb W, My Thanh NT, My Trinh T, Minh NT, dkk.
Evaluation of rapid diagnostic test for tyfoid fever. J Clin Microbiol. 2004;
42:1885-89
47. Tam FCH, Ling TKW, Wong KT, Leung DTM, Chan RCY, Lim PL. The
Tubex tes detects not only tyfoid-specific antibodies but also soluble
antigens and whole bacteria. J Med Microbiol. 2008; 57: 316-23
48. Ismail TF. Rapid diagnosis of tyfoid fever. Indian J Med Res, 2006; 123:
489-91
49. Hutabarat GP. Pewarnaan (Staining). Dalam Utama ED. Siregar N. Sjah R
Lubis.Penuntun Praktikum Mikrobiologi Medik. Buku B. Medan.
Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. 2006. p ; 1 – 7.
50. Shetty N, Aorons E, Andrews J. General principles of antimicrobial
chemotherapy. Dalam: Shetty N, Tang JW, Andrews J, penyunting.
Infectious disease: pathogenesis, prevention, and case studies. Malaysia:
Blackwell Publishing, 2009. h.124-56.
51. Surya H, Setiawan B, Shatri H, Sudoyo A dan Loho T.
http:/pacbiotekindo.co.id/tubextf.html.
52. Hossain MS, Comparation study of widal tes and DOT enzyme
immunoassay for early serodiagnosis of tyfoid fever, Dhakka, Bangladesh,
Bangabandhu, Sheikh Mujib Medical University.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
53. Retnosari. S. Tumbeleka R. A. Akib. P. Awin. Hadinegoro. S.R .S.
Clinical and laboratory feature of tyfoid fever in chillhood. Department of
child health, medical school, University of Indonesia Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta. 2001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
Lampiran 1
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi /Siang Bapak /Ibu
Pada hari ini saya dr. Herawina Elisya saat ini sedang menjalani
pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK USU. Ingin menjelasakan kepada
Bapak /Ibu tentang penelitian yang akan saya lakukan berjudul “DETEKSI
ANTIBODI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN OUTER
MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50k-Da Salmonella typhi PADA DEMAM
TIFOID”. Penelitian ini di lakukan untuk mengetahu idiagnosa demam tifoid
secara lebih cepat dan tepat serta untuk mengetahui ada tidaknya tifoid karier pada
pasien.
Saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu ,nomor rekam medis, nama, umur,
jenis kelamin, temperatur, pekerjaan, alamat serta keluhan yang Bapak / ibu alami
. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel darah sebanyak 5 cc
Lokasi pengambilan darah di pembuluh darah lengan kiri yang akan dilakukan
oleh seorang yang sudah terlatih di bidangnya, sehingga resiko yang mungkin
timbul saat pengambilan darah akan sangat kecil.
Manfaat penelitian ini adalah untuk menegakan diagnosa demam tifoid
secara lebih cepat dan tepat sehingga pemberian terapi yang tepat dan dapat
diberikan dan menurukan terjadinya komplokasi dan kematian akibat penyakit
demam tifoid.
Penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya atau efek
samping bagi Bapak/ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang berbahaya atau
terjadi efek samping selama penelitian berlangsung saya akan bertanggung jawab
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
untuk memberikan pertolongan / biaya / pengobatan, membantu mengatasi
masalah / efek samping tersebut.
Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila
keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum
dapat dipahami Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.
Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/Ibu
memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapakan Bapak/Ibu
yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani l embar
persetujuan. Atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapakan terima kasih.
Nama : dr. HerawinaElisya
Telepon : 081370971519
Medan ………… 2015
dr. Herawina Elisya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP HAM MEDAN
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan
resikopenelitian yang berjudul “DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M
DENGAN ANTIGEN OUTER MEMBRANE PROTEIN 50k-Da
SALMONELLA TYPHI PADA DEMAM TIFOID” dan memahami bahwa
subjek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam
keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia
berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.
Medan ,……………………..2015
Mengetahui Yang menyatakan
Penanggung jawab penelitian Peserta Uji Klinik
( ) ( )
Saksi
( )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Lampiran 3
STATUS PASIEN
Data Pribadi
Nama :.....................................................................................
Umur : .......................tahun MR:..........................
Alamat :.....................................................................................
Suku Bangsa :.....................................................................................
Pekerjaan :.....................................................................................
Anamnesa
Keluhan Utama :.....................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
RPT :.....................................................................................
RPO :.....................................................................................
Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah :.................mmHg Berat Badan :..................kg
Tinggi Badan :................cm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
Data untuk menentukan demam tifoid
Nelwan score
Gejala klinis dan
symptom
Score Gejala klinis dan
symptom
Score
Demam < 1 minggu 1 Insomnia 1
Sakit kepala 1 Hepatomegali 1
Lemah 1 Spelenomegaly 1
Mual 1 Demam> 1 minggu 2
Anorexia 1 Bradikardia relative 2
Nyeri perut 1 Lidah typoid 2
Muntah 1 Melena 2
Gangguan.GI
motilitas
1 Gangguan kesadaran 2
Total score: …………………………………..
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
Lampiran 4. Data Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
Nama : dr. Herawina Elisya
NIP : 197303152006042005
Pangkat/Golongan : Penata Tk. I ( III/d )
Tempat/Tgl. Lahir : Membang muda15 Maret 1973
Suku/Bangsa : Mandailing / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Komplek Johor Residence Jl. EkaRasmi Gg. Eka Rosa
Blok 5A. Gedung Johor Medan.
II.KELUARGA
Nama Bapak : H. SyahriunAlfen S.
Nama Ibu : Hj. Aslina H.
Nama Suami : dr. Ziad Batubara MPH.
Nama Anak : 1. Fairuza alziwinindya Batubara
2. Zialdi atha rizki Batubara
3. Herzi aldiza Batubara
III. PENDIDIKAN
1. SDN 112286 Labuhan batu : Tahun 1979
2. SMPN-1 Rantau Prapat : Tahun 1985
3. SMA Al-Azhar Medan : Tahun 1988
4. Fak. Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara: Tahun 1991
5. Mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik
Medan, mulai : 01 Januari 2011 s/d Sekarang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
IV. RIWAYAT PEKERJAAN
1. CPNS di RSJD PemPropSU sejak 1 April 2005
2. PNS di RSJD PemPropSU sejak 1 April 2006 s/d sekarang
V. ORGANISASI
1. Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia)
2. Anggota PDSPATKLIN ( Perkumpulan Dokter Spesialis Patologi
Klinik).
VI. PELATIHAN/WORKSHOP
1. Workshop Biomolekuler: Pemeriksaan Biomolekuler dengan Teknik Light
cycler Realtime PCR, 9 Agustus 2010
2. The 7th PHTDI – Workshop : Hemophilia and Supportive Treatment in
Cancer, 7 Oktober 2011
3. The 7th PHTDI – Workshop : Thalassemia and Blood Transfusion, , 7
Oktober 2011
4. The 7th National Convention of the Indonesian Society of Haematology
and Blood Transfusion (PHTDI) : “The Malacca Strait Haematology-
Oncology Symposia
5. Workshop : Hemostasis. PKB Patologi Klinik - Regional Sumbagut, 14
Mei 2012
6. Simposium : PKB Patologi Klinik - Regional Sumbagut, 15-16 Mei 2012
VII. JOURNAL ILMIAH YANG DIPRESENTASIKAN SELAMA
MENJALANI PENDIDIKAN
1. Prevalence and risk factor of anemia among adolescen Denizli Turkey
2. Elevated heart fatty acid binding protein predict early
3. Recent trenf multi-drug resistence in Pseudomonas Aeruginosa
4. Dipstick urinanalisis screaning among asymptomatic school.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
5. Evaluation of the usefulness of a D-dimer test in combination with clinical
pretest probability score in the prediction and exclusion of venous
thromboembolism by medical residents.
6. Development of a multimarker assay for early detection of ovarian cancer.
VIII. TULISAN ILMIAH YANG DIBUAT SELAMA MENJALANI
PENDIDIKAN
1. Urettritis non gonococcus yang disebabkan oleh chlamidya Trachomatis.
2. Hipersensitivitas tipe I dan II.
3. Batu saluran kemih.
4. Infeksi pada fraktur terbuka yang disebabkan oleh Pseudomonas
Aeruginosa.
5. Hbe β Thalassemia
6. Ca ovarium
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
top related