copy of proposal bu eva.fix
Post on 24-Jul-2015
61 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN SENYAWA BIOAKTIF HASIL ISOLASI
HYDROID Aglaophenia cupressina Lamoureoux SEBAGAI BAHAN
SANITIZER PADA BUAH DAN SAYURAN SEGAR.
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor
Program studi ilmu pertanianJurusan teknologi pangan
Disusun dan diajukan olehEva JohannesP0100309026
Kepada PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
PROPOSAL PENELITIAN
PEMANFAATAN SENYAWA BIOAKTIF HASIL ISOLASI
HYDROID Aglaophenia cupressina Lamoureoux SEBAGAI BAHAN
SANITIZER PADA BUAH DAN SAYURAN SEGAR.
Disusun dan di ajukan oleh
Eva Johannes
Nomor pokok P0100309026
Menyetujui
Komisi pembimbing
Prof.Dr. Ir. Elly Ishak, M.ScPromotor
Prof. Dr. Hanapi Usman, MSKo-Promotor
Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEAKo-Promotor
Ketua Program StudiIlmu-Ilmu Pertanian
Prof. Ir. M. Saleh S. Ali, M.Sc.Ph.D.
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini aspek mutu dan keamanan pangan masih menjadi salah
satu masalah utama dalam produksi dan pemasaran buah dan sayuran segar. Mutu
buah dan sayuran yang tidak konsisten dengan tingkat kontaminan yang cukup
tinggi, merugikan perdagangan komoditas tersebut di pasar regional maupun
internasional.
Kasus penolakan produk pangan dari Indonesia 80% karena kotor atau
tidak higienis, yang menunjukkan bahwa penanganan keamanan pangan di
Indonesia belum optimal (Media Indonesia, 2005).
Minimnya penerapan teknologi produksi dan penanganan pascapanen
buah dan sayuran dengan tingkat kontaminan yang tinggi, mengakibatkan mutu
yang tidak konsisten. Jenis kontaminan yang menjadi perhatian utama saat ini
adalah mikroba, logam berat, dan residu pestisida.
Beberapa penelitian menunjukkan kontaminasi mikroba pada buah dan
sayuran masih di atas ketentuan yang dipersyaratkan yaitu 106-107 sel/g sampel
pada penanganan ditingkat petani dan pasar tradisional, sedangkan ketentuan
yang dipersyaratkan adalah 103 sel/g sampel. (Isyanti, 2001 dalam Winarti C., dan
Miskiyah (2010). Data FDA Amerika Serikat, penyakit asal pangan yang
disebabkan oleh kontaminasi mikroba menempati urutan pertama di atas racun
alami, residu pestisida, dan bahan tambahan pangan. (Media Indonesia, 2005).
1
Kontaminasi mikroba pada buah dan sayuran dapat berasal dari
penyemprotan atau air irigasi yang tercemar limbah, tanah dan kotoran hewan
yang digunakan sebagai pupuk. Mikroba yang sering mencemari buah dan
sayuran dan terdapat dalam air irigasi yang tercemar adalah Salmonella sp,
Escherichia coli, dan shigella sp. Cemaran akan semakin tinggi pada bagian
tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. (T. Djaafar dkk, 2007).
Tingkat kontaminan mikroba pada sayur segar cukup tinggi, untuk kubis
2,6 x 106 sel sampai 8,0 x 107sel/g, tomat 2,0 x 105 sel sampai 2,6 x 106 sel/g,
wortel 1,8 x 106 sel sampai 1,2 x 108 sel/g, selada 3,63 x 104 sel sampai 2,09 x 107
sel/g. Dari hasil uji beberapa sampel tersebut positif mengandung E.coli.. (BSN
2009b).
Marriot, dalam Winarti C., dan Miskiyah (2010) melaporkan , Salmonella
sp dapat tumbuh dan memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan
penyakit Salmonellosis, dengan jumlah bakteri 105-1010. Salmonellosis timbul 8-
72 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Sedangkan beberapa
starin E. coli dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan dengan
memproduksi enterotoksin, dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup
lama.
Menurut Sulaeman dan Nisa (2005),tingkat cemaran E. coli pada selada,
wortel, dan tomat dari Bogor cukup tinggi, yaitu 5,80 x 101 hingga 1,80 x 103
CFU/g ,padahal persyaratan kontaminasi E. coli dalam produk pangan harus
negatif (Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2004).
2
Sapers (2001), menyatakan kontaminasi mikroba patogen pada bahan
pangan terjadi mulai dari tahap pascapanen, panen, pengepakan, pengolahan,
distribusi hingga pemasaran.
Mengatasi kontaminan pada buah dan sayuran segar tidak cukup hanya
mengetahui tingkat kontaminasinya, tetapi dibutuhkan upaya lain misalnya
mengaplikasikan sanitizer yang terbukti efektif menurunkan mikroba kontaminan.
Hasil penelitian Johannes E., (2008) menemukan senyawa bioaktif dari hasil
isolasi hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux memiliki sifat antimikroba,
yang dapat dikembangkan sebagai bahan sanitizer.
Senyawa yang ditemukan oleh Johannes E., (2008) adalah senyawa dari
golongan asam karboksilat yaitu asam heksadekanoat (1%) dengan sifat
bakteriostatik (terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella thypi), dan
golongan alkaloid yaitu Aglao E. Unhas (1%) diduga suatu senyawa baru yang
memiliki sifat bakteriostatik (terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella
thypi), dan fungistatik (terhadap jamur Candida albicans dan Malazesia furfur).
Untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer harus memenuhi standar sanitizer
yang diinginkan.
Suatu bahan dapat digunakan sebagai bahan sanitizer jika memenuhi
persyaratan seperti toksisitasnya dapat diterima dan residunya pada produk akhir
tidak membahayakan kesehatan manusia. Selain itu efektifitas sanitizer,
dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia seperti waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH,
kesadahan air, kemampuan menginaktifkan mikroba. (Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2008).
3
Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi yang tepat dalam menghambat dan merusak struktur sel bakteri uji (
Salmonella thypi, dan E.coli ), serta sifat toksisitasnya dan kelarutannya dalam air
untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer.
.
B. RUMUSAN MASALAH
Belum diketahui sifat fisik-kimia dari senyawa asam heksadekanoat dan
aglao E. Unhas untuk digunakan sebagai bahan sanitizer. Sehingga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui :
1. Pada konsentrasi berapakah senyawa asam heksadekanoat dan aglao E. Unhas
dapat digunakan sebagai bahan sanitizer.
2. Bagaimana mekanisme kerja senyawa asam heksadekanoat dan aglao E.
Unhas merusak morfologi sel-sel uji.
3. Bagaimana sifat toksisitas dari senyawa asam heksadekanoat dan aglao E.
Unhas untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer pada buah dan sayur
segar.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Diketahuinya konsentrasi yang tepat dari senyawa asam heksadekanoat dan
aglao E. Unhas untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer.
2. Diketahuinya mekanisme kerja asam heksadekanoat dan aglao E.Unhas dalam
merusak struktur morfologi sel-sel uji.
4
3. Diketahuinya sifat toksisitas dari asam heksadekanoat dan aglao E.Unhas
untuk digunakan sebagai bahan sanitizer pada buah dan sayuran segar.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi tentang sifat bioaktif senyawa asam heksadekanoat
dan aglao E.Unhas sebagai bahan sanitiser pada buah dan sayuran segar.
2. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu Teknologi
Pangan.
3. Memberi pengalaman secara praktis dan teoritis bagi peneliti.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SENYAWA BIOAKTIF
Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia bahan alam yang mempunyai
aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Senyawa ini
terdapat secara luas di alam dan tidak terbatas, hingga saat ini penelusuran dan
pencaharian masih terus dilakukan. Banyak senyawa bioaktif berhasil diisolasi
dari hewan maupun tumbuhan, berguna sebagai insektisida, peptisida, antifungi,
antibakteri, dan antikanker. Bahkan beberapa diantaranya telah dijadikan molekul
rujukan “ lead compound” dalam industri pada dunia pertanian dan obat-obatan
(Rachmaniar, 2003).
Pemisahan komponen kimia dalam ekstrak organisme dapat dilakukan
dengan metode isolasi, berdasarkan sifat adsopsi dan partisi dari setiap komponen
tertentu.
B. KANDUNGAN KIMIA HYDROID
Berbagai senyawa aktif terkandung dalam nematocyst hydroid
aglaophenia cupressina Lamoureoux diantaranya adalah histamin, tridentatol A
yang merupakan suatu antioksidan kuat terhadap lipid peroksida dari LDL dan
secara signifikan lebih potensial dari vitamin E (Johnson, et al, 1999).
6
Hasil penelitian Johannes E., (2008) dari isolasi dan karakterisasi
metabolit sekunder hydroid aglaophenia cupressina Lamoureoux menemukan
tiga golongan senyawa dari fraksi n-heksan yaitu :
1. Golongan asam karboksilat yaitu asam heksadekanoat berbentuk kristal putih
kekuningan, dengan titik leleh 43˚C-44˚C yang memiliki 16 karbon dan 32
atom hodrogen, dengan sifat toksisitas sangat tinggi (LC50)= 29,54 µg/ml dan
bersifat antibakteri
Gambar 1. Asam Heksadekanoat
2. Golongan senyawa alkaloid yaitu aglao E.Unhas, di duga senyawa baru.
Berbentuk kristal putih, titik leleh 55˚C-56˚C, yang memiliki 15 atom karbon
dan 39 atom hydrogen, satu gugus NH dalam cincin heterosiklik, senyawa
tersebut memiliki sifat toksisitas cukup tinggi(LC50)=133 µg/ml dan bersifat
antimikroba.
Gambar 2. Aglao E. Unhas
3. Golongan senyawa steroid yaitu β-sitosterol berbentuk Kristal putih
(bening), titik leleh 138˚C-139˚C, tidak memiliki sifat antimikroba..
7
Gambar 3. β-sitosterol.
C. BAKTERI PATOGEN
Bakteri dapat menimbulkan penyakit dengan dua cara yaitu : Invasi
jaringan dan pembentukan toksin. Pada invasi atau perusakan jaringan, bakteri
langsung menginvasi sel epitel mukosa usus sehingga sel epitel rusak, terbuka dan
lepas. MIkroba yang menginvasi jaringan dikelompokkan atas mikroba
intraseluler dan ekstraseluler.
Mikroba intraseluler adalah mikroba yang tidak hanya tinggal di dalam sel
tetapi dapat hidup dan berkembangbiak dalam sel fagosit. Sel fagosit dapat pula
menginaktifkan mikroba serta mencegah terjadinya infeksi. Infeksi tidak terjadi
jika mikroba dapat dirusak oleh makrofag. Jika terjadi keseimbangan antara
bakteri dan sel fagosit terutama makrofag maka mikroba dapat bertahan dalam
keseimbangan ini selama bertahun-tahun.
Mikroba ekstraseluler merusak jaringan sewaktu berada di luar sel fagosit.
Kelompok mikroba ini tidak memiliki kemampuan untuk tinggal lama dalam sel
fagosit. Jika difagositosis, maka mikroba ekstraseluler dihancurkan.
8
Bakteri yang tidak memiliki kemampuan merusak, menghasilkan
eksotoksin. Toksin yang dikeluarkan mengubah ATP menjadi cAMP. cAMP
merangsang sekresi cairan usus tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel usus.
Cairan ini menyebabkan dinding usus akan berkontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas untuk mengalirkan cairan ke usus besar. Ada juga bakteri yang
mampu melakukan kedua infeksi tersebut. Melalui jalur manapun bakteri
menginfeksi akan menyebabkan gangguan sehingga kerja usus halus maupun usus
besar abnormal.
Tiga cara umum bakteri menginfeksi :
1. Kemampuan untuk menempel pada dinding mukosa usus. Untuk dapat
menyebabkan penyakit, suatu bakteri harus mempunyai kemampuan untuk
melekat pada dinding mukosa usus. Sebab jika tidak, bakteri akan terbawa
bersama aliran darah. Perlekatan ini dibantu oleh adhesions yaitu suatu protein
yang diekspresikan pada permukaan organisme.
2. Kemampuan untuk mensekresikan enterotoksin. Organisme yang bersifat
enterotoksigenik memproduksi polipeptida yang menyebabkan diare.
Polipeptida telah memiliki sifat sekresi sehingga memicu tubuh untuk
mengsekresikannya. Toksin akan disekresi tanpa menyerang sel mukosa usus.
3. Kemampuan untuk menginvasi yang menyebabkan kerusakan pada sel epitel.
Escherichia coli
Morfologinya berbentuk batang pendek, gram negative, ukuran 0,4-0,7µm
x 1,4µm, sebagian motil dan berkapsul. Bakteri E.coli secara normal terdapat di
9
dalam saluran pencernaan unggas. Sebagian besar bakteri E.coli termasuk dalam
galur non-patogenik sedangkan serotype E.coli yang patogen sekitar 10-15%.
Cara penyerangan: dengan membentuk toksin (toksin yang tahan panas/ST, toksin
tidak tahan panas/LT) dan kemampuan melekat pada usus halus.
Pembentukan dua macam toksin ini diatur oleh plasmid. E.coli penghasil
enterotoksin tidak memiliki kemampuan merusak, namun toksin ini diadsorbsi
oleh sel epitel. Toksin LT yang tidak tahan panas merangsang adenilsiklase untuk
mengubah ATP menjadi cAMP, sehingga mengeluarkan Cl- dan menghambat Na+
yang menyebabkan cairan banyak dikeluarkan.
Struktur tubuh E. coli
Bakteri E.coli secara normal terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-
anak dan orang dewasa sehat, dengan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g.
Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indicator kontaminasi fekal, dan dibagi dalam
dua kelompok yaitu : nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok
patogenik penyebab diare : EPEC (enteropatogenik Escherichia coli), ETEC
10
(Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichiacoli), dan
VTEC (Escherichia coli penghasil Verotoksin).
Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang
disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tapi
EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis yang berkepanjangan yang
mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan penyakit pada bayi
dan anak-anak dibawah usia 3 tahun.
Penyakit yang disebabkan oleh ETEC merupakan diare berair dengan
kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk sangat berat, infeksi
oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare
yang disebabkan V. cholera, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab
utama diare pada bayi, juga diare pada orang yang mengadakan perjalanan ke
daerah dengan standar hygiene yang lebih rendah.
Grup EIEC menyebabkan diare secara klinis menyerupai diare basiler,
yang disebabkan olehShigella. Awal diare bersifat akut dan berair, disertai demam
dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja berdarah
dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga
darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan
berkembangbiak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel
yang terinfeksi mengalami lisis.
VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik
uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair,
diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare berdarah atau tidak ,
11
diikuti dengan munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tapi
paling sering pada anak-anak. VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi
dan hewan lain.
Salmonella typhi
Salmonella typhi adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram negative,
keluarga enterobacteriaceae, berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid,
paratifoid, dan penyakit foodborne. Species-species Salmonella dapat bergerak
bebas, fakultatif anaerob, menghasilkan hydrogen sulfide, dan rentan terhadap
berbagai antibiotik.
Salmonella typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever),
karena invasi bakteri kedalam pembuluh darah dan gastroenteristis yang
disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. S. typhi memiliki keunikan
hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Saat ini, 107 strain
organisme ini telah diisolasi, banyak mengandung berbagai karakteristik
metabolisme, tingkat virulensi, dan multi-gen resistensi obat yang menyulitkan
pengobatan di daerah-daerah yang resistensi adalah lazim. Identifikasi diagnostik
dapat dicapai dengan pertumbuhan pada MacConkey dan agars EMB, dan bakteri
yang ketat non-fermentasi laktosa.
12
Salmonella typhi
Bakteri Salmonella typhi yang mengkontaminasi makanan atau air minum,
akan berkembang biak di usus dan menyebar ke dalam aliran darah oleh sel yang
disebut fagosit mononuklear. Fagosit adalah sel dari system kekebalan tubuh yang
bertanggung jawab untuk membunuh bakteri dan virus. Salmonella typhi tidak di
nonaktifkan oleh sel-sel setelah dikonsumsi, bahkan mampu memperbanyak diri
dalam sel, lalu keluar dari sel ke dalam aliran darah, menyebar keseluruh tubuh
yang menyebabkan infeksi sistemik.
Bakteri dapat berpindah dari aliran darah ke dalam system limfatik,
kemudian ke jaringan lain dan organ organ utama tubuh. Selama invasi bakteri
daerah daerah yang paling terpengaruh adalah kantong empdu, hati , usus, dan
limpa. Perforasi dari dinding usus menyebabkan kebocoran dalam rongga perut,
sehingga mengakibatkan peritonitis yang sering menjadi penyebab kematian dari
demam tifoid. Komplikasi lain juga dapat terjadi mulai dari limpa pecah
meningitis, bahkan koma (Schneider R.Keith, et al., 2008).
Salmonellosis pada manusia umumnya terjadi melalui konsumsi makanan
yang terkontaminasi berasal dari hewan (daging unggas, telur dan susu), dan
13
sayuran hijau yang melewati produksi primer ke rumah tangga atau makanan
layanan perusahaan.
Resistensi terhadap obat fluoroquinolones muncul sebagai akibat dari
mutasi genom bakteri (DNA), resistensi terhadap antimikroba lain sering
menyebar melalui transfer DNA antar strain bakteri. Dalam beberapa kasus
resistensi multidrug (resistensi terhadap antimikroba beberapa strain bakteri yang
sama) ditransfer melalui salah satu bagian yang disebut plasmid.
Kontaminan mikroba pada Sayuran
Hasil penelitian kontaminan mikroba pada sayuran di beberapa sentra
produksi di Jawa menunjukkan kandungan mikroba pada sayuran segar sangat
tinggi, yaitu 106-107 sel/g sampel, pada penanganan ditingkat petani dan pasar
tradisional.
Tabel 1. Jumlah mikroba pada beberapa jenis sayuran segar
SayuranJumlah mikroba (sel/g) di tingkat
Petani Pasar BMR
Kubis 1,4 x 107- 3,1x 107 4,3 x 105- 4,6 x 107 0-103
Tomat 5,4 x 104- 1,7 x 106 3,3 x 104- 2,3 x 107 0-103
Wortel 1,8 x 105- 4,2 x 106 6,1 x 105- 5,7 x 107 0-103
Cabai Merah 5,7 x 105 5,4 x 105-2,2 x 107 0-103
Bawang Merah 8,4 x 106- 7,1 x 107 3,7 x 106- 4,7 x 107 0-103
Selada 3,6 x 104- 2,8 x 106 2,1 x 106- 2,1 x 107 0-103
Sumber: Munarso et al. (2005).
Salmonellosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella.
Jumlah bakteri yang dapat menyebabkan infeksi bergantung pada jenis Salmonella
dan keadaan kesehatan seseorang. Jumlah bakteri 105-1010 dapat menyebabkan
14
infeksi. Salmonelosis ditandai dengan sait perut, mual dan diare, kadang disertai
demam ringan dan sakit kepala. Salmonellosis timbul 8-72 jam setelah
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.
Beberapa strain Escherichia coli dapat menimbulkan penyakit pada
manusia dan hewan dengan memproduksi enterotoksin dan menimbulkan gejala
menyerupai kolera, menyerang sel-sel epithelium saluran usus dengan melakukan
adhesi dan kolonisasi pada saluran usus halus serta mengeluarkan enterotoksin.
Bakteri E.coli pathogen dapat menimbulkan gastroenteritis akut pada anak-anak
dan infeksi pada saluran pencernaan.Kontaminasi bakteri ini biasanya berasal dari
air yang digunakan untuk mencuci bahan makanan yang akan dikonsumsi maupun
peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan.
International Commision on Microbiological Specification for Foods
(ICMSF) (1996) merekomendasikan, sayuran yang akan dikonsumsi mentah
mengandung E.coli kurang dari 103 CFU/g, Salmonella harus tidak ada dalam 25
g sampel.
D. SENYAWA ANTIMIKROBA
Antimikroba adalah bahan atau obat yang digunakan untuk memberantas
infeksi mikroba pada manusia termasuk diantaranya antibiotika, antiseptika,
kemoterapieutika, dan pengawet.
Sifat-sifat antimikroba ideal adalah menunjukkan toksisitas selektif,
artinya obat harus bersifat sangat toksik terhadap mikroorganisme, tetapi relatif
tidak toksik terhadap sel hospes, mempunyai spektrum luas, tidak cepat
15
menimbulkan resistensi. Dalam penggunaan ada tiga faktor yang berperan, yaitu
mikroba sebagai agen patogen, hospes dalam hal ini manusia yang terinfeksi, dan
antimikroba sebagai obat.
Aktivitas antimikroba ditentukan oleh spektrum kerja, daya kerja,
konsentrasi minimum untuk inhibisi (KMI) dan potensi pada KMI. Suatu
antimikroba dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila KMI terjadi pada
kadar antimikroba yang rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat
yang besar. Pada percobaan secara in vitro dengan metode difusi agar, hal ini
dapat dilihat pada besar diameter zona inhibisi pertumbuhan mikroba disekeliling
antimikroba. Jika pada kadar rendah dapat memberikan diameter zona inhibisi
yang luas dan bening disekeliling antimikroba, maka hal ini menunjukkan bahwa
antimikroba tersebut berpotensi tinggi terhadap mikroba uji yang digunakan.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dapat dibagi dalam lima
kelompok, yaitu: 1) Yang mengganggu metabolisme sel mikroba. Mikroba
mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi
metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat daripada enzim pada
kuman yang rentan. Contoh : beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamide,
dehidropteroat sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap
sulfonamide dari pada PABA.
2) Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotika yang
termasuk dalam kelompok ini seperti:penisilin, sefalosporin, basitrasin,
vankomisin, dan sikloserin. Antibiotik merusak dinding sel mikroba dengan
menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan
16
hilangnya viabilitas dan menyebabkan lisis. Dinding sel bakteri menentukan
bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap
perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya.
Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan, pada bakteri Gram-
positip struktur dinding selnya relative sederhana, sedangkan bakteri Gram –
negatif lebih kompleks. Dinding sel bakteri Gram-positif tersusun atas lapisan
peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan asam teichoic dan beberapa species
mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri Gram-negatif mempunyai
lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida,
fosfolipid, dan beberapa protein. Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri
merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada Gram-positif dan berperan
pada integritas Gram-negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen
ini dapat menyebabkan sel lisis dan kematian sel. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintase. Untuk menjaga sintesis
supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain.
3) Yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Antibiotik yang
termasuk dalam kelompok ini seperti : polimiksin, kolistin, amfoterisin B, nistatin.
Di bawah dinding sel bakteri adalah lapisan membrane sel lipoprotein. Membran
ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar
masuknya substansi dari luar ke dalam sel, serta pemeliharaan tekanan osmotic
internal dan sekresi produk akhir . Selain itu membran sel juga berkaitan dengan
replikasi DNA dan sintesis dinding sel.
17
4) Yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Antibiotik yang
termasuk dalam kelompok ini seperti : golongan aminoglikosida, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu
mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di dalam ribosom,
dengan bantuan mRNA dan tRNA. Berdasarkan koefisien sedimentasinya,
ribosom dikelompokkan kedalam 3 grup :
A. Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 60s
dan 40s.
B. Ribosom 70s, yang terdapat pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri
dari subunit 50s dan 30s.
C. Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai
ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotika.
Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30s dan menyebabkan kode
pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya
akan terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba.
5) Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh selaput sitoplasma yang bekerja sebagai
penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan fungsi pengankutan aktif
sehingga dapat mengendalikan susunan sel. Bila integritas fungsi selaput
sitoplasma terganggu misalnya oleh zat bersifat surfaktan sehingga permeabilitas
dinding sel berubah atau bahkan menjadi rusak, maka komponen penting seperti
protein, asam nukleat, nukleotida keluar dari sel dan sel berangsur-angsur mati.
(Wattimena, 1991).
18
Pada penelitian ini skrining aktivitas antimikroba dilakukan terhadap
bakteri E. coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella thypi. Dasar pemilihan
mikroba uji ini adalah karena ketiganya merupakan mikroba patogen yang sering
mencemari bahan pangan seperti pada buah dan sayuran segar.
E.coli Penyebab utama diare kronik dan tifoid merupakan bakteri anaerob
fakultatif gram negatif, Staphylococus aureus penyebab infeksi kulit dan
keracunan makanan merupakan bakteri kokus katalase gram positif. Sedangkan
Salmonella typhi penyebab penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi
bakteri kedalam pembuluh darah dan gastroenteristis yang disebabkan oleh
keracunan makanan/intoksikasi.
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan biakan mikroba uji adalah
Glukosa nutrient broth (GNB), medium ini berisi ekstrak daging, peptone sebagai
sumber protein dan glukosa sebagai sumber karbohidrat yang dapat menunjang
pertumbuhan bakteri maupun jamur sering disebut medium serbaguna. Untuk uji
dilusi padat digunakan medium glukosa nutrient agar (GNA) yaitu medium padat
yang diberi pemadat seperti agar
Pada tahap skrining aktivitas antimikroba, digunakan metode dilusi padat
karena karena metode ini menghemat waktu pengerjaan dan tidak mudah
terkontaminasi selama pengerjaan. Ekstrak dikatakan aktif jika pada konsentrasi ≤
1000 µg/ml mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji dengan tidak adanya
pertumbuhan mikroba pada permukaan media pertumbuhan. Mikroba uji
sejumlah 5 µl diratakan diatas media agar dengan menggunakan alat drigalsky,
karena ketelitian jumlah pengambilan ekstrak dan mikroba uji sangat diperlukan
19
untuk dapat membandingkan potensi ekstrak dalam menghambat pertumbuhan
mikroba.
Kloramfenikol dipilih sebagai kontrol positif pada uji aktivitas antibakteri
karena berspektrum luas yaitu efektif untuk bakteri gram positif dan gram negatif
serta mikroorganisme lain (Mycek, 2001), dengan mekanisme menghambat
sintesis protein, mencegah ujung aminoasil tRNA bergabung dengan peptidil
transferase (enzim yang menghubungkan asam amino dengan rantai peptide
selama proses sintesis protein) (Olson, 2004). Bersifat larut dalam lemak sehingga
menembus sel bakteri. Antibiotik ketokonazol digunakan sebagai kontrol positif
pada uji aktivitas antijamur. Ketokonazol merupakan senyawa turunan imidazol,
aktivitasnya menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur dan
mempengaruhi biosintesis ergosterol, sterol pada membran fungus (Olson, 2004).
Hasil penelitian Johannes E., (2008). Senyawa asam heksadekanoat
memiliki sifat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella thypi
pada konsentrasi 1% . Sedangkan senyawa aglao E.Unhas memiliki sifat
antimikroba. Menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus danSalmonella
thypi , juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dan Malazesia
furfur pada konsentrasi 1% .
E. SANITIZER
Sanitizer adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kontaminan mikroba,
yang sedang tumbuh hingga 99,9%. Bahan yang dapat digunakan sebagai
antimikroba beragam jenisnya, antara lain ; antiseptis, desinfektan, dan detergen.
20
Suatu bahan dapat digunakan sebagai sanitizer jika memenuhi persyaratan
seperti toksisitasnya dapat diterima dan residunya pada produk akhir tidak
membahayakan kesehatan manusia.(Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2008).
Efektivitas sanitizer, terutama sanitizer kimia, dipengaruhi oleh beberapa
factor seperti waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH, kesadahan air, dan tingkat
serangan bakteri. (Marriot 1999, dalam Winarti C. dan Miskiyah , 2010).
Sanitizer yang ideal harus memiliki beberapa sifat, yaitu dapat
menghancurkan mikroba, aktivitas spectrum melawan fase fegetatif bakteri,
kapang dan khamir. Selain itu sanitizer juga harus tahan terhadap kondisi
lingkungan, yaitu efektif pada lingkungan yang mengandung bahan organic,
detergen, sisa sabun, pH, kesadahan air, dan mampu membersihkan bahan dengan
baik, tidak beracun, larut dalam air pada berbagai konsentrasi, bau dapat diterima,
konsentrasi stabil, mudah digunakan. (Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2008).
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai sanitizer dan dijual di
pasaran, tetapi sulit mendapatkan sanitizer yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan. Ini disebabkan beragamnya kondisi bahan, dengan cara kerja yang
berbeda-beda, dan jumlah sel mikroba yang akan dihancurkan.
Sanitizer kimia dikelompokkan berdasarkan senyawa kimia yang
mematikan mikroba, seperti klorin dan asam asetat. Klorin yang digunakan
sebagai sanitizer adalah hipoklorit, menyebabkan beberapa jenis bakteri menjadi
tidak aktif, dengan cara merusak membrane sel dan mempengaruhi DNA.
21
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan klorin 100-200 ppm mampu
mengurangi cemaran E.coli . Klorin telah digunakan dalam larutan pencuci buah
dan sayuran.(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Sanitizer untuk Buah dan Sayuran Segar
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian telah
mengembangkan sanitizer untuk buah dan sayuran segar, dengan menguji
penggunaannya pada selada, tomat, dan wortel, mampu meminimalkan
kontaminasi mikroba lain hingga 103 CFU/g, sedangkan E.coli dan Salmonella
hingga 0 CFU/g sampel. Kandungan kontaminan tersebut telah berada di bawah
batas minimum residu (BMR) sehingga sayuran aman dikonsumsi.(Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Residu atau kontaminan yang ada di permukaan buah dan sayuran dapat
dihilangkan melalui pencucian (pembilasan), penggosokan, dan hidrolisis.
F. KERANGKA PIKIR
Metabolit sekunder dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux
mengandung senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan sanitizer,
karena memiliki sifat antimikroba. (Johannes E.,2008). Senyawa yang diperoleh :
(1) adalah asam heksadekanoat dari golongan asam karboksilat yang memiliki
sifat toksisitas sangat tinggi (LC50) 29,54µg/ml dan bersifat bakteriostatik
terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
senyawa (2) adalah senyawa yang diberi nama Aglao E.Unhas diduga
senyawa baru, dari golongan alkaloid yang memiliki sifat toksisitas cukup tinggi
22
(LC50) 133,18 µg/ml dan bersifat bakteriostatik terhadap bakteri uji
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi, serta bersifat fungistatik terhadap
jamur uji Candida albicans dan Malazesia furfur.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui spectrum kerja
senyawa senyawa tersebut dalam merusak struktur sel bakteri, dengan
menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, dan
Escherichia coli , yang merupakan bakteri patogen , dan banyak mencemari
sayur dan buah-buahan segar seperti selada, kembang kol, kubis, wortel dan
tomat.
Untuk digunakan sebagai bahan sanitizer perlu ditentukan konsentrasi
yang akan digunakan. Berdasarkan hasil uji toksisitas yang diperoleh dapat
ditentukan secara fitokimia konsentrasi yang tepat dengan nilai toksisitas yang
dapat diterima atau aman bagi kesehatan dan kelarutan senyawa tersebut dalam
air.
23
24
Senyawa Bioaktif
Hydroid Aglaophenia cupressina L.
Antimikroba
Penentuan konsentrasi Toksisitas Kelarutan dalam air
Sanitizer Buah dan Sayuran
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental, dengan menggunakan senyawa hasil isolasi dari Hydroid
Aglaophenia cupressina Lamoureoux, dengan tahapan: uji antibakteri, penentuan
konsentrasi senyawa yang digunakan, uji kelarutan dalam air, uji toksisitas,
aplikasi senyawa sebagai sanitizer pada buah dan sayuran (mangga, strowberi ,
wortel,dan selada), penentuan waktu simpan. Analisa data menggunakan
rancangan acak lengkap factorial.
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat-alat yang digunakan
Alat-alat gelas, botel pengencer, cawan petri, chamber, corong buchner,
drigle sky, inkubator, labu ukur 50 ml, laminar air flow, lampu spritus, timbangan
analitik, timbangan kasar, vial, mikropipet (100-1000 µl), seperangkat alat SEM
(Scanning Electron Microskope),
2. Bahan-bahan yang digunakan
Senyawa asam heksadekanoat, senyawa aglao E. Unhas, biakan murni
(Echerichia coli, Salmonella thypi) DMSO (Dimetil sulfoksida) (E.Merck),
ketokonazol (PT. Sanbe), kloramfenikol (PT Alpharma), NaCl fisiologis 0,9%,
medium GNA (glukosa Nutrien Agar), medium NA (Nutrien Agar), medium NB
25
(Nutrien Broth), medium MHA (Muller Hinton Agar) (oxoid), Hewan Mencit,
buah dan sayuran segar (mangga, Strowberi, wortel, dan selada).
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2012, bertempat di laboratorium
Kimia organik Fakultas MIPA Unhas dan mikrobiologi Jurusan Biologi Unhas
serta Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Unhas. Mikroskop Elektron Scan
(MES) dilakukan di pusat Penelitian Kimia, LIPI Serpong.
C. PROSEDUR KERJA
TAHAP 1.
1. Persiapan Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Echerichia coli, dan
Salmonella thypi .Masing-masing bakteri berasal dari biakan murni diambil satu
ose diinokulasi dengan cara digores pada medium Nutrient Agar (NA) miring, dan
diinkubasi pada suhu 37ºC selama ± 24 jam.
2. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri Echerichia coli, Salmonella thypi. yang telah diremajakan selama
± 24 jam, masing-masing diambil satu ose disuspensikan ke dalam larutan NaCl
fisiologis steril 0,9%. Kemudian dilakukan pengenceran suspensi bakteri uji
hingga diperoleh transmitan 25% pada spektrofotometer, dengan panjang
gelombang 580 nm. Sebagai blanko digunakan NaCl steril 0,9 %.
26
3. Pembuatan Larutan Kontrol Bakteri
Larutan kontrol positif menggunakan klorampenikol dan sebagai kontrol
negatif digunakan DMSO (Dimetil Sulfoksida).
4. Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar
Medium Muller Hinton Agar (MHA) steril dituang secara aseptis ke dalam
cawan petri sebanyak 20 ml dan dibiarkan menjadi padat sebagai lapisan dasar
atau”base layer”.Setelah itu dimasukkan susupensi bakteri uji masing-masing 1 ml
ke dalam 10 ml medium di atas lapisan base layer dan dibiarkan setengah padat
sebagai lapisan pembenihan atau “seed layer”, setelah itu 6 buah pencandang
dengan diameter 5 mm,diameter luar 8 mm, tinggi 10 mm diletakkan secara
aseptis dengan pinset steril pada permukaan medium dengan jarak pecandang satu
dengan yang lain 2-3 cm dari pinggir cawan petri,disimpan pada suhu kamar.
Masing-masing pecandang diisi dengan 0,25 ml senyawa asam
heksadekanoat pada konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Demikian pula larutan
kloramfenikol sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif, masing-
masing 0,25 ml.Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam dan 48 jam.
Hal yang sama dilakukan untuk senyawa aglao E.Unhas.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter hambatan pertumbuhan
bakteri di sekeliling pencadang dengan menggunakan jangka sorong, untuk
melihat kemampuan senyawa senyawa tersebut dalam menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Hasil pengukuran daya hambat pada 24 jam dan 48 jam ditabulasi dan
dianalisis.
27
5. Pengaruh Terhadap Morfologi Sel dengan SEM (Scanning Electron
Microscopy) (Belguith, et al. 2009 )
Analisis kerusakan morfologi sel dimaksudkan untuk mempelajari
perubahan morfologi dan struktur sel dari E. coli, dan Salmonella thypi akibat
pengaruh metabolic dari hydroid. Perubahan yang diamati diantaranya perubahan
penampakan sel secara umum, ketebalan dinding sel, dan lainnya yang dapat
teramati. Alat yang digunakan adalah Mikroskop Elektron Scanning (SEM).
Metode SEM dilakukan dengan cara suspensi sel bakteri uji yang telah
diberi perlakuan asam heksadekanoat (3%), dan aglao E.Unhas (3%) diinkubasi
selama 24 jam pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm pada suhu
37oC . Setelah disentrifius pada 3500 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang
dan diambil pelet selanjutnya difiksasi dengan glutaraldehid 2,5% dalam (0,1 M
buffer sodium cacodilat pH 7,2) dibiarkan selama 1,5 jam, lalu dicuci dua kali
dengan buffer cacodilat 0,05M pH 7,2 selama 20 menit untuk masing-masing
perlakuan. Selanjutnya difiksasi dengan osmium tetraoxide 1% dalam buffer
cacodilat 0,05%, pH 7,2 selama 1-2 menit lalu dicuci dengan akuabides (DDH2O)
tiga kali masing-masing selama 2 menit, dihidrasi dengan etanol pada berbagai
konsentrasi 25, 50, 75 dan 100% sebanyak tiga kali masing-masing selama 10
menit. Spesimen diambil dan dilewatkan pada membran 0,2 µm untuk selanjutnya
direkatkan pada stub aluminium dan dilapisi dengan emas melalui proses vakum
(6-7 Pa) selama 20 menit. Sampel diamati di bawah Scanning Electron Microscop
tipe JEOL 5310.
28
TAHAP II
2.1. Penentuan Kelarutan Senyawa dalam air.
Karena senyawa asam heksadekanoat dan aglao E.Unhas yang diperoleh
dari fraksi n-heksan, maka dibutuhkan pelarut ……. untuk melarutkan senyawa
tersebut dalam air, sehingga dapat digunakan sebagai pencuci.
2.2. Uji Toksisitas
Berdasarkan sifat toksisitas senyawa asam heksadekanoat dan aglao
E.Unhas dengan nilai LC50 = 29,54µg/ml dan 133µg/ml pada Artemia salina
Linch, menunjukkan sifat toksik, maka perlu dilakukan uji toksisitas dengan
berbagai konsentrasi pada hewan uji (mencit) untuk mendapatkan konsentrasi
yang aman bagi kesehatan manusia, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pencuci pada buah dan sayuran segar.(mangga, strowberi, wortel, dan selada)
2.3 Pembuatan Larutan Pencuci
Pembuatan larutan pencuci berdasarkan hasil uji toksisitas yang aman bagi
kesehatan manusia
TAHAP III
3.1. Uji Mikrobiologis
Sebelum buah dan sayuran (mangga, strowberi, wortel, dan selada) diberi
perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji mikrobiologis dengan cara : a) Masing-
masing buah dan sayuran diambil 50 gram dan dihomogenkan dengan 50 ml
aquades steril. b). sampel diencerkan pada pengenceran 10-1, sampai 10-4. C)
masing-masing hasil pengenceran diambil dengan pipet sebanyak 1 ml sampel dan
dituangkan kedalam cawan petri steril, kemudian dituangi medium nutrisi agar
(NA) sebanyak 15 ml pada suhu 45 C lalu dihomogenkan. d). Cawan petri yang
29
berisi sampel diinkubasi pada 37C selama 24 – 48 jam. e). koloni bakteri yang
tumbuh diamati dan dihitung
3.2. Perendaman Buah dan Sayuran Segar
Buah dan sayuran ( mangga,strowber, wortel, dan selada ) masing masing
dengan perlakuan :a) tanpa perendaman (kontrol), dengan perlakuan b).Buah dan
sayuran direndam dalam larutan yang mengandung senyawa asam
heksadekanoat dengan konsentrasi (3 %), dan waktu perendaman,0 menit,1 menit,
2 menit, 3menit .( Ailouni Said, et al., 2006). c). Buah dan sayuran.direndam
dalam larutan yang mengandung senyawa aglao E.Unhas dengan konsentrasi
( 3%) dan waktu perendaman 0 menit, 1 menit, 2 menit, 3 menit, masing masing
diuji mikrobiologisnya untuk mengetahui apakah masih ada bakteri pada buah dan
sayuran tersebut.
3.3 Penirisan
Untuk mengeringkan pelarut yang ada pada buah dan sayuran
3.4 Uji Mikrobiologis
Dilakukan uji mikroorganisme selang penyimpanan selama 1, 2, 3, 4 hari
TAHAP IV
4.1. Pengemasan dan Penyimpanan
Masing masing buah dan sayuran dikemas dalam kantong plastic steril dan
disimpan dalam : a) Refrigerator (10C selama 7 hari), dan suhu kamar (37C
selama 7 hari). b) Uji mikrobiologis dilakukan setiap hari selama penyimpanan.
4.2.Analisa Data Menggunakan Rancangan Acak Lengkap.
Dengan parameter : konsentrasi, suhu, dan umur/masa simpan.
30
DIAGRAM PENELITIAN
konsentrasi 1%,2%,3%
Konsentrasi 3% bersifat bakteriosida.
31
Asam heksadekanoat
Aglao E.
Uji antibakteri(Salmonella thypi dan E. coli)
Microskop Electron Scan (MES): Perubahan penampakan secara umum. Ketebalan dinding Kerusakan bagian-bagian sel
Uji kelarutan dalam air dengan pelaraut asam asetat
Uji Toksisitas: Mencit
Perendaman Buah dan Sayuran dalam Larutan Sanitizer (0,1,2,3 menit)
Uji Mikrobiologis Buah dan Sayuran (Mangga, Wortel, Stroberi dan Selada) tanpa perlakuan
PenirisanUji Mikrobiologis
Pengemasan
Pembuatan Larutan Pencuci
Penyimpanan: Refrigerator (10C selama 7 hari) Suhu Kamar (37C selama 7 hari)
Uji Mikrobiologi selama penyimpanan
Konsentrasi yang aman
I
II
III
IV
DAFTAR PUSTAKA
Ajlouni Said, Hatigoran Sibrani, Robert Premier, and Bruce Tomkins. 2006. Ultrasonication and Fresh Produce (Cos Lettuce) Preservation. Journal of Food Science vol 71 Nr.2. Published on Web Institute of Food Technologists. JFS Food Microbilogy and Safety.
Anonim 2008. Menurunkan Kontaminasi Mikroba pada Buah dan Sayuran Segar. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian vol 30. No.6.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2009b. SIN 7388: Batas Cemaran Mikroba dalam Pangan. BSN, Jakarta.
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan .Nomor 6 Hal 4-5.
ICMSF (International Commision on Microbiological Specification for Food). 1996. Microorganisms in Food. 2 Sampling for Microbiological Analysis Principles and Specific Aplication 2nd Edition. Chapman and Hall, Glasgow.
Johnson, Karen E. Alexander Niels Lindquist and George Loo, 1999. Potential Antioxidant Activity of Dithiocarbamate related Compound from a Marine Hydroid (http://grande. Nal.usda.gov/ibids/index,php? Mode 2=detail & origin=ibids reference& therow=397262-diakses 5 Februari 2008).
Lay Bibiana W. dan Sugyo Hastowo. 2002. Mikrobiologi. Diterbitkan atas kerjasama dengan PAU-Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Hawley, L.B., 2003. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Cetakan 1, Hipokrates, Jakarta.
Johannes E., (2008). Isolasi, Karakterisasi da Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Dasar Antimikroba. Program PascaSarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Media Indonesia. 2005. 39 Produk Makanan Indonesia Ditolak di AS. Media Indonesia 12 Mei 2005:4.
Mycek, M.J., 2001.Farmakologi Ulasan Bergambar, Cetakan 1. Widya Media, Jakarta.
Madigam MT, Martinko JM , Dunlap PV, Clark DP.2008. Biology of Mircroorganisms 12th edition . San Francisco : Pearson.
32
Munarso, S.J., Misgiyarta, Syaifullah, Murtiningsih, Miskiyah, W. Haliza, E. Mulyono,S.Nugraha, A. Budiyanto. 2005. Identifikasi Kontaminan dan Perbaikan Mutu sayuran. Laporan Akhir. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Olson, J., 2004. Belajar Mudah Farmakologi, Cetakan 1, EGC . Penerbit Buku Kedokteran Jakarta.
Prescott LM, Harley JP, Klein DA., 2002. Microbiology. 5th ed. Boston: McGraw-Hill.
Rachmaniar, R., 2003. Antikanker Swinholide A dari spons Theonella Swinhoei. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol. 2 No. 4, 122.
R. Keith Schneider and Rence M. Goodrich. 2008. Dealing With Foodborne Illness:Typhoid Fever. Salmonella typhi. Journal Solution For Your Life.FSHNO514 University of Florida IFAS Extension.(http://edis.ifas.ufi,edu/fs.125).
Sapers, GM. 2001. Efficacy of Washing and Sanitizing Methods for Disinfection of Fresh Fruit and Fegetable Products. Food Technol. Biotechnol. 39(4): 305-311.
Sulaiman dan Nisa. 2005. Bahaya Biologis pada Bahan Pangan. (http://www.small,scrab,com/makanan dan gizi/652).
T. Djaafar dan Siti Raahayu., 2007.Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang di Timbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbangn Pertanian 26 (3).
Wattimena, J. R., 1991. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winarti C. dan Miskiyah. 2010. Status Kontaminan Pada Sayuran dan Upaya Pengendaliannya di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3)..
33
top related