contoh tugas besar pi
Post on 01-Mar-2016
41 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
I
I. PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara bahari yang mempunyai potensi perikanan yang sangat melimpah. Potensi sumber daya perikanan diperkirakan mencapai 6,5 juta ton per tahun termasuk didalamnya potensi perairan teritorial sebesar 4,5 juta ton. Produksi perikanan yang baru dicapai sekitar 30% atau 1,95 juta ton dari seluruh potensi yang ada dan telah dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi dan ekspor. Dari produksi perikanan tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan (Murtidjo, 2001).Tepung ikan merupakan salah satu komponen penting dalam penyusunan formulasi makanan ternak dan ikan. Apabila dilihat dari kualitas dan harganya, sebagai salah satu sumber protein hewani, tepung ikan memiliki kedudukan penting yang sampai saat ini masih sulit digantikan kedudukannya oleh bahan baku lainnya.
Tepung ikan digunakan dalam formulasi pakan dengan tingkat pemakaian berkisar 15% pada pakan ikan dan udang serta 5% pada pakan unggas. Apabila produksi pakan unggas mencapai 5 juta ton per tahun dan pakan ikan serta udang sebesar 2 juta ton per tahun, maka sedikitnya dibutuhkan 0,25 sampai 0,75 juta ton tepung ikan setiap tahunnya. Dari kebutuhan tersebut, 70% masih diimpor dari berbagai negara seperti Peru, Thailand, Denmark dan Chili. Impr tepung ikan Indonesia pada tahun 2000 menurut BPS adalah 87275 ton dengan nilai US$ 39,483 juta. Produksi pakan diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai 5,75 juta ton (Sulton, 2002).Ironisnya Indonesia sebagai negara bahari masih 90% mengimpor bahan baku. Harga tepung ikan impor sedikit lebih mahal dibandingkan produk lokal dengan kandungan protein dan kualitas yang sama. Harga tepung ikan lokal dengan kandungan protein 60% sebesar Rp. 4200 per Kg sedangkan produk impor berkisar Rp. 4700 sampai 5000 per Kg. Indonesia saat ini baru mampu memproduksi tepung ikan lokal sebanyak 33000 ton per tahun atau 9% dari kebutuhan industri pakan ternak. Teknologi produksi tepung ikan masih didominasi oleh skala kecil dan menengah dengan teknologi penepungan yang masih sederhana (Sultan, 2002).Indonesia sendiri sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan industri tepung ikan. Dari sumber daya demersal, diperkirakan sekitar 890 ribu ton dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi tepung ikan dan hanya sekitar 250 ribu ton yang dapat dimanfaatkan. Potensi ini belum termasuk sumber daya ikan pelagis kecil yang umumnya merupakan hasil tangkapan samping dan banyak dimanfaatkan dalam industri pengalengan dan penepungan (Anonymous, 1999).Ikan lemuru merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial dikembangkan sebagai bahan baku industri tepung ikan. Produksi rata-rata ikan lemuru mulai tahun 1990 sampai 1998 mencapai 121.521 ton dengan tingkat peningkatan rata-rata 5,63% per tahunnya. Ikan lemuru segar mempunyai nilai ekonomis rendah sehingga sangat jarang dipasarkan dalam keadaan segar dan lebih banyak diolah menjadi produk lain seperti terasi, kecap, ikan kaleng dan tepung.Kebijakan pemerintah dalam usaha memacu pendirian industri-industri tepung ikan telah dicanangkan sejak tahun 1973 dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian No. 428/Mentan/KI/1973 yang ditujukan kepada Gubernur di seluruh Indonesia dalam rangka meningkatan produksi tepung ikan nasional ini diarahkan dalam rangka penggalian dan pemanfaatan potensi perikanan bernilai ekonomis rendah atau produk-produk samping hasil pengolahan ikan lainnya sebagai bahan baku tepung ikan (Murtidjo, 2001).Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka pemanfaatan ikan lemuru sebagai bahan baku industri tepung ikan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam menambah pasokan tepung ikan nasional, mengurangi besarnya impor tepung ikan, meningkatkan nilai ekonomis ikan lemuru, membuka kesempatan kerja baru, menggerakkan roda perekonomian masyarakat serta dapat menambah Pendapatan Asli Daerah.1.2 Tujuan Penulisana. Memberikan gambaran pemanfaatan ikan lemuru sebagai bahan baku pengolahan tepung ikan dalam rangka mengembangkan industri tepung ikan di Kabupaten Jember.b. Menilai kelayakan industri tepung ikan dengan bahan baku ikan lemuru di Kabupaten Jember.II. ASPEK BAHAN BAKU2.1 Spesifikasi Bahan BakuBahan baku yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tepung ikan di Kabupaten Jember adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps). Ikan lemuru merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang banyak terdapat di perairan Indonesia terutama di perairan Jawa dan selat Bali. Ikan Lemuru mempunyai bentuk badan bulat memanjang, perut agak menipis dengan sisik duri yang menonjol. Warna badan bagian atas biru kehijauan, bagian bawah putih keperakan serta terdapat noda samar-samar dibawah pangkal sirip punggung bagian depan, sedangkan sirip lainnya tembus cahaya dengan moncong agak kehitam-hitaman. Ikan lemuru dapat mencapai panjang 23 cm namun umumnya hanya berkisar 8 14 cm. Komposisi kimia ikan lemuru ditunjukkan dalam Tabel 1.Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Lemuru
No.KomponenPersentase (%)
1.Protein21,30
2.Air67,28
3.Abu2,59
4.Garam0,15
5.Lemak8,44
Asam lemak omega-325,17
Sumber : Hanafiah dan Murdiah (1982)Ikan lemuru mempunyai nilai ekonomis yang rendah. Diantara jenis ikan pelagis kecil seperti ikan layang, ikan kembung, selar dan alu-alu, harga lemuru segar adalah yang terendah yaitu hanya sekitar Rp. 300 sampai Rp. 550. Oleh karena itu ikan lemuru lebih banyak diolah menjadi ikan kering, tepung ikan, kerupuk, terasi maupun produk-produk olahan lainnya.2.2 Ketersediaan Bahan Baku
Produksi ikan lemuru di Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun karena adanya faktor musim ikan. Walaupun telah terdapat perbaikan teknologi penangkapan ikan, pertambahan armada kapal maupun jumlah nelayan, faktor musim tetap signifikan dalam mempengaruhi produksi tiap tahunnya. Pada tahun 1999, produksi ikan lemuru sebesar 89.286 ton atau 3.3% dari total produksi perikanan di Indonesia pada tahun tersebut sebesar 3.682.444 ton. Konsentrasi utama ikan lemuru terdapat di perairan utara Jawa, selatan Jawa , Bali-Nusa Tenggara, selatan Sulawesi dan timur Sumatera. Produksi ikan lemuru di Indonesia secara lengkap terdapat pada Tabel 2.Tabel 2 . Produksi Ikan Lemuru di Indonesia Tahun 1990 1999No.TahunJumlah (Ton)
11990113515
21991145055
31992137022
41993122039
51994128202
6199598905
7199688589
81997138638
91998153965
10199989286
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (1999)
Sedangkan produksi perikanan laut total dan produksi ikan lemuru untuk setiap kawasan perairan pada tahun 1999 disajikan dalam Tabel 3.Tabel 3. Produksi Perikanan Total dan Ikan Lemuru pada Setiap Kawasan
Kawasan PerairanProduksi Perikanan Laut Total (Ton)Produksi Ikan Lemuru (Ton)
Barat Sumatera2842305126
Selatan Jawa15347511883
Selatan Malaka5377932048
Timur Sumatera29107615700
Utara Jawa67483419685
Bali Nusa Tenggara20870915251
Selatan Barat Kalimantan113452-
Timur Kalimantan1738001024
Selatan Sulawesi43511112494
Utara Sulawesi2694431913
Maluku Irian Jaya5402214162
Total3.682.44489286
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (1999)
Produksi perikanan laut total Jawa timur pada tahun 1999 sebesar 292983 ton dengan Jumlah ikan yang dijual segar sebesar 67,8% dan hanya sekitar 1% saja yang diolah menjadi tepung. sedangkan produksi ikan lemuru Jawa Timur mencapai 18251 ton atau 20,4% dari total produksi ikan lemuru Indonesia (Anonymous, 1999).
Kabupaten Jember merupakan salah satu penghasil ikan di Jawa Timur. Secara geografis, daerah ini berada di bagian selatan Jawa Timur dan berdekatan dengan salah satu daerah penghasil ikan utama di Jawa Timur yaitu Kabupaten Banyuwangi disebelah timur dan Situbondo disebelah utara. Daerah penghasil ikan utama di Kabupaten ini adalah Kecamatan Puger, yang letaknya 35 Km arah selatan kota Jember. Produksi Perikanan laut Kabupaten Jember tahun 1999 adalah 9573,40 ton. Dari jumlah tersebut 51,2% adalah ikan lemuru. Produksi ikan lemuru di Kabupaten Jember ditunjukkan pada Tabel 4.Tabel 4. Produksi Ikan Lemuru Kabupaten Jember 1995 - 1999NoTahunProduksi (ton)
1.19958120,7
2.19967540,3
3.19977860,5
4.19988447,2
5.19994899,4
Sumber : Statistik Jember (2002)
Kabupaten Jember dikenal sebagai daerah yang relatif stabil dalam produksi perikanan sehingga dapat memberikan harapan kontinyuitas dalam penyediaan bahan baku. Produksi ikan lemuru rata-rata dalam 5 tahun terakhir berkisar 7373,62 ton per tahun dengan produktifitas harian tidak kurang dari 22,69 ton. Pada musim dimana ikan susah diperoleh (paceklik), produktifitas harian lemuru masih mencapai 18 ton per hari. Hasil ini bisa ditingkatkan lagi dengan menjadikan nelayan Puger sebagai nelayan modern dengan penambahan armada kapal maupun alat penangkap ikan yang lebih baik. Walaupun ikan lemuru segar termasuk jenis ikan yang tidak ekonomis dijual dalam keadaan segar namun 80% dari produksi ikan lemuru terjual dengan harga antara Rp. 400 sampai Rp. 500 per sedangkan 20% dari jumlah produksi dimanfaatkan dengan baik untuk bahan baku pengolahan produk perikanan (Anonymous, 1999).Di Kabupaten Jember belum terdapat Industri-industri berbasis produk perikanan berskala besar seperti pengalengan ikan dan industri tepung ikan. Industri perikanan yang berkembang seperti terasi, petis, pindang, ikan kering, ikan asap, kerupuk, tepung ikan dan hasil olahan ikan lainnya kebanyakan masih berskala rumah tangga dengan teknologi yang sangat sederhana dan berorientasi untuk mencukupi pasar lokal. Apabila diasumsikan 66% dari jumlah ikan lemuru harian yang terjual pada kondisi normal dapat diperoleh atau setara dengan 83,3% pada musim paceklik bisa dicukupi, maka pendirian pabrik tepung ikan dengan kapasitas lebih dari 10 ton per hari sangat memungkinkan dilakukan didaerah ini.Disamping alasan kuantitas bahan baku yang cukup besar dan kontinyuitas bahan baku, terdapat beberapa alasan lain yang mendukung diantaranya, belum adanya industri menengah atau besar yang serupa di Jember atau dengan belum adanya pesaing yang serupa sehingga mempermudah penyediaan bahan baku maupun sarana lainnya, harga bahan baku yang relatif murah serta alasan Kabupaten Jember yang terletak relatif dekat dengan daerah-daerah penghasil ikan utama di Jawa Timur sehingga memungkinkan daerah tersebut sebagai penyangga bahan baku dan kemungkinan pengembangan kapasitas produksi dimasa mendatang. 2.3 Sistem Pengadaan Bahan Baku
Dalam menentukan sistem pengadaan bahan baku bagi pabrik tepung ikan maka terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain, kuantitas, kualitas, waktu dan musim biaya. Pemilihan sistem pengadaan didahului dengan mendefinisikan terlebih dahulu kebutuhan bahan baku berdasarkan faktor-faktor tersebut.Kuantitas. Jumlah bahan baku ikan lemuru yang dibutuhkan oleh pabrik tepung ikan cukup tinggi. Kebutuhan ini bersifat kontinyu dan dicukupi oleh suplai bahan baku dari nelayan di Kabupaten Jember.Kualitas. Pada dasarnya pabrik tepung ikan tidak membutuhkan mutu khusus ikan lemuru kecuali tingkat kesegaran bahan untuk mempertahankan kandungan protein bahan baku. Waktu. Kebutuhan bahan baku pabrik tepung dalam jumlah relatif besar terjadi secara terus menerus padahal suplai bahan baku ikan lemuru kadang kal mengalami penurunan akibat tiadanya musim ikan. Pada musi paceklik produksi ikan lemuru masih mencukupi untuk proses operasi pabrik sesuai kapasitas yang direncanakan.Biaya. Pabrik tepung ikan menghendaki biaya bahan baku yang murah. Harga bahan baku ikan lemuru relatif murah di Kabupaten Jember, namun kemungkinan harga ini dapat berubah jika musim paceklik tiba.
Berdasarkan definisi kebutuhan bahan tersebut maka sistem pengadaan bahan baku yang dipilih oleh manajemen pabrik tepung ikan adalah sistem contract farming. Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah sebagai berikut ;
Mengurangi resiko ketidakpastian suplai bahan baku. Resiko ini muncul apabila kebutuhan pasar (kemungkinan dari industri lain) mulai menggunakan bahan baku yang ada di Kabupaten Jember. Kemungkinan lain adalah permintan pasar yang meningkat pada saat musim paceklik tiba sehingga dapat mengurangi suplai bahan baku pabrik. Terjalinnya perasaan ikut memiliki nelayan terhadap pabrik tepung ikan sehingga secara sosiologis berdampak positif terutama dalam membantu keamanan pabrik Rencana pengembangan kapasitas pabrik dimasa mendatang memungkinkan disebabkan pabrik dapat membantu kepada nelayan dalam teknologi dan peralatan penangkapan ikan sehingga meningkatkan jumlah bahan baku.III. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN3.1 Bentuk Pasar
Industri tepung ikan dapat dijalankan berbagai pihak sedangkan pengguna produk tepung ikan terbatas pada industri maupun pihak yang bergerak dalam bidang pakan ternak, ikan dan udang, karena itulah bentuk pasar produsen yang dipilih adalah pasar persaingan sempurna dimana semua pihak mampu menjalankan industri ini dengan berbagai level kapasitas sedangkan pasar konsumen yang dipilih adalah pasar industri dalam negeri sebagai pasar utama.3.2 Permintaan dan Penawaran Tepung Ikan
Permintaan tepung ikan di Indonesia sebagian besar berasal dari industri pakan ternak, ikan dan udang. Sebagai salah satu komponen penting dalam formulasi pakan ternak, kebutuhan tepung ikan cenderung semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsumsi pakan dan makin banyaknya industri tepung ikan yang ada di Indonesia sementara produksi tepung ikan dalam negeri hanya mampu memenuhi 30 persen dari total permintaan yang ada. Tabel 5 berikut ini menyajikan perkembangan konsumsi pakan dan kebutuhan tepung ikan di Indonesia.Tabel 5. Konsumsi Pakan Ternak Indonesia 1996 2001
TahunKonsumsi / Tahun (Ton)Kebutuhan Tepung Ikan
19966,50 juta325000
19974,80 juta240000
19982,60 juta130000
19993,70 juta185000
20005,00 jua250000
20015,75 juta287500 (estimasi)
Sumber : Sultan (2002)
Indonesia sebenarnya sudah memiliki pabrik tepung ikan, namun produksinya masih sangat terbatas. Produksi tepung ikan Indonesia rata-rata baru mencapai 13233,2 ton per tahunnya atau sekitar 6% dari rata-rata kebutuhan tepung ikan nasional sedangkan sisanya atau sekitar 94% dipenuhi dengan cara mengimpor dari negar-negara penghasil tepung ikan. Produksi tepung ikan dalam negeri antara tahun 1994 sampai 1999 ditunjukkan oleh Tabel 6 berikut ini :Tabel 6. Produksi Tepung Ikan Indonesia 1994 - 1998
Tahun ProduksiVolume (ton)% Kenaikan
19948861-
19957770-12,30 %
19967132-8,210 %
199775796,267 %
199816457117,14 %
19993160092,02 %
Sumber : Instalasi Perikanan Laut Slipi, dalam Sultan (2002)
Selain dari dalam negeri, penawaran tepung ikan juga berasal dari luar negeri. Berikut ini adalah negara-negara produsen tepung ikan utama yang memasarkan produknya di Indonesia.
Tabel 7. Produksi Tepung Ikan Beberapa Negara (per 1000 MT)
Negara Produsen Utama199219931994199519961997
Chili126211431548161813751195
Peru1283162002443184419721663
Norwegia267250203231214253
Eslandia186194167183265279
Denmark355314348374297341
Afsel15114076453935
AS279318430393400410
Jepang430310270210180160
Total421344895485489847424336
Sumber : Infofish Internasional 1998 dalam Sultan (2002)3.3 Proyeksi PasarProyeksi pasar diperlukan untuk memperkirakan permintaan tepung ikan pada masa mendatang dengan menggunakan data empiris yang telah lalu. Proyeksi ini menunjukkan seberapa besar peluang pasar yang ada sehingga mempengaruhi besarnya kapasitas pabrik yang akan dibangun. Jika diasumsikan bahwa konsumsi pakan ternak seperti yang tercantum dalam Tabel 5 meningkat rata-rata 15% setiap tahun, maka dengan menggunakan metode peramalan trend liniear proyeksi pasar bagi kebutuhan tepung ikan untuk 10 tahun mendatang dapat diperkirakan. Besarnya proyeksi pasar sampai tahun 2012 ditunjukkan dalam Tabel 8. Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan Tepung Ikan Tahun 2003 - 2012TahunKonsumsi Pakan / Tahun (ton)Kebutuhan Tepung Ikan (Ton)
20037,60 juta380000
20048,70 juta435000
200510,1 juta505000
200611,6 juta580000
200713,3 juta665000
200815,3 juta765000
200917,6 juta880000
201020,2 juta1010000
201123,3 juta1165000
201226,8 juta1340000
3.4 Segmentasi dan Target Pasar (Market Segmenting and Targeting)Pasar utama dari produk tepung ikan terdiri atas industri pakan ternak atau pakan unggas, ikan dan udang kemudian industri non-pakan serta pasar konsumen non-industri. Dari ketiga segmen pasar tersebut, pasar sasaran adalah pasar untuk industri pakan sebagai pasar utama disebabkan permintaan industri akan tepung ikan paling tinggi dan selalu meningkat setiap tahunnya. Target pasar adalah seluruh industri pakan yang berada di Jawa dan Bali namun tidak menutup kemungkinan industri pakan diseluruh Indonesia. Hal ini didasarkan oleh beberapa alasan, yang pertama kebutuhan industri atas tepung ikan sangatlah tinggi, berapapun jumlah tepung ikan yang dijual akan terserap oleh industri pakan. Yang kedua karena adanya persaingan diantara industri tepung ikan didalam negeri untuk mendapatkan tepung ikan lokal karena harganya yang relatif murah dan kualitas yang sama dengan produk impor, dan yang ketiga karena produk tepung ikan adalah produk kering sehingga memungkinkan distribusinya mencakup seluruh wilayah Indonesia (Sahwan, 1999).Berdasarkan hasil proyeksi, kebutuhan tepung ikan dalam negeri sangat besar terutama kebutuhan tepung ikan sebagai pengganti tepung ikan impor yang persentasenya lebih dari 90 persen. Melihat begitu besarnya market space yang ada yang pada dasarnya masih jauh diatas produksi dalam negeri maka peluang pasar pabrik tepung ikan sangat baik dan prospektif.3.5 Situasi Persaingan Kebanyakan industri tepung ikan berada di Jawa Timur (muncar, Banyuwangi) dan Bali (Jembrana). Di Jawa Timur terdapat sekitar 20 industri tepung ikan dan sedikitnya 10 usaha sejenis di Bali. Beberapa daerah lain di luar sentra produksi tersebut bisa ditemukan di Jawa Tengah (Batang), Jawa Barat (Cirebon dan Subang). Untuk usaha serupa dengan skala kecil terdapat hampir pada tiap daerah penghasil ikan di pulau Jawa. Sedangkan di luar pulau Jawa bisa ditemukan didaerah Bitung, Sulawesi Utara. Di Sumatera Utara terdapat sekitar 7 usaha skala kecil dan menengah (Sahwan, 1999).
Jika dilihat dari jumlah industri tepung ikan dan kuantitas produk yang dihasilkan setiap tahunnya, produktifitas Indonesia sebenarnya masih sangat rendah jika dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang tersedia. Peningkatan produksi tepung ikan lokal akhir-akhir inipun belum sebanding dengan besarnya permintaan tepung ikan dalam negeri. Munculnya industri tepung ikan yang baru tidak akan mengurangi market share yang ada karena kebutuhan akan produk inipun setiap tahun terus meningkat. Karena itu bagaimanapun prospek industri ini sangat bagus, apalagi didukung oleh adanya kebijakan pemerintah untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan potensi kelautan sebagai salah satu sektor penggerak ekonomi dan penerimaan devisa, mengindikasikan bahwa industri berbasis kelautan memperoleh prioritas utama dalam orientasi pembangunan nasional saat ini.3.6 Posisi dan Harga Produk (Positioning dan Pricing)Produk yang akan dihasilkan adalalah tepung ikan yang mempunyai Kualitas Mutu I menurut SNI. Pertimbangan pokok penentuan posisi produk pada kualitas mutu I adalah sebagai berikut :
a) Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi ini adalah ikan lemuru segar sehingga tingkat kerusakan bahan minimal.
b) Menjamin service ability bagi industri pakan. Permintaan industri pakan yang memberikan kriteria mutu I apabila ingin menggantikan pasokan tepung ikan impor dengan harga yang tidak jauh berbeda. c) Tepung ikan lokal umumnya mempunyai kualitas mutu II atau III sehingga dengan keunggulan produk diharapkan produk lebih kompetitif dan dapat memasuki semua pasar industri pakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laboratorium Balai industri Semarang (1985), rata-rata kandungan kimia tepung ikan lokal adalah protein (44,15%), lemak (11,41%), air (8,88%) dan abu (24,33%). Spesifikasi mutu tepung ikan menurut SNI adalah ditunjukkan dalam Tabel 9 dan komposisi tepung ikan impor dari beberapa negara produsen disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 9. Kriteria Mutu Tepung Ikan
KomposisiMutu IMutu IIMutu III
Kimia :
a) Air (%) maks.101212
b) Protein Kasar (%) min.655545
c) Abu (%) maks.202530
d) Serat kasar (%) maks.1,52,53
e) Lemak (%) maks.81012
f) Ca (%)2,5 5,02,5 6,02,5 7,0
g) P (%)1,6 3,21,6 4,01,6 4,7
h) NaCl (%) maks.234
Mikrobiologi :
Salmonella (sampel 25 gr)NegatifNegatifNegatif
Organoleptik (nilai min)766
Sumber : Dewan SNI (1996)Tabel 10. Komposisi Tepung Ikan Impor dari Beberapa NegaraJenis IkanNegaraProtein (%)Lemak (%)Air (%)Abu (%)
HearingNorwegia Denmark66 - 746 - 106 - 96 10
AnchevyPeruChili60 - 706 - 106 - 1014 - 18
SardineAngela66 - 726 - 106 - 914 - 18
Sumber : Murtidjo (2001)Harga tepung ikan secara umum banyak ditentukan oleh persentase kandungan protein kasarnya. Tepung dangan rataan protein kasar yang tinggi akan semakin tinggi harganya. Harga tepung ikan lokal berkisar Rp. 3500 sampai Rp 3800 per Kg, sedangkan tepung lokal dengan kualitas I dapat mencapai Rp. 4200, per Kg. Harga tepung ikan impor berkisar Rp 4700 sampai Rp. 5000 per Kg. Harga tepung ikan yang digunakan dalam analisa finansial adalah Rp. 4200 per Kg (Sultan, 2002).IV. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS
4.1 Rencana Kapasitas PabrikKapasitas merupakan suatu kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu. Penentuan kapasitas pabrik tepung ikan yang akan didirikan menggunakan 2 pertimbangan :a. Berdasarkan besarnya peluang pasar (market space) dan besarnya pasar yang dapat dimanfaatkan (market share). b. Ketersediaan bahan baku ikan lemuru di Kabupaten Jember. Besarnya suplai bahan baku ditentukan berdasarkan produktifitas harian ikan lemuru di Kabupaten Jember.Permintaan pasar atas tepung ikan diperkirakan terus mengalami peningkatan sebesar 15% per tahunnya akibat peningkatan konsumsi pakan dalam bidang peternakan. Peluang pasar tepung ikan ditetapkan berdasarkan proyeksi pasar yang dihitung menggunakan metode trend linear, sedangkan market share ditentukan berdasarkan persentase dari peluang pasar yang ada. Market share dari tepung ikan ini sangat besar sekali karena 90% persen dari peluang pasar masih diimpor dan jumlah industri tepung ikan masih sangat terbatas.
Jumlah ikan lemuru yang terserap oleh industri kecil pengolahan ikan di Kabupaten Jember hanya 4,54 ton per hari (20%) dari total produksi harian ikan lemuru sedangkan 18,15 ton (80%) lainnya dijual di pasar lokal maupun luar daerah. Bahan baku yang akan dimanfaatkan diperkirakan adalah 66% dari jumlah ikan lemuru yang terjual sehingga kapasitas masukan (input) maksimal bahan baku pabrik tepung ikan direncanakan 12 ton ikan lemuru per hari. Jumlah ini sangat mungkin untuk direalisasikan karena tingkat persaingan untuk mendapatkan bahan baku dari industri sejenis lainnya belum ada.Kapasitas keluaran (output) dari pabrik tepung ikan apabila rendemennya adalah 35% adalah 4,2 ton per hari. Jika diasumsikan dalam setahun terdapat 300 hari kerja maka kapasitas tahunan pabrik mencapai 1260 ton per tahun. Selain tepung ikan, pabrik akan menghasilkan juga produk samping berupa minyak ikan mentah sebesar 600 liter per hari atau 180 ribu liter per tahun. Rencana produksi pabrik selama 10 tahun masa produksi pabrik dapat dilihat pada Tabel 11.Tabel 11. Rencana Kapasitas Produksi Pabrik Tepung Ikan
TahunRencana KapasitasKebutuhan Bahan Baku (Ton/hari)Jumlah Produksi (Ton/hari)Jumlah Produksi (Ton/tahun)
150%6,002,10262,5*
280%9,603,361008
390%10,83,781134
4 s/d 10100%12,04,201260
Khusus pada tahun 1, rencana produksi baru sebesar 50% dan lama hari kerjanya 125 hari dalam setahun. Hal ini disebabkan pada awal masa produksi masih banyak terdapat penyelesaian dan penyempurnaan sarana dan infrastruktur pabrik.4.2 Penentuan Lokasi Pabrik
Penentuan dan penetapan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dengan baik sebelum proyek diimplementasikan. Lokasi ini berhubungan dengan dengan bahan baku, fasilitas kelancaran produksi, kedekatan dengan daerah pemasaran, tenaga kerja yang siap pakai serta sarana dan prasarana transportasi.Pabrik yang akan didirikan berlokasi dikabupaten Jember dengan site desa Puger Kulon Kecamatan Puger. Kabupaten Jember dipilih sebagai lokasi pabrik dari beberapa alternatif lokasi yaitu, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Lumajang setelah melalui tahapan analisis pengambilan keputusan. Penentuan tingkat kepentingan kriteria/bobot dilakukan dengan metode komparasi berpasangan. Pemberian skor nilai untuk setiap pemilihan lokasi yang berhubungan dengan kriteria diberi nilai satu hingga sembilan. Nilai sembilan untuk sangat tersedia sekali dan nilai satu untuk sangat tidak tersedia. Beberapa faktor dalam pemilihan lokasi tersaji dalam Tabel 12 sedangkan penentuan lokasinya dengan teknik Bayes ditampilkan dalam Tabel 13 (Saaty, 1993).Tabel 12. Bobot tiap Jenis Kriteria Keputusan Pemilihan LokasiNo.KriteriaBobot
1.Ketersediaan pelabuhan pendaratan ikan 0,03
2.Biaya pemasarn0,04
3.Ketersediaan tenaga kerja0,05
4.Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi0,08
5.Perilaku komunitas0,12
6.Ketersediaan bahan baku0,17
7.Kebijakan pemerintah0,26
8.Biaya Bahan Baku0,26
Tabel 13. Penentuan Lokasi dengan Teknik BayesKriteriaBobotAlternatif LokasiBobot x Skor
ABCABC
10.033540.080.130.10
20.047750.250.250.18
30.055960.260.470.32
40.086370.470.230.55
50.127440.810.460.46
60.178621.371.030.34
70.266791.561.822.34
80.269882.342.082.08
Total Nilai7,156,486,37
Keterangan :A = Kabupaten Jember
B = Kabupaten Situbondo
C = Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember merupakan daerah yang tepat untuk lokasi pembangunan pabrik tepung ikan. Beberapa alasan yang mendukung keputusan tersebut adalah :
a) Biaya bahan baku yang relatif murah dengan ketersediaan yang sangat besar dan stabil.b) Kabupaten Jember terletak diantara Surabaya dan Denpasar sehingga memudahkan jalur distribusi pemasaran.
c) Perilaku masyarakat Jember yang sangat mendukung keberadaan industri tepung ikan didaerahnya sehingga menguntungkan dari segi kesinambungan bahan baku dan keamanan pabrik.d) Sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang memadai.
e) Adanya rencana pemerintah Kabupaten Jember membangun dan memperluas pendaratan ikan di Kecamatan Puger dan memproyeksikannya menjadi daerah maritim andalan Kabupaten Jember sehingga memungkinkan perluasan kapasitas dimasa mendatang.4.3 Teknologi Pengolahan Tepung Ikan4.3.1 Teknologi Proses Pengolahan Tepung Ikan Tepung ikan adalah suatu produk padat yang diperoleh dengan jalan mengeluarkan sebagian air atau seluruh lemak dari ikan atau limbah ikan. Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari ikan utuh atau limbahnya menjadi bentuk tepung ikan (Moeljanto 1992).
Teknologi pembuatan tepung ikan dapat dilakukan dengan menggunakan 3 metode proses yaitu, metode tradisional, proses kering (dry process) atau proses basah (wet process). Metode tradisional adalah cara yang paling sederhana. Metode ini bisa diaplikasikan apabila bahan bakunya merupakan ikan yang tidak berlemak (lean fish) atau kandungan lemaknya kurang dari 2 persen Tahapan prosesnya yaitu dengan cara mencincang ikan kemudian mengeringkannya dibawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering buatan. Cara ini sangat praktis dan sering diaplikasikan oleh kebanyakan masyarakat pesisir, namun tepung ikan yang dihasilkan umumnya berwarna agak gelap dengan kandungan protein yang telah jauh berkurang akibat mengalami kerusakan dan rawan kontaminasi terhadap salmonella maupun mikroorganisme lainnya (Anonymous, 1991).Proses kering (dry process) maupun proses basah (wet process) memiliki banyak kesamaan dalam tahapan prosesnya. Keduanya dipakai apabila bahan baku ikan yang diolah termasuk dalam kategori ikan berlemak (fatty fish) yaitu dimana kandungan lemak ikan lebih dari 2 persen. Tahapan proses kedua metode ini dimulai dari tahapan penyiangan ikan, perebusan ikan untuk mengkoagulasikan protein, dilanjutkan dengan pengepresan untuk memisahkan lemak dari daging ikan, kemudian dilanjutkan dengan penggilingan kasar, kemudian pengeringan dengan mesin pengering sampai kadar air sekitar 10% dan akhirnya dilakukan penggilingan tepung ikan. Pada Cara basah terdapat tahapan pengentalan cairan (liquor) hasil pengepresan untuk memperoleh padatan (solid) yaitu daging ikan yang terbuang akibat pengepresan. Cairan dikentalkan menjadi concentrated fish soluble kemudian mencampurkan kembali kepada press cake (padatan hasil pengepresan) baru kemudian dilakukan proses selanjutnya. Proses basah ini menghasilkan tepung ikan yang disebut whole meal. Kedua tipe proses tersebut dapat didesain menjadi sistem batch maupun kontinyu (Moeljanto 1992).4.3.2. Pemilihan Teknologi
Teknologi pengolahan tepung ikan yang dipilih adalah proses pengolahan cara kering (dry process) dengan sistem kontinyu. Pemilihan ini disebabkan karena beberapa alasan yaitu :1. Ikan lemuru yang digunakan sebagai bahan baku termasuk jenis fatty fish dengan kandungan lemak ikan 8,44 persen.2. Biaya yng digunakan untuk pengentalan liquor menjadi concetrated fish soluble cukup mahal (cost of recovery) sangat tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh.3. Perbaikan proses pengepresan dapat dilakukan untuk mengurangi kehilangan daging ikan dengan menggunakan alat pengepres terbaru yang dilengkapi penyaring solid.4. Kapasitas input ikan lemuru setiap hari cukup tinggi sehingga lebih efisien dilakukan dengan proses kontinyu disamping mampu mempersingkat waktu proses juga dapat mengurangi biaya tenaga kerja.Tahapan proses pengolahan tepung ikan sebagai alternatif teknologi yang dipilih secara lebih detail adalah sebagai berikut :a. Tahap 1 (persiapan) :
Ikan lemuru segar yang akan diproses dilakukan pengkondisian dengan cara melakukan pembuangan bagian-bagian yang rusak, memisahkan kotoran, pemotongan kasar untuk memperkecil ukuran ikan dan pencucian serta pengaturan jumlah ikan yang akan memasuki proses pemasakan. Peralatan yang dibutuhkan pada tahap ini adalah bak-bak pencucian, pisau, timbangan, skop dan pengangkut. Ikan lemuru yang telah siap diolah diletakkan pada konveyor untuk dilakukan pemasakan.b. Tahap 2 (Pemasakan)Ikan lemuru dimasak untuk menggumpalkan protein agar dalam pengepresan mudah dipisahkan dengan lemak. Perebusan dilakukan dengan suhu 100 1200C. Pemasakan dilakukan dengan menggunakan uap dan memakai sistem kontinyu dimana bahan dilewatkan alat pemasak selama kurang lebih 20 menit dan setelah keluar langsung memasuki tahap pengepresan. Alat yang dibutuhkan adalah mesin cooker yang dilengkapi dengan konveyor ulir yang berfungsi memindahkan bahan yang sedang dimasak (direbus) dari tempat pemasukan ke alat berikutnya yaitu alat kempa (press).c. Tahap 3 (Pengepresan)Tujuan pengepresan adalah untuk mengeluarkan cairan dan minyak dari daging ikan (solid). Proses ini berlangsung sekitar 10 menit. Cairan dan minyak yang keluar akan memasuki bak-bak penampungan. Alat yang dibutuhkan adalah mesin pengempa (press) yang berbentuk silinder dilengkapi saringan untuk mencegah padatan terbuang dan pencacah. Mesin ini mengempa dengan sistem ulir (screw type presser) ganda. Bahan yang telah dipress keluar melalui ujung screw dalam keadaan telah tercacah dan memasuki tahap penggilingan basah melalui konveyor.d. Tahap 4 (Penggilingan basah)
Bahan keluar dari mesin press dalam kondisi telah tercacah. Penggilingan basah berfungsi memperkecil ukuran agar mempercepat pengeringan. Alat yang diperlukan yaitu mesin penggiling sistem ulir dimana bahan melalui konveyor memasuki mesin selama kurang lebih 10 menit dan dengan menggunakan konveyor memasuki alat pengering.e. Tahap 5 (Pengeringan)
Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air bahan. Suhu yang digunakan selama pengeringan tidak boleh melebihi 1000C karena dapat menimbulkan kerusakan bahan. Pengeringan dilakukan secara bertahap dengan perlakuan suhu pengeringan yang berbeda-beda agar produk yang dihasilkan bermutu baik. Mesin yang dibutuhkan adalah Rotary drier berjumlah 4 buah yang dipasang secara seri. Alat ini berbentuk drum (tunnel) yang didalamnya dilengkapi dengan pipa-pipa ulir berfungsi untuk mengeringkan bahan sambil memindahkan bahan yang dikeringkan dari ujung yang satu keujung berikutnya menuju alat pengering selanjutnya. Pengering pertama bertekanan antara 6,5 7 Kg/cm2 dengan suhu sekitar 90 1000C, pengering kedua bertekanan 5,5 6 Kg/cm2 dengan suhu 80 900C, pengering ketiga bertekanan 4,5 5 Kg/cm2 dengan suhu 70 800C dan pengering keempat bertekanan 3 4 Kg/cm2 dengan suhu sekitar 600C. Setiap tahap pengeringan berlangsung selama 15 menit. Setelah bahan selesai dikeringan, dengan menggunakan konveyor bahan dipindahkan menuju mesin penggiling.f. Tahap 6 (Penggilingan Kering)
Tepung ikan yang keluar dari mesin pengering masih berbentuk gaplekan sehingga perlu dilakukan penggilingan kembali sampai lolos saringan 10 20 mesh. Alat yang digunakan berupa mesin penggiling (grinder) berbentuk drum yang berputar. Bahan memasuki mesin selama kurang lebih 10 menit untuk kemudian dibawa pada alat pengemas dengan menggunakan konveyor.
g. Tahap 7 (Pengemasan)
Tepung ikan yang telah digiling kemudian dikemas dalam kemasan 50 Kg. Alat yang digunakan adalah mesin pengemas otomatis dengan kapasitas 550 Kg per jamnya. (Anonymous, 1990).
Minyak ikan mentah yang merupakan produk samping pada tahap pengepresan ditampung dalam bak penampungan untuk memisahkan air dan minyak. Pemisahan dilakukan dengan cara yang sederhana dengan menggunakan prinsip perbedaan berat jenis antara air dan minyak. Alur proses pengolahan tepung ikan secara lengkap tersaji pada Gambar 1.
4.3.3 Keseimbangan Bahan
Rendemen pengolahan ikan lemuru menjadi tepung ikan rata-rata adalah 35 persen. Perubahan yang terjadi selama proses umumnya adalah perubahan-perubahan fisik khususnya perubahan kandungan lemak dan penurunan kadar air. Diagram keseimbangan bahan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1. Apabila 12000 Kg ikan lemuru dengan kadar air awal 65% diproses menjadi tepung ikan dengan cara dry process maka akan dihasilkan kurang lebih 4200 Kg tepung ikan dengan kadar air 10%. Sedangkan minyak ikan mentah (belum terolah) yang dihasilkan sebanyak 600 liter (Moeljanto, 1992).4.4 Mesin dan Peralatan Mesin dan peralatan yang diperlukan pabrik untuk menjalankan operasi pengolahan tepung ikan disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Kebutuhan Mesin/Peralatan, Kapasitas dan Spesifikasi
Jenis Mesin/PeralatanSpesifikasiKapasitas
Eff. (%)Jumlah (unit
A. Mesin Produksi :
- Cooker3 m (P) x 1,5 (D) ; 20 rpm 1523 Kg/jam851
- Presser3 m (P) x 1,5 (D) ; 30 rpm 166 Kg/jam801
- Rotary grinder I2,5 m (P) x 2,0 (D) ; 40 rpm900 Kg/jam851
- Drum drier6 m (P) x 1,0 (D) ; 40 rpm915 Kg/jam804
- Rotary grinder II2 m (P) x 0,9 (D) ; 20 rpm578 Kg/jam851
- Pengemas3 m (P) x 2 m (L) x 2,5 m (T) 550 Kg/jam851
B. Mesin Utilitas :
- Boiler1,5 m (D) x 2,5 m (T)--3
- Burner1,2 m (P) x 1 m (L)--3
- Diesel I,2,33 m (P) x 2,5 m (L)125 KVA803
- Diesel 42 m (P) x 1,3 m (L)25 KVA802
- Diesel 51 m (P) x 0,75 (L)2,5 KVA801
- Diesel 63 m (P) x 2,5 m (L)20851
- Konveyor4,5 m (P) x 0,6 m (L)--5
- Instalasi Listrik---1 set
- Instalasi air---1 set
- Instalasi Limbah---1 set
C. Peralatan Bantu :
- Sekop, keranjang, lori, timbangan, bak , pisau, dsb.
- Tangki solar3 m (P) x 2 m (D)3000 Liter-1
4.5 Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang diperlukan dalam proses pengolahan tepung ikan adalah 22 orang pegawai tetap termasuk kepala pabrik, tenaga produksi tetap dan bagian administrasi serta 23 orang pegawai lepas. Jika pabrik beroperasi pada kapasitas maksimal maka dibutuhkan jam kerja ekstra (lembur). Alternatif ini merupakan pilihan yang paling murah dibandingkan apabila harus membuat 2 kali jadwal shift sehingga meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kebutuhan tenaga kerja secara rinci terlihat pada Tabel 15.Tabel 15. Kebutuhan Tenaga Kerja Tetap dan Lepas PabrikSpesifikasi PekerjaanJumlah Tenaga Kerja (orang)
Tenaga Tetap Non-produksi :
Kepala Pabrik Kabid. produksi
Kabid. Pemasaran Kabid. administrasi dan keuangan
Staff Pemasaran dan promosi
Sekretaris
Tenaga administrasi
Satpam
Cleaning service11
1
1
1
1
6
4
2
Tenaga Tetap Produksi :
Kasi pengolahan dan limbah Kasi teknik dan pemeliharaan Kasi kontrol kualitas22
1
Total Tenaga Kerja Tetap23
Tenaga Produksi Lepas :
Proses persiapan Proses pemasakan dan pengepresan
Proses penggilingan Proses Pengeringan
Proses pengemasan
Diesel/genset, listrik dan air Pengelola air dan limbah
Sopir
Perlengkapan umum82
2
2
4
2
1
2
2
Total Tenaga Kerja Lepas25
Total Tenaga Kerja48
4.6 Penentuan Kebutuhan Ruang dan Lahan Pabrik4.6.1 Asumsi-asumsi dalam Penentuan Kebutuhan Ruang Pabrik
Kebutuhan ruang untuk produksi, non-produksi maupun lahan untuk halaman pabrik dan tempat berbagai fasilitas pendukung dihitung seefisien mungkin. Beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan ruang dan lahan adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan ruang untuk produksi adalah luas ruang minimal sesuai dimensi alat/mesin ditambah luas untuk kebutuhan alat-alat bantu ditambah space minimal untuk tenaga kerja dikalikan dengan allowance untuk aktivitas tenaga kerja.b. Besarnya Allowance yang diijinkan adalah 150 persen
c. Space minimal ditentukan berdasarkan analisa time motion study yang mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan tenaga kerja, kebersihan ruang, kontaminasi bahan, getaran, panas dan kebisingan mesin, ergonomika serta efektifitas kerja secara keseluruhan.d. Kebutuhan total areal pabrik adalah total kebutuhan ruangan produksi dan non-produksi dikalikan 200 persen.4.6.2 Kebutuhan Ruangan Produksi dan Non-ProduksiLuas ruangan yang diperlukan untuk proses produksi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 16 dan untuk ruangan non-produksi disajikan pada Tabel 17.Tabel 16. Kebutuhan Ruangan Produksi
Ruang ProduksiMesinJumlah MesinKebutuhan Luas Ruangan (m2)Allowance 150% (m2)
MesinPeralatan bantuSpaceSub-total
PersiapanJet pump11 x 23 x 3132436
Pemasakan + PengepresanCooker + PresserCooker : 1Presser : 13 x 23 x 22 x 4163654
Penggilingan 1Rot. Grinder12,5 x 22,5 x 2102030
PengeringanRot. Drier46 x 15 x 62781121,5
Penggilingan 2Rot. Grinder12,5 x 2,52 x 3,2921,732,5
PengemasanPengemas13 x 23,5 x 210,323,335
Total Kebutuhan 309
Tabel 17. Kebutuhan Ruang non- Produksi Jenis RuanganKebutuhan Ruangan (m2)
Genset/Diesel 125 KVA ; Diesel 25 KVA ; Boiler 1 ; Burner172
Boiler 2,3 ; burner 2,336
Instalasi listrik30
Gudang perlengkapan42
Ruang teknisi16
Gudang bahan jadi48
Laboratorium39
Space area250
Kantor dan administrasi90
Penampungan minyak18
Total Kebutuhan639
Pada Tabel 17 terdapat kebutuhan space area selain kebutuhan ruangan untuk tiap tahapan proses maupun ruangan lain sebagai pendukung proses, di dalam desain pabrik tepung ikan. space area merupakan ruangan kosong antara tahapan proses dalam pabrik yang berfungsi untuk pergerakan tenaga kerja, inspeksi, perawatan lalu lintas kerja lainnya. Untuk pabrik tepung ikan dengan sistem kontinyu menggunakan alat pengering seperti yang direncanakan maka diperlukan juga space area yang cukup luas untuk sirkulasi panas dan udara didalam ruangan pabrik
Kebutuhan areal total pabrik adalah dua kali dari total areal untuk ruangan produksi dan non-produksi seperti diperlihatkan pada Tabel 18.
Tabel 18. Kebutuhan Total areal Pabrik
Kebutuhan ArealLuas Ruangan (m2)
Ruang Produksi309
Ruang Non-Produksi641
Total 950
Total Areal Pabrik200% x 950 = 1900
Sisa areal dapat digunakan sebagai tempat fasilitas peralatan pabrik yang cukup maupun fasilitas pendukung lainnya. Pemanfaatan area pabrik secara keseluruhan beserta pemanfaataannya disajikan dalam Tabel 19 dan pada Lampiran VI. Tabel 19. Pemanfaatan Sisa Areal Pabrik
Areal / PemanfaatanLuas areal (m2)
Sisa areal950
Parkir90
Tandon air dan Tangki bahan bakar30
Kamar mandi dan Toilet24
Sumur12
Tempat ibadah45
Pengolahan limbah60
Pos Satpam16
Halaman673
4.7 Disain Operasi Kelistrikan Pabrik Tepung IkanPeranan listrik sebagai salah satu utilitas pabrik sangat penting dalam menunjang kelancaran berbagai proses produksi dan non-produksi. Di dalam sistem kontinyu, kebutuhan energi listrik untuk menggerakkan berbagai peralatan dan mesin-mesin pengolahan sangat besar. Berikut ini adalah gambar disain sistem suplai energi listrik terhadap mesin dan kebutuhan lainnya pada pabrik tepung ikan.
Gambar 2. Sistem Suplai Energi Listrik Pabrik Tepung Ikan4.8 Tata Letak Bangunan Pabrik (Lay out) Pembangunan pabrik tepung ikan di Kabupaten Jember direncanakan akan menempati areal seluas 1900 m2 (seribu sembilan ratus meter persegi) termasuk untuk antisipasi ekspansi tambahan pabrik apabila diperlukan. Untuk menentukan disain layout diperlukan analisa tentang hubungan keterdekatan antar aktifitas. Hubungan ini ditunjukkan pada Gambar 3 sedangkan lay out pabrik dapat dilihat pada Lampiran VI.
Gambar 3. Hubungan Keterdekatan Antar Aktifitas
Derajat hubungan keterdekatan hubungan menggambarkan seberapa urgen suatu tahapan proses terhadap tahapan proses lainnya dengan memnggunakan kriteria keterdekatan seperti yang telah ditetapkan. Hasil analisa dari berbagai kriteria ini kemudian disimbolkan dengan huruf yang mempunyai makna khusus seperti berikut ini :
A=Absolutely necessary (mutlak)
E=Especially Important (sangat penting)
I=Important (penting)
O=Ordinary (biasa)
U=Unimportant (tidak penting)
X=Undesirable (harus berjauhan)
Beberapa kriteria yang dipertimbangkan dalam menentukan derajat keterdekatan adalah sebagai berikut :
1. Urutan kerja
2. Penggunaan ruang yang sama3. Penggunaan tenaga kerja yang sama
4. Penggunaan energi dan utilitas yang sama5. Sensitifitas bahan (work in process) terhadap kerusakan selama proses6. Faktor kebersihan dan keamanan bahan7. Efek tahapan proses satu terhadap lainnya (getaran, panas, bising)
8. Kemudahan inspeksi dan pemeliharaan alat
9. Pertimbangan komunikasi efektif dan kerjasama antar unit kerja10. Efisiensi waktu kerja
11. Resiko kegagalan proses
Apabila hasil pada Gambar 3 tersebut ditabelasikan untuk melihat klasifikasi kepentingan antar setiap aktifitas maka akan diperoleh hasil seperti pada Tabel 20 berikut ini.
Tabel 20. Hubungan Keterdekatan Antar Aktifitas
No.Aktifitas/RuangDerajat Hubungan Aktifitas
AEIOUX
1Persiapan2,13-3,125,6,84,7,910,11
2Pemasakan1,3,7,13-4,125,6,8910,11
3Penggilingan I2,4,13-1,125,6,89,710,11
4Pengeringan3,75,913,2,6,8,1112110
5Penggilingan II-4,6,9113,2,1,8,137,1012
6Pengemasan95,84,10,113,2,1,13712
7Boiler + burner4,2-89,12,136,5,3,110,11
8Perlengkapan-68,4,9,105,3,2,1,11,12,13--
9Gudang bh jadi65,4,108,1173,2,1,1312
10Kantor-9,118,6-57,4,3,2,1,12,13
11Laboratorium-109,6,5,48-7,3,2,1,12,13
12Pengolah limbah--3,2,1,138,7,4-11,10,9,6,5
13Pengepresan3,2,1-12,48,7,6,5911,10
4.9 Penentuan Lama Waktu Operasi Pabrik Tepung IkanLamanya operasi pabrik tepung ikan ditentukan oleh lama waktu proses di setiap tahap. Tabel 21 berikut ini memperlihatkan waktu pada setiap tahapan sebagai dasar dalam menentukan jam kerja operasi setiap harinya. Waktu proses dihitung untuk setiap satuan tertentu bahan baku yang diproses secara kontinyu. Tabel 21. Lama waktu Proses Pada Tiap Tahapan
Tahapan ProsesLama waktu proses (menit)Waktu menuju Proses berikutnya (menit)
Persiapan202
Pemasakan202
Pengepresan102
Penggilingan Basah102
Pengeringan I202
Pengeringan II202
Pengeringan III202
Pengeringan IV202
Penggilingan Kering102
Pengemas20
Kebutuhan jam kerja efektif pabrik meningkat sesuai dengan peningkatan kapasitas pabrik. Jika diasumsikan jam kerja per hari adalah delapan jam, maka kelebihan jam kerja dihitung sebagai biaya lembur karyawan. Perincian jam kerja efektif tiap tahapan proses beserta kebutuhan jam lembur (extra time) pada berbagai tingkat kapasitas pabrik disajikan dalam Tabel 21.Tabel 22. Jam Kerja Efektif Pabrik Pada Berbagai Level Kapasitas
Tahapan ProsesLevel Kapasitas
50%80%90%100%
JamLemburJamlemburJamLemburJamLembur
Persiapan4,6-7,33-8-9,31,3
Pemasakan4,6-7,5-8,330,339,71,7
Pengepresan4,6-7,5-8,330,339,71,7
Penggilingan I6,3-919,71,7113
Pengeringan5,66-8,70,79110,32,3
Penggilingan II6,3-919,71,7113
Pengemasan4,66-7,3-8-9,331,33
Perlengkapan7,5-9,51,510,82,811,23,2
Boiler + Burner8,0-11,53,512,84,813,25,2
Jam Kerja Operasi / hari7,3 jam-10 jam6,7
jam10,6 jam10,9jam12 jam19,73jam
Jam kerja operasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 21 adalah lamanya pabrik beroperasi dalam satu hari untuk menyelesaikan semua aktifitas pengolahan. Sedangkan jam lembur adalah total waktu lembur untuk semua tahapan proses. Total jam lembur ini diperlukan untuk menghitung biaya lembur pada analisa finansial. Diagram Gantt Chart untuk jadwal waktu produksi dengan kapasitas 100% dapat dilihat pada Lampiran V. Evaluasi jadwal operasi ditentukan berdasarkan tahapan proses dengan waktu terpanjang yaitu tahap pengeringan selama 80 menit.4.10 Rencana Tahun Operasi Proyek Pabrik Tepung Ikan
Pabrik Tepung ikan direncanakan sudah mulai dioperasikan pada tahun 2004 sampai tahun 2013. Adapun tahapanoperasi pabrik dimulai dengan tahap persiapan, pembangunan dan konstruksi pabrik serta produksi tepung ikan. Karena pada awal tahun proyek (tahun ke-1) pembangunan dan penyempurnan konstruksi pabrik dan infrastrukturnya masih berlangsung maka pabrik hanya dapat berproduksi pada kapasitas 50%. Pada tahun kedua (tahun 2005) 80%, tahun ketiga (2006) 90% dan tahun ke-4 sampai ke-10 (tahun 2007 2013) pada kapasitas 100 persen.
V. ASPEK MANAJEMEN5.1 Struktur Organisasi
Salah satu cara untuk mencapai kemampuan mengelola suatu perusahaan yang baik adalah menentukan struktur formal organisasi. Adanya struktur organisasi yang jelas akan memudahkan para anggota organisasi melihat bagaimana organisasi disusun, sehingga masing-masing mengetahui tugasnya secara jelas dan dapat memecahkan berbagai persoalan dengan tepat.Struktur orgaanisasi mencerminkan hierarki dimana semua pihak yang tercakup didalamnya mempunyai konsekuensi logis berupa wewenang dan tanggung jawab. Struktur organisasi dibentuk sesuai tujuan organisasi, luas usaha, ketersediaan sumber daya manusia dan faktor- faktor lainnya. Jenjang hierarki ini juga mencerminkan alur pengambilan keputusan yang terjadi dalam sebuah organisasi (Umar. 2001).Struktur organisasi yang dipilih untuk menjalankan investasi pabrik tepung ikan yaitu struktur organisasi fungsional yaitu struktur organisasi yang dibentuk berdasarkan fungsi kerja pada tiap departemennya (departementalisasi). Sistem wewenang yang diambil adalah sentralisasi dengan alasan agar pengambilan keputusan dapat seragam untuk meminimalkan kompleksitas perusahaan. Secara garis besar rencana pengelolaan operasional pabrik tepung ikan dapat diidentifikasikan dalam 2 kegiatan utama yaitu :Kegiatan Operasional
Meliputi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan keuangan dan pemasaran. Kegiatan keuangan terdiri dari kegiatan pendanaan operasional, pembukuan dan pengendalian arus kas, sedangkan kegiatan pemasaran terdiri dari follow-up order, promosi dan pemasaran hasil produksi serta transportasi dan pendistribusiannya.Kegiatan Produksi
Meliputi kegiatan-kegiatan pengolahan hasil produksi, perencanaan produk dan pengendalian mutu, kegiatan pergudangan bahan jadi, pembelian serta kegiatan umum dan personalia.
Struktur organisasi pabrik tepung ikan yang akan didirikan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Organisasi Pabrik Tepung Ikan
5.2 Deskripsi Pekerjaan (Job description)Deskripsi pekerjaan dan jabatan sangat diperlukan dalam rangka mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan kunci, tujuan jabatan yang juga merupakan tanggung jawab pekerja dan kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan jabatannya (Umar, 2001).Berikut adalah deskripsi pekerjaan berserta tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan jenjang hierarki yang ada.
a. Kepala pabrik
Merupakan manager umum dan pemimpin tertinggi perusahaan dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Kepala pabrik bertugas mengkoordinasikan semua pekerjaan yang ada pada bidang produksi, administrasi dan keuangan serta pemasaran. Kepala pabrik adalah pengambil keputusan tertinggi dan sebagai motivator utama sumber daya manusia di lingkungan perusahaanb. Kepala bidang
Kepala bidang pada prinsipnya merupakan manager operasional pada departemen-departemen funsional yang dipimpinya. Kepala bidang ini bertanggung jawab penuh atas departemennya. Pabrik tepung ikan mempunyai tiga departemen utama yaitu, departemen administrasi dan keuangan, produksi dan pemasaran.
Kepala bidang administrasi dan keuangan, bertugas mengkoordinasikan kegiatan keuangan perusahaan dan pengawasan serta pencatatan/pembukuan atas kegiatan keuangan.Kepala bidang produksi, bertugas mengkoordinasikan, memberi pengarahan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan produksi dan penanganan limbah, operasional dan pemeliharaan mesin serta kualitas produksi.Kepala bidang pemasaran, bertugas merencanakan pemasaran produk, menetapkan strategi pemasaran, membina pasar, memperoleh informasi mengenai mengenai keinginan dan kebutuhan pembeli, kondisi pesaing dan berbagai masalah eksternal.5.3 Aspek Sumber Daya ManusiaTenaga kerja merupakan bagian dari keseluruhan proses produksi yang menjalankan setiap tahapan produksi. Dalam menentukan tenaga kerja tidak hanya keterampilan yang tinggi dan khusus, tetapi juga ketelitian dan kedisiplinan sedang jumlah tenaga kerja ditentukan seefisien mungkin. Oleh karena itu terdapat kualifikasi khusus tenaga kerja terutama tenaga yang termasuk dalam jenjang hierarki perusahaan.Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang dibutuhkan oleh pabrik etpung ikan direncanakan 48 orang, terdiri dari 23 pegawai tetap termasuk kepala pabrik dan kepala bidang serta 48 tenaga harian lepas. Kebutuhan ini relatif kecil jika dibandingkan dengan kapasitas yang ada tetapi karena sistem operasi pabrik adalah kontinyu sehingga masih sangat memungkinkan dilakukan. Tabel 23 menunjukkan kebutuhan tenaga beserta kualifikasinya.Tabel 23. Kualifikasi Jabatan Pada Pabrik Tepung Ikan
JabatanKualifikasi Pendidikan
Kepala PabrikSarjana (S1) Teknologi Pertanian/Kimia/Teknik Kimia/Teknik Industri
Kabid. Administrasi dan KeuanganSarjana (S1/D3) Manajemen / Akuntasi
Kabid. ProduksiSarjana (S1/D3) Teknologi Hasil Pertanian/Teknik Kimia/Teknik Industri
Kabid. PemasaranSarjana (S1/D3) Manajemen
Kasi Pengolahan dan LimbahD3 Teknologi Hasil Pertanian
Kasi Kontrol KualitasD3 Teknologi Hasil Pertanian
Kasi Teknik dan PemeliharaanD3 Teknik Mesin/Elektro
SekretarisD3 / SMU /SMK
Staff PemasaranSMU / SMK
Staff administrasiSMU / SMK / Sederajat
SatpamSMU / SMK
Pekerja Harian LepasSD / SMP / Sederajat
VI. ASPEK YURIDISAnalisa aspek yuridis dimaksudkan untuk meyakini apakah secara yuridis rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau tidak.Aspek yuridis menyangkut bentuk badan usaha yang dipilih beserta ketentuan-ketentuannya, izin usaha, izin lokasi yang berkaitan dengan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku.6.1 Bentuk Badan Usaha
Beberapa bentuk perusahaan di Indonesia dari tinjauan yuridisnya adalah sebagai barikut :
Perusahaan Perseorangan, merupakan perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh seseorang. Keuntungan yang diperoleh perusahaan adalak milik perseorangan dan kerugian perusahaan ditanggung oleh perseorangan juga. Perusahaan perseorangan umumnya mempunyai skala usaha terbatas.Firma, adalah bentuk perkumpulan usaha oleh beberapa orang dengan menggunakan nama bersama. Di dalam firma anggota bertanggung jawab sepenuhnya baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan pada pihak lain. Apabila perusahaan rugi maka kerugian ditanggung bersama termasuk dengan jaminan kekayaan pribadi. Apabila salah satu anggota keluar secara otomatis firma akan bubar.Perseroan Komanditer (CV), adalah bentuk perusahaan yang didirikan oleh beberapa orang yang masing-masing menyerahkan modalnya dalam jumlah yang tidak harus sama. Sekutu dalam Perseroan Komanditer ada 2 macam yaitu komplementer dan komanditer. Komplementer yaitu orang yang bersedia untuk mengatur perusahaan sedangkan sekutu komanditer adalah orang yang mempercayakan uangnya dan bertanggung jawab terbatas pada kekayaan yang diikut sertakan dalam perusahaan.
Perseroan Terbatas (PT), adalah suatu badan yang mempunyai kekayaan, hak dan kewajiban yang terpisah dari yang mendirikan dan yang memiliki. Tanda keikutsertaan seseorang memiliki perusahaan adalah dengan memiliki saham perusahaan. Makin banyak saham yang dimilikinya makin besar pula andil dan kedudukannya dalam perusahaan tersebut. Jika terjadi utang maka harta milik pribadi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas utang perusahaan tersebut tetapi hanya terbatas pada sahamnya.Koperasi, merupakan bentuk badan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi umumnya dibentuk berdasarkan persamaan tujuan anggota. Jenis usaha koperasi ini bermacam-macam antara lain, KoperasiProduksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Serba Usaha.Perusahaan Negara, adalah perusahaan yang semua modalnya berasal dari pemerintah atau pihak lain berdasarkan undang-undang. Tujuan dari pendirian perusahaan negara adalah untuk membangun ekonomi nasional menuju mayarakat yang adail dan makmur.(Umar, 2001).
Bentuk badan usaha yang dipilih dalam investasi pembangunan pabrik tepung ikan adalah PT (Perseroan Terbatas). Beberapa alasan mendasar yang melatarbelakangi pemilihan bentuk badan usaha ditunjukkan pad Tabel 24. Tabel 24. Alasan Pemilihan Bentuk Badan Usaha
Alasan PemilihanDeskripsi
Skala InvestasiMenengah
Jenis UsahaIndustri Pertanian
Kapasitas ProduksiMenengah
Resiko UsahaKecil dari aspek prospek pemasaran, bahan baku dan dukungan pemerintah daerah.
Penggunaan TeknologiTeknologi modern
Kerjasama Membutuhkan keterkaitan dengan instansi lain terutama dalam penyusunan kontrak kerja Banyak membutuhkan negoisasi dengan pihak lain dalam penjualan produk
Pembagian KeuntunganPembagian menurut jenis dan jumlah saham
Orientasi Masa DepanKemungkinan pengembangan kapasitas pabrik dan diversifikasi produk minyak ikan
6.2 Perizinan. Untuk melaksanakan proyek investasi pabrik tepung ikan ini ada beberapa izin yang diperlukan sebagai aspek hukum lainnya antara lain :a) Ijin dari Badan Koordinasi Penanaman Modalb) Ijin dari Departemen Perindustrian
c) Ijin lokasi dari Pemerintah Daerah
d) Ijin meendirikan bangunan pabrike) Ijin mendirikan bangunan kantor dan lainnya
f) Ijin Penggunaan tanah
g) Ijin gangguan
(Umar, 2001)VII. ASPEK FINANSIALPenilaian aspek finansial memberikan gambaran keadaan ekonomi dan keuangan perusahaan sebagai pertimbangan untuk merealisasikan pembangunan proyek industri tepung ikan. Beberapa hal yang akan dijelaskan antara lain anggaran biaya investasi beserta komposisi sumber dana, proyeksi pendapatan dan pengeluaran selama operasi proyek, proyeksi aliran dana serta penerapan beberapa indikator kelayakan finansial. Proyeksi dan analisis keuangan menunjukkan besarnya investasi dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan serta kemampuan pabrik tepung ikan membiayai seluruh biaya operasi termasuk pelunasan pinjaman selama sepuluh tahun (Nyoman, 1995).Indikator kelayakan finansial yang digunakan dalam evaluasi kelayakan pabrik tepung ikan adalah NPV (net present value), IRR (internal rate of return), B/C ratio (benefit cost ratio), BEP (break even point), Periode pengembalian modal (payback period) dan analisa sensitivitas.7. 1 Asumsi-Asumsi Penilaian Kelayakan Pabrik Tepung Ikan
Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisa kelayakan ini adalah sebagai berikut :1. Umur proyek ditetapkan selama 10 tahun berdasarkan umur ekonomis terpanjang dari alat yang digunakan.2. Pengaruh inflasi (peningkatan harga-harga) selama tahun proyek diabaikan dalam perhitungan. Penetapan harga didasarkan pada harga pada tahun awal proyek yaitu tahun 2004.3. Semua produk tepung ikan yang dihasilkan habis terjual.
4. Tingkat bunga yang digunakan sebagai discount rate (DF) adalah 18% dan diasumsikan tetap selama tahun proyek.5. Depresiasi dihitung menggunakan metode garis lurus (straight line methode).
6. Pada tahun pertama proyek, pabrik berproduksi dengan kapasitas 50%, tahun kedua 80%, tahun ketiga 90% dan tahun kempat sampai tahun kesepuluh 100%.7. Lama hari kerja selama setahun ditetapkan 125 pada tahun pertama dan 300 hari pada tahun kedua sampai tahun kesepuluh dengan lama kerja harian 8 jam.
8. Investasi total dihitung dari kebutuhan investasi pabrik ditambah modal kerja pada awal tahun proyek.
9. Pajak penghasilan ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1994 Pasal 17 tentang Pajak Penghasilan yaitu, Penghasilan sampai Rp. 25 juta dikenakan pajak 10%
Penghasilan antara 25 sampai Rp. 50 juta dikenakan pajak 15%
Penghasilan lebih dari Rp. 50 juta dikenakan pajak 30%
(Umarr, 2001)7.2 Kebutuhan Modal Investasi dan Sumbernya Investasi yang dibutuhkan pada permulaan tahun pabrik tepung ikan secara umum ditunjukkan pada Tabel 25, sedangkan kebutuhan investasi secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran.Tabel 25. Kebutuhan Modal Investasi Pabrik Tepung Ikan
Jenis InvestasiJumlah Dana
Aktiva :
1. Pra-Operasi50000000
2. Tanah94100000
3. Bangunan
Pabrik500000000
Kantor100000000
Infrastruktur100000000
4. Mesin dan Peralatan1737000000
5. Perlengkapan350000000
6. Utilitas225000000
7. Lain-lain400000000
Jumlah Aktiva3556100000
Modal Kerja :
1. Biaya Variabel 104731250
2. Biaya Tetap27300000
Jumlah Biaya Keja :132031250
Total investasi3688131250
Investasi total merupakan jumlah dari modal aktiva dan modal kerja. Besarnya modal kerja ditetapkan sama dengan biaya operasi untuk satu bulan pada tahun pertama. Sedangkan struktur modal terdiri atas modal sendiri berupa saham perusahaan dan modal pinjaman lunak dari bank selama 10 tahun angsuran dengan bunga 18% per tahunnya. Struktur modal selengkapnya disajikan pada Tabel 26.Tabel 26. Struktur Modal Investasi Pabrik Tepung Ikan
Sumber DanaJumlahPersentase (%)
Modal Sendiri
Investasi142244000038.57
Modal Kerja1320312503.58
Jumlah1554471250
Pinjaman213366000057.85
Total3688131250100
Pada Tabel 26 ditunjukkan bahwa modal sendiri mempunyai persentase total 42,15% terdiri dari 38,57% untuk investasi dan 3,58% untuk modal kerja, sedangkan jumlah pinjaman sebesar 57,85 persen. Pembayaran angsuran pinjaman (bunga dan cicilan pokok) direncanakan mulai tahun kedua sampai kesepuluh sedangkan bunga pinjaman 18% tetap dibayarkan pada tahun pertama. Karena kebutuhan pembayaran bunga pada tahun pertama sangat tinggi maka pada awal tahun tahun kedua pula dilakukan pinjaman lunak untuk 9 tahun dengan bunga 18% sebesar Rp. 407.824.425.7.3 Perhitungan Biaya Produksi
Biaya-biaya yang terlibat dalam perhitungan cash flow selama 10 tahun umur proyek dijelaskani sebagai berikut :
a. Biaya VariabelYang termasuk biaya variabel adalah biaya bahan baku, bahan bakar (solar), tenaga kerja lepas (TKL) dan biaya bahan pembantu.Biaya Bahan Baku. Biaya bahan baku meningkat linear sesuai peningkatan kapasitas pabrik. Harga bahan baku adalah Rp. 500 per Kg ikan lemuru. maka biaya bahan baku secara lengkap ditabelkan dalam Tabel 29.Biaya Bahan Bakar. Pemenuhan bahan bakar pabrik menggunakan solar sebagai pembangkit listrik tenaga diesel, burner maupun keperluan kendaraan operasional. Harga solar ditetapkan Rp. 1350 per liter. Kebutuhan solar untuk mesin diesel 125 KVA masing-masing adalah 10 liter per jam, diesel 125 KVA dan 120 KVA masing-masing sebesar 5 liter per jam dan untuk diesel 2,5 KVA sebesar 2 liter per jam. Kebutuhan solar Harian untuk 6 jenis diesel yang digunakan terlihat dalam Tabel 27 berikut ini :Tabel 27. Kebutuhan Solar Harian Pada Berbagai Level Kapasitas
Jenis Mesin/
KendaraanLevel Kapasitas
50%80%90%100%
JamJumlahJamJumlahJamJumlahJamJumlah
125 KVA (I)8.58511.211211.811813.2132
125 KVA (II)6.3639909.79711110
125 KVA (III)4.6468.8889.59510.3103
25 KVA1260126012601260
20KVA630735840945
2.5 KVA816102011221224
3 unit Burner8.525511.233611.835413.2396
2 Kendaraan850810081008100
Total605841886970
Tenaga Kerja Harian Lepas (TKL). Jumlah TKL total yang digunakan adalah 25 orang dengan jam kerja 8 jam per hari. Pada saat operasional pabrik terdapat tahapan proses yang setiap harinya membutuhkan lebih dari 8 jam sehari sehingga menuntut adanya lember (over time). Biaya lembur per jamnya ditetapkan Rp. 3000 per jam dengan ketentuan apabila lama kerja jam lembur kurang dari 0,5 jam dihitung Rp. 1500,- dan jika melebihi 0,5 jam baru dihitung Rp. 3000. Tenaga lembur untuk tahap pemasakan dan pengepresan dijadikan satupenghitungan demikian pula untuk tenaga lembur tahap penggilingan. Khusus tahap pengeringan, pada saat pabrik beroperasi pada kapasitas 100%, kebutuhan tenaga lembur tahap pengeringan bekerjasama dengan tahap pengemasan sehingga mengurangi jumlah tenaga lembur pada pengeringan menjadi hanya seorang. Secara lengkap penghitungan jam kerja lembur dapat dilihat kembali pada Tabel 22 sedangkan kebutuhan jumlah tenaga dan biaya lembur untuk berbagai kapasitas tiap harinya ditunjukkan oleh Tabel 28. Tabel 28. Kebutuhan Tenaga dan Biaya Lembur HarianTahapan ProsesLevel Kapasitas
50%80%90%100%
TKLBiayaTKLBiayaTKLBiayaTKLBiaya
Persiapan------418000
Masak + Press----1150016000
Penggilingan--130001600019000
Pengeringan--260002600017500
Pengemasan------29000
Perlengkapan--1450019000110500
Boiler + Burner--110500115000116500
Total Biaya---24000-37500-76500
Biaya Bahan Pembantu. Yang termasuk bahan pembantu diantaranya karung, cat dan tali. Pembelian bahan-bahan ini dilakukan per satuan unit tertentu. Kebutuhan harian bahan pembantu dditunjukkan oleh Tabel 29.
Tabel 29 berikut ini merangkum secara jelas kebutuhan biaya variabel harian dari tiap-tiap komponen variabel.Tabel 29. Biaya Variabel Harian Setiap Komponen Pabrik
Jenis Biaya VariabelKapasitas
50%80%90%100%
Bahan Baku
Jumlah Bahan600096001080012000
Harga500500500500
Total biaya3000000480000054000006000000
Bahan Bakar
Jumlah Solar605841886970
Harga1350135013501350
Total Biaya816750113535011961001309500
TKL
Upah312500312500312500312500
Lembur0240003750076500
Total Biaya336500350000389000
Bahan Pembantu
Karung :40000500006000070000
Cat10000200002000020000
Tali10000200002000020000
Jumlah Total 6000090000100000110000
b. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dipengaruhi peningkatan komponen variabel dari produksi. Apabila terjadi peningkatan maka lebih karena disebabkan kebutuhan aktivitas pabrik secara keseluruhan atau tuntutan-tuntutan khusus dari komponen tetap tertentu, jadi bukan semata-mata komponen variabel produksi. Peningkatan kapsitas pabrik secara riil akan mengakibatkan peningkatan biaya tetap sebagai konsekuensi logis peningkatan aktivitas dan kesibukan pabrik. Yang termasuk komponen tetap dan sangat sensirif mengalami perubahan adalah ongkos pemeliharaan dan operasi, gaji pegawai serta biaya overhead administrasi seperti listrik, telpon, kertas kantor dan sebagainya. Sedangkan tingkat depresiasi dan bunga umumnya jarang berubah. Gajji pegawai dalam analisa ini diasumsikan tetap. Biaya tetap pabrik untuk berbagai tingkat kapasitas diperlihatkan oleh Tabel 30 berikut ini.Tabel 30. Biaya Tetap Per Bulan Pabrik Tepung Ikan.
Jenis Biaya TetapKapasitas
50%80%90%100%
Operasi dan Pemeliharaan
Oli1875000247500027637503040125
suku cadang3125000502500056112506172375
Jumlah5000000750000083750009212500
% Peningkatan0.50.10.1
Overhead
Telpon & listrik750000125000013750001512500
Administrasi750000125000013750001512500
Jumlah1500000250000027500003025000
Peningkatan0.70.10.1
Tenaga tetap20800000208000002080000020800000
Jumlah Total per Bulan27300000308000003192500033037500
Tingkat Bunga. Bunga pinjaman yang dibebankan pada pabrik ditetapkan 18% untuk pinjaman awal proyek dan awal tahun kedua proyek. Bunga pinjaman pertama adalah 18% dari hutang untuk investasi Rp. 2.133.660.000 dan bunga kedua adalah 18% dari pinjaman diawal tahun kedua Rp. 384.058.800. Perincian angsuran pokok dan bunga pinjaman dapat dilihat pada Lampiran III.Penyusutan (Depresiasi). Metode depresiasi yang digunakan dalam penghitungan kas adalah metode garis lurus (straight line). Biaya depresiasi ini mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayar walaupun sebenarnya depresiasi sendiri tidak termasuk dalam cash flow. Untuk peralatan yang mempunyai umur depresiasi 5 tahun maka pada tahun kelima harus dilakukan investasi ulang. Peralatan yang membutuhkan investasi ulang (rei-nvestment) tercantum dalam Tabel 31. Besarnya biaya depresiasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran IV. Tabel 31. Mesin yang Membutuhkan Investasi Ulang Pada Tahun Kelima
Mesin / AlatNilai (Rp)Umur Depresiasi
Diesel 20 KVA (1 unit)200000005
Diesel 25 KVA (1 unit)200000005
Diesel 2.5 KVA (1 unit)120000005
Tangki Minyak 5000 L (1 unit)50000005
Peralatan mini laboratorium200000005
Peralatan Lain1000000005
Nilai Total Investasi177000000
Berikut ini adalah ringkasan kebutuhan biaya produksi pabrik (biaya tetap dan variabel) selama 4 tahun pertama, sedangkan pada tahun ke-5 sampai ke-10 biaya produksi sama dengan tahun ke-4 (kapasitas 100%) kecuali biaya bunga pinjaman per tahun yang selalu berubah besarnya seperti pada Lampiran II.Tabel 32. Biaya Tahunan Produksi Pabrik Tepung IkanJenis BiayaKapasitas
50%80%90%100%
Biaya Variabel :
Bahan Baku375000000144000000016200000001800000000
Solar102093750340605000358830000392850000
TKL39062500100950000105000000116700000
Bhn pembantu7500000270000003000000033000000
Jumlah523656250190855500021138300002342550000
Biaya Tetap :
Operasi/pemeliharaan2500000090000000100500000110550000
Pegawai tetap104000000249600000249600000249600000
Overhead7500000300000003300000036300000
Depresiasi295566666.7295566666.7295566666.7295566667
Bunga384058800453189384402835008352480632
A.Pokok0279746533.3279746533.3279746533
Jumlah816125466.7139810258413612482081324243832
Total1339781717330665758434750782083666793832
7.4 Evaluasi Kelayakan Finansial Pabrik Tepung Ikana. Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP) Tepung Ikan.Harga pokok produksi adalah harga yang dihitung berdasarkan biaya per satuan unit produk. HPP dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
HPP = Keuntungan = Harga jual - HPP
dimana : TC = Total biaya produksi per tahun
TP = Total Produksi per tahun
(Nyoman, 1995)HPP (tahun ke-2) =
Harga pokok produksi untuk tahun kedua adalah 3280.41. Nilai HPP lainnya terdapat dalam Tabel 33. Harga pokok ini terus mengalami perubahan seiring dengan perubahan-perubahan biaya variabel maupun biaya tetap. HPP untuk 10 tahun masa operasi pabrik disajikan dalam Tabel 33. Apabila Harga jual Tepung ikan adalah Rp. 4200 maka keuntungannya adalah selisih harga jual dan harga HPP. Keuntungan beserta presentase peningkatannya disajikan pula dalam Tabel 33. Tabel lengkap HPP beserta komponen biaya penyusunnya dapat dilihat pada Lampiran II.Tabel 33. Harga Pokok dan Keuntungan PabrikTahunBiaya/thnJumlahHPPKeuntunganPersentase
20041339781717262.55103.93-903.93-21.52
2005330665758410083280.41919.58621.89
2006347507820811343064.441135.5627.03
2007366679383212602910.151289.8530.71
2008361643945612602870.191329.8131.66
2009356608508012602830.221369.7732.61
2010351573070412602790.261409.7433.56
2011346537632812602750.291449.734.51
2012341502195212602710.331489.6735.46
2013336466757612602670.371529.6336.41
Pada Tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun pertama (tahun 2004) pabrik mengalami kerugian karena HPP sebesar Rp. 5103.93 sedangkan tepung ikan dijual pada harga Rp. 4200 sehingga kerugiannya Rp. 903.93 setiap Kg. Namun Pada tahun kedua sampai ke sepuluh pabrik mulai mendapatkan keuntungan. Terlihat bahwa persentase keuntungan selalu bertambah dari tahun ke tahun.b. Titik Impas (Break Even Point / BEP)
Tabel analisa titik impas secara lengkap disajikan dalam Lampiran II. Titik impas adalah keadaan dimana total biaya sama dengan total pendapatan pabrik. Pada kondisi BEP, pabrik tidak mengalami keuntungan dan tidak menderita kerugian. BEP (Rp) =
dimana : BT = Biaya tetap
BV = Biaya Variabel
P = Hasil penjualan
(Nyoman, 1995)BEP (tahun kedua) =
Titik impas tahun kedua adalah Rp.2545760232 sedangkan nilai lainnya terdapat pada Tabel 34. Selain dalam rupiah, titik impas dapat dinyatakan juga dalam besaran satuan produk yang harus diproduksi dalam suatu masa tertentu agar seimbang dengan biaya produksi produk tersebut atau dirumuskan dengan nilai BEP dibagi dengan harga jual produk (Tabel 34). Besarnya titik impas untuk setiap tahun dapat berbeda-beda tergantung perubahan biaya variabel maupun biaya tetapnya. Titik impas pabrik tepung ikan setiap tahun selama 10 tahun proyek disajikan dalam Tabel 34.Tabel 34. Titik Impas Tahunan Pabrik Tepung Ikan
TahunPenjualanBEP (Rp)BEP (ton)% Dari Penjualan
200411025000001554440774370.10140.99
200542336000002545760232606.1360.13
200647628000002447499581582.7351.39
200752920000002376001749565.7144.90
200852920000002285654275544.2043.19
200952920000002195306801522.6941.48
201052920000002104959327501.1839.78
201152920000002014611852479.6638.07
201252920000001924264378458.1536.36
201352920000001833916904436.6434.65
Tabel 34 menunjukkan bahwa BEP pada tahun 2005 adalah Rp. 2545760232 atau setara dengan 606.13 ton produk tepung ikan. Nilai penjualan tepung ikan pada tahun 2005 adalah Rp. 4233600000. Nilai penjualan pada kondisi BEP ini adalah 60,13% dari total penjualan tahun 2005. Dengan melihat kecenderungan persentase BEP dari nilai penjualan mulai tahun kedua sampai kesepuluh disimpulkan bahwa pabrik berproduksi pada margin keuntungan yang cukup tinggi.c. Net Present Value (NPV)Net present value merupakan selisih antar present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak dijalankan. Jika NPV = 0 berati proyek sama dengan biaya kesempatan modal (opportunity cost), sedangkan apabila NPV < 0 berati proyek secara finansial tidak layak dijalankan.NPV =
Dimana : Cft = aliran kas pertahun pada periode t
I0 = investasi awal pada tahun 0
K = suku bunga (discount rate)
n = umur proyek(Husnan dan Suwarsono, 1993)
Nilai NPV pabrik tepung ikan dengan menggunakan discount factor (DF) sebesar 18% disajikan dalam Tabel 35 berikut ini.Tabel 35. Nilai NPV Pabrik Tepung Ikan dengan DF = 18%
TahunCFt (Aliran Kas Tahunan)DFPV
2003-3688131250-3688131250
2004957849500.847581177745.13
200510452263580.718750472524.9
200613103719210.6086797492351.2
200715592109840.5158804241025.7
200814174590470.4371619571349.6
200916297071110.3704603643513.8
201016649551740.3139522629429.1
201117002032370.264448853654.6
201217354513000.2255391344268.2
201319923660300.1911380741148.4
NPV1712035761
NPV hasil perhitungan adalah Rp. 1712035761 artinya proyek investasi pendirian pabrik ikan ini layak dijalankan. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I.d. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. IRR pada dasarnya adalah pengembalian internal yang diharapkan oleh pabrik daan telah mencerminkan biaya kesempatan modal (opportunity cost). Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat discount rate (DF) maka proyek layak dijalankan sebaliknya apabila IRR kurang dari discount rate proyek dinyatakan tidak layak dijalankan. IRR dicari dengan menggunakan coba-coba (trial and error) (Nyoman, 1995).IRR =
Dimana :
Rt=Penerimaan netto yang etrjadi pada periode ke-t
Et=Pengeluaran netto yang terjadi pada periode ke-t
P=Nilai sekarang semua pemasukan atau pengeluaran
F=Nilai kas pemasukan atau pengeluaran pada periode t
N=Umur proyek
i%=Tingkat bunga yang dicari
IRR dapat dicari secara trial and error dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Hasil yang didapatkan adalah :
Nilai IRR pabrik tepung ikan menurut hasil perhitungan adalah 27,4%. Nilai ini lebih besar dari DF = 18%, sehingga proyek ini layak untuk dijalankan.d. Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
Benefit cost ratio adalah perbandingan antara manfaat bersih dari suatu proyek dengan ongkos investasi proyek. Proyek dinyatakan layak apabila nilai B/C ratio lebih dari satu dan sebaliknya, proyek dinilai tidak layak apabila B/C ratio kurang dari satu.B/C =
Manfaat netto dapat berarti segala pemasukan selama tahun proyek. Penentuan B/C ratio ini dapat menggunakan berbagai cara penghitungan. Walaupun seringkali memberikan nilai B/C yang berbeda namun perbedaan tersebut tidaklah sampai memberikan perbedaan keputusan yang berbeda. Penghitungan B/C ratio pabrik tepung ikan disajikan pada Tabel 36. Berdasarkan tabel dapat diambil kesimpulan bahwa B/C ratio pabrik yang direncanakan adalah 1,464 artinya bahwa proyek pendirian pabrik ini layak untuk dijalankan.Tabel 36. Manfaat Bersih Proyek Selama Tahun OperasiTahunInvestasiManfaat netto
20033688131250
200481177745.13
2005750472524.9
2006797492351.2
2007804241025.7
2008619571349.6
2009603643513.8
2010522629429.1
2011448853654.6
2012391344268.2
2013380741148.4
Jumlah5400167011
B/C1.464 , B/C > 1.0 Investasi Layak Dilaksanakan
e. Masa Pengembalian Modal (Pay Back Period )
Pay Back Period menunjukkan berapa lama modal yang ditanam dalam investasi akan kembali. Semakin cepat waktu pengembalian modal maka semakin relevan suatu proyek untuk dilaksanakan. Metode ini ditentukan dengan menggunakan rumus :Pay Back Period =
(Husnan dan Suwarsono, 1993)
Pengembalian Modal pabrik tepung ikan selanjutnya ditunjukkan oleh Tabel 37. Pay Back Period pabrik adalah 6 tahun 18 hari, berarti setelah masa tersebut pengembalian modal investasi telah tercapai. Tabel 37. Penghitungan Pengembalian Modal InvestasiTahunInvestasiNet Cash FlowPengembalian Modal
2003-3688131250--3688131250
200481177745.13-3606953505
2005750472524.9-2856480980
2006797492351.2-2058988629
2007804241025.7-1254747603
2008619571349.6-635176253.4
2009603643513.8-31532739.64
2010522629429.1491096689.4
2011448853654.6939950344
2012391344268.21331294612
2013380741148.41712035761
Pay Back Period6 tahun 18 hari
Pay Back Period = = 6 tahun 18 harie. Analisis Sensitivitas
Analisa sensitivitas digunakan untuk menilai seberapa jauh perubahan suatu parameter terhadap keputusan kelayakan investasi. Analisa ini dilakukan karena semua parameter proyek mempunyai ketidakpastian, apalagi untuk proyek-proyek yang mempunyai umur yang panjang. Pada dasarnya analisa sensitivitas menilai batas perubahan parameter sehingga keputusan investasi berubah (Umar, 2001)Hasil analisa sensitivitas proyek pabrik tepung ikan ditunjukkan oleh Tabel 38. Pada tabel tersebut dipilih beberapa parameter yang sensitif terhadap perubahan yaitu parameter bahan baku, bahan bakar, investasi, harga jual dan tingkat bunga. Batas sensitivitas keputusan ditunjukkan pada kolom 3. Jika bahan baku naik menjadi Rp. 682 atau 36.4% maka NPV akan menjadi Rp. -8642071.01 sementara IRR turun menjadi 18% sama seperti tingkat suku bunga yang ditetapkan dan B/C ratio menjadi 0.99 artinya proyek menjadi tidak layak lagi untuk dilaksanakan. Sehingga batas maksimal kenaikan bahan baku adalah 36.4% yaitu Rp. 682. Untuk bahan bakar, jika kenaikannya sampai menyentuh harga Rp. 3513.5, atau sekitar 160.26%-nya maka NPV menjadi Rp. 147632.373 sehingga prouyek tidak lagi layak dilaksanakan.Tabel 38. Analisa Sensitivitas Pabrik Tepung Ikan. Demikian pula bagi investasi. Jika harga jual sampai mengalami penurunan menjadi Rp. 3674.2 atau 12.52% turun dari harga awal maka NPV menjadi negatif dan proyek menjadi tidak layak. Tingkat bunga apabila naik menjadi 27.2% maka proyek juga menjadi tidak layak lagi. Berdasarkan hasil tersebut nampaknya perubahan harga jual adalah parameter yang paling sensitif dibandingkan parameter lainnya.Tabel 38. Analisa Sensitivitas Parameter Pabrik Tepung Ikan
VariabelBatas SensitivitasPerubahanNPVIRRB/C
Bahan baku682Naik > 36.4%-8642071.0118%0.99
Bahan bakar3513.5Naik > 160.26%-147632.37318%0.99
Investasi4821031250Naik > 30.72%-146210.71318%0.99
Harga jual3674.2Turun > 12.52%-229746.82518%0.99
Bunga27.20%Naik > 51.%Negatif--
Apabila terdapat dua parameter yang berubah maka batas sensitivitas maupun rentang perubahan akan berbeda lagi. Misalnya, jika bahan bakar naik menjadi Rp. 1850 atau naik 37% maka kenaikan bahan baku tidak boleh melebihi 639 atau 27.8%. Nilai NPV jika harga bahan baku menjadi Rp. 639.3 adalah Rp -642151.5 sehingga proyek menjadi tidak layak lagi dilakukan.VIII. ASPEK LINGKUNGAN HIDUP
Studi aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup misalnya dari sisi udara dan air rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. Analisa lingkungan hidup ditujukan dalam rangka pengembangan industri yang berwawasan lingkungan. Didalam implementasinya, analisis lingkungan hidup mengacu pada analisis AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
AMDAL bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri melainkan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting, menyeluruh dan utuh dari perusahaan dan lingkungannya sehingga AMDAL dapat dipakai untuk mengelola dan memantau proyek dan lingkungannya. AMDAL merupakan salah satu studi kelayakan lingkungan yang disyaratkan untuk mendapatkan perizinan selain aspek-aspek studi kelayakan yang lain seperti teknis, teknologis, dan ekonomis. Setiap perusahaan industri berkewajiban melaksanakan upaya menyeimbangkan dan melestarikan sumber daya alam serta mencegah timbulnya kerusakan danpencemaran lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiataan proyek tersebut (Gittinger, 1986).Hal tersebut telah tercantum dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian. Disamping itu terdapat pula ketentuan dan pengaturan mengenai masalah lingkungan hidup seperti Peraturan Pemerintah RI nomor 51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ditindaklanjuti oleh SK Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP-10/MENLH/3/1994 dimana pengembangan yang berwawasan lingkungan harus diperhatikan dan lilaksanakan oleh dunia usaha (Umar, 2001).Pendirian pabrik tepung ikan di Kabupaten Jember secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi masyarakat sekitar lingkungan lokasi pabrik. Dari segi proses pengolahannya, hasil samping yang diperoleh adalah minyak ikan yang rencananya akan dijual kembali ke perusahaan pengolahan minyak ikan dan sisa-sisa bahan baku ikan lemuru yang tidak terolah serta sisa air pencucian. Jumlah sisa ikan lemuru yang tidak diolah kebanyakan berupa sirip, ekor maupun ikan yang hancur sebesar 360 Kg per harinya. Sisa ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk dibuat tepung ikan kualitas III dengan cara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sedangkan sisa air pencucian diberikan perlakuan resapan untuk mengurangi bau amis yang muncul dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk.
Dari segi teknis, gangguan yang akan muncul yaitu kebisingan suara akibat penggunaan 3 buah diesel berkekuatan besar (125 KVA), namun hal ini dapat dikurangi dengan mendisain ruang diesel (genset sedemikian rupa. Sedangkan dari segi lainnya dampak negatif pabrik tepung ikan tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Dengan demikian, dari segi Lingkungan, pabrik tepung ikan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungannya justru dalam beberapa hal sangat menguntugkan masyarakat sekitar. Oleh karena itu industri ini dapat dikatakan aman dan diperbolehkan pemerintah.IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pada aspek bahan baku, manjemen, teknis dan teknologis, pemasaran, yuridis, finansial dan lingkungan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :a. Secara geografis pabrik tepung ikan layak untuk didirikan di Kabupaten Jember.
b. Analisa bahan baku menunjukkan bahwa suplai bahan baku ikan lemuru cukup tersedia dan cukup murah di Kabupaten Jember untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik tepung ikan.c. Dari segi teknis dan teknologi, pabrik tepung ikan layak didirikan karena teknologi yang digunakan relatif sederhana, suplai tenaga kerja tersedia dan murah, serta tersedianya sarana transportasi, listrik dan telekomunikasi. Umur operasi pabrik adalah 10 tahun dengan kapasitas produksi pabrik adalah 50% pada tahun pertama, 80% tahun kedua, 90% tahun ketiga dan 100 persen mulai tahun keempat sampai kesepuluh. d. Dari aspek finansial pabrik tepung ikan secara umum layak dilaksanakan. Evaluasi finansial dengan menggunakan indikator kelayakan finansial memberikan hasil sebagai berikut :- Net Present Value (NPV) adalah Rp. 1712035761
- Internal rate of return (IRR) adalah 27,45%
- B/C ratio sebesar 1,464
- Pay Back Period adalah 6 tahun 18 hari
e. Dari aspek lingkungan pabrik tepung ikan termasuk industri yang tidak mencemari lingkungan sehingga dapat dilaksanakan.
f. Secara keseluruhan maka pabrik tepung ikan di Kabupaten Jember layak untuk dilaksanakan.DAFTAR PUSTAKAAnonymous, 1999, Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Anonymous, 1999, Jember Dalam Angka, BPS Jember.Anonymous, 2002, Statistik Jember, jember. bisnis. com.
Anonymous, 1990, Laporan PT. Blambangan Raya, Banyuwangi.
Anonymous, 1996, Dewan Standardisasi Nasional, agribisnis,deptan.go.idAnonymous, 1991, Pembuatan Tepung Ikan, LIPI, Jakarta.Hanafiah dan Murdiah, 1982, Evaluasi Mutu Pada Penanganan Lemuru di Muncar, Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Puslitbang Perikanan, Departemen Pertanian Jakarta.
Gittinger. J . P, 1986, Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian, UI-Press Johns Hopkins.
Umar. H, 2001, Studi Kelayakan Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Husnan. S. dan Suwarsono, 1993, Studi Kelayakan Proyek : Konsep, Teknik dan Penyusunan Laporan, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Moeljanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Penebar Swadaya Jakarta.Murtidjo. B. A, 2001, Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan, Penerbit Kanisius.Nyoman. P. I, 1995, Ekonomi Teknik, Bina Aksara Jakarta.Saaty. L. T, 1993, Pengambilan Keputusan, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Sahwan. F, 1999, Pakan Ikan dan Udang, Penebar Swadaya.Sultan. M, 2002, Tepung Ikan Masih Harus Impor, Majalah TROBOS No. 33/Thn III/Juni.
PAGE 45Paper Studi Kelayakan Industri Tepung Ikan Lemuru
_1104140993.unknown
_1104153044.unknown
_1104158416.unknown
_1104183120.vsd
Persiapan (20 menit)
Kehilangan 360 Kg (3%)(bahan rusak, hilang)
Perebusan 20 menit; (110-120 C)
Pengepresan(10 menit)
Penggilingan basah(10 menit)
Pengeringan(Sampai Ka. 10 %)
Penggilingan Kering(10 menit)
Pengemasan
Tepung Ikan(Ka 10 %)
Kehilangan bahan 232,8 Kg (2%)
KehilanganAir & minyak: 4448,8 Kg (60%)Solid : 159,7 Kg (4%)
Kehilangan air 296,6 Kg (10%)
Kehilangan air 2216,48 Kg (34%)
Kehilangan 2%
Ikan Lemuru Segar12000 Kg (Ka 65%)
Ikan bersih11640 Kg(Ka 65%)
Ikan 11407,2 Kg(Ka 65%)
Cacahan ikan6798,7 Kg(Ka 44%)
Cacahan ikan 6502 Kg(Ka 41%)
Tepung 4285,52 Kg(Ka 10%)
Bahan 4314,125 Kg
Tepung 4200 Kg(Ka 10%)
Gambar 1. Proses Pengolahan Tepung Ikan
_1104159769.unknown
_1104156971.unknown
_1104144093.unknown
_1104152382.unknown
_1104142077.unknown
_1104090902.vsdDiesel 125 KVA (II)
Diesel 125 KVA (I)
Diesel 125 KVA (III)
Boiler I5 KVA
Boiler II5 KVA
Cooker35 KVA
Boiler III5 KVA
Press40 KVA
Burner6 KVA
Penggiling I50 KVA
Penggiling II50 KVA
Pengering50 KVA
Pengemas 30 KVA
Reserve20 KVA
Diesel 25 KVA
Diesel 2,5 KVA
Diesel 20 KVA
Penerangan Pabrik : 5 KVAPenerangan Kantor : 2 KVAInstalasi Limbah : 5 KVAPenerangan Area : 3 KVAInstalasi Limbah :5 KVA
5 Unit Konveyor@ 0,5 KVA
Jet Pump
_1104135326.unknown
_1104140133.unknown
_1104130477.unknown
_1103989443.vsd
Ruang Persiapan
Pemasakan
Penggilingan Basah
Pengeringan
Penggilingan Kering
Pengemasan
Boiler + Burner
Perlengkapan
Gudang Bahan Jadi
Kantor
Laboratorium
Pengolahan Limbah
Pengepresan
A
A
A
A
E
E
U
I
I
E
E
X
I
I
I
O
I
U
E
O
I
I
X
X
U
O
O
A
O
A
X
O
X
X
O
O
U
I
E
I
X
O
U
O
A
O
E
U
I
O
O
U
O
U
X
I
X
O
O
U
X
I
X
O
X
X
X
O
X
I
I
A
I
X
I
O
U
A
_1104008204.vsdNameTitle
NameTitle
Bidang Administrasi dan Keuangan
Seksi Teknik dan Pemeliharaan
Seksi Pengolahan dan Limbah
Seksi Kontrol Kualitas
Bidang Produksi
Bidang Pemasaran
Kepala Pabrik
top related