churin in nabila-fitkq
Post on 21-Dec-2015
137 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PRINSIP KERJA SAMA GRICE
DALAM HUMOR DIALOG CEKAKAK-CEKIKIK JAKARTA
KARYA ABDUL CHAER SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Churin In Nabila
NIM 1110013000003
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ii
ABSTRAK
Churin In Nabila (NIM 1110013000003): Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog
Cekakak-Cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dibawah bimbingan Dr. Darsita
Suparno. M.Hum.
Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang dijadikan pedoman ketika melaksanakan
aktifitas komunikasi, dengan menerapkan empat maksim di dalamnya, yaitu maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Dialog yang terdapat dalam
humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer mengandung unsur pematuhan dan
penyimpangan terhadap prinsip kerja sama, sehingga menarik perhatian peneliti untuk
membuat penelitian dalam kajian pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
(1) Prinsip kerja sama yang digunakan dalam dialog, (2) Penyimpangan yang dilakukan
sebagai sarana penciptaan humor, dan (3) Implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini
difokuskan pada permasalahan prinsip kerja sama yang digunakan dalam dialog humor
dengan menggunakan metode, teknik, dan kiat sebagai upaya dalam mengumpulkan data.
Metode yang digunakan adalah metode simak dengan teknik simak bebas cakap dan teknik
catat serta kiat tertentu yaitu memberi kode dan menandai setiap dialog dengan pensil warna,
hal ini berguna untuk mengklasifikasikan data dialog sesuai maksim-maksimnya.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal berikut: 1) Prinsip kerja sama yang digunakan
dalam beberapa dialog humor Cekakak-Cekikik Jakarta lebih besar dari pada penyimpangan
yang dilakukan. 2) Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama bisa terjadi karena penutur
tidak faham dengan konteks pembicaraan, selain itu penyimpangan dilakukan sebagai sarana
penciptaan humor, seperti mengkritik, menyindir, dan menghibur. 3) Implikasi prinsip kerja
sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia membantu guru agar proses pembelajaran
menjadi baik dan lancar serta meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa di dalam
berkomunikasi melalui telepon, kegiatan wawancara maupun diskusi.
Kata kunci: Prinsip kerja sama. Maksim kuantitas. Maksim kualitas. Maksim relevansi.
Maksim cara.
iii
ABSTRACT
Churin In Nabila (1110013000003): The Principle of Cooperation in Humor Dialogue of
Cekakak-Cekikik Jakarta created by Abdul Chaer and Its Implications toward
Indonesian Learning. Skripsi of Indonesian Language and Literature Education at Faculty
of Tarbiyah and Teachers Training of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta
2014, under the guidance of Dr. Darsita Suparno, M.Hum.
The principle of cooperation is a guiding principle when implementing communication
activities, by applying the four maxims in it, named the maxim of quantity, maxim of quality,
maxim of relevance, and the maxim of manner. Dialogues in Cekakak-Cekikik Jakarta
contain elements of compliance and deviation toward the principles of cooperation, so as to
attract the attention of researcher to make research in the study of pragmatics. The purpose
of this study is to describe (1) The principle of cooperation used in dialogue, (2) Deviations
as a means of creating humor, and (3) The implications of the principle of cooperation
towards Indonesian learning.
Methods used in this research is descriptive qualitative. This study focused on the issues
of cooperation principle which is used in humor dialogue by uses methods, techniques, tips
asan effort to collect the data. The observing method by using scrutinized free abletechnique,
taking note method and specific techniques provided code and mark any dialogues with
colored pencils, it is easy for researcher to classify the data according to the maxims.
The results are: 1) The principle of co-operation which is used in some humorous
dialogue Cekakak-Cekikik Jakarta are larger than deviations. 2) Violations of the principle
of cooperation can occur because the speaker does not understand the context of the
conversation, in addition to the irregularities done as a means of creating humor, like
criticize, satirize, and entertaining. 3) Implications of the principle of cooperation against
Indonesian learning can support the teachers in order a learning process becomes well and
to improve the students' speaking skills in communicating by telephone, interviews or
discussions.
Keywords: Principles of Cooperation, Maxim of Quantity, Maxim of Quality, Maxim
Relevance, Maxim Way.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat-NYA serta karunia lahir maupun batin
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog Cekakak-
Cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta Implikasinya terhadap Pembelajaran
Bahasa Indonesia” merupakan tugas akhir dan sebagai syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Pendidikan. Tema yang diangkat sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari,
baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pendidikan, dengan menerapkan
prinsip kerja sama maka komunikasi menjadi baik dan lancar sehingga dapat
tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan.
Penyusunan srkipsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik karena adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa
hormat yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Mahmudah Fitriyah, Z.A, M.Pd. dan Hindun, M.Pd., selaku ketua dan
sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta segenap dosen
dan staff karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang ikhlas
membina dan memberikan ilmunya agar kami menjadi manusia yang berilmu dan
beramaliyah islami.
3. Dr. Darsita Suparno, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang ikhlas
membimbing, memberikan wawasan, dan meluangkan waktunya kepada penulis
agar bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan bermanfaat bagi orang lain.
4. Staff karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif
Hidayatullah, serta Perpustakaan Utama Universitas Indonesia dan Universitas
Negeri Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mencari
referensi dan memanfaatkan fasilitas di dalamnya.
5. Suami tercinta Khoirul Fatihin, S.Pd.I., yang selalu memberikan kasih sayang,
semangat, motivasi, serta kesempatan kepada istrinya agar bisa meraih cita-
v
citanya, menjadi orang yang sukses dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Putri pertamaku, Channa Aulia Fatihiyah yang menjadi penghibur di kala lelah
datang, senantiasa memberikan waktu dan pengertian kepada uminya untuk
menyelesaikan tugasnya menempuh sarjana.
6. Orang tua nan jauh di kampung, H.M. Munif dan Mardliyah yang senantiasa
mendoakan putrinya, doa dan nasihat-nasihat kalian penulis harapkan untuk
menjalani kehidupan ini, semoga kalian bangga menyebut “Churin adalah anak
kami”. Ibu mertuaku Nafsiyah serta orang tua angkatku KH. Saeful Millah, MM.
MBA. dan Hj. Nur Hayanah atas doa, bantuan, dan nasihatnya sehingga dapat
tersusun skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, serta adik-adikku Novela, Ilham, dan Salsabila yang selalu menghibur
di saat galau dan resah.
8. Segenap Guru dan Santriwan/Santriwati Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal
Nur yang telah memberikan peluang kepada penulis untuk menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Hidup adalah perjuangan, tiada kesuksesan tanpa jerih payah dan usaha yang
sungguh-sungguh. Segala kemampuan, pikiran dan daya upaya penulis kerahkan
untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penulisan skripsi ini. Namun, penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan
serta kekhilafan yang belum terlaksanakan. Hal ini karena keterbatasan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun, sehingga dapat mencapai pada tahap yang lebih baik dan
sempurna. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 30 Juni 2014
Penulis
Churin In Nabila
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI………………………………………… i
ABSTRAK………………………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. vi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………. viii
DAFTAR BAGAN............................................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………………. …... 6
C. Pembatasan Masalah………………………………………………………. 7
D. Perumusan Masalah…………………………………………………..…… 7
E. Tujuan Penelitian………………………………………………………….. 7
F. Manfaat Penelitian………………………………………………………… 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori……………………………………………………………. 9
1. Ruang Lingkup Pragmatik……………………………………………. 9
2. Prinsip Kerja Sama………………………………………………........ 12
3. Humor dan Fungsinya…………………………………………….. 21
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………………... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian…………………………………………………….... 28
B. Metode Penelitian…………………………………………………………. 29
C. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………… 30
vii
D. Objek Penelitian……………………………………………………........... 30
E. Pengumpulan Data………………………………………………………... 31
F. Jenis Data…………………………………………………………………. 33
G. Analisis Data……………………………………………………………… 33
H. Pelaksanaan Penelitian……………………………………………………. 34
I. Keabsahan Data…………………………………………………………... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data……………………………………………………………. 38
B. Analisis Data dan Pembahasan……………………………………………. 45
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia…………………….... 85
BAB V PENUTUP
A. Simpulan…………………………………………………………………… 89
B. Saran……………………………………………………………………….. 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel: Halaman
1. Pematuhan prinsip kerja sama (Maksim kuantitas)………………….... 38
2. Pematuhan maksim kualitas…………………………………………… 39
3. Pematuhan maksim relevansi…………………………………………. 39
4. Pematuhan maksim cara………………………………………………. 40
5. Penyimpangan prinsip kerja sama (Maksim kuantitas)……………….. 41
6. Penyimpangan maksim kualitas........................................................... 41
7. Penyimpangan maksim relevansi……………………………………… 42
8. Penyimpangan maksim cara…………………………………………… 42
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan: Halaman
1. Metodologi penelitian………………………………………… 26
2. Kegiatan menganalisis data…………………………………… 35
x
DAFTAR SINGKATAN
1. HD : Humor Dialog
2. CCJ : Cekakak-Cekikik Jakarta
3. KN : Kuantitas
4. KL : Kualitas
5. R : Relevansi
6. C : Cara
7. PKN : Penyimpangan Kuantitas
8. PKL : Penyimpangan Kualitas
9. PR : Penyimpangan Relevansi
10. PC : Penyimpangan Cara
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1. Data pematuhan prinsip kerja sama
2. Data penyimpangan prinsip kerja sama
3. Biografi pengarang
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama
6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas
7. Lembar Uji Referensi
8. Biografi Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan berkomunikasi, manusia tidak pernah lepas dari suatu
wahana yang bernama bahasa. Bahasa merupakan sebuah sistem berupa
lambang bunyi yang digunakan oleh anggota kelompok masyarakat untuk
berinteraksi, menyampaikan maksud guna mencapai tujuan yang
diinginkan selama proses berkomunikasi. Bahasa merupakan aktivitas
sosial, sama halnya dengan aktivitas-aktivitas yang lain. Jadi, dalam
kegiatan bertutur, bahasa juga memerlukan manusia sebagai objeknya,
karena tidak ada kegiatan masyarakat tanpa bahasa, begitu pula
penggunaan bahasa tanpa adanya masyarakat.
Berdasarkan fungsinya, bahasa mempunyai tiga fungsi utama yaitu
sebagai alat komunikasi, alat ekspresi, dan alat berpikir. Ketika seseorang
menggunakan bahasa, ada sesuatu yang ingin disampaikan berupa
informasi, sehingga bahasa mempunyai peran sebagai perantara dalam
kegiatan bertutur. Kegiatan bertutur tersebut bisa disampaikan melalui satu
arah seperti pidato, pembacaan berita dan lain sebagainya, ataupun melalui
dua arah seperti halnya dialog, diskusi, maupun wawancara. Ekspresi
seseorang ketika menyatakan senang atau susah lebih lengkap apabila
dinyatakan dengan bahasa, tidak cukup hanya dengan tersenyum atau
menangis. Dalam fungsinya sebagai alat berpikir, bahasa selalu dipakai
baik secara lisan maupun tulisan, ketika seseorang akan membuat artikel
atau menjadi narasumber pada suatu acara, dia memerlukan bahasa yang
baik dan benar, selain itu bahasa juga menjadi sebuah cermin dari
kepribadian seseorang.
Dalam kegiatan bertutur, ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Setiap partisipan berusaha agar maksud dan pesan yang disampaikan bisa
diterima dengan baik oleh lawan tutur. Akan tetapi tidak selamanya proses
2
berkomunikasi bisa berjalan dengan lancar, hal ini terjadi dikarenakan
apabila tiap-tiap partisipan tidak memahami topik yang sedang
dibicarakan, atau lawan tutur tidak mengetahui konteksnya. Oleh karena
itu, dalam proses berkomunikasi, diperlukan aturan-aturan yang bisa
mengatur penutur dan lawan tutur untuk bekerja sama dalam mewujudkan
komunikasi yang baik dan lancar sehingga maksud dan tujuan dari
komunikasi tersebut bisa tercapai.
Hal inilah yang menjadi alasan peneliti mengapa pengetahuan
mengenai tindak tutur sangat penting bagi pengajaran bahasa, karena teori
dalam tindak tutur memusatkan kepada penggunaan bahasa, menuntut
adanya pengetahuan bersama yang harus dimiliki oleh setiap peserta tutur
serta mengkomunikasikan maksud dan tujuan agar bisa dicapai. Namun
sering kita mengetahui penyimpangan terhadap kaidah bahasa seringkali
terjadi. Penyimpangan tersebut bisa berasal dari struktur kalimat ataupun
prinsip. Jika penyimpangan terhadap struktur kalimat bisa diatasi oleh
sintaksis dan kawan-kawannya. Namun penyimpangan terhadap prinsip
berhubungan dengan makna secara eksternal dan situasi tuturan, sehingga
ilmu yang cocok digunakan untuk menangani masalah ini adalah
pragmatik.
Pragmatik merupakan tataran linguistik yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal, yaitu mengkaji maksud penutur dalam
menyampaikan satuan lingual melalui bahasa, karena yang dikaji dalam
pragmatik adalah makna, maka sedikit banyak hal ini sejajar dengan
semantik yang sama-sama mengkaji makna. Namun bedanya, makna yang
dikaji dalam pragmatik secara eksternal dan terikat konteks, sedangkan
semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal dan bebas
konteks. Konteks mencakup aspek-aspek yang relevan baik fisik maupun
nonfisik. Konteks juga bisa diartikan sejumlah pengetahuan dan latar
belakang yang dimiliki oleh masing-masing peserta tutur sehingga bisa
diasumsikan dan mendukung interpretasi yang diinginkan.
3
Dalam kaidah bertutur, ada dua teori yang kita terapkan, 1) Prinsip
kerja sama, dan 2) Prinsip kesopanan. Prinsip kerja sama merupakan
prinsip dalam menyampaikan komunikasi verbal dengan relatif memadai,
cukup, sesuai dengan fakta, relevan, dan tidak kabur atau ambigu.
Sedangkan prinsip kesopanan merupakan prinsip dalam penyampaian
komunikasi verbal dengan sopan, bijaksana, dan rendah hati. Prinsip kerja
sama yang dikemukakan oleh Grice di dalam aktifitas bertutur itu
seluruhnya meliputi empat maksim, yaitu : (1) Maksim Kuantitas (maxim
of quantity), (2) Maksim Kualitas (maxim of quality), (3) Maksim
Relevansi (maxim of relevance), dan (4) Maksim Pelaksanaan (maxim of
manner).
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur agar memberikan
informasi yang secukupnya sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya, jadi
apabila penutur memberikan informasi yang berlebihan dapat dianggap
menyimpang dari maksim kuantitas. Di dalam maksim kualitas setiap
peserta tutur diharapkan memberikan informasi yang benar dan sesuai
fakta, sehingga kalau ada dari peserta tutur yang memberikan informasi
yang salah dan tidak sesuai fakta, maka dianggap telah menyimpang dari
maksim kualitas. Maksim relevansi mengharapkan setiap tutur
memberikan kontribusi yang relevan dengan topik yang sedang
dibicarakan, apabila peserta tutur memberikan informasi atau respon yang
tidak relevan maka dikatakan telah menyimpang dari maksim relevansi.
Sedangkan maksim cara menghendaki setiap peserta tutur agar
memberikan informasi yang langsung, jelas, runtut, dan tidak ambigu.
Apabila peserta tutur tersebut memberikan informasi atau jawaban yang
bertele-tele, tidak jelas, membingungkan, dan ambigu, maka dianggap
telah menyimpang dari maksim cara.
Apabila di dalam praktek bertutur sapa terdapat pihak tertentu yang
menjawab sebuah pertanyaan yang tidak relevan dengan sesuatu yang
hendak ditanyakan, maka akan menimbulkan kelucuan dan kejenakaan.
Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau kelucuan dalam
4
aktivitas bertutur itu seringkali terjadi dan biasanya terdapat dalam dialog
manusia yang berupa humor, hal itu dapat diperoleh dengan
menyelewengkan salah satu maksim yang terdapat dalam prinsip kerja
sama.
Selain berfungsi sebagai alat komunikasi verbal, bahasa juga
mempunyai fungsi-fungsi lain. Salah satu fungsi itu adalah fungsi
intertainment atau fungsi hiburan. Fungsi hiburan ini dapat diwujudkan
dalam bentuk narasi, puisi, nyanyian, dan wacana-wacana yang bersifat
humor. Humor merupakan rangsangan verbal atau visual yang secara
spontan dimaksudkan dapat memancing senyum dan tawa pendengar,
pembaca atau orang yang melihatnya.
Humor menjadi salah satu kebutuhan manusia, yang bisa membuatnya
terhibur dan merasa lega, terbebas dari beban mental yang dialami
sepanjang hari selama beraktivitas sebagai makhluk hidup dan makhluk
sosial. Tanpa humor hidup manusia mungkin akan kering, dikarenakan
proses bertindak dan berpikir yang terlalu serius, sehingga sering
mengakibatkan stres ataupun depresi.
Kesanggupan humor untuk membebaskan manusia dari beban mental
adalah karena di dalam humor terdapat penyimpangan-penyimpangan
kaidah dalam bahasa, selain itu kaidah dalam sosial kemasyarakatan. Di
dalam masyarakat, humor baik yang bersifat protes sosial, meskipun hanya
sekadar gurauan tapi bisa diambil hikmahnya, dan berfungsi sebagai
pelipur lara. Jadi, sama dengan dongeng-dongeng fiktif dalam cerita sastra
lama.
Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama membuat proses
berkomunikasi menjadi tidak lancar, namun menjadi sarana bagi
penciptaan humor. Penyimpangan tersebut dilakukan agar para pembaca
terbebas dari beban kejenuhan, keseriusan, dan lain sebagainya. Selain itu,
penyimpangan dilakukan dikarenakan peserta tutur lebih mementingkan
prinsip kesopanan, hal ini biasanya sering ditemukan dalam komunitas
5
masyarakat jawa yang menganggap bahwa ketidaklangsungan dalam
berbicara merupakan salah satu kriteria kesantunan seseorang dalam
menggunakan bahasanya.
Dalam kurikulum di sekolah (KTSP) pelajaran bahasa Indonesia
merupakan kelompok mata pelajaran estetika, di samping teori yang
diajarkan, anak-anak juga mampu mengaplikasikan setiap SK dan KD
yang telah ditentukan. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah
mempunyai fungsi dan peran strategis di dalam melahirkan generasi-
generasi masa depan yang terampil di dalam berbahasa Indonesia yang
baik, benar, dan sopan. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia, peserta
didik diajak untuk berlatih dan belajar berbahasa melalui aspek
keterampilan dalam berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
Dalam melatih kemampuan berbicara pada peserta didik tentunya tidak
akan lepas dari prinsip kerja sama. Di dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas, seorang guru hendaknya dapat memahami prinsip dalam kegiatan
bertutur, sehingga mampu mengaplikasikannya dalam setiap materi yang
ada di pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan
kompetensi siswa di dalam proses berkomunikasi dan berbicara yang baik
dan benar. Prinsip kerja sama juga sangat dibutuhkan oleh siswa ketika
proses pembelajaran berlangsung, misalnya praktik diskusi atau
wawancara, dalam praktik tersebut siswa diharapkan mampu menerapkan
prinsip kerja sama dengan baik agar kompetensi yang telah ditentukan bisa
tercapai. Selain pembelajaran di kelas, prinsip kerja sama juga bisa
diaplikasikan siswa di dalam proses bertutur sehari-hari, ketika siswa
tersebut berkomunikasi dengan temannya tentunya bahasa yang digunakan
akan berbeda ketika dia berkomunikasi dengan gurunya, hal itu
menunjukkan bahwa prinsip kerja sama juga dibutuhkan dalam proses
pembelajaran, karena untuk mencapai maksud dan tujuan dalam
berkomunikasi setiap partisipan harus bekerja sama agar komunikasi
tersebut bisa berjalan lancar.
6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti akan
mengadakan penelitian yang berjudul :
“Prinsip Kerja Sama Grice dalam Humor Dialog Cekakak-Cekikik
Jakarta Karya Abdul Chaer serta Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Dengan alasan sebagai berikut :
1. Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang menjadi pedoman ketika
manusia melaksanakan aktivitas komunikasi, sehingga komunikasi
yang dilaksanakan bisa berjalan lancar serta maksud dan tujuan yang
diinginkan bisa tercapai.
2. Ingin mengetahui sejauh mana prinsip kerja sama yang terdapat dalam
humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
3. Sejauh pengetahuan peneliti, judul tersebut belum pernah diteliti oleh
peneliti lain.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa
permasalahan yang perlu dikaji. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1. Prinsip kerja sama yang terjadi di dalam komunikasi humor dialog
Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
2. Penyimpangan prinsip kerja sama yang digunakan sebagai sarana
penciptaan humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
3. Tujuan penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog
Cekakak-Cekikik Jakarta karyaAbdul Chaer.
4. Kurangnya minat baca orang terhadap humor di dalam menghilangkan
kejenuhan.
5. Implikasi prinsip kerja sama yang digunakan oleh guru di dalam
menyampaikan materi pembelajaran bahasa Indonesia.
6. Implikasi prinsip kerja sama yang digunakan oleh siswa ketika
melakukan praktik berbicara di dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
7
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang diuraikan dalam identifikasi masalah terlalu luas
sehingga tidak mungkin untuk diteliti secara keseluruhan. Dalam
penelitian ini, penulis hanya memfokuskan terhadap prinsip kerja sama
yang digunakan di dalam komunikasi humor dialog Cekakak-Cekikik
Jakarta karya Abdul Chaer.
D. Perumusan Masalah
Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prinsip kerja sama yang digunakan di dalam humor
dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer?
2. Bagaimanakah penyimpangan prinsip kerja sama yang dilakukan
sebagai sarana penciptaan humor?
3. Bagaimanakah implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan dan menganalisis prinsip kerja sama yang digunakan
di dalam proses berkomunikasi dalam humor dialog Cekakak-Cekikik
Jakarta karya Abdul Chaer.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis penyimpangan prinsip kerja sama
yang dilakukan sebagai sarana penciptaan humor.
3. Mendeskripsikan implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu linguistik serta pengajarnya di dalam
menambah khazanah kajian pragmatik terutama tentang
penggunaan prinsip kerja sama di dalam proses bertutur.
8
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti
lainnya di dalam mengkaji ilmu pragmatik terutama tentang prinsip
kerja sama sebagai sumber yang relevan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai aplikasi terhadap
pemahamannya di dalam kajian pragmatik terutama tentang prinsip
kerja sama Grice.
b. Bagi guru, penelitian ini bisa dijadikan pedoman ketika mengajar
dan melakukan proses pembelajaran di kelas, khususnya
pembelajaran bahasa Indonesia.
c. Bagi siswa, penelitian ini mampu dijadikan teori di dalam bertutur
dan berkomunikasi dengan baik dan lancar.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan dikaji beberapa acuan teori yang digunakan di dalam
melakukan penelitian, di antaranya yaitu (1) Ruang lingkup pragmatik, (2)
Prinsip kerja sama beserta maksim-maksimnya, (3) Humor dan fungsinya, (4)
Penelitian yang relevan.
A. Deskripsi Teori
1. Ruang Lingkup Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang semakin dikenal pada
masa sekarang ini walaupun pada kira-kira lima belas tahun yang silam ilmu
ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para linguis. Namun sekarang,
tidak sedikit dari mereka yang mulai memberi perhatian bahwa upaya
menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa
didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu
digunakan dalam komunikasi.1
Istilah pragmatik berasal dari “Pragmatica”. Kata “Pramatika” sendiri
berasal dari bahasa Jerman “Pragmatisch” yang diusulkan oleh seorang filsuf
Jerman Immanuel Kant. “Pragmatisch” dari “Pragmaticus” dari bahasa latin
bermakna „pandai berdagang‟ atau di dalam bahasa Yunani “Pragmatikos”
dari “Pragma” artinya „perbuatan‟ dan “Prasein” „berbuat‟. Pragmatik adalah
language in use, studi terhadap makna tuturan dalam situasi dan kondisi
tertentu. Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni
bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.2
Pragmatik mulai berkumandang di bumi linguistik (Amerika) pada tahun
1970-an. Istilah pragmatik itu sendiri dapat ditelusuri kelahirannya dengan
1Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, (Jakarta: UI Prees, 1993), h. 1
2 Fatimah Djajasudarma, Wacana & Pragmatik, (Bandung : PT Refika Aditama, cet. 1, 2012), h.
71-72.
10
menyangkutpautkan seorang filosof yang bernama Charles Morris (1938). Ia
sebenarnya mengolah kembali pemikiran para filosof pendahulunya (Locke
dan Peirce) mengenai semiotik (ilmu tanda dan lambang). Oleh Morris
semiotik dipilah-pilah menjadi tiga cabang : sintaksis, semantik, dan
pragmatik.3
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa semiotik. Semiotik mengkaji
bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, serta pereferensian dan pemaknaannya
dalam wahana kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungan bahasa dengan
konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai atau penuturnya.4
Morris dalam Hindun mengatakan bahwa Pragmatik adalah ilmu yang
menelaah tentang hubungan tanda-tanda dengan para penafsir.5Sedangkan
Levinson dalam Kunjana mendefinisikan Pragmatik sebagai studi bahasa yang
mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya.6 Mira menyatakan bahwa
“Pragmatics is said to analyze the relationship between grammatical products
(most notably, sentences) and their extralinguistic contexs.”7 (Pragmatik
merupakan kajian untuk menganalisis hubungan antara tata bahasa (terutama
kalimat) dengan konteks di luar satuan lingual)
Pragmatik sebagai suatu telaah makna dalam hubungannya dengan aneka
situasi ujaran.8Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan satuan
lingual tertentu pada sebuah bahasa, karena yang dikaji di dalam pragmatik
adalah makna, dapat dikatakan bahwa pragmatik banyak sejajar dengan
semantik yang juga mengkaji makna. Perbedaan antara keduanya adalah
bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal, bersifat
3 Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta : Kanisius, cet. 1,
2009), h. 10-11 4 Tagor Pangaribuan, Paradigma Bahasa, (Yogyakarta : Graha Ilmu, cet. 1, 2008), h. 68
5 Hindun, Pragmatik, (Depok : Nufa Citra Mandiri, cet. 1, 2012), h. 3
6 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta : Erlangga, 2009), h. 20
7 Mira Ariel, Defining Pragmatics, (New York: Cambridge University Press, 2010), h. 3
8 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung : Angkasa, cet.1, 1984), h. 24
11
triadis, dan terikat konteks. Sedangkan semantik mengkaji makna satuan
lingual secara internal, bersifat diadis, dan bebas konteks.9
Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang
dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur yang menyertai dan mewadahi
sebuah pertuturan.10
Istilah “Konteks” didefinisikan sebagai situasi lingkungan
dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat
berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.11
Hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam
pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud adalah memahami
maksud penutur (O1), lawan tutur (O2), dan partisipan (O3) yang melibatkan
konteks.12
Hasan Lubis memberikan keterangan konteks dalam kutipan sebagai
berikut:
Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam,
yaitu; (1) konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian
bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa
komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam
peristiwa komunikasi itu; (2) konteks epistemis atau latar belakang
pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara atau
pendengar; (3) konteks linguistik yang terdiri atas kalimat-kalimat atau
tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu
dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial yaitu relasi sosial dan
latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur)
dengan pendengar.13
Jadi, Pragmatik adalah bagian dari ilmu linguistik yang menghubungkan
pemakaian bahasa dengan penggunanya, mengkaji maksud penutur dengan
mempelajari struktur bahasa secara eksternal dengan memperhatikan konteks
pada saat ujaran terjadi. Konteks meliputi latar belakang peserta tutur, waktu
dan tempat terjadinya pertuturan. Di dalam aktivitas bertutur, lawan tutur
harus berusaha memahami makna dan maksud yang diujarkan oleh penutur
sehingga maksud penutur bisa tersampaikan dengan baik.
9 I Dewa Putu Wijana dan Mohammad Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik, (Surakarta: Yuma
Pustaka, cet.2, 2010), h. 4-5 10
Kunjana, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2009), h. 50 11
F. X Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, cet.1, 2009), h. 4 12
Muhammad Rohmadi, Pragmatik: Teori dan Analisis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 3 13
Lubis, Hamid Hasan, Analisis Wacana Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 60
12
Dalam kurikulum 1984 Pragmatik ditambahkan sebagai suatu komponen
“Kegiatan berbahasa” dan sebagai perwujudan konsep serta tujuan
“kemampuan komunikatif” untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Contoh-
contoh yang diberikan berupa fungsi komunikasi, dan digambarkan sebagai
berikut:
a. Di sekolah Dasar
(1) Mengungkapkan perasaan tentang suatu hal atau peristiwa.
(2) Memberitahukan suatu hal melalui telepon dan dengan surat pribadi.
b. Di Sekolah Menengah Pertama
(1) Mengungkapkan informasi faktual tentang sesuatu kejadian.
(2) Menyampaikan pesan penting melalui telepon atau telegram dan surat
yang semiformal.
c. Di Sekolah Menengah Atas
(1) Tata krama berdiskusi, umpamanya mempersilahkan peserta rapat
mengemukakan pendapat atau sanggahan.
(2) Menyatakan kurang setuju dengan pendapat orang lain dalam rapat
atau pertemuan yang semiformal atau dalam surat yang formal.14
2. Prinsip Kerja Sama
Peserta tutur di dalam aktivitas bertutur harus berusaha agar apa yang
dikatakannya cukup relevan, jelas, dan mudah dipahami dengan situasi yang
ada dalam percakapan itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ada
kaidah-kaidah yang harus ditaati oleh peserta tutur agar percakapan dapat
berjalan lancar. Kaidah-kaidah ini, di dalam kajian pragmatik dikenal sebagai
prinsip kerja sama.15
Prinsip kerja sama didasari oleh asumsi bahwa dalam berkomunikasi,
penutur dan petutur bersedia bekerja sama.16
Bagi Grice, Kerjasama
membentuk struktur kontribusi-kontribusi kita sendiri terhadap percakapan
dan bagaimana kita mulai menginterpretasikan kontribusi-kontribusi orang
14
Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-Bulir Sastra & Bahasa, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 77 15
Kushartanti dkk, Pesona Bahasa, (Jakarta : Gramedia, cet. 3, 2009), h. 106 16
Suhartono dan Yuniseffendri, Pragmatik, (Jakarta: Universitas Terbuka, cet. 3, 2011), h. 4.4
13
lain.17
Jadi, prinsip kerja sama bisa membantu peserta tutur untuk tercapainya
maksud dan tujuan dalam berkomunikasi. Rumusan prinsip kerja sama
tersebut bunyinya sebagai berikut :
“Make your conversational contribution such as is required, at the stage
at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange
in which you are engaged”.18
(Berikanlah kontribusi percakapan Anda sesuai yang diperlukan, pada
tahap di mana itu terjadi, sesuai dengan tujuan pembicaraan di mana Anda
terlibat.)
Pada banyak kesempatan, asumsi kerja sama dapat dinyatakan sebagai
suatu prinsip kerja sama dalam percakapan dan dapat dirinci ke dalam empat
sub-prinsip, yang disebut maksim.19
Maksim adalah prinsip yang harus ditaati
oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun
interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi.20
Prinsip
kerja sama di dalam aktivitas bertutur itu seluruhnya meliputi empat maksim,
yaitu (1) maksim kuantitas (maxim of quantity), (2) maksim kualitas (maxim of
quality), (3) maksim relevansi (maxim of relevancy), (4) maksim pelaksanaan
(maxim of manner). Selanjutnya prinsip kerja sama ini dijabarkan oleh Grice
sebagai berikut :
a. Maksim Kuantitas: 1) Berikanlah informasi anda sesuai kebutuhan dalam
rangka tujuan atau maksud pertuturan; 2) Jangan memberikan informasi
yang berlebihan melebihi kebutuhan.
b. Maksim Kualitas: 1) Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar; 2)
Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan
secara memadai
c. Maksim Relevansi: Harap relevan
17
Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
cet. 1,2007) h. 14 18
Yan Huang, Pragmatics,(New York : Oxford University Press, 2007), h. 25 19
George Yule, Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet. 1, 2006), h. 63 20
Kushartanti dkk, Pesona Bahasa, h. 106
14
d. Maksim Cara: 1) Hindari ungkapan yang tidak jelas; 2) Hindari ungkapan
yang membingungkan dan ambigu; 3) Hindari ungkapan yang
berkepanjangan; 4) Ungkapkan sesuatu secara runtut.21
1. Pematuhan Prinsip Kerja Sama
a) Maksim Kuantitas
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat
memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif
mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang
sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.22
Maksim kuantitas menuntut
penggunaan potensi bahasa itu dalam bentuk ujaran yang hemat.“Hemat”
di sini berarti bahwa untuk mencapai tujuan komunikasi itu penggunaan
kata, struktur dan makna dengan secukupnya saja, dan tidak
boros.23
Contoh :
(1) Anak pertama saya sudah melahirkan
Ujaran (1) di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas karena
memberikan konstribusi yang secukupnya. Dikatakan demikian, karena
setiap orang pasti tahu bahwa hanya kaum perempuan yang bisa
melahirkan. Selain itu, di dalam maksim kuantitas lawan tutur diharapkan
memberikan informasi yang relatif memadai dan sesuai yang dibutuhkan
oleh mitra tutur.
Contoh :
(2) A : Sudah makan belum ?
B : Sudah
A : Di mana ?
B : Di Pesanggrahan
Ujaran (2) di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas. Karena B
menjawab semua pertanyaan A dengan seinformatif mungkin dan
21
Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, h. 24 22
Kunjana, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, h. 53 23
Tagor, Paradigma Bahasa, h. 130
15
mencukupi pada setiap tahapan komunikasi serta sesuai dengan
kebutuhan yang diharapkan oleh A.
b) Maksim Kualitas
Dengan maksim kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat
menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta yang
sebenarnya di dalam aktivitas bertutur yang sesungguhnya. Fakta
kebahasaan yang demikian itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-
bukti yang jelas, konkrit, nyata dan terukur. Maka sebuah tuturan akan
dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai
dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak
mengada-ada, tidak dibuat-buat, dan tidak rekayasa.24
Contoh :
(3) Guru : Deny, apa ibu kota Jawa Timur?
Deny: Surabaya, Pak!
Pertuturan (3) sudah mematuhi maksim kualitas karena Deny
menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan oleh gurunya bahwa
kata Surabaya memang menjadi Ibu kota bagi Jawa Timur.
c) Maksim Hubungan (relevansi)
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan
memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah
pembicaraan.25
Maksim Hubungan yang mengatakan „usahakan agar
informasi yang diberikan ada relevansinya‟ telah menghasilkan berbagai
interpretasi. Beberapa di antaranya mengartikan maksim ini sebagai
„sejenis keinformatifan yang khusus‟.26
Contoh :
(4) A : Kak, ada telepon untuk Kakak!
B : Kakak sedang di kamar mandi, Dek.
(5) A : Jam berapa sekarang, Bu?
24
Kunjana, Sosiopragmatik, h. 24 25
Wijana dan Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik, h. 46 26
Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, h. 144
16
B : Tukang Koran baru saja lewat
Sepintas jawaban B pada pertuturan (4) dan (5) tidak berhubungan.
Namun, bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban B pada
pertuturan (4) mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B
tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di
kamar mandi. Maka B secara tidak langsung meminta agar si A menerima
telepon itu. Begitu juga kontribusi B pada pertuturan (5) yang memang
tidak secara eksplisit menjawab pertanyaan A, akan tetapi dengan
pengetahuan kebiasaan tukang koran lewat, maka si A akan membuat
inferensi jam berapa saat itu.
d) Maksim Cara
Maksim cara ini mengharuskan penutur dan lawan berbicara secara
jelas, langsung, tidak kabur, tidak ambigu, dan runtut.27
Contoh :
(6) A : Masak Peru ibu kotanya Lima, banyak amat ?
B : Bukan jumlahnya, tapi namanya.28
(7) Tukang bakso : Anak saya satu di UI, Depok, satu lagi di UIN,
Ciputat!
Penanya : Di fakultas apa, Pak?
Tukan bakso : bukan di fakultas!
Penanya : Jadi……..?
Tukang bakso : Yang satu jualan teh botol, yang satu lagi jualan
bakso kayak saya.
Tuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena memberikan
informasi secara jelas dan tidak kabur atau ambigu. Dalam contoh (6), B
memberikan konstribusi yang tidak taksa, bahwa yang dimaksud dengan
Lima bukanlah nama bilangan, tapi merupakan nama dari Ibu Kota Peru.
Sedangkan contoh (7), tukang bakso juga memberikan informasi yang jelas,
27
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36 28
Wijana, Analisis Wacana Pragmatik, h. 48
17
bahwa anaknya bukan sedang menjalani kuliah, tapi berprofesi sebagai
penjual teh botol dan bakso.
2. Penyimpangan Prinsip Kerja Sama
Apabila di dalam praktik bertutur sapa terdapat pihak tertentu yang
menjawab pertanyaan secara berlebihan, tidak logis, tidak relevan, taksa,
ambigu, dan berbelit-belit, maka akan timbul kelucuan dan kejenakaan.
Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau kelucuan dalam
aktivitas bertutur dapat diperoleh, salah satunya dengan menyelewengkan
maksim dalam prinsip kerja sama Grice.
a) Penyimpangan Maksim Kuantitas
Pertuturan dianggap menyimpang dari maksim kuantitas apabila
peserta tutur memberikan informasi yang berlebihan dan tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh mitra tutur.
Contoh :
(8) Anak pertama saya yang perempuan sudah melahirkan
Penambahan informasi seperti ditunjukkan pada tuturan (8)
menyebabkan tuturan menjadi berlebihan, karena kehadiran kata
perempuan dalam (8) justru menerangkan sesuatu yang sudah jelas, hal ini
bertentangan dengan maksim kuantitas. Selain memberikan informasi
yang berlebihan, percakapan dianggap menyimpang dari maksim kuantitas
apabila penutur memberikan informasi tidak sesuai dengan kebutuhan
lawan tutur.
(9) Doni : Siapa istri Mas Joko ?
Joko : Mbakyu29
Joko dalam tuturan di atas telah menyimpang dari maksim kuantitas,
karena memberikan jawaban yang tidak informatif dan sesuai dengan
kebutuhan Doni. Dalam hal ini, Doni tidak menanyakan panggilan
29
Wijana, Kartun, h. 79
18
(sapaan) yang umum digunakan untuk memanggil seorang perempuan
yang berusia lebih tua (dalam bahasa Jawa), tetapi nama perempuan itu.
b) Penyimpangan Maksim Kualitas
Sebuah ujaran dikatakan menyimpang dari maksim kualitas, apabila
peserta tutur memberikan informasi yang salah dan tidak logis.Dalam
wacana humor, sering kali penyimpangan itu terjadi untuk menimbulkan
sebuah kelucuan.
(10) Mamat : Din, kenapa kamu goyang-goyangin perut seperti itu ?
Udin : Gue habis minum obat!
Mamat : Ya, kenapa ?
Udin : Tadi obatnya lupa dikocok. Jadi, gua kocok aja di perut
sekarang.
(PKL=HD/CCJ: 64/183)
Ujaran (10) di atas, Udin telah memberikan jawaban yang
menyimpang dari maksim kualitas, karena tidak mungkin jika dengan
menggoyang-goyang perut sama saja dengan mengkocok obat. Obat akan
dengan sendirinya larut ke dalam perut, tanpa dikocok terlebih dahulu.
c) Penyimpangan Maksim Relevansi
Agar pembicaraan selalu relevan, maka penutur harus membangun
konteks yang kurang lebih sama dengan konteks yang dibangun oleh
lawan tuturnya. Jika tidak, penutur dan lawan tutur akan terperangkap
dalam kesalahpahaman.
(11) A : Pak, tadi ada tabrakan motor lawan mobil di depan kecamatan
B : mana yang menang?
Komentar B terhadap pernyataan A tidak ada relevansinya, dengan
demikian B telah menyimpang dari maksim relevansi. Sebab dalam
peristiwa tabrakan tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, kedua
19
pihak sama-sama mengalami kerugian. Di luar maksud melucu jawaban B
pada pertuturan (11) di atas sukar dicari hubungan implikasionalnya.30
d) Penyimpangan Maksim Cara
Dalam maksim cara, peserta tutur hendaknya bertutur secara jelas,
tidak ambigu, dan tidak kabur. Orang yang bertutur dengan tidak
mempertimbangkan hal-hal di atas dapat dikatakan melanggar prinsip
kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim cara.
(12) Ayu : Kamu datang ke sini mau apa?
Desi : Mengambil hak saya
(13) Doni : “Ayo, cepat ditutup!”
Agus : “ Sebentar dulu, masih panas.”
Kedua tuturan (12) dan (13) di atas telah menyimpang dari maksim
cara. Penutur Desi (12) tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu.
Kata hak saya bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang
menjadi miliknya.31
Begitu juga Tuturan Doni yang berbunyi : “Ayo cepat
ditutup!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang
sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata „ditutup‟di atas mengandung
kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi dan maknanya pun menjadi
sangat kabur. Demikian pula tuturan yang disampaikan oleh Agus (13),
yakni “Sebentar dulu, masih panas” mengandung kadar ketaksaan cukup
tinggi. Kata „panas‟ pada tuturan itu dapat mendatangkan banyak
kemungkinan persepsi penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas
apa sebenarnya yang masih panas.32
Untuk menjelaskan maksim-maksim tersebut, Grice membuat ilustrasi
sebagai berikut :
30
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36 31
Ibid,. 32
Kunjana, Pragmatik Kesantunan Imperatif, h. 57
20
a) Kuantitas: Jika anda membantu saya memperbaiki mobil, saya
mengharapkan konstribusi anda sesuai kebutuhan, tidak lebih, tidak juga
kurang. Misalnya, kalau pada saat tertentu saya memerlukan empat sekrup,
saya ingin anda memberikan kepada saya empat sekrup bukannya dua atau
enam.
b) Kualitas: Saya mengharapkan konstribusi anda sungguh-sungguh, bukan
palsu. Kalau saya memerlukan gula sebagai bahan pembuat kue yang anda
minta saya membuatnya, saya tidak mengharapkan anda memberikan
garam kepada saya; kalau saya memerlukan sendok, saya ingin sendok
sungguhan bukan sendok mainan yang terbuat dari karet.
c) Relasi: Saya menginginkan konstribusi pasangan saya sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan pada setiap tahapan transaksi, seandainya saya
sedang membuat adonan kue, saya tidak mengharapkan diberi buku atau
lampin walaupun konstribusi barang-barang ini mungkin sesuai untuk
tahapan berikutnya.
d) Cara : Saya mengharapkan pasangan saya menjelaskan konstribusi apa
yang diberikannya dan melaksanakan tindakannya secara beralasan.33
Ketika seseorang bertutur dalam suatu proses komunikasi dia
mengharapkan tanggapan dari lawan tuturnya sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Ketika penutur ingin meminta sesuatu, harapannya adalah
sesuatu yang diminta akan diperoleh. Banyak faktor yang menyebabkan
satu proses komunikasi menjadi gagal, di antaranya:
(1) Lawan tutur tidak mempunyai pengetahuan
Proses komunikasi atau pertuturan akan gagal apabila lawan tutur tidak
mempunyai pengetahuan mengenai objek yang dibicarakan.
(2) Lawan tutur tidak sadar
Suatu proses pertuturan melibatkan penutur, lawan tutur dan pesan
atau objek yang dituturkan; tetapi dengan syarat lawan tutur harus
33
Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, h. 26
21
dalam keadaan sadar atau menyadari adanya tuturan dari seorang
penutur.
(3) Lawan tutur tidak tertarik
Proses pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila informasi atau
objek yang dibicarakan sama-sama diminati oleh penutur dan lawan
tutur; atau lawan tutur juga mempunyai perhatian terhadap informasi
yang disampaikan oleh penutur.
(4) Lawan tutur tidak berkenan
Proses pertuturan akan gagal kalau lawan tutur tidak berkenan atau
tidak suka dengan cara penutur menyampaikan informasi tuturannya.
(5) Lawan tutur tidak paham
Apabila lawan tutur tidak dapat memahami maksud dari tuturan
penutur, maka komunikasi tidak akan berlanjut.
(6) Lawan tutur terkendala kode etik
Lawan tutur dapat menjawab permintaan penutur, tetapi kalau dijawab
dia akan melanggar kode etik yang harus dipegangnya.34
Jadi, ketika kita melakukan proses komunikasi hendaknya berusaha
untuk menerapkan dan mematuhi prinsip kerja sama Grice yang terdiri
dari empat maksim, yaitu (1) maksim kuantitas; (2) maksim kualitas; (3)
maksim relavansi; dan (4) maksim cara, agar pesan yang kita sampaikan
atau maksud pembicaraan kita bisa tersampaikan dengan baik kepada
lawan tutur.
3. Humor beserta fungsinya
Humor atau lelucon merupakan kenyataan universal, dan digunakan
oleh setiap orang di sepanjang hidupnya sebagai penghibur atau bumbu-
bumbu percakapan. Dalam suasana yang kaku, humor difungsikan sebagai
pemecah ketegangan, sehingga suasana kaku berubah menjadi tidak beku
lagi. Dalam konteks sosial politik, humor digunakan sebagai peranti
kontrol sosial dan sarana menyampaikan masukan. Dalam berbagai surat
kabar dan majalah atau bulletin politik, sering kali dimunculkan gambar-
34
Chaer, Kesantunan, h. 38-44
22
gambar yang bernuansa komikal. Dalam dunia pendidikan, humor juga
dipercaya dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan variasi-
variasi pembelajaran.
Tetapi, ada kalanya humor dapat mengundang kemarahan. Dia menjadi
pangkal kejengkelan dan perselisihan. Seseorang yang berselera humor
rendah, dapat saja tersinggung ketika dirinya mendapat olok-olokan dari
seorang teman. Maka dapatlah dikatakan bahwa sesungguhnya sosok
humor itu bagaikan bilah-bilah pisau bermata tajam dua. Di satu sisi dia
digunakan sebagai sarana pendukung komunikasi, di lain sisi berfungsi
sebagai pemicu terjadinya ketidakmulusan komunikasi.35
Danandjaja dalam Darmansyah menyatakan bahwa humor adalah
sesuatu yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarannya
merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa.36
Sheinowizt menyatakan bahwa humor dapat juga diartikan suatu
kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang
lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur.37
Wijana mengatakan bahwa humor baik yang bersifat protes sosial,
berfungsi sebagai pelipur lara, dan mampu membawa pembaca dari
keadaan telis ke keadaan paratelis. Selain itu, humor juga dapat
menyalurkan ketegangan bathin yang menyangkut ketimpangan norma
masyarakat yang dapat dikendurkan melalui tawa.38
Sheinowizt dalam Darmansyah menyatakan bahwa humor dapat juga
diartikan suatu kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan
sesuatu yang lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur.39
35
Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 93 36
Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, (Jakarta : Bumi Aksara,
cet.1, 2010), h. 68 37
Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, h. 66 38
I Dewa Putu Wijana, Kartun : Studi tentang Permainan Bahasa, (Yogyakarta : Ombak, 2003),h.
3 39
Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, h. 66
23
Jadi, humor adalah wacana lisan maupun tulisan yang bisa
menimbulkan tawa dan juga kemarahan, bergantung kepada jenis humor
yang disampaikan. Ketika humor dapat menimbulkan tawa dan
senyuman, maka humor tersebut berfungsi sebagai sebuah hiburan dan
pelipur lara, menghilangkan stress serta kejenuhan. Sebaliknya apabila
humor tersebut menimbulkan kejengkelan atau kemarahan maka akan
mengakibatkan terjadinya pertengkaran maupun perselisihan.
Dalam sejarah kepelawakan kita sudah melihat Charlie Chaplin dan
Mr. Bean dalam film-film serialnya yang hanya menampilkan gerak-gerik
untuk memancing senyum atau tawa penonton. Pelawak-pelawak
Indonesia dari Bing Slamet, Benyamin S. Bagio dan kawan-kawan, Bokir
dan kawan-kawan, rombongan Sri Mulat, sampai yang terakhir rombongan
Parto dengan Opera Van Javanya di stasiun televise. Menggabungkan
gerak-gerik kostum yang aneh-aneh, dan ujaran-ujaran yang tidak lazim
untuk memancing tawa penonton.40
Pradopo (1985) membeda-bedakan humor menjadi tiga jenis, yakni
humor sebagai kode bahasa, humor sebagai kode sastra, dan humor sebaga
kode budaya. Di dalam sastra, humor berfungsi sebagai pengikat tema dan
fakta cerita. Sebagai kode budaya, humor merupakan hasil budaya
masyarakat pendukungnya. Sebagai kode bahasa, ditemukan cara
penciptaan humor, yakni dengan penyimpangan makna, penyimpangan
bunyi, dan pembentukan kata baru.
Humor dapat ditampilkan dengan melakukan penyimpangan kaidah
pragmatik, seperti penyimpangan 2 jenis implikatur, yaitu implikatur
konvensional dan implikatur pertuturan. Yang pertama menyangkut makna
bentuk-bentuk linguistik, sedangkan yang kedua menyangkut elemen-
elemen wacana yang menurut Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama.
Humor yang berkembang dewasa ini bertumpu pada tiga teori utama,
yakni teori ketidaksejajaran, teori pertentangan, dan teori pembebasan.
Teori ketidaksejajaran dan pertentangan mengemukakan bahwa humor
40
Abdul Chaer, Cekakak-Cekikik Jakarta, (Jakarta : PT Rineka Cipta, cet.1, 2011), h. ix
24
secara tidak kongruen menyatukan dua makna atau penafsiran yang
berbeda ke dalam suatu objek yang kompleks. Ketidaksejajaran atau
ketidaksesuaian bagian-bagian itu dipersepsikan secara tiba-tiba oleh
penikmatnya. Seperti contoh kartun di bawah ini yang menggabungkan
dua konsep yang satu sama lain berbeda dengan satu kata yang secara
kebetulan memiliki bunyi yang sama, yaitu lima.
13. A : Masak Peru ibu kotanya Lima, banyak amat?
B : Bukan jumlahnya….tapi namanya.
Ketidaksejajaran atau pertentangan di dalam wacana kartun
dikreasikan oleh para kartunis untuk menanggapi kondisi masyarakatnya
atau sekadar bersenda gurau yang pada akhirnya diharapkan dapat
melepaskan khalayak pembaca dari keseriusan dan berbagai beban
kehidupan.
Sebagai pemerjelas perhatikan contoh di bawah ini :
14. A : Kau telah disemir oleh oknum-oknum itu, ya?
B : Bapak menghina saya, ya. Saya ini pejabat bukan sepatu.
Wacana kartun (14) memanfaatkan ambiguitas kata disemir. Secara
literal kata disemir bermakna „membersihkan sepatu atau rambut agar
mengkilat dengan cairan atau bahan tertentu‟, sedangkan secara figuratif
bermakna „diberi uang secara tidak legal untuk memperlancar atau
mempermudah suatu urusan‟. Pengacauan antara pemakian yang bersifat
literal dan nonliteral itulah letak kejenekaan wacana kartun (14) di atas.
Humor merupakan teka-teki yang terpahami ketidaksejajarannya.
Dalam kaitannya dengan pemahaman humor, para penikmat harus
menemukan semacam kaidah kognitif (cognitive rule) ketidaksejajaran itu.
Penemuan kaidah ditandai dengan penolakan salah satu rangsangan atau
kemungkinan interpretasi yang disodorkan.41
Sifat-sifat khas wacana
humor dapat juga didasarkan atas teori Hymes (1974) yang
41
Wijana, Kartun, h. 12-27
25
mengemukakan bahwa ada 8 faktor yang menentukan wujud ujaran
seseorang. Semua faktor tersebut diringkas menjadi SPEAKING.
1. Setting and Scene, yaitu berkenaan dengan waktu, tempat, situasi
tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan.
2. Participants, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan.
3. Ends, yaitu maksud dan tujuan pertuturan.
4. Act sequence, yaitu mengacu pada bentuk dan isi ujaran.
5. Key, yaitu mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu
pesan disampaikan.
6. Intrumentalities, yaitu jalur bahasa yang digunakan.
7. Norm of Interaction and Interpretation, yaitu mengacu pada norma
atau aturan dalam berinteraksi.
8. Genre, yaitu jenis bentuk penyampaian.42
Wacana humor bisa terbentuk melalui pemanfaatan berbagai aspek
kebahasaan yang digunakan secara tidak semestinya. Berhubungan dengan
ini, ragam bahasa informal cenderung lebih banyak digunakan sebagai
sarana berhumor dengan sifat-sifatnya yang tidak terikat pada kaidah
kebakuan sehingga ketaksaan, berlebihan, tidak logis, dan tidak relevan
merupakan aspek penting dalam humor.
B. Penelitian yang relevan
Ayusya (Mahasiswa UI 2010) telah melakukan penelitian dengan judul
“Wacana NgupingJakarta: Tinjauan Terhadap Prinsip Kerja Sama,
Koherensi, Makrostruktur, dan Suprastruktur dalam Blog Humor”. Hasil
penelitiannya yaitu menjelaskan jenis pelanggaran terhadap prinsip kerja
sama, menjelaskan suprastruktur dan makrostruktur wacana, dan
menjelaskan pengaruh koherensi yang terjadi dalam blog humor
NgupingJakarta. Ayusya ingin mengetahui penyimpangan prinsip kerja
sama dalam humor NgupingJakarta tersebut, selain itu dia juga melihat
struktur wacana dan koherensi yang ada dalam blog humor tersebut. Jadi,
penelitian Ayusya terdiri dari dua bidang kajian yaitu bidang kajian
42
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 48-49
26
pragmatik dan wacana. Menurutnya, mengapa dia mengambil penelitian
tersebut dikarenakan wacana pada umumnya selalu berdampingan dengan
kajian pragmatik, dan bahasa dalam pragmatik terutama humor terbentuk
menjadi sebuah wacana.Sehingga wacana dan pragmatik terkadang sangat
erat hubungannya.
Tyas Chairunisa (Mahasiswa UI 2011) telah melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pelanggaran terhadap Prinsip Kerja Sama dan
Prinsip Kesantunan pada Humor Singkat.” Hasil penelitiannya yaitu
mendeskripsikan dan menganalisis pelanggaran-pelanggaran terhadap
prinsip percakapan yang terdiri dari prinsip kerja sama dan prinsip
kesantunan serta penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut
dalam humor singkat KKBHBJ (Ketawa Ketiwi Betawi Humor dari
Batavia sampai Jabotabek karya Abdul Chaer tahun 2007). Jadi, Kajian
yang diambil oleh Tyas adalah kajian pragmatik tentang prinsip
percakapan yang terdiri dari prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
Namun, dia hanya menitikberatkan kepada pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan dalam percakapan humor tersebut.
Syifa Fauziah (Mahasiswa UNJ 2011) telah melakukan penelitian
dengan judul “Maksim Kerja Sama Pada Dialog Tokoh Utama dalam
Novel Ketika Cinta Bertasbih 1 dan Implikasinya Bagi Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMA.” Hasil penelitiannya yaitu mendeskripsikan
dan menganalisis pemenuhan dan pelanggaran terhadap maksim kerja
samayang dilakukan oleh dialog tokoh utama dalam novel Ketika Cinta
Bertasbih 1, tokoh utama yang dimaksud adalah Khoirul Azzam dan Anna
Althofunnisa. Dari awal cerita dialog tokoh utama dengan tokoh lain
hingga akhir cerita, Syifa membuat kesimpulan bahwa dialog yang
dilakukan oleh tokoh utama dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1 lebih
cenderung terhadap pemenuhan maksim kerja sama. Selain itu, Syifa
menjadikan hasil penelitiannya sebagai implikasi terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia, khususnya dalam materi keterampilan menulis dialog
dan berbicara mengungkapkan perasaan. Jadi, kajian yang diambil oleh
27
Syifa adalah kajian pragmatik tentang maksim kerja sama Grice. Dia
menitikberatkan kepada pemenuhan dan pelanggaran yang dilakukan oleh
dialog tokoh utama yaitu Azzam dan Anna dalam novel Ketika Cinta
Bertasbih 1 karya Habiburrahman El-Shirazy.
Persamaan dan perbedaan ketiga penelitian di atas dengan penelitian
ini adalah terletak kepada unsur yang dikaji danobjek yang menjadi
kajiannya. Persamaan penelitian Ayusya dan Tyas dengan penelitian ini
yaitu sama-sama mengkaji humor sebagai objeknya, namun perbedaannya
bahwa Ayusya dan Tyas mengkaji penyimpangan yang dilakukan terhadap
prinsip kerja sama, selain itu Ayusya juga mengkaji tentang macrostruktur,
suprastruktur, dan koherensi. Adapun Tyas juga meneliti tentang
penyimpangan terhadap prinsip kesopanan. Sedangkan penelitian ini
menitikberatkan kepada prinsip kerja sama serta penyimpangan yang
dilakukan dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
Objek yang menjadi kajian Ayu adalah Blog humor NgupingJakarta,Tyas
dengan objek humor Ketawa Ketiwi Betawi, dan penelitian ini
menggunakan humor Cekakak-Cekikik Jakarta sebagai objek
penelitiannya.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Syifa, persamaan
dan perbedaan terletak pada unsur yang dikaji dan objek yang menjadi
kajiannya. Penelitian Syifa dengan penelitian ini sama-sama mengkaji
maksim kerja sama sebagai unsur kajiannya. Hasil penelitian Syifa sangat
relevan dengan penelitian ini, bahwa tujuannya adalah mendeskripsikan
dan menganalisis pemenuhan dan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama
yang dilakukan dalam sebuah dialog. Namun, yang menjadi perbedaan
terletak di dalam objek yang menjadi kajiaannya. Objek penelitian Syifa
terdapat pada dialog tokoh utama dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1,
sedangkan objek penelitian ini adalah dialog masyarakat betawi yang
terdapat dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi merupakan sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan untuk memperoleh kebenaran terhadap masalah tertentu yang
diajukan di dalam suatu penelitian. Usaha tersebut dilakukan dengan
sistematis dan terorganisasi, karena membutuhkan jawaban dan penyelesaian
yang benar dan logis. Adapun unsur-unsur metodologi dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Skema Konseptual 1
Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam
istilah metodologi penelitian, yaitu aspek aksiologi dari satu paradigma.
Aspek tersebut merupakan aspek nyata yang menunjukan cara melaksanakan
Metodologi Penelitian
Ancangan Pragmatik
Metode Kualitatif
Teknik Simak
Bebas Cakap Catat
29
penelitian yang terdiri dari ancangan, metode, dan teknik. Ancangan
merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir.
Menurut Bogdan dalam Moleong, paradigma adalah kumpulan longgar dari
sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dan penelitian.1Dengan paradigma, cara atau
orientasi berpikir peneliti menjadi terarah dan penelitian yang dilakukan akan
menjadi fokus.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ilmu pragmatik.
Ilmu pragmatik merupakan bidang linguistik yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal, yaitu mengkaji maksud penutur dalam
menyampaikan satuan lingual melalui bahasa berdasarkan konteks.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian atau research method merupakan aspek aksiologi dari
suatu paradigma, yang merupakan aspek nyata cara melaksanakan penelitian.
Di dalamnya terdapat jenis penelitian, data, sumber data, dan metode
penelitian yang meliputi pengadaan, analisis, dan penyajian data.2
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan
dan lain-lain, secara holistik dan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa.3
Penelitian kualitatif deskriptif tidak hanya mengemukakan berbagai
tindakan yang tampak oleh kasat mata saja, sebagaimana dikatakan Bailey
(1982) dalam Mukhtar (2013) menurut kutipan sebagai berikut:
1Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 49
2Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 168
3 Moleong, op. cit., h. 6
30
Penelitian kualitatif deskriptif selain mendiskusikan berbagai kasus
yang sifatnya umum tentang berbagai fenomena sosial yang
ditemukan, juga harus mendeskripsikan hal-hal yang bersifat spesifik
yang dicermati dari sudut kemengapaan dan kebagaimanaan, terhadap
suatu realitas yang terjadi baik perilaku yang ditemukan di permukaan
lapangan sosial, juga yang tersembunyi di balik sebuah perilaku yang
ditunjukkan.4
Dengan demikian, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan prinsip kerja sama serta penyimpangan yang dilakukan
dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah prinsip kerja sama serta
penyimpangan yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta
karya Abdul Chaer. Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang dijadikan
pedoman ketika peserta tutur melaksanakan proses komunikasi. Prinsip kerja
sama terdiri dari empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas,
maksim relevansi, dan maksim cara.
D. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh dialog yang mengalami prinsip
kerja sama serta penyimpangan yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-
Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
Dalam penelitian ini, hanya diambil sepuluh dialog yang mengandung
prinsip kerja sama dan sepuluh dialog yang menyimpang dari prinsip kerja
sama yang terdapat dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya
Abdul Chaer. Dalam pengambilan sampel penelitian, peneliti mempunyai
pertimbangan tersendiri di dalam pengambilannya, maka teknik yang 4 Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: Referensi, 2013), h. 11
31
digunakan dalam pengambilan sampel adalah Purposive Sampling yaitu
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Adapun hal yang menjadi pertimbangan yaitu adanya pengulangan beberapa
dialog yang dianggap bisa mewakili dari setiap dialog yang telah
diklasifikasikan berdasarkan maksim-maksimnya.
E. Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan metode, teknik, dan kiat dalam upaya
mengumpulkan data. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode simak dengan teknik simak bebas cakap dan teknik catat.
Adapun kemampuan peneliti dalam menggunakan teknik untuk menjalankan
metode dengan kiat tertentu yaitu menandai dengan bolpoin warna dan
memberi kode pada setiap dialog sesuai dengan maksim-maksim yang
terdapat dalam prinsip kerja sama. Maksim-maksim tersebut terdiri atas
maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara.
Tujuan pemberian kode dan tanda tersebut untuk memudahkan peneliti di
dalam mengidentifikasi dialog yang mematuhi dan menyimpang dari prinsip
kerja sama.
1. Metode Simak
Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah
menyimak dalam penelitian ini berkaitan dengan penggunaan bahasa secara
tertulis. Simak merupakan kegiatan permulaan, mengamati, dan memahami
dialog antar peserta tutur yang terdapat dalam humor Cekakak-Cekikik
Jakarta karya Abdul Chaer. Selanjutnya, digunakan teknik lanjutan berupa
teknik simak bebas cakap dan teknik catat. Hal ini untuk memudahkan di
dalam mengumpulkan data dengan lebih teliti dan cermat.
32
a) Teknik Simak Bebas Cakap
Pada teknik ini, peneliti berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa.
Peneliti tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan, namun hanya menyimak
pertuturan atau dialog yang sedang dilakukan antar peserta tutur. Pada teks
humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta, peneliti hanya menyimak informasi
teks baik yang berkenaan dengan isi maupun unsur-unsur di luar bahasa.
b) Teknik Catat
Setelah melakukan teknik simak bebas cakap, digunakan teknik catat atau
taking note method dengan melakukan pengelompokan teks dialog menjadi
gugus-gugus sesuai maksim-maksimnya pada kartu data yang telah
disediakan. Gugus adalah rangkaian; kumpulan; kelompok.5 Tujuan membuat
gugus-gugus tersebut untuk memudahkan di dalam mengklasifikasikan dialog
berdasarkan maksim-maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice.
Berikut ini adalah contoh kartu data yang digunakan dalam penelitian.
No. Nama Maksim Kode Data Jumlah Persentese
No
mor
Urut
Maks
im
Nama maksim yang
terdapat dalam
prinsip kerja sama.
Contoh : Maksim
Kuantitas
Bentuk dialog yang
mematuhi maksim
kuantitas, diberi
kode data
KN=HD/CCJ:
3/163
Jumlah
data
(dialog)
yang
mematuhi
maksim
kuantitas.
Jumlah
persentase
dialog yang
mematuhi
maksim
kuantitas.
Kartu data dirancang sendiri oleh peneliti untuk memudahkan mengidentifikasi dialog
sesuai maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama.
5 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2008), h. 464
33
F. Jenis Data
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah humor
Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
Identitas novel tersebut adalah:
Judul buku : Cekakak-Cekikik Jakarta
Pengarang : Abdul Chaer
Penerbit : PT Rineka Cipta Jakarta
Cetakan : Pertama, Juni 2011
Tebal : 312 halaman
Referensi utama yang digunakan dalam penelitian adalah buku-buku
pragmatik yang berkaitan dengan prinsip kerja sama. Selain itu, digunakan
referensi lain untuk menambah pengetahuan dalam mengkaji prinsip kerja
sama.
G. Analisis Data
Dalam analisis data digunakan metode dan teknik dalam upaya
menganalisis data, selanjutnya menghubungkan hasil analisis data dengan
teori menurut beberapa ahli. Metode yang digunakan untuk menganalisis data
adalah metode padan ekstralingual dengan teori Speaking, selanjutnya
digunakan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan, teknik
hubung banding membedakan serta teknik hubung banding menyamakan hal
pokok. Dengan teknik lanjutan ini, peneliti membanding-bandingkan
bagaimana dialog-dialog itu dihasilkan, kemudian mengelompokkan sesuai
maksim-maksimnya dengan prinsip menyamakan yang sama dan
membedakan yang berbeda, kemudian mencari kesamaan hal pokok tentang
pematuhan dan penyimpangan prinsip kerja sama dari pembedaan dan
penyamaan yang dilakukan. Adapun teori yang digunakan dalam
34
menganalisis data adalah teori Grice yang dikembangkan oleh Kunjana
Rahardi, Fatimah Djajasudarma, Kushartanti, Abdul Chaer, F.X. Nadar, dan I
Dewa Putu Wijana.
1. Metode Padan Ekstralingual
Metode padan ekstralingual digunakan untuk menganalisis unsur yang
bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal
yang berada di luar bahasa, seperti hal-hal yang menyangkut makna,
informasi, konteks tuturan dan lain-lain.6
a) Teori Speaking
Peneliti menggunakan teori Speaking untuk memudahkan menganalisis
data, digunakan teori tersebut karena dialog-dialog yang terdapat dalam
humor Cekakak-Cekakak Jakarta tidak lepas dari konteks sosial masyarakat.
Dell Hymes (1972) mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang
diakronimkan menjadi Speaking.
H. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur dalam mengidentifikasi data prinsip kerja sama dalam humor
Cekakak-Cekikik Jakarta sebagai berikut :
1. Membaca secara intensif humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta.
2. Mencermati dan mengamati dialog dengan metode dan teknik
pengumpulan data.
3. Menandai dan memberi kode pada dialog yang mematuhi dan
menyimpang dari prinsip kerja sama.
6Mahsun, op. cit., h. 120.
35
4. Menganalisis bentuk dialog yang mematuhi dan menyimpang dari prinsip
kerja sama dengan metode dan teknik analisis data.
5. Mengklasifikasikan bentuk-bentuk dialog yang mematuhi dan
menyimpang sesuai maksim-maksim yang terdapat dalam prinsip kerja
sama.
6. Menulis data hasil klasifikasi.
7. Membahas data hasil klasifikasi berdasarkan teori
8. Membuat kesimpulan mengenai prinsip kerja sama dan penyimpangan
yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya
Abdul Chaer.
36
Kegiatan Meneliti Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog Cekakak-
Cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer
Dataggjj
Skema Konseptual 2
Sumber Mahsun (2007) dan Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti.
Data Prinsip Kerja Sama dalam Humor
Klasifikasi Data Sesuai Maksim
Metode Teknik
dan Kiat
Analisis Data dan
Pembahasan
Metode dan
Teknik
Metode Padan
Ekstralingual
Teknik Hubung
Banding
Menyamakan
Teknik Hubung
Banding
Membedakan
Teknik Hubung
Banding
Menyamakan Hal
Pokok
Teori Speaking
Teori
Hasil Data Prinsip
Kerja Sama
Berdasarkan Maksim
Kuantitas, Maksim
Kualitas, Maksim
Relevansi, dan
Maksim Cara dalam
Humor Dialog
Cekakak-Cekikik
Jakarta Karya Abdul
Chaer
37
I. Keabsahan Data
Dalam upaya mendapatkan keabsahan data penelitian, perlu dilakukan
pengecekan terhadap data yang ditemukan.Pengecekan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan ketekunan pengamatan dan diskusi.
Ketekunan pengamatan bermaksud melakukan pengecekan kembali
terhadap data yang sudah diklasifikasikan, sehingga dapat memberikan
deskripsi data yang akurat dan sistematis. Dalam melakukan ketekunan
pengamatan ini, peneliti menggunakan referensi buku-buku pragmatik
terutama tentang prinsip kerja sama Grice. Setelah melakukan ketekunan
pengamatan, peneliti berdiskusi dengan beberapa teman sejawat dan
berkonfirmasi dengan pembimbing mengenai keabsahan data yang telah
ditemukan.
38
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Hasil penelitian ini berupa deskripsi pematuhan serta penyimpangan
terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta
karya Abdul Chaer. Pematuhan terhadap prinsip kerja sama dilakukan
sebagai pedoman selama komunikasi berlangsung, hal ini dengan
mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan
maksim cara. Sedangkan penyimpangan prinsip kerja sama terjadi
disebabkan penutur tidak faham dengan konteks pembicaraan atau
penyimpangan sengaja dilakukan untuk menimbulkan efek lucu atau
sindiran halus.
Pada penelitian ini, pematuhan maksim kuantitas berupa informasi
yang relatif memadai dan sesuai dengan kebutuhan penutur. Pematuhan
maksim kualitas berupa informasi yang benar dan logis. Pematuhan
maksim relevansi berupa informasi yang relevan dengan topik
pembicaraan. Pematuhan maksim cara berupa informasi yang jelas,
langsung, tidak ambigu dan tidak membingungkan.
Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog ini
meliputi penyimpangan maksim kuantitas dengan memberikan informasi
yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur.
Penyimpangan maksim kualitas berupa informasi yang salah dan tidak
logis. Penyimpangan maksim relevansi berupa informasi yang tidak
relevan dengan topik pembicaraan. Penyimpangan maksim cara berupa
informasi yang kabur, ambigu, berbelit-belit dan membingungkan.
Untuk mempermudah pemahaman analisis data, penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode SPEAKING (Setting and Scene,
Participants, Ends, Act sequence, Key, Instrumentalities, Norm of
39
Interaction and Interpretation, Genre) dan hasil penelitian ditampilkan
dengan bentuk tabel yang menggambarkan garis besar rumusan masalah
dalam penelitian ini. Pemaparan hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk
tabel sebagai berikut
Tabel 01
Pematuhan Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog Cekakak-
Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
Tase
1.
Maksim
Kuantitas
(KN=HD/CCJ: 3/163), (KN=HD/CCJ: 8/165),
(KN=HD/CCJ: 14/167), (KN=HD/CCJ: 15/167),
(KN=HD/CCJ: 17/168), (KN=HD/CCJ: 22/170),
(KN=HD/CCJ: 24/171), (KN=HD/CCJ: 28/172),
(KN=HD/CCJ: 32/173), (KN=HD/CCJ: 36/174),
(KN=HD/CCJ: 37/175), (KN=HD/CCJ: 39/175),
(KN=HD/CCJ: 45/177), (KN=HD/CCJ: 48/178),
(KN=HD/CCJ: 49/178), (KN=HD/CCJ: 66/183)
(KN=HD/CCJ: 72/186), (KN=HD/CCJ: 73/187),
(KN=HD/CCJ: 74/187), (KN=HD/CCJ: 81/190),
(KN=HD/CCJ: 85/192), (KN=HD/CCJ: 86/193),
(KN=HD/CCJ: 87/193), (KN=HD/CCJ: 90/194),
(KN=HD/CCJ: 96/196), (KN=HD/CCJ:100/198),
(KN=HD/CCJ:101/199), (KN=HD/CCJ:102/200),
(KN=HD/CCJ:103/200, (KN=HD/CCJ:107/202),
(KN=HD/CCJ:108/203), (KN=HD/CCJ:114/205),
(KN=HD/CCJ:126/209), (KN=HD/CCJ:132/212),
(KN=HD/CCJ:137/214), (KN=HD/CCJ:145/217),
(KN=HD/CCJ:148/219), (KN=HD/CCJ:153/221),
(KN=HD/CCJ:155/222)
39 25,16%
Keterangan : (KN=HD/CCJ: 3/163)
a. KN = Kuantitas
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
40
d. 14 = Nomor urut humor
e. 167 = Nomor urut halaman
Tabel 02
No. Nama
Maksim Nomor Data Jum
lah
Persen
Tase
2.
Maksim
Kualitas
(KL=HD/CCJ: 1/161), (KL=HD/CCJ: 2/161),
(KL=HD/CCJ: 5/164), (KL=HD/CCJ: 9/165),
(KL=HD/CCJ: 10/166), (KL=HD/CCJ: 19/169),
(KL=HD/CCJ: 20/169), (KL=HD/CCJ: 31/173),
(KL=HD/CCJ: 44/177), (KL=HD/CCJ: 53/180),
(KL=HD/CCJ: 68185), (KL=HD/CCJ: 79/189),
(KL=HD/CCJ: 84/192), (KL=HD/CCJ: 98/197),
(KL=HD/CCJ: 99/198), (KL=HD/CCJ:110/203),
(KL=HD/CCJ:112/204), (KL=HD/CCJ:117/206),
(KL=HD/CCJ:118/206), (KL=HD/CCJ:119/207),
(KL=HD/CCJ:120/207), (KL=HD/CCJ:125/209),
(KL=HD/CCJ:136/213), (KL=HD/CCJ:138/215),
(KL=HD/CCJ:141/216), (KL=HD/CCJ:142/216),
(KL=HD/CCJ:144/217), (KL=HD/CCJ:147/218)
28 18,06%
Keterangan : (KL=HD/CCJ: 99/198)
a. KL = Kualitas
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 99 = Nomor urut humor
e. 198 = Nomor urut halaman
Tabel 03
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
tase
3. Maksim
Relevansi
(R=HD/CCJ: 7/165), (R=HD/CCJ: 23/170),
(R=HD/CCJ: 29/172), (R=HD/CCJ: 88/194),
(R=HD/CCJ:106/202), (R=HD/CCJ:131/212)
6 3,87%
Keterangan : (R=HD/CCJ: 29/172)
41
a. R = Relevansi
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 29 = Nomor urut humor
e. 172 = Nomor urut halaman
Tabel 04
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
tase
4.
Maksim
Cara
(C=HD/CCJ: 18/169), (C=HD/CCJ: 25/171),
(C=HD/CCJ: 30/173), (C=HD/CCJ: 40/176),
(C=HD/CCJ: 52/179), (C=HD/CCJ: 69/185),
(C=HD/CCJ: 93/195), (C=HD/CCJ: 97/197),
(C=HD/CCJ:123/208), (C=HD/CCJ:124/208),
(C=HD/CCJ:128/211)
11 7,09%
Keterangan : (C=HD/CCJ: 128/211)
a. C = Cara
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 128 = Nomor urut humor
e. 211 = Nomor urut halaman
Tabel 05
Penyimpangan Prinsip Kerja Sama dalam Humor Cekakak-Cekikik
Jakarta karya Abdul Chaer
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
Tase
5.
Penyimpa
ngan
Maksim
Kuantitas
(PKN=HD/CCJ:13/167), (PKN=HD/CCJ:27/172),
(PKN=HD/CCJ:55/180), (PKN=HD/CCJ:57/181),
(PKN=HD/CCJ:58/181), (PKN=HD/CCJ:60/181),
(PKN=HD/CCJ:61/182), (PKN=HD/CCJ:67/184),
(PKN=HD/CCJ:76/188), (PKN=HD/CCJ:77/188),
(PKN=HD/CCJ:121/208),(PKN=HD/CCJ:129/211),
(PKN=HD/CCJ:135/213)
13 8,38%
Keterangan : PKN=HD/CCJ: 13/167
42
a. PKN = Penyimpangan Kuantitas
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 13 = Nomor urut humor
e. 167 = Nomor urut halaman
Tabel 06
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
Tase
6.
Penyimpa
ngan
Maksim
Kualitas
(PKL=HD/CCJ: 21/170), (PKL=HD/CCJ: 26/171)
(PKL=HD/CCJ: 35/174), (PKL=HD/CCJ: 38/175),
(PKL=HD/CCJ: 42/176), (PKL=HD/CCJ: 46/178),
(PKL=HD/CCJ: 50/179), (PKL=HD/CCJ: 56/180),
(PKL=HD/CCJ: 59/181), (PKL=HD/CCJ: 62/182),
(PKL=HD/CCJ: 63/182), (PKL=HD/CCJ: 64/183),
(PKL=HD/CCJ: 65/183), (PKL=HD/CCJ: 71/186),
(PKL=HD/CCJ: 75/187), (PKL=HD/CCJ: 80/190),
(PKL=HD/CCJ: 83/191), (PKL=HD/CCJ: 94/196),
(PKL=HD/CCJ: 95/196), (PKL=HD/CCJ:104/201),
(PKL=HD/CCJ:105/202), (PKL=HD/CCJ:109/203),
(PKL=HD/CCJ:111/204), (PKL=HD/CCJ:113/205),
(PKL=HD/CCJ:115/205), (PKL=HD/CCJ:134/213),
(PKL=HD/CCJ:140/215), (PKL=HD/CCJ:143/217),
(PKL=HD/CCJ:146/218), (PKL=HD/CCJ:149/219),
(PKL=HD/CCJ:151/220), (PKL=HD/CCJ:152/223),
(PKL=HD/CCJ:154/221).
33 21,29%
Keterangan : PKL=HD/CCJ: 154/221
a. PKN = Penyimpangan Kualitas
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 154 = Nomor urut humor
e. 221 = Nomor urut halaman
43
Tabel 07
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
Tase
7.
Penyimpa
ngan
Maksim
Relevansi
(PR=HD/CCJ: 4/164), (PR=HD/CCJ: 6/164),
(PR=HD/CCJ: 12/166), (PR=HD/CCJ: 41/176),
(PR=HD/CCJ: 43/177), (PR=HD/CCJ: 47/178),
(PR=HD/CCJ: 54/180), (PR=HD/CCJ: 70/186),
(PR=HD/CCJ: 78/189), (PR=HD/CCJ: 89/194),
(PR=HD/CCJ: 91/194), (PR=HD/CCJ:116/206),
(PR=HD/CCJ:139/215), (PR=HD/CCJ:150/220).
14 9,03%
Keterangan : (PR=HD/CCJ: 116/206)
a. PR = Penyimpangan Relevansi
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 116 = Nomor urut humor
e. 206 = Nomor urut halaman
Tabel 08
No. Nama
Maksim Nomor Data
Jum
lah
Persen
Tase
8.
Penyimpa
ngan
Maksim
Cara
(PC=HD/CCJ: 11/166), (PC=HD/CCJ: 16/168),
(PC=HD/CCJ: 33/172), (PC=HD/CCJ: 34/174),
(PC=HD/CCJ: 51/179), (PC=HD/CCJ: 82/191),
(PC=HD/CCJ: 92/195), (PC=HD/CCJ:122/208),
(PC=HD/CCJ:127/211), (PC=HD/CCJ:130/212),
(PC=HD/CCJ:133/212)
11 7,09%
Keterangan : (PC=HD/CCJ: 133/212)
a. PC = Penyimpangan Cara
b. HD = Humor Dialog
c. CCJ = Cekakak-Cekikik Jakarta
d. 133 = Nomor urut humor
e. 212 = Nomor urut halaman
44
Data pematuhan prinsip kerja sama pada tabel 01 di atas menunjukkan
bahwa jumlah wacana humor dialog yang mematuhi prinsip kerja sama
berupa maksim kuantitas ada 39 dari 155 wacana humor dengan
persentase 25,16%. Pertuturan dalam wacana humor tersebut telah
mematuhi maksim kuantitas karena antara peserta tutur saling memberikan
informasi yang cukup, relatif memadai, dan sesuai dengan kebutuhan
penutur. Tabel 02 menunjukkan bahwa jumlah humor dialog yang
mematuhi maksim kualitas ada 28 dari 155 wacana humor dengan
persentase 18,06%. Pertuturan telah mematuhi maksim kualitas
dikarenakan peserta tutur saling memberikan informasi yang benar, logis,
tidak direkayasa, dan sesuai dengan fakta. Tabel 03 menunjukkan jumlah
dialog yang mematuhi maksim relevansi ada enam dari 155 wacana humor
dengan persentase 3,87%. Pertuturan telah mematuhi maksim relevansi
dikarenakan peserta tutur saling memberikan informasi yang relevan
dengan topik pembicaraan. Tabel 04 menunjukkan jumlah wacana humor
yang mematuhi maksim cara ada 11 dari 155 wacana humor dialog dengan
persentase 7,09%. Pertuturan telah mematuhi maksim cara dikarenakan
peserta tutur saling memberikan informasi yang jelas, tidak ambigu, dan
tidak membingungkan.
Adapun data penyimpangan yang dilakukan terhadap prinsip kerja
sama pada tabel 05 di atas menunjukkan bahwa jumlah wacana humor
dialog yang menyimpang dari maksim kuantitas ada 13 dari 155 wacana
humor dengan persentase 8,38%. Pertuturan telah menyimpang dari
maksim kuantitas dikarenakan masing-masing peserta tutur memberikan
informasi yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan lawan
tuturnya. Tabel 06 menunjukkan jumlah dialog yang menyimpang dari
maksim kualitas ada 33 dari 155 wacana humor dengan persentase
21,29%. Pertuturan telah menyimpang dari maksim kualitas dikarenakan
peserta tutur saling memberikan informasi yang salah, direkayasa, tidak
logis, dan tidak sesuai dengan fakta. Tabel 07 menunjukkan jumlah dialog
yang menyimpang dari maksim relevansi ada 14 dari 155 wacana humor
dengan persentase 9,03%, pertuturan telah menyimpang dari maksim
45
relevansi dikarenakan peserta tutur memberikan informasi yang tidak
relevan dengan topik pembicaraan. Tabel 08 menunjukkan jumlah dialog
yang menyimpang dari maksim cara ada 11 dari 155 wacana humor
dengan persentase 7,09%. Pertuturan telah menyimpang dari maksim cara
dikarenakan peserta tutur memberikan informasi yang tidak jelas, berbelit-
belit, membingungkan, dan ambigu.
Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa tabel di atas bahwa data
pematuhan terhadap prinsip kerja sama lebih besar daripada data
penyimpangan. Jumlah data pematuhan ada 84 dari 155 wacana humor
dialog dengan persentase 54,20%, sedangkan data penyimpangan lebih
kecil dengan jumlah 71 dari 155 wacana humor dialog dengan persentase
45,80%. Data pematuhan prinsip kerja sama yang paling banyak dilakukan
dalam wacana humor dialog adalah maksim kuantitas, sedangkan data
penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam wacana humor dialog
banyak terjadi dalam maksim kualitas.
B. Analisis Data dan Pembahasan
Prinsip kerja sama merupakan prinsip dalam menyampaikan
komunikasi verbal dengan relatif memadai, cukup, sesuai dengan fakta,
relevan, tidak ambigu dan berbelit-belit. Penjelasan mengenai prinsip kerja
sama dikemukakan oleh Grice, yang kemudian dikembangkan oleh
beberapa pengarang buku pragmatik. Prinsip kerja sama dalam percakapan
terdiri dari empat maksim, yaitu:(1) maksim kuantitas(maxim of quantity),
(2) maksim kualitas(maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of
relevancy),dan (4) maksim cara (maxim of manner).
Berdasarkan data-data dalam hasil analisis penelitian yang telah
disampaikan sebelumnya, telah ditemukan dialog yang mematuhi prinsip
kerja sama yang terdiri atas empat maksim, yaitu maksim kuantitas,
maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Selain itu juga
ditemukan dialog yang menyimpang dari maksim-maksim tersebut.
Bentuk-bentuk dialog yang mematuhi dan menyimpang dari maksim-
maksim kerja sama akan dianalisis dan dibahas sebagai berikut:
46
1. Pematuhan prinsip kerja sama
Prinsip kerja sama yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-
Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer meliputi empat maksim, yaitu (1)
Maksim kuantitas, (2) Maksim kualitas, (3) Maksim relevansi, dan (4)
Maksim cara. Berikut ini akan dipaparkan mengenai jenis-jenis prinsip
kerja sama.
a. Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan
informasi yang relatif memadai atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan
tutur.Jika peserta tutur memberikan informasi yang cukup dan sesuai
dengan kebutuhan lawan tutur, maka pertuturan tersebut dianggap telah
mematuhi maksim kuantitas.
1. Nama Belum Jadi
Petugas : Nama Anda?
Sudir : Sudir, Pak!
Petugas : Nama Anda?
Sukar : Sukar, Pak!
Petugas : Nama Anda?
Sumar : Sumar, Pak?
Petugas : Kalian bagaimana sih? Nama belum jadi kok
sudah dipakai?
(HD/CCK: 14/167)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, kantor kelurahan, suasana ramai
P (Peserta tutur) :Petugas, Sudir, Sukar, Sumar
E (Maksud dan tujuan) : Petugas ingin mengetahui nama dari
masing-masing lawan tutur.Sudir, Sukar,
Sumar bermaksud memberitahukan nama
mereka.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran yang digunakan merupakan
kalimat langsung, sedangkan topik
pembicaraan mengenai nama dari masing-
masing lawan tutur.
47
K (Nada, cara, semangat) : Petugas bertanya dengan serius dan
mengejek, sedangkan Sudir, Sukar, dan
Sumar menjawab pertanyaan petugas dengan
singkat.
I (Jalur bahasa) : Jalur Lisan.
N (Norma/aturan) : Sopan dan Jujur
G (Jenis bahasa) : Eksposisi (Memberikan informasi)
Pertuturan di atas dianggap telah memenuhi maksim kuantitas, karena
setiap peserta pertuturan memberikan informasi yang cukup dan relatif
memadai pada setiap tahapan pertuturan. Interpretasi konteks pertuturan
tersebut terjadi di kantor kelurahan pada Siang hari. Petugas bertanya
dengan serius nama dari masing-masing lawan tutur, maka masing-masing
lawan tutur menjawab pertanyaan petugas dengan santai. Akan tetapi di
pertuturan yang terakhir bahwa petugas bertutur “Kalian bagaimana sih?
Nama belum jadi kok sudah dipakai?” adalah sebuah kelucuan belaka,
petugas memberikan sindiran kepada lawan tutur dengan mengatakan
nama yang mereka gunakan belum jadi, padahal memang benar bahwa
nama mereka adalah Sudir, Sukar, dan Sumar. Hal ini dibuktikan dengan
tidak adanya jawaban dari pertanyaan petugas yang terakhir. Selain itu,
dialog di atas juga sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Do
not make your contribution more informative than is required”, yang
diartikan oleh Nadar (Jangan memberikan informasi yang berlebihan
melebihi kebutuhan)1
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim kuantitas,
seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup,
relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak
boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.2
Tuturan yang tidak mengandung informasi yang cukup, dapat dikatakan
1F.X. Nadar, op. cit., h. 24
2 Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif, h. 53
48
melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice. Dengan
demikian, tuturan di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas, karena
sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, bahwa
masing-masing dari peserta tutur (Sudir, Sukar, Sumar) menjawab
pertanyaan petugas dengan cukup dan relatif memadai.
2. Operasi Jantung
Pasien : Dok, apakah operasi jantung itu tidak berbahaya?
Dokter : O, sama sekali tidak.
Pasien : Berapa tingkat keberhasilan itu, Dok?
Dokter : Seribu berhasil, satu gagal.
Pasien : Saya ini pasien ke berapa, Dok?
Dokter : Tunggu dulu. Lihat catatan. O, Anda pasien ke
seribu!
Pasien : Jadi???? (si pasien langsung pingsan)
(HD/CCJ: 3/163)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, ruang dokter, suasana sunyi.
P (Peserta tutur) : Pasien dan dokter
E (Maksud dan tujuan) : Pasien ingin mengetahui apakah operasi
jantung berbahaya atau tidak, sedangkan
dokter memberitahukan bahwa operasi
jantung tidak berbahaya.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran yang disampaikan
merupakan kalimat langsung, dan topik
pembicaraan mengenai operasi jantung.
K (Nada, cara, semangat) : Pasien bertanya mengenai operasi jantung
dengan serius, sedangkan dokter menjawab
setiap pertanyaan pasien dengan tenang
meyakinkan.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Sopan dan Jujur
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
49
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari di ruang
dokter dengan keadaan yang sunyi. Pertuturan di atas dianggap telah
memenuhi maksim kuantitas, karena dokter telah menjawab setiap
pertanyaan sesuai dengan kebutuhan pasiennya. Namun, ketika pasien
bertanya dengan serius “Saya ini pasien ke berapa, Dok?”, dokter
menjawabnya dengan santai “O, anda pasien ke seribu!”, pasien tersebut
langsung kaget dan pingsan, karena tidak adanya kognitif dalam humor
yang dimiliki pasien, sehingga dia berasumsi bahwa termasuk orang yang
gagal, padahal dokter mengatakan seribu berhasil satu gagal hanyalah
sebuah ilustrasi, hal inilah yang menimbulkan efek lucu dari humor di
atas. Efek kelucuan tetap ditimbulkan, namun percakapan yang dilakukan
tidaklah menyimpang dari maksim kuantitas.
Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975:45) yang mengatakan “Make
your information as invormative as required for the current purposes og
exchange”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai
kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan
memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan)3
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kuantitas dengan
syarat ada sumbangan informasi sebatas yang diperlukan; jangan
memberikan sumbangan informasi lebih dari yang diperlukan.4Selanjutnya
di dalam maksim kuantitas ini seorang penutur diharapkan dapat
memberikan informasi yang benar-benar cukup, memadai, dan berciri
seinformatif dan sejelas mungkin. Sebuah informasi yang dianggap cukup
memadai tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh
mitra tutur dalam aktivitas bertutur.5 Dengan demikian, pertuturan di atas
dianggap telah mematuhi maksim kuantitas, karena sesuai dengan teori
Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, yaitu seorang dokter memberikan
informasi dengan cukup dan sesuai kebutuhan pasiennya di setiap tahapan
pertuturan.
3 Nadar, loc. cit
4 Fatimah, op. cit., h. 92
5 Rahardi, Sosiopragmatik, h. 23-24
50
3. Pelebaran Kali
Warga baru : Abang berasal dari mana?
Warga lama : Dari Tanah Abang
Warga baru : Pindah ke Depok ini kenapa?
Warga lama : Rumah kami tergusur kena proyek
pelebaran jalan.
Warga baru : O, begitu!
Warga lama : Abang sendiri berasal dari mana dan juga
kenapa pindah ke sini?
Warga baru : Saya juga dari Tanah Abang, Kebon
Melati; Pindah ke sini karena terkena
proyek pelebaran kali.
Warga lama : Oh, kita sama-sama senasib
(HD/CCJ: 100/198)
S (Waktu, tempat, suasana) : Sore hari, di jalan, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : Warga baru dan warga lama
E (Maksud dan tujuan) : Warga baru ingin mengetahui asal dan
alasan warga lama pindah ke Depok, begitu
pula dengan warga lama yang juga ingin
mengetahui asal dan alasan warga baru
pindah ke Depok.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
tempat tinggal asal penutur dan alasan dari
masing-masing penutur pindah ke Depok.
K (Nada, cara, semangat) : Warga baru bertanya dengan semangat, dan
warga lama juga menyampaikan ujarannya
dengan sungguh-sungguh.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan : Sopan dan terbuka
G (Jalur bahasa) : Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di jalan
dalam keadaan yang ramai. Peserta tutur terdiri dari warga lama dan warga
51
baru. Pertuturan di atas telah memenuhi maksim kuantitas, karena peserta
tutur menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dengan jawaban yang
sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya. Ketika warga baru bertanya
kepada warga lama tentang asal dan alasannya pindah ke Depok, maka
warga lama memberi jawaban sesuai dengan keinginan warga baru, begitu
pula dengan warga lama yang bertanya tentang asal dan alasan warga baru
pindah ke Depok, warga baru pun juga menjawab sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan oleh lawan tuturnya. Dari humor di atas, tidak
ada percakapan yang berlebihan, karena masing-masing dari peserta tutur
menjawab semua pertanyaan sesuai kebutuhan lawan tuturnya.
Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Make your
information as invormative as required for the current purposes og
exchange”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai
kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan
memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan) 6
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kuantitas
menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang
secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
Perhatikan contoh berikut:
(1) + Siapa namamu?
- Ani
+ Rumahmu di mana?
- Klaten, tepatnya di Pedan
+ Sudah bekerja?
- Belum masih mencari-cari
Terlihat (-) dalam (1) bersifat kooperatif, memberikan konstribusi yang
secara kuantitas memadai, atau mencukupi pada setiap tahapan
komunikasi.7 Dengan demikian, tuturan di atas dianggap mematuhi
maksim kuantitas karena sesuai dengan teori Grice, bahwa masing-masing
6 Nadar, loc. cit
7 I Dewa Putu, Analisis Wacana Pragmatik, h. 42-44
52
dari peserta tutur (warga baru & warga lama) menjawab masing-masing
pertanyaan yang diberikan dengan relatif memadai dan sesuai kebutuhan
penutur.
b. Maksim Kualitas
Maksim kualitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan
informasi yang benar dan logis, menyampaikan sesuatu yang nyata dan
sesuai fakta sebenarnya di dalam aktivitas bertutur. Fakta itu harus
didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Maksim kualitas
yang pertama membutuhkan sikap percaya diri, bahwa sesuatu yang
dikatakan adalah benar, sedangkan maksim yang kedua bila kita percaya
mempunyai bukti yang kuat untuk suatu pernyataan, kita akan
mengujarkannya dengan yakin.
4. Betawi Dulu dan Sekarang
A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap
dengan wajah cerah dan penuh keriangan, apa artinya?
B : Mereka sedang mempercakapkan Betawi tempo dulu
dengan kebun-kebun dan tanah luas
A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap
dengan penuh kepiluan dan muka ditekuk apa artinya?
B : Mereka sedang membicarakan masa kini dan masa
mendatang tanpa kebun, tanpa tanah, dan tanpa harapan.
(KL=HD/CCJ: 1/161)
S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di depan rumah para penutur,
suasana sepi.
P (Peserta tutur) : A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan) : A ingin mengetahui maksud dari
percakapan orang betawi yang dilakukan
dengan wajah ceria dan penuh kepiluan,
sedangkan B bertujuan memberitahukan
perbedaan yang dimaksud oleh A.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
53
perbedaan orang betawi yang bercakap-
cakap dengan muka ceria dan penuh
kepiluan.
K (Nada, cara, semangat) : A bertanya dengan nada serius, sedangkan
B menjawab pertanyaan A dengan semangat
yang menyala-nyala.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan jujur
G (Jalur bahasa) : Narasi
Interpretasi konteks percakapan di atas terjadi pada pagi hari di depan
rumah para penutur. Mereka sedang membicarakan kehidupan orang
Betawi dulu dan sekarang. Pertuturan di atas telah memenuhi maksim
kualitas, karena penutur (B) memberikan infomasi yang benar dan sesuai
kenyataan dari setiap pertanyaan yang diajukan oleh (A), orang-orang
Betawi pada zaman dahulu bisa dikatakan termasuk golongan orang yang
mampu dan mempunyai banyak simpanan, seperti harta warisan, sawah,
maupun tempat untuk bermukim. Namun sekarang simpanan mereka
lambat laut semakin sedikit, dikarenakan kebutuhan hidup yang terus
meningkat, misalnya ketika ada cucu atau anaknya yang menikah, mereka
menjual sawahnya untuk dijadikan modal pernikahan, ada pula yang
menjual rumah-rumah kontrakan untuk bidang bisnis atau untuk beribadah
haji ke tanah suci Mekkah. Semakin banyaknya orang perantauan dari
seluruh pelosok yang merantau ke Jakarta, membuat kehidupan orang
Betawi juga semakin sempit, begitu juga dengan lahan dan rumah-rumah
kontrakan mereka.
Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975:45) dalam Nadar yang
mengatakan “Do not say that for which you lack adequate evidence” yang
diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya
tidak dapat dibuktikan secara memadai).8
8 Nadar, loc. cit
54
Teori Grice tersebut memberikan penjelasan bahwa dengan maksim
kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu
yang nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam aktivitas
bertutur sesungguhnya. Fakta kebahasaan yang demikian itu harus
didukung dan diasarkan pada bukti-bukti yang jelas, konkrit, nyata, dan
terukur. Maka sebuah tuturan akan dapat dikatakan memiliki kualitas yang
baik apabila tuturan itu sesuai dengan faktanya, sesuai dengan keadaan
yang sesungguhnya, tidak mengada-ada, tidak dibuat-buat, tidak rekayasa,
sehingga informasi yang demikian itu menjadi sangat tidak sesuai dengan
kenyataannya ketidaksesuaian yang demikian itu akann menjadikan
kualitas pertuturan semakin rendah. Jadi, sesuai dengan maksim ini, selalu
berusahalah agar dalam praktik bertutur sapa yang sebenarnya, kualitas
pertuturan itu benar-benar dijaga. Caranya, selalu sampaikanlah
pernyataan itu sesuai dengan fakta dan keadaan sesungguhnya.9
5. Tokoh Betawi
Guru : Siapa tokoh Betawi yang terkenal?
Siswa I : Mohamad Husni Thamrin
Guru : Apa jabatannya?
Siswa II : Anggota Volkread
Guru : Kapan dia wafat?
Siswa III : Kata ibu saya, ketika kakek lahir.
(HD/CCJ: 20/169)
S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di kelas, suasana tenang.
P (Peserta tutur) : Guru, siswa I, siswa II, dan siswa III
E (Maksud dan tujuan) : Guru bertanya mengenai tokoh betawi yang
terkenal, jabatannya, dan kapan wafatnya,
sedangkan siswa I menjawab Mohamad
Husni Thamrin, siswa II menjawab sebagai
anggota Volkread, sedangkan siswa III
menjawab Mohamad Husni Thamrin wafat
ketika kakeknya dilahirkan.
9 Rahardi, Sosiopragmatik, h. 24
55
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
tokoh Betawi yang terkenal.
K (Nada, cara, semangat) : Guru bertanya dengan nada serius dan
semangat, sedangkan siswa I, siswa II, dan
siswa III juga menjawab dengan nada yang
semangat.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Ramah dan Jujur
G (Jalur bahasa) : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di kelas
dengan suasana yang tenang. Peserta tutur terdiri dari guru dan beberapa
murid. Pertuturan di atas dianggap mematuhi maksim kualitas, karena
penutur siswa I, siswa II, dan siswa III menjawab pertanyaan gurunya
dengan jujur, benar, dan tepat. Tokoh betawi yang terkenal adalah
Mohamad Husni Thamrin, beliau lahir tanggal 16 Februari 1894 di
Weltevreden, Batavia. Selama hidupnya beliau menjabat sebagai anggota
Volkread(Dewan Rakyat), dan pada tanggal 11 Januari 1941 beliau
menghembuskan nafas terakhirnya dan dimakamkan di TPU Karet,
Jakarta. Namun, pertanyaan terakhir yang diberikan guru mengenai kapan
Mohamad Husni Thamrin wafat, siswa III memberikan jawaban yang
diyakini benar dan tidak mengada-ngada, bahwa dia mengatakan kalau
Mohamad Husni Thamrin meninggal ketika kakeknya dilahirkan, hal
tersebut dia ketahui dari ibunya. Jadi, pertuturan terakhir tetap dikatakan
mematuhi maksim kualitas, karena siswa III mengatakan sesuatu yang
diketahui dan diyakini benar dengan merujuk kepada “Kata ibu saya,
ketika kakek lahir.”
Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang mengatakan “Do not
say what you believe to be false, do not say that for which you lack
adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan
56
sesuatu yang tidak benar, jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya
tidak dapat dibuktikan secara memadai.10
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kualiti sebagai inti
dari kaidah konversasi yang mengatur konversasi dengan ketentuan: (1)
Jangan diujarkan bila tidak benar, dan (2) Jangan diujarkan bila
kekurangan data yang akurat maksim kualiti yang pertama adalah self-
evident ‘percaya diri’ (PD), sedangkan maksim yang kedua bila kita
percaya mempunyai bukti yang kuat untuk suatu pernyataan, kita akan
mengujarkannya dengan yakin.11
Namun, kadang kala penutur tidak merasa
yakin dengan apa yang diinformasikannya. Ada cara untuk
mengungkapkan keraguan seperti itu tanpa harus menyalahi maksim
kualitas. Ungkapan di awal kalimat sepeti setahu saya, kalau tidak salah
dengar, katanya, dan sebagainya, menunjukkan pembatas yang memenuhi
maksim kualitas.12
Hal ini terdapat pada dialog di atas, ketika guru
menanyakan kepada siswa III tentang kapan wafatnya Muhammad Husni
Thamrin, maka siswa III menjawab dengan tanpa ragu dan yakin, dengan
menunjukkan pembatas maksim kualitas, yaitu „kata ibu saya‟.
6. Status Sosial Sopir
Domang : Kabarnya status sosial seorang sopir sangat
tergantung pada status sosial majikannya.
Daman : Maksudmu?
Domang : Ya, status sosial sopir mobil Presiden tentu lebih
tinggi dari status sosial sopir Menteri; dan status
sosial sopir Menteri lebih tinggi dari status sosial
sopir mobil Camat.
Daman : Jadi, status sosial sopir mobil tinja gimana?
(HD/CCJ: 110/203)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di warung nasi, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : Domang dan Daman
E (Maksud dan tujuan) : Domang ingin memberitahukan bahwa
status sosial seorang sopir sangat tergantung
10
Nadar, loc. cit 11
Fatimah Djajasudarma, op. cit., h. 92 12
Kushartanti, op. cit., h. 107
57
kepada status sosial majikannya, sedangkan
Daman mendengarkan pernyataan Domang
dengan menanyakan status sosial mobil tinja
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
status sosial sopir yang bergantung kepada
status sosial majikannya.
K (Nada, cara, semangat) : Domang memberikan informasi dengan
semangat yang menyala-nyala, sedangkan
Daman menanggapi pernyataan Domang
dengan santai.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Ramah dan bersahabat
G (Jenis bahasa) : Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah
warung dengan suasana yang ramai. Peserta tutur terdiri dari Domang dan
Daman. Pertuturan di atas disampaikan dengan jenis bahasa berupa narasi
dan dianggap telah mematuhi prinsip kerja sama yang berupa maksim
kualitas, karena penutur Domang memberikan informasi yang benar
mengenai status sosial seorang sopir, bahwa profesi menjadi sopir itu bisa
berbeda tingkat kehormatannya tergantung kepada siapa majikannya.
Namun di akhir percakapan, tuturan Daman yang menanyakan bagaimana
status sosial sopir mobil tinja, tidak mendapatkan jawaban dari Domang,
karena disinilah letak kelucuan humor di atas, Jika akan dijawab sopir
mobil tinja sama halnya dengan sopir angkot, maupun sopir taksi, karena
kata „tinja‟ bukanlah disamakan dengan nama majikan yang sama halnya
dengan presiden, menteri dan camat. Mobil tinja adalah sejenis kendaraan
sama halnya dengan angkutan umum, bis, maupun taksi.
Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Do not
say what you believe to be false, do not say that for which you lack
adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan
58
sesuatu yang tidak benar, jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya
tidak dapat dibuktikan secara memadai.13
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim ini menghendaki agar
peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai
dengan data dan fakta.14
Di dalam berbicara secara kooperatif, masing-
masing peserta percakapan harus berusaha sedemikian rupa agar
mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Peserta tindak tutur hendaknya
mengatakan sesuatu berdasarkan atas bukti-bukti yang memadai. Dari data
yang terkumpul, terlihat bahwa oposisi logis dan tidak logis merupakan
aspek penting di dalam penciptaan dialog.15
c. Maksim Relevansi
Maksim relevansi mengharapkan setiap peserta tutur dapat
memberikan informasi yang relevan atau berhubungan dengan topik
pembicaraan. Jika peserta tutur mampu memberikan informasi yang
relevan dan ada hubungan implikasionalnya pada setiap tahapan
pertuturan, maka dianggap telah mematuhi maksim relevansi.
7. Pemuda Berkharisma
Nina : Kudengar kamu tidak mau punya pacar pemuda
berkharisma. Memang kenapa?
Nani : Harapanku, minimal punya pacar berinova. Syukur-
syukur kalau dapat yang ber-BMW.
(HD/CCJ: 88/194)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di depan rumah para penutur,
suasana sunyi.
P (Peserta tutur) : Nina dan Nani
E (Maksud dan tujuan) : Nina ingin mengetahui alasan Nani tidak
mau punya pacar pemuda yang mempunyai
motor karisma, dan Nani memberitahukan
13
Nadar, loc. cit 14
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 35 15
I Dewa Putu, Kartun, h. 81-82
59
bahwa minimal dia punya pacar yang
mempunyai mobil inova atau BMW.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
tipe pacar yang diharapkan.
K (Nada, cara, semangat) : Nina dan Nani berdialog dengan nada yang
santai
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan terbuka
G (Jenis bahasa) : Narasi
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim relevansi karena penutur
(Nani) memberikan jawaban yang relevan dengan pertanyaan lawan
tuturnya (Nina). Pemuda berkharisma yang dimaksud adalah pemuda yang
mempunyai kendaraan motor bermerek “Karisma”. Nina menanyakan
bahwa mengapa Nani tidak mau punya pacar yang mempunyai motor
“karisma”, karena ada pengetahuan yang dimiliki bersama oleh Nina dan
Nani, maka Nani langsung menjawab bahwa harapannya adalah
mempunyai pacar yang berinova atau syukur-syukur yang ber-BMW,
pacar yang berinova dan ber-BMW maksudnya adalah pemuda yang
mempunyai mobil merek “Inova” atau “BMW”.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Grice (1975: 45)
yang berbunyi “Be relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).16
Teori Grice yang mengatakan bahwa dalam maksim relevansi, peserta
tutur hendaknya memberikan informasi atau jawaban yang relevan dengan
topik pembicaraan, bahwa sebuah pernyataan P dinyatakan relevan dengan
sebuah pernyataan Q jika P dan Q, bersama-sama dengan pengetahuan
latar belakang, menghasilkan informasi baru yang bukan hanya diperoleh
dari P dan Q. Interpretasi itu berarti bahwa relevansi antara pernyataan A
16
Nadar, loc. cit
60
dan pernyataan B tidak hanya dalam wujud tuturan bersifat langsung,
tetapi juga bersifat tidak langsung.17
8. Tidak Lihat Ada Bapak
Petugas : Apakah kamu tidak melihat ada larangan
membelok?
Pengemudi : Lihat, Pak!
Petugas : Tapi, mengapa kamu belok juga?
Pengemudi : Karena saya tidak melihat ada bapak!
(HD/CCJ: 23/170)
S (Waktu, tempat, suasana) : Malam hari, di jalan raya, suasana ramai
P (Peserta tutur) : Petugas dan pengemudi
E (Maksud dan tujuan) : Petugas ingin mengetahui mengapa
pengemudi tetap melanggar meskipun sudah
ada tanda larangan membelok, dan
pengemudi berargumen bahwa dia tidak
melihat ada petugas di jalan raya.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, dan isi ujaran mengenai
pelanggaran lalu lintas.
K (Nada, cara, semangat) : Petugas bertanya dengan nada serius, dan
pengemudi menjawab pertanyaan petugas
dengan khawatir.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Tegas
G (Jenis bahasa) : Argumentasi
Konteks pertuturan di atas terjadi pada malam hari, di jalan raya
dengan keadaan lalu lintas yang masih ramai. Peserta tutur terdiri dari
petugas dan pengemudi. Masalah dari percakapan di atas ialah adanya
seorang pengemudi yang melanggar lalu lintas berupa larangan berbelok.
Petugas bertanya dengan nada serius “Tapi, mengapa kamu belok juga?”,
17
Suhartono, op. cit., h. 4.5
61
maka pengemudi menjawab dengan rasa khawatir “Karena saya tidak
melihat ada bapak!”, sekilas jika diperhatikan, jawaban yang diberikan
pengemudi “karena saya tidak melihat ada bapak!” tidak relevan dengan
pertanyaan petugas yang menanyakan mengapa masih berbelok juga kalau
sudah melihat tanda dilarang berbelok. Namun, jika diteliti jawaban yang
diberikan oleh pengemudi tersebut ada hubungan implikasionalnya, yaitu
seringnya orang mematuhi lalu lintas hanya karena ada petugas atau polisi.
Jadi, pertuturan di atas dianggap mematuhi maksim relevansi, karena ada
hubungan implikasional di dalamnya, secara tidak langsung petugas
memahami bahwa orang mematuhi lalu lintas jika ada petugas atau polisi
saja, kalau tidak ada petugas maupun polisi yang mengatur lalu lintas,
biasanya orang akan dengan seenaknya melanggar peraturan lalu lintas.
Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be
relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).18
Teori Grice tersebut mengatakan bahwa maksim relevansi
mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang
relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Perhatikan contoh
pertuturan (1) dan (2) berikut:
1. A : Bu, ada telepon untuk Ibu!
B : Ibu sedang di kamar mandi, Nak.
2. A : Bu, bus yang ke arah Kebayoran yang mana?
B : Coba tanya pada petugas lalu lintas itu.
Sepintas jawaban B pada pertuturan (1) dan (2) tidak berhubungan.
Namun bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban B pada
pertuturan (1) mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B
tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di
kamar mandi. Maka B secara tidak langsung meminta agar si A menerima
telepon itu. Begitu juga konstribusi B pada pertuturan (2) yang memang
secara eksplisif menjawab pertanyaan A. Akan tetapi dengan pengetahuan
18
Nadar, loc. cit.
62
bahwa petugas lalu lintas mengetahui rute-rute bus kota, maka pertanyaan
A dapat dijawab.19
d. Maksim Cara
Di dalam prinsip kerja sama yang berupa maksim cara ini, setiap
peserta tutur diharapkan mampu memberikan informasi yang jelas dan
langsung, tidak taksa atau ambigu, tidak kabur, dan tidak membingungkan.
Jika selama proses pertuturan berlangsung, peserta tutur mampu
menjalankan salah satu syarat yang diajukan dalam maksim cara, maka
dapat dikatakan bahwa proses pertuturan yang dilakukan telah mematuhi
prinsip kerja sama yang berupa maksim cara.
9. Jualan Bakso
Tukang Bakso di UNJ (TBU) : Anak saya satu di UI, Depok,
satu lagi di UIN, Ciputat.
Penanya : Di fakultas apa, Pak?
TBU : Bukan di fakultas.
Penanya : Jadi……….?
TBU : Yang satu jualan teh botol, yang satu lagi jualan
bakso kayak saya.
(HD/CCJ: 18/169)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di kampus UNJ, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : Tukang bakso dan penanya
E (Maksud dan tujuan) : Tukang bakso ingin memberitahukan
bahwa anaknya yang di UI jualan teh botol,
dan di UIN jualan bakso, sedangkan
penanya ingin mengetahui profesi anak-anak
tukang bakso.
A(Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
pemberitahuan tukang bakso tentang profesi
anak-anaknya.
19
Chaer, op. cit., h. 35-36
63
K (Nada, cara, semangat) : Tukang bakso menyampaikan informasinya
dengan santai, sedangkan penanya bertanya
dengan nada serius.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Ramah dan sopan
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena tukang bakso
UNJ (TBU) telah memberikan informasi yang jelas kepada lawan tuturnya
(Penanya). Awal pertuturan dimulai dari informasi yang diberikan tukang
bakso, dan penanya sangat penasaran sehingga dia bertanya mengenai
anaknya berada di fakultas apa?, dari pertanyaan yang diajukan oleh
penanya, kalau diperhatikan hampir penanya tidak faham dengan
perkataan tukang bakso yang mengatakan “Anak saya satu di UI, Depok,
satu lagi di UIN, Ciputat”. Namun untuk menghindari pertuturan yang
ambigu dan salah faham, tukang bakso secara langsung memberikan
penjelasan bahwa anak-anaknya bukan sedang belajar di fakultas UI
maupun UIN, akan tetapi mereka sedang berjualan, yang satu jualan teh
botol di UI dan satu lagi jualan bakso di UIN. Dari pernyataan yang
diberikan tukang bakso, akhirnya penanya dapat memahami tuturan yang
dikatakan oleh tukang bakso di awal tadi.
Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid obscurity of
expression”, yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang tidak
jelas).20
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim cara atau maksim
pelaksanaan dalam prinsip kerja sama mengharuskan setiap peserta
pertuturan dalam aktifitas bertutur sapa yang sebenarnya menyampaikan
informasi dengan secara langsung, dengan secara jelas, tidak dengan
kabur, tidak samar, tidak taksa, dan tidak berbelit.21
20
Nadar, loc. cit. 21
Rahardi, op. cit., h. 25
64
10. AGAM atau GAM
Dulgani : Rakyat Aceh kini sudah hidup tenang!
Dulhak : Ya,sejak adanya kesepakatan damai antara GAM
dan Pemerintah Republik Indonesia.
Dulgani : Namun kini di Aceh masih banyak GAM
berkeliaran, katanya!
Dulhak : Benar, karena di Aceh banyak anak laki-laki kecil!
Dulgani : Maksudmu?
Dulhak : Di Aceh anak laki-laki kecil disapa “gam atau
agam”.
S (Waktu, tempat, suasana) : Sore hari, di teras rumah, suasana sepi.
P (Peserta tutur) : Dulgani dan Dulhak
E (Maksud dan tujuan) : Dulgani membuat pernyataan bahwa rakyat
Aceh sudah hidup tenang dan penasaran
dengan gam yang masih banyak berkeliaran
di Aceh, sedangkan Dulhak memberitahukan
bahwa rakyat Aceh hidup tenang karena
sejak ada kesepakatan damai antara GAM
dan Pemerintah Indonesia, selain itu dia
menjelaskan kalau anak laki-laki kecil
disapa gam.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
GAM dengan anak laki-laki kecil yang
disapa gam.
K (Nada, cara, semangat) : Dulgani bertanya dengan nada serius dan
penasaran, sedangkan Dulhak menjawab
pertanyaan Dulgani dengan santai.
I (Jalur lisan) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Bersahabat dan jujur
G (Jenis bahasa) : Narasi
65
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena penutur
Dulhak memberikan informasi yang jelas dan tidak taksa, yaitu
memberikan keterangan bahwa Aceh hidup tenang sejak adanya
kesepakatan damai antara GAM dengan Pemerintah Republik
Indonesia,selain itu juga menjelaskan bahwa “gam atau agam” merupakan
sapaan untuk anak kecil laki-laki yang ada di Aceh. Kata “Gam”
menimbulkan makna lebih dari satu, yaitu singkatan dari Gerakan Aceh
Merdeka, dan sapaan untuk anak kecil laki-laki.Hal itulah yang sempat
membuat bingung dan penasaran Dulgani. Namun, agar topik pembicaraan
berjalan lancar, Dulhak berusaha menjelaskan pernyataan Dulgani yang
masih ambigu tentang GAM.
Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid ambiguity”,
yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang membingungkan atau
ambigu).22
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim cara ini
mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak
kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.23
2. Penyimpangan Prinsip Kerja Sama
Apabila di dalam praktek berkomunikasi, terdapat peserta tutur yang
memberikan informasi atau jawaban yang berlebihan, salah, tidak relevan,
tidak jelas dan ambigu, maka kelucuan dan kejenakaan saja yang akan
dilahirkan, sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau
kelucuan dalam aktifitas bertutur itu biasanya sering terjadi dalam dialog
manusia yang berupa humor. Humor tersebut berisi tentang fenomena
kehidupan sekarang atau sindiran halus untuk orang-orang tertentu, hal itu
dapat diperoleh dengan menyelewengkan salah satu maksim yang terdapat
dalam prinsip kerja sama. Selain itu, penyimpangan prinsip kerja sama
terjadi dikarenakan tidak adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh
peserta tutur.
22
Nadar, loc. cit 23
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36
66
a. Penyimpangan Maksim Kuantitas
Penyimpangan terhadap maksim kuantitas terjadi apabila peserta tutur
memberikan informasi yang berlebihan, tidak cukup dan tidak sesuai
dengan kebutuhan lawan tuturnya.
11. Komputer bekas
Pembeli : Saya ingin membeli komputer bekas karena uang
saya cuma sedikit. Ada tidak ?
Penjual : Ada tuh, ada yang bekas kantor, bekas mainan
anak, yang bekas kebanjiran juga ada !
(HD/CCJ: 55/180)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di toko komputer, suasana sepi
P (Peserta tutur) : Pembeli dan penjual
E (Maksud dan tujuan) : Pembeli ingin mengetahui ada tidaknya
komputer bekas karena uangnya cuma
sedikit, sedangkan penjual memberitahukan
ada komputer bekas kantor, mainan anak,
dan bekas kebanjiran.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
komputer bekas.
K (Nada, cara, semangat) : Pembeli bertanya dengan nada serius,
sedangkan penjual memberikan
informasinya dengan nada santai dan
mengejek.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Sopan dan terbuka
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di toko
komputer dalam keadaan sepi. Peserta tutur terdiri dari pembeli dan
penjual. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kuantitas,
karena penjual memberikan informasi secara berlebihan. Makna literal
67
komputer bekas adalah komputer yang sudah pernah dipakai oleh orang
lain, dan tidak baru lagi. Pembeli menanyakan perihal ada tidaknya
komputer bekas, dikarenakan uangnya yang sedikit, namun penjual
menjawab pertanyaan tersebut dengan berlebihan dan makna figuratif “ada
yang bekas kantor, bekas mainan anak, bekas kebanjiran juga ada”. Semua
orang pasti mengetahui bahwa komputer bekas kebanjiran mungkin sangat
fatal kerusakannya dan susah untuk diperbaiki. Informasi yang diberikan
oleh penjual di samping menimbulkan kelucuan juga bisa menimbulkan
kekesalan dalam diri pembeli. Wacana humor di atas memanfaatkan teori
pertentangan dengan maksud dan keinginan lawan tuturnya, sehingga
makna literal berkesampingan dengan makna figuratifnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not make
your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh
Nadar (Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi
kebutuhan).24
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim kuantitas,
seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup,
relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak
boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.
Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh
diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam
prinsip kerja sama Grice. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu
mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan melanggar
maksim kuantitas.25
12. Jus Amma
A : Selain jus tomat, jus alvokat, dan jus mangga di warung
ini sedia jus apa lagi ?
B : Juz Amma
(HD/CCJ: 121/208)
24
Nadar, loc. cit. 25
Rahardi, Kesantunan Imperatif, h. 53
68
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di warung nasi, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan) : A ingin mengetahui jus apalagi yang
tersedia di warung selain jus tomat, alvokat
dan mangga, sedangkan B menjawab
pertanyaan A dengan jawaban Juz Amma.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
macam-macam jus di warung.
K (Nada, cara, semangat) : A bertanya dengan nada serius, sedangkan
B menjawab pertanyaan A dengan nada
santai.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Halus dan tidak jujur
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah
warung dengan keadaan yang ramai. Pertuturan di atas dianggap
menyimpang dari maksim kuantitas karena penutur A memberikan
jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh lawan tutur
B. Penutur A bertanya mengenai macam-macam jus selain jus tomat,
alvokat dan mangga, namun B menjawabnya dengan jawaban juz amma.
Makna literal Jus tomat, alvokat, dan mangga merupakan „jenis minuman
yang dihancurkan dengan menggunakan blender‟, sedangkan B
memberikan makna figuratif juz dengan juz amma yang merupakan
„kumpulan ayat-ayat alquran juz 30‟. Wacana humor di atas
memanfaatkan teori pertentangan, sehingga menimbulkan makna atau
penafsiran yang tidak kongruen dengan objek pembicaraan.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Make your
information as informative as required (for the current purposes of
exchange), and do not make your contribution more informative than is
required”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai
69
kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan
memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan.26
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam berkomunikasi
lazimnya untuk memenuhi tuntutan prinsip kerja sama penutur
memberikan informasi sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
Di dalam wacana humor, seperti wacana kartun, diciptakan dialog-dialog
yang melanggar maksim ini. Misalnya saja salah seorang tokoh kartun
memberikan konstribusi yang kurang memadai dari apa yang dibutuhkan
oleh lawan bicaranya sehingga kelancaran komunikasi menjadi
terganggu.27
13. Bayangannya Juga Hitam
Mpok Mun : Di Tenabang sekarang banyak orang Afrika item-
item deh.
Mpok Jun : Katanya, sampe bayangannya juga item.
S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di toko sembako, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : Mpok Mun dan Mpok Jun
E (Maksud dan tujuan) : Mpok Mun memberitahukan banyak orang
Afrika yang badannya hitam-hitam di
Tenabang, sedangkan Mpok Jun membalas
informasi Mpok Mun dengan mengatakan
bayangannya juga hitam.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
orang Afrika yang berbadan hitam.
K (Nada, cara, semangat) : Mpok Mun dan Mpok Jun menyampaikan
informasinya dengan nada yang semangat
menyala-nyala.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan jujur
26
Nadar, loc. cit 27
I Dewa Putu Wijana, Kartun, h. 78-79
70
G (Jenis bahasa) : Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di sebuah
toko dalam keadaan ramai. Peserta tutur terdiri dari Mpok Jun dan Mpok
Mun. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kuantitas,
karena Mpok Jun menyampaikan informasi yang berlebihan mengenai
informasi yang disampaikan oleh Mpok Mun. Semua orang mengetahui
bahwa warna dari bayangan adalah hitam. Informasi yang disampaikan
Mpok Jun hanyalah kelucuan belaka, karena Mpok Mun memberitahukan
orang Afrika banyak yang berbadan hitam sehingga Mpok Jun
memanfaatkan kata „hitam‟ untuk bayangan dari badan orang Afrika.
Wacana humor di atas memanfaatkan teori pembebasan, sehingga makna
literal kata „hitam‟ yang sesungguhnya dibebaskan dengan mengaitkan
makna figuratifnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not make
your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh
Nadar (Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi
kebutuhan).28
Teori Grice tersebut kemudian dikembangkan oleh I Dewa Putu
Wijana yang menjelaskan bahwa bentuk penyimpangan maksim kuantitas
yang lain adalah pemberian informasi yang sifatnya berlebih-lebihan. Bila
penutur mengetahui lawan bicaranya memberikan konstribusi semacam itu
tentu ia tidak akan bertanya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh di
bawah ini:
(1) + Mobilku ringsek ketabrak kereta… kau bisa ngetok sampai kelihatan
baru lagi?
- Bisa tuan, tapi waktunya kira-kira 16 tahun.
(2) + Apa kapal selam ini masih dipakai untuk menyelam?
- Masih! Tapi, nggak bisa nimbul lagi.
28
Nadar, loc. cit.
71
Bila diperhatikan secara seksama konstribusi tokoh (-) pada wacana (1)
dan (2) di atas sifatnya berlebih-lebihan dan menyesatkan lawan
bicaranya. Setiap orang tentu mengetahui bahwa mengetok mobil selama
16 tahun berarti sama saja bahwa mobil itu tidak dapat diperbaiki lagi.
Begitu jua kapal selam yang tidak bisa muncul ke permukaan laut lagi
tidak bedanya dengan tidak dapat dipergunakan lagi.29
Hal ini sesuai
dengan informasi yang diberikan oleh Mpok Jun pada percakapan di atas,
semua orang tentu mengetahui bahwa warna bayangan adalah hitam, dan
tidak ada warna bayangan dengan warna lain.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim
kuantitas, menurut peneliti ditemukan enam (6) kata kunci, yaitu:
Informasi cukup, relatif memadai, seinformatif mungkin, sejelas mungkin,
tidak berlebihan, dan informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
penutur.
b. Penyimpangan Maksim Kualitas
Maksim kualitas mengharapkan setiap peserta tutur memberikan
informasi yang benar, logis, dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.Jika terdapat peserta tutur yang memberikan informasi yang
salah, mengada-ada, tidak logis dan tidak bisa didukung dengan bukti-
bukti yang jelas maka bisa dikatakan menyimpang dari maksim kualitas.
14. Masih Kuncup
Tati : Tivi kalau pakai antene parabola enak deh, bisa dapat
siaran tivi luar negeri. Tapi sayangnya antene parabola
harganya jutaan.
Nani : Yang murah harga seratusan juga ada. Kamu mau ?
Tati : Mana mungkin ada parabola yang harganya seratusan.
Nani : Kamu tidak tahu, ada !
Tati : Yang bagaimana ?
Nani : Yang masih kuncup, belum mekar. Siram saja setiap hari.
Nanti dia akan mekar.
(HD/CCJ: 42/176)
29
I Dewa Putu, Kartun, h. 80-81
72
S (Waktu, tempat, suasana) : Sore hari, di dalam rumah, suasana sepi.
P (Peserta tutur) : Tati dan Nani
E (Maksud dan tujuan) : Tati memberitahukan bahwa melihat
televisi dengan memakai antene parabola
lebih enak karena bisa melihat siaran luar
negeri, akan tetapi harga antene parabola
mahal, sedangkan Nani memberikan
informasi bahwa adanya antene parabola
seharga seratus ribu.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
harga antene parabola.
K (Nada, cara, semangat) : Tati bertanya dengan nada serius dan
penasaran, sedangkan Nani memberikan
informasi dengan semangat.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan tidak jujur
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada sore hari, di sebuah
rumah dalam keadaan yang sepi. Pertuturan di atas dianggap menyimpang
dari maksim kualitas, karena penutur Nani memberikan informasi yang
salah dan mengada-ada mengenai antene parabola yang disamakan dengan
bunga atau tanaman. Harga antene parabola yang paling murah adalah dua
ratus lima puluh ribu rupiah, sedangkan Nani memberitahukan kepada Tuti
dengan serius bahwa antene parabola ada yang harga seratus ribu yaitu
yang masih kuncup dan belum mekar. Jawaban yang diberikan oleh Nani
hanyalah kelucuan belaka dan tidak logis, karena memanfaatkan teori
ketidaksejajaran dalam humor. Selain itu, juga bisa menimbulkan
kekesalan dalam diri Tati, karena antene parabola yang masih kuncup dan
disiram setiap hari agar mekar tidak mungkin ada di toko televisi
manapun.
73
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not say
what you believe to be false and do not say that which you lack adequate
evidence,” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang
tidak benar; jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat
dibuktikan secara memadai.30
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam berbicara secara
kooperatif, masing-masing peserta percakapan harus berusaha sedemikian
rupa agar mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Peserta tindak tutur
hendaknya mengatakan sesuatu berdasarkan atas bukti-bukti yang
memadai. Dari data yang terkumpul, terlihat bahwa oposisi logis dan tidak
logis merupakan aspek penting di dalam penciptaan dialog dan monolog
humor. Tokoh atau tokoh-tokoh yang dikreasikan oleh para kartunis sering
kali mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal. Sehingga sering kali
menyimpang dari maksim kualitas.31
15. Segede Upil
A : Bang, dukunya sekilo berapa Bang?
B : Sepuluh ribu, Nyonya?
A : Ah, si Abang, duku segede-gede upil ini kok mahal amat!
B : Ya, Nyonya, kalau upilnya segede gini, nah, hidungnya
segede apa?
(HD/CCJ: 134/213)
S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di pasar buah, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan) : A ingin mengetahui harga duku sekilo dan
mengejek mahalnya harga duku dengan
mengatakan duku sebesar-besar upil,
sedangkan B memberitahu harga duku dan
menanggapi pernyataan A.
30
Nadar, loc. cit 31
I Dewa, op. cit., h. 81-82
74
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
mahalnya harga duku.
K (Nada, cara, semangat) : A bertanya dengan nada santai dan
mengejek, sedangkan B membalas
pernyataan A dengan nada santai.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan Kasar (Jorok)
G (Jenis bahasa) : Argumentasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di pasar
buah dalam keadaan yang ramai. Pertuturan di atas dianggap menyimpang
dari maksim kualitas, karena masing masing peserta tutur memberikan
informasi yang tidak sesuai dengan fakta. Penutur A bertanya mengenai
harga duku sekilo, dan dia beranggapan bahwa duku sekilo seharga
sepuluh ribu adalah harga yang mahal, maka dia mengatakan duku
sebesar-besar upil, begitu pula dengan penutur B yang mengatakan kalau
upilnya sebesar buah duku, maka bagaimana dengan hidungnya. Duku
sebesar-besar upil mengandung makna sebaliknya, artinya duku tersebut
sangatlah kecil sehingga diumpamakan seperti upil, begitu pula
sebaliknya, tidak pernah ada upil yang besarnya seperti buah duku.
Penutur A bermaksud menyindir lawan tuturnya B, sehingga mengatakan
duku sebesar-besar upil, begitu pula dengan penutur B, yang juga
bermaksud menyindir lawan tuturnya A dengan mengatakan kalau upilnya
sebesar buah duku, maka bagaimana dengan hidungnya. Wacana humor di
atas telah memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna figuratif yang
disampaikan berlawanan dengan makna literalnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not say
what you believe to be false and do not say that which you lack adequate
evidence,” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang
75
tidak benar; jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat
dibuktikan secara memadai.32
Teori Grice tersebut memberikan penjelasan bahwa dengan maksim
kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu
yang nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam aktivitas
bertutur. Fakta kebahasaan tersebut harus didukung dan didasarkan pada
bukti-bukti yang jelas, konkrit, nyata, dan terukur. Sebuah tuturan akan
dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai
dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak
mengada-ada, tidak dibuat-buat, tidak rekayasa, sehingga informasi yang
demikian itu menjadi sangat tidak sesuai dengan kenyataannya,
ketidaksesuaian yang demikian itu akan menjadikan kualitas pertuturan
semakin rendah.33
Jadi, sesuai dengan maksim ini, selalu berusahalah agar
dalam praktik bertutur sapa yang sebenarnya, kualitas pertuturan itu benar-
benar dijaga. Caranya, selalu sampaikanlah pernyataan itu sesuai dengan
fakta dan keadaan sesungguhnya.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim kualitas,
peneliti menemukan sepuluh (10) kata kunci, yaitu: informasi yang
diberikan benar, berdasarkan bukti-bukti yang memadai, jelas, konkrit, dan
terukur, sesuai dengan fakta, tidak mengada-ada, tidak rekayasa, tidak
dibuat-buat, dan jangan diujarkana bila kekurangan data yang akurat.
c. Penyimpangan Maksim Relevansi
Agar pembicaraan selalu relevan, diharapkan setiap peserta tutur
mempunyai latar belakang pengetahuan yang sama sehingga topik
pembicaraan mudah untuk dipahami pada setiap tahapan komunikasi. Jika
terdapat peserta tutur yang tidak faham dengan konteks saat ujaran terjadi,
maka ujaran tersebut bisa menyimpang dari maksim relevansi.
16. Si Markus Orang Mana
32
Nadar, loc. cit 33
Rahardi, Sosiopragmatik, h. 24
76
A : Gara-gara si Markus banyak koruptor divonis bebas.
B : Ngomong-ngomong emang si Markus orang mana ?
(HD/CCJ: 139/215)
S (Waktu, tempat, suasana) : Siang hari, di jalan, suasana sepi.
P (Peserta tutur) : A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan) : A memberitahukan bahwa banyak koruptor
divonis bebas disebabkan oleh markus,
sedangkan B ingin mengetahui tentang
markus.
A(Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
banyaknya koruptor yang divonis bebas
karena markus.
K (Nada, cara, semangat) : A menyampaikan informasi dengan
sungguh-sungguh, sedangkan B menanyakan
tentang markus dengan nada penasaran.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah
jalan dalam keadaan sepi. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari
maksim relevansi, karena penutur B tidak memiliki pengetahuan tentang
markus, sehingga dia menanyakan markus orang mana kepada lawan
tuturnya A. Markus merupakan „singkatan dari makelar kasus yang dapat
diartikan sebagai seorang perantara yang mengenal penjahat sekaligus
memiliki hubungan dengan penegak keadilan (Polisi, KPK, Jaksa)‟ dan
biasanya makelar kasus memberikan informasi yang dia ketahui tentang
penjahat kepada para penegak hukum. Namun, makelar kasus yang disebut
di atas adalah makelar yang tidak lagi menempatkan etika dan kaidah
77
hukum, karena berupaya merekayasa sebuah perkara hukum untuk
mendapatkan keuntungan yang besar. Wacana humor di atas telah
memanfaatkan teori ketidaksejajaran, sehingga tidak kongruen dengan
objek pertuturan. Selain itu, makna figuratif yang dibangun oleh B telah
berlawanan dengan makna literatif yang diasumsikan oleh A.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be
relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).34
Teori Grice yang mengatakan bahwa dalam maksim relevansi, peserta
tutur hendaknya memberikan informasi atau jawaban yang relevan dengan
topik pembicaraan, bahwa sebuah pernyataan P dinyatakan relevan dengan
sebuah pernyataan Q jika P dan Q, bersama-sama dengan pengetahuan
latar belakang, menghasilkan informasi baru yang bukan hanya diperoleh
dari P dan Q. Interpretasi itu berarti bahwa relevansi antara pernyataan A
dan pernyataan B tidak hanya dalam wujud tuturan bersifat langsung,
tetapi juga bersifat tidak langsung.35
17. Bekas Pejabat
MA : Bapak X, dosen kita yang baru itu kenapa ya kalau
mengajar duduk saja di kursi, nggak pernah berdiri?
MU : Yah, kamu belum tahu?
MA : Belum tahu kenapa?
MU : Dia kan bekas pejabat!
MA : Apa hubungannya?
MU : Kalau dia pergi berdiri dia takut kursinya diambil orang
lain.
(HD/CCJ: 150/220)
S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di koperasi kampus, suasana
ramai
P (Peserta tutur) : MA dan MU (Anonim)
E (Maksud dan tujuan) : MA penasaran dengan dosen baru yang
mengajarnya hanya duduk saja di kursi,
sedangkan MU memberikan informasi
34
Nadar, loc. cit 35
Suhartono, op. cit., h. 4.5
78
kepada MA bahwa dosen baru tersebut
adalah bekas pejabat.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
dosen baru yang mengajarnya hanya duduk
di kursi dihubungkan dengan bekas pejabat.
K (Nada, cara, semangat) : MA bertanya dengan nada serius dan
penasaran, sedangkan MU menjawab
pertanyaan MA dengan nada santai.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan terbuka
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di koperasi kampus
dalam keadaan ramai. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari
maksim relevansi, karena penutur MU memberikan informasi yang tidak
relevan dengan topik pembicaraan. Penutur MA bertanya mengenai dosen
baru yang cara mengajarnya hanya duduk saja di kursi, tidak pernah
berdiri, sedangkan penutur MU memberikan informasi bahwa dosen
tersebut adalah bekas pejabat, sehingga dia tidak mau berdiri karena takut
kursinya diambil oleh orang lain. Jika penutur MU merupakan peserta
tutur yang cooperative, maka tidak seharusnya dia menghubungkan cara
mengajar dengan duduk di kursi dengan bekas pejabat yang kursinya takut
diambil orang lain. Wacana humor di atas telah memanfaatkan teori
ketidaksejajaran, sehingga makna literal kata „duduk‟ yang diasumsikan
oleh MA berlawanan dengan makna figuratif yang diasumsikan oleh MU.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be
relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).36
Teori relevansi tersebut menjelaskan bahwa sebagai seorang yang
kooperatif di dalam berkomunikasi, penutur dan lawan tutur dituntut selalu
36
Nadar, loc. cit
79
relevan mengemukakan maksud dan ide-idenya. Konstribusi-konstribusi
yang diberikan harus berkaitan atau sesuai dengan topik-topik yang sedang
diperbincangkan. Di dalam berbicara penutur mengutarakan tuturannya
sedemikian rupa sehingga tuturan itu hanya memiliki satu tafsiran yang
relevan dengan konteks pembicaraan. Konteks dalam hal ini tidaklah
terbatas pada informasi mengenai lingkungan fisik tuturan yang langsung
dihadapinya, atau yang mendahuluinya, tetapi meliputi pula harapan-
harapan, dugaan-dugaan, kepercayaan, kenangan, asumsi-asumsi budaya,
keyakinan terhadap keadaan mental pembicara. Agar pembicaraan selalu
relevan maka penutur harus membangun (mengkonstruksi) konteks yang
kurang lebih sama dengan konteks yang dibangun oleh lawan bicaranya.
Jika tidak, mereka akan terperangkap dalam kesalahpahaman. Untuk
jelasnya dapat disimak wacana 1 dan 2 berikut ini:
1. + Gamsut kok lima jari diacungin semua.
- Maju satu-satu belum tentu menang…. Lebih baik main keroyok.
2. + Akulah manusia enam juta dolar
- Biyuh-biyuh, kalau begitu kenalpotnya aja harga berapa?
Dalam kartun (1) dan (2) tampak tokoh (-) memberikan tanggapan
yang menyimpang dari konteks yang diajukan oleh lawan bicaranya (+).
Dalam (1) tokoh (-) menghubungkan gamsut dengan orang berkelahi,
sedangkan dalam (2) menghubungkan manusia enam juta dolar dengan
kendaraan.37
Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang
dari maksim relevansi, karena tidak sesuai dengan teori Grice, yaitu
penutur (MU) menghubungkan kursi yang dibuat untuk tempat duduk
dengan kursi jabatan, hal ini membuat bingung lawan tuturnya (MA)
karena tidak sesuai dengan topik pembicaraan.
18. Yang Paling Bersih
Pak RT : Saya sebagai ketua RT menyarankan Saudara-saudara
untuk memilih calon gubernur yang paling bersih
dalam pilkada nanti!
37
I Dewa Putu, Kartun, h. 85-87
80
Warga : Kalau itu saran Bapak tentu yang harus kita pilih
adalah cagub X.
Pak RT : Kenapa dia Saudara anggap paling bersih?
Warga : Karena istrinya banyak. Jadi, dia paling sering mandi.
(HD/CCJ: 78/189)
S (Waktu, tempat, suasana) : Pagi hari, di balai warga, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : Pak RT dan warga
E (Maksud dan tujuan) : Pak RT menyarankan kepada warganya
untuk memilih gubernur yang paling bersih,
sedangkan warga mengusulkan agar memilih
cagub X karena paling sering mandi.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
pemilihan calon gubernur.
K (Nada, cara, semangat) : Pak RT memberitahukan dengan nada
semangat menyala-nyala, sedangkan warga
menanggapi informasi pak RT dengan nada
santai.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Sopan dan jujur
G (Jenis bahasa) : Narasi
Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim relevansi,
karena penutur warga memberikan informasi yang tidak relevan dengan
masalah yang sedang dibicarakan. Konteks pembicaraan di atas mengenai
pemilihan calon gubernur yang paling bersih. Pak RT menyarankan agar
warga memilih cagub yang paling bersih maksudnya adalah cagub yang
jujur, baik, dan tidak pernah korupsi. Sedangkan menurut warga cagub
yang paling bersih dianggap dari segi kebersihan fisik, sehingga dia
menyarankan untuk memilih cagub X karena istrinya banyak, dan
tentunya dialah yang paling sering mandi. Wacana humor di atas
memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna literal tentang „yang
81
paling bersih‟ berlawanan dengan makna figuratifnya yaitu „yang paling
sering mandi‟.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be
relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).38
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim relevansi
dengan tegas dinyatakan bahwa agar dapat terjalin kerja sama yang
sungguh-sungguh baik antara penutur dan mitra tutur dalam praktik
bertutur sapa hendaknya masing-masing dapat memberikan konstribusi
yang benar-benar relevan dengan sesuatu yang sedang dipertuturkan itu.
Bertutur dengan tidak memberikan konstribusi relevan yang demikian itu,
akan dapat dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama
Grice.39
Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang dari
teori Grice, bahwa penutur telah menghubungkan pemimpin yang bersih
bukan dari segi/sifat batin melainkan dari segi dlohir (fisik).
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan menegnai maksim
relevansi, peneliti menemukan dua (2) kata kunci, yaitu: Informasi yang
disampaikan sesuai dengan topik pembicaraan dan masing-masing peserta
tutur mempunyai latar belakang yang sama.
d. Penyimpangan Maksim Cara
Maksim cara mengharapkan peserta tutur memberikan informasi
yang langsung, jelas, tidak kabur dan tidak ambigu. Sebuah ujaran
dikatakan menyimpang dari maksim cara apabila peserta tutur
memberikan informasi yang berbelit-belit, membingungkan, kabur dan
ambigu.
19. Keturunan Ke-8
A : Moyangku dulu adalah orang kaya raya, yang kekayaannya
tidak akan habis dimakan sampai tujuh turunan.
B : Lah, kamu sendiri kok jadi pengemis miskin!
38
Nadar, loc. cit 39
Rahardi, Sosiopragmatik, h. 24
82
A : Ya, karena saya keturunan ke delapan.
(HD/CCJ: 127/211)
S (Waktu, tempat, situasi) : Sore hari, di depan rumah para penutur,
suasana sepi
P (Peserta tutur) : A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan) : A memberitahukan bahwa nenek
moyangnya adalah orang kaya, dan
kekayaannya tidak habis sampai tujuh
turunan, sedangkan B ingin mengetahui
mengapa A menjadi pengemis miskin.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
kekayaan yang dimiliki sampai tujuh
turunan, namun menjadi pengemis miskin
karena turunan kedelapan.
K (Nada/cara/semangat) : A menyampaikan informasinya dengan
nada semangat dan kesal, sedangkan B
bertanya dengan nada mengejek.
I (Jalur bahasa) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Akrab dan terbuka
G (Jenis bahasa) : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada sore hari, di depan
rumah para penutur dalam keadaan sepi. Pertuturan di atas dianggap
menyimpang dari maksim cara, karena penutur A menyampaikan
informasi yang taksa. Dalam ujaran pertama A menyampaikan bahwa
nenek moyangnya adalah orang kaya raya, sehingga kekayaannya tidak
akan habis sampai tujuh turunan, artinya kekayaan yang dimiliki nenek
moyangnya sangat berlimpah ruah sehingga hampir kebutuhan serta
keinginannya bisa dicapai. Istilah “Tujuh turunan” merupakan istilah
umum masyarakat yang digunakan untuk mengibaratkan kekayaan
83
seseorang. Namun, ketika lawan tuturnya B bertanya mengapa A menjadi
pengemis miskin, A memberi jawaban bahwa dia adalah keturunan
kedelapan. Keturunan kedelapan merupakan tingkatan, bahwa dia
merupakan keturunan yang kedelapan. Asumsi A yang berubah dari
ujaran pertama mengenai tujuh turunan dengan ujaran yang kedua
mengenai tingkatan, menjadikan tuturan yang disampaikan mengandung
ketaksaan, sehingga bisa menyimpang dari maksim cara. Dengan
demikian, wacana humor di atas telah memanfaatkan teori
ketidaksejajaran dan ambiguitas, sehingga makna literal kata „tujuh
turunan‟ memiliki makna ganda dan membutuhkan penafisiran dari
masing-masing peserta tutur.
Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid ambiguity”
yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang taksa).40
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa pembicara harus
mengutarakan ujarannya sedemikian rupa agar mudah dipahami oleh
lawan bicaranya dengan menghindari kekaburan, ketaksaan, berbicara
secara padat, dan langsung. Setiap peserta tindak tutur tidak dapat
mengutarakan tuturannya secara kabur dan taksa atau menafsirkan sesuatu
yang sebenarnya jelas sebagai sesuatu yang kabur atau taksa.41
20. Beli Satu Dikasi Satu
Eneng : Bang pepayanya berapa?
Abang : Murah, Neng. Empat ribu saja!
Eneng : Kalau saya beli satu, dikasi berapa?
Abang : Kalau beli satu, ya, dikasi satu!
Eneng : Baik, Bang! Ini duit empat ribu saya beli satu.
Abang : Ini Neng, pepayanya. Terima kasih, Neng!
Eneng : Iya, Bang. Ini yang saya beli.Yang dikasi mana?
Abang : Yang dikasi?
Eneng : Tadi kan Abang bilang kalo beli satu dikasih satu. Jadi,
yang dikasi mana pepayanya?
Abang : Ha, Eneng nih bagaimana?
Eneng : Kan Abang yang bilang, kalo beli satu, dikasi satu!
(HD/CCJ: 82/191)
40
Nadar, loc. cit 41
Ibid., h. 88-89
84
S (Waktu, tempat, situasi) : Pagi hari, di pasar buah, suasana ramai.
P (Peserta tutur) : Eneng dan Abang
E (Maksud dan tujuan) : Eneng menanyakan harga papaya, dan
beranggapan kalau beli papaya satu dikasi
satu, sedangkan Abang memberitahukan
harga papaya dan bingung dengan
pernyataan yang dibuat oleh neng.
A (Bentuk dan isi ujaran) : Bentuk ujaran merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
harga papaya dan pemberian papaya jika
membelinya satu.
K (Nada/cara/semangat) : Eneng dan Abang bertanya dan
memberikan informasi dengan nada santai
dan serius.
I (Jalur tuturan) : Jalur lisan
N (Norma/aturan) : Sopan dan membingungkan
G (Jenis/ragam bahasa) : Argumentasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di pasar
buah dalam keadaan yang ramai. Peserta tutur terdiri dari Eneng dan
Abang. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara, karena
penutur Eneng telah membuat pernyataan yang membingungkan lawan
tuturnya. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang didapatkan dari
ujaran Abang bahwa beli papaya satu dikasi satu. Kalau diperhatikan,
ketika seseorang membeli papaya satu, maka yang dikasihpun juga satu.
Namun di sini kata “dikasi” bisa menimbulkan makna yang ambigu yaitu
sebagai pemberian atau penyerahan barang sesudah melakukan
pembayaran, dan juga berarti sebagai bonus, sama halnya ujaran “Beli satu
dapat dua”. Ujaran Abang yang mengatakan “beli satu dikasi satu”, sama
si Eneng diasumsikan dengan makna yang kedua, yaitu jika dia membeli
papaya satu maka dikasi satu (dapat bonus satu). Wacana humor di atas
85
telah memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna literal yang
diasumsikan berlawanan dengan makna figuratifnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid obscurity
of expression and Avoid ambiguity” yang diartikan oleh Nadar (Hindari
ungkapan yang tidak jelas dan hindari ungkapan yang membingungkan).42
Teori Grice tersebut kemudian dikembangkan oleh Rahardi yang
menjelaskan maksim cara atau maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja
sama mengharuskan setiap peserta pertuturan dalam aktivitas bertutur sapa
yang sebenarnya menyampaikan informasi dengan secara langsung,
dengan secara jelas, tidak dengan kabur, tidak samar, tidak taksa, tidak
berbelit. Orang bertutur yang tidak dengan secara cermat
mempertimbangkan hal-hal yang disampaikan di depan itu akan dapat
dikatakan sebagai pelanggar terhadap prinsip kerja sama Grice.43
Dengan
demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara
karena tidak sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi,
bahwa penutur (Eneng) telah membuat komunikasi yang membingungkan
dengan lawan tuturnya (Abang).
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim cara,
peneliti menemukan empat (4) kata kunci, di antaranya: informasi yang
diberikan jelas, tidak berbelit-belit, tidak kabur atau ambigu, dan tidak
membingungkan.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
Prinsip kerja sama merupakan sebuah prinsip yang dijadikan pedoman
ketika melakukan aktifitas komunikasi. Prinsip ini didasari oleh asumsi
bahwa dalam berkomunikasi, peserta tutur bersedia bekerja sama sehingga
berfungsi mengatur tuturan agar mendukung tercapainya maksud dan
tujuan yang diinginkan.
42
Nadar, loc. cit 43
Rahardi, Pragmatik, h. 25
86
Prinsip kerja sama yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-
Cekikik Jakarta memiliki potensi untuk dikembangkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa prinsip kerja sama sangat penting untuk menciptakan
komunikasi yang baik dan lancar. Selain itu, pertuturan yang dilakukan di
dalam wacana humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer
tetap menimbulkan efek kelucuan dengan tidak menyimpang dari prinsip
kerja sama Grice.
Adapun penyimpangan yang dilakukan terhadap prinsip kerja sama
dalam humor dialog tersebut tidak lain hanyalah bertujuan sebagai hiburan
yang mempunyai aspek membebaskan manusia dari beban mental,
menghilangkan rasa stress dan jenuh, serta menambah wawasan. Selain itu
juga berisi tentang sindiran-sindiran halus dalam dunia sosial
kemasyarakatan, pendidikan maupun politik terhadap orang-orang
tertentu, seperti polisi, pejabat, dosen, guru, dan lain sebagainya.
Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama bisa terjadi disebabkan karena
kurangnya pengetahuan yang dimiliki bersama oleh peserta tutur. Selain
itu, penutur memberikan informasi dengan maksud dan tujuan menyindir
tentang topik yang menjadi bahan pembicaraan.
Dalam suasana yang ricuh, humor berfungsi sebagai pemecah
ketegangan, sehingga suasana tersebut berubah menjadi rileks lagi. Dalam
konteks politik, humor digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik dan
saran. Dalam konteks sosial masyarakat, humor disajikan untuk
mengungkapkan fenomena kehidupan yang benar-benar terjadi dalam
sehari-hari. Berbagai surat kabar dan majalah atau bulletin politik, sering
kali dimunculkan gambar-gambar yang bernuansa komikal. Dalam dunia
pendidikan, humor juga dipercaya sebagai alat untuk menyampaikan
variasi-variasi dalam belajar, agar menjadi pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, emotif, dan menyenangkan.
Hasil riset mengimplikasikan bahwa prinsip kerja sama merupakan
unsur penting untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas. Sebagai guru, khususnya guru bidang studi bahasa Indonesia
87
hendaknya mempelajari bagaimana prinsip kerja sama bisa diaplikasikan
selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, dalam kurikulum
pembelajaran bahasa Indonesia, prinsip kerja sama juga sangat dibutuhkan
oleh peserta didik di dalam melatih komunikasi yang baik dan benar, di
antaranya dalam pembelajaran diskusi, wawancara, maupun
menyampaikan pesan melalui telepon. Ketika mereka sedang
melaksanakan diskusi, mereka membutuhkan prinsip kerja sama agar
proses diskusi bisa berjalan dengan lancar. Kegiatan wawancara pun
demikian, mereka mengaplikasikan prinsip kerja sama ketika melakukan
praktek wawancara, baik dengan teman sendiri maupun dengan
narasumber yang berada di luar kelas, seperti guru, orang tua, maupun
masyarakat. Di dalam menyampaikan pesan melalui telepon mereka
menerapkan prinsip kerja sama dengan baik dan santun agar maksud dan
tujuan yang diinginkan bisa tercapai.
Gambaran implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di beberapa tingkat satuan pendidikan yang mengacu kepada
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) diuraikan sebagai berikut:
1) Mengacu kepada RPP Sekolah Dasar (SD)
Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan
pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita
dan bertelepon.
Kompetensi Dasar : Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa
yang santun.
Indikator Pembelajaran:
1. Mampu mendiskusikan cara bertelepon.
2. Mampu mendata kesalahan-kesalahan kalimat dalam bertelepon.
3. Mampu bertelepon dengan berbagai mitra bicara sesuai dengan
konteks.
Tujuan pembelajaran: Siswa mampu bertelepon dengan kalimat yang
efektif dan bahasa yang santun.
88
2) Mengacu kepada RPP Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Standar Kompetensi : Mengungkapkan berbagai informasi melalui
wawancara dan presentasi laporan.
Kompetensi Dasar : Berwawancara dengan narasumber dari berbagai
kalangan dengan memperhatikan etika
berwawancara.
Indikator Pembelajaran:
1. Mampu membuat daftar pokok-pokok pertanyaan untuk wawancara.
2. Mampu melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai
kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara.
Tujuan pembelajaran: Siswa mampu melakukan wawancara dengan
narasumber dari berbagai kalangan dengan
memperhatikan etika berwawancara.
3) Mengacu kepada RPP Sekolah Menengah Atas (SMA)
Standar Kompetensi : Memahami pendapat dan informasi dari berbagai
sumber dalam diskusi atau seminar.
Kompetensi Dasar : Mengomentari pendapat seseorang dalam suatu
diskusi atau seminar.
Indikator Pembelajaran:
1. Memahami pendapat yang disampaikan pembicara dalam suatu diskusi
atau seminar
2. Mengajukan pertanyaan berkait dengan topik diskusi atau seminar
3. Mengomentari jalannya diskusi atau seminar yang telah berlangsung.
Tujuan Pembelajaran: Siswa mampu mengomentari pendapat seseorang
dalam suatu diskusi atau seminar.
89
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip kerjasama yang dilakukan
dalam wacana humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer
lebih besar daripada penyimpangan yang dilakukan. Pematuhan terhadap
prinsip kerja sama banyak dilakukan dalam maksim kuantitas, sedangkan
penyimpangan yang sering dilakukan terdapat dalam maksim kualitas.
Pertuturan dianggap mematuhi maksim kuantitas karena peserta tutur
memberikan informasi yang cukup, tidak berlebihan, dan sesuai dengan
kebutuhan lawan tutur. Mematuhi maksim kualitas karena memberikan
informasi yang benar, logis, tidak direkayasa, dan sesuai dengan fakta.
Mematuhi maksim relevansi karena pertuturan relevan dengan topik
pembicaraan, dan mematuhi maksim cara karena memberikan informasi
yang jelas, tidak membigungkan, dan tidak ambigu.
Penyimpangan dalam humor bisa diciptakan dengan teori
ketidaksejajaran, pertentangan, dan pembebasan. Selain itu, dalam
hubungannya dengan kode bahasa ditemukan tiga cara penciptaan humor,
yakni penyimpangan makna, penyimpangan bunyi, dan pembentukan kata
baru. Hal tersebut dilakukan melalui penyimpangan kaidah pragmatik
berupa prinsip kerja sama. Penyimpangan bisa terjadi juga disebabkan
kurangnya kaidah kognitif (cognitive rule) dengan konteks pembicaraan.
Selain itu, penyimpangan sebagai sarana penciptaan humor bertujuan
untuk menghibur, menyampaikan kritik sosial, dan membawa pembaca
dari keadaan telis ke keadaan paratelis.
Implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
sangat penting untuk membantu guru menciptakan pembelajaran yang baik
dan lancar, serta membantu meningkatkan keterampilan berbicara siswa di
dalam berkomunikasi melalui telepon, wawancara, maupun diskusi.
90
B. Saran
1. Bagi pembaca, ketika melaksanakan aktivitas komunikasi penting
memperhatikan kaidah-kaidah di dalam percakapan dan berusaha agar
tuturan yang disampaikan tidak berlebihan, benar, relevan dengan
konteks, tidak berbelit-belit, dan ambigu.
2. Bagi siswa dan guru, prinsip kerja sama bisa membantu tercapainya
hasil proses belajar mengajar serta meningkatkan keterampilan siswa
di dalam komunikasi yang baik dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Ayusya. “Wacana NgupingJakarta: Tinjauan terhadap Prinsip Kerja Sama, Koherensi,
Makrostruktur, dan Suprastruktur dalam Blog Humor.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, 2010.
Ariel, Mira. Defining Pragmatics. Cambridge University Press: New York. 2010.
Chaer, Abdul. Cekakak-Cekikik Jakarta. Jakarta: Rineka Cipta. 2011.
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010.
Chairunisa, Tyas. “Analisis Pelanggaran terhadap Prinsip Kerja Sama dan Prinsip
Kesantunan pada Humor Singkat.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia Depok, 2011.
Cummings, Louise. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2007.
Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi
Aksara. 2010.
Djajasudarma, Fatimah. Wacana & Pragmatik. Bandung: Refika Aditama. 2012.
Fauziah, Syifa. “Maksim Kerja Sama pada Dialog Tokoh Utama dalam Novel Ketika
Cinta Bertasbih 1 dan Implikasinya bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMA”. Skripsi S1 Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta, 2011.
Hindun. Pragmatik. Depok : Nufa Citra Mandiri. 2012.
Huang, Yan. Pragmatics.New York: Oxford University Press. 2007.
Kushartanti dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Gramedia. 2009.
Leech, Geoffrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press. 1993.
Lubis, Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. 2011.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2013.
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi. 2013.
Nadar, F.X. Pragmatik & Penelitian Pragmatik.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009.
Pangaribuan, Tagor. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.
Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa.Yogyakarta: Kanisius.
2009.
Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-Bulir Sastra & Bahasa. Yogyakarta: Kanisius. 1991.
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
2008.
Rahardi, Kunjana. Dimensi-Dimensi Kebahasaan. Jakarta: Erlangga. 2006.
Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. 2009.
Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
2009.
Rohmadi, Muhammad. Pragmatik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.
Suhartono dan Yuniseffendri, Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka. 2011.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. 1984.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. Analisis Wacana Pragmatik, Surakarta:
Yuma Pustaka, 2010.
Wijana, I Dewa Putu. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: Ombak.
2003.
Yule, George. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006.
LAMPIRAN 1 : DATA PEMATUHAN PRINSIP KERJA SAMA
NAMA MAKSIM NO. KODE DATA BENTUK DIALOG KOMENTAR
Maksim Kuantitas
1. KN=HD/CCJ: 3/163
Pasien : Dok, apakah operasi jantung itu tidak berbahaya?
Dokter : O, sama sekali tidak.
Pasien : Berapa tingkat keberhasilan itu, Dok?
Dokter : Seribu berhasil, satu gagal.
Pasien : Saya ini pasien ke berapa, Dok?
Dokter : Tunggu dulu. Lihat catatan. O, Anda pasien ke seribu!
Pasien : Jadi????? (si pasien langsung pingsan)
Informasi yang diberikan relatif memadai pada
setiap tahapan pertuturan dan sesuai dengan
kebutuhan penutur.
2. KN=HD/CCJ: 8/165
Orang I : Kabarnya pada tahun lima puluhan beli karcis di
bioskop Megaria (dulu Metropole) tidak boleh pakai
sandal.
Orang II : Memang Benar!
Orang I : Kenapa?
Orang II : Ya, sebab harus pakai uang.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan. Selain itu, orang II menjawab
pertanyaan sesuai dengan kebutuhan orang I.
3. KN=HD/CCJ: 14/167
Petugas : Nama Anda ?
Sudir : Sudir, Pak!
Petugas : Nama Anda?
Sukar : Sukar, Pak!
Petugas : Nama Anda?
Sumar : Sumar, Pak!
Petugas : Kalian bagaimana sih? Nama belum jadi kok sudah dipakai?
Informasi yang diberikan cukup dan relative
memadai pada setiap tahapan pertuturan.
4. KN=HD/CCJ: 15/167
Guru TK : Anak-anak, kalian harus punya cita-cita. Kalau nanti
besar, kamu Adi mau jadi apa?
Adi : Mau jadi dokter, Bu guru!
Guru TK : Bagus! kamu Siti, kalau sudah besar mau jadi apa?
Siti : Mau jadi guru, Bu guru!
Guru Tk : Bagus sekali! Lalu kamu Udin, kalau sudah besar mau
jadi apa?
Udin : Mau jadi pengantin, Bu guru!
Informasi yang diberikan cukup, singkat, dan
relatif memadai.
5. KN=HD/CCJ: 17/168
Mahasiswa asal Korea (MK) : Kemarin, Pak, kami ke Taman
Safari.
Dosen : Bagaimana, senang?
MK : Takut, Pak!
Dosen : Kenapa?
MK : Macannya pada ngeliatin kita
Dosen : Kamu tahu apa yang ada dipikiran macan-macan itu?
MK : Apa, Pak?
Dosen : Manusia yang putih-putih ini dagingnya enak!
MK : Ih, Bapak nakutin!
Informasi yang diberikan relative memadai dan
sesuai dengan kebutuhan penutur.
6. KN=HD/CCJ: 22/170
Umar : Pak Haji, tadi saya lihat anak Pak Haji sedang bermain
judi di sana!
Pak Haji : Astagfirullah. Tu anak memang nakal.Bikin dosa saja.
Umar : Tapi dia sedang menang!
Pak Haji : Alhamdulillah!
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan.
7. KN=HD/CCJ: 24/171
Ayah : Mengapa Nak, kamu pulang sekolah menangis?
Anak : Dimarahi pak guru.
Ayah : Memang kenapa?
Anak : Pak guru kan bertanya, dua tambah dua berapa. Lalu saya
jawab tiga…..
Ayah : Ya, memang salah. Mestinya empat, kan!
Anak : Bapak gimana sih? Saya jawab tiga saja salah, apalagi
dibilang empat!
Informasi yang diberikan relative memadai dan
sesuai dengan kebutuhan penutur.
8. KN=HD/CCJ: 28/172
Laki-laki tua (LK) : Numpang tanya Mas, kereta api ke Cirebon
sudah lewat.
Petugas kereta api (PK) : Sudah tadi.
LK : Kereta yang ke Bandung?
PK : Juga sudah
LK : Kereta yang ke Surabaya?
PK : Sudah tadi. Bapak ini mau apa sih sebenarnya?
LK : Mau nyeberang!
Informasi yang diberikan cukup dan sesuai
dengan kebutuhan penutur.
9. KN=HD/CCJ: 32/173
Ahmad : Mobilmu ringsek begini memangnya kenapa?
Mahmud : Nabrak pohon besar di pinggir jalan!
Ahmad : Enak, kalau nabrak pohon tidak ada yang minta ganti.
Mahmud : Ada juga.
Ahmad : Siapa itu?
Mahmud : Polisi.
Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan
sesuai dengan kebutuhan penutur.
10. KN=HD/CCJ: 36/174
Pak RT : Dalam rapat ini saya ingin bicarakan mengapa banyak
anak-anak muda kita yang sering nongkrong di pinggir
jalan.
Warga I : Pak RT, mungkin karena mereka tidak punya pekerjaan.
Warga II :Pak RT, mungkin karena mereka tidak ditegur orang
tuanya.
Warga III : Pak RT, mungkin karena di pinggir jalan tidak ada kursi.
Informasi yang diberikan relative memadai
karena sesuai dengan kebutuhan penutur dan
topic pembicaraan.
11. KN=HD/CCJ: 37/175
Mahasiswa I : Profesor kita tidak mengizinkan kita masuk kalau
kuliah sudah berjalan.
Mahasiswa II : Untuk masuk kalau terlambat kita harus tahu
caranya
Mahasiswa III : Caranya bagaimana?
Mahasiswa II : Beliau kan sering merem. Nah, kalau beliau sedang
merem kita masuk saja.Dia kagak tahu.
Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan
sesuai dengan kebutuhan penutur
12. KN=HD/CCJ: 39/175
Hamid : Kulihat waktu akad nikah tadi kamu kok gemetar; kenapa?
Ahmad : Mungkin karena baru tumben.
Informasi yang diberikan cukup dan sesuai
dengan kebutuhan penutur.
13. KN=HD/CCJ: 45/177
Mamat : Apa kesan Bapak sewaktu menjalankan ibadah haji.
Pak Haji : Wah, kesannya banyak. Kamu mau yang mana?
Mamat : Yang mana sajalah!
Pak Haji : Kesan yang menarik, belon jadi haji, di asrama haji saya
sudah dipanggil haji sama pedagang kagetan.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai pada
setiap tahapan komunikasi.
14. KN=HD/CCJ: 48/178 Pasien I : Kenapa ya, perawat dipangil-panggil nggak mau datang?
Pasien II : Bapak berobatnya pakai askes ya?
Pasien I : Iya, kenapa?
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan serta sesuai dengan kebutuhan
penutur.
Pasien II : Pantas saja, Bapak nggak diurus dengan baik.
15. KN=HD/CCJ: 49/178 Ani : Kebiasaan kakekku sampai sekarang nggak hilang-hilang.
Ita : Kebiasaan apa?
Ani : Suka menggigit-gigit kuku.
Ita : Untuk menghilangkannya gampang, kok!
Ani : Umpetin saja gigi palsunya.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan.
16. KN=HD/CCJ: 66/183 Warga : Kami dengar Bapak mencalonkan diri dalam pilkada yang
akan datang.
Tokoh : Benar, sebagai calon independen
Warga : Apa rencana kerja Bapak kalau terpilih nanti?
Tokoh : Tahun pertama dan kedua saya akan berusaha
mengembalikan uang mereka yang membenatu dalam
kampanye pilkada.
Warga : Tahun Ketiga apa, Pak?
Tokoh : Tahun ketiga saya akan berusaha mengembalikan uang
pribadi yang saya gunakan untuk kampanye.
Warga : Lalu, tahun keempat?
Tokoh : Menyusun strategi untuk memenangkan pilkada berikutnya.
Warga : Nah, tahun kelima apa?
Tokoh : Memantapkan strategi yang saya susun pada tahun keempat.
Warga : ???????
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur, dan relative memadai pada
setiap tahapan pertuturan.
17. KN=HD/CCJ: 72/186 Pelanggan : Ongkos cukur berapa, Pak?
Tukang cukur : Enam ribu.
Pelanggan : Ini uang sepuluh ribu, kembali empat ribu
Tukang cukur : Wah, belum ada kembaliannya
Pelanggan : Tambah dah cukurnya empat ribu lagi.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan pada setiap tahapan pertuturan.
18. KN=HD/CCJ: 73/187 Opik : Kalau nggak ikut mobil lu gue nggak tau!
Oman : Tau apa, pak?
Opik : Ternyata keponakan lu banyak.
Oman : Ah, cuman Si Otong seorang kok!
Opik : Nah, tadi tiap belokan, setiap lu abis ngasi cepe‟an selalu
ada yang bilang “terima kasih Oom”
Informasi yang diberikan relatif cukup,
memadai dan tidak berlebihan.
19. KN=HD/CCJ: 74/187 Didi : Orang padang itu memang hebat!
Dudu : Hebat gimana?
Didi : Doyan makan paku!
Dudu : Masih kalah dengan orang Cina
Didi : Kalahnya gimana?
Dudu : Orang padang cuman doyan makan paku, tapi orang Cina
suka makan tong seng.
Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan
relatif memadai di setiap tahapan pertuturan.
20. KN=HD/CCJ: 81/190
Warga : Kalau Bapak terpilih jadi lurah dalam pilkada yang akan
datang apa program prioritas Bapak?
Tokoh : Di daerah kita ini masih banyak terdapat warga yang buta
huruf.
Warga : Jadi??
Tokoh : Saya akan melakukan pemberantasan buta huruf.
Warga : Caranya?
Tokoh : Pertama warga yang buta huruf didata. Lalu dikumpulkan
dikelurahan.
Warga : Selanjutnya?
Tokoh : Saya kirim ke daerah lain! Mereka tidak boleh tinggal di
daerah kita.Daerah kita harus bebas buta huruf.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur, dan relatif memadai pada
setiap tahapan pertuturan.
21. KN=HD/CCJ: 85/192 Petugas : Saudara tidak lihat tanda larangan belok itu?
Pengemudi : Lihat, Pak!
Petugas : Tapi kenapa Saudara langgar juga?
Pengemudi : Maaf, Pak. Saya tidak lihat ada Bapak!
Petugas : Kalau begitu Saudara telah melanggar pasal lima ayat
empat.
Pengemudi : Artinya apa, Pak?
Petugas : Saudara kena denda lima gocengan sebanyak empat
lembar.
Informasi yang diberikan relatif cukup,
memadai dan tidak berlebihan.
22. KN=HD/CCJ: 86/193
Dulhak : Pengantin laki-laki pada waktu akad nikah biasanya
gemetar. Tapi saya tidak!
Duloh : Kamu memang hebat.
Dulhak : Malah penghulunya yang gemetar!
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan.
Duloh : Mengapa?
Dulhak : Karena yang mendampingi saya kepala penghulu provinsi!
23. KN=HD/CCJ: 87/193
Selebriti : Dulu Bapak janji mau belikan rumah.
Tokoh kita : Jangan takut, minggu depan rumah itu sudah dapat
ditempati.
Selebriti : Tapi saya juga belum punya mobil.
Tokoh kita : Besok kita ke showroom cari mobil yang kau senangi.
Selebriti : Pak, bagaimana kalau minggu depan kita weekend ke
Bali?
Tokoh kita : Wah, a good idea. Saya setuju saja.
Selebriti : Tapi, Pak, sebelum ke Bali belikan dulu dong HP yang
canggih.
Tokoh kita : Maksudmu?
Selebriti : HP yang ada kamera digitalnya Pak, seperti punya
Maria Eva.
Tokoh kita : Wah, wah, kalau itu tidak mau saya belikan manis.
Maafkan saya. Mintalah yang lain.
Informasi yang diberikan cukup, sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai di
setiap tahapan komunikasi
24. KN=HD/CCJ: 90/194
Sidik : Kalau bekerja di tempat basah, pasti enak.
Abas : Saya bekerja di tempat basah, tetapi tidak enak.
Sidik : Memang apa pekerjaanmu?
Abas : Penggali sumur.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan.
25. KN=HD/CCJ: 96/196 Profesor : Menurut Anda disertasi yang baik itu yang bagaimana?
Calon dokter : Yang metodologinya jelas
Profesor : Lalu?
Calon dokter :Yang punya konstribusi terhadap keilmuan dan
kemasyarakatan.
Profesor : Lalu?
Calon dokter : Yang sudah menjawab masalah yang dipersoalkan
Profesor : Apalagi?
Calon dokter : Apalagi ya, Prof?
Profesor : Disertasi yang baik adalah yang selesai
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan tidak berlebihan.
26. KN=HD/CCJ:100/198
Warga baru : Abang berasal dari mana?
Warga lama : Dari Tanah Abang.
Warga baru : Pindah ke Depok ini kenapa?
Warga lama : Rumah kami tergusur kena proyek pelebaran jalan.
Warga baru : O, begitu!
Warga lama : Abang sendiri berasal dari mana dan juga kenapa
pindah ke sini?
Warga baru : Saya juga dari Tanah Abang, Kebon Melati; Pindah ke
sini karena terkena proyek pelebaran kali.
Warga lama : Oh, kita sama-sama senasib.
Informasi yang diberikan cukup, tidak
berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan
penutur.
27. KN=HD/CCJ:101/199
Ayah : Joni, dua bulan lagi kamu kan akan UAN (Ujian Akhir
Nasional). Belajar dong!
Joni : Percuma Ayah, kalau belajar. Buang-buang waktu saja!
Ayah : Lho, kenapa?
Joni : Minggu lalu saya diramal oleh tukang rama dipinggir jalan.
Katanya saya tidak akan lulus. Karena itu untuk apa saya
belajar kalau sudah jelas tidak akan lulus.
Ayah : O, begitu! Bagaimana kalau kamu diramal pasti lulus.
Joni : Kalau pasti lulus, saya juga tidak akan belajar.
Ayah : O, begitu! Dasar anak sableng!
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai.
28. KN=HD/CCJ:102/200 Penculik : Halo, halo! Benarkah ini rumah Pak Jenggot?
Pak Jenggot : Benar! Ada apa?
Penculik : Ingin bicara dengan Pak Jenggot!
Pak Jenggot : Saya sendiri Pak Jenggot; Ada apa?
Penculik : Begini Pak! Anak Bapak telah kami culik. Minta
tebusan satu miliar. Jangan lapor polisi!
Pak Jenggot : Yang diculik berapa?
Penculik : Satu!
Pak Jenggot : Kenapa Cuma satu!
Penculik : Memang kenapa?
Pak Jenggot : Soalnya, di sini masih ada dua belas. Coba diculik
sekalian tiga. Lumayan mengurangi beban belanja!
Informasi yang diberikan cukup dan sesuai
dengan kebutuhan penutur
29. KN=HD/CCJ:103/200 Warga : Kami dengar Bapak mencalonkan diri menjadi gubernur
dalam pilkada yang akan datang.
Tokoh : Benar sebagai calon independen!
Warga : Banyak cagub selama dalam kampanye berjanji akan
memberi sekolah gratis dari SD sampai SMA. Apakah
Bapak juga akan demikian.
Tokoh : Benar! Pokoknya nanti pendidikan gratis, asal……….
Warga : Asal apa, Pak?
Tokoh : Asal guru-gurunya juga mau mengajar gratis.
Warga : Lho, kok!
Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan
sesuai dengan kebutuhan penutur
30. KN=HD/CCJ:107/202 Rojali : Dulu di Taman Ria Remaja Senayan ada pertunjukan grup
lawak Sri Mulat sekarang sudah tidak ada lagi!
Sadeli : Mengapa?
Rojali : Karena kalah bersaing!
Sadeli : Maksudmu apa?
Rojali : Karena lawakannya kalah lucu dari lawakan di gedung
sebelahnya.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan tidak berlebihan
31. KN=HD/CCJ:108/203
Guru : Mengapa kau sering terlambat?
Murid : Karena rumah saya jauh, Pak Guru!
Guru : Mulai besok kamu tidak boleh terlambat lagi.
Murid : Tidak mungkin, Pak Guru!
Guru : Kenapa tidak mungkin?
Murid : Karena besok rumah saya masih tetap jauh.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur, singkat, dan relatif
memadai di setiap tahapan pertuturan
32. KN=HD/CCJ: 114/205 Umar : Mir, kudengar Ibumu pergi ke dokter ya?
Amir : Benar, Mar, Ibu sakit!
Umar : Sakit apa?
Amir : Suaranya hilang. Nggak punya suara.
Umar : Lho, mungkin baterenya abis. Beli aja batere baru lagi.
Amir : Emangnya ibu gua radio!
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan, pertuturan di akhir antara Umar
dan Amir hanyalah lelucon belaka.
33. KN=HD/CCJ:126/209
Petugas : Saudara tidak lihat bahwa antara pukul 6-9 tidak boleh
belok?
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai di
Pengemudi : Lihat, pak!
Petugas : Jadi, tahu salah saudara apa?
Pengemudi : Tahu, Pak!
Petugas : Apa?
Pengemudi : Salah Saya, Pak, tidak lihat kalau Bapak ada di balik
pohon.
setiap tahapan pertuturan.
34. KN=HD/CCJ:132/212
Seorang paranormal mengatakan:
“Agar tidak diganggu setan kita harus memasang tulisan berisi ayat-
kursi di muka pintu rumah kita.
Seorang anak bertanya
“Pak, memang setan itu bisa baca”.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak
berlebihan.
35. KN=HD/CCJ:137/214
A : Kabarnya Bapak mencalonkan diri untuk ikut Pemilukada tahun
ini!
B : Benar.
A : Apa sih motivasi Bapak ikut pemilukada itu?
B :Saya ingin berjuang membuat rakyat hidup sejahtera, tidak
kekurangan apa-apa?
A : Lalu, rencana kerja Bapak per tahun apa, kalau saya boleh tahu.
B : Tahun pertama saya melunasi utang-utang uang orang yang saya
pinjam untuk kampanye, tahun kedua mengumpulkan kembali
uang saya yang dulu habis dipakai kampanye; tahun ketiga
membuat rencana untuk pilkada yang akan datang; tahun keempat
memantapkan rencana untuk ikut pemilukada berikutnya; dan
tahun kelima mulai kampanye lagi.
22
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai
36. KN=HD/CCJ:145/217
CA : Kamu kalau sakit gigi jangan berobat di klinik gigi itu!
CB : Kenapa, Bang?
CA : Kabarnya klinik itu suka mencabut gigi pasien yang sebetulnya
tidak apa-apa dan masih bisa diobati.
CB : Kok, begitu Bang?
CA : Nanti gigi itu bisa dijual!
CB : Di jual? Siapa yang beli
CA : Mahasiswa fakultas kedokteran gigi.
Informasi yang diberikan cukup dan sesuai
dengan kebutuhan penutur
37. KN=HD/CCJ: 148/219 OB : Kabarnya DPR telah membentuk panja Gayus. Apa sih
maksudnya?
OC : Membahas kasus Gayus Tambunan agar cepat selesai
OB : Kalau begitu DPR sebaiknya juga membuat panja cabe.
OC : Untuk apa?
OB : Agar DPR dapat membantu menurunkan harga cabe yang
sekarang telah mencapai harga seratus ribu per kilo.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai
38. KN=HD/CCJ:153/221
ZA : Sejak tiga tahun terakhir banyak tetangga Saya mantan orang
besar.
ZU : Siapa mereka?
ZA : Ada mantan menteri, mantan gubernur, mantan bupati, mantan
anggota DPR, atau pejabat tinggi lain.
ZU : Memang Anda tinggal di mana?
ZA : Belakang penjara Cipinang, Jakarta Timur.
Informasi yang diberikan cukup dan sesuai
dengan kebutuhan penutur
39. KN=HD/CCJ:155/222
WT : Sebagai anggota Dewan, Bapak tentu banyak menerima
masukan dari para konstituen Bapak!
AD : Benar itu.
WT : Bagaimana para konstituen Bapak menyampaikan masukannya,
Pak, kalau boleh tahu.
AD : Ada yang secara langsung, dengan temu muka. Banyak pula
dikirim melalui pos dan email.
WT : Boleh tahu alamat email Bapak? Nanti saya akan mengirim
masukan.
AD : Begini, ya, Dik dulu saya punya email tapi sekarang sudah
dijual.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan penutur dan relatif memadai di
setiap tahapan pertuturan
Maksim Kualitas 40. KL=HD/CCJ:1/161
A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan
wajah cerah dan penuh keriangan, apa artinya?
B : Mereka sedang mempercakapkan Betawi tempo dulu dengan
kebun-kebun dan tanah luas
A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan
penuh kepiluan dan muka ditekuk apa artinya?
B : Mereka sedang membicarakan masa kini dan masa mendatang
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
tanpa kebun, tanpa tanah, dan tanpa harapan.
41. KL=HD/CCJ:2/161
C : Apa bedanya kalau dua orang betawi bercakap-cakap dengan
wajah cerah dan penuh keriangan dengan dua orang pejabat
bercakap-cakap dengan wajah cerah peuh keriangan.
D : Kedua orang betawi sedang membicarakan kehidupannya masa
lalu dengan kebun dan tanah yang luas; sedangkan kedua pejabat
itu sedang membicarakan keberhasilannya mengkorup uang
negara.
C : Sekarang apa bedanya kalau dua orang Betawi sedang bercakap-
cakap dengan penuh kepiluan dan muka ditekuk dengan dua orang
pejabat sedang bercakap-cakap dengan penuh kesedihan dan
kejengkelan?
D : Kedua orang Betawi itu sedang membicarakan kehidupan
sekarang yang tanpa titik terang; sedangkan kedua orang pejabat
itu sedang membicarakan kekesalannya karena tidak berhasil
mengkorup uang negara.
Informasi yang diberikan sesuai dengan
keadaan sebenarnya
42. KL=HD/CCJ:5/164
Guru : Kemarin kamu tidak sekolah kenapa?
Murid : Hujan, Bu!
Guru : Kemarin dulu kamu juga tidak masuk sekolah, kenapa?
Murid : Hujan juga, Bu!
Guru : Nah, kalau setiap hari hujan, bagaimana?
Murid : Pasti banjir, Bu!
Informasi yang diberikan benar dan tidak
mengada-ada.
43. KL=HD/CCJ:9/165
Aman : Kabarnya dulu orang Belanda sangat cinta akan kebersihan
Amin : Benar
Aman : Contohnya apa?
Amin : Kalau orang Belanda disuruh memilih antara sabun mandi
dan sabun cuci, maka yang dipilih adalah sabun cuci. Tahu
kenapa?
Aman : Ya, kenapa?
Amin : Sabun cuci dapat dipakai mencucui. Sabun mandi tidak
dapat.
Informasi yang diberikan dengan jawaban
yakin dan sesuai keadaan sebenarnya.
44. KL=HD/CCJ: 10/166
Si Dul : Bapak dari Poso kan sebenarnya bisa langsung naik
pesawat ke Jakarta. Tapi mengapa harus naik kereta.
Pejabat dari Poso : Karena saya ingin merasakan naik kereta api.
Saudara tahu kan, bahwa di Poso dan seluruh Sulawesi
tidak ada kereta api.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan fakta.
45. KL=HD/CCJ:19/169
Guru : Siapa pemimpin besar revolusi Indonesia?
Siswa I : Bung Karno
Guru : Kapan beliau dilahirkan?
Siswa II : Tahun 1901
Guru : Peristiwa penting apa yang terjadi tahun 1945?
Siswa III : Bung Karno berumur 44 tahun.
Informasi yang diberikan benar, jawaban siswa
III hanyalah lelucon belaka.
46. KL=HD/CCJ:20/169
Guru : Siapa tokoh Betawi yang terkenal?
Siswa I : Mohamad Husni Thamrin.
Guru : Apa jabatannya?
Siswa II : Anggota Volkread
Guru : Kapan dia wafat?
Siswa III : Kata ibu saya, ketika kakek lahir.
Informasi yang disampaikan benar dan tidak
mengada-ada.
47. KL=HD/CCJ:31/173
Ustad : Kalau nanti Anda punya anak hati-hatilah dalam memberi
„nama‟.
Santri : Maksud Ustad?
Ustad : kalau diberi nama Danil, lalu Anda panggil „Anakku Danil
(Anak ku Danil); kalau diberi nama Dalijo akan dipanggil
oleh adiknya „kadal ijo‟ (Kak Dalijo); dan kalau diberi nama
Tuti sudah jadi ibu dipanggil “Butut”.
Santri : O, benar juga.
Informasi yang disampaikan benar dan logis
48. KL=HD/CCJ:44/177
Hasan : Orang Cina, Orang Korea, dan orang Jepang rata-rata
bermata sipit.
Husen : Karena itu, kabarnya, kaisar Jepang kalau marah tidak
sampai melotot matanya.
Informasi yang disampaikan benar dan sesuai
keadaan sebenarnya.
49. KL=HD/CCJ:53/180 Tamu I : Lu kok cuma makan tempe? Informasi yang diberikan benar.
Tamu II : Abis, kata mas Karto; iki jangan, iki jangan, iki jangan
Tamu I : Dasar lu tolol!
Tamu II : Jangan artinya sayur, tahu?
50. KL=HD/CCJ: 68/185 Guru : Dul! Penakut artinya…………..
Si Dul : Orang yang suka takut.
Guru : Mat! Pemalu artinya…………..
Si Dul : Orang suka malu.
Guru : Siti! Pemilu artinya……………
Si Dul : Orang yang suka pilu.
Informasi yang diberikan benar, dialog yang
terakhir antara guru dan Si Dul hanyalah
lelucon belaka
51. KL=HD/CCJ:79/189 Yulidar : Kasihan orang Betawi, makanan setiap hari cuma sayur
asem sama ikan asin. Beda dengan orang Minang yang
sehari-hari makan rendang atau balado.
Aminah : Memang benar. Tapi orang Minang tidak punya masakan
spesial.
Yulidar : Maksudmu?
Aminah : Memang Orang Betawi sehari hari mungkin hanya makan
sayur asem dan ikan asin. Tapi kalau lebaran orang Betawi
makan semur atau opor; kalau ada hajatan makan nasi
kebuli dan gulai; dan kalau ada sunatan makan ketan
kuning dan bekakak ayam. Tapi orang Minang, sehari-hari
makan rending, lebaran makan rending, dan pesta hajatan
juga makan rending.
Yulidar : Benar juga kamu
Informasi yang benar dan sesuai dengan
keadaan sebenarnya.
52. KL=HD/CCJ:84/192
Guru : Mat, apa nama Ibukota provinsi Jawa Barat?
Mamat : Semarang, Bu guru!
Guru : Lho, kok Semarang? Ibukota Jawa Barat adalah Bandung.
Sedangkan Semarang adalah Ibukota provinsi Jawa Tengah.
Mamat : Tanya, Bu!
Guru : Tanya apa, Mat?
Mamat : Sejak kapan Jawa Barat dan Jawa Tengah tukar-tukaran
ibukota?
Guru : O, sudah lama. Sejak kamu malas belajar!
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan data yang akurat, adapun tuturan guru
diakhir adalah bertujuan menyindir pertanyaan
Mamat agar mau belajar dengan rajin.
53. KL=HD/CCJ: 98/197
Munir : Apa bedanya cewek zaman dulu dengan cewek sekarang?
Mahdi : Cewek zaman dulu pemalu, cewek zaman sekarang bersifat
proaktif dan agresif.
Munir : Contohnya apa?
Mahdi : Cewek zaman dulu kalau digoda cowok akan menghindar
karena malu.
Munir : Lalu, cewek zaman sekarang?
Mahdi : Cewek zaman sekarang kalau melihat cowok akan berseru
“Hei, cowok! Godain kita dong!”
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
54. KL=HD/CCJ: 99/198
Hamid : Kalau diperhatikan pemuda zaman dahulu dan pemuda
zaman sekarang sangat berbeda.
Hamdi : Apanya yang berbeda?
Hamid : Semangat juangnya
Hamdi : Maksudmu?
Hamid : Pemuda zaman dahulu memiliki semangat juang yang
tinggi. Sedangkan pemuda zaman sekarang tidak punya
semangat.
Hamdi : Kukira dari segi fisik juga berbeda!
Hamid : Maksudmu?
Hamdi : Pemuda zaman dulu kini pasti sudah tua-tua sedangkan
pemuda zaman sekarang tentu masih muda-muda.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan fakta.
55. KL=HD/CCJ:110/203
Domang : Kabarnya status sosial seorang sopir sangat tergantung
pada status sosial majikannya.
Daman : Maksudmu?
Domang : Ya, status sosial sopir mobil presiden tentu lebih tinggi
dari status sosial sopir menteri; dan status sosial sopir
menteri lebih tinggi dari status sosial mobil camat.
Daman : Jadi, status sosial sopir mobil tinja gimana?
Informasi yang diberikan benar, tidak
direkayasa, dan logis.
56. KL=HD/CCJ:112/204 Dogol : Kabarnya tarif Jalan Tol akan naik lagi!
Doyok : Bukan naik!
Dogol : Jadi, apa dong?
Dogol : Disesuaikan dengan laju inflasi.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan fakta
57. KL=HD/CCJ: 117/206 Fati : Kabarnya orang Belanda paling hemat. Malah mengarah ke
pelit.
Yati : Benar!
Fati : Contohnya apa?
Yati : Kamu tahu, kalau seorang Belanda dan anaknya masuk kafe
yang dipesan apa?
Fati : Ya, minuman!
Yati : Minuman apa?
Fati : Apa ya?
Yati : Sebotol cola dengan tiga buah gelas.
Informasi yang diberikan benar dan diujarkan
dengan rasa yakin.
58. KL=HD/CCJ:118/206 A : Kabarnya semua Presiden Republik Indonesia punya gelar
“Besar”
B : Ya, memang!
A : Kalau Soekarno?
B : Pemimpin Besar (Revolusi)
A : Kalau Soeharto?
B : Jendral Besar (TNI)
A : Kalau Habibie?
B : Guru Besar (Fisika)
A : Kalau Gus dur?
B : Anak Kiyai Besar
A : Nah, kalau Megawati?
B : Ya, anak Pemimpin Besar.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan data yang akurat
59. KL=HD/CCJ:119/207
X : Benarkah para Presiden sebelum Megawati punya gelar
berakhiran –wan.
Y : Benar!
X : Apa itu?
Y : Soekarno adalah negarawan; Soeharto adalah hartawan; Habibie
Ilmuwan; dan Gus Dur adalah…………….wisatawan.
Informasi yang diberikan benar dan diujarkan
dengan rasa percaya diri.
60. KL=HD/CCJ:120/207
A : Apa betul produksi Indomie pakai bahan pengawet?
B : Betul; itulah sebabnya di beberapa Negara Asia ada larangan
mengkonsumsi Indomie itu.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
A : Ah, bohong itu!
B : Bohong bagaimana
A : Buktinya semangkok Indomie di depan saja tidak lima menit
sudah habis.
61. KL=HD/CCJ: 125/209 Guru : Amin, coba buat kalimat pasif dari kalimat “Ahmad
menendang bola”.
Amin : Bola ditendang oleh Ahmad
Guru : Bagus, sekarang kamu Udin, buat kalimat pasif dari kalimat
“Pak Lurah mengunjungi Puskesmas.”
Udin : Puskesmas dikunjungi Pak Lurah
Guru : Bagus, sekarang kamu Badu buatlah kalimat pasif dari
kalimat “Raja Majapahit bertekuk lutut”.
Badu : Gampang Bu Guru, “Lutut raja Majapahit ditekuk-tekuk.”
Informasi yang diberikan benar dan bisa
dibuktikan kebenarannya, adapun jawaban
Badu yang terakhir hanyalah lelucon belaka
karena Guru memberikan pertanyaan yang
salah sehingga jawaban yang diberikan Badu
juga salah. Kalimat “Raja Majapahit bertekuk
lutut” tidak bisa dibuat menjadi kalimat pasif,
sama halnya Toni berlari, bernyanyi dan
sebagainya.
62. KL=HD/CCJ: 136/213
A : Kenapa para bonek dari Surabaya senang dan sering nonton bola
di Jakarta.
B : Karena di Jakarta dilayani dengan baik oleh Pemda.
A : Bagaimana?
B : Mereka tiba di stasiun disambut dan dijemput utuk diantar ke
Senayan, diberi makan nasi bungkus. Selesai pertandingan diantar
lagi ke stasiun senen untuk selanjutnya dengan kereta kembali ke
Surabaya.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
63. KL=HD/CCJ: 138/215
A : Kalau kita jauh dari rumah dan melihat anak orang biasanya kita
akan ingat dengan anak sendiri.
B : lalu, kalau melihat istri orang bagaimana?
A : Biasanya lupa akan istri sendiri.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya
64. KL=HD/CCJ:141/216
ZA : Kita sebagai rakyat merasa sedih dan prihatin dengan
banyaknya anggota DPR kita yang bolos sidang.
ZB : Mereka bukan bolos, hanya tidak hadir sidang.
ZA : Lho, apa bedanya?
ZB : Soal bedanya saya tidak tahu. Yang jelas mereka datang
menanda tangan daftar hadir dan uang sidang pun mereka
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya
ambil.
ZA : Jadi, secara administratif mereka hadir.
ZB : Lha iya, tetapi secara fisik tidak hadir.
65. KL=HD/CCJ:142/216
TA : Kalau dipikir-pikir Pemda takut sama bonek.
TB : Takut bagaimana?
TA : Coba saja perhatikan kalau bonek datang mereka sudah
disambut di stasiun Senen, lalu dibawa dengan bus ke Senayan
untuk nonton bola. Mereka juga diberi nasi bungkus. Selesai
pertandingan, mereka diantar lagi ke stasiun Senen untuk
kembali ke Surabaya naik kereta api.
TB : O, itu kan Pemda takut kalau mereka akan merusak dan berbuat
onar di Jakarta.
TA : Nah, itu kan namanya Pemda takut, ya, kan?
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
66. KL=HD/CCJ:144/217
MH : Hampir setiap hari koran atau televise memberitakan adanya
anggota legislatif atau pejabateksekutif yang terlibat
kejahatan korupsi.
ML : Ya, kenapa ya mereka pada korupsi?
MH : Kabarnya untuk bayar utang.
ML : Lho, apa hubungannya?
MH : Begini, dulu ketika mereka mencalonkan diri untuk jadi
anggota legislatif atau jadi pejabat eksekutif mereka banyak
mengeluarkan uang agar terpilih. Padahal uang itu
pinjaman.Jadi, utang itu harus dibayar, bukan?
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya
67. KL=HD/CCJ:147/218
DG : Kabarnya perpustakaan di DPR mempunyai koleksi yang
lengkap; semua undang-undang dari Negara mana pun tersedia
di sana.
DH : Tapi sangat jarang anggota Dewan yang memasuki
perpustakaan itu.
DG : Mengapa?
DH : Karena mereka lebih senang melakukan studi banding ke
negara yang bersangkutan daripada membaca bukunya di
perpustakaan.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya
Maksim Relevansi 68. R=HD/CCJ: 7/165
Petugas : Berurusan di kantor ini, tidak boleh memberi uang suap,
uang kopi, uang semir, uang sogok, uang…………
Tamu : Kalau uang beneran boleh tidak, Pak.
Pertanyaan yang diberikan relevan dengan
topik pembicaraan
69. R=HD/CCJ: 23/170
Petugas : Apakah kamu tidak melihat ada larangan membelok?
Pengemudi : Lihat, Pak!
Petugas : Tapi, mengapa kamu belok juga?
Pengemudi : Karena saya tidak melihat ada Bapak!
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik
pembicaraan
70. R=HD/CCJ: 29/172 Pelayat I : Almarhum orang baik. Ternyata dia mendahului kita.
Pelayat II : Semua kita juga akan seperti dia
Pelayat III : Kita ini sebenarnya sedang antri menuju ke sana.
Pelayat IV : Ayo siapa yang mau nyelag?
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik
pembicaraan.
71. R=HD/CCJ: 88/194
Nina : Kudengar kamu tidak mau punya pacar pemuda berkharisma.
Memang kenapa?
Nani : Harapanku, minimal punya pacar berinova. Syukur-syukur
kalau dapat yang ber-BMW.
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik
pembicaraan, karena masing-masing penutur
mempunyai latar belakang pengetahuan yang
sama.
72. R=HD/CCJ:106/202
Jamal : Pak Sadeli itu orang kaya di daerah ini. Kamu kenal dia?
Jamil : Maksudu apa?
Jamal : Ya, rumahnya banyak. Di mana-mana ada rumahnya.
Jamil : Benar! Rumahnya banyak.Tapi tak satu pun yang pakai
tangga.
Pertuturan yang dilakukan relevan dengan
topik pembicaraan.
73. R=HD/CCJ:131/212
A : Tetangga kita yang baru itu hebat ya, mobilnya sering gonta-
ganti.
B : Tentu saja dia kan pegawai kantor pajak.
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik
pembicaraan
Maksim Cara 74. C=HD/CCJ: 18/169
Tukang bakso di UNJ (TBU) : Anak saya satu di UI, Depok, satu lagi
di UIN, Ciputat!
Penanya : Di fakultas apa, Pak?
TBU : Bukan di fakultas!
Penanya : Jadi…………?
TBU : Yang satu jualan teh botol, yang satu
Informasi yang diberikan jelas dan tidak
bermakna ambigu.
lagi jualan bakso kayak saya.
75. C=HD/CCJ: 25/171 Somad : Dulu kakek gue meninggal karena ngorek kuping
Hamid : Mana mungkin orang mati karena ngorek kuping!
Somad : Benar! Dia kan ngorek kupingnya sambil jalan di jalan raya;
karena keasyikan dia nyeberang gitu aja, lalu ditabrak. Mati!
Informasi yang diberikan jelas dan tidak
membingungkan.
76. C=HD/CCJ: 30/173
Ibu : Kakekmu dulu sering dan banyak dikerumuni cewek-cewek.
Anak : Apakah kakek orangnya ganteng, Bu?
Ibu : Tidak juga!
Anak : Kalo begitu kakek orangnya kaya ya, Bu!
Ibu : Tidak juga!
Anak : Jadi, apanya yang menarik dari kakek, sehingga dia banyak
dikerumuni cewek-cewek.
Ibu : Karena dia pedagang sayur keliling.
Informasi yang diberikan jelas.
77. C=HD/CCJ: 40/176
Bang Dul : Minggu depan anakku si Mumu akan tukar cincin.
Bang Somad : Tukar cincin ama apa?
Bang Dul : Ya, ama cincin juga
Bang Somad : Oh, kukira tukar cincin ama sandal.
Informasi disampaikan secara langsung, tegas
dan jelas.
78. C=HD/CCJ: 52/179
Umar : Aku mau beli nasi padang kamu mau nggak?
Amin : Kalau dibeliin, ya mau
Umar : Lauknya, ayam goreng, ayam bakar, apa ayam gulai.
Amin : Ayam apa sajalah; asal jangan ayam lapeh.
Informasi disampaikan secara langsung.
79. C=HD/CCJ: 69/185
Tomi : Kabarnya dalam seminar tentang narkoba kemarin kamu
jadi pembawa makalah.
Roni : Judulnya apa?
Tomi : Judulnya? Nggak tau?
Roni : Kok tidak tahu? Gimana sih?
Tomi :Ya, soalnya saya Cuma membawa makalah dari secretariat
ke ruang seminar.
Informasi yang diberikan jelas dan tidak
bermakna ambigu.
80. C=HD/CCJ: 93/195 Kadir : Kamu dipenjara katanya gara-gara ketangkap basah! Informasi yang diberikan jelas dan tidak
Karim : Benar.
Kadir : Bagaimana ceritanya?
Karim : Sewaktu mencuri di rumah H. Daman, saya ketahuan, lalu
dikejar-kejar orang banyak. Saya berlari-lari di pinggir kali,
saya terpeleset, lalu kecebur………
Kadir : Jadi, dalam keadaan basah-basah kamu ditangkap orang.
Karim : Benar!
bermakna ambigu.
81. C=HD/CCJ: 97/197
Dulgani : Rakyat Aceh kini sudah hidup tenang!
Dulhak : Ya, sejak adanya kesepakatan damai antara GAM dan
Pemerintah Republik Indonesia.
Dulgani : Namun kini di Aceh masih banyak GAM berkeliaran,
katanya!
Dulhak : Benar, karena di Aceh banyak anak laki-laki kecil!
Dulgani : Maksudmu?
Dulhak : di Aceh anak laki-laki kecil disapa “gam atau agam”.
Informasi yang diberikan jelas dan tidak
bermakna ambigu.
82. C=HD/CCJ:123/208
A : Kabarnya cewek-cewek sekarang tidak suka dengan pemuda
berkarisma.
B : Ya, kenapa?
A : Karena kalau jalan dengan pemuda berkarisma kalau hujan akan
kehujanan.
B : Apa hubungannya berkarisma dengan hujan?
A : Ya, jelas kalau jalan dengan pemuda ber-Inova tidak akan
kehujanan kalau turun hujan.
Informasi yang diberikan jelas dan tidak
bermakna ambigu.
83. C=HD/CCJ:124/208 A : Katanya kalau kita makan nasi di warteg nasinya tidak dihitung.
B : Ya, memang!
A : Kenapa?
B : Ya, kalau tempe goreng atau ikan goreng bisa dihitung, tetapi
kalau nasi siapa yang bisa ngitung.
A : Ooo, Iya iya.
Informasi yang diberikan jelas.
84. C=HD/CCJ:128/211
A : Apa benar menantunya Bu Eti mati karena ketiban kertas?
B : Ya, benar !
Informasi yang diberikan jelas.
A : Mana mungkin ketiban kertas orang mati?
B : Ya, mungkin saja kalau kertasnya berupa gulungan yang
beratnya satu ton.
LAMPIRAN II : DATA PENYIMPANGAN PRINSIP KERJA SAMA
Nama Maksim No. Nomor Data Bentuk Dialog Komentar
Penyimpangan
Maksim Kuantitas
85. PKN=HD/CCJ:13/167
Husin : Nama kamu selengkapnya kan Abdulrahman. Kalau
dipanggil Si Dul mau?
Rahman : Mau saja!
Husin : Kalau dipanggil Mama mau?
Rahman : Mau saja. Dipanggil Rahman juga mau, dipanggil Dudung
juga mau.Tapi saya tidak mau kalau dipanggil polisi atau
kejaksaan.
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak
sesuai dengan kebutuhan penutur.
86. PKN=HD/CCJ: 27/172
Mpok Rum : Cak, ke pasar ceceng, ya!
Tukang becak : Noceng aja, Bu!
Mpok Rum : Udah ceceng aja!
Tukang becak : Naik dah, Bu!
Mpok Rum : Tapi pelan-pelan aja ya bang biar selamat!
Tukang becak : Gimana sih, Ibu! Udah bayar murah kok minta
selamat lagi!
Informasi yang diberikan tidak sesuai dengan
kebutuhan penutur.
87. PKN=HD/CCJ: 55/180
Pembeli : Saya ingin membeli komputer bekas karena uang saya
cuma sedikit. Ada tidak?
Penjual : Ada tuh, ada yang bekas kantor, bekas mainan anak, yang
bekas kebanjiran juga ada!
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak
sesuai dengan kebutuhan penutur.
88. PKN=HD/CCJ: 57/181
Mpok Mun : Di Tenabang sekarang banyak orang Afrika item-item
deh.
Mpok Jun : Katanya, sampe bayangannya juga item.
Informasi yang diberikan berlebihan.
89. PKN=HD/CCJ: 58/181 Mpok Rum : Mpok pernah lihat orang Afrika di pasar Tenabang Informasi yang diberikan berlebihan.
Mpok Indun : Pernah malah sering!
Mpok Rum : Kenapa ya mereka pada pakai baju putih-putih.
Mpok Indun : Kalau pakai plastik, takut disangka dodol.
90. PKN=HD/CCJ: 60/181
Amir : Makan ikan enaknya pake tangan
Dewi : Tentu saja, sebab kalo pake kaki susah.
Informasi yang diberikan berlebihan.
91. PKN=HD/CCJ:61/182 Sumardi : Pertama kali saya punya mobil, mobilnya sudah sangat
tua. Kalau berjalan bunyi mesinnya berisik, tutup
mesinnya bergoyang, pintu-pintunya berbunyi keras;
begitu juga dengan kaca-kaca jendelanya.
Hardi : Wah, rusak sekali itu mobil
Sumardi : Yang tidak berbunyi cuma satu
Hardi : Apa itu?
Sumardi : Klaksonnya!
Hardi : Kalau begitu lengkaplah penderitaan Anda.
Informasi yang diberikan berlebihan.
92. PKN=HD.CCJ: 67/184 Warga : Kabarnya Bapak akan mencalonkan diri menjadi bupati
dalam pilkada akan datang
Tokoh : Benar. Sejumlah partai dari yang besar sampai yang gurem
sudah menyatakan mendukung saya.
Warga : Wah, baik sekali! Tapi kalau boleh tahu, apa rencana kerja
Bapak yang utama?
Tokoh : Meningkatkan mutu pendidikan dan mewajibkan semua
anak bersekolah.
Warga : Tapi biaya pendidikan mahal, Pak. Jadi, bagaimana
caranya.
Tokoh : Itu masalah gampang; saya akan menaikkan pajak-pajak di
segala bidang. Misalnya, PBB naik 300%, tarif listrik dan
PAM naik 200%, retribusi sampah naik 500%, dan usaha-
usaha lain akan dikenakan pajak.
Warga : Usaha lain apa, misalnya, Pak?
Tokoh : Usaha WC umum
Warga : Apa semua rencana kenaikan pajak ini akan Bapak
sebutkan dalam kampanye nanti?
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak
sesuai dengan kebutuhan penutur.
Tokoh : Kalau disebutkan, wah, tentu tidak ada yang milih saya.
93. PKN=HD/CCJ: 76/188 Aming : Saya ingin membeli komputer yang murah!
Pedagang : Ada, tapi bekas. Ini harganya sejuta; dan ini lima ratus
ribu
Aming : Yah, uang saya cuma dua ratus ribu. Dapat tidak?
Pedagang : Dapat, tapi yang bekas kebanjiran.
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak
sesuai dengan kebutuhan penutur.
94. PKN=HD/CCJ:77/188 Warga : Kami dengar Bapak akan mencalonkan diri menjadi
gubernur dalam pilkada yang akan datang.
Tokoh : Benar, sebagai calon independen
Warga : Apa program Bapak kalau Bapak terpilih menjadi
gubernur?
Tokoh : Program pertama adalah memberantas kemiskinan
Warga : Wah, baik sekali. Tetapi caranya bagaimana?
Tokoh : Daerah-daerah yang dihuni banyak orang miskin akan saya
gusur!
Warga : Lho, kok?
Tokoh : Nanti daerah itu saya jadikan pusat perbelanjaan atau hotel
mewah
Warga : Kok?
Tokoh : Dengan demikian di daerah-daerah itu kemiskinan tidak
ada lagi, kan!
Informasi yang diberikan berlebihan.
95. PKN=HD/CCJ: 121/208
A : Selain jus tomat, jus alvokat, dan jus mangga di warung ini
sedia jus apa lagi?
B : Juz Amma
Informasi yang diberikan tidak sesuai dengan
kebutuhan penutur.
96. PKN=HD/CCJ: 129/211
Dua sahabat Ani dan Ina sedang berbicara tentang pasangan hidup
yang didambakan. Kata Ani:
“Pasangan yang kudambakan orangnya harus putih, berambut hitam,
berhidung mancung, tidak perlu terlalu kaya, penuh perhatian,
dan……”
“Dan, apalagi?” Tanya Ina
“Soal kelamin ya nomor dua!”
Informasi yang diberikan berlebihan.
97. PKN=HD/CCJ: 135/213
A : Menurut buku tamunya di Taman Safari ini, singa tidak akan
mengganggu kalau kita tidak mengganggunya.
B : Boleh Tanya, Pak?
A : Silakan!
B : Apa singa membaca juga buku itu?
Pertanyaan yang diberikan berlebihan.
Penyimpangan
Maksim Kualitas
98. PKL=HD/CCJ: 21/170
Pembual I : Di kampung saya di Cikupa dulu ada papaya besar
sekali, hampir sebesar beduk.
Pembual II : Oh, di kampung saya juga ada labu besar sekali.
Kulitnya bisa dibuat biola.
Pembual I : Gimana bunyinya biola dari labu itu?
Pembual II : Bunyinya begini; Ente bo‟ong, Ane juga bo‟ong……
Informasi yang diberikan salah dan tidak logis.
99. PKL=HD/CCJ:26/171 Bu Ani : Heran sekali di rumahku banyak sekali nyamuk. Takutnya
kalau nyamuk DBD.
Bu Tuti : Bu Ani, sebenarnya nyamuk cuma satu!
Bu Ani : Kenyataannya banyak, Bu!
Bu Tuti : Yang banyak itu temannya.
Informasi yang diberikan tidak benar.
100. PKL=HD/CCJ: 35/174
Bang Dul : Mang, Mamang baru nikah lagi, ya?
Mang Asep : Tidak bang! Memangnya kenapa?
Bang Dul : Tadi waktu saya menelepon yang menyahut namanya
kok Veronica. Bukannya Aminah.
Informasi yang disampaikan bohong dan tidak
benar.
101. PKL=HD/CCJ: 38/175 Tina : Kabarnya di Belanda alphabet Latin kurang tiga.
Nati : Ah, apa iya?
Tina : Benar!
Nati : Kenapa?
Tina : Karena K, L, M-nya sudah terbang jauh.
Informasi yang diberikan mengada-ada dan
tidak didukung bukti yang memadai.
102. PKL=HD/CCJ: 42/176
Tati : Tivi kalau pakai antene parabola enak deh, bisa dapat siaran
tivi luar negeri. Tapi sayangnya antene parabola harganya
jutaan.
Nani : Yang murah harga seratusan juga ada. Kamu mau?
Tati : Mana mungkin ada parabola yang harganya seratusan.
Nani : Kamu tidak tahu, ada!
Informasi yang diberikan mengada-ada dan
tidak logis.
Tati : Yang bagaimana?
Nani : Yang masih kuncup, belum mekar. Siram saja setiap hari.
Nanti dia akan mekar.
103. PKL=HD/CCJ:46/178 Ibu : Nak, sebaiknya kamu jangan lama-lama berada dekat
komputer itu!
Anak : Memangnya, kenapa, Bu?
Ibu : Nanti kamu kena virus
Informasi yang diberikan tidak benar.
104. PKL=HD/CCJ:50/179 Cucu : Kakek nulis surat kepada siapa, Kek?
Kakek : Teman kakek dulu!
Cucu : Emang kakek tahu alamatnya?
Kakek : Justru itu, kakek menulis surat mau tanyakan alamatnya.
Informasi yang diberikan tidak logis.
105. PKL=HD/CCJ:56/180 Pembeli : Dulu Anda bilang pipa ini terbuat dari gading. Kok bisa
patah?
Penjual : Mungkin gajahnya pakai gading palsu
Informasi yang diberikan salah.
106. PKL=HD/CCJ: 59/181 Nenek : Nenek dulu waktu kecil nggak sempet sekolah. Jadi
sekarang nenek nggak bisa baca.
Cucu : Apakah nenek pengen bisa baca?
Nenek : Pengen Cu!
Cucu : Baik, Nek! Nanti cucu belikan kacamata yang bisa baca.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
107. PKL=HD/CCJ: 62/182
Aming : Tempo hari kamu bilang mau melunasi utangmu pada
bulan dua.Sekarang bulan dua, Februari, sudah hampir
habis gimana?
Mamat : Maksudku kalau bulan di langit sudah ada dua. Sekarang
masih tetap satu kan!
Informasi yang diberikan salah dan direkayasa.
108. PKL=HD/CCJ: 63/182 Tono : Aku banyak kenal orang Batak, yang namanya Sinaga,
Siahaan, Harahap, Sihombing, Hutauruk, dan lain-lain. Tapi
yang namanya Sitindaon kok Cuma kamu seorang. Kenapa?
Gustaf : Karena untuk jadi anggota marga Sitindaon harus melalui
seleksi.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
109. PKL=HD/CCJ: 64//183
Mamat : Din, kenapa kamu goyang-goyangin perut seperti itu?
Udin : Gue habis minum obat!
Mamat : Ya, kenapa?
Udin : Tadi obatnya lupa dikocok. Jadi, gua kocok aja di perut
sekarang!
Informasi disampaikan dengan rekayasa dan
tidak logis.
110. PKL=HD/CCJ: 65/183
Nina : Kabarnya turis asing sekarang takut tinggal lama-lama di
Jakarta
Tati : Ya, sudah pasti
Nina : Kenapa?
Tati : Karena di Jakarta sekarang banyak War. Lihat saja ada
warnet, wartel, warteg, warbet, dan warsun.
Informasi disampaikan dengan rekayasa dan
mengada-ada.
111. PKL=HD/CCJ:71/186 Aman : Paling kasihan wasit sepak bola!
Amin : Kenapa?
Aman : Lihat saja; dia ikut lari-lari mengejar bola. Tapi oleh
pemain lain tidak pernah dibagi.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
112. PKL=HD/CCJ:75/187 Susan : Suamimu sekarang kok jadi bongkok?
Santi : Mungkin terkena virus komputer.
Susan : Lho, kenapa?
Santi : Maklum dia adalah penjaga gudang komputer.
Informasi yang diberikan tidak logis dan
mengada-ada.
113. PKL=HD/CCJ:80/190 Adam : Kudengar kamu mau menjual tanah, apa benar?
Idris : Benar!
Adam : Luasnya berapa meter dan harganya berapa?
Idris : Luasnya hanya 10 meter; dan harganya 100 juta per meter.
Adam : Apa kamu sudah gila! Mana ada sih tanah semester
harganya 100 juta?
Idris : Saya tidak gila! Tanah yang saya mau jual itu memang
mahal.
Adam : Kenapa?
Idris : Kalau digali terus akan nimbus ke tambang emas di
Kalifornia, Amerika.
Informasi yang diberikan tidak logis dan
mengada-ada.
114. PKL=HD/CCJ: 83/191
Togar : Tahun delapan puluhan semua hakim sudah mengikuti
penataran P4, kecuali dua orang!
Udin : Siapa itu!
Togar : Sumi Hakim dan Christin Hakim
Informasi disampaikan dengan rekayasa dan
tidak didukung bukti yang kuat.
115. PKL=HD/CCJ: 94/196 Hakim : Ratusan ribu orang menjadi korban tsunami di Aceh!
Hamid : Yang terjadi di Aceh sebenarnya bukan tsunami!
Hakim : Lalu, apa?
Hamid : Kalau di Aceh tentu namanya Cut Nami; sedang sunami
kalau di Jawa.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
116. PKL=HD/CCJ: 95/196 Mamat : Kabarnya Indramayu terkenal dengan buah mangganya
yang enak dan manis.
Udin : Saya sering lewat Indramayu kalau mau ke Cirebon; dan
sering membeli mangga yang dijual di pinggir jalan. Tapi
rasanya tidak enak. Asam!
Mamat : Oh, itu memang sengaja, agar pengemudi yang
memakannya tidak mengantuk sewaktu mengemudi.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
117. PKL=HD/CCJ:104/201 Bokir : Kamu sudah dengar hotel Marriot di Kuningan dibom
orang?
Boim : Sudah! Kenapa?
Bokir : Teroris itu memang gila, mau ngebom orang Barat yang
kena bangsa sendiri.
Boim : Itu kabarnya yang ngebom cuma orang frustasi
Bokir : Frustasi gimana?
Boim : Dia berobat sama mak Erot, tapi nggak sembuh-sembuh!
Bokir : Apa hubungannya Mak Erot dengan pengeboman itu?
Boim : Disangkanya hotel Marriot punya Mak Erot. Jadi, karena
frustasi dibomnya hotel itu.
Informasi disampaikan secara rekayasa dan
tidak didukung dengan bukti yang memadai.
118. PKL=HD/CCJ: 105/202
Wak Kamal : Kudengar anakmu kini sudah jadi mahasiswa di kota.
Wak Diran : Benar!
Wak Kamal : Di mana kuliahnya?
Wak Diran : Katanya sih di STTS
Informasi yang diberikan salah dan menagada-
ada.
Wak Kamal : Apa itu STTS? Rasanya saya baru dengar.
Wak Diran : STTS itu adalah Sekolah Tinggi-Tinggi Sekali.
119. PKL=HD/CCJ: 109/203
Amir : Sebetulnya yang pernah keluar angkasa bukan hanya orang
Amerika dan Rusia saja, orang Jawa pun sudah ada yang
kesana.
Umar : Kapan dan siapa?
Amir : Perginya tidak diketahui tapi dikabarkan waktu Yuri
Gagarin, astronot Rusia, dari luar angkasa dia pulang dengan
Selamet.
Informasi yang diberikan mengada-ada dan
tidak didukung dengan bukti yang kuat.
120. PKL=HD/CCJ: 111/204
Bu Nurul : Itu teriskaan mau dibawa ke mana?
Bu Dewi : Mau dibawa ke tukang servis.
Bu Nurul : Kenapa?
Bu Dewi : Tidak panas!
Bu Nurul : Kalau tidak panas gampang.
Bu Dewi : Gampang bagaimana?
Bu Nurul : Diejek dan dikata-katain saja nanti juga dia panas!
Bu Dewi : Emangnya kamu!
Informasi disampaikan secara rekayasa dan
tidak logis, karena benda mati (setrika)
disamakan dengan benda yang hidup (orang).
121. PKL=HD/CCJ: 113/205
Unyil : Sebenarnya kalau kita pintar kita bisa lewat jalan tol gratis,
alias tidak bayar.
Ari : Bagaimana caranya?
Unyil : Kita masuk tol dari pintu tol luar kota. Lalu keluarnya dari
pintu tol dalam kota.
Informasi yang diberikan tidak logis dan
mengada-ada.
122. PKL=HD/CCJ: 115/205
Guru : Anak-anak lanjutkan pepatah ini, Takut karena………..
Anak-anak : Salah.
Guru : Bagus! Lanjutannya; Berani karena……………
Anak-anak : Di bayar
Guru : Sekarang lanjutkan peribahasa ini; maju tak gentar……
Anak-anak : Membela yang bayar.
Jawaban yang diberikan salah, yang benar
adalah “Berani karena benar, dan maju tak
gentar membela yang benar.”
123. PKL=HD/CCJ: 134/213
A : Bang, dukunya sekilo berapa bang?
B : Sepuluh ribu, Nyonya!
A : Ah, si Abang, duku segede-gede upil ini kok mahal amat!
Informasi yang diberikan berlawanan dengan
fakta yang sebenarnya, karena tidak ada duku
segede-gede upil. Hal ini diungkapkan karena
B : Ya, Nyonya, kalau upilnya segede gini, nah, hidungnya segede
apa?
mahalnya harga duku yang sangat kecil,
sehingga disamakan seperti upil.
124. PKL=HD/CCJ: 140/ 215
P : Mengherankan sekarang banyak pejabat melakukan korupsi;
Apa ya penyebabnya?
Q : Karena ingin punya uang yang banyak, kukira!
R : Kukira bukan karena ingin cepat-cepat banyak punya uang.
P : Jadi, apa dong?
R : Kukira mereka ingin menikmati fasilitas penjara yang kini
katanya sudah direhab secara besar-besaran dilengkapi dengan
berbagai fasilitas mewah.
Informasi disampaikan secara rekayasa, dan
tidak sesuai dengan fakta.
125. PKL=HD/CCJ: 143/217
PA : Setelah Gunung Merapi di Yogya meletus. Gunung Bromo dan
Gunung Raung di Jawa Timur ikut pula meletus. Ada apa ya
sebenarnya?
PB : Sebenarnya tidak apa-apa. Kedua gunung itu cuma ingin
menunjukkan solidaritasnya sebagai kawan sesama gunung.
Informasi disampaikan secara rekayasa dan
tidak didukung dengan bukti yang memadai.
126. PKL=HD/CCJ:146/218 AB : Kabarnya banyak caleg yang tidak terpilih menjadi stres atau
stroke.
AC : Kenapa, Bang?
AB : Karena mereka mikirin utang yang cukup banyak
AC : Lho, kok begitu!
AB : Dulu ketika mencalonkan diri jadi caleg mereka banyak pinjam
uang untuk biaya kampanye. Nah, sekarang utang itu ditagih,
padahal mereka tidak terpilih dan tidak punya uang.
AC : O, begitu!
Informasi yang diberikan kurang didukung
dengan bukti yang memadai.
127. PKL=HD/CCJ:149/219 Seorang Ibu (yang kurang mengerti) berpesan pada seorang anaknya
yang baru saja diterima bekerja di sebuah kantor.
- “Anakku, apakah di kantormu ada komputer?”
- “Ada, Bu. Malah banyak,” sahut anaknya. Memangnya
kenapa, Bu?”
- “Hati-hati ya, jangan dekat-dekat dengan komputer!”
- “Mengapa, Bu?” Tanya anaknya.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
- “Ibu tidak ingin kalau kamu sampai ketularan virus
komputer!”
128. PKL=HD/CCJ: 151/220
BD : Penyakit apa yang obatnya paling gampang?
BU : Penyakit apa, ya?
BD : Masuk angin!
BU : Lho, kok?
BD : La, iya, masuk angin obatnya gampang.
BU : Apa itu?
BD : Ya, bersiul-siul saja.
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada.
129. PKL=HD/CCJ: 152/221
LA : Perbuatan korupsi itu dibenci dan dimusuhi rakyat, tetapi
disenangi banyak pejabat. Upaya apa yang harus dilakukan
agar hasil korupsi tampaknya legal?
LB : Wah itu gampang saja!
LA : Bagaimana?
LB : Hasil perbuatan korupsi itu harus dikenakan pajak yang besar.
Jangan 15% atau 20%, melainkan 80% atau kalau perlu 100%.
Informasi yang diberikan tidak logis dan
mengada-ada.
130. PKL=HD/CCJ: 154/221
OK : Kabarnya banyak orang Jawa sejak dulu sudah melanglang
buana ke mana-mana………
OL : Tidak banyak. Hanya satu orang.
OK : Siapa itu?
OL : Si Selamet!
OK : Lho, kok?
OL : La, iya, Columbus pergi ke Amerika pulangnya dengan
selamet, Yuri Gagarin keluar angkasa pulang dengan selamet,
Yan Peter ZoenCoen datang ke Jakarta dengan selamet, Khu
Bilal Khan pulang ke Tiongkok dengan selamet…………..
Informasi yang diberikan salah dan mengada-
ada, karena menyamakan kata keterangan
keadaan dengan nama orang.
Penyimpangan
Maksim Relevansi
131. PR=HD/CCJ: 4/164 Petugas : Nama Saudara siapa?
Tamu : Saudara saya yang maana, Pak?
Petugas : Iya, nama Saudara!
Tamu : Pak, saudara saya ada lima orang. Yang Bapak maksud
yang mana?
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
Petugas : (Bingung dan bengong)
132. PR=HD/CCJ: 6/164
Dokter : Bapak tahu, merokok itu cuma buang-buang duit, tak ada
gunanya.
Pasien : Begini, Dok! Dokter punya mobil berapa?
Dokter : Satu!
Pasien : Dokter tidak merokok cuma punya mobil satu, padahal
saya suka merokok, tapi punya mobil tiga!
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan, karena menghubungkan
“Kerugian merokok” dengan “Kemampuan
memiliki mobil.”
133. PR=HD/CCJ: 12/166
Gani : Kabarnya kamu pernah dipanggil kakek, padahal kamu
masih muda.
Qomar : Benar!
Gani : Bagaimana?
Qomar : Tu orang bilang begini; kamu kek yang menolong saya,
kamu kek yang minjemin saya duit………..
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaran.
134. PR=HD/CCJ:41/176 Bang Jali : Begini deh, soal yang kemarin itu kita tukar guling saja!
Bang Dul : Nggak mau ah, masak motor ditukar sama guling. Siapa
yang mau?
Jawaban yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
135. PR=HD/CCJ:43/177 Bapak : Bu, kita rupanya memang sedang ketiban sial. Kemarin
uang gajiku dicopet; tadi sepatuku yang baru hilang di
mesjid. Ibu ingat tidak, minggu lalu sepedaku hilang di
kantor
Ibu : Kita bukan sedang sial, Pak! Tapi…………..
Bapak : Tapi kenapa, Bu?
Ibu : Bapak tidak punya bakat jadi orang kaya
Informasi yang diberikan kurang relevan
dengan topik pembicaraan, karena
menghubungkan “Musibah” dengan “Bakat
menjadi orang kaya.”
136. PR=HD/CCJ: 47/178
Guru : anak-anak bagian yang depan ini namanya induk kalimat;
dan yang belakang ini namanya anak kalimat.
Siswa : Bu guru, bapak kalimatnya yang mana?
Pertanyaan yang diberikan tidak relevan,
karena menghubungkan struktur dalam kalimat
dengan struktur dalam keluarga.
137. PR=HD/CCJ: 54/180
Bu Santi : Kabarnya sekarang anak-anak SMA dan SMP sudah
banyak yang mengisap ganja dan terlibat minuman
Bu Yudi : Ah, kalau soal minuman anak-anak TK juga bawa
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan. Minuman yang dimaksud
Bu Santi adalah minuman berjenis alkohol atau
minuman ke sekolah
Bu Santi : Apa benar?
Bu Yudi : Benar, Bu. Malah mereka no-bra pula
bisa memabukkan, sedangkan Bu Yudi
menganggap minuman seperti air putih atau
minuman yang memiliki rasa seperti coklat,
jeruk, strowberi dan lain-lain.
138. PR=HD/CCJ: 70/186 Jali : Dasar anak susah, makannya sehari-hari cuma teri!
Jamal : Siapa bilang teri makanan orang susah. Teri makanan orang
kaya, tahu!
Jali : Lho, kok?
Jamal : Iya sekali makan tiga atau empat. Tapi kalau, bandeng siapa
yang makan sekaligus tiga, nggak ada kan?!
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
139. PR=HD/CCJ: 78/189
Pak RT : Saya sebagai ketua RT menyarankan Saudara-saudara
untuk memilih calon gubernur yang paling bersih dalam
pilkada nanti!
Warga : Kalau itu saran Bapak tentu yang harus kita pilih adalah
cagub X.
Pak RT : Kenapa dia Saudara anggap paling bersih?
Warga : Karena istrinya banyak. Jadi, dia paling sering mandi.
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
140. PR=HD/CCJ: 89/194 Sopir Angkot I : Trayek kita ini memang merupakan rute kering.
Kalau sudah siang hampir tidak ada sewa.
Sopir Angkot II : Dulu saya juga narik di rute basah. Tapi juga
jarang ada sewa.
Sopir Angkot I : Di mana?
Sopir Angkot II : Dari Lebak ke Gandul yang sering kebanjiran.
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
141. PR=HD/CCJ: 91/194
Kamal : Penduduk di sini apa pekerjaannya?
Kamil : Hampir setiap hari semuanya pengemudi becak!
Kamal : Wah, kalau begitu mereka semua turunan senang.
Kamil : Lho, kok turunan senang. Mereka orang susah. Gimana sih?
Kamal : Ya, memang kalau turunan mereka memang senang, tapi
kalau tanjakan mereka nangis.
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
142. PR=HD/CCJ:116/206 Susan : Katanya kalau nelpon pake fren bisa lebih murah, ya.
Susi : Benar! Malah bisa gratis!
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
Susan : Apa benar?
Susi : Benar! Bilang aja “Fren, fren” pinjam HPnya dong!
143. PR=HD/CCJ: 139/215
A : Gara-gara si Markus banyak koruptor divonis bebas.
B : Ngomong-ngomong emang si Markus orang mana?
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
144. PR=HD/CCJ: 150/220
MA : Bapak X, dosen kita yang baru itu kenapa ya kalau mengajar
duduk saja di kursi, nggak pernah berdiri?
MU : Yah, kamu belum tahu?
MA : Belum tahu kenapa?
MU : Dia kan bekas pejabat!
MA : Apa hubungannya?
MU : Kalau dia pergi berdiri dia takut kursinya diambil orang lain.
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan
topik pembicaraan.
Penyimpangan
Maksim Cara
145. PC=HD/CCJ: 11/166
Dulgani : Waktu gue sampe di Bekasi kemaren, gue dielu-elukan
oleh orang di sana.
Dulhamid : Apa iya?
Dulgani : Bener, Lu nggak percaya.
Dulhamid : Apa kata tu orang-orang?
Dulgani : Elu si Dulgani, Elu si Dulgani, Elu si Dulgani………
Informasi yang diberikan membingungkan,
karena kata “Elu” mempunyai dua makna yaitu
“Menyambut dengan meriah” dengan “Kamu”.
146 PC=HD/CCJ: 16/168
Ali : Bu, kata orang-orang kita ini keturunan orang kaya, apa benar?
Ibu : Benar, Nak. kakekmu punya harta untuk tujuh turunan!
Ali : Tapi, mengapa hidup kita susah begini, bu?
Ibu : Karena kita keturunan kedelapan!
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
147. PC=HD/CCJ: 33/174
Cucu : Nenek, ini cucu bawakan kalender baru!
Nenek : Untuk apa, Cu? yang dulu saja masih bagus!
Informasi yang diberikan bermakna ambigu,
yaitu “Kalender baru” bisa berarti kalender
yang berganti tahun baru atau kalender yang
baru dibeli.
148. PC=HD/CCJ: 34/174
Pak RT : Saudara-saudara tidak boleh main hakim sendiri.
mestinya pencuri ini kita bawa saja ke kantor polisi.
Seorang Warga : Pak RT, Bapak kan lihat kita tidak main hakim
sendiri. Pencuri ini kan kita pukuli rama-ramai.
Informasi yang diberikan mempunyai makna
ambigu.
149. PC=HD/CCJ: 51/179 Petugas : Kamu lihat tidak tulisan DILARANG BERJALAN DI Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
RUMPUT.
Tamu : Lihat, kenapa?
Petugas : Kalau lihat mengapa jalan juga di situ?
Tamu : Bapak kan lihat tadi, saya bukan berjalan melainkan berlari.
150. PC=HD/CCJ: 82/191
Eneng : Bang pepayanya berapa?
Abang : Murah, Neng, Empat ribu saja!
Eneng : Kalau saya beli satau, dikasi berapa?
Abang : Kalau beli satu, ya, dikasi satu!
Eneng : Baik, Bang! Ini duit empat ribu saya beli satu.
Abang : Ini Neng, pepayanya. Terima kasih, Neng!
Eneng : Iya, Bang. Ini yang saya beli.Yang dikasi mana?
Abang : Yang dikasi?
Eneng : Tadi kan Abang bilang kalo beli satu dikasi satu. Jadi, yang
dikasi mana pepayanya?
Abang : Ha, Eneng nih bagaimana?
Eneng : kan Abang yang bilang, kalo beli satu, dikasi satu!
Informasi yang diberikan membingungkan dan
berbelit-belit.
151. PC=HD/CCJ: 92/195
Sadeli : Kalau bekerja di pemda DKI enak.
Sateli : Apa enaknya?
Sadeli : Banyak sabetannya!
Sateli : Kamu pengen kerja yang banyak sabetannya?
Sadeli : Ya, ingin sekali. Tapi kerja apa?
Sateli : Pemain kuda lumping.
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
152. PC=HD/CCJ: 122/208
U : Bapak mau minta jus apa? Jus alvokat, atau jus tomat?
V : Jus tomat saja, tapi tidak pakai es ya!
U : Wah, Pak, kalau tidak pakai s. Jadinya, JU tomat dong, Pak.
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
153. PC=HD/CCJ: 127/211
A : Moyangku dulu adalah orang kaya raya, yang kekayaannya
tidak akan habis dimakan sampai tujuh turunan.
B : Lah, kamu sendiri kok jadi pengemis miskin!
A : Ya, karena saya keturunan ke delapan.
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
154. PC=HD/CCJ: 130/212 A : Kabarnya banyak pemimpin kita yang matanya bisa berubah Informasi yang diberikan kurang jelas.
warna.
B : Berubah gimana?
A : Sehari-hari matanya berwarna kuning karena dia berjuang untuk
kelompok kuning. Lalu, kalau melihat uang proyek matanya
jadi, hijau. Kemudian kalau dikritik rakyat matanya jadi merah.
B : O, gitu ya.
155. PC-=HD/CCJ:133/212 A : Tahun lima puluhan ketika masih banyak orang Belanda kalau
kita mau beli karcis di Bioskop Metropole katanya gak boleh
pakai sandal.
B : Kenapa gak boleh pake sandal? Malu ya sama orang Belanda?
A : Bukan, bukan, sebab itu!
B : Jadi, kenapa?
A : Ya, harus pake duit.
Informasi tidak disampaikan secara langsung
dan berbelit-belit.
BIOGRAFI PENGARANG
Abdul Chaer, dilahirkan di Karet Tanah Abang Jakarta,
tanggal 7 November 1940. Oleh rekan-rekan generasi muda
sering disapa dengan kata babe, malah juga engkong, beliau
seorang BA (Betawai Asli) menjadi Lektor Kepala pada
Universitas Negeri Jakarta (dulu : IKIP Jakarta) dan
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta dalam
matakuliah Linguistik Umum, Semantik, Sosiolinguistik,
dan Psikolinguistik. Beliau memperoleh gelar Sarjana Pen-
didikan Jurusan Bahasa Indonesia dari IKIP Jakarta tahun 1969. Mengikuti Post
Graduate Training Progamme pada Rejksuniversitiet, Leiden, Negeri Belanda
tahun 1976-1977; mengikuti Workshop on Applied Linguistics di Postuniversitair
Centrum, Limburg, Hasselt, Belgia tahun 1976; mengikuti Course on
Lexicographi di School of Oriental and African Studies, University of London,
Inggris, tahun 1977. Sejumlah seminar mengenai linguistik di dalam dan di luar
negeri pernah diikuti.
Beliau mempunyai banyak pengalaman di antaranya pernah menjadi (1)
Instruktur Bahasa Indonesia pada Sekolah Bahasa Hankam (1983-1990), (2)
pengajar Bahasa Indonesia pada Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa
(1990-sekarang), (3) pengajar Bahasa Indonesia pada Kursus Reguler Pelaksana
Bank Exim (1980-1989), (4) anggota redaksi Parameter, majalah penelitian IKIP
Jakarta (1981-1990), (5) anggota redaksi majalah Pembinaan Bahasa Indonesia
(1985-sekarang), (6) anggota Pengurus Pusat Himpunan Pembina Bahasa
Indonesia (1978-1991), dan (7) ketua Komisariat Masyarakat Linguistik
Indonesia, IKIP Jakarta (1987-sekarang)
Selain itu beliau juga pernah menjadi (1) kopenyusun Buku Materi Pokok
Kesuasatraan I (Universitas Terbuka 1986), (2) kopenyusun Buku Materi Pokok
Kesusastraan II (Universitas Terbuka 1986), (3) anggota penyusun Kamus Bahasa
Indonesia (Pusat Bahasa 1983), (4) anggota perevisi Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi kedua 1992, dan (5) kopenyusun buku Pelajaran Bahasa
Indonesia SMP.
Karyanya yang telah diterbitkan oleh PT Rineka Cipta adalah Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia (1990), Gramatika Bahasa Indonesia (1993),
Pembakuan Bahasa Indonesia (1993), Linguistik Umum(1994), Sosiolinguistik:
Pengantar Awal (1995), Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (1997), Tata
Bahasa Praktis (Edisi Revisi, 1997), Psikolinguistik: Kajian Teoretik (2003),
Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003), Kamus Malaysia –
Indonesia (2004), Bahasa Indonesia dalam Masyarakat: Telaah Semantik (2006),
Leksikologi dan Leksikografi (2007), Kajian Bahasa (2007), Morfologi Bahasa
Indonesia: Pendekatan Proses (2008), Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan
Proses (2009), Fonologi Bahasa Indonesia (2009), Kamus Poupuler (2010),
Bahasa Jurnalistik (2010), Telaah Bibliografi Kebahasaan (2010), Kesantunan
Berbahasa (2010), dan Cekakak-Cekikik Jakarta (2011).
Buku yang diterbitkan oleh penerbit lain adalah Kamus Dialek Jakarta –
Bahasa Indonesia (Nusa Indah, 1976 Edisi Revisi, Masup Jakarta 2009), Kamus
Idiom Bahasa Indonesia (Nusa Indah, 1984), Tata Bahasa Praktis Bahasa
Indonesia (Bhratara Karya Aksara, 1988), Penggunaan Imbuhan Bahasa
Indonesia (Nusa Indah, 1989), Penggunaan Konjungsi dan Preposisi Bahasa
Indonesia (1990), Belajar Mengarang (Manasco, 1993), Namaku Bahasa
Indonesia (Manasco, 1993), Ketawa Ketiwi Betawi (Masup Jakarta, 2007), Kamus
Ungkapan Bahasa Betawi (Masup Jakarta, 2009).
Buku Cekakak Cekikik Jakarta adalah upaya beliau memperlihatkan
kekayaan masyarakat Jakarta (termasuk etnis Betawinya) yang lain, yaitu humor.
Humor dipungut dari masyarakat asli maupun kaum urban Jakarta. Sumbernya
adalah sejumlah media massa, tetapi humor Jakarta yang sesungguhnya masih
bersifat lisan, dan banyak yang tidak bersifat fiktif. Meliputi tema sosial, politik
budaya, ekonomi, dan sebagainya. Termasuk humor mengenai tokoh-tokoh
terkenal. Terentang dari masa Voor de Oorlog (sebelum perang) di Batavia
sampai yang terjadi di wilayah sekitar yang sekarang disebut wilayah
Jabodetabek.
Terkumpul lebih dari 300 humor dalam berbagai bentuk, yaitu dalam
bentuk cerita, dialog, tebak-tebakan, peribahasa, dan plesetan. Humor-
humor yang berkaitan dengan etnis tertentu dan bersifat “keterlaluan”,
begitu pula yang bersifat porno (padahal jumlah bejibun) hanya disimpan
untuk koleksi pribadi.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : SD Al-Mubarak
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/II
Standar Kompetensi : 10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan
pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan bertelepon.
Kompetensi Dasar : 10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang
Santun
Indikator : Mampu mendiskusikan tata cara bertelepon.
Mampu mendata kesalahan-kesalahan kalimat dalam bertelepon.
Mampu bertelepon dengan berbagai mitra bicara sesuai dengan
konteks.
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
B. Materi Pembelajaran
Bertelepon dengan etikanya
C. Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi
2. Tanya jawab
3. Penguasaan
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan pertama (2 x 40 menit)
1. Kegiatan awal (15 menit)
a. Siswa mengamati pembicaraan melalui telepon yang dilakukan oleh narasumber
b. Siswa dan guru bertanya jawab tentang bahasa yang dipakai oleh siswa yang
bertelpon dalam hal salam pembuka salam penutup dan kalimat yang dipakai
c. Siswa mampu merumuskan bahasa yang tepat dalam bertelpon
2. Kegiatan inti (55 menit)
a. Siswa melakukan pembicaraan telepon antarteman secara bergantian dengan
berbagai keperluan, misalnya: mengadakan perjanjian belajar bersama atau
menanyakan buku yang dipinjam
b. Siswa lain mengamati dan mencatat hal-hal yang kurang benar dari segi
kebahasaan dan keruntutan
c. Siswa melakukan pembicaraan denga sesama teman dengan bahasa yang telah
diadakan perbaikan
d. Siswa dan guru bertanya jawab tentang bagaimana bertelepon dengan berbagai
lawan bicara: orangtua, guru, pejabat, orang yang tidak di kenal
e. Siswa mempraktekkan cara bertelepon dengan berbagai lawan bicara secara
bergantian dan cara melakukan pengamatan dan penilaian
f. Guru memberikan penguatan
3. Kegiatan akhir (10 menit)
a. Siswa mengucapkan dan mencatat salam pembuka, salam penutup yang baik dan
kalimat yang efektif dalam bertelepon dengan sesama teman
b. Siswa mendapatkan tugas di luar kelas/ di rumah untuk mebiasakan bertelepon
dengan baik dan santun
E. Sumber Belajar
1. Pesawat telepon
2. Cara santun telepon
F. Penilaian
Format Kriteria Penilaian
Produk (Hasil diskusi)
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep Semua benar
Sebagian besar benar
Sebagian kecil benar
Semua salah
4
3
2
1
Performansi
No. Aspek Kriteria Skor
1. Praktik a. Aktif
b. Cukup aktif
c. Kurang aktif
3
2
1
2. Sikap a. Baik
b. Cukup baik
c. Kurang baik
3
2
1
Lembar Penilaian
No. Nama Peserta Didik Praktik Sikap Produk Jumlah
Skor
Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tangerang Selatan,_________________
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
SD AL-MUBARAK
_________________________ _______________________
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sekolah : MTs Jabal Nur
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/I
Standar Kompetensi : Berbicara
2. Mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan
presentasi laporan
Kompetensi Dasar : 2.1 Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan
dengan memperhatikan etika berwawancara
Indikator :
1. Mampu membuat daftar pokok-pokok pertanyaan untuk wawancara.
2. Mampu melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan
memperhatikan etika berwawancara
Alokasi waktu : 6 x 40 menit
A. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan
memperhatikan etika berwawancara
B. Materi Pembelajaran
Cara berwawancara
C. Metode Pembelajaran
a. Pemodelan
b. Inkuiri
c. Penugasan
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
a. Kegiatan Awal
1. Guru menunjukkan gambar artis / tokoh yang sedang berwawancara
2. Guru dan siswa bertanya jawab mengenai wawancara yang pernah
dilihat/didengar
b. Kegiatan Inti
1. Siswa diajak mengenali ciri wawancara dengan mengamati contoh-contoh di buku
siswa
2. Siswa menulis daftar pertanyaan yang dikemukakan pewawancara kepada tokoh
3. Siswa secara berkelompok membandingkan pertanyaan kedua contoh
4. Siswa secara berkelompok menyimpulkan hubungan jenis pertanyaan dengan
tujuan wawancara
c. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa melakukan refleksi
Pertemuan Kedua
a. Kegiatan Awal
1. Siswa mengemukakan hubungan antara jenis pertanyaan dengan tujuan
wawancara
b. Kegiatan Inti
1. Siswa mengelompokkan jenis pertanyaan yang bersifat langsung dan pertanyaan
yang diawali pernyataan dalam kelompoknya masing-masing
2. Siswa menentukan pihak-pihak yang akan diwawancarai (OSIS, guru)
3. Siswa menyusun daftar pertanyaan untuk berwawancara dengan pihak yang telah
ditentukan
4. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
c. Kegiatan Akhir
Siswa dan guru menyimpulkan hasil presentasi
Pertemuan ketiga
a. Kegiatan Awal
Pembagian tugas dalam proses wawancara pada kelompok masing-masing
b. Kegiatan inti
1. Siswa melakukan wawancara dengan narasumber
2. Kelompok lain mengamati dan menilai dengan paduan penilaian yang sudah
dibuat
c. Kegiatan Akhir
1. Siswa dan guru mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
2. Guru memberikan tugas pengayaan menyimak contoh-contoh wawancara di
media elektronik
E. Sumber Belajar
1. Buku pelajaran Bahasa Indonesia
2. Narasumber (siswa)
3. Rekaman
F. Penilaian
Format Kriteria Penilaian
Produk (Hasil diskusi)
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep Semua benar
Sebagian besar benar
Sebagian kecil benar
4
3
2
Semua salah
1
Performansi
No. Aspek Kriteria Skor
1. Praktik a. Aktif
b. Cukup aktif
c. Kurang aktif
3
2
1
2. Sikap a. Baik
b. Cukup baik
c. Kurang baik
3
2
1
Lembar Penilaian
No. Nama Peserta Didik Praktik Sikap Produk Jumlah
Skor
Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tangerang, 12 Mei 2014
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
MTs Jabal Nur
Chairuddin, S.Ag. Churin In Nabila
1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : MA Jabal Nur
Mata pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XI – IPA /II
Pertemuan Ke- : I-IV
Alokasi waktu : 4 X 40 menit
Standar Kompetensi : Berbicara
13. Memahami pendapat dan informasi dari berbagai sumber
dalam diskusi atau seminar.
Kompetensi Dasar : 13.1 Mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi
atau seminar.
Indikator :
1) Mampu memahami pendapat yang disampaikan pembicara dalam suatu diskusi atau
seminar.
2) Mengajukan pertanyaan berkait dengan topik diskusi atau seminar
3) Mengomentari jalannya diskusi atau seminar yang telah berlangsung
1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mengikuti pembelajaran “Mengomentari pendapat dalam
diskusi/seminar” siswa diharapkan mampu mengomentari pendapat seseorang dalam
suatu diskusi atau seminar.
2. MATERI PEMBELAJARAN
1. Cara berdiskusi dan mengomentari pendapat
3. METODE PEMBELAJARAN
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Inkuiri
4. NILAI KARAKTER
1. Komunikatif
2. Jujur
3. Menghargai Prestasi
2
5. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Pertemuan Pertama
1. Kegiatan Awal
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
A. Apersepsi
a. Memberikan salam
kepada siswa dan
memeriksa
kebersihan kelas
b. Mengabsen dan
melihat kondisi kelas
c. Mengajukan
pertanyaan-
pertanyaan tentang
materi yang telah
dipelajari
d. Menyampaikan judul
materi yang akan
dipelajari dan tujuan
yang ingin dicapai
siswa.
e. Mengajukan
pertanyaan-
pertanyaan yang
berkaitan dengan
materi yang akan
dipelajari
a. Menjawab salam
dan membersihkan
kelas
b. Mengacungkan
tangan
c. Menjawab
d. Mendengarkan
e. Menjawab
pertanyaan guru
Sopan santun
Disiplin
Kritis dan teliti
Rasa ingin tahu dan
terbuka
Rasa ingin tahu dan
kritis
2. Kegiatan Inti
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
A. Eksplorasi
a. Guru menampilkan
video contoh
melaksanakan diskusi.
b. Guru bertanya jawab
tentang diskusi yang
telah ditampilkan.
B. Elaborasi
a. Melihat dengan
seksama
b. Menjawab
Kritis dan perhatian
Berani dan tekun
3
a. Guru meminta kepada
siswa untuk
membentuk kelompok
diskusi yang terdiri
atas 3-4 orang
b. Guru meminta agar
mendiskusikan cara
mengemukakan
pendapat yang baik
dan merangkum isi
pembicaraan video
diskusi tersebut dalam
beberapa kalimat.
c. Guru menjelaskan cara
melakukan diskusi dan
mengomentari
pendapat yang baik
serta cara merangkum
isi diskusi.
d. Guru meminta kepada
siswa untuk
membacakan hasil
diskusinya tentang
cara melakukan
diskusi yang baik dan
isi pembicaraan dalam
diskusi.
e. Guru meminta
kelompok siswa yang
lain untuk
memberikan
tanggapan terhadap
kelompok temannya.
C. Konfirmasi
a. Guru bersama-sama
siswa membuat
simpulan cara
melaksanakan diskusi
dan mengomentari
pendapat orang lain.
a. Membentuk
kelompok diskusi
b. Berdiskusi dengan
teman kelompok
c. Memperhatikan
dengan seksama
d. Mendengarkan
hasil diskusi teman
kelompok
e. Memberikan
tanggapan
a. Membuat
kesimpulan
Kerja sama
Teliti dan tekun
Kritis dan tekun
Teliti dan tekun
Dapat dipercaya dan
mandiri
Bersahabat dan
demokrasi
4
3. Kegiatan Akhir
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
a. Guru memberikan
motivasi kepada siswa
untuk belajar diskusi dan
mengomentari pendapat
orang lain.
b. Guru menutup kegiatan
belajar tepat waktu dan
mengucapkan salam
a. Mendengarkan
b. Membaca doa dan
menjawab salam
Mandiri dan terampil
Sopan santun dan
religius
Pertemuan Kedua
1. Kegiatan Awal
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
A. Apersepsi
a. Memberikan salam
kepada siswa dan
memeriksa kebersihan
kelas
b. Mengabsen dan melihat
kondisi kelas
c. Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
tentang materi yang
telah dipelajari
a. Menjawab salam
dan membersihkan
kelas
b. Mengangkat tangan
c. Menjawab
Sopan santun
Disiplin
Tekun dan teliti
2. Kegiatan Inti
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
A. Eksplorasi
a. Guru menampilkan
contoh video diskusi
yang lain.
b. Guru meminta kepada
siswa untuk memberikan
komentar tentang
diskusi yang telah
a. Melihat dengan
seksama
b. Memberikan
komentar
Kritis dan perhatian
Berani dan tekun
5
ditampilkan.
B. Elaborasi
a. Guru meminta siswa
untuk membentuk
kelompok diskusi yang
terdiri atas 5-6 orang.
b. Guru memberikan teks
bacaaan tentang
“Pengaruh Televisi
terhadap Perkembangan
Anak”.
c. Guru meminta kepada
kelompok siswa untuk
mendiskusikan pengaruh
televisi terhadap
perkembangan dan
pendidikan anak.
d. Guru meminta kepada
masing-masing
kelompok untuk
membacakan hasil
diskusinya
e. Guru meminta kepada
kelompok lain untuk
mengajukan pertanyaan.
f. Guru meminta kepada
siswa yang lain untuk
memberikan pendapat
dan tanggapan tentang
hasil diskusi temannya.
C. Konfirmasi
a. Guru bersama-sama
siswa membuat
simpulan cara
melaksanakan diskusi
dan mengomentari
pendapat orang lain.
a. Membentuk
kelompok
b. Membaca teks
c. Berdiskusi dengan
teman kelompok
d. Memperhatikan
dengan seksama
e. Mengajukan
pertanyaan
f. Memberikan
pendapat dan
tanggapan
a. Membuat
kesimpulan
Kerja sama
Teliti dan tekun
Kerja sama dan kritis
Tanggung jawab
Dapat dipercaya dan
mandiri
Jujur dan terbuka
Bersahabat dan
demokrasi
6
3. Kegiatan Akhir
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
a. Guru memberikan
motivasi kepada siswa
untuk belajar diskusi dan
mengomentari pendapat
orang lain.
b. Guru menutup kegiatan
belajar tepat waktu dan
mengucapkan salam
a. Mendengarkan
b. Membaca doa dan
menjawab salam
Mandiri dan terampil
Sopan santun dan
religius
6. SUMBER BELAJAR
1. Video pelaksanaan diskusi
2. Buku Bahasa Indonesia SMA/MA kelas XI oleh Atep Tatang penerbit PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
3. LKS Smart bahasa Indonesia kelas XI
7. PENILAIAN
Indikator Teknik Bentuk Instrumen Contoh Instrumen
a. Mampu
memahami
pendapat yang
disampaikan
pembicara
dalam suatu
diskusi
b. Mampu
mengajukan
pertanyaan
berkait dengan
topik diskusi
c. Mampu
mengomentari
jalannya
diskusi
Tes tulis Uraian 1. Pahamilah
pendapat yang
disampaikan
pembicara dalam
diskusi tersebut!
2. Berilah
pertanyaan yang
berkaitan dengan
topik diskusi
tersebut!
3. Berilah komentar
terhadap jalannya
diskusi tersebut!
Format Kriteria Penilaian
Produk (Hasil diskusi)
No. Aspek Kriteria Skor
7
1. Konsep Semua benar
Sebagian besar benar
Sebagian kecil benar
Semua salah
4
3
2
1
Performansi
No. Aspek Kriteria Skor
1. Praktik a. Aktif
b. Cukup aktif
c. Kurang aktif
3
2
1
2. Sikap a. Baik
b. Cukup baik
c. Kurang baik
3
2
1
Lembar Penilaian
No. Nama Peserta Didik Praktik Sikap Produk Jumlah
Skor
Nilai
1.
2.
3.
Catatan:
Nilai= (Jumlah skor : jumlah skor maksimal) x 10
Untuk peserta didik yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan
remedial
Tangerang, 2 April 2014
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
MA Jabal Nur
Abdul Rohman, M. Pd. Churin In Nabila
:7tJ
Nama
NIM
Jurusan/Prodi
Judul Skripsi
LEMBAR UJI REFERENSI
Churin In Nabila
1 I 1013000003
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Prinsip Kerja Sama Grice dalam Humor Cekaknk-CekikikJakarta Karya
Abdul Chaer serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia.
No. Referensi Paraf
I Ayusya. "Wacana NgupingJaknrta: Tinjauan terhadap Prinsip Kerja
Sama, Koherensi, Makrostruktur, dan Suprastruktur dalam Blog
Humor." Skripsi Sl Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia Depok, 2010.
( '
2. Ariel, Mira. Defining Pragmatics. Cambridge University Press:
New York. 2010. TaJ . Chaer, Abdul. Cekakak-Cekikik Jakarta. Jakarta: Rineka Cipta.
2OII. 14. Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. v5 . Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT
Rineka Cipta. 2010. \
6. Chairunisa, Tyas. "Analisis Pelanggaran terhadap Prinsip Kerja
Sama dan Prinsip Kesantunan pada Humor Singkat." Skripsi S1
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok,
201t.
7. Cummings, Louise. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007 . +
to't
8. Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangknn dengan
Humor. Jakarta: Bumi Aksara. 2010. v9. Djajasudarma, Fatimah. Wacana & Pragmadfr. Bandung: Refika
Aditama.2012. 110. Fauziah, Syifa. "Maksim Ke{a Sama pada Dialog Tokoh Utama
dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih I dan Implikasinya bagi
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA". Skripsi S1 Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta,20Il.
1l l Hindun. Pragmatik. !T2, Huang, Yan. Pragmafics. New York: Oxford University Press.
2007. +13. Kushartanti dkk. Pesona Bahasa: Langknh Awal Memahami
Linguistik. Jakarta: Gramedia. 2009. (,
T4, Leech, Geoffrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.
1993. +15. Lubis, Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung:
Angkasa.20ll. r16. Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2007. v17 . Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaj a Rosdakarya . 2013. T18. Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogiakarta: Ar-Ruzz
Media.20ll . T19. Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta:
Referensi.2013.,l
20. Nadar, F.X. Pragmatik & Penelitisn Pragmatik.Yogyakarta: Graha
Ilmu.2009. {
21. Pangaribuan, Tagor. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2008. tI
. i
!et
I
22. Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran
B ahas a.Y ogyakarta: Kanisius. 2009.q
23. Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-Bulir Sastra & Bahass.
Yogyakarta: Kanisius. 1991. \
24. Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PT Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta. 2008. {
25. Rahardi, Kunjana. Dimensi-Dimensi Kebahasaan. Jakarta:
Erlangga.2006.q
26. Rahardi, Kunj ana. Sos i opragmatik. J akarta: Erlangga . 2009 .
{-
27. Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa
lndonesia. Jakarta: Erlangga. 2009. {
28. Rohmadi, Muhammad. Pragmatik: Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka. 2010. 429. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta. 2009. +30. Suhartono dan Yuniseffendri, Pragmatik. Jakarta: Universitas
Terbuka.20Il. +31. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
1984. {
32. Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. Analisis Wacana
Pragmatik, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010. {
J J . Wijana, I Dewa Putu. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa.
Yogyakarta: Ombak. 2003. I34. Yule, Geor ge. Pragmatik. Y ogyakarta: Pustaka Pelaj ar. 2006. v
FORM (FR)KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. lt H. Juanda Na 95 Ciputat 15412 lndonesia
rr
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
No. Dokumen FITK-FR-AKD-OE1fg l . Terb i t 1 Maret 201O
Jakafta. 26 Nover-nber .2011
1t1
Nomor : Un,0 I /F. , 1 /KM.0 1.3 1. . . . . . . .12013Larnp. : rHal : Bimbingan Skripsi
Kepada Yth,
Ibu Dr, Darsita, M.HurnPernbimbing SkripsiFakultas Ilnru Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatul lah.lakarta,
As s alamu.' alaikum u,r.w b.
Nama
NIM
Jurusan
Semester
. luclul Sl ir ipsi
Tembusan:l. Dekan F-ITI(2. Mahasiswa ybs.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk nrenjadi pembimbing I/ll
(rn aterTtekn i s) pen u Iisan skri psi mahasiswa:
Churin In Nabila
I I I 0013000003
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
VII (Tujuh)
Prinsip Ke{a Sama Grice dalarn Humor Cekakak-Cekikik,lakarta
karya Abclul Chaer ser la Impl ikasinya terhadap Pernbelajaran Bahasa Indonesia,
, ludul telsebLrt telah cl isetujLr i oleh Jurusan yang bersangktt tan pada tanggal i l5 Oktobcr
2013 . abstr.aksi/oriline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada
judul tersebut, Apabi la perubahan substansial dianggap perlu, tnohon penrbirnr: ing
menghubungi .lurusan terlebih dahr.rlu.
Birnbingal skr ipsi in i diharapkarr selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, c lan dapat
diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, karni ucapkan terima kasih.
Was s alamw' alaikunt wr,w b,
ra lndonesia
itriyah ZA.199703 2 001
IU.Pd
BIOGRAFI PENULIS
Churin In Nabila, lahir di Lamongan, 12 April 1992 dari seorang
ibu yang bernama Mardliyah dan seorang abah bernama H. Munif, AR.
Menikmati masa pendidikan sejak Taman Kanak-Kanak lulus tahun
(1998), MI PPI Bintang Sembilan Babat Lamongan (2004), MTs dan MA
Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro (2010). Pada
tahun 2010, dia berhasil lulus di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Selanjutnya, anak pertama dari empat bersaudara ini menikah dengan Khoirul Fatihin,
S.Pd.I pada tanggal 10 Juli 2010, dan baru dikaruniai seorang anak perempuan bernama Channa
Aulia Fatihiyah. Kini dia tinggal di Jl. Kp. Gunung No.60 Cipondoh Tangerang, mengabdikan
diri menjadi tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di Pondok Pesantren Modern Terpadu
Jabal Nur, sejak tahun 2010-sekarang. Selain mengajar pelajaran bahasa Indonesia, penulis juga
mengajar kitab salafiyah seperti Matan Jurumiah, Arba’ur Rosail, Tuhfatul Athfal, dan lain
sebagainya.
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, guru, dan juga mahasiswa, dia jalani dengan tekun
dan sabar. Berusaha membagi waktu agar semua tugasnya bisa berjalan dengan lancar, atas
dorongan semangat dan motivasi yang diberikan oleh suami beserta anaknya, kini bisa
menyelesaikan studinya guna menempuh sarjana pendidikan (S.Pd). Penulis mempunyai motto
bahwa “Dunia bisa ditaklukkan dengan pendidikan, jadi belajarlah sepanjang hayat.” Hal ini
merupakan motivasi kepada keluarga besarnya, bahwa seorang perempuan meskipun sudah
menjadi ibu rumah tangga akan tetap bisa meraih cita-citanya dengan menempuh pendidikan dan
mengamalkannya kepada orang lain.
top related