case trigeminal dellaaa
Post on 16-Apr-2015
64 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah pada
satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini
terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup
besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri
disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi
persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab.1
1.2 Epidemiologi
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada
wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah
dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok
usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum
usia empat puluh tahun.1,2
Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka
yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan
anak-anak.1
Neuralgia trigeminal merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat
mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk
mengatasi trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade
sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak
orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan neuralgia trigeminal sebagai nyeri
yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan
tidaklah tuntas.1,3
1.3 Etiologi
Mekanisme patofisiologi yang mendasari Trigeminal neuralgia belum begitu
pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua
teori tentang mekanisme harus konsisten dengan:
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.
1
2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter
besar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar
divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian
dan/atau akar-akar saraf sering menghilangkan nyeri.
4. Terjadinya Trigeminal neuralgia pada pasien yang mempunyai kelainan
demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan Sklerosis Multipel).
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral
dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik
adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan
fenitoin). 4
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan
suatu cetusan 'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan
memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf
kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis
menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini. Pada kebanyakan pasien
yang dioperasi untuk Trigeminal neuralgia ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve
root entry zone' saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95%
pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria
karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada
kebanyakan pasien.5
2
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler
serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima
terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut
serebelopontin (meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan
kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti
kebanyakan pasien dengan Trigeminal neuralgia, pasien ini sering mempunyai gejala
dan/atau tanda defisit saraf kranial. 3
Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misalnya
karena tindakan dental) atau Sklerosis Multipel, dan beberapa tanpa patologi yang
jelas.2,3
1.4 Diagnosis
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes neurologis
(misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi
nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri
mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang
keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. 4
Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek
(kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal,
misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu
daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). 5
Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau
tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain,
misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat
itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgia. Pemeriksaan neurologik
pada Trigeminal neuralgia hampir selalu normal. Tidak terdapat gangguan sensorik
pada Trigeminal neuralgia murni. 5
Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada Trigeminal neuralgia yang
menyertai Multiple sklerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga
menderita Trigeminal neuralgia yang dalam hal ini bisa bilateral. 5
Suatu varian Trigeminal neuralgia yang dinamakan tic convulsive ditandai
dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini
3
perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgia biasa, yang
dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering
dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita. 5,6
Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai
berikut:
Anamnesis:
Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang
terkena.
Menentukan waktu dimulainya Trigeminal neuralgia dan mekanisme
pemicunya.
Menentukan interval bebas nyeri.
Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap
pengobatan.
Menanyakan riwayat penyakit herpes.
Pemeriksaan Fisik:
Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk
refleks kornea).
Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus
(membuka mulut, deviasi dagu).
Pemeriksaan penunjang diagnostik
seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari etiologi primer di
daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.
1.5 Penatalaksanaan
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.7,8
Terapi Medis (obat)
Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit
ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang
mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus
memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar
4
penggunaan obat pada terapi Trigeminal neuralgia dan neuralgia saraf lain adalah
kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan
serangan nyeri.
1. Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah
carbamazepine. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4
hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal
adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi
dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan
dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis
maksimal adalah 1200 mg/hari.
Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama
pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan
pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan
hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan laboratorium
biasanya meliputi pemeriksaan jumlah leukosit, faal hepar, dan reaksi alergi kulit.
Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila
ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa
dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal
baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari. Obat
ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum sepenuhnya
mengendalikan nyerinya. Tersedia phenytoin, sodium valproate, gabapentin, dan
sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti epileptik.
2. Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji
coba sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini
mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Kemampuannya
untuk mengurangi nyeri neuropatik yang membandel dilaporkan secara insidentil
mulai 1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey.
Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan
phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2
hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk,
5
gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg hingga
nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang
diperbolehkan oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari. Waldeman menganjurkan
1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham dkk. menemukan bahwa gabapentin
dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil mengurangi nyeri,
memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki quality of life dari para
pasien mereka.
Untuk neuralgia yang menyertai pasien dengan Multipel Sklerosis ternyata
gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7
pasiennya.
Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar.
Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA
dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan
meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka
penetrasinya ke otak baik.
Terapi Non-medis (Bedah)
Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari
dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter
menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat
mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif.
Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat
menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar,
sampai cara yang lebih sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah
dijumpai efek samping.
J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya "Are All of the Treatment
Options Being Considered” bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam
menghilangkan nyeri dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada
pasien usia lanjut. Untuk pasien-pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk
dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera sesudah diagnosis
ditegakkan.
Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi bagian
sensorik dari saraf trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode yang
6
lebih baik. Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal nerve
block dengan menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang dipakai
adalah bupivacaine tanpa pengawet yang diberi bersama dengan methylprednisolone.
Suntikan dilakukan tiap hari sampai obat oral yang dimulai pada saat sama, mulai
efektif. Radiofrequency rhizotomy (Meglio and Cioni, 1989).
Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini
mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang kurang
enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang
kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa menyesal karena
rasa kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman daripada nyeri yang
masih ada masa bebasnya.
Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol
Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997). Konon,
hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis yang
dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut
saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan compound action
potential pada serabut trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini cepat dan
pasien bisa cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap bisa terjadi gangguan
sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi sakitnya.
Microvascular Decompression
Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan vaskular
merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgia adalah suatu compressive cranial
mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini mengganggap bahwa
penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan permanen. Kerugian
cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu kraniotomi dan pasien perlu
tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan dengan masa rekonvalesensi
yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain adalah bahwa walaupun jarang,
mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan kematian atau penyulit lain seperti
stroke, kelemahan nervus fasialis, dan tuli.
Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat
kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah
7
dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya
melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan
mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas
Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri
secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan 1%
per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh darah
baru yang muncul pada nervus trigeminus.
Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife
Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife merupakan
alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara
memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun tanpa
membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell
dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi lokal dan
hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat mengharapkan
kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.
Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf trigeminal setelah
radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli bedah
saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma Knife
hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal.
Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan
suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon diisi
sekitar 1 ml sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon cara ini
membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai berapa
banyak yang mengalami residif. 7,8
Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan
pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan
yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi
neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan
teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa
nyeri) dan teknik relaksasi.8,9
8
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita berumur 48 tahun datang ke Poliklinik Neurologi
RSUP Dr. M. DJamil Padang pada tanggal 12 Desember 2012 pada pukul 10.30
WIB dengan:
Identitas Pasien :
Nama : Ny. M
No. MR : 011887
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun
Status : menikah
Alalmat : Padang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri wajah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri wajah kanan yang semakin bertambah sejak 1 minggu yang lalu,
terjadi secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk terutama di
daerah wajah kanan, di sekitar mata, belakang mata serta menjalar ke
belakang kepala disertai rasa kebas pada gusi kanan bawah dan lidah
kanan. Nyeri bersifat konstan dan berlangsung sekitar 20-30 menit. Nyeri
dirasakan berkurang apabila berbaring. Nyeri bertambah berat jika
ditekan di daerah pipi.
Nyeri wajah dirasakan hampir setiap hari selama satu minggu ini.
Kelemahan anggota gerak tidak ada
Pandangan ganda tidak ada
Kejang tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
9
Sebelumnya pasien juga pernah berobat ke poliklinik neurologi dengan
keluhan yang sama sekitar satu tahun yang lalu dan setelah itu masih ada
nyeri wajah yang hilang timbul.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dikenal hipertensi sejak 8 bulan yang lalu, kontrol tidak teratur
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat herpes zoster tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik biasa, mempunyai
3 orang anak
PEMERIKSAAN FISIK
Vital sign :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 160 / 100 mmHg
Frekuensi nadi : 82 x / menit
Frekuensi nafas : 18 x / menit
Suhu : 36,6º C
Status Internus :
Kulit : Tidak ditemukan kelainan
Rambut : Tidak ditemukan kelainan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
10
Leher : JVP 5-2 cmH2O
KGB : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regio
leher, aksilla, dan inguinal.
Thorak : Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi -/-, Wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada.
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Inspeksi : Deformitas tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Ekstremitas : Edema tidak ada
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Neurologikus :
1. Glasgow Coma Scale : 15 ( E4M6V5)
2. Tanda rangsangan meningeal :
Kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : negatif
Brudzinsky II : negatif
Kernig : negatif
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
Muntah proyektil tidak ada
Sakit kepala progresif tidak ada
4. Nn. Kranialis :
N I : penciuman baik
11
N II : tajam penglihatan baik
Funduskopi : papil berbatas tegas, warna kuning
jingga
N III,IV,VI : pupil isokor, bentuk bulat, Ø 3mm / 3mm, gerakan
bola mata bebas ke segala arah, refleks cahaya +/+
N V : bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri
dan ke kanan, refleks kornea +/+, hiperestesi di
wajah kanan, refleks Masseter +/+
N VII : wajah simetris, menutup mata (+), mengerutkan dahi
(+)
N VIII : fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada
N IX,X : arkus faring simetris, uvula di tengah, reflek
muntah
(+)
N XI : bisa mengangkat kedua bahu, bisa melihat ke kiri dan
ke kanan
N XII : deviasi lidah tidak ada
5. Motorik :
Ekstremitas superior : kanan kiri
Gerakan aktif aktif
Kekuatan 555 555
Tonus eutonus eutonus
Ekstremitas inferior : kanan kiri
Gerakan aktif aktif
Kekuatan 555 555
Tonus eutonus eutonus
6. Sensorik :
Eksteroseptif : hiperestesi pada
Propioseptif : rasa getar, tekan, gerak dan sensasi posisi sendi baik
7. Otonom : baik
8. Reflek fisiologis :
12
Reflek biceps ++/++
Reflek triceps ++/++
Reflek KPR ++/++
Reflek APR ++/++
9. Reflek patologis :
Reflek Hoffman Trommer -/-
Reflek Babinsky Group -/-
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : neuralgia trigeminal
Diagnosis Topik : cabang maksilar dan cabang mandibular
nervus trigeminus dextra
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis Sekunder : -
TERAPI
Umum :
Istirahat
Mengurangi atau menghindari faktor pencetus
Khusus :
Cameloc 1 x 7,5 mg
Carbamazepin 2 x 200 mg
Ranitidin 2 x 150 mg
Neurodex
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cek darah rutin
EEG
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
13
Quo ad functionam : bonam
DM DELLA GUSTIA
Praktek Dokter Umum
SIP :
Senin-Sabtu
17.00- 20.00
R/ cameloc 7,5 mg tab No. XX
S 1dd tab I
R/ Carbamazepin 200 mg tab No. XX
S 2dd tab I
R/ ranitidin 150 mg tab No. XX
S 2dd tab I
R/ neurodex tab No. X
S 1dd
Pro : Ny. M
Umur : 48 tahun
14
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang wanita 48 tahun datang ke Poliklinik Neurologi
RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis Neuralgia Trigerminal.
Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan Nyeri wajah kanan yang semakin bertambah sejak 1 minggu
yang lalu, terjadi secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk terutama di
daerah wajah kanan, di sekitar mata, belakang mata serta menjalar ke belakang
kepala disertai rasa kebas pada gusi kanan bawah dan lidah kanan. Nyeri bersifat
konstan dan berlangsung sekitar 40-60 menit. Nyeri dirasakan berkurang apabila
berbaring. Nyeri bertambah berat jika ditekan di daerah pipi.Nyeri wajah dirasakan
hampir setiap hari selama satu minggu ini. Kelemahan anggota gerak tidak ada
Pandangan ganda tidak ada, kejang tidak ada,
mual dan muntah tidak ada. Sebelumnya pasien juga pernah berobat ke poliklinik
neurologi dengan keluhan yang sama sekitar satu tahun yang lalu dan setelah itu
masih ada nyeri wajah yang hilang timbul.
Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan hiperestesi pada wajah
kanan, refleks Masseter +.
Terapi umum yang dianjurkan adalah istirahatl dan menghindari faktor
pencetus. Terapi khusus yang diberikan pada pasien ini adalah Cameloc 1 x 7,5 mg,
Carbamazepin 2 x 200 mg, Ranitidin 2 x 150 mg dan Neurodex .
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Love S, Coakham HB. Trigeminal neuralgia Pathology and phatogenesis. Brain
2001;124:2347-2360
2. Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal neuralgia Pathology and
treatment. Acta neurol 2001;101:20-25
3. Nurmikko TJ, Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis and
current treatment. British Journal of Anaesthesia 2001;87(1):32-117
4. Kamel HAM, Toland J. Trigeminal Nerve Anatomy: Illustrated Using Examples
of Abnormalities. AJR 2001 Jan;176:247-251
5. Siddiqui MN, Siddiqui S, Ranasinghe JS, Furgang FA. Pain Management:
Trigeminal neuralgia. Clinical Review Article. Hospital Physician 2003 Jan;64-70
6. Bennetto L, Patel NK, Fuller G. Trigeminal neuralgia and its management. BMJ
2007 Jan 27;334:201-205
7. Kraftt RM. Trigeminal Neuralgia. American Family Physician 2008 May
1;77:1291-1296
8. Scrivani SJ. Trigeminal Neuralgia. Paint Management 2004;1(3):1-6
9. Dedhia JD, Tordoff S, Sivakumar G. Trigeminal Neuralgia (TGN ) -
Pathophysiology and Management. Journal Anaesthesia Clinical Pharmacology
2009;25(1):3-8
16
top related