cailliet ex
Post on 26-Nov-2015
97 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi myofascial musculus levator scapulaSelasa, 16 Juli 2013
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi myofascial sindrom musculus levator scapula
KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
MYOFASCIAL SINDROM MUSCULUS LEVATOR SCAPULA
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam MendapatkanGelar Ahli Madya Fisioterapi
Disusun Oleh:ERMA KURNIAWATI
03.10.588PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMUHAMMADIYAH PALEMBANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam upaya mewujudkan pelayanan di perlukan adanya kerjasama dari
berbagai pihak. Semakin majunya pembangunan di bidang kesehatan pada
hakekatnya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan nasional. Tuntutan yang semakin besar terhadap upaya
kesehatan telah mengarahkan usaha pembangunan agar lebih maju untuk mencapai
suatu keadaan yang sehat menyangkut berbagai aspek antara lain usaha
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) serta
pemeliharaan (rehabilitatif). Untuk dapat mewujudkan upaya pelayanan kesehatan
yang menyeluruh tersebut, diperlukan adanya kerja sama dari berbagai pihak dan
disiplin ilmu (UU RI No 36 tahun 2009).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang dasar kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, dan mekanis, pelatihan fungsi,
komunikasi), (Menteri kesehatan RI Nomor 17/Menkes/SK/VI/2008).1Jenis penyakit yang ada dimasyarakat begitu banyak, sedangkan masyarakat kurang memahami dan mengetahui tentang penyakit yang di derita, serta bagaimana melakukan penanganan terhadap penyakit yang di derita.
Sindrom nyeri miofasial sering menyerupai sindrom radikulopati servikal dan
sindrom faset servikal. Sindrom itu juga dikenal
dengan fibrositis dan fibromiositis(B.M.Tulaar, 2008).
Myofascial levator scapula adalah salah satu gejala nyeri otot yang
memilikimyofascial. Otot levator scapula, memiliki peranan yang penting dalam
menstabilkan dan menggerakan skapula yang berhubungan dengan gerakan
bahu. Sindrom myofascial levator scapula sering dipicu oleh penggunaan keyboard
secara abnormal posisi leher diputar dan dapat terjadi dalam olahraga seperti
berenang, di mana sering melakukan rotasi leher (Sambrook, dkk, 2010, hal : 120).
Banyak penyebab timbulnya nyeri sindroma myofascial levator
scapuladiantaranya adalah trauma, degenerasi pada otot, postur yang jelek,
ergonomi yang buruk saat bekerja (Ferry, 2010).
Pada kondisi myofascial levator scapula umumnya pasien datang dengan
keluhan nyeri pada daerah leher. Apabila dilakukan pemeriksaan oleh fisioterapis
ditemukan adanya taut band yaitu berbentuk tali yang memebengkak yang
mengakibatkan pemendekan serabut otot (sarkoplasmik) dan fasia otot dan sering
dikeluhkan pasien sebagai sesuatu yang “grenjel” pada otot dan apabila diberi
penekanan pada daerah tersebut akan memicu rasa nyeri yang hebat dan tidak
tertahankan.
Otot levator scapulae yang membentang sepanjang bagian belakang leher
berfungsi membantu gerakan pada leher, lengan dan bahu seperti
gerakan elevasibahu. Gejala sindrom levator scapula seperti nyeri tajam di sekitar
leher, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala. (Levator Scapulae
Trigger Points_Trigger Point Treatment.htm/diakses tanggal 26 desember 2012
20:14 ).
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi dewasa mengeluhkan rasa
tidak enak di leher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak enak di leher menjadi nyeri
leher yang berat. Insidensi nyeri leher meningkat dengan bertambahnya usia.
Dalam kegiatan mempertahankan posisi leher saat melakukan aktivitas
membutuhkan peran sangat besar dari otot-otot vertebra. Salah satu otot leher
yangmempunyai peranan cukup besar adalah m.levator scapulae. Nyeri yang terjadi
padam.levator scapulae memicu terjadinya nyeri di sudut leher dan bahu, sakit ini
sering di gambarkan sebagai nyeri yang amat pedih terutama pada penggunaan
aktif ototlevator scapulae (Gejut, I Made, 2012).
Untuk mengatasi myofascial sindrom m.levator scapula terapi pemanasan
atauheating yang memungkinkan untuk diterapkan adalah Micro Wave
Diathermy MWD karena terbukti efektif untuk mengurangi berbagai nyeri pada
otot. untuk rileksasi otot dan meningkatkan sirkulasi darah bisa dilakukan teknik
manipulasi seperti friction, sedangkan untuk mengurangi keterbatasan luas gerak
sendi (LGS) dan peregangan otot dapat dilakukan dengan cailliet exercise (senam
nyeri leher) dan Contract Relax Stretching yakni suatu teknik terapi latihan khusus
yang ditujukan pada otot yangspasme, tegang/memendek untuk memperoleh
pelemasan dan peregangan jaringan otot.
Dari problematika yang disebutkan pada latar belakang diatas, maka penulis
tertarik untuk mengetahui serta mengkaji lebih lanjut dalam bentuk karya tulis ilmiah
yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Myofascial Sindrom
Musculus Levator Scapula”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka timbul beberapa
perumusan masalah, sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana proses patofisiologi pada kondisi myofascial sindrom m.levator
scapula ?
1.2.2 Problematika fisioterapi apa saja yang timbul pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula?
1.2.3 Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan metodologi
intervensi fisioterapi berupa Microwave Diathermy (MWD), friction, cailliet
exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS) pada kondisi
myofascial sindrom m.levator scapula ?
1.2.4 Bagaimana pengaruh penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana proses patofisiologi pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula.
1.3.2 Untuk mengetahui problematika fisioterapi apa saja yang timbul pada
kondisimyofascial sindrom m.levator scapula.
1.3.3 Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan
metodologi intervensi fisioterapi berupa Microwave Diathermy(MWD), friction, cailliet
exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS) pada
kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penatalaksanaan fisioterapi pada
kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis
1.4.1.1 Untuk menambah wawasan khususnya ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan
fisioterapi lebih lanjut pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4.1.2 Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan dari modalitas Microwave
Diathermy (MWD), friction, cailliet exercise (senam nyeri leher) danContract Relax
Stretching (CRS), dalam menurunkan nyeri, keterbatasan gerak (LGS), dan
mengurangi spasme akibat myofascial sindrom m. levator scapula.
1.4.2 Bagi Institusi
Dapat menambah wawasan dalam pemberian intervensi fisioterapi pada
kondisimyofascial sindrom m.levator scapula.
1.4.3 Bagi rekan seprofesi agar berguna dan bermanfaat sebagai referensi
1.4.4 Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
tentang myofascial sindrom m.levator scapula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Terapan
Pada pembahasan sub bab anatomi fisiologi terapan ini akan diuraikan
antara lain : osteologi, ligamentum, myologi, arthrologi dan neurofisiologi pada regio
cervical.
2.1.1 Osteologi
Osteologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tulang. Tulang adalah organ
yang padat dan keras yang menyusun suatu kerangka (Wibowo, 2005).
Pada kasus ini maka tulang yang dibahas antara lain : cervical I sampai
cervical VII.
2.1.1.1 Vertebra Cervical I
Vertebra cervical I juga disebut atlas, pada dasarnya berbeda dengan lainnya
karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena pada atlas dilukiskan adanya
arcus anterior terdapat permukaan sendi, fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus
posterior untuk lewatan arcus posterior untuk lewatnya arteri vertebralis (Syaifuddin,
2010).
2.1.1.2 Vertebra Cervical II6
Vertebra cervical II juga disebut aksis, berbeda dengan vertebra cervical ke-3 sampai ke-6 karena adanya dens atau processus odontoid. Pada permukaan cranial corpus aksis memiliki tonjolan seperti gigi, dens yang ujungnya bulat, aspek dentis (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.3 Vertebra Cervical III sampai V
Processus spinosus bercabang dua. Foramen transversarium membagi
processus transversus menjadi tuberculum anterior dan posterior. Lateral foramen
transversarium terdapat sulcus nervi spinalis, didahului oleh nervi spinalis
(Syaifuddin, 2010).
2.1.1.4 Vertebra Cervical VI
Perbedaan dengan vertebra cervical I sampai dengan cervical V adalah
tuberculum caroticum, karena dekat dengan arteri carotico (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.5 Vertebra Cervical VII
Merupakan processus spinosus yang besar, yang biasanya dapat diraba
sebagai processus spinosus columna vertebralis yang tertinggi, oleh karena itu
dinamakan vertebra prominens (Syaifuddin, 2010).
Gambar 2.1Columna vertebralis ;dari dorsum
(Putz, 2007)
Gambar 2.2 Columna Vertebralis
(Putz, 2007)
2.1.2 Ligamentum
Ligamentum adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk
mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk menyangga suatu
organ (Snell, 2006).
2.1.2.1 Ligamentum longitudinal anterior
Merupakan suatu serabut yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang
melekat pada bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus vertebrae
cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os occipitale pars basilaris dan tuberculum
anterior atlantis) dan memanjang ke bawah sampai bagian atas depan fascies
pelvina os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal pada bagian depan
corpus karena mengisi kecekungan corpus. Ligamen longitudinal anterior ini
berfungsi untuk membatasi gerakan extensi columna vertebralis. Dimana daerah
lumbal akibat berat tubuhakan mengalami penambahan lengkungan pada vertebra
columna didaerah lumbal.
2.1.2.2 Ligamentum longitudinal posterior
Berada pada permukaan posterior corpus vertebrae sehingga dia berada di
sebelah depan canalis vertebralis. Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra
cervical II dan memanjang kebawah os sacrum. Ligamentum ini diatas discus
intervertebralis diantara kedua vertebra yang berbatasan akan melebar, sedangkan
dibelakang corpus vertebra akan menyempit sehingga akan membentuk rigi.
Ligamentum ini berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada bagian posterior
vertebra colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi dan membantu memfiksasi
dan memegang dalam posisi yang betul dari suatu posisis reduksi ke arah
hyperextensi, terutama pada daerah thorakal.
2.1.2.3 Ligamentum intertransversarium
Ligamentum ini melekat antara processus transversus dua vertebra yang
berdekatan. Ligamentum ini berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk
membuat stabilnya persendiaan.
2.1.2.4 Ligamentum flavum
Ligmentum ini merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna kuning,
berbentuk pita yang melekat mulai dari permukaan anterior tepi bawah suatu lamina,
kemudian memanjang ke bawah melekat pada bagian atas permukaan posterior
lamina yang berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah cervical tipis akan tetapi di
daerah thoracal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini akan menutup foramen
intervertebral untuk lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral. Adapun fungsi
ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang
berbatasan.
2.1.2.5 Ligamentum interspinale
Ligamentum ini merupakan suatu membran yang tipis melekat pada tepi bawah
processus suatu vertebra menuju ke tepi atas processus vertebra yang berikutnya.
Ligamentum ini berhubungan dengan ligamentum supra spinosus dan ligamentum ini
didaerah lumbal semakin sempit.
Gambar 2.3 Ligamen columna vertebralis
(Putz, 2007)
2.1.3 Myologi
Myologi adalah ilmu yang mempelajari tentang otot. Otot adalah jaringan
kontraktil pada tubuh yang merupakan alat gerak (Wibowo, S, Daniel, 2005). Otot-
otot yang akan dibahas pada penyusunan ini adalah otot-otot yang terdapat pada
cervicalis meliputi :
2.1.3.1 M. Sternocleidomastoideus
Origo : Pada processus mastoideus dan linea nuchae superior.
Insersi : Pada incisura jugularis sterni dan articulation sternoclavicularis.
Fungsi : Rotasi, lateral flexi, kontraksi bilateral mengangkat kepala dan membantu
pernapasan bila kepal difixasi.
inervasi : Nervus accessorius dan flexus cervical (C1 dan C2).
2.1.3.2 M.Scaleni
M. Scaleni terbagi atas 3 serabut :
2.1.3.2.1. M. Scalenus anterior
Origo : Pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI.
Insersi : Pada tuberculum scaleni anterior.
Inervasi : Plexus brachialis (C5-C7).
2.1.3.2.1. M.Scalenus medius
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis II sampai
dengan VII.
Insersio : Pada costa I di belakang sulcus a.subclavicula dan kedalam membran intercostalis
externa dari spatium intercostalis I.
Inervasi : Plexus cervicalis dan brachialis (C4-C8).
2.1.3.2.2. M. Scalenus posterior
Origo : Pada processus transversus vertebra cervicalis V sampai VII.
Insersio : Pada permukaan lateral costa II.
Inervasi : Plexus brachialis ( C7-C8).
2.1.3.2.3. M. Scalenus minimus
Origo : Pada processus transversus vertebra cervicalis.
Inervasi : Pada permukaan lateral costa I.
2.1.3.3 M. Trapezius
Dibagi menjadi 3 serabut :
2.1.3.3.1. Pars descendens
Origo : Berasal dari linea nuchae superior, protuberantia occipitalis externa dan ligamentum
nuchea.
Insersio : Pada sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.2. M. Pars tranversa
Origo : Berasal dari cervical
Insersio : Pada sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.3. Pars ascendens
Origo : Berasal dari vertebra thoracalis III sampai XII, dari processus spinosus dan
ligamentum supraspinasum.
Insersio : Pada trigonum spinale dan bagian spina scapulae yang berdekatan.
Fungsi : Untuk menarik ke bawah (depresi).
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.4 M. Levator scapula
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis I sampai IV
Insersio : Pada angulus superior scapula.
Fungsi : Mengangkat scapula sambil memutar angulus inferior ke medial
Inervasi : Nervus dorsalis scapulae (C4-C8)
Otot ini difungsikan untuk mengangkat pinggir medial scapula. Bila bekerja sama dengan serabut tengah otot trapezius dan rhomboideus, otot ini menarik scapula ke medial dan atas, yakni pada gerakan menjepit bagu ke belakang (http://id.wikipedia.org diakses 13 januari 2013).
Gambar 2.4Otot leher
(http://nicktumminello.com diakses 13 januari 2013)
Gambar 2.5Otot levator scapula
(http://en.wikipedia.org diakses 13 januari 2013)
2.1.3.5 M.Longus colli
Kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas tiga kelompok serabut.
Fungsinya : untuk membengkokkan cervical ke depan dan ke samping. Inervasinya
plexus cervicalis dan brachialis (C2-C8).
2.1.3.5.1. Serabut oblique superior
Origo: Berasal dari tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis II
sampai V
Insersio: Pada tuberculum anterior atlas
2.1.3.5.2. Serabut oblique inferior
Origo : Berjalan dari corpus vertebra thoracalis I sampai III
Insersio: Pada tuberculum anterius vertebra cervicalis VI
2.1.3.5.3. Serabut medial
Origo : Terbentang dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebra cervicalis
bagian bawah
Insersio : Pada corpus vertebra cervicalis bagian atas
2.1.3.6 M. Longus capitis
Origo : Pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI
Insersio : Pada bagian basal os occipitale
Fungsi : Membentuk gerakan flexi, Lateral flexi
Inervasi : plexus cervicalis (C1-C4)
2.1.4 Arthrologi
Arthrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sendi (Dorlans, 2002). Sendi-
sendi yang terdapat pada cervical yaitu :
2.1.4.1 Atlanto Occipitalis joint (C0-C1)
Permukaan sendinya fascies articularis superior atlas dan condylus occipitalis.
Gerakan yang terjadi adalah lateral flexi atau extensi.
2.1.4.2 Atlanto Axialis joint (C1-C2)
Secara fungsional sendi ini merupakan sendi putar yang memungkinkan
pergerakan dari posisi tengah ke masing-masing sisi sebesar 260. Pada sendi-sendi
lateral facies articularisnya adalah facies articularis inferior os atlas dan facies
superior C2.
2.1.4.3 Uncovertebral joint
Merupakan sendi yang tidak murni yang dibentuk oleh processus unkinatus (yaitu
suatu bangunan yang menonjol di tepi dari bagian atas corpus vertebra) dengan
corpus vertebra diatas.
2.1.5 Neurofisiologi
2.1.5.1 Nervus cervicalis
Tiga puluh pasang saraf spinal berasal dari kanalis vertebralis yang keluar melalui
foramen intervertebralis (cervical, thoracal, lumbal, sacral, dan koksigeal). Nervus
cervicalis ada delapan pasang saraf yang bergabung dengan ramus communicates grisea
yang berasal dari truncus simpatetik atau melaui truncus ini, nervus tersebut menerima
serabut-serabut vasomotor. Nervus cervicalis juga mengirimkan cabang meningeal
recurrent yang terkecil kedalam kanalis spinalis untuk memberikan inervasi sensorik dan
vasomotor pada durameter, serta cabang-cabang yang menuju ke dalam bagian primer
anterior dan posterior.
Gambar 2.6.Plexus cervicalis
(Putz, 2007)
2.2 Biomekanik
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan yang terjadi pada
tubuh manusia (Yulianto, 2006). Dari berbagai gerakan yang dapat terjadi pada
tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi 2 gerakan yaitu :
2.2.1 Osteokinematika
Osteokinematika merupakan gerakan yang terjadi antara dua tulang seperti
gerakan angulasi, sircumduksi, rotasi dan sliding (gerakan meluncur) adapun
besarnya sudut pergerakn vertebra cervical dapat ditulis antara lain sebagai berikut :
2.2.1.1. Extensi-Flexi S. 400- 00- 400
2.2.1.2. Lateral Flexi dextra-sinistra F. 450- 00- 450
2.2.1.3. Rotasi destra-sinistra R. 500- 00- 500
2.2.2 Arthrokinematika
Adapun gerakan arthrokinematika persendian cervical yaitu :
2.2.2.1 Flexi-extensi pada atlanto axial dan atlanto odontoid joint pada bagian lateral dan
atlas didapatkan roll dan sliding, pada permukaan superior dan axis, selama flexi titik
kontak antara dua permukaan convex ini akan bergerak ke anterior dari garis
tengah, dari curva ke titik kontak akan bergerak pada saat yang sama. Interspace
pada atlanto odontoid joint akan bergerak pada bagian superior.
2.2.2.2 Selama extensi titik kontak antara dua permukaaan akan bergerak keposterior dan
akan bergerak pada posisi yang baru dan saat yang sama interspace pada atlanto
odontoid akan terbuka pada bagian inferior.
2.2.2.3 Rotasi pada atlanto axial dan atlanto odontoid joint selam rotasi odontoid tetap
ditempat. Saat osteo ligamentum yang dihubungkan pada axis dan odontoidkapsul
articular pada sebelah kiri relaxasi dan sebelah lunak tertarik pada saat bersamaan
terjadi pada bagian kanan dan kiri atlas, bergerak kedepan sementara bagian lateral
kanan belakang.
2.2.2.4 Lateral flexi pada atlanto occipital joint selama lateral flexi bagian frontal. Pada
bagian vertical yang dilalui oleh occipital, atlas, axis, dan C3 terlihat tidak ada
gerakan pada atlanto axial joint. Gerakan hanya terjadi antara axis dan C3 dan
antara occiput dan atlas, gerakan kedalam occipital condylus sebelah kiri dan
odontoid, didekatkan kapsul dari sendi atlanto occipitalis dan khususnya ligamen
odontoid occipitalis sisi kanan.
2.3 Patofisiologi Terapan
2.3.1 Definisi
Myofascial sindrom m.levator scapula merupakan sebuah sindrome yang
muncul akibat teraktivasinya sebuah atau beberapa trigger point dalam serabut otot
dan sering tidak terdiagnosis, myofascial sindrome terjadi karena cedera otot atau
terjadi regangan secara berulang-ulang (Gejut, I Made, 2012).
Myofascial sindrom m.levator scapula adalah area tender lokal, yang sering
disebut titik pemicu, dalam otot yang terlibat. Kadang-kadang band ketat otot serat
dapat teraba dalam otot, ada pembatasan gerakan pada peregangan kelompok otot
yang terlibat dan mungkin ada kelemahan pada isometrik kontraksi (Sambrook dkk,
2010).
2.3.2 Patofisiologi
Otot levator scapula merupakan otot postural atau otot tonik yang bekerja
melakukan gerakan elevasi bahu. Kerja otot ini akan bertambah berat dengan
adanya postur yang jelek, mikro dan makro trauma. Akibatnya yang terjadi adalah
fase kompresi dan ketegangan lebih lama dari pada rileksasi, terjadinya suatu
keadaan yang menyebabkan kelelahan otot yang cepat (Ferry, 2010).
Trauma pada jaringan baik akut maupun kronik akan menimbulkan kejadian
yang berurutan yaitu hiperalgesia dan spasme otot skelet, vasokontriksi kapiler.
Akibatnya pada jaringan miofascial terjadi penumpukan zat-zat nutrisi dan oksigen
ke jaringan serta tidak dapat di pertahankannya jarak antar serabut jaringan ikat
sehingga akan menimbulkan iskemik pada jaringan miofasial. Dan keadaan iskemia
inilah jaringan miofasial akan menegang, sehingga akan merangsang substansi P
hingga menjadi suatu peradangan kronis yang menghasilkan zat
algogen berupa prostaglandin, bradikinin dan serotonin yang dapat menimbulkan
sensori nyeri. Proses radang dapat juga menimbulkan respon neuromuskular berupa
ketegangan otot (Ferry, 2010).
Dalam waktu yang bersamaan pula akan terjadi proses perbaikan jarigan
miofasial yang mengalami kerusakan dengan cara menstimulasi fibroblas dalam
jaringan miofasial untuk menghasilkan banyak kolagen. Kolagen yang terbentuk
mempunyai susunan yang tidak beraturan atau cross unik sehingga terbentuk
jaringan fibrous yang kurang elastis. Oleh karena rasa nyeri umumnya pasien enggan
menggerakan bagian tersebut, sehingga berada pada posisi immobilisasi akibatnya otot
akan menjadi kontraktur (Ferry, 2010).
Gambar 2.7Otot levator scapula
(http://www.wellsphere.com/ diakses tgl 12/01/2013)
2.3.3 Etiologi
Keadaan Myofasial sindrom m.levator scapula disebabkan oleh
akutoverload otot, karena kronis fatique berlebihan atau trauma langsung dan sering
dipicu oleh menggunakan keyboard dalam posisi abnormal dengan leher yang
diputar, tetapi dapat terjadi di olahraga misalnya berenang, dan sering rotasi
leher (Sambrook dkk, 2010, hal : 120-121).
2.3.4 Gambaran Klinis
Tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus myofascial
sindromm.levator scapula ini adalah ngilu atau linu terasa saat leher aktif bergerak
terutama pada musculus levator scapula, Nyeri palpasi (tenderness) padalevator
scapula, (http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2011/11/cervical-
syndrome-pada-lanjut-usia.html 26 desember 2012).
Nyeri tajam di sekitar leher, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit
kepala. Daerah leher menjadi terasa meradang. Gerakan dapat terbatas di leher dan
bahu, dengan nyeri dan kekakuan memburuk ketika mencoba banyak
gerakan (http://www.Levator Scapulae Trigger Points_Trigger Point
Treatment.htm/diakses tanggal 26 desember 2012 20:14 ).
2.3.5 Pemeriksaan spesifik
2.3.4.1 Palpasi : M.levator scapula
2.3.6 Diagnosis Medis
Myofascial sindrom m. levator scapula
Gambar 2.8Titik nyeri m.levator scapula(http://www.myofascialtherapy.org/diakses tgl 12 januari 2013 )2.3.7 Diagnosis banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa
tak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan
bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk sindrom myofascial
levator scapula ini adalah :
2.3.7.1 Cervical Root Syndrome adalah keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi
akar-akar saraf cervicalis, yang ditandai dengan nyeri di leher yang menyebar ke
lengan atau tergantung pada akar saraf yang tertekan (Dorland, 1985).
2.3.7.2 Thoracic outlet syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskulerdiantara otot sclanei
dan costa pertama. Gejalanya adalahnumbness, tingling, di lengan dan jari-jari
tangan. Biasanya menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari
tangan. Nyeri ini letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama (Cailliet,
1991).
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral
atas dan otot pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot
pectoralis minor (Cailliet, 1991).
2.3.8 Prognosis
Merupakan ramalan mengenai penyakit yang dapat meliputi berbagai aspek:
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanam : Bonam
Qua ad fungsional : Bonam
Qua ad cosmeticam : Bonam
2.4 Deskripsi Problematika Fisioterapi
Problematika yang sering terjadi pada kondisi myofascial sindrom levator
scapula sebenarnya sangat komplek sehingga dapat menimbulkan berbagai
gamgguan yang meliputi impairment, fungsional limitation dan disability.
2.4.1 Impairment
Problematika yang muncul pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula
adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada musculus levator scapula, adanya
keterbatasan gerak, ngilu atau linu terasa saat leher aktif bergerak terutama pada
musculus levator scapula, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala.
2.4.2 Fungsional limitation
Pada fungsional limitation adanya gangguan Activity of Daily Living seperti
menoleh dan mengangkat bahu.
2.4.3 Disability
Disability merupakan ketidak mampuan dalam melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan pasien yaitu penderita mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas karena adanya gangguan keterbatasan gerak pada leher dan
adanya spasme. Gangguan tersebut antara lain : keterbatasan gerak dan nyeri pada
saat menoleh dan mengangkat bahu.
2.5 Teknologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi yang digunakan untuk mengurangi permasalahan yang timbul pada
kondisi myofascial sindrom musculus levator scapula adalah microwave
diathermy(MWD), friction, senam Cailliet exercise dan contract relax strecth (CRS).
2.5.1 MWD (Microwave Diathermy)
Adalah arus bolak-balik berfrekuensi dengan panjang gelombang 11 meter
atau sering disebut energi elektromagnetik 27 MHz, dan merupakan terapi panas
yang dapat digunakan pada tubuh yang mempunyai efek-efek (Sujatno, 1993).
2.5.1.1 Pengaruh MWD terhadap myofascial levator scapula
Microwave Diathermy mempunyai efek heating akan memberikan
panas lokal pada daerah otot atau fasia yang dapat
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah dan menghasilkan peningkatan sirkulasi
darah kedaerah tersebut, sehingga akan meningkatkan suplay nutrien kejaringan
miofasial dan membuang zat-zat iritan penyebab nyeri akibat penumpukan zat-zat
sisa metabolisme dan zat iritan hasil proses radang ini dapat diturunkan.
Vasodilatasi yang diperoleh akan terjadi perbaikan sirkulasi dan terjadi absorsi (sisa
metabolisme) sehingga iritan nocis sensorik berkurang akibatnya nyeri menurun dan
ketegangan otot menurun (Ferry, 2010).
2.5.1.2 Efek terapeutik
(1) Penyembuhan luka/ trauma pada jaringan lunak, meningkatkan proses
perbaikan jaringan secara fisiologis dan pada fase remodeling. (2) Nyeri, hipertoni,
gangguan vascularisasi, menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot lewat efek sedatif,
perbaikan sistem metabolisme. (3) Gangguan konduktivitas dan thermal jaringan
saraf.
2.5.1.3 Indikasi
Beberapa contoh indikasi yang banyak digunakan :
2.5.1.1 Kelainan-kelainan pada tulang, sendi dan otot misanya RA post traumatik.
2.5.1.2 Kelainan-kelainan pada saraf perifer seperti neuropati dan neuralgia.
2.5.1.3 Kontra indikasi
Pemberian MWD harus memperhatikan hal-hal berikut : logam dalam tubuh,
jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan, gangguan sensibilitas, setelah
menjalani terapi rontgen dan menstruasi.
2.5.2 Friction (gerusan)
Friction adalah gerakan kecil dan dalam serta efek lokal pada perlengketan
jaringan (kekakuan pada umumnya). Dan pada kondisi tertentu manipulasi ini tidak
dapat digunakan pada massage kesegaran jasmani, karena tehnik ini
pergerakannya putus-putus dan berbentuk sirkuler. Manipulasi Friction untuk
merangsang serabut syaraf dan otot-otot yang terletak didalam dari permukaan
tubuh (Tappan, 1988) .
Pelaksanaan friction dalam kasus ini dapat menggunakan teknik thumb dengan
menggunakan ibu jari sebagai fulkrum pada area atau titik yang nyeri yang
terlokalisir.
Gambar 2.9Friction Massage
Pemberian friction pada myofascial sindrom m.levator scapula dapat
melepaskan perlengketan fasia myofibril sehingga mengurangi iritasi terhadap saraf
dan bertujuan untuk penyembuhan ketegangan otot yang di akibatkan oleh asam
laktat yang berlebih mempengaruhi kontraksi dinding kapiler sehingga terjadi
keadaan vasodilatasi atau melebarnya pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah
bening. Aliran oksigen dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa metabolic
semakin lancar sehingga memacu hormone endorphin yang berfungsi memberikan
rasa nyaman (Ferry, 2010).
2.5.3.1 Indikasi dan Kontra – indikasi
2.5.3.1.1 Indikasi :
(1) Kelelahan yang sangat, (2) Otot kaku, lengket, tebal, dan nyeri sendi, (3)
Gangguan atau ketegangan syaraf, kelayuan atau kelemahan otot.
2.5.3.1.2 Kontra-indikasi :
(1) Tubuh sedang dalam keadaaan demam,
(2) Menderita pengapuran pembuluh darah arteri (arteriosclerosis), (3) Menderita
penyakit kulit (eksema, luka-luka lama yang memborok dll), (4) Akibat benturan,
keseleo, melakukan gerak tiba-tiba atau gerak yang berlebihan, baik luka-luka di luar
(terbuka) maupun di dalam jaringan (tertutup), (5) Bekas luka, bekas cedera, sendi
yang terkilir, patah tulang.
2.5.3.1.3 Efek-efek dari massage friction :
2.5.3.1.3.1 Efek pada sirkulasi darah
Massage friction dapat meningkatkan sirkulasi darah secara lokal akibatnya
terjadi dilatasi pembuluh darah kapiler akibat tekanan langsung yang diterima
pembuluh darah sehingga terjadi pengangkutan zat-zat iritan dan meningkatkan
jumlah sel darah merah sehingga terjadi peningkatan kadar hemoglobin darah yang
mengakibatkan fasilitasi kapasitas darah dalam membawa oksigen dan peningkatan
aliran darah serta metabolisme lokal.
2.5.3.1.3.2 Efek pada sirkulasi limfe
Massage friction efektif dalam meningkatkan kecepatan obstruksi pada
jaringan dan menggerakan cairan ekstramuskuler ke dalam limfe dan mengalirkan
darah ke limfe sehingga meningkatkan aliran balik sirkulasi limfe.
2.5.3 Senam Cailliet Exercise
Neck Cailliet Exercise adalah salah satu terapi latihan isometrik kontraksi
dengan menahan tahanan maksimal dan diakhiri dengan relaksasi.
MetodeNeck Cailliet Exercise dapat digunakan untuk mengatasi spasme otot dan
untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot leher untuk memperoleh
ketahanan statis dan dinamis leher, memelihara luas gerak sendi dan kelenturan
leher, serta memperoleh postur yang benar dengan terkoreksinyamuscle
imbalance (Rosyidi, 2009).
2.5.2.1 Tujuan dan manfaat latihan ini adalah :
a. Menanggulangi dan mengurangi rasa nyeri
Bila tujuan kita mengurangi rasa nyeri, maka latihan yang dilakukan sampai
timbul rasa nyeri dan berhenti kemudian kembali keposisi awal.
b. Mengembalikan jarak antara gerak sendi ke full ROM
Pada posisi keterbatasan ROM, gerakan leher sampai keterbatasannya
kemudian ditambah sedikit secara pasif dan pelan-pelan secara hati-hati.
c. Dengan melakukan latihan ini diharapkan terjadi perbaikan vaskularisasi.
d. Menghilangkan spasme otot
Melalui kontraksi maksimal kemudian disusul rileksasi, akan mengaktivasi golgi
tendon organ, dimana terjadi pelepasan perlengketan fasia sehingga akan
meningkatkan vaskularisasi jaringan sehingga akan meningkatkan suplay nutrien
kejaringan miofasial yang mengalami gangguan dan akan membuang zat-zat iritan
penyebab nyeri sehingga spasme atau ketegangan jaringan miofasial otot akan
menurun.
2.5.2.2 Tahapan pelaksanaan senam menurut mardhotillah, 2010 :
a. Pemanasan:
1. Kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 kali.
2. Kepala di arahkan ke atas dan ke bawah
3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
Gambar 2.10Pemanasan senam cailliet
b. Inti:
1. Letakkan kedua tangan di dagu dan dorong ke belakang, namun kepala menekan ke
arah depan (arahnya berlawanan) sehingga terasa jika ada kontradiksi. Tujuannya
untuk menguatkan otot cervical.
Gambar 2.11Latihan inti senam cailliet
2. Letakkan tangan kanan di kepala bagian kanan, letaknya di atas telinga. Lakukan
tekan yang sama seperti gerakan pertama. Lakukan sekitar 5 hitungan atau 5 detik.
3. Lakukan hal yang sama pada sisi kepala bagian kiri.
4. Contract Relax Stretching, kepala menunduk dan diputar keluar.
c. Penutup: Gerakan hampir sama dengan pemananasan.
1. Kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 kali.
2. Kepala di arah ke atas dan ke bawah
3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
2.5.2.3 Indikasi :
a. Untuk kondisi nyeri leher lokal tanpa disertai gangguan neurologis.
b. Ketegangan otot-otot kepala.
2.5.2.4 Kontra indikasi :
Fraktur, penyakit-penyakit degeneratif dan perdarahan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
STUDI KASUS
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RS.PUSRI Palembang dilaksanakan pada tanggal
08-30 april 2013.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penyusunan KTI ini adalah
menggunakan studi kasus yang dianalisa secara deskriptif kualitatif.
3.3 Pengkajian Fisioterapi
Sebelum menentukan diagnosa fisioterapi terlebih dahulu melakukan
pemeriksaan dalam rangka untuk mendapatkan data. Adapun prosedur pemeriksaan
adalah sebagai berikut:
3.3.1 Anamnesis
3.3.1.1 Anamnesis umum
(1) Nama : Ny.”R”, (2) Umur: 43 tahun, (3) Jenis Kelamin : Perempuan, (4) Agama:
Islam , (5) Pekerjaan: Penjahit, (6) Alamat: Jln. Mayor zein lrg. Abadi no. 9 palembang,
(7) Diagnosa Medis: Cervical pain e.c myofascial sindrom m.levator scapula. 34
3.3.1.2 Anamnesis Khusus
Keluhan utama pasien adalah adanya rasa nyeri dan tegang saat menoleh
kekanan dan kekiri.
Riwayat penyakit sekarang adalah ± 1 tahun yang lalu tepatnya bulan januari
2012 pasien mengalami rasa nyeri dan tegang pada leher kanan dan kirinya tetapi
rasa nyeri tersebut dibiarkan oleh pasien dan lama-kelamaan pasien merasakan
sakitnya bertambah parah, untuk menoleh kekanan dan kiri pun terasa sulit, pada
tanggal 15 maret 2012 pasien langsung berobat ke rumah sakit PUSRI. Pada
tanggal 22 maret 2012 pasien dirujuk ke poli fisioterapi oleh dr. safruddin Sp.S.
Sedangkan faktor memperberat pada saat menoleh kekanan dan kekiri dan faktor
memperingan pada saat istirahat.
3.3.1.3 Anamnesis Sistem
Sistem kepala dan leher pada pasien merasa pusing dan nyeri pada
leher , muskuloskeletal pada pasien adanya keterbatasan gerak pada cervical saat
rotasi dextra dan sinistra cervical joint, lateral dextra dan sinistra cervical joint.
Sedangkan sistem nervorum terdapat nyeri tekan dan gerak pada otot levator
scapula yang bersifat terlokalisir.
3.3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
3.3.2.1 Vital Sign
(1) Tekanan Darah : 130/80 mmHg, (2) Denyut Nadi : 80 X/menit, (3) Frekuensi
Pernapasan : 24 X/menit, (4) Temperatur : 360C, (5) Tinggi Badan : 158 Cm, (6)
Berat Badan : 55Kg.
3.3.2.2 Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan mengamati atau melihat keadaan
penderita. Adapun tehnik inspeksi dapat dilakukan dua cara yaitu statis dan dinamis.
3.3.2.2.1 Statis
Pada saat inspeksi statis didapatkan hasil sebagai berikut :
Pada saat posisi duduk terlihat bahu pasien tidak simetri, bahu kanan terlihat
sedikit elevasi saat duduk.
3.3.2.2.2 Dinamis
Pada saat inspeksi dinamis didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Tampak keterbatasan gerak pada cervical joint
b) Leher tampak tegang ketika menoleh kekanan dan kekiri.
3.3.2.3 Palpasi
Saat dilakukan tekanan dengan jari tangan pada leher pasien didapatkan hasil
sebagai berikut :
a) Terasa nyeri tekan pada m.levator scapula
b) Adanya spasme otot trapezius dan m.levator scapula berupa tenderness taut
band yaitu berbentuk tali yang membengkak yang mengakibatkan pemendekan
serabut otot (sarkoplasmik), fasia otot dan sering dikeluhkan pasien sebagai sesuatu
yang “grenjel” pada otot dan apabila diberi penekanan pada daerah tersebut akan
memicu rasa nyeri yang hebat dan tidak tertahankan.
3.3.3 Pemeriksaan Gerak
3.3.3.1 Gerakan Aktif
Pemeriksaan gerak aktif dilakukan untuk mengetahui keterbatasan lingkup
gerak sendi (LGS), kekuatan otot dan koordinasi gerakan. Pada pemeriksaan gerak
aktif pasien mampu melakukan gerakan pada cervical joint namun pada
gerakan rotasi dextra-sinistradan lateral fleksi dextra-sinistra tidak full range of
motion (ROM) disertai nyeri.
3.3.3.2 Gerakan Pasif
Pemeriksaan gerak pasif dilakukan untuk mengetahui keterbatasan lingkup
gerak sendi (LGS) dan provokasi nyeri. Pada pemeriksaan gerak pasif pasien
mampu melakukan gerakan padacercival joint namun pada gerakan rotasi dextra-
sinistra dan lateral fleksi dextra-sinistra tidak full range of motion (ROM) dengan end
feel springy dan disertai adanya rasa nyeri.
3.3.3.3 Test isometrik melawan tahanan
Pemeriksaan gerakan melawan tahanan dilakukan untuk mengetahui kekuatan
otot dan provokasi nyeri. Pada pemeriksaan gerak ini hanya mampu melawan
tahanan secara minimal pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi dextra-
sinistra.
3.3.4 Pemeriksaan Spesifik
3.3.4.1 Pemeriksaan Derajat Nyeri
Tes derajat nyeri Verbal Deskriptif Scale (VDS) merupakan suatu skala nyeri
dengan menggunakan 7 tingkatan nyeri, dimana pasien disuruh menujukan sendiri
tingkatan nyeri yang dirasakan, yaitu :
Tingkat 1 : Tidak nyeri
Tingkat 2 : Nyeri sangat ringan
Tingkat 3 : Nyeri ringan
Tingkat 4 : Nyeri tidak begitu berat
Tingkat 5 : Nyeri cukup berat
Tingkat 6 : Nyeri berat
Tingkat 7 : Nyeri tak tertahankan (Trisnowiyanto,2012)
Tes derajat nyeri dengan Verbal Deskripti Scale (VDS). Rasa nyeri saat ditekan
pada pasien daerah m.levator scapula dengan skala VDS 4 dan rasa nyeri saat
digerakan rotasi dextra-sinistra padacervical dengan skala VDS 5 dan lateral fleksi
dextra-sinistra dengan skala VDS 4.
3.3.4.2 Pemeriksaan Gerak Sendi
Pada pemeriksaan lingkup gerak sendi ini dengan alat ukur goniometer dan
berdasarkan aturan Internasional Standard Orthopaedic Measurement (ISOM):Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan LGS cervical joint dengan goniometer
Sendi Active Pasif Normal
cervical
joint
(S): 400-00-400
(F): 300-00-300
(R): 300-00-300
(S) : 400-00-400
(F) : 350-00-350
(R) :350-00-350
S. 400-00-400
F. 450-00-450
R. 500-00-500
3.3.5 Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas
3.3.5.1 Kemampuan Fungsional Dasar
Pasien hanya mampu melakukan gerakan fleksi dan ektensi cervical joint, dan
mengalami gangguan gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra lateral dextra-
sinistra cervical joint
3.3.5.2 Kemampuan Fungsional
Adanya gangguan ADL sepeti menoleh kekanan dan kekiri, menjahit dan
melakukan gerakan shalat (salam).
3.3.5.3 Lingkungan Aktivitas
Lingkungan aktivitas tidak mendukung proses kesembuhan pasien karena
pasien adalah seorang penjahit yang biasa menjahit pakaian.
3.3.6 Diagnosa Fisioterapi
Dari hasil pemeriksaan diatas diperoleh permasalahan impairment yang muncul
meliputi:
a. Adanya nyeri tekan pada m.levator scapula.
b. Adanya nyeri gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi dextra-
sinistra pada cervical.
c. Adanya keterbatasan gerak rotasi dextra-sinistra dan lateral dextra-
sinistrapada cervical joint.
d. Adanya spasme m. levator scapula.
Pada functional limitation yaitu adanya gangguan Activity of Daily Living(ADL)
seperti menoleh kekanan dan kekiri, menjahit dan melakukan gerakan shalat
(salam).
3.3.7 Tujuan Fisioterapi
Tujuan fisioterapi dibagi menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang. Adapun permasalahan yang akan muncul pada pelaksanaan
fisioterapi dalam jangka pendek yang bertujuan untuk :
a. Menghilangkan nyeri tekan pada m.levator scapula
b. Menghilangkan nyeri gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral fleksi
dextra-sinistra pada cervical
c. Menambah LGS pada cervical joint
d. Mengurangi spasme m. levator scapula
Pada permasalahan jangka panjang yaitu meningkatkan kemampuanActivity of
Daily Living (ADL) seperti menoleh kekanan dan kekiri, menjahit dan melakukan
gerakan shalat (salam).
3.4 PELAKSANAAN FISIOTERAPI
Pelaksanaan fisioterapi merupakan hal penting dalam penangganan
suatu kondisi untuk kesembuhan pasien sehingga pengobatan ditujukan sebagai
usaha penyembuhan. Adapun modalitas yang digunakan adalah Microwave
Diathermy (MWD), friction dan senam Cailliet Exercise.
3.4.1 MWD (microwave dithermy)
a. Persiapan Alat
1) Hubungan kabel dengan stop kontak
2) Semua saklar dalam keadaan ON
3) Kabel tidak boleh kontak dengan lantai dan pasienGambar 3.1
Microwave Diathermy (MWD)(Dokumentasi Penelitian, 2013)
b. Persiapan Pasien
1) Posisi pasien prone lying dengan posisi senyaman mungkin
2) Area pada leher harus bebas dari pakaian dan benda logam yang dipakai pasien
3) Menjelaskan tujuan pengobatan dan hal-hal yang dirasakan dalam pengobatan,
seperti panas, hangat atau yang hal lain dirasakan pasien
c. Pelaksanaan Terapi
1) Letakan emitter pada daerah sekitar leher
2) Atur waktu 10 menit dan intensitas sesuai toleransi pasien
3) Selama proses terapi sambil mengontrol keadaan panas dari pasien
4) Setelah selesai terapi turunkan intesitas dan letakkan alat ketempat semula
5) Jelaskan kepada pasien bahwa terapi untuk MWD telah selesai dilakukan dan akan
dilanjutkan terapi berikutnya yaitu friction massage
Gambar 3.2
Penerapan Microwave Diathermy(Dokumentasi Penelitian, 2013)
3.4.2 Friction
a. Persiapan Pasien
Posisi pasien duduk di kursi dengan rileks
b. Persiapan Fisioterapi
Fisioterapi di belakang pasien
c. Pelaksanaan exercise
1) Jelaskan pada pasien tujuan friction
2) Oleskan cream atau jelly ke leher sebagai medium kotak, kemudian palpasi otot
m.levator scapula lalu beri penekanan menggunakan thumb dan diputar-putar
berurutan sambil berpindah tempat dengan arah dari distal ke proksimal otot levator
scapula.
3) Setelah selesai jelaskan kepada pasien bahwa friction massage telah selesai dan
dilanjutkan terapi berikutnya yaitu senam cailliet exercise.
Gambar 3.3
Penerapan Friction Massage(Dokumentasi Penelitian, 2013)
3.4.3 Senam Cailliet
a. Pemanasan:
1. Kepala menoleh kekanan dan kekiri dengan hitungan 8 kali.
Gambar 3.4
Penerapan Senam Cailliet Pada Pemanasan ke 1(Dokumentasi Penelitian, 2013)
2. Kepala di arah keatas dan kebawah
Gambar 3.5
Penerapan Senam Cailliet Pada Pemanasan ke 2(Dokumentasi Penelitian, 2013)
3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
Gambar 3.6
Penerapan Senam Cailliet Pada Pemanasan ke 3(Dokumentasi Penelitian, 2013)
b. Inti :
1. Letakan kedua tangan di dagu dan dorong ke belakang, namun kepala menekan ke
arah depan (arahnya berlawanan) sehingga terasa jika ada kontrdiksi. Tujuannya
untuk menguatkan otot cervical.
Gambar 3.7
Penerapan Senam Cailliet Pada Latihan Inti ke 1(Dokumentasi Penelitian, 2013)
2. Letakkan tangan kanan di kepala bagian kanan, letaknya diatas telinga. Lakukan
tekan yang sama seperti gerakan pertama. Lakukan sekitar 5 hitungan atau 5 detik.
Gambar 3.8
Penerapan Senam Cailliet Pada Latihan Inti ke 2(Dokumentasi Penelitian, 2013)
3. Lakukan hal yang sama pada sisi kepala bagian kiri.
Gambar 3.9
Penerapan Senam Cailliet Pada Latihan Inti ke 3(Dokumentasi Penelitian, 2013)
4. Contract relax stretching, kepala menunduk dan diputar keluar.
Gambar 3.10
Penerapan Senam Cailliet Pada Latihan Inti ke 4(Dokumentasi Penelitian, 2013)
c. Penutup : Gerakan hampir sama dengan pemanasan.
1. Kepala menoleh kekanan dan kekiri dengan hitungan 8 kali.
2. Kepala diarah keatas dan ke bawah
3. Kepala berputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
Setelah pasien selesai senam cailliet, berikan penjelasan kepada pasien
bahwa terapi telah selesai.
3.4.4 Home program
a. Kompres air hangat
b. Pasien dianjurkan untuk melakukan gerakan pada lehernya
seperti menengadah,menunduk, menoleh kekanan-kiri, dan teleng kanan- kiri.
c. Pasien disarankan untuk friction massage diberikan selama 5 menit dianjurkan untuk
3 kali seminggu lakukan friction dengan pola sirkuler menggunakan thumb gerakan
dilakukan sampai 8 kali
Prognosis
1. Quo ad vitam :Bonam
2. Quo qd sanam :Bonam
3. Quo ad fungsional :Bonam
4. Quo ad cosmeticam :Bonam
3.5 Evaluasi terapi
Evaluasi yang dilaksanakan sejak pemeriksaan sampai akhir pengobatan telah
dilakukan evaluasi terakhir. Adapun tujuan evaluasi pada Ny”R” dengan diagnosa
“Myofascial Sindrom Musculus Levator Scapula” adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari terapi yang dilaksanakan.
Evaluasi yang dilaksanakan pada kondisi Myofascial musculus levator
scapula ini adalah:
a. Menghilang atau tidaknya nyeri tekan pada m.levator scapula
b. Menghilang atau tidaknya nyeri gerak pada gerakan rotasi dextra-sinistra dan lateral
fleksi dextra-sinistra pada cervical
c. Menambah atau tidaknya LGS pada cervical joint
d. Berkurang atau tidaknya spasme m. levator scapula dan m. upper trapezius.
Pada pemeriksaan derajat nyeri dengan menggunakan Verbal
Deskriptif Scale (VDS) diperoleh hasil, yaitu terjadi penurunan nyeri. (lihat tabel
3.2).
Tabel 3.2 Hasil Evaluasi Derajat Nyeri Dengan Verbal Deskriptif Scale (VDS)
Nyeri T0 T1 T2 T3 T4 T5
Nyeri tekan 4 4 3 3 3 2
Nyeri gerak (rotasi dextra-sinistra)
5 5 5 4 4 3
Nyeri gerak (lateral fleksi dextra-sinistra)
4 4 4 3 3 2
Sumber : Hasil Olahan Data (2013)
Pada pemeriksaan luas gerak sendi dengan goniometer diperoleh hasil,yaitu
terjadi peningkatan LGS. (lihat tabel 3.3)Tabel 3.3 Hasil Evaluasi LGS Aktif Dengan Goniometer
T0 T1 T2 T3 T4 T5
(S):400-00-400
(F):300-00-300
(R):300-00-300
(S):400-00-400
(F):300-00-300
(R):350-00-350
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):350-00-350
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):400-00-400
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):450-00-450
(S):400-00-400
(F):400-00-400
(R):450-00-450
Sumber : Hasil Olahan Data (2013)
Tabel 3.4 Hasil Evaluasi LGS Pasif Dengan Goniometer
T0 T1 T2 T3 T4 T5
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):350-00-350
(S):400-00-400
(F):350-00-350
(R):400-00-400
(S):400-00-400
(F):400-00-400
(R):400-00-400
(S):400-00-400
(F):400-00-400
(R):450-00-450
(S):400-00-400
(F):450-00-450
(R):450-00-450
(S):400-00-400
(F):450-00-450
(R):450-00-450
Sumber : Hasil Olahan Data (2013)
Pada pasien Ny “R” dengan diagnosa “cervical pain e.c myofascial syndrom m.
levator scapula: dengan usia 43 tahun, setelah dilakukan pelaksanaan fisioterapi
dengan menggunakan 3 modalitas yaitu microwave diathermy (MWD), friction dan
senam cailliet exercise, diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Berkurangnya nyeri tekan dari VDS 4 (Nyeri tidak begitu berat ) menjadi VDS 2
(Nyeri sangat ringan)
2) Berkurangnya nyeri gerak pada rotasi dextra-sinistra dariVDS 5(nyeri cukup berat)
menjadi VDS 3(nyeri ringan) dn gerakan lateral dextra-sinistra dari VDS 4 (nyeri
tidak begitu berat) menjadi VDS 2(nyeri sangat ringan)
3) Meningkatnya luas gerak sendi
4) Spasme otot berkurang
5) Meningkatnya activitas of daily living (ADL) seperti menoleh kekanan dan kekiri,
menjahit serta dalam gerakan shalat (salam).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan hasil
Seorang pasien perempuan bernama Ny”R” umur 43 tahun, beralamat di
jln.Mayor zein lrg.Abadi no.9 Palembang, dengan diagnosa cervical pain e.c
myofascial sindrom m.levator scapula yang mempunyai problematika adanya nyeri
tekan pada m. levator scapula dan nyeri gerak pada daerah cervical
joint, keterbatasan luas gerak sendi pada cervical joint dan adanya spasme
m.levator scapula dan m. upper trapezius. Telah mendapatkan penanganan
fisioterapi dengan modalitas Microwave diathermy (MWD), Friction dan senam nyeri
leher (cailiet exercise) telah memberikan pengaruh pada penurunan nyeri, dan
peningkatan luas gerak sendi.
4.1.1 Penurunan nyeriTerapi
Grafik 4.1 Evaluasi pengaruh nyeri dengan VDS(Olahan Data, 2013)
Pada grafik diatas dapat terlihat adanya penurunan intesitas nyeri dari T0-
T5 pada nyeri tekan nilai 4 menjadi 2, nyeri gerak rotasi dextra-sinistra dari nilai 5
menjadi 3 dan nyeri gerak lateral fleksi dextra-sinistra dari nilai 4 menjadi 3, hal ini
terjadi karena otot disekitar jaringan mulai terileksasi dengan efek dari Microwave
Diathermy (MWD) dan friction.
Microwave Diathermy adalah arus bolak- balik berfrekuensi dengan panjang
gelombang 11 meter atau sering disebut energi elektromagnetik 27 MHz,dan
merupakan terapi panas yang dapat digunakan pada tubuh yang mempunyai efek
heating akan memberikan panas lokal pada daerah otot atau fasia yang dapat
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah dan menghasilkan peningkatan sirkulasi
darah dan menghasilkan peningkatan sirkulasi darah kedaerah tersebut, sehingga
akan meningkatkan suplay nutrien kejaringan miofasial dan membuang zat-zat iritan
penyebab nyeri, vasodilatasi yang diperoleh akan terjadi perbaikan sirkulasi dan
terjadi absorsi (sisa metabolisme) sehingga nyeri akan menurun (Ferry, 2010).
Sedangkan Friction adalah gerakan kecil dan dalam serta efek lokal pada
perlengketan jaringan (kekakuan pada umumnya). Pemberian frction pada
myofascial sindrom m.levator scapula dapat melepaskan perlengketan fasia myofibril
sehingga mengurangi nyeri dan bertujuan untuk penyembuhkan ketegangan otot
yang di akibatkan oleh asam laktat yang berlebihan sehingga terjadi keadaan
vasodilatasi, aliran oksigen dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa
metabolisme semakin lancar sehingga memacu hormone endorphin yang berfungsi
memberikan rasa nyaman (Yao, 1988).
4.1.2 Peningkatan Luas Gerak Sendi
Diagram 4.2 Evaluasi pengukuran luas gerak sendi aktif dengan menggunakan
goniometer
Diagram 4.3 Evaluasi pengukuran luas gerak sendi pasif dengan menggunakan
goniometer
Pada evaluasi LGS diatas terlihat bahwa adanya peningkatan LGS dari T0-
T5pada gerakan flexi-extensi cervical joint secara aktif dari (S):00-00-400 masih (S):
400-00-400 , pada gerakan lateral fleksi cervical joint dextra secara aktif dari (F): 300-
00 menjadi (F):400-00 , pada gerakan Lateral fleksi sinistra dari 00-300 menjadi 00-400,
pada gerakan rotasi dextra dan sinistra secara aktif (R)300-00-300 menjadi (R)450-00-
450, pada gerakan flexi-extensi cervical joint secara pasif (S):400-00-
400masih (S):400-00-400, pada gerakan lateral fleksi cervical joint dextra secara pasif
dari (F):350-00 menjadi (F):00-450, lateral fleksi cervical joint sinistra secara pasif dari
(F):00-350 menjadi (F):00-450, pada gerakan rotasi dextra dan sinistra dari 350-00-
350menjadi 450-00-450.
Peningkatan LGS dapat terjadi karena sering dengan menurunya nyeri, maka
pasien leih mudah untuk menggerakan leher yang semula terbatas oleh karena nyeri
akibat myofascial sindrom dan untuk mengurangi keterbatasan luas gerak sendi
(LGS) dan perengagan otot dapat dilakukan dengan cailliet exercise (senam nyeri
leher ) serta dapat menghilangkan oto yang spasme ,memendek untuk memperoleh
pelemasan dan perengangan jaringan otot, sehingga pasien lebih mudah untuk
menggerakan lehernya tanpa hambatan (Rosyidi, 2009).
4.1.3 Mengurangi spasme otot
Microwave diathermy (MWD) mempunyai efek thermal yang mendominasi.
Efek thermal yang dihasilkan dari microwave diathermy ini akan menginhibisi impuls
nyeri, sehingga akan terjadi efek relaksasi, vasodilatasi pembuluh darah yang diikuti
terserapnya kembali zat-zat iritanpenyebab nyeri, kadar didalam matrix meningkat
sehingga jaringan ikat lebih elastis dan spasme menurun.pemberian massage
friction akan terjadi pelepasan perlengketan fasia dan meningkatkan vaskularisasi
jaringan sehingga akan meningkat suplay nutrien kejaringan miofasial yang
mengalami gangguan dan akan membuang zat-zat iritan penyebab nyeri sehingga
spasme atau ketegangan jaringan miofasial otot akan menurun (ferry,2010). Cailliet
exercise dapat menghilangkan spasme otot melalui kontraksi maksimal kemudin
disusul rileksasi akan meningkatkan relaksasi otot dan pada saat diberikan
intervensi cailliet exercise serabut otot ditarik keluar sampai sarkomer penuh maka
akan membantu meluruskan kembali beberapa kekacauan serabut pada ketegangan
akibat sindroma miofasial (Rosyidi,2009).
4.1.4 Peningkatan aktivitas fungsional
Pada aktivitas fungsional pasien sudah mampu menoleh kekanan dan
kekiri, menjahit dan gerakan sholat (salam). Peningkatan aktifitas funsional ini
dipengaruhi oleh berkurangnya nyeri, peningkatan luas sendi, motivasi pasien yang
tinggi untuk sembuh dari penyakitnya dan dorongan keluarga yang selalu
memberikan dukungan terhadap pasien serta peran fisioterapis sangat didukung
dengan baik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Myofascial sindrom m.levator scapula adalah area tender lokal, yang sering
disebut titik pemicu, dalam otot yang terlibat. Kadang -kadang band ketat otot serat
dapat teraba dalam otot, ada pembatasan gerakan pada peregangan kelompok otot
yang terlibat dan ada kelemahan pada isometrik kontraksi (Sambrook dkk, 2010).
Otot levator scapula merupakan otot postural atau otot tonik yang bekerja
melakukan gerakan elevasi bahu, sehingga pada umumnya nyeri myofascial sndrom
levator scapula karena adanya mikrotrauma pada otot yang bekerja dalam waktu yang
lama secara berlebihan tanpa istirahat yang cukup. Trauma ini dapat terjadi sebagai
akibat dari posisi yang statis dalam waktu yang cukup lama, itu mengakibatkan
pembebanan pada otot terus-menerus sehingga otot akan mengalami tightness
(ketegangan) dan jaring myofascial akan mengalami kekurangan nutrisi dan oksigen serta
penumpukan zat-zat metabolisme. Trigger point disebabkan oleh adanya darah dan bahan
ekstraseluler yang tidak diserap sesudah kerusakan pada jaringan lunak.56Sehubung hal tersebut, fisioterapi mempunyai peranan yang sangat penting untuk meminimalisir keluhan yang biasanya di derita oleh pasien. Oleh karena itu fisioterapi sebagai salah satu profesi mempunyai penerapan dalam mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional sehingga dapat mengurangi atau mencegah kecacatan lebih lanjut dengan menggunakan modalitas fisioterapi berupa microwave diathermy (MWD) yang dapat mengurangi dan menghilangkan rasa sakit akibat adanya efek heating yang akan memberikan panas lokal yang menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga akan meningkatkan suplay nutrien kejaringan miofascial dan akan terjadi perbaikan sirkulasi. Friction massage untuk mengurangi nyeri, meningkatkan sirkulasi darah dan untuk melepaskan perlekatan (Ferry, 2010) dan Cailliet exercise untuk meningkatkan relaksasi otot, memperbaiki penurunan fungsi dan meningkatkan fleksibilitas dari serabut otot (Rosyidi, 2009).
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan maka saran yang dapat peneliti
berikan adalah sebagai berikut :
1. Begitu banyak modalitas dan metode fisioterapi yang dapat digunakan pada kondisi
myofascial sindrom musculus levator scapula, untuk mendapatkan hasil yang efektif
dan efisien, maka harus dipilih intervensi yang benar-benar tepat.
2. Pemberian home program kepada pasien menjadi sangat penting, keluarga pasien
disarankan untuk melakukan friction massage terhadap pasien diberikan selama 5
menit dianjurkan untuk 3 kali seminggu lakukan friction dengan pola sirkuler
menggunakan thumb gerakan dilakukan sampai 8 kali sehingga hasil akhir dari
intervensi yang diterapkan pada suatu kondisi menjadi optimal.
3. Pengaturan intensitas dan frekuensi latihan pada treatment fisioterapi diberikan
secara tepat untuk menunjang penyembuhan.
penatalaksanaan fisioterapi kondisi myofascial sindrom musculus levator scapula
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam upaya mewujudkan pelayanan di perlukan adanya kerjasama dari
berbagai pihak. Semakin majunya pembangunan di bidang kesehatan pada
hakekatnya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan nasional. Tuntutan yang semakin besar terhadap upaya
kesehatan telah mengarahkan usaha pembangunan agar lebih maju untuk mencapai
suatu keadaan yang sehat menyangkut berbagai aspek antara lain usaha
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) serta
pemeliharaan (rehabilitatif). Untuk dapat mewujudkan upaya pelayanan kesehatan
yang menyeluruh tersebut, diperlukan adanya kerja sama dari berbagai pihak dan
disiplin ilmu (UU RI No 36 tahun 2009).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang dasar kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, dan mekanis, pelatihan fungsi,
komunikasi), (Menteri kesehatan RI Nomor 17/Menkes/SK/VI/2008).1Jenis penyakit yang ada dimasyarakat begitu banyak, sedangkan masyarakat kurang memahami dan mengetahui tentang penyakit yang di derita, serta bagaimana melakukan penanganan terhadap penyakit yang di derita.
Sindrom nyeri miofasial sering menyerupai sindrom radikulopati servikal dan
sindrom faset servikal. Sindrom itu juga dikenal
dengan fibrositis dan fibromiositis(B.M.Tulaar, 2008).
Myofascial levator scapula adalah salah satu yang lebih umum gejala nyeri
otot yang memiliki myofascial. Otot levator scapulae, dalam hubungannya dengan
otot bahu, memiliki sebuah tindakan yang penting dalam menstabilkan dan bergerak
skapula dan berhubungan dengan gerakan bahu. Myofascial sindrom levator
scapulasering dipicu oleh menggunakan keyboard secara abnormal posisi dengan
leher diputar tapi dapat terjadi dalam olahraga misalnya berenang, di mana sering
melakukan rotasi leher (Sambrook,dkk, 2010, hal : 120).
Sindrom levator scapulae otot yang membentang sepanjang bagian belakang
leher, dengan fungsi membantu berbagai gerakan pada leher, lengan dan bahu
gerakan seperti shrugging. Ketika otot menjadi kaku menyebabkan rasa sakit dan
mengurangi gerakan di wilayah tersebut. Gejala sindrom scapulae levator nyeri
tajam di sekitar leher, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala.
Daerah leher menjadi terasa meradang. Gerakan dapat terbatas di leher dan bahu,
dengan nyeri dan kekakuan memburuk ketika mencoba banyak gerakan
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi dewasa mengeluhkan rasa
tidak enak di leher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak enak di leher menjadi nyeri
leher yang berat. Insidensi nyeri leher meningkat dengan bertambahnya usia,
dimana lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki.
Dalam kegiatan mempertahankan posisi leher saat melakukan aktivitas
membutuhkan peran sangat besar dari otot-otot vertebra. Salah satu otot leher
yangmempunyai peranan cukup besar adalah m.levator scapulae. Nyeri yang terjadi
padam.levator scapulae memicu terjadinya nyeri di sudut leher dan bahu, sakit ini
sering di gambarkan sebagai nyeri yang amat pedih terutama pada penggunaan
aktif ototlevator scapulae (Gejut, I Made, 2012).
Untuk mengatasi myofascial sindrom m.levator scapula terapi pemanasan
atau heating yang memungkinkan untuk diterapkan adalah Micro Wave
DiathermyMWD karena terbukti efektif untuk mengurangi berbagai nyeri pada otot.
Untuk mengurangi keterbatasan luas gerak sendi (LGS) dan peregangan otot dapat
dilakukan dengan cailliet exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax
Stretchingyakni suatu teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot
yang spasme, tegang/memendek untuk memperoleh pelemasan dan peregangan
jaringan otot, sedangkan untuk rileksasi otot dan meningkatkan sirkulasi darah bisa
dilakukan teknik manipulasi seperti friction.
Dari problematika yang disebutkan pada latar belakang diatas, maka penulis
tertarik untuk mengetahui serta mengkaji lebih lanjut dalam bentuk karya tulis ilmiah
yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Myofascial Sindrom
Musculus Levator Scapula”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka timbul beberapa
perumusan masalah, sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana proses patofisiologi pada kondisi myofascial sindrom m.levator
scapula ?
1.2.2 Problematika fisioterapi apa saja yang timbul pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula?
1.2.3 Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan metodologi
intervensi fisioterapi berupa Micro Wave Diathermy (MWD), cailliet exercise(senam
nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS), serta friction pada kondisi
myofascial sindrom m.levator scapula ?
1.2.4 Bagaimana pengaruh penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana proses patofisiologi pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula.
1.3.2 Untuk mengetahui problematika fisioterapi apa saja yang timbul pada
kondisimyofascial sindrom m.levator scapula.
1.3.3 Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan
metodologi intervensi fisioterapi berupa Micro Wave Diathermy (MWD), cailliet
exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS),
serta friction pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penatalaksanaan fisioterapi pada
kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis
1.4.1.1 Untuk menambah wawasan khususnya ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan
fisioterapi lebih lanjut pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4.1.2 Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan dari modalitas Micro Wave
Diathermy (MWD), cailliet exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax
Stretching (CRS), serta friction dalam menurunkan nyeri, keterbatasan gerak (LGS),
dan mengurangi spasme akibat myofascial sindrom m. levator scapula.
1.4.2 Bagi Institusi
Dapat menambah wawasan dalam pemberian intervensi fisioterapi pada
kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4.3 Bagi rekan seprofesi agar berguna dan bermanfaat sebagai referensi
1.4.4 Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
tentang myofascial sindrom m.levator scapula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Terapan
Pada pembahasan sub bab anatomi fisiologi terapan ini akan diuraikan
antara lain : osteologi, ligamentum, myologi, arthrologi dan neurofisiologi pada regio
cervical.
2.1.1 Osteologi
Osteologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tulang. Tulang adalah organ
yang padat dan keras yang menyusun suatu kerangka (Wibowo, 2005).
Pada kasus ini maka tulang yang dibahas antara lain : cervical I sampai
cervical VII.
2.1.1.1 Vertebra Cervical I
Vertebra cervical I juga disebut atlas, pada dasarnya berbeda dengan lainnya
karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena pada atlas dilukiskan adanya
arcus anterior terdapat permukaan sendi, fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus
posterior untuk lewatan arcus posterior untuk lewatnya arteri vertebralis (Syaifuddin,
2010).
2.1.1.2 Vertebra Cervical II6Vertebra cervical II juga disebut aksis, berbeda dengan vertebra cervical ke-3 sampai ke-6 karena adanya dens atau processus odontoid. Pada permukaan cranial corpus aksis memiliki tonjolan seperti gigi, dens yang ujungnya bulat, aspek dentis (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.3 Vertebra Cervical III sampai V
Processus spinosus bercabang dua. Foramen transversarium membagi
processus transversus menjadi tuberculum anterior dan posterior. Lateral foramen
transversarium terdapat sulcus nervi spinalis, didahului oleh nervi spinalis
(Syaifuddin, 2010).
2.1.1.4 Vertebra Cervical VI
Perbedaan dengan vertebra cervical I sampai dengan cervical V adalah
tuberculum caroticum, karena dekat dengan arteri carotico (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.5 Vertebra Cervical VII
Merupakan processus spinosus yang besar, yang biasanya dapat diraba sebagai
processus spinosus columna vertebralis yang tertinggi, oleh karena itu dinamakan
vertebra prominens (Syaifuddin, 2010).
2.1.2 Ligamentum
Ligamentum adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk
mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk menyangga suatu
organ (Snell, 2006).
2.1.2.1 Ligamentum longitudinal anterior
Merupakan suatu serabut yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang
melekat pada bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus vertebrae
cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os occipitale pars basilaris dan tuberculum
anterior atlantis) dan memanjang ke bawah sampai bagian atas depan fascies
pelvina os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal pada bagian depan
corpus karena mengisi kecekungan corpus. Ligamen longitudinal anterior ini
berfungsi untuk membatasi gerakan extensi columna vertebralis. Dimana daerah
lumbal akibat berat tubuhakan mengalami penambahan lengkungan pada vertebra
columna didaerah lumbal.
2.1.2.2 Ligamentum longitudinal posterior
Berada pada permukaan posterior corpus vertebrae sehingga dia berada di
sebelah depan canalis vertebralis. Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra
cervical II dan memanjang kebawah os sacrum. Ligamentum ini diatas discus
intervertebralis diantara kedua vertebra yang berbatasan akan melebar, sedangkan
dibelakang corpus vertebra akan menyempit sehingga akan membentuk rigi.
Ligamentum ini berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada bagian posterior
vertebra colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi dan membantu memfiksasi
dan memegang dalam posisi yang betul dari suatu posisis reduksi ke arah
hyperextensi, terutama pada daerah thorakal.
2.1.2.3 Ligamentum intertransversarium
Ligamentum ini melekat antara processus transversus dua vertebra yang
berdekatan. Ligamentum ini berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk
membuat stabilnya persendiaan.
2.1.2.4 Ligamentum flavum
Ligmentum ini merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna kuning,
berbentuk pita yang melekat mulai dari permukaan anterior tepi bawah suatu lamina,
kemudian memanjang ke bawah melekat pada bagian atas permukaan posterior
lamina yang berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah cervical tipis akan tetapi di
daerah thoracal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini akan menutup foramen
intervertebral untuk lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral. Adapun fungsi
ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang
berbatasan.
2.1.2.5 Ligamentum interspinale
Ligamentum ini merupakan suatu membran yang tipis melekat pada tepi bawah
processus suatu vertebra menuju ke tepi atas processus vertebra yang berikutnya.
Ligamentum ini berhubunganm dengan ligamentum supra spinosus dan ligamentum
ini didaerah lumbal semakin sempit.
2.1.3 Myologi
Myologi adalah ilmu yang mempelajari tentang otot. Otot adalah jaringan
kontraktil pada tubuh yang merupakan alat gerak (Wibowo, S, Daniel, 2005). Otot-
otot yang akan dibahas pada penyusunan ini adalah otot-otot yang terdapat pada
cervicalis meliputi :
2.1.3.1 M. Sternocleidomastoideus
Origo : Pada processus mastoideus dan linea nuchae superior.
Insersi : Pada incisura jugularis sterni dan articulation sternoclavicularis.
Fungsi : Rotasi, lateral flexi, kontraksi bilateral mengangkat kepala dan
membantu pernapasan bila kepal difixasi.
inervasi : Nervus accessorius dan flexus cervical (C1 dan C2).
2.1.3.2 M.Scaleni
M. Scaleni terbagi atas 3 serabut :
2.1.3.2.1. M. Scalenus anterior
Origo : Pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III
sampai VI.
Insersi : Pada tuberculum scaleni anterior.
Inervasi : Plexus brachialis (C5-C7).
2.1.3.2.1. M.Scalenus medius
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis II
sampai dengan VII.
Insersio : Pada costa I di belakang sulcus a.subclavicula dan kedalam membran
intercostalis externa dari spatium intercostalis I.
Inervasi : Plexus cervicalis dan brachialis (C4-C8).
2.1.3.2.2. M. Scalenus posterior
Origo : Pada processus transversus vertebra cervicalis V sampai VII.
Insersio : Pada permukaan lateral costa II.
Inervasi : Plexus brachialis ( C7-C8).
2.1.3.2.3. M. Scalenus minimus
Origo : Pada processus transversus vertebra cervicalis.
Inervasi : Pada permukaan lateral costa I.
2.1.3.3 M. Trapezius
Dibagi menjadi 3 serabut :
2.1.3.3.1. Pars descendens
Origo : Berasal dari linea nuchae superior, protuberantia occipitalis externa dan
ligamentum nuchea.
Insersio : Pada sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.2. M. Pars tranversa
Origo : Berasal dari cervical
Insersio : Pada sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dsn retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.3. Pars ascendens
Origo : Berasal dari vertebra thoracalis III sampai XII, dari processus spinosus
dan ligamentum supraspinasum.
Insersio : Pada trigonum spinale dan bagian spina scapulae yang berdekatan.
Fungsi : Untuk menarik ke bawah (depresi).
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.4 M. Levator scapula
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis
I sampai IV
Insersio : Pada angulus superior scapula.
Fungsi : Mengangkat scapula sambil memutar angulus inferior ke medial
Inervasi : Nervus dorsalis scapulae (C4-C8)
Otot ini difungsikan untuk mengangkat pinggir medial scapula. Bila bekerja sama
dengan serabut tengah otot trapezius dan rhomboideus, otot ini menarik scapula ke
medial dan atas, yakni pada gerakan menjepit bagu ke belakang
2.1.3.5 M.Longus colli
Kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas tiga kelompok serabut.
Fungsinya : untuk membengkokkan cervical ke depan dan ke samping. Inervasinya
plexus cervicalis dan brachialis (C2-C8).
2.1.3.5.1. Serabut oblique superior
Origo: Berasal dari tuberculum anterius processus transversus vertebra
cervicalis II sampai V
Insersio: Pada tuberculum anterior atlas
2.1.3.5.2. Serabut oblique inferior
Origo : Berjalan dari corpus vertebra thoracalis I sampai III
Insersio: Pada tuberculum anterius vertebra cervicalis VI
2.1.3.5.3. Serabut medial
Origo : Terbentang dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebra
cervicalis bagian bawah
Insersio : Pada corpus vertebra cervicalis bagian atas
2.1.3.6 M. Longus capitis
Origo : Pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis
III sampai VI
Insersio : Pada bagian basal os occipitale
Fungsi : Membentuk gerakan flexi, Lateral flexi
Inervasi : plexus cervicalis (C1-C4)
2.1.4 Arthrologi
Arthrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sendi (Dorlans, 2002). Sendi-
sendi yang terdapat pada cervical yaitu :
2.1.4.1 Atlanto Occipitalis joint (C0-C1)
Permukaan sendinya fascies articularis superior atlas dan condylus occipitalis.
Gerakan yang terjadi adalah lateral flexi atau extensi.
2.1.4.2 Atlanto Axialis joint (C1-C2)
Secara fungsional sendi ini merupakan sendi putar yang memungkinkan
pergerakan dari posisi tengah ke masing-masing sisi sebesar 260. Pada sendi-sendi
lateral facies articularisnya adalah facies articularis inferior os atlas dan facies
superior C2.
2.1.4.3 Uncovertebral joint
Merupakan sendi yang tidak murni yang dibentuk oleh processus unkinatus (yaitu
suatu bangunan yang menonjol di tepi dari bagian atas corpus vertebra) dengan
corpus vertebra diatas.
2.1.5 Neurofisiologi
2.1.5.1 Nervus cervicalis
Tiga puluh pasang saraf spinal berasal dari kanalis vertebralis yang keluar
melalui foramen intervertebralis (cervical, thoracal, lumbal, sacral, dan koksigeal).
Nervus cervicalis ada delapan pasang saraf yang bergabung dengan ramus
communicates grisea yang berasal dari truncus simpatetik atau melaui truncus ini,
nervus tersebut menerima serabut-serabut vasomotor. Nervus cervicalis juga
mengirimkan cabang meningeal recurrent yang terkecil kedalam kanalis spinalis
untuk memberikan inervasi sensorik dan vasomotor pada durameter, serta cabang-
cabang yang menuju ke dalam bagian primer anterior dan posterior.
2.2 Biomekanik
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan yang terjadi pada
tubuh manusia (Yulianto, 2006). Dari berbagai gerakan yang dapat terjadi pada
tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi 2 gerakan yaitu :
2.2.1 Osteokinematika
Osteokinematika merupakan gerakan yang terjadi antara dua tulang seperti
gerakan angulasi, sircumduksi, rotasi dan sliding (gerakan meluncur) adapun
besarnya sudut pergerakn vertebra cervical dapat ditulis antara lain sebagai berikut :
2.2.1.1. Extensi-Flexi S. 400-00-400
2.2.1.2. Lateral Flexi dextra-sinistra F.450-00-450
2.2.1.3. Rotasi destra-sinistra R.500-00-500
2.2.2 Arthrokinematika
Adapun gerakan arthrokinematika persendian cervical yaitu :
2.2.2.1 Flexi-extensi pada atlanto axial dan atlanto odontoid joint pada bagian lateral dan
atlas didapatkan roll dan sliding, pada permukaan superior dan axis, selama flexi titik
kontak antara dua permukaan convex ini akan bergerak ke anterior dari garis
tengah, dari curva ke titik kontak akan bergerak pada saat yang sama. Interspace
pada atlanto odontoid joint akan bergerak pada bagian superior.
2.2.2.2 Selama extensi titik kontak antara dua permukaaan akan bergerak keposterior dan
akan bergerak pada posisi yang baru dan saat yang sama interspace pada atlanto
odontoid akan terbuka pada bagian inferior.
2.2.2.3 Rotasi pada atlanto axial dan atlanto odontoid joint selam rotasi odontoid tetap
ditempat. Saat osteo ligamentum yang dihubungkan pada axis dan odontoidkapsul
articular pada sebelah kiri relaxasi dan sebelah lunak tertarik pada saat bersamaan
terjadi pada bagian kanan dan kiri atlas, bergerak kedepan sementara bagian lateral
kanan belakang.
2.2.2.4 Lateral flexi pada atlanto occipital joint selama lateral flexi bagian frontal. Pada
bagian vertical yang dilalui oleh occipital, atlas, axis, dan C3 terlihat tidak ada
gerakan pada atlanto axial joint. Gerakan hanya terjadi antara axis dan C3 dan
antara occiput dan atlas, gerakan kedalam occipital condylus sebelah kiri dan
odontoid, didekatkan kapsul dari sendi atlanto occipitalis dan khususnya ligamen
odontoid occipitalis sisi kanan.
2.3 Patofisiologi Terapan
2.3.1 Definisi
Myofascial sindrom m.levator scapula merupakan sebuah sindrome yang
muncul akibat teraktivasinya sebuah atau beberapa trigger point dalam serabut otot
dan sering tidak terdiagnosis, myofascial sindrome terjadi karena cedera otot atau
terjadi regangan secara berulang-ulang (Gejut, I Made, 2012).
Myofascial sindrom m.levator scapula adalah area tender lokal, yang sering
disebut titik pemicu, dalam otot yang terlibat. Kadang-kadang band ketat otot serat
dapat teraba dalam otot, ada pembatasan gerakan pada peregangan kelompok otot
yang terlibat dan mungkin ada kelemahan pada isometrik kontraksi (Sambrook dkk,
2010).
2.3.2 Etiologi
Keadaan Myofasial sindrom m.levator scapula disebabkan oleh
akutoverload otot, karena kronis fatique berlebihan atau trauma langsung dan sering
dipicu oleh menggunakan keyboard dalam posisi abnormal dengan leher yang
diputar, tetapi dapat terjadi di olahraga misalnya berenang, dan sering rotasi
leher (Sambrook dkk ,2010, hal : 120-121).
2.3.3 Gambaran Klinis
Tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus myofascial
sindromm.levator scapula ini adalah ngilu atau linu terasa saat leher aktif bergerak
terutama pada musculus levator scapula, Nyeri palpasi (tenderness) padalevator
scapula,
nyeri tajam di sekitar leher, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit
kepala. Daerah leher menjadi terasa meradang. Gerakan dapat terbatas di leher dan
bahu, dengan nyeri dan kekakuan memburuk ketika mencoba banyak gerakan
2.3.4 Pemeriksaan
2.3.4.1 Tes orientasi :
Rotasi leher : Terbatas/nyeri
2.3.4.2 PFD
Gerakan aktif : Fleksi, rotasi dan lateral fleksi : ngilu/nyeri dan terbatas
Elevasi lengan/bahu : Ngilu/nyeri
Gerakan pasif : Ngilu/nyeri
Gerakan TIMT : Kadang (-)
2.3.5 Diagnosis Medis
Myofascial sindrom m. levator scapula
2.3.6 Prognosis
Merupakan ramalan mengenai penyakit yang dapat meliputi berbagai aspek:
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanam : Bonam
Qua ad fungsional : Bonam
Qua ad cosmeticam : Bonam
2.4 Deskripsi Problematika Fisioterapi
Problematika yang sering terjadi pada kondisi myofascial sindrom levator scapula
sebenarnya sangat komplek sehingga dapat menimbulkan berbagai gamgguan yang
meliputi impairment, fungsional limitation dan disability.
2.4.1 Impairment
Problematika yang muncul pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula
adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada musculus levator scapula, adanya
keterbatasan gerak, ngilu atau linu terasa saat leher aktif bergerak terutama pada
musculus levator scapula, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit
kepala. Nyeri palpasi (tenderness) pada levator scapula.
2.4.2 Fungsional limitation
Pada fungsional limitation adanya gangguan Activity of Daily Living seperti
menoleh dan mengangkat bahu.
2.4.3 Disability
Disability merupakan ketidak mampuan dalam melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan pasien yaitu penderita mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas karena adanya gangguan keterbatasan gerak pada leher dan
adanya spasme. Gangguan tersebut antara lain : keterbatasan gerak dan nyeri pada
saat menoleh dan mengangkat bahu.
2.5 Teknologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi yang digunakan untuk mengurangi permasalahan yang timbul pada
kondisi myofascial sindrom musculus levator scapula adalah micro wave
diathermy(MWD), Senam Cailliet exercise dan contract relax strecth (CRS),
serta Friction.
2.5.1 MWD (Microwave Diathermy)
Adalah arus bolak-balik berfrekuensi dengan panjang gelombang 11 meter
atau sering disebut energi elektromagnetik 27 MHz, dan merupakan terapi panas
yang dapat digunakan pada tubuh yang mempunyai efek-efek (Sujatno, 1993).
2.5.1.1 Efek fisiologis
2.5.1.1.1 Perubahan panas dan temperatur
2.5.1.1.1.1 Reaksi lokal jaringan
Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal±13% tiap kenaikan temperatur 10c,
meningkatkan vasomotion spincter sehingga timbul homestatik lokal dan akhirnya
terjadi vasodilatasi lokal.
2.5.1.1.1.2 Reaksi general
Aktifnya sistem thermoreguler dihipotalamus yang mengakibatkan kenaikan
temperatur tubuh secara general.
2.5.1.1.2 Concensual efek
Timbulnya efek panas pada sisi kolateral dari segmen yang sama, penetrasi dan
perubahan temperatur lebih dalam dan luas.
2.5.1.1.3 Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat 5-6 kali lebih baik seperti pada jaringan
collagen kulit, otot, tendon, ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viscisitas
matrik jaringan.
2.5.1.1.4 Jaringan otot
Selain meningkatkan elastisitas jaringan otot, juga menurunkan tonus otot lewat
normalisasi nocisensorik, kecuali hipertonic otot akibat emosional.
2.5.1.1.5 Jaringan saraf
Jaringan saraf meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf,
meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsangan.
2.5.1.2 Efek terapeutik
2.5.1.1 Penyembuhan luka/ trauma pada jaringan lunak,
meningkatkan proses perbaikan jaringan secara fisiologis dan pada fase
remodeling.
2.5.1.2 Nyeri, hipertoni, gangguan vascularisasi, menurunkan nyeri,
normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, perbaikan sistem metabolisme.
2.5.1.3 Gangguan konduktivitasdan thermal jaringan saraf.
2.5.1.3 Indikasi
Beberapa contoh indikasi yang banyak digunakan :
2.5.1.1 Kelainan-kelainan pada tulang, sendi dan otot misanya RA post traumatik.
2.5.1.2 Kelainan-kelainan pada saraf perifer seperti neuropati dan neuralgia.
2.5.1.3 Kontra indikasi
Pemberian MWD harus memperhatikan hal-hal berikut :
Logam dalam tubuh, jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan, gangguan
sensibilitas, setelah menjalani terapi rontgen dan menstruasi.
2.5.2 Senam Cailliet Exercise
Neck Cailliet Exercise adalah salah satu terapi latihan isometrik kontraksi
dengan menahan tahanan maksimal dan diakhiri dengan relaksasi. MetodeNeck
Cailliet Exercise dapat digunakan untuk mengatasi spasme otot dan untuk
memelihara atau meningkatkan kekuatan otot leher untuk memperoleh ketahanan
statis dan dinamis leher, memelihara luas gerak sendi dan kelenturan leher, serta
memperoleh postur yang benar dengan terkoreksinyamuscle
imbalance (Rosyidi,2009).
Tahapan pelaksanaan senam menurut mardhotillah, 2010 :
2.5.2.1.Pemanasan:
2.5.2.1.1. Kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 kali.
2.5.2.1.2. Kepala di arah ke atas dan ke bawah
2.5.2.1.3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
2.5.2.2.Inti:
2.5.2.2.1. Letakkan kedua tangan di dagu dan dorong ke belakang, namun kepala menekan
ke arah depan (arahnya berlawanan) sehingga terasa jika ada kontradiksi.
Tujuannya untuk menguatkan otot cervical.
2.5.2.2.2. Letakkan tangan kanan di kepala bagian kanan, letaknya di atas telinga. Lakukan
tekan yang sama seperti gerakan pertama. Lakukan sekitar 5 hitungan atau 5 detik.
2.5.2.2.3. Lakukan hal yang sama pada sisi kepala bagian kiri.
2.5.2.2.4. Contract Relax Stretching, kepala menunduk dan diputar keluar.
2.5.2.3.Penutup: Gerakan hampir sama dengan pemananasan.
2.5.3 Friction (gerusan)
Adalah gerakan kecil dan dalam serta efek lokal pada perlengketan
jaringan(kekakuan pada umumnya). Dan pada kondisi tertentu manipulasi ini tidak
dapat digunakan pada massage kesegaran jasmani, karena tehnik ini
pergerakannya putus-putus dan berbentuk sirkuler. Manipulasi Friction untuk
merangsangi serabut syaraf dan otot-otot yang terletak didalam dari permukaan
tubuh (Tappan, 1988) .
Pelaksanaan friction dapat menggunakan ujung-ujung jari untuk daerah yang
berlekuk-lekuk sempit, terutama untuk otot-otot di kiri kanan ruas-ruas tulang
belakang (Tappan, 1998).
2.5.3.1 Indikasi dan Kontra – indikasi
2.5.3.1.1 Indikasi adalah suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat atau tepat diberikan, serta
akan memberi pengaruh yang positif terhadap tubuh:
2.5.3.1.1.1 Kelelahan yang sangat
2.5.3.1.1.2 Otot kaku, lengket, tebal, dan nyeri sendi
2.5.3.1.1.3 Gangguan atau ketegangan syaraf, kelayuan atau kelemahan otot
2.5.3.1.2 Kontra-indikasi
2.5.3.1.2.1 Tubuh sedang dalam keadaaan demam
2.5.3.1.2.2 Menderita penyakit menular (thypus, cacar, tuberculose paru-paru dan lain-lain)
2.5.3.1.2.3 Menderita pengapuran pembuluh darah arteri (arteriosclerosis)
2.5.3.1.2.4 Menderita penyakit kulit (eksema, luka-luka lama yang memborok dll)
2.5.3.1.2.5 Akibat benturan, keseleo, melakukan gerak tiba-tiba atau gerak yang berlebihan,
baik luka-luka di luar (terbuka) maupun di dalam jaringan (tertutup)
2.5.3.1.2.6 Bekas luka, bekas cedera, sendi yang terkilir, patah tulang
2.5.3.1.3 Efek dari massage friction :
2.5.3.1.3.1 Mobilisasi jaringan profundal
2.5.3.1.3.2 Meningkatkan aliran darah
2.5.3.1.3.3 Mengurangi terjadi hematoma
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN PERENCANAAN STUDI KASUS
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat penelitian
Penelitian direncanakan akan dilakukan di poli fisioterapi RS.PUSRI Palembang.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2013.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penyusunan KTI ini adalah menggunakan
studi kasus yang dianalisa secara deskriptif kualitatif.
3.3 Rencana Pengkajian Fisioterapi
3.3.1 Langkah pemeriksaan
3.3.1.1 Anamnesis
Anamnesis umum
Nama :
Umur :
Agama :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Alamat : 32
Anamnesis khusus
Keluhan utama :
Lokasi keluhan :
Pertolongan sebelumnya :
Faktor memperberat :
Faktor memperingan :
Waktu terjadinya :
Anamnesis sistem
Sistem respirasi :
Sistem muskuloskeletal :
Sistem nervorum :
3.3.1.2 Pemeriksaan fisik
3.3.1.2.1 Tanda vital (vital sign)
Tekanan darah :
Denyut nadi :
Frekuensi pernapasan :
Suhu :
Tinggi badan :
Berat badan :
3.3.1.2.2 Inspeksi
Statis :
Dinamis :
3.3.1.2.3 Palpasi
3.3.1.3 Pemeriksaan gerak dasar
3.3.1.3.1 Gerak aktif
3.3.1.3.2 Gerak pasif
3.3.1.3.3 Gerak isometrik melawan tahanan
3.3.1.4 Pemeriksaan spesifik
3.3.1.5 Diagnosa Fisioterapi
3.3.1.5.1 Impairement
3.3.1.5.2 Limited functional / Disability
3.3.1.6 Rencana Fisioterapi
3.3.1.6.1 Tujuan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
3.3.1.6.2 Rencana Tindakan Fisioterpi
3.3.1.6.2.1 Alternatif
3.3.1.6.2.2 Terpilih
3.3.1.6.2.2 Terlaksana
3.4 Rencana Pelaksanaan Fisioterapi
3.4.1 Persiapan Pasien
3.4.2 Persiapan Alat / Modalitas Fisioterapi
3.4.3 Pelaksanaan
3.4.4 Selesai Pelaksanaan
3.4.5 Home Program
3.5 Rencana Evaluasi Hasil Terapi
3.5.1 Evaluasi
3.5.2 Hasil Terapi Akhird
top related