bupati tulungagungjdih.tulungagung.go.id/hukum/admin/files/perbub nomor 36 tahun 2012... · tata...
Post on 08-Aug-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
- 1 -
BUPATI TULUNGAGUNG
PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG
NOMOR 36 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PEMASANGAN REKLAME
DAN PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TULUNGAGUNG,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan BAB VI
Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16
Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, maka telah
disusun pedoman pemungutan Pajak Reklame yang
telah tertuang dalam Peraturan Bupati Tulungagung
Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemungutan
Pajak Reklame;
b. bahwa dengan adanya perubahan dalam pelaksanaan
kewenangan pemungutan Pajak Reklame, maka
Peraturan Bupati Tulungagung 35 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pemungutan Pajak Reklame sebagaimana
dimaksud huruf a perlu dilakukan penyusunan
kembali;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a, dan huruf b, maka perlu menyusun
kembali Pedoman Pemasangan Reklame dan
Pemungutan Pajak Reklame yang ditetapkan dengan
Peraturan Bupati;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
SALINAN
- 2 -
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3686), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 1298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3987);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59 tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 135 tahun 2000 tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 135, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah ( Lembaran Negara
republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang
Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan
Penetapan Kepala Daerah Atau Di Bayar Sendiri Oleh
Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5179);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
- 3 -
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2007;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 tahun
1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak
Daerah;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun
1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak
Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan
lain;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 14
Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16
Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Tulungagung Nomor 12 Tahun 2012;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16
Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PEMASANGAN
REKLAME DAN PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Tulungagung.
2. Bupati adalah Bupati Tulungagung.
3. Dinas adalah Dinas Pendapatan Kabupaten
Tulungagung.
4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan
Kabupaten Tulungagung.
5. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten
Tulungagung.
6. Bendahara Penerimaan adalah Pejabat Fungsional
yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan Daerah
dalam rangka pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah.
7. Pajak Reklame yang selanjutnya disebut Pajak adalah
pajak atas penyelenggaraan reklame.
- 4 -
8. Obyek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame.
9. Subyek Pajak Reklame adalah Orang Pribadi atau
Badan yang menggunakan reklame.
10. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah ( BUMD ) dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
11. Wajib Pajak Reklame adalah Orang Pribadi atau Badan
yang menyelenggarakan reklame.
12. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media
yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk
tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang
dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau
dinikmati oleh umum.
13. Reklame Megatron adalah reklame yang bersifat tetap
(tidak dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor
maupun tidak, berupa gambar dan/atau tulisan yang
dapat berubah-ubah, terprogram dan menggunakan
tenaga listrik. Termasuk didalamnya Videotron dan
Elektronic Display.
14. Reklame Papan atau Billboard adalah reklame yang
bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) terbuat dari
papan, kayu, seng, tinplate, collibrite, Vynil,
aluminium, fiberglas, kaca, batu, tembok atau beton,
logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada
tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau
digantung atau di tempel atau dibuat pada bangunan
tembok, dinding, pagar, tiang dan sebagainya baik
bersinar, disinari maupun yang tidak bersinar.
15. Reklame berjalan adalah reklame yang ditempatkan
pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang
diselenggarakan/ dengan menggunakan kendaraan
atau dengan cara dibawa/ didorong / ditarik oleh
orang. Termasuk didalamnya reklame pada gerobak /
rombong, kendaraan baik bermotor maupun tidak.
16. Reklame Baliho adalah reklame yang terbuat dari
papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada
konstruksi yang tidak permanen dan tujuan meterinya
mempromosikan suatu even atau kegiatan yang
bersifat insidentil.
- 5 -
17. Reklame kain adalah reklame yang tujuan materinya
jangka pendek atau mempromosikan suatu even atau
kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan
bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang
sejenis. Termasuk di dalamnya adalah spanduk,
umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian
bendera), tenda, krey, banner, giant banner dan
standing banner.
18. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk
lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara
disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan
ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan,
dipasang, digantung pada suatu benda lain, termasuk
didalamnya adalah brosur, leafeat, dan reklame dalam
undangan.
19. Reklame melekat atau stiker adalah reklame yang
berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan
cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantung
pada suatu benda.
20. Reklame Film atau Slide adalah reklame yang
diselenggarakan dengan cara menggunakan klise
(celluloide) berupa kaca film, ataupun bahan-bahan
lain yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan
dan/atau dipancarkan.
21. Reklame Udara adalah reklame yang diselenggarakan
di udara dengan menggunakan balon, gas, laser,
pesawat atau alat lain yang sejenis.
22. Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan
dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau
dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh
perantaraan alat.
23. Reklame Peragaan adalah reklame yang
diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu
barang dengan atau tanpa disertai suara.
24. Nilai Sewa Reklame adalah nilai yang ditetapkan
sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya pajak
reklame.
25. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar
bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan pajak yang terutang;
26. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1
(satu) tahun kalender, kecuali bila wajib pajak
menggunakan.
27. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar
pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun
pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan
ketentuan peratura perundang-undangan perpajakan
daerah;
28. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari penghimpunan data objek dan subjek pajak,
penentuan besarnya pajak yang terutang sampai
- 6 -
kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta
pengawasan penyetorannya.
29. Nilai Jual Obyek Pajak Reklame yang selanjutnya
disingkat NJOPR adalah jumlah nilai perolehan
harga/biaya pembuatan, biaya pemasangan dan biaya
pemeliharaan reklame yang dikeluarkan oleh pemilik
dan/atau penyelenggara reklame yang diperoleh
berdasarkan estimasi yang wajar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
30. Penyelenggara Reklame adalah orang pribadi atau
badan yang menyelenggarakan Reklame baik untuk
dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama
pihak lain yang menjadi tanggungannya.
31. Nilai strategis Tempat Reklame yang selanjutnya
disingkat NSTR adalah nilai yang ditetapkan pada titik
lokasi pemasangan reklame berdasarkan kriteria sudut
pandang dan kepadatan pemanfaatan tata ruang
untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha.
32. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya
disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh
Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran Pajak yang terhutang menurut Peraturan
Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
33. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya
disingkat SKPD, adalah Surat Keputusan yang
menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang.
34. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya
disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh
Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau
penyetoran Pajak yang terhutang ke Kas Daerah atau
ke tempat lain yang di tetapkan oleh Bupati.
35. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang
selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat
Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena kredit lebih besar dari pajak
yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang.
36. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT
adalah surat keputusan yang menentukan tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
37. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya
disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang
menentukan jumlah pajak yang terhutang sama
besarnya dengan kredit pajak, atau pajak tidak
terhutang dan tidak ada kredit pajak.
38. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya
disingkat STPD adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa
bunga dan atau denda.
39. Surat Keputusan Keberatan adalah surat Keputusan
atas Keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak
- 7 -
Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Nihil, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh Pihak Ketiga yang diajukan oleh
Wajib Pajak.
40. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau
keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan Daerah
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan Daerah.
41. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data
dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi unutk periode
tahun pajak tersebut.
42. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya
disingkat NPWPD adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan
Hak dan Kewajiban perpajakannya.
Pasal 2
Menunjuk Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten
Tulungagung sebagai pengelola, pengawas dan pelaksana
teknis operasional terhadap pemungutan Pajak Reklame.
BAB II
BENTUK, TATA CARA, DAN PEMBERLAKUAN NPWPD
Pasal 3
(1) Setiap orang pribadi atau Badan yang mengusahakan
Reklame wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas
untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak.
(2) Apabila orang pribadi atau Badan tidak melakukan
pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Kepala Dinas mengukuhkan orang pribadi atau Badan
tersebut sebagai Wajib Pajak secara jabatan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan mengisi dan menandatangani formulir
pendaftaran yang disediakan oleh Dinas.
(4) Terhadap penerimaan berkas pendaftaran, Dinas
memberikan tanda terima pendaftaran.
- 8 -
(5) Bentuk dan isian formulir pendaftaran ditetapkan oleh
Kepala Dinas.
Pasal 4
(1) Berdasarkan formulir pendaftaran atau surat
pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Kepala Dinas menerbitkan Kartu NPWPD.
(2) Penyerahan Kartu NPWPD diberikan dengan bukti tanda
terima.
(3) Bentuk kartu NPWPD ditetapkan oleh Kepala Dinas.
(4) NPWPD berlaku sejak diterbitkan.
BAB III
PENGENAAN PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame.
(2) Nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. Lokasi penempatan;
b. Jenis;
c. Jangka waktu penyelenggaraan;
d. Ukuran media reklame;
e. Jumlah.
(3) Komponen Nilai Jual Obyek Pajak dan Nilai Strategis
Penyelenggaraan Reklame terdiri dari :
a. Inflasi;
b. Pertumbuhan ekonomi;
c. Nilai pajak awal;
d. Kelas Jalan.
(4) Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi
bobot secara bervariasi dengan bobot yang lebih besar
pada komponen yang lebih dominan.
(5) Jumlah bobot komponen sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah 100% (seratus persen).
(6) Besar pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak.
(7) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).
(8) Nilai sewa reklame untuk penyelenggaraan reklame
dalam ruangan (indoor) dihitung dan ditetapkan 50%
dari nilai sewa reklame.
- 9 -
Pasal 6
(1) Nilai sewa reklame dihitung berdasarkan NJOPR
ditambah NSTR, dengan rumus (Nilai Strategis + NJOPR)
atau dengan rumus lain 25% (Nilai Strategis + NJOPR).
(2) Untuk besaran nilai sewa reklame bersinar ditambah
sebesar 10% dari jenis-jenis reklame non bersinar.
(3) Besaran nilai sewa reklame dalam bentuk banner dan
umbul – umbul selain untuk reklame rokok ditambah
100% dari nilai sewa reklame.
(4) Dasar dan rumusan perhitungan nilai sewa reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I Peraturan Bupati ini.
Pasal 7
(1) Untuk reklame rokok besaran nilai sewa reklame adalah
ditambah 30% dari nilai sewa reklame.
(2) Besar nilai sewa reklame rokok dalam bentuk :
a. Banner dan umbul-umbul ditambah 200% dari nilai
sewa reklame.
b. Baliho ditambah 100% dari nilai sewa reklame.
c. Soft painting ditambah 50% dari nilai sewa reklame.
Pasal 8
Lokasi penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf a adalah lokasi peletakan reklame yang dirinci
menurut nilai strategis kawasan dan/ atau jalan sebagai
berikut :
a. Kelas Utama : Dinilai berdasarkan sudut pandang yang
luas/atau banyak/bebas dan strategis, antara lain yang
berlokasi di komplek/pusat pertokoan meliputi:
1) Alun-alun
2) Jl. RA Kartini
3) Perempatan TT
4) Jl. A Yani
5) Perempatan RSU Lama
6) Perempatan Gorga
7) Jl. KH Agus Salim
8) Ruko Panglima Sudirman / Jl. Hasanudin
9) Jl. Panglima Sudirman
10) Jl. Diponegoro
b. Kelas A : Dinilai berdasarkan kepadatan pemanfaatan
tata ruang, antara lain berlokasi di persimpangan
jalan/atau perempatan jalan/pertigaan jalan/tikungan
meliputi:
1) Perempatan Prayit
2) Perempatan BTA
- 10 -
3) Jl. I Gusti Ngurah Rai
4) Perempatan Jepun
5) Perempatan Tamanan
6) Jl. Supriyadi
7) Jl. Mayor Sujadi
8) Jl. Mayor Sujadi Timur
9) Jl. Yos Sudarso
10) Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo
11) Jl. Mayjen Sungkono
12) Perempatan Kemuning
13) Jl. P Antasari
14) Jl. Teuku Umar
15) Jl. Wakhid Hasym
16) Jl. Basuki Rahmad
17) Jl. Jayeng Kusuma
18) Jl. Patimura
19) Jl. Ki Mangun Sarkoro
20) Jl. Soekarno Hatta
21) Jl. Urip Sumoharjo
c. Kelas B : Dinilai berdasarkan aspek kegiatan di bidang
usaha, antara lain berlokasi di pasar, lokasi obyek
wisata, terminal bus/taxi/angkot/lapangan/gelanggang
olah raga dan bidang usaha lainnya meliputi:
1) Kawasan Pasar Wage
a) Jl. WR Supratman
b) Jl. Kapten Kasihin
2) Jl. Pahlawan
3) Jl. R Abdul Fatah
4) Kawasan Pasar Ngemplak
5) Kawasan Pasar Kauman Kalangbret
6) Kawasan Pasar Ngunut
7) Kawasan Pasar Rejotangan
8) Kawasan Pasar Bandung
9) Kawasan Pasar Campurdarat
d. Kelas C : Dinilai dari jalan provinsi maupun jalan
nasional dan tidak termasuk dalam klasifikasi utama A
dan B meliputi:
1) Jl. Raya Ngantru
2) Jl. Raya Sumbergempol
3) Jl. Raya Ngunut
4) Jl. Raya Rejotangan
5) Jl. Raya Gondang
6) Jl. Raya Kauman
7) Jl. Raya Boyolangu
8) Jl. Raya Campurdarat
9) Jl. Raya Bandung
e. Kelas D : Dinilai dari jalan kabupaten dan tidak
termasuk klasifikasi A dan B meliputi :
1) Jl. Adi Sucipto
2) Jl. MH Thamrin
- 11 -
3) Jl. MT Haryono
4) Jl. Letjen Suprapto
5) Jl. Mastrip
6) Jl. Piere Tendean
7) Jl. Arief Rahman Hakim
8) Jl. Karangrejo
9) Jl. Raya Sendang
10) Jl. Besuki
f. Kelas E : Dinilai dari jalan desa /gang /lingkungan dan
tidak termasuk dalam klasifikasi Utama, A dan B
meliputi jalan desa atau gang diluar klasifikasi Kelas
Utama, A, B, C dan D.
BAB IV
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
Pasal 9
(1) Dalam rangka mendapatkan data Wajib Pajak,
dilaksanakan pendaftaran dan pendataan terhadap
Wajib Pajak baik yang berdomisili di dalam maupun di
luar wilayah Daerah yang dimiliki obyek pajak di wilayah
Daerah yang bersangkutan.
(2) Pendaftaran dan pendataan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme:
a. mempersiapkan dokumen yang diperlukan, berupa
formulir pendaftaran dan pendataan yang selanjutnya
diberikan kepada Wajib Pajak;
b. Setelah dokumen sebagaimana dimaksud angka 1
dikirim atau diserahkan kepada Wajib Pajak, Wajib
Pajak mengisi formulir pendaftaran dan pendataan
dengan jelas, lengkap dan benar, serta mengembalikan
kepada Petugas Pajak;
c. Petugas Pajak mencatat formulir pendaftaran dan
pendataan yang dikembalikan oleh Wajib Pajak dalam
daftar induk Wajib Pajak berdasarkan nomor urut,
yang digunakan sebagai NPWPD.
Pasal 10
(1) Wajib Pajak yang telah memiliki NPWPD, setiap awal
tahun pajak atau masa pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi
dengan jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani
oleh Wajib Pajak atau Kuasanya dan disampaikan
kepada Bupati melalui Dinas sesuai jangka waktu yang
ditentukan.
(3) Seluruh data perpajakan yang diperoleh dari daftar isian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihimpun dan
dicatat atau dituangkan dalam berkas atau kartu data,
- 12 -
yang merupakan hasil akhir yang akan dijadikan sebagai
dasar dalam perhitungan dan penetapan pajak terutang.
(4) Bentuk dan isi SPTPD dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Bupati ini.
BAB V
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
(1) SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
digunakan sebagai dasar untuk menghitung,
memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang
terhutang.
(2) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Dinas menetapkan pajak terhutang dengan
menerbitkan SKPD.
(3) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling
lama atau kurang 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD
diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) dari pajak yang terhutang
sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
(4) Bentuk dan isi SKPD dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan
Bupati ini.
Pasal 12
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat
terhutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan:
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT; atau
c. SKPDN.
(2) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diterbitkan apabila:
a. apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan
lain, pajak yang terhutang tidak atau kurang bayar;
b. apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka
waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara
tertulis;
c. apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi,
pajak yang terhutang dihitung secara jabatan.
(3) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dan
huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak
yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung
sejak saat terhutangnya pajak.
- 13 -
(4) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.
(5) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terhutang.
(6) Dalam hal ditemukan data baru atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terhutang, maka akan dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%
(seratus persen) dari kekurangan pajak tersebut.
(7) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak
terhutang dan tidak ada kredit pajak.
(8) Dalam hal kewajiban membayar pajak terhutang
sebagaimana tercantum dalam SKPDKB dan SKPDKBT
tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka
waktu yang telah ditentukan, maka pajak yang terutang
ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan.
(9) Format SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV
Peraturan Bupati ini.
BAB VI
MASA PAJAK
Pasal 13
( 1 ) Masa Pajak Reklame tetap adalah 1 (satu) tahun
kalender.
( 2 ) Masa Pajak Reklame insidentil adalah jangka waktu
lamanya penyelenggaraan reklame.
( 3 ) Penetapan masa pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berdasarkan jenis reklame sebagai berikut :
a. Masa pajak untuk reklame tetap jangka waktu 1
(satu) tahun adalah megatron, videotron, (dinamics
board, video wall), billboard / papan (neon sign,
neon box), shop painting / rumah cat, bando jalan,
tinplat seng / flag chain;
- 14 -
b. Masa pajak untuk insidentil jangka waktu 1 (satu)
bulan adalah reklame kain, reklame melekat /
stiker, reklame, baliho, layar toko ;
c. Masa pajak untuk reklame insidentil jangka waktu
1 (satu) hari atau 1 (satu) kali penyelenggaraan
adalah reklame berjalan / kendaraan, reklame
udara, reklame suara, reklame apung, reklame
film / slide / sinar laser, reklame peragaan.
BAB VII
KETENTUAN PEMASANGAN REKLAME
Pasal 14
( 1 ) Pemasangan reklame bertiang permanen harus
dilengkapi dengan IMB ukurannya ditentukan sebagai
berikut :
a. Reklame bando jalan ukuran minimal 5m x 10m
atau luas 50m2 (dua tiang) tinggi minimal 7m dari
permukaan tanah sampai bidang papan reklame
terendah.
b. Reklame bertiang melintang jalan ukuran 4m x 6m
atau luas 24m2 keatas (satu tiang) minimal diatas
6m dari permukaan tanah sampai bidang reklame
terendah.
c. Reklame bertiang tidak melintang jalan ukuran 4m
x 6m atau luas 24m2 tinggi minimal 3m dan atau
menyesuaikan dari permukaan tanah sampai
bidang reklame terendah.
d. Reklame bertiang neon box dan non neon box
(satu tiang) ukuran 1m x 2m atau luas 2m2 (bolak
balik) tinggi minimal 2,5m apabila tidak melintang
jalan, apabila melintang jalan tinggi minimal 4m
dari permukaan tanah sampai bidang reklame
terendah.
e. Reklame bertiang melintang jalan (satu tiang)
ukuran dibawah 4m x 6m atau luas 24m2 tinggi
minimal 6m dari permukaan tanah sampai bidang
reklame terendah.
( 2 ) Pemasangan reklame non permanen, ukurannya
ditentukan sebagai berikut :
a. Reklame jenis spanduk ukuran minimal 0,9m x
6m ketinggian diatas 5m dari bidang tanah
terendah.
b. Banner ukuran minimal dengan ketinggian 1m
dari bidang terendah.
c. Umbul-umbul ukuran minimal 0,9m x 5m dengan
ketinggian 1,5m dari bidang terendah.
- 15 -
d. Reklame jenis spanduk melintang jalan minimal
ketinggian 6m dari permukaan tanah sampai
bidang papan reklame terendah.
e. Banner minimal ketinggian 2m dari permukaan
tanah sampai bidang papan reklame terendah.
f. Umbul-umbul minimal ketinggian 2m dari tanah
kebidang reklame terendah.
( 3 ) Untuk pemasangan reklame dalam bentuk rumah cat
(shop painting) perhitungannya sama dengan reklame
dalam bentuk papan.
( 4 ) Titik tiang reklame permanen dilarang ditempatkan di
trotoar/ bahu jalan.
Pasal 15
( 1 ) Pemasangan reklame harus sesuai dengan ukuran,
bahan, isi, gambar dan lokasi yang tertera dalam surat
ijin pemasangan.
( 2 ) Pemasangan reklame wajib memelihara lingkungan
dan harus memperhatikan serta menyesuaikan
keserasian lingkungan dilihat dari ukuran, tata
warna, tata letak, dan tata ruang.
( 3 ) Terhadap pemasangan reklame yang salah satu
unsurnya, yaitu ukuran, bahan, isi, gambar, dan
lokasi tidak sesuai dengan yang tercantum surat ijin
pemasangan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka
pihak pemasang dikenakan kewajiban untuk
mengurus ijin pemasangan baru dan membayar pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
( 4 ) Lokasi penempatan dan ukuran reklame bertiang
permanen harus sesuai dengan rekomendasi dari tim
teknis perijinan reklame.
( 5 ) Pemasangan reklame bertiang permanen dapat
dipasang setelah mendapatkan ijin mendirikan
bangunan.
BAB VIII
KETENTUAN PEMASANGAN REKLAME
Pasal 16
Dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan berlalu
lintas, menjaga keindahan maupun kebersihan
kota/lingkungan, maka penyelenggara reklame agar
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Dilarang memasang reklame didepan rambu-rambu lalu
lintas, sampai dengan tempat yang dimaksudkan oleh
rambu-rambu tersebut;
- 16 -
b. Dilarang memasang reklame di depan lampu lalu lintas
(traffic light) sampai dengan jarak 100 m kecuali dilahan
sendiri;
c. Pemasangan reklame spanduk diatur ketentuan sebagai
berikut:
1) Reklame spanduk yang dipasang di depan rambu-
rambu lalu lintas sekurang-kurangnya berjarak 100m
dari rambu-rambu tersebut;
2) Reklame spanduk yang dipasang melintang jalan
berjarak sekurang-kurangnya 100m dari spanduk
yang lainnya;
3) Reklame spanduk yang dipasang melintang di jalan
berjarak sekurang-kurangnya 200m dari reklame
bando jalan;
4) Jarak reklame bando jalan dengan bando jalan yang
lain sekurang-kurangnya 1 km searah ruas jalan.
d. Terhadap reklame yang telah rusak dan belum berakhir
masa berlakunya sehingga mengganggu keindahan kota
harus diperbaiki kembali, dilepas oleh pihak pemasang
atau dilepas oleh pihak yang berwenang;
e. Terhadap pemasangan reklame tetap, harus diadakan
perawatan dan perbaikan secara rutin setiap periode
tertentu;
f. Dilarang memasang reklame yang ditempelkan pada
tiang listrik, telepon, traffic light, dan dipaku di pohon-
pohon, pagar, tembok bangunan dan lain-lain yang
mengganggu keindahan kota;
g. Terhadap pemasangan reklame yang menggunakan
penerangan listrik diwajibkan memasang meteran listrik
sendiri;
h. Dilarang memasang reklame selain tempat pemasangan
yang sudah diijinkan;
i. Dilarang memasang reklame atau meletakkan reklame
pada lokasi-lokasi sebagaimana tersebut dalam Lampiran
V Peraturan Bupati ini;
j. Pemasangan reklame baik yang bersifat insidentil
maupun permanen tidak boleh menutupi reklame yang
lainnya;
k. Dilarang memasang reklame insidentil maupun
permanen di atas jembatan;
l. Dilarang memasang reklame sebelum ijin pemasangan
reklame diperoleh dari instansi berwenang;
m. Apabila memasang reklame sebelum ijin diterbitkan akan
ditertibkan oleh instansi berwenang secara sepihak;
n. Pemasangan reklame permanen bertiang dilarang
menempatkan tiang pada jalan, bahu jalan dan trotar
- 17 -
kecuali reklame neon box ukuran 1m x 2m (bolak-balik)
dan reklame penunjuk arah dibawah ukuran 1m x 1m;
o. Bidang dan atau papan reklame bertiang permanen yang
melintang jalan tidak boleh melebihi ¼ (satu per empat)
badan jalan yang ada;
p. Dilarang menempatkan reklame yang dapat menutupi
pandangan terhadap sarana pelayanan publik berupa
kantor pemerintah, sarana kesehatan dan bangunan
pelayanan publiknya.
BAB IX
JAMINAN
Pasal 17
(1) Untuk menjamin kepastian pemenuhan tanggung jawab
dan kewajiban dalam pemasangan reklame,
penyelenggara reklame wajib menyerahkan uang jaminan
pada saat pengurusan ijin reklame kepada lembaga
pemberi ijin yang besarnya ditetapkan sebagaimana
tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Bupati ini.
(2) Dasar penghitungan besaran prosentase uang jaminan
memperhatikan harga pasar yang berlaku.
(3) Pembayaran uang jaminan sebagaimana dimaksud ayat
(1) maupun pengembalian sebagian atau seluruhnya
diberikan tanda bukti penerimaan.
Pasal 18
(1) Dalam hal pemasangan reklame menyebabkan rusaknya
taman dan/atau ruang terbuka hijau, maka pihak yang
bertanggung jawab terhadap reklame dimaksud
berkewajiban memperbaiki Reklame spanduk yang
dipasang paling lama 7 (tujuh) hari setelah selesainya
pemasangan reklame.
(2) Apabila setelah lewat 7 (tujuh) hari penyelenggara
reklame tidak memperbaiki kerusakan yang terjadi,
pihak yang berwenang dapat melakukan pembongkaran.
Pasal 19
(1) Terhadap pemasangan reklame yang berakhir masa
berlakunya ijin dan tidak melakukan perpanjangan ijin
pemasangan maka kepada penyelenggara reklame
diwajibkan untuk membongkar reklame yang telah habis
masa berlakunya.
(2) Reklame permanen yang sudah habis masa berlakunya
ijin dan pajak reklame selanjutnya tidak diperpanjang
- 18 -
oleh pihak pemasang maka papan / konstruksi reklame
harus dibongkar oleh pihak pemasang atas biaya sendiri,
apabila pada batas waktu 3 (tiga) bulan tidak dilakukan
pembongkaran oleh pihak pemasang maka papan/
konstruksi reklame tersebut menjadi aset pemerintah
daerah.
(3) Apabila papan reklame permanen telah habis masa
berlakunya dan pihak pemasang masih memperpanjang
ijin namun pada saat perpanjangan sebelum memiliki
materi reklame maka pihak pemasang harus
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk diisi
materi himbauan tentang pemerintahan.
(4) Pemasangan reklame baik permanen maupun insidentil
yang mengakibatkan kerugian materi, jiwa, kesehatan
dan keselamatan orang lain baik disengaja maupun tidak
menjadi tanggung jawab pihak pemasang.
(5) Apabila penyelenggara reklame tidak melakukan
pembongkaran terhadap reklame yang telah habis masa
berlakunya, maka Pemerintah Daerah secara sepihak
akan melakukan pembongkaran dan apabila dalam
kegiatan pembongkaran reklame dimaksud dibutuhkan /
mengeluarkan biaya maka pembayaran yang dikeluarkan
tersebut harus ditanggung oleh atau menjadi tanggung
jawab penyelenggara reklame tersebut.
(6) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (2), dan ayat (5) dapat
diambilkan dari uang jaminan yang telah disetor pada
saat pengurusan ijin pemasangan reklame.
BAB X
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN,
DAN TEMPAT PEMBAYARAN
Pasal 20
(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat
lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang
ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT,
dan STPD.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang
ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas
Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) kali 24 (dua puluh
empat) jam atau dalam waktu yang ditentuklan oleh
Bupati.
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.
(4) Bentuk dan isi SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditetapkan sebagaimana tersebut dalam Lampiran VII
Peraturan Bupati ini.
- 19 -
Pasal 21
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Bupati melalui Kepala Dinas Pendapatan memberikan
persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur
pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan
berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau
kurang bayar.
(4) Bupati melalui Kepala Dinas Pendapatan dapat
memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang
ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen)
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang
bayar.
Pasal 22
(1) Pembayaran pajak secara angsuran dan/atau
penundaan dapat dilakukan dengan mengajukan
permohonan tertulis kepada Bupati.
(2) Permohonan angsuran dan/atau penundaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri copy
SPTPD serta alasan angsuran dan/atau penundaan
pembayaran.
(3) Kepala Dinas mengadakan penelitian terhadap Wajib
Pajak untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
pemberian persetujuan/penolakan angsuran dan/atau
penundaan kepada wajib pajak.
(4) Jangka waktu angsuran diberikan paling banyak 4
(empat) kali angsuran yang dibayar secara teratur setiap
bulan dalam waktu 1 (satu) tahun takwin.
(5) Jangka waktu penundaan pembayaran pajak diberikan
paling lama 2 (dua) bulan dari berakhirnya masa pajak
dalam 1 (satu) tahun takwin.
(6) Bentuk dan isi permohonan angsuran pajak dan
penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dalam Lampiran VIII dan,
Lampiran IX Peraturan Bupati ini.
- 20 -
BAB XI
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 23
(1) Surat Peringatan, atau Surat Teguran sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat
Peringatan, atau Surat Teguran, Wajib Pajak harus
melunasi pajak yang terutang.
(3) Surat Peringatan, atau Surat Teguran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas.
(4) Format Surat Peringatan, atau Surat Teguran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran X, dan Lampiran XI Peraturan Bupati ini.
Pasal 24
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak
dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat
lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
maka jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan
Surat Paksa.
(2) Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Kepala Dinas segera setelah lewat 21
(dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau
Surat Peringatan atau surat yang sejenis.
(3) Format Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XII Peraturan Bupati ini.
Pasal 25
(1) Apabila pajak yang harus dilunasi tidak dibayar dalam
jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan
Surat Paksa, Kepala Dinas segera menerbitkan Surat
Perintah Melakukan Penyitaan.
(2) Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIII
Peraturan Bupati ini.
Pasal 26
(1) Dalam hal setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal
penerbitan Surat Perintah Melakukan Penyitaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Wajib
Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, maka Kepala
Dinas mengajukan Surat Permintaan Pelaksanaan Lelang
kepada Kantor Lelang Negara.
- 21 -
(2) Format Surat Permintaan Pelaksanaan Lelang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran XIV Peraturan Bupati ini.
Pasal 27
Setelah kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam
dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan
dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 28
(1) Kepala Dinas dapat menetapkan jadwal waktu tindakan
penagihan pajak yang menyimpang dari jadwal waktu
yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 dengan
memperhatikan situasi dan kondisi yang ada.
(2) Penagihan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
Kepala Dinas dengan mengeluarkan Surat Perintah
Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus.
(3) Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Surat Perintah Penagihan
Pajak Seketika dan Sekaligus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), segera dilakukan tindakan penagihan
pajak dengan surat paksa, Surat Perintah Membayar
Pajak, serta permintaan penetapan tanggal dan tempat
pelelangan, tanpa memperhatikan tenggang waktu yang
ditetapkan.
BAB XII
TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN
SERTA KRITERIA WAJIB PAJAK
PENYELENGGARA PEMBUKUAN
Bagian Kesatu
Tata cara Pembukuan dan Pelaporan
Pasal 29
(1) SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD, dicatat dalam
buku menurut jenis pajak sesuai dengan NPWPD.
(2) Dokumen yang telah dicatat disimpan sesuai nomor
berkas secara berurutan.
Pasal 30
(1) Besarnya Penetapan dan penerimaan pajak dihimpun
dalam buku jenis pajak.
(2) Atas dasar buku jenis pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuat daftar penetapan, penerimaan dan
tunggakan per jenis pajak.
- 22 -
(3) Berdasarkan daftar penetapan, penerimaan dan
tunggakan per jenis pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dibuat laporan realisasi penerimaan dan
tunggakan per jenis pajak sesuai masa pajak.
Pasal 31
(1) Pembukuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 harus
dilakukan secara tertib, teratur, dan benar sesuai norma
pembukuan yang berlaku.
(2) Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dijadikan sebagai dasar untuk menghitung besarnya
pajak terhutang.
Bagian Kedua
Kriteria Wajib Pajak
Pasal 32
Wajib Pajak yang melakukan usaha pemasangan reklame
dengan omset diatas Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau
pencatatan dan menggunakan Nota Pembayaran yang
berporporasi dari Dinas Pendapatan.
BAB XIII
TATA CARA PENGURANGAN,
KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 33
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak secara
tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan
melampirkan copy Kartu Tanda Penduduk (KTP), SKPD
disertai bukti dan alasan yang jelas.
(2) Dinas mengadakan penelitian dan pemeriksaan terhadap
wajib pajak sebagai bahan pertimbangan pemberian
persetujuan/penolakan pemberian pengurangan,
keringanan dan pembebasan pajak.
(3) Dalam hal permohonan pemberian pengurangan,
keringanan dan pembebasan pajak diterima, maka
Kepala Dinas menerbitkan Keputusan tentang pemberian
pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(4) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan
tersebut tidak menunda kewajiban pembayaran pajak.
(5) Bentuk isi surat permohonan pengurangan, keringanan
dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dan Surat Keputusan tentang pemberian
pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak
- 23 -
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Lampiran XV dan XVI Peraturan ini.
BAB XIV
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 34
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya,
Bupati dapat membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan
pajak yang terutang menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi
tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak
yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai
dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan
pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak
atau kondisi tertentu objek pajak.
Pasal 35
(1) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan
ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi
administrasi atas SKPDKB, SKPDKBT dan STPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) harus
disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada
Bupati melalui Kepala Dinas selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterima SKPDKB, SKPDKBT,
atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(2) Bupati melalui Kepala Dinas paling lama 3 (tiga) bulan
sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(3) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Bupati melalui Kepala Dinas
Pendapatan tidak memberikan keputusan, permohonan
- 24 -
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan
penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi,
dianggap dikabulkan.
BAB XV
TATA CARA PENYELESAIAN KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 36
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Bupati melalui Kepala Dinas atas sesuatu :
a. SKPD ;
b. SKPDKB ;
c. SKPDKBT ;
d. SKPDLB.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1)
harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB diterima oleh wajib
pajak, atau tanggal pemotongan / pemungutan oleh
pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan alasan yang jelas, kecuali apabila wajib pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Kepala Dinas atas nama Bupati dalam jangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati melalui
Kepala Dinas tidak memberikan keputusan, permohonan
keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 37
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding
hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas atas nama Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling
lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri
salinan surat keputusan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak.
- 25 -
Pasal 38
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 36 atau banding sebagaimana dimaksud pada Pasal 37
dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XVI
TATA CARA PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 39
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada
Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilampaui, Bupati tidak memberikan
keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB
harus diterbitkan dalam waktu palinga lama 1 (satu)
bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya,
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Setelah diperhitungkan dengan hutang pajak yang lain
ternyata kelebihan pembayaran pajak kurang/sama
maka wajib pajak menerima bukti pemindahbukuan
sebagai bukti pembayaran kompensasi dengan pajak
terhutang dimaksud dan tidak diterbitkan SKPDLB.
(6) Apabila terdapat kelebihan atas perhitungan hutang
pajak maka harus diterbitkan SKPDLB.
(7) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan
dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan
SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak Daerah (SPMKPD).
(8) Kas Daerah mengembalikan kelebihan SPMKPD dengan
menerbitkan SPMU.
(9) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak
diterbitkannya SKPDLB, Bupati memberikan imbalan
- 26 -
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 40
Pelaksanaan atas kewenangan Bupati sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 dilimpahkan kepada Kepala Dinas.
Pasal 41
Dalam hal kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan
dengan utang pajak lainnya, maka pembayarannya dilakukan
dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan
juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XVII
PEMERIKSAAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tujuan Pemeriksaan
Pasal 42
Tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban Wajib Pajak dan pelaksanaan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan
Daerah.
Bagian Kedua
Bentuk Pemeriksaan
Pasal 43
(1) Bentuk pemeriksaan terdiri dari :
a. Pemeriksaan lengkap ;
b. Pemeriksaan sederhana.
(2) Pemeriksaan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dilakukan di tempat Wajib Pajak untuk tahun
berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang lazim
digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya.
(3) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dapat dilakukan :
a. Di lapangan terhadap wajib pajak untuk tahun
berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang
dilakukan dengan menerapkan teknik pemeriksaan
yang lazim dengan bobot dan kedalaman yang
sederhana ;
b. Di kantor terhadap Wajib Pajak untuk tahun berjalan
yang dilakukan dengan menerapkan teknik
pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang
sederhana.
- 27 -
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemeriksaan
Pasal 44
(1) Pemeriksaan di lapangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (3) huruf a, dilakukan dengan cara :
a. Memeriksa tanda pelunasan pajak dan keterangan
lainnya sebagai bukti pelunasan kewajiban perpajakan
daerah;
b. Memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran dari media
komputer dan perangkat elektronik pengolah data
lainnya;
c. Meminjam buku-buku, catatan dan dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran dari media
komputer dan perangkat elektronik pengolah data
lainnya, dengan memberikan tanda terima;
d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib
Pajak yang diperiksa;
e. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga
merupakan tempat menyimpan dokumen, uang,
barang, yang dapat memberikan petunjuk tentang
keadaan usaha Wajib Pajak dan/atau tempat-tempat
lain yang dianggap penting serta melakukan
pemeriksaan di tempat-tempat tersebut;
f. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut
pada huruf e apabila Wajib Pajak atau wakil atau
kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk
memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak
ada ditempat pada saat pemeriksaan;
g. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan
dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan
Wajib Pajak yang diperiksa.
(2) Pemeriksaan di kantor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (3) huruf b, dilakukan dengan cara :
a. Memberitahukan agar Wajib Pajak membawa tanda
pelunasan pajak, buku-buku catatan dan dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran dari media
komputer dan perangkat elektronik pengolah data
lainnya ;
b. Meminjam buku-buku catatan dan dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran dari media
komputer dan perangkat elektronik pengolah data
lainnya dengan memberikan tanda terima ;
c. Memeriksa buku-buku catatan dan dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran dari media
komputer dan perangkat elektronik pengolah data
lainnya;
d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib
Pajak yang diperiksa;
- 28 -
e. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan
dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan
Wajib Pajak yang diperiksa.
Pasal 45
(1) Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan, Wajib
Pajak atau wakil atau kuasanya tidak ada ditempat,
pemeriksaan tetap dilaksanakan sepanjang ada pihak
yang mempunyai kewenangan untuk bertindak mewakili
Wajib Pajak sesuai batas kewenangannya, dan selanjutnya
pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada
pemeriksaan berikutnya.
(2) Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, sebelum
pemeriksaan lapangan ditunda, pemeriksa dapat
melakukan penyegelan tempat atau ruangan yang
diperlukan.
(3) Apabila pada saat pemeriksaan lapangan dilanjutkan
setelah dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya tidak
juga ada ditempat, pemeriksaan tetap dilaksanakan
dengan terlebih dahulu meminta wakil atau kuasa dari
Wajib Pajak untuk mewakili dalam rangka membantu
kelancaran pemeriksaan.
(4) Apabila Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya tidak
memberikan ijin untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dianggap perlu dan tidak memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan serta memberikan yang
diperlukan, Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya harus
menandatangani surat pernyataan penolakan membantu
kelancaran pemeriksaan.
(5) Apabila wakil atau kuasa dari Wajib Pajak yang diminta
mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak
untuk membantu kelancaran pemeriksaan, maka yang
bersangkutan harus menandatangani surat pernyataan
penolakan membantu kelancaran pemeriksaan.
(6) Apabila terjadi penolakan untuk menandatangani surat
sebagaimana dimaksud ayat (4) atau ayat (5), pemeriksa
membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang
ditandatangani oleh pemeriksa.
(7) Surat pernyataan penolakan pemeriksaan, surat
pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan
dan berita acara penolakan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (6) dapat
dijadikan dasar untuk penetapan besarnya pajak terutang
secara jabatan atau dilakukan penyidikan.
Pasal 46
(1) Pemeriksa membuat laporan pemeriksaan untuk
digunakan sebagai dasar penerbitan SKPDKB, SKPDKBT
- 29 -
atau STPD atau tujuan lain untuk pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Apabila penghitungan besarnya pajak yang terutang
dalam SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan SPTPD,
perbedaan besarnya pajak diberitahukan kepada Wajib
Pajak yang bersangkutan.
Pasal 47
(1) Pemberian tanggapan atas hasil pemeriksaan dan
pembahasan akhir pemeriksaan lengkap diselesaikan
dalam waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari setelah
pemeriksaan selesai dilakukan.
(2) Pemberian tanggapan atas hasil pemeriksaan di lapangan
dilakukan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah
pemeriksaan selesai dilakukan.
(3) Hasil pemeriksaan di kantor disampaikan kepada Wajib
Pajak segera setelah pemeriksaan selesai dilakukan dan
tidak menunggu tanggapan Wajib Pajak.
(4) Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak
menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan, STPD
diterbitkan secara jabatan, berdasarkan hasil pemeriksaan
yang disampaikan kepada Wajib Pajak.
(5) Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan
apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan penyidikan.
Pasal 48
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan
tentang adanya tindak pidana di bidang perpajakan daerah,
pemeriksaan tetap dilanjutkan dan pemeriksa membuat
laporan pemeriksaan.
BAB XVIII
TIM REKLAME
Pasal 49
(1) Dalam rangka pengawasan dan pengendalian pemasangan
reklame dapat dibentuk Tim Reklame Kabupaten yang
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Biaya operasional Tim Reklame sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD Kabupaten
Tulungagung.
- 30 -
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan
Bupati Tulungagung Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pemungutan Pajak Reklame dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 51
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Kabupaten Tulungagung.
Ditetapkan di Tulungagung
pada tanggal 08 Oktober 2012
BUPATI TULUNGAGUNG,
ttd
HERU TJAHJONO
top related