bell’s palsy dan manifestasinya pada saraf wajah viqtor...
Post on 05-Feb-2018
242 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bell’s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah
Viqtor Try Junianto
102012414 / C2
Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat
Email : viqtor.junianto@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Bell’s palsy, atau lebih tepatnya disebut kelumpuhan wajah idiopatik, adalah
penyebab paling umum dari kelumpuhan wajah unilateral. Bell’s palsy merupakan suatu
sindrom kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron yang disebabkan oleh keterlibatan
saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral di luar sistem saraf pusat, idiopatik, akut dan
tidak disertai oleh gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Sir
Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi dan Cawthorne adalah orang pertama yang
meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti tentang distribusi
dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis setiap
kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.
Anatomi Nervus VII (Facialis)
Nervus fasialis atau saraf otak ke VII tersusun dari dua bagian yaitu saraf motorik dan
saraf sensorik yang sering disebut dengan saraf intermedius. Inti motorik yang merupakan
penyusun utama saraf fasialis terletak di pons. Serabutnya mengitari inti nervus VI dan keluar
di bagian lateral pons, sedangkan saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons. Kedua
saraf ini kemudian bersatu membentuk berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan
terus menuju os mastoid. Setelah melewati os mastoid kedua saraf keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stilomastoideus dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.
Namun selain mensyarafi otot-otot ekspresi wajah, saraf fasialis juga membawa
serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan selaput mukosa rongga mulut dan
1
hidung, menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah
gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah.1
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
I. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator
palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah).II. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa
raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.III. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual
dan lakrimalis.
IV. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
Gambar 1. Bagian-bagian serabut saraf fasialis (N.VII)2
Anamnesis
a. Identitas pasienIdentitas pasien yang berisikan nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat
tempat tinggal.b. Keluhan utama
2
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien dengan kondisi Bell’s palsy. Misalnya pasien
merasa separuh/ satu sisi mukanya terasa tebal, muka yang asimetris, susah merasakan
sensasi rasa(manis, asam, asin), susah untuk berbicara, dan susah untuk menelan makanan
dan munuman karena setiap makanan yang dimakan akan terkumpul pada sisi yang sakit
dan air liurselalu menetes.c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh bibir sebelah tidak dapat bergerak, alis juga tidak bisa bergerak dan saat
memejamkan mata tidak bisa rapat, wajah sebelah terasa kesemutan dan tebal-tebal,
setelah pasien di berikan terapi berupa arus faradik dan laser. Kondisi pasien wajahnya
mencong ke sebelah dan mengeluh telinga sebelah bagian belakang terasa nyeri.d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pasti belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.e. Riwayat penyakit penyerta
Tidak ada riwayat penyakit lain yang menyertai kondisi pasien.f. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga diketahui bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah
menderita penyakit serupa.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan n.VII yang umum diperiksa adalah:3
Pemeriksaan motorik: inspeksi wajah yaitu pada kerutan dahi, kedipan mata,
lipatan nasolabial, dan sudut mulut serta beberapa gerakan volunter dan
involunter reflektorik Pemeriksaan vasomotor: misal lakrimasi Pemeriksaan sensorik: cita rasa (kecap) lidah.a) Kerutan kulit dahi
Perhatikan kulit dahi pasien apakah tampak kerutan kulit dahi atau
tidak Pada kelumpuhan n. VII perifer (hemifasialis), kerutan kulit dahi pada
sisi sakit akan hilang Pada kelumpuhan n.VII sentral (hemifasialis), kerutan kulit dahi
masih akan tampak.b) Kedipan mata
Perhatikan apakah masih tampak kedipan mata Pada sisi yang lumpuh kedipan mata lambat, tidak gesit dan tidak
kuat. Disebut Lagoftalmos Pada kelumpuhan sentral mata masih baik.
c) Lipatan nasolabial Lipatan nasolabial pada sisi yang lumpuh tampak mendatar.
3
d) Sudut mulut Sudut mulut pada sisi yang lumpuh tampak lebih rendah.
e) Mengerutkan dahi Pasien disuruh mengerutkan dahi unilateral dan bilateral. Pada
kelumpuhan n. VII perifer pasien tidak mampu mengerutkan dahinya
unilateral dan bilateral Pada kelumpuhan n. VII sentral pasien masih mampu mengerutkan
dahinya. Dalam hal ini pemeriksa hendaknya melakukan palpasi
antara kanan dan kiri dan bandingkan sisi mana yang terkuat, akan
didapatkan perbedaan tonus.f) Menutup mata
Pasien disuruh menutup mata Pada kelumpuhan perifer mata tidak dapat menutup Pada kelumpuhan sentral unilateral mata masih bisa menutup. Dalam
hal ini pasien disuruh menutup mata kuat-kuat, kemudian pemeriksa
mencoba membuka mata pasien yang sedang dipejamkan tersebut,
akan didapatkan perbedaan tonus kanan - kiri.g) Lakrimasi
Dapat dinilai dari anamnesis maupun observasi langsung Adanya paralisis fasialis perifer menyebabkan hiperlakrimasi, tampak
nerocos.h) Daya kecap lidah 2/3 depan
Diperlukan 4 rasa pokok: manis, asin, asam, pahit. Bahan rangsang sebaiknya
cairan. Pasien diminta menjulurkan lidahnya keluar, satu persatu rasa
diteteskan Penyebut tidak boleh menyebut rasa dengan bicara, melainkan dengan
memberi kode berupa tulisan yang sudah disiapkan. Hal ini akan
mencegah kacaunya identifikasi.i) Gerakan fasial reflektorik
Reflek visuopalpebraAncaman colokan pada salah satu mata akan menimbulkan pejaman
pada kedua mata Reflek glabela
Pada orang normal setiap kali glabela diketuk akan menyebabkan
kedua mata berkedip akan tetapi setelah berturut-turut diketuk (3 - 4
kali) kedipan mata tidak akan timbul lagi Reflek aurikulopalpebra
Ialah gerak reflek berupa mata, jika terdengar suara keras dan tak
terduga
4
Tanda MyersonPada orang normal ketukan pada pangkal hidung menyebabkan
kedipan mata hanya sekali saja Tanda Chovstek
Dengan palu atau ujung jari tangan, cabang-cabang n. fasialis di depan
lubang telinga kita ketuk. Tanda Chovstek positif bila timbul reflek
berupa kontraksi otot-otot rasialis sebagai jawaban atas pengetukan
pangkal cabang-cabang n. Fasialis.
Pemeriksaan fisik bell’s palsy4
Pemeriksaan Penunjang
Bell’s palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis. Pemeriksaan
radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat dilakukan untuk menyingkirkan
fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP). Pemeriksaan MRI
dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula parotis,
atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat memvisualisasi perjalanan
dan penyengatan kontras saraf fasialis.
Diagnosis Kerja
5
Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral
atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian bawah wajah saja, otot dahi masih
dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi oleh korteks sisi ipsi dan kontra lateral
sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah. Untuk menegakan diagnosis Bell’
Palsy harus ditetapkan dulu adanya paralisis fasialis tipe perifer. Untuk membuat diagnosis
diperlukan beberapa pemeriksaan.
a. Pemeriksaan telinga dan audiometri, ini untuk menyingkirkan adanya infeksi telinga
tengah dan kolestoma.b. Pemeriksaan neurologi dan nervus kranial. Ini untuk mencari adanya Ca nasopharing atau
tumor pada sudut serebelo pontin.c. Pemeriksaan radiologi pada os temporal dan mastoid untuk mencari adanya mastoiditis
dan fraktur os temporal.
Sistem penilaian yang dikembangkan oleh House dan Brackmann mengkategorikan
Bell palsy pada skala I sampai VI, diantaranya sebagai berikut:
Diagnosis Banding
i. Stroke iskemikStroke iskemik terjadi sebagai akibat dari obstruksi dalam pembuluh darah yang
memasok darah ke otak. Kondisi yang mendasari untuk jenis obstruksi adalah
6
pengembangan deposit lemak yang melapisi dinding pembuluh. Kondisi ini disebut
aterosklerosis.ii. Transient ischemic attack (TIA)
TIA merupakan gangguan fungsi otak akibat berkurangnya aliran darah menuju ke
otak untuk sementara waktu, akibat tersumbatnya pembuluh darah. TIA disebabkan
oleh gumpalan darah; satu-satunya perbedaan antara stroke dan TIA adalah
penyumbatan pada TIA bersifat sementara. Gejala TIA terjadi dengan cepat dan
bertahan relatif singkat. Kebanyakan TIA berlangsung kurang dari lima menit; rata-
rata adalah sekitar satu menit. Ketika serangan TIA selesai, biasanya tidak
menimbulkan cedera permanen pada otak.iii. Paresis nervus VII sentral
Inti nervus fasialis juga dapat dibagi menjadi kelompok atas dan bawah. Inti bagian
atas mensarafi otot wajah bagian atas dan inti bagian bawah mensarafi otot wajah
bagian bawah. Inti nervus fasialis bagian bawah mendapat innervasi kontralateral dari
korteks somatomotorik dan inti nervus fasialis bagian atas mendapat inervasi dari
kedua belah korteks somatomotorik. Oleh karena itu, pada paresis nervus fasialis
UMN (karena lesi di korteks atau kapsula interna) otot wajah bagian bawah saja yang
jelas paretik, sedangkan otot wajah atas tidak jelas lumpuh. Sebaliknya, pada
kelumpuhan nervus fasialis LMN (karena lesi infranuklearis), baik otot wajah atas
maupun bawah, kedua-duanya jelas lumpuh.
Etiologi
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:
1. Teori iskemik vaskulerTerjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi vasokontriksi
arteriole yang melayani N.VII sehingga terjadi iskemik, kemudian diikuti oleh
dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang meningkat dengan akibat terjadi
transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding kapiler limfe
sehingga menutup. Selanjutnya akan menyebabkan keluar cairan lagi dan akan
lebih menekan kapiler dan venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi
iskemik.2. Teori infeksi virus
Bell’s palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus,
sehingga menurut teori ini penyebab bell’s palsy adalah virus. Juga dikatakan
7
bahwa perjalanan klinis bell’s palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf
perifer lainnya.5
3. Teori herediterPenderita bell’s palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bell’s palsy
terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau
keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis
fasialis.4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi
virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita bell’s palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam
kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian tahunan Bell palsy adalah sekitar 23 kasus per 100.000
orang. Secara internasional, insiden tertinggi ditemukan pada sebuah penelitian di Seckori,
Jepang, pada tahun 1986, dan kejadian terendah ditemukan di Swedia pada tahun 1971.
Kebanyakan studi populasi umum menunjukkan kejadian tahunan dari 15-30 kasus per
100.000 penduduk.
Bell palsy diperkirakan mencapai sekitar 60-75% dari kasus kelumpuhan wajah akut
unilateral, dengan persentase sisi kanan yang terkena adalah 63%. Hal ini juga dapat
berulang, dengan berbagai laporan kekambuhan yang mencapai 4-14%.
Gejala Klinis
Gejala Bell palsy adalah sebagai berikut:
Onset akut kelumpuhan atas dan bawah wajah unilateral (selama periode 48-jam) Sakit bagian belakang telinga Otalgia Hiperacusis Gangguan pengecapan
Gejala awal adalah sebagai berikut:
Kelemahan pada otot wajah
8
Kesulitan menutup kelopak mata Sakit telinga atau mastoid (60%) Perubahan rasa (57%) Hiperacusis (30%) Kesemutan atau mati rasa pada pipi / mulut
Patofisiologi
Proses akhir yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah
proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau
kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler
meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan
sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang
mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik,
terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya
nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen.
Salah satu nervus cranialis yang keluar dari otak adalah nervus VII (nervus fasialis).
Nervus fasialis pada saat keluar dari tengkorak melalui lubang yaitu foramen
stylomastoideus. Bila terjadi pembengkakan di foramen stylomastoideus maka nervus VII
tertekan pada foramen stylomastoideus. Penekanan ini berdampak pada kelemahan otot-otot
yang diinervasi oleh nervus VII.6
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan: (1) meningkatkan fungsi saraf wajah (saraf kranial ketujuh); (2)
mengurangi kerusakan saraf; (3) mencegah komplikasi dari paparan kornea7
A. Terapi medika mentosaInflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin dalam
patogenesis Bell’s palsy. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan
paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit.
Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus
dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Dosis pemberian prednison
(maksimal 40-60 mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg per kg per
hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off.B. Terapi non medika mentosa
9
Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya dapat
dilakukan dengan penggunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur),
kaca mata, plester mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral
(penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah). Rehabilitasi fasial secara
komprehensif yang dilakukan dalam empat bulan setelah onset terbukti memperbaiki
fungsi pasien dengan paralisis fasialis. Rehabilitasi fasial meliputi edukasi, pelatihan
neuro-muskular, masase, meditasirelaksasi, dan program pelatihan di rumah. Terdapat
empat kategori terapi yang dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu
kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol gerakan, dan relaksasi. Kategori inisiasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah sedang-berat
saat istirahat dan tidak dapat memulai gerakan pada sisi yang lumpuh. Strategi
yang digunakan berupa masase superfisial disertai latihan gerak yang dibantu
secara aktif sebanyak 10 kali yang dilakukan 1-2 set per hari dan menghindari
gerakan wajah berlebih. Kategori fasilitasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah ringan-sedang
saat istirahat, mampu menginisiasi sedikit gerakan dan tidak terdapat
sinkinesis. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak otot
wajah yang lebih agresif dan reedukasi neuromuscular di depan kaca
(feedback visual) dengan melakukan gerakan ekspresi wajah yang lambat,
terkontrol, dan bertahap untuk membentuk gerakan wajah yang simetris.
Latihan ini dilakukan sebanyak minimal 20-40 kali dengan 2-4 set per hari. Kategori kontrol gerakan yang ditujukan pada pasien dengan simetri wajah
ringan-sedang saat istirahat, masih mampu menginisiasi sedikit gerakan, dan
terdapat sinkinesis. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak
dalam otot wajah dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca
seperti kategori fasilitasi, namun secara simultan mengontrol gerakan
sinkinesis pada bagian wajah lainnya, dan disertai inisiasi strategi meditasi-
relaksasi. Kategori relaksasi yang ditujukan pada pasien dengan kekencangan seluruh
wajah yang parah karena sinkinesis dan hipertonisitas. Strategi yang
digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah dengan agresif,
reedukasi neuromuskular di depan kaca, dan fokus pada strategi meditasi-
relaksasi yaitu meditasi dengan gambar visual atau audio difokuskan untuk
melepaskan ketegangan pada otot yang sinkinesis. Latihan ini cukup dilakukan
1-2 kali per hari. Bila setelah menjalani 16 minggu latihan otot tidak
10
mengalami perbaikan, pasien dengan asimetri dan sinkinesis perlu
dipertimbangkan untuk menjalani kemodenervasi untuk memperbaiki kualitas
hidupnya, baik gerakan, fungsi sosial, dan ekspresi emosi wajah. Pada keadaan
demikian perlu dikonsultasikan ke bagian kulit atau bedah plastik. Konsultasi
ke bagian lain, seperti Telinga Hidung Tenggorok dan kardiologi perlu
dipertimbangkan apabila terdapat kelainan pemeriksaan aufoskop atau
pembengkakan glandula parotis dan hipertensi secara berurutan pada pasien.
Komplikasi
Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s palsy mengalami sekuele berat yang tidak
dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy :
a. Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis
seluruh atau beberapa muskulus fasialis.b. Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan),
ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak
sama dengan stimuli normal).c. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat
menyebabkan :i. Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya
timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau
pengerutan dahi saat memejamkan mata.ii. Crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis akibat
regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien keluar pada
saat mengkonsumsi makanan.iii. Clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba
(shock-like) pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium
awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan).
Prognosis
Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera
saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy
sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.11 Sekitar
10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat,
serta 8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi
11
komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular,
gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti denervasi
mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan kontras yang
jelas.
Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit
pada fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal
dan/atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama.
Kesimpulan
Bells palsi adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-
neoplasmitik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada
bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen
tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus
herpes simpleks. Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan
akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun
demikian Bell's palsy tidak menular.
Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2010.2. Holland NJ, Weiner GM. Recent developments in Bell's palsy. BMJ. Sep 4
2009;329(7465):553-7.3. Peitersen E. The natural history of Bell’s palsy. Am J Otol. Oct 2009; 4(2):107-11.4. House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol Head Neck
Surg. Apr 2009;93(2):146-7.5. McCormick DP. Herpes-simplex virus as a cause of Bell’s palsy. Lancet. Apr 29 2009;
1(7757):937-9.6. Baugh RF, Basura GJ, Ishii LE, Schwartz SR, Drumheller CM, Burkholder R, et al.
Clinical Practice Guideline: Bell's Palsy Executive Summary. Otolaryngol Head Neck
Surg. Nov 2013;149(5):656-63.7. Hashisaki GT. Medical management of Bell’s palsy. Compr Ther. Nov
2009;23(11):715-8.
12
top related