bahan utk jwbn tgs paten
Post on 13-Aug-2015
30 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Sumber Satu
BAB I
PENDAHULUAN
LATARA BELAKANG
Berkembangnya suatu Negara dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonominya yang pesat dari sektor mikro ataupun makro, dalam
mejuwudkan kehidupan bangsa yang sejahtera. Negara Indonesia
merupakan negara yang digolongkan dalam negara berkembang
diamana pertumbuhan ekonominya dalam tahap lepas landas.
Banyak sektor yang sedang mengalami pertumbuhan dari segi
pertanian, pertambangan ataupun industri, dari berbagai macam
kegiatan ekonomi ini Negara Indonesia memiliki cara tersendiri
dalam mensejahterakan rakyatnya yang diatur dalam UUD 1945
dalam pasal 33 ayat 1-5, dimana disebutkan bahwa perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Upaya negara dalam mensejahterkan rakyat dapat dilakukan
dengan berbagai macam kegiatan perekonomian diberbagai
bidang, salah satunya yaitu dibidang industri. Dimana bidang
industri merupakan ciri dari perekonomian negara berkembang
merupakan salah satu cabang yang banyak menyerap tenaga kerja.
Dalam hal inilah pemerintah berusaha untuk mengembangkan
usaha industri dalam meningkatkan perekonomian bangsa.
Berbagai macam perusahan yang bergerak di bidang industri turut
menyerap banyak tenaga kerja, dimana, didalamnya terdapat
hubungan antara pekerja dan pengusaha. Dalam hal inilah berbagai
macam aturan mengatur tentang hubungan pekerja dengan
pengusaha, berbagai macam aturan diberlakukan di Indonesia
dalam menagatur hubungan kerja ini diantanranya undang-undang
no. 13 tahgun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Dari terlaksananya kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dalam
bidang industry ini mengakibatkan berbagai macam persoalan yang
muncul, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa dengan
adanya kegiatan industri tersebut maka akan diikuti oleh adanya
hubungan kerja antara pengusaha dan para pekerja/buruh. Dengan
adanya hubungan kerja tentu akan dikuti oleh adanya perjanjian
dimana perjanjian tersebut berakibat hukum yang mengikat secara
formil maupun materil.
Dari berbagai hungan inilah berbagai macam permasalahan akan
muncul apabila dari salah satu pihak melakukan wanprestasi yang
terkait tentang masalah perdata, akan tetapi akan muncul juga
masalah pidana juaga apabila terdapat pelanggaran didalam
perjanjian tersebut. Hal ini sangat menarik untuk diketahui secara
mendalam tentang hubungan kerja dan hubungan industrial yang
berlaku di negara Indonesia. oleh karena itu, makalah ini
mengambil judul tentang “hubungan kerja dan hubungan
industrial” sebagaimana sesuai dengan persoalan yang telah
diuraiakan diatas.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
diambil beberapa rumusan masalah yaitu:
Apa yang dimaksud dengan hubungan kerja dan hubungan
industrial?
Bagaimana bentuk hubungan kerja dan hubungan industri di
Indonesia?
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui makna hubungan kerja dan hubungan industrial.
Mengetahui bentuk hubungan kerja hubungan indistri di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Hubungan Kerja dan Hubungan Industri
Hubungan Kerja
Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut UUK, menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan tenaga kerja berdasarkan perjanjian
kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Dalam pengertian lain hubungan kerja adalah merupakan
hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah
diadakan perjanjian sebelumnya oleh pihak yang bersangkutan.
Pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja kepada
pengusaha dengan menerima upah dan sebaliknya pengusaha
menyatakan kesanggupan untuk mempekerjakan pengusaha
dengan membayar upah. Dengan demikian terjadi hubungan yang
saling membutuhkan antara pekerja dan pengusaha yang
merupakan hasil dari perjanjian kerja yang memuat hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa terdapat 3
(tiga) unsur penentu adanya hubungan kerja, yaitu:
Pekerjaan
Di dalam hubungan kerja harus ada pekerjaan tertentu sesuai
perjanjian, karena dengan adanya pekerjaan suatu hubungan
dinamakan hubungan kerja.
Upah
Hak dan kewajiban tidak dapat dilepaskan dari hubungan kerja dan
harus dilaksanakan secara berimbang di antara kedua belah pihak.
Dalam hubungan kerja pengusaha berkewajiban memberikan upah
kepada pekerja dan secara otomatis pekerja berhak atas upah
tersebut, karena upah merupakan salah satu unsur pokok yang
menandai adanya hubungan kerja.
Perintah
Di dalam hubungan kerja unsur perintah juga merupakan salah
satu unsur pokok. Adanya unsur perintah menunjukkan bahwa
salah satu pihak berhak untuk memberikan perintah dan pihak
yang lain berkewajiban melaksanakan perintah tersebut.
Dapat diketahui bahwa yang menjadi faktor utama dalam hubungan
kerja adalah adanya pekerjaan, upah dan perintah serta perjanjian.
Hubungan kerja tidak lepas dari adanya perjanjian antara
pengusaha dan pekerja/buruh karna perjanjian inilah yang
mengikat anata pengusa dan pekerja/buruh dalam pelaksanaan hak
dan kewajiban. Perjanjian ini dapat dilakukan secara tertulis
ataupun lisan (pasal 51 ayat (1) UUK), dalam pasal 1 angka 14
UUK dijelaskan perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Jadi yang menjadi titik ukur dalam hubungan kerja adalah adanya
perjanjian yang saling mengikat/saling merelakan antar hak dan
kewajiban antara pengusa dan pekerja/buruh untuk saling
menerima dan pemenuhan hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Hubungan Industrial
Pengertian hubungan industrial dalam UU no. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan pasal 1 nomor 16 disebutkan bahwa yang
dimaksud hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh,
dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang
tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau
pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang paling
berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan
langsung sehari-hari adalah pengusaha atau manajemen dan
pekerja. Disamping itu masyarakat juga mempunyai kepentingan,
baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa
kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen
atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pemerintah juga
mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung atas
pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan
pajak. Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua
pihak yang berkepentingan tersebut. Dalam pengertian sempit,
hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara manajemen
dan pekerja atau Management-Employees Relationship.
Prinsip Hubungan Industrial
Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan
kepentingan semua unsur atas keberhasilan dan selangsungan
perusahaan. Dengan demikian, hubungan industrial mengandung
prinsip-prinsip berikut ini:
Pengusaha dan pekerja, demikian Pemerintah dan masyarakat pada
umumnya, sama-sama mempunyai kepentingan atas keberhasilan
dan kelangsungan perusahaan.
Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang.
Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan
masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian
kerja atau pembagian tugas.
Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.
Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan
ketenangan berusahan dan ketentraman bekerja supaya dengan
demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan
kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan
kesejahteraan pekerja.
Bentuk dan permasalahan hubungan kerja dan hubungan industrial
di Indonesia
1. Bentuk hungan kerja
Hubungan kerja dan hubungan industrial memiliki hubungan yang
berkaitan dimana di dalam hubungan industrial didalam terdapat
berbagai macam hubungan kerja yang dilakuakan. Seperti yang
telah diterengkan diatas bahwa hubungan kerja merupakan hasil
dari perjanjian antara pengusaha dan pekerja/buruh yang mengikat
antara kedua belah pihak beserta hak dan kewajibanya.
Untuk melindungi hak dan kewajiaban inilah pemerintah berusaha
menjembatani dalam sebuah peraturan yang dapat melindungi
antara kedua belah pihak yaitu pengusaha dan pekerja/buruh. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan hubungan
kerja, yaitu sebagai berikut.
Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang-paksaan,
dwaling-penyesatan/kekhilafan atau bedrog-penipuan)
Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau
kecakapan untuk (bertindak) melakukan perbuatan (cakap usia dan
tidak di bawah perwalian/pengampuan)
Ada (objek) pekerjaan yang diperjanjikan
(Causa) pekerjaan yang dijanjikan tersebut tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (pasal 52 ayat (1) UUK)
Apabila dalam suatu perjanjian kerja tidak memenuhi ketentuan
syarat tersebut maka perjanjian batal demi hukum ( null and void ).
Sebagaimana perbandingan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, pengertian perjanjian kerja terdapat dalam Pasal 1601a,
yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang satu (buruh),
mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan),
selama waktu tertentu dengan menerima upah.
Hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha terdiri atas
hubungan kerja tetap dan hubungan kerja tidak tetap. Dalam
hubungan kerja tetap, perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu (PKWTT), sedangkan dalam hubungan kerja tidak tetap
antara pekerja/buruh dengan pengusaha didasrkan pada perjanjian
kerja untuk waktu tertentu (PKWT).
Hubungan kerja yang dilakukan biasanya tidak berjalan mulus
begitu saja terkadang dalam penerimaan upah pekerja dalam posisi
yang lemah, dimana hak atas upah yang diterima oleh pekerja tidak
dapat diterima secara langsung, hal ini yang mengakibatkan
adanya perselisihan antara pekerja dan pengusaha. Permaslahan
yang lebih kompleks lagi yaitu mengenai pemutusan kerja (PHK),
tidak jarang tenaga kerja selalu menjadi pihak yang lemah apabila
dihadapkan pada pemberi kerja yang memiliki kekuatan.
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja
karena satu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha ( Pasal 1
angka 25 UUK ). PHK merupakan suatu periwtiwa yang tidak
diharapakan terjadinya, khususnya dari pihak pekerja/buruh karena
dengan PHK tersebut pekerja/burh kehilangan mata pencaharian.
Ketentuan PHK sendiri diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan dan tidak terlepas dari UUK
sebelumnya yaitu Undang-Undang no 12 tahun 1964 tentang PHK
di perusahaan swasta. PHK dapat berkahir karena sebab
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sesuai
dengan kelompok jenisnya, yaitu sebagai berukut.
PHK oleh majikan
PHK oleh pekerja/buruh
PHK deni hukum
PHK oleh pengadilan
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan telah diatur jenis-jenis pemutusan hubungan
kerja, yaitu sebagai berikut.
PHK karena kesalahan berat
PHK karena pekerja/buruh ditahan
PHK karena pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
PHK karena mengundurkan diri
PHK karena perubahan status, merger, konsolidasi, atau akuisisi
perusahaan
PHK karena likuidasi perusahaan
PHK karena pailit
PHK karena pekerja/buruh meninggal dunia
PHK karena pekerja/buruh pensiun
PHK karena pekerja/buruh mangkir
PHK karean permohonan perkerja/buruh
PHK karena sakit dan/atau cacat total tetap
2. Bentuk hubungan industrial
Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya
komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang
oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen
yang ada dalam perusahaan. Hubungan industrial memiliki tujuan
bahwa dalam proses interaksi dalam perusahaan tercipta suasana
yang saling mendukung antara pekerja serta elemen yang terdapat
dalam perusahaan, membangun kemitraan dan pemberdayaan
antara pekerja/buruh perusahaan dan organisasi dalam perusahaan
tersebut.
Dalam dimensi kemitraan dan pemberdayaan, hasil akhir hubungan
kemitraan antara perusahaan dengan organisasi, atau
pekerja/buruh akan dicirikan oleh beberpa aspek berikut. Pertama,
kesejahteraan. Semua yang terlibat dalam hubungan kemitraan
melampui kebutuhan fisik minimunan. Kedua, akses sumber daya.
Tidak ada halangan untuk mendapatkan akses, termasuk
kesempatan yang sama dalam jenjang karier yang ditunjukkan
dengan prestasi dan persaingan terbuka. Ketiga, kesadaran kritis.
Bahwa dalam menjalankan pekerjaan selalu dilandasi oleh
semangat diperintah oleh diri sendiri secara bertanggung jawab.
Keempat, partisipasi. Kelima, kuasa. Kuasa untuk melakukan
pekerjaan layaknya memerintah diri sendiri.
Hubungan industrial pada dasarnya menitik beratkan pada hak dan
kewajiban diantara pekerja/buruh dan pengusaha. Hak dan
kewajiban yang melekat pada individu kemudian berkembang
menjadi hak dan kewajiban secara kolektif. Sifat kolektifitas ini
kemudian digunakan sebagai sarana untuk memberikan
perlindungan bagi pekerja/buruh agar mendapat perlakuan yang
baik dan memeperoleh hak-haknya secara wajar.
Pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang terlibat di
dalam proses produksi secara kolektif inilah menjadi inti dari
hubungan industrial. Hubungan yang paling mendasar terjadi di
tingkat perusahaan.
2.1. Tujuan pengaturan hubungan industrial
Tujuan akhir dari hubungan industrial adalah meningkatkan
produktivitas atau kinerja perusahaan, serta tercapainya
kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan pengusaha secara adil.
2.2. Pengaturan hak dan kewajiban
Pengaturan hak dan kewajiban dapat dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu sebagai berikut.
Hak dan kewajiban yang bersifat makro minimal sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pengertiannya adalah hal-hal yang diatur dalam perundang-
undangan berlaku menyeluruh bagi semua perusahaan dengan
standar minimal
Hak dan kewajiban yang sifatnya makro kondisional dalam
pengertian bahwa standar yang hanya diberlakukan bagi
perusahaan secara individual telahg sesuai dengan kondisi
perusahaan yang bersangkutan.
2.3. Sarana utama pelaksanaan hubungan industrial
Untuk mencapai tujuan utama pengaturan hubungan industrial,
diperlukan beberapa sarana untuk melaksanakannya, yaitu sebagai
berikut.
Peraturan perundang-undangan yang merupakan standar minimal
yang harus ditaati
Perjanjian kerja bersama (PKB) yang merupakan syarat kerja yang
dirumuskan melalui perundingan antara serikat pekerja dengan
pengusaha.
Peraturan perusahaan (PP) yang menagtur syarat kerja yang dibuat
oleh perusahaan.
Dunia perburuhan tau ketenagakerjaan di Indonesia mengalami
perubahan besar seiring dengan perubahan politik dan ekonomi.
Perubahan ketenagakerjaan didorong oleh adanya reformasi dan
kesepakatan Negara-negara anggota organisasi ketenagakerjaan
internasional (ILO) untuk menerapkan konvensi-konvensi dasar
organisasi tersebut.
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk
antar pra pelaku dalam proses produksi barang atau jasa, yang
terdiri atas pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Sedangkan
hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan
pekerja/buruh berdasar perjanjian kerja yang mempunyai unsure
pekerjaan, upah dan perintah.
Di Indonesia sendiri telah menerbitkan ketentuan perundang-
undangan yang terkait dengan ketenagakerjaan antara lain
Undang-Undang no 23 tahun 1948 tentang pengawasan
perburuhan, Undang-Undang No.21 Tahun 1945 tentang Perjanjian
Perburuhan, dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Undang-Undang No. 1
tahun 2004 tentang PenyelesaianPerselisihan Hubungan Industrial,
dan Undang-Undang No. 3 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
tenaga kerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah, dan perintah.
Titik ukur dalam hubungan kerja adalah adanya perjanjian yang
saling mengikat/saling merelakan antar hak dan kewajiban antara
pengusa dan pekerja/buruh untuk saling menerima dan pemenuhan
hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa
yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam hubungan kerja terdapat berbagai permasalahan yang
timbul sebagai akibat dari tidak terlaksananya hak dan kewajiban
antara pekerja/buruh dengan pengusaha oleh karena itu perlu
ketentuan-ketentuan yang mengatur dalam permaslahan tersebut.
Hubungan industrial pada dasarnya menitik beratkan pada hak dan
kewajiban diantara pekerja/buruh dan pengusaha. Diatur dalam
konvensi-konvensi internasional dan aturan-aturan yang berlaku di
negra Indonesia.
SARAN
Dalam hubungan kerja perlu adanya penangan serius terhadap
perlindungan hak-hak pekerja yang memungkinkan menjadi bentuk
penindasan dari para kaum pekerja/buruh
Perlu adanya pengawasan yang serius oleh pemerintah tentang
hubungan kerja dan hubungan industrial terhadap sistem kerja
kontrak ataupun pelanggaran-pelanggaran hak pekerja/buruh serta
peningkatan upah minimum regional.
SUMBER KEDUA
sejarah Perkembangan Hubungan Industrial (BAB I)Hubungan Industrial adalah suatu subjek, sikap dan perilaku orang-orang
di dalam perusahaan dan mencari sebab-sebab yang menentukan
terjadinya perilaku tersebut serta mencarikan jawaban terhadap
penyimpanan-penyimpanan yang terjadi.
Sejarah Perkembangan Hubungan Industrial
Perkembangan semasa revolusi Industri
Hubungan Industrial dibahas orang baru sejak revolusi pada pertengahan
abad ke18.karena hubungan antara pekerja dan pengusaha masih saling
secara pribadi, masalh dapat diselesaikan secra pribadi dan bersifat
kekeluargaan.
Setelah revolusi perubahan besar dalam berproduksi, akibatnya
perusahaan bertambah besar dengan berproduksi yang berbeda dengan
sebelumnya.
Bertambah besarnya perusahaan antara pekerja dengan pengusaha tidak
lagi mengenal secara pribadi, masalah yang timbul tidak gampang lagi
untuk diselesaikan. Mulailah orang mempelajari dan membahas masalah
hubungan antara pekerja
dengan pengusah yang merupakan cikal bakal berkembanganya bidang
ubungan Industrial.
perkembangan Sesudah Revolusi Industri sampai akhir abad ke19
Berkembangnya faham Liberalisme oleh Adam Smith ahli ekonomi klasik
Inggeris. Teori ’ Free Fight Liberalism’ melahirkan pandangan bahwa :
a. Pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan bersifat konflik, karena
pengusaha akan selalu mencari keuntungan dan pekerja berusaha
mendapat upah yang besar
b. Konflik akan berusaha mencapai titik temu akan terjadi adu kekuatan
secara bebas
Lahirlah hubungan industrial berdasarkan Liberalisme, pekerja banyak
dirugikan karena pekerja terlalu lemah, pekerja menghimpun diri suatu
organisasi, lahirlah Serikat Pekerja Pertama di Inggris abad ke19.
Perkembangan Pada Permulaan abad ke20
Insinyur Amerika F.W. Taylor mengembangkan tekhnik’ Scientific
Management ”. Pendekatan ini memandang pekerja sebagai benda mati/
alat produksi dan mengembangkan metode penelahaan waktu dan gerak
untuk menentukan dasar suatu pekerjaan.
Pandangan yang lebih modern dalam bidang manajement baru
berkembang pada tahun 1930an.peneliti menjadikan lima orang pekerja
wanita untuk objek penelitian. Pekerja tersebut diberikan waktu istirahat.
Kesimpulan ” Hawthorne ” adalah :
a Perilaku individu tidak sepenuhnya mempengaruhi penampilan kerja
a. Organisasi informal mempunyai pengaruh terhadap produktifitas
b. Perusahaan suatu sistem sosial
C. Perkembangan Hubungan Industri Di Indonesia
1.periode Sebelum Kemerdekaan
Sistem hubungan Industrial masuk ke indonesia Tahun 1908, terbentuk
serikat pekerja anggotanya orang-orang Indonesia. Tahun 1919 tokoh
komunis mengenalkan hubungan Industrial yang berdasarkan perjuangan
kelas. Di Indonesia sudah berkembang dua sistem yaitu Liberalisme dan
Marxisme.
2. periode Setelah Kemerdekaan
Hubungan Industrial masih mulai lagi timbul polarisasi dalam hubungan
industrial dengan terbentuknya serikat buruh SOBSI yang berorientasi
kepada komunis dengan PKI. Setelah
penyerahan Kedaulatan Liberalisme maupun Marxisme pesat, maka
dalam perusahaan akan berkembang bermacam sistem Hubungan
Indusrial sesuai dengan orientasi dari serikat pekerja.
Periode Demokrasi Terpimpin
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Indonesia melaksanakan UUD 1945. mulailah
era Demokrasi Terpimpin. Dalam era ini praktek-praktek dilakukan oleh
serikat pekerja yang komunis. Berlanjut terus sampai akhirnya terjadi
pembrontakan G30S/PKI.
Lahirlah pemerintahan orde baru yang bertekad ingin melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Artinya pancasila
harus dilaksanakan dalam setiap aspek kehidupan bangsa termasuk
dalam hubungan Indusrial tahun1974 mengembangkan sistem hubungan
industrial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Lahirlah ” Hubungan
Industrial Pancasila ”DIPOSKAN OLEH SIFA DI 08.27
SUMBER KETIGA
PENDAHULUAN
Sudah umum dipahami bahwa kemiskinan adalah fenomena multi-dimensi. Hal ini terkait
dengan rendahnya nilai kekayaan dan arus pendapatan reguler, kerentanan, ketidakberdayaan dan
ketersisihan sosial. Salah satu dimensi
kemiskinan adalah hilangnya kemampuan manusia. Tidak ada yang meragukan bahwa
kemiskinan berkonotasi dengan berkurangnya kemampuan. Dengan demikian, pengembangan
kemampuan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Dimensi lain yang penting dan berkaitan adalah tidak adanya hak asasi manusia, termasuk di
tempat kerja.
Hubungan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dinamakan hubungan industrial, karena
hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan dengan bidang produksi dan jasa sehingga
selayaknya masing-masing pihak mendapatkan perlindungan hukum yang baik. Memperhatikan
permasalahan yang kompleks dalam praktek hubungan industrial, maka sudah selayaknya
pengetahuan hubungan industrial disebarluaskan kepada khalayak umum sehingga dapat
dipahami dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Penyelesaian Peselisiahan Hubungan Industrial adalah suatu fenomena yang menarik untuk
dicermati bahwa secara tidak disadari ketika berbicara tentang Undang-Undang No 2 tahun
2004, para praktisi hubungan industrial begitu besar mencurahkan perhatiannya pada Pengadilan
Hubungan Industrial sebagai lembaga pemutus untuk perkara yang diserahkan ke lembaga
peradilan ini. Terkesan masyarakat hubungan industrial tidak terlalu memperhatikan pada
lembaga-lembaga yang merupakan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan yang
juga diatur dalam Undang-Undang No 2 tahun 2004. Padahal di dunia perdagangan pada
umumnya terlebih lagi dalam skala perdagangan internasional, para pelaku bisnis cenderung
lebih menyukai penyelesaian sengketa mereka diselesaikan melalui lembaga penyelesaian
sengketa di luar pengadilan seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrasi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa karena prosedur dan acaranya yang lebih fleksibel dan mengarah pada “win-win”
solution.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti negosiasi, konsiliasi, dan mediasi lebih sesuai
apabila kedua pihak masih mengharapkan terpeliharanya hubungan baik secara
berkesinambungan karena para pihak yang bersangkutan yang memberi putusan tentang
penyelesaian sengketa mereka. Di sisi lain, penyelesaian perkara melalui arbitrase dan
pengadilan bersifat “ajudikatif” (memutus), akan menghasilkan kondisi kalah dan menang di
kedua pihak. Pengadilan bagaimanapun merupakan terminal akhir manakala penyelesaian
sengketa oleh para pihak tidak menghasilkan penyelesaian.
Pelatihan/workshop ini merupakan paket lengkap yang memberikan pemahaman dan
ketrampilan dua macam penyelesaian perselisihan hubungan industrial baik yang di luar
pengadilan maupun proses melalui pengadilan. Diharapkan bahwa setelah mengikuti
pelatihan/workshop ini, peserta akan mempunyai ketrampilan yang memadai untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial baik melalui lembaga di luar pengadilan maupun
melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Role play/ simulasi latihan yang diberikan dalam
pelatihan ini baik dalam lembaga penyelesaian perselisihan di luar pengadilan dan sidang
Pengadilan Hubungan Industrial akan lebih memberikan gambaran konkrit tentang mekanisme
dan proses penyelesaian sengketa pada lembaga-lembaga tersebut.
HUBUNGAN INDUSTRIAL (INDUSTRIAL RELATIONS)
Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya
hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah,
sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace).
Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial
didefinisikan sebagai “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.”
Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus
dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang
terjadi di perusahaan.
Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar
terjadi hubungan yang harmonis antara pekerja dan pengusaha karena tidak dapat dipungkiri
bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling membutuhkan dan
saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk
barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya.
Yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah Kemitra-sejajaran antara
Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu bersama-sama
ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan perusahaan.
RUANG LINGKUP HUBUNGAN INDUSTRIAL
A. Ruang Lingkup Cakupan
Pada dasarnya prinsip-prinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempat-tempat kerja
dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan
usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.
B. Ruang lingkup Fungsi
Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan,
dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undang-undang ketenagakerjaan
yang berlaku.
Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga
ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan
kesejahteraan anggota dan keluarganya.
Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja
dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
C. Ruang Lingkup Masalah
Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan
hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Didalamnya termasuk :
a. Syarat-syarat kerja
b. Pengupahan
c. Jam kerja
d. Jaminan sosial
e. Kesehatan dan keselamatan kerja
f. Organisasi ketenagakerjaan
g. Iklim kerja
h. Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan.
i. Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb.
D. Ruang Lingkup Peraturan/Per Undang-undangan Ketenagakerjaan
a. Hukum Materiil
1. Undang-undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
2. Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku
3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja.
b. Hukum Formal
1. Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
2. Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006
TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis,
kondusif dan berkeadilan di perusahaan.
Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :
a. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
b. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
c. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu
digunakan untuk memaksakan kehendak masing-masing, karena perselisihan yang terjadi telah
dapat diselesaikan dengan baik.
Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh
dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita karapkan. Sikap mental dan
sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah :
1. Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan
pekerja secara terbuka
3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.
SARANA-SARANA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial, maka perlu adanya
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan kerja yang harmonis dan kondusif. Peraturan
tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap
sosial Hubungan Industrial. Oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut
harus mencerminkan dan dijiwai oleh nilai-nilai budaya dalam perusahaan, terutama dengan
nilai-nilai yang terdapat dalam Hubungan Industrial. Dengan demikian maka kehidupan dalam
hubungan industrial berjalan sesuai dengan nilai-nilai budaya perusahaan tersebut.
Dengan adanya pengaturan mengenai hal-hal yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan
pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka diharapkan terjadi hubungan yang
harmonis dan kondusif. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial
dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :
A. Lembaga kerja sama Bipartit
B. Lembaga kerja sama Tri[artit
C. Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh
D. Organisasi Pengusaha
E. Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial
F. Peraturan Perusahaan
G. Perjanjian Kerja Bersama
A. Lembaga Kerjasama (Lks) Bipartit
Adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit produksi yang dibentuk oleh pekerja dan
pengusaha. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (limapuluh) orang pekerja atau lebih
dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota-anggota yang terdiri dari
unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian.
LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna
kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manager perusahaan diharapkan ikut mendorong
berfungsinya Lembaga Kerjasama Bipartit, khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama,
misalnya penyelesaian perselisihan industrial. LKS Bipartit bertujuan :
1. Terwujudnya ketenangan kerja, disiplin dan ketenangan usaha,
2. Peningkatan kesejahteraan Pekerja dan perkembangan serta kelangsungan hidup perusahaan.
3. Mengembangkan motivasi dan partisipasi pekerja sebagai pengusaha di perusahaan.
Kriteria LKS Bipartit :
1. Pengurus terdiri dari minimal 6 anggota yang ditunjuk (3 wakil pengusaha, 3 wakil pekerja).
2. Proses penunjukkan anggota dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat.
3. Kepengurusan bersifat kolektif dan kekeluargaan.
4. Struktur kepengurusan (Ketua, Wakil Ketua, Sekertaris, merangkap anggota dari 2 anggota)
5. Masa kerja kepengurusan 2 tahun dan dapat ditunjuk kembali.
6. Azasnya adalah kekeluargaan dan gotong royong dan musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal konsultasi dengan pekerja, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Jika Perusahaan sudah memiliki Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit, konsultasi dapat
dilakukan dengan lembaga tersebut, begitu pula jika ada Serikat Pekerja, maka konsultasi dapat
dilakukan dengan Serikat Pekerja yang telah disahkan.
b. Jika Lembaga Kerjasa Sama Bipartit dan Serikat Pekerja tidak ada, maka konsultasi dapat
dilakukan dengan karyawan yang ada dalam perusahaan tersebut.
Perundingan Bipartit :
Perundingan antara pengusaha dengan pekerja untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial. Pengurus Bipartit menetapkan jadual acara dan waktu untuk rapat perundingan.
Penyelesaian Melalui Bipartit :
1. Perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat;
2. Diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan;
3. Dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak, sifatnya mengikat dan
menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak;
4. Wajib didaftarkan oleh para pihak kepada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan
Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian bersama;
5. Diberikan Akta Pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Perjanjian bersama;
6. Salah satu pihak atau pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada
Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan.
7. Permohonan eksekusi dapat dilakukan melalui PHI di Pengadilan Negeri di wilayah domisili
pemohon untuk diteruskan ke PHI di Pengadilan Negeri yang berkompeten melakukan eksekusi;
8. Perundingan dianggap gagal apabila salah satu pihak menolak perundingan atau tidak tercapai
kesepakatan;
9. Salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
Risalah Perundingan Bipartit :
1. Nama lengkap dan alamat para pihak.
2. Tanggal dn tempat perundingan
3. Pokok masalah atau alasan perselisihan
4. Pendapat para pihak.
5. Kesimpulan atas hasil perundingan.
6. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
Tugas Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan :
1. Meneliti perselisihan hubungan industrial, bukti upaya penyelesaian melalui perundingan
bipartit.
2. Mengembalikan berkas perselisihan paling lambat dalam waktu 7 hari kerja apabila tidak
dilengkapi bukti upaya penyelesaian perundingan bipartit.
3. Wajib menawarkan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase.
4. Dalam waktu 7 hari para pihak tidak menetapkan pilihan konsiliasi atau arbitrase,
melimpahkan penyelesaiannya kepada mediator.
B. Lembaga Kerja Sama Tripartit
Lembaga kerjasama Tripartit merupakan LKS yang anggota-anggotanya terdiri dari unsur-unsur
pemerintahan, Organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsi lembaga kerjasama Tripartit
adalah sebagai FORUM Komunikasi, Konsultasi dengan tugas utama menyatukan konsepsi,
sikap dan rencana dalam mengahadapi masalah-masalah ketenagakerjaan, baik berdimensi waktu
saat sekarang yang telah timbul karena faktor-faktor
yang tidak diduga maupun untuk mengatasi hal-hal yang akan datang.
Dasar Hukum lembaga kerja sama Bipartit dan Tripartit adalah :
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Kepmenaker No. Kep.255/Men/2003 tentang Lembaga Kerjasama Bipartit
3. Kepmenaker No. Kep.355/Men/X/2009 tentang Lembaga Kerjasama Tripartit
C. Organisasi Pekerja
Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan demokratis dari,
oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan serikat Pekerja, Federasi, dan
Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam
pengembangan dan pelaksanaan Hubungan Industrial.
Dasar Hukum Pendirian Serikat Pekerja/Serikat Buruh diatur dalam :
1. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
2. UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI
3. Kepmenaker No. 16 Tahun 2001 tentang Tatacara Pencatatan Serikat Pekerja/Buruh
4. Kepmenaker No. 187 Tahun 2004 tentang Iuran anggota Serikat Pekerja/Buruh
Setiap pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi Anggota Serikat Pekerja. Serikat Pekerja
pada perusahaan berciri-ciri sebagai berikut :
1. Dibentuk dari dan oleh pekerja secara demokrasi melalui musyawarah para pekerja di
perusahaan.
2. Bersifat mandiri, demokrasi, bebas dan bertanggung jawab.
3. Dibentuk berdasarkan SEKTOR usaha/lapangan kerja.
Pengusaha dilarang menghalangi pekerja untuk membentuk Serikat Pekerja dan menjadi
pengurus Serikat Pekerja dan pekerja yang menduduki jabatan tertentu dan/atau fungsi tugasnya
dapat menimbulkan pertentangan antara pengusaha dan pekerja tidak dapat menjadi pengurus
Serikat Pekerja
Serikat Pekerja yang telah terdaftar secara hukum pada Departemen Tenaga Kerja memiliki dua
hal :
1. Berhak melakukan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
2. Berhak sebagai pihak dalam Penyelesaian Perselisihan Industrial.
D. Organiasi Pengusaha
Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha yaitu
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus menangani bidang ketenagakerjaan
dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial. Hal tersebut tercermin dari visinya yaitu
Terciptanya iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah Meningkatkan hubungan
industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, Merepresentasikan dunia usaha
Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan Melindungi, membela dan memberdayakan seluruh
pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi anggota APINDO Perusahaan dapat mendaftar
di Dewan Pengurus kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di
Dewan Pengurus Nasional (DPN). Bentuk pelayanan APINDO adalah sebagai berikut:
1.Pembelaan
a. Bantuan hukum baik bersifat konsultatif, pendampingan, legal opinion maupun legal action di
tingkat perusahaan dalam proses :
- Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
- Perlindungan Lingkungan (Environmental).
b. Pendampingan dalam penyusunan, pembuatan dan perpanjangan Peraturan Perusahaan (PP)
atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
c. Perundingan Pengusaha dengan Wakil Pekerja/Buruh maupun dengan Pemerintah.
2. Perlindungan
a. Apindo pro-aktif dan turut serta dalam pembahasan pembuatan kebijakan dan peraturan
ketenagakerjaan di tingkat daerah maupun nasional.
b. Sosialisasi peraturan-peraturan ketenagakerjaan tingkat nasional, propinsi dan kabupaten.
c. Pro-aktif dalam pembahasan penetapan upah minimum propinsi dan kabupaten
d. Ikut serta mendorong penciptaan iklim hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan bagi dunia usaha melalui forum LKS Bipartit maupun LKS Tripartit
3. Pemberdayaan
a. Penyediaan informasi ketenagakerjaan yang selalu terbarukan dan relevan
b. Pelatihan/seminar masalah ketenagakerjaan di dalam dan di luar negeri
c. Konsultasi ketenagakerjaan mulai dari rekruitmen, tata laksana sampai pasca kerja, termasuk
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan perlindungan Lingkungan.
Landasan hukum APINDO adalah sebagai berikut :
a. KADIN (Kamar Dagang Indonesia) menyerahkan sepenuhnya urusan ketenagakerjaan kepada
APINDO, karena hubungan industrial adalah salah satu dimensi manajemen usaha
b. Berdasarkan Kesepakatan kedua belah pihak yang diperkuat oleh SK Menakertranskop No.
2224/MEN/1975 Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional terdiri dari :
1. Unsur Pemerintah diwakili Depnakertranskop
2. Unsur Pengusaha diwakili APINDO
3. Unsur Buruh diwakili FBSI
c. Pengakreditasian APINDO sebagai Wakil KADIN Indonesia dalam Kelembagaan Hubungan
Indutrial dengan Keputusan Dewan Pengurus KADIN Indonesia No. 037/SKEP/DP/VII/2002
tanggal 31 Juli 2002. Pembaruan pengakreditasian APINDO sebagai Wakil KADIN Indonesia
dalam Kelembagaan Hubungan Industrial dengan Keputusan Dewan Pengurus KADIN
Indonesia No. 019/SKEP/DP/III/2004 tanggal 5 Maret 2004 Dengan kata lain, dalam rangka
hubungan industrial, organisasi ketenagakerjaan mempunyai peran penting sebagai pelaku, baik
langsung maupun tidak langsung dan pemberi warna pada falsafah serta proses Hubungan
Industrial itu sendiri. Pengusaha dan Pemerintah dalam kehidupan ketenagakerjaan sehari-hari,
kehadiran serikat pekerja dan organisasi pengusaha sangatlah diperlukan.
Berdasarkan ciri-ciri umum organisasi ketenagakerjaan yang sesuai dengan tuntutan Hubungan
Indiustrial Pancasila (HIP), maka ciri khusus yang diharapkan baik dari organisasi pekerja,
pengusaha maupun profesi adalah :
1. Organisasi didirikan untuk meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab anggota dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Organisasi didirikan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antara para pelaku proses
produksi barang dan jasa.
3. Organisasi didirikan untuk lebih menyerasikan penghayatan hak dan kewajiban masing-
masing anggotanya dan mengefektifkan pengalaman secara selaras, serasi dan seimbang.
4. Organisasi didirikan untuk bersama-sama mengisi dan mengembangkan isi syarat-syarat kerja
dan meningkatkan praktek-praktek Hubungan Industrial.
5. Organisasi didirikan untuk lebih mengefektifkan pendidikan dibidang ketenagakerjaan.
Lembaga/Badan lain sebagai penunjang Hubungan Industrial :
Untuk lebih menunjang dan mendukung hal tersebut diatas masih perlu dibentuk badan-badan
lain yang berorientasi pada kebersamaan, keselarasan, dan keseimbangan. Bentuk badan tersebut
anggotaannya juga semua pekerja perusahaan tersebut. Badan itu antara lain Koperasi, Persatuan
Olah Raga dan Seni, Persatuan Rekreasi dsb.
E. Lembaga Penyelesaian Keluh Kesah Dan Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam perjalanan Hubungan Industrial untuk mencapai suatu masyarakat industri yang
diharapkan, benturan-benturan antara para pelaku yang timbul sebagai akibat belum serasinya
pemakaian ukuran dan kacamata untuk menilai permasalahan bersama kadang-kadang tidak
dapat dihindari.
Keluh kesah bisa juga terjadi akibat berbagai pertanyaan yang timbul baik dari pekerja ataupun
dari pengusaha yang berkaitan dengan penafsiran atau pelaksanaan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dapat juga
karena berbagai tuntutan dari salah satu pihak terhadap pihak lain yang melanggar peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja besama.
Dengan demikian untuk menghindari benturan-benturan tersebut perlu dikembangkan suatu
mekanisme penyelesaian keluh kesah sehingga benih-benih perselisihan tingkat pertama
seharusnya diselesaikan diantara pelaku itu sendiri.
Mekanisme penyelesaian keluh kesah merupakan sarana yang seharusnya diadakan setiap
perusahaan. Mekanisme ini harus transparan dan merupakan bagian dari Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dalam pelaksanaan fungsi-
fungsi supervisi dari setiap para manajer merupakan kunci terlaksananya mekanisme ini.
Dalam hal perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam lembaga mekanisme penyelesaian
keluh kesah ini. Penyelesaian dapat dilaksanakan lebih lanjut sesuai dengan Peraturan
perundangundangan yang berlaku.
1. PENYELESAIAN KELUH KESAH
A. Penyelesaian keluh kesah yang timbul di perusahaan didasarkan pada prinsip musyawarah
untuk mufakat secara kekeluargaan antara pekerja dengan atasannya tanpa campur tangan pihak
lain.
B. Apabila seorang pekerja mempunyai keluh kesah tentang segala sesuatu mengenai hubungan
kerja, pertama-tama pekerja tersebut menyampaikan keluh kesahnya pada atasannya langsung
untuk dimintakan penyelesaian.
C. Apabila atasan langsung yang bersangkutan tidak menyelesaikannya atau pekerja tidak puas
atas penyelesaiannya, pekerja mengajukan masalahnya kepada atasan yang lebih tinggi.
D. Apabila atasan yang lebih tinggi tidak bisa menyelesaikannya atau pekerja tidak puas atas
penyelesainnya maka pekerja dapat minta bantuan pengurus serikat pekerja untuk mewakili atau
mendampingi pekerja untuk penyelesainnya lebih lanjut.
2. PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Perselisihan Hubungan Industrial terjadi akibat perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.
Perselisihan Hubungan Industrial timbul karena :
A. Tidak dilaksanakannya hak pekerja
B. Kesadaran pekerja akan perbaikan kesejahteraan
C. Kurangnya komunikasi antara pekerja dengan pengusaha
Penyelesaian Hubungan Industrial dapat dilakukan sebagai berikut :
A. Penyelesaian diluar Pengadilan Hubungan Industrial
- Bipartit (wajib Pasal 4 ayat (2) UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI)
- Mediasi, Konsiliasi, Arbiter (wajib Pasal 83, UU No.2 Tahun 2004)
B. Pengadilan Hubungan Industrial
- Hukum Acara Perdata Pasal 57, UU No. 2 tahun 2004
F. Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat
ketentuanketentuan
tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
1. Ketentuan Khusus
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Peraturan Perusahaan
adalah :
1. Wajib dibuat oleh pengusaha yang mempekerjakan 25 orang karyawan atau lebih.
2. Dalam pembuatannya pengusaha mengadakan konsultasi lebih dahulu dengan pekerja/pegawai
Depnaker setempat.
3. Perusahaan yang telah mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tidak dapat
menggantikannya dengan Peraturan Perusahaan.
4. Peraturan Perusahaan sebelum diterapkan (berlaku) setelah mendapat pengesahan/kesaksian
dari Departemen Tenaga Kerja cq. Dirjen Binawas untuk Peraturan Perusahaan yang berlaku di
seluruh wilayah RI, dan Kadinas/Kasudinas Tenaga Kerja setempat untuk yang berlaku di
wilayah tersebut. Tujuh hari setelah pengesahan
Peraturan Perusahaan harus di sosialisasikan kepada seluruh karyawan.
5. Peraturan Perusahaan berlaku paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali.
Masing-masing Peratutan Perusahaan secara periodik perlu diadakan perubahan dengan
memperhatikan situasi dan kondisi yang ada. Setiap perubahan ini sebelum dilaksanakan harus
mendapat pengesahan/kesaksian dari Depnaker/Disnaker atau pejabat yang ditunjuk.
2 Dasar Hukum.
Dasar Hukum pembuatan Peraturan Perusahaan ini adalah :
1. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 115
2. Kepmenaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 tentang Tatacara Pembuatan dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan (PP) serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB.
Pada umumnya penyusunan Peraturan Perusahaan sudah merupakan suatu hal yang standar,
dimana beberapa ketentuan yang ada dalam perundang-undangan ketenagakerjaan dimasukkan
kedalam Peraturan Perusahaan, baru kemudian ditambahkan dengan hal-hal umum dan spesifik
yang diperlukan perusahaan tersebut.
3. Kerangka Peraturan Perusahaan
Sistimatika atau kerangka yang ideal Peraturan Perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Mukadimah
4. Umum
5. Aturan Perusahaan (Bab II)
6. Jam Kerja, Peraturan Kerda dan Disiplin Kerja (Bab III)
7. Pembebasan kewajiban dari bekerja (Bab IV)
8. Penggajian (Bab V)
9. Perjalanan Dinas (Bab VI)
10. Jaminan Kesehatan 9bab VII)
11. Pengembangan dan Pelatihan (Bab VIII)
12. Penghargaan (Bab IX)
13. Kegiatan/aktivitas (Bab X)
14. Penyelesaian Keluh Kesah (Bab XI)
15. Penutup (XII)
4. Ketentuan Umum
Hal-hal umum yang perlu diperhatikan :
1. Bila masa berlaku Peraturan Perusahaan belum berakhir kemudian terbentuk Serikat Pekerja,
dan Serikan Pekerja meminta diadakan perundingan untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB), maka perusahaan wajib melayani kehendak Serikat Pekerja untuk merundingkan
pembuartan Perjanjian Kerja Bersama.
2. Bilamana Serikat Pekerja 3 bulan sebelum Peraturan Perusahaan berakhir tidak mengajukan
secara tertulis untuk perundingan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, maka perusahaan wajib
mengajukan Peraturan Perusahaan yang lama/yang tidak diperbaharui untuk disyahkan atau
diperpanjang.
3. Ketentuan yang ada dalam Peraturan Perusahaan tetap berlaku sampai dengan ditandatangani
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan atau sampai dengan disyahkan permohonan diperpanjang
Peraturan Perusahaan.
4. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap Peraturan Perusahaan ini, sanksi yang
diberikan berupa administratif, bukan pidana
G. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh pengusaha dan serikat yang
telah terdaftar yang dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
1. Dasar Hukum
Dasar Hukum pembuatan PKB ini didasarkan kepada :
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 115 yang mengatur
tentang pembuatan dan pendaftaran Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB).
2. Kepmenaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 tentang tatacara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan (PP) serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
2. Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus dalam penyusunan PKB beberapa ketentuan harus diperhatikan :
1. Dirundingkan oleh pengusaha dan Serikat Pekerja yang telah terdaftar.
2. Didukung oleh SEBAGIAN BESAR pekerja di perusahaan tersebut.
3. Masa berlaku 2 tahun dan dapat diperpanjang.
4. Setiap perpanjangan PKB harus disetujuai secara TERTULIS oleh pengusaha dan Serikat
Pekerja serta diajukan 90 hari sebelum masa PKB berakhir.
5. Dibuat dengn Surat Resmi sekurang-kurangnya rangkap 3 (satu bundel diserahkan ke
Depnaker untuk didaftarkan).
6. PKB yang telah disepakati dibubuhi tanggan dan ditandatangani oleh pengurus yang oleh
anggota dasar diperbolehkan, jika diwakilkan harus ada surat kuasa,
7. Ketentuan PKB tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Ketentuan Umum
1. PKB sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak dan kewajiban pengusaha.
b. Hak dan kewajiban Serikat Pekerja
c. Tata tertib perusahaan
d. Jangka waktu berlakunya PKB
e. Tanggal mulai berlakunya PKB.
f. Tanda tangan para pihak yang membuat
2. Dalam hal perubahan PKB perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Keinginan untuk melakukan perubahan tersebut oleh para pihak harus diajukan secara tertulis.
b. Perubahan PKB harus dilakukan berdasarkan Perjanjian Bersama secara tertulis antara
pengusaha dan pekerja.
c. Perubahan PKB yang diperjanjikan kedua belah pihak merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.
3. Para Pihak yang terikat dengan PKB
Para pihak yang terikat dengan PKB adalah pihak-pihak yang membuatnya yaitu Serikat
Pekerja/pekerja dan Pengusaha.
4. Tahap Pembuatan PKB
Dalam pembuatan PKB dibagi beberapa tahap yaitu :
1. Serikat Pekerja/Buruh dan Pengusaha menunjuk team perunding pembuat PKB secara resmi
dengan surat kuasa yang ditandatangani pimpinan masing-masing.
2. Permusyawaratan PKB dalam perundingan Bipartit harus selesai dalam waktu 30 hari.
3. Apabila dalam waktu 30 hari perundingan Bipartit belum selesai, maka salah satu atau kedua
belah pihak wajib melaporkan secara tertulis ke Departemen Tenaga Kerja setempat untuk
diperantarai.
4. Apabila dalam waktu 30 hari pegawai perantara tidak dapat menyelesaikan pembuatan PKB,
maka pegawai perantara melaporkan secara tertulis ke Menteri Tenaga Kerja.
5. Menteri Tenaga Kerja menetapkan langkah-langkah penyelesaian pembuatan PKB, dengan
memperhatikan hasil musyawarah tingkat Bipartit dan perantara paling lama 30 hari.
6. Tempat perundingan pembuatan PKB dilaksanakan di kantor pengusaha/Serikat Pekerja atau
ditempat lain yang telah disepakati tingkat Bipartit.
7. Biaya permusyawaratan PKB ditanggung pengusaha kecuali jika Serikat Pekerja telah
dianggap mampu maka ditanggung bersama.
H. Perjanjian Kerja Khusus (PKK)
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk bekerja
pada pihak yang lain atau majikan, selama waktu tertentu sesuai perjanjian. Dasar Hukumnya
adalah :
1. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 59 tentang PKWT
2. Kepmenaker No. Kep. 100/Men/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu
PKK dirumuskan sebagai berikut :
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Hal tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
PKWT adalah Perjanjian Kerja antara pekerja dengan pengusaha, untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu dan atau pekerjaan tertentu.
Ketentuan Umum PKWT :
1. Dibuat secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia
2. Didalamnya tidak boleh mempersyaratkan adanya masa percobaan, bila dicantumkan masa
percobaan, maka masa percobaan tersebut batal demi hukum
3. Dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis, atau kegiatannya akan selesai dalam
waktu tertentu..
4. Nilai isi PKWT tidak boleh lebih rendah dari syarat-syarat kerja yang dimuat dalam Peraturan
Perusahaan yang bersangkutan, jika lebih rendah yang berlaku adalah apa yang termuat dalam
Peraturan Perusahaan.
5. Dibuat rangkap 3 (pengusaha, pekerja, pemerintah/Depnaker) dan seluruh biaya yang timbul
karena pembuatan ini menjadi tanggung jawab pengusaha.
Ketentuan Khusus PKWT :
1. Dibuat atas kemauan bebas kedua belah pihak.
2. Para pihak mampu dan cakap menurut Hukum untuk melakukan perikatan.
3. Adanya pekerjaan tertentu.
4. Yang disepakati tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan.
PKWT yang tidak memenuhi item 1,2, ketentuan khusus diatas dapat dibatalkan, sedangkan
yang bertentangan dengan 3 dan 4 adalah batal demi hukum. Adapun yang dimaksud dengan
pekerjaan tertentu sebagaimana tersebut diatas adalah:
1. Yang sekali selesai/sementara sifatnya.
2. Yang penyelesaian pekerjaannya diperkirakan tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun
3. Yang bersifat musiman/berulang kembali.
4. Yang bukan merupakan kegiatan bersifat tetap dan tidak terputus-putus.
5. Yang berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru, atau tambahan yang masih dalam
percobaan/penjajagan.
Dalam pembuatan PKWT, konsepnya terlebih dahulu harus diajukan ke kantor Depnaker
setempat untuk disetujui. Dalam PKWT tersebut harus memuat :
1. Nama dan alamat pengusaha/perusahaan.
2. Nama, alamat, umur dan jenis kelamin pekerja.
3. Jabatan/jenis macam pekerjaan.
4. Besarnya upah dan cara pembayarannya.
5. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan keajiban pengusaha dan pekerja.
6. Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
7. Tempat atau lokasi kerja.
8. Tempat, tanggal perjanjian kerja dibuat, tanggal mulai berlakunya dan berakhir serta
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
9. Hal-hal yang dapat mengakhiri PKWT sebelum masa berlakunya habis.
Jangka waktu PKWT dapat diadakan paling lama 2 tahun, dan dapat diperpanjang 1 kali dengan
ketentuan jumlah seluruh tidak boleh lebih dari 3 tahun. Perubahan PKWT hanya dapat
dilakukan 30 hari setelah berakhirnya PKWT yang lama. Sedangkan PKWT yang ingin di
perpanjang tanpa mengalami perubahan dapat dilakukan selambat-lambatnya 7 hari sebelum
Perjanjian Kerja berakhir. Perubahan dan perpanjangan ini berlakunya tidak boleh
melebihi masa maksimum berlangsung hubungan kerja PKWT. PKWT berakhir disebabkan oleh
:
1. Berakhirnya waktu perjanjian kerja.
2. Berakhir dengan selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.
3. Berakhir karena pekerja meninggal dunia.
PKWT tidak berakhir jika pengusaha meninggal dunia, ahli waris atau pengurus perusahaan
yang lain dapat melanjutkannya, kecuali dalam PKWT diperjanjikan lain. Para pihak yang
mengakhiri perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang dapat dipertanggungkan secara hukum
diwajibkan membayar ganti rugi sebesar sisa upah masa berlakunya PKWT.
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Pada prinsipnya secara umum sama dengan PKWT. Dalam PKWTT, Perjanjian Kerja dapat
berlangsung selamanya sampai dengan pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak ada lagi, atau
pekerjanya pensiun. Begitu pula dengan ketentuan-ketentuan lainnya hampir sama.
Para Pihak bebas mengakhiri perjanjian, namum bila yang mengakhiri pengusaha tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, maka pengusaha wajib membayar pesangon,
uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak jasa dan penggantian hak, sebagaimana diatur
Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
SISTEM HUBUNGAN INDUSTRIAL INDONESIA DI KANCAH INTERNASIONAL
ILO menyoroti kenyataan bahwa pertumbuhan harus disertai aturan minimal yang
memungkinkan masyarakat menjalankan fungsinya atas dasar nilai-nilai bersama, dan
berdasarkan kesepakatan yang memungkinkan seseorang mengklaim bagian mereka atas
kekayaan di mana dia ikut memberikan kontribusinya.
Salah satu cara efektif untuk maksud ini adalah merealisasikan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar
di tempat kerja. Pemenuhan hak-hak pekerja di tempat kerja akan membuahkan efisiensi,
stabilitas, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berimbang. Peningkatan
hak-hak pekerja di tempat kerja menjamin distribusi
pendapatan yang lebih baik berbarengan dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Deklarasi ini mempunyai peran yang signifikan dan menentukan dalam upaya menanggulangi
kemiskinan.
Ini menjadi alat untuk pemberdayaan, penciptaan peluang, jaminan dan peningkatan martabat. Ia
juga akan ikut menyumbang kedamaian di masyarakat, mengurangi risiko, meningkatkan
stabilitas. Hal ini akan menarik
investasi asing yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta menciptakan
kesempatan kerja.
Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. Kondisi kerja yang baik,
kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia adalah
persoalan yang selalu muncul dalam
pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan
dunia usaha. Dapat dikatakan ketenagakerjaan di Indonesia hingga kini masih menghadapi
beberapa ketidakseimbangan baik
struktural ataupun sektoral. Maka salah satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan
daya guna tenaga kerja. Permintaan Tenaga kerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal produk
(Value of Marginal Product, VMP),
Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi oleh jam kerja yang luang dari tenaga kerja individu
serta upah, secara teoritis harus diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekati
tujuan yang diinginkan.
Teori tentang pembentukan harga (pricing) dan pendayagunaan input (employment) disebut teori
produktivitas marjinal (marginal productivity theory), lazim juga disebut teori upah (wage
theory). Produktivitas marjinal tidak terpaku semata-mata pada sisi permintaan (demand side)
dari pasar tenaga kerja saja.
Telah diketahui suatu perusahaan kompetitif sempurna akan mengerahkan atau menyerap tenaga
kerja sampai ke suatu titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk rnarjinal (YMF). Jadi
pada dasarnya, kurva VMP merupakan kurva permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja.
Tingkat upah dan pemanfaatan input (employment) sama-sama ditentukan oleh interaksi antara
penawaran dan permintaan.
Berbicara mengenai teori produktivitas marjinal upah sama saja dengan berbicara mengenai teori
permintaan harga-harga; dan kita tak kan dapat berbicara mengenai teori permintaan harga-harga
tersebut karena sesungguhnya harga itu tidak hanya ditentukan oleh permintaannya, tapi juga
oleh penawarannya.
Disadari atau tidak tingkat kepuasan (atau tingkat ketidakpuasan) masing-masing pekerja atas
suatu pekerjaan tidaklah sama, maka bisa difahami terjadinya kemungkinan perbedaan tingkat
upah yang mencerminkan adanya perbedaan selera atau preferensi terhadap setiap jenis
pekerjaan. Kemungkinan perbedaan tingkat upah yang mencerminkan adanya perbedaan selera
atau preferensi terhadap setiap jenis pekerjaan inilah yang sering disebut sebagai teori
penyamaan tingkat upah (theory of equalizing wage difference). Terkadang seseorang mau
mengorbankan rasa tidak sukanya terhadap suatu pekerjaan demi memperoleh dan hal
tersebutlah yang telah terjadi sehingga membuat pasar tenaga kerja semakin kompetitif dan
memerlukan Sumber Daya Manusia yang profesional, loyal dan integrated.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang penting adalah
modal asing, proteksi iklim investasi, pasar global, dan perilaku birokrasi serta "tekanan"
kenaikan upah (Majalah Nakertrans, 2004).
Otonomi daerah yang dalam banyak hal juga tidak berpengaruh positif terhadap tenaga kerja.
Masalah kemiskman, ketidakmerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, urbanisasi dan
stabilitas politik juga sangat berpengaruh terhadap ketenagakerjaan. Rucker (1985:2)
sebagaimana dilansir oleh majalah Nakertrans, menduga bahwa masalah ketenagakerjaan di
Indonesia bersifat multidimensi sehingga juga memerlukan cara pemecahan yang multidimensi
pula. Tidak ada jalan pintas dan sederhana untuk mengatasinya. Strategi pemulihan dan
rekonstruksi ekonomi yang bertumpu pada penciptaan lapangan kerja merupakan keharusan.
Dalam kaitan ini, masih sangat relevan untuk diperhatikan secara serius dua elemen strategi yang
pernah diajukan oleh Misi ILO (1999:5) yaitu (i)
strategi dan kebijakan yang membuat proses pertumbuhan ekonomi menjadi lebih
memperhatikan aspek ketenagakerjaan, dan (ii) tindakan yang dibutuhkan untuk mendapatkan
lapangan kerja tambahan melalui program-program penciptaan lapangan kerja secara langsung.
Bila Jumlah penduduk Indonesia adalah 208 juta jiwa, sementara Jumlah penduduk angkatan
kerja 106 juta jiwa maka, jumlah penduduk bukan angkatan kerja adalahl02 juta jiwa. Ini berarti
Jumlah pengangguran 11 juta jiwa. Sedangkan angka beban ketergantungan dapat dihitung
sebagai : DR = (Produktif/non produktif-produktif) x 100 atau sama dengan 103, 92 juta jiwa,
dibulatkan menjadi 104 juta jiwa. Ini berarti setiap 100 penduduk usia produktif menanggung
104 penduduk usia non produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur Young, 1991, Pedoman Kerja Manajer, Jakarta, PPM.
Astra Human Resources Management, 2001, Jakarta, PT Astra International, Tbk.
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, 1995, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Farid Mu’azd, 2006, Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, Ind-Hill-Co.
Herb Cohen, Negosiasi, 1986, Jakarta, Pantja Simpati.
Jimmy Joses Sembiring, Smart HRD, 2010, Jakarta, Visimedia.
Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2001, Manajemen SDM, Jakarta, Salemba Empat.
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, 1987, Yogyakarta, BPFE.
Sutarto Wijono, Psikologi Industri & Organisasi, 2010, Jakarata, Kencana Prenada Media Group.
Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, 1995, Jakarta, Bina Sumber Daya Manusia.
Armelly. (1995), “Dampak kenaikan Upah Minimum Terhadap Harga dan kesempatan Kerja
Study Kasus Industri Tekstil di Indonesia : Pendekatan Analisis Input -Output", Tesis S-2
Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.
Bellante, Don and Jackson, Mare. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan, LPFE UI, Jakarta.
Bilas, Richard A. (1989). Teori Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.
http://www. Nakertrans.go.id/ousdatinnaker/BPS
refensilaiinya yang mendukung yang mungkin lupa penulis memasukkannya
SUMBER KE EMPAT
A. Umum
1. Pengertian
Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
2. Tujuan
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :
Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa
Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta
ketenangan usaha.
Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan
martabatnya manusia.
3. Landasan
Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila
dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional
berlandaskan GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang
diatur oleh pemerintah.
Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan
stabilitas nasional.
B. Pokok pokok pikiran dan pandangan industrial pancasila
1. Pokok-pokok Pikiran
Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan,
politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.
Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta
perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk
mufakat.
2. Asas-asas untuk mencapai tujuan
Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas
manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata,
serta keseimbangan.
Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses
produksi.
3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
C. Pelaksaan hubungan industrial pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit
Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi
antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar.
Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi,
konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.
2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses
musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja
bersama.
Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial
pancasila perlu mendapat perhatian.
Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki
suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan
industrial pancasila.
3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu
ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta
integritas personilnya.
Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase
P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan
perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah.
4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan
Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap
pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya
masing-masing.
Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh
falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan
peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan
hubungan industrial pancasila.
5. Pendidikan hubungan industrial
Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat,
maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun
melalui pendidikan.
Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini
perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha
dan juga aparat pemerintah.
D. Beberapa masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial pancasila
1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan.
2. Pemogokan Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.
BAB II HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMELIHARAANNYA
A. Tahapan dalam Hubungan Industrial
1. Pengertian Hubungan Industrial
Hubungan industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah Hubungan Industrial Pancasila. Berdasarkan literatur istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) merupakan terjemahan labour relation atau hubungan perburuhan.Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara kerja/buruh dan pengusaha. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP) departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara paraperilaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Landasan Hubungan Industrial Landasan hubungan industrial terdiri atas;
a. Landasan idil ialah pancasilab. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah
3. Tujuan Hubungan Industrial
Berdasarkan hasil seminar HIP tahun 1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia. Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang terkait dalam hubungan industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan hubungan industrial dengan baik.
4. Ciri-ciri Hubungan Industrial
a) Mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja, melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
b) Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka melainkan sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
c) Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang bertentangan, melainkan mempunyai kepentingan yang sama untuk kemajuan perusahaan.
d) Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan.
e) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
5. Sarana Hubungan Hubungan Industrial
a. Serikat pekrja/serikat buruhb. Organisasi pengusahac. Lembaga kerja sama bipartitd. Lembaga kerja sama Tripartite. Peraturan Perusahaanf. Perjanian kerja bersamag. Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan danh. Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
B. Kesepakatan Kerja Bersama
Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat kerja dan tata cara perusahaan.Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja bersama (PKB), seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst (CAO);
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dand. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah perjanjian perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954 (di mana undang-undang ini sudah tidakberlaku sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13 tahun 2003).
C. Hubungan Bipartit dan Tripartit
Yaitu forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan Tripartit yaitu forum komunikasi, lonsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh.
D. Tata Cara Menyusun Kesepakatan Kerja Bersama
Dalam Organisasi Seperti lajimnya perjanjian, pembuatan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja sama juga ada ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan dimaksud adalah:
1. Pembuatan peraturan perusahaana. wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh orang pekerja/buruh.b. kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah memiliki perjanjian kerja sama.c. memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh, atau serikat pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga berkonsultasi kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
d. materi yang diatur adalah syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
e. sekurang-kurangnya memuat:
hak dan kewajiban pengusaha;
hak dan kewajiban pekera/buruh;
syarat pekerja;
tata tertib perusahaan ; dan
jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
f. pembuatnya dilarang:
menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya;
bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Pembuatan peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan
karena merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
h. wajib mengjajukan pengesahan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk
(yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaank).
i. wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah
peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
top related