babiv hasilpenelitiandanpembahasan · 2020. 3. 3. · sudirman di irian jaya. puncak tertinggi,...
Post on 26-Jul-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Objek Penelitan
4.1.1.1 Tinjauan Umum Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang menghampar 5.120 kilometer
dari Timur ke Barat dan 1.760 kilometer dari Utara ke Selatan yang mana terbagi
atas banyaknya pulau-pulau dari yang terbesar hingga kecil. adapun pulau-pulau
utamanya yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya), dua
kepulauan utama (Nusa Tenggara dan Maluku), serta 60 Kepulauan yang lebih kecil.
Selain itu, ada beberapa pulau yang terbagi dengan negara lain seperti Pulau
Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dimana terbagi dengan negara Brunei
Darussalam dan Malaysia, dan Irian Jaya berbagi Pulau Papua Nugini. Total luas
daratan Indonesia adalah 1.919.317 km2. Indonesia terletak diantara Benua Asia dan
Benua Australia, juga diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik
(https://kemlu.go.id/astana/id/pages/geografi/41/etc-menu diakses pada 15 Agustus
2019).
Negara ini memiliki banyak gunung dan beberapa 400 gunung berapi, yang
sekitar 100 aktif. Pada rentang tahun 1972 dan 1991 saja, terutama di Pulau Jawa
terjadi dua puluh sembilan letusan gunung berapi yang terdokumentasi dengan
rekaman seismograf . Secara Tektonik, daerah di Indonesia terutama Jawa memilki
kontur yang tidak stabil, memiliki tanah yang subur dari hasil keluarnya abu vulkanik
43
berjuta tahun yang lalu, hal ini mengakibatkan kondisi pertanian beberapa daerah
menjadi tidak terduga. Selain itu, dari catatan sejarah mengenai letusan gunung
berapi di Indonesia, Indonesia pernah mengalami letusan berapa yang paling ganas
yang terjadi pada tahun 1815 di pantai utara Sumbawa, Nusa Tenggara Barat oleh
Gunung Tambora dimana telah menelan korban jiwa sekitar 71.000 orang meski
beberapa peneliti memperkirakan jumlah korban jiwa mencapai 92.000 orang namun
angka ini di ragukan karena dinilai terlalu besar. selain itu juga mengakibatkan
terjadinya tahun-tahun tanpa musim panas yang berdampak ke berbagai belahan
dunia hingga Amerika Utara dan Eropa dari debu abu vulkanik yang berhamburan.
Pada tahun 1883 di Selat Sunda Meletusnya Gunung Krakatau,
mengakibatkan sekitar 36.500 nyawa menghilang akibatnya antara Jawa dan
Sumatera, meletus dan sekitar 36.000 orang tewas akibat gelombang pasang surut.
Suara ledakan letusan gunung Krakatau tersebut itu dilaporkan terdengar hingga
sejauh Turki dan Jepang. Selama hampir satu abad setelah letusan itu, Krakatau diam,
sampai akhir 1970-an, ketika meletus dua kali. Pegunungan berkisar antara 3.000 dan
3.800 meter di atas permukaan laut dapat ditemukan di Pulau Sumatra, Jawa, Bali,
Lombok, Sulawesi, dan seram. Pegunungan tertinggi di negara ini, yang mencapai
antara 4.700 dan 5.000 meter, terletak di pegunungan Jayawijaya dan pegunungan
Sudirman di Irian Jaya. Puncak tertinggi, Puncak Jaya, mencapai 5.039 meter,
terletak di pegunungan Sudirman.
Nusa Tenggara membentang ke Timur dari Bali menuju Irian Jaya. Busur
bagian dalam Nusa Tenggara adalah kelanjutan dari rantai pegunungan dan gunung
berapi yang membentang dari Sumatera melalui Jawa, Bali, dan Flores, dan
44
tertinggal di Kepulauan Banda. Lengkungan luar Nusa Tenggara adalah perluasan
geologis dari rantai Kepulauan di Barat Sumatera yang meliputi Nias, Mentawai, dan
Enggano. Rantai ini muncul kembali di Nusa Tenggara di Pulau pegunungan yang
kasar Sumba dan Timor.
Kepulauan Maluku (atau Maluku) secara geologis di antara pulau yang paling
kompleks di Indonesia. Mereka terletak di sektor Timur Laut Kepulauan, dibatasi
oleh Filipina di Utara, Irian Jaya di Timur, dan Nusa Tenggara di Selatan. Pulau
terbesar di antaranya adalah Halmahera, seram, dan buru, yang semuanya naik curam
dari lautan yang sangat dalam. Ini pola bantuan mendadak dari laut ke pegunungan
tinggi berarti bahwa ada sangat sedikit dataran pantai tingkat.
Ahli geografi percaya bahwa Pulau New Guinea, yang merupakan bagian dari
Irian Jaya, pernah menjadi bagian dari benua Australia. Pecahnya dan tindakan
tektonik menciptakan baik menjulang, puncak gunung Berselimut salju yang berjajar
di tengah tulang belakang Timur-Barat dan dataran aluvial panas dan lembab di
sepanjang pantai New Guinea. Pegunungan Irian Jaya berkisar sekitar 650 km timur
ke Barat, membagi Provinsi antara Utara dan Selatan.
Indonesia dengan luas wilayah sebesar 1.910.931,32 km2 dengan total jumlah
pulau sebanyak 17.504. Batas ujung barat Nusantara adalah sabang, batas ujung
timur adalah merauke, batas ujung utara adalah miangas, dan batas ujung selatan
adalah Pulau Rote. Indonesia terletak di kawasan yang beriklim tropis dan berada di
belahan timur bumi. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki 3 daerah
waktu, yaitu WIB, WITA, dan WIT. Indonesia terdiri dari 81.626 desa, 7024
45
kecamatan, 98 Kota, serta 34 provinsi yang terletak di 5 Pulau besar dan 4
Kepulauan.
Lokasi Indonesia berada di ujung lempeng tektonik Pasifik, Eurasia, dan
Australia sehingga menjadikannya tempat banyak gunung berapi dan gempa bumi
yang sering terjadi. Indonesia memiliki setidaknya 150 gunung berapi aktif, termasuk
Krakatau dan Tambora, keduanya terkenal karena letusan mereka yang
menghancurkan pada abad ke-19. Letusan supergunung Toba, sekitar 70.000 tahun
yang lalu, adalah salah satu letusan terbesar yang pernah ada, dan bencana global.
Bencana baru-baru ini akibat aktivitas seismik termasuk tsunami 2004 yang
menewaskan sekitar 167.736 di Sumatera Utara, dan gempa Yogyakarta di 2006.
Namun, abu vulkanik merupakan kontributor utama kesuburan pertanian yang tinggi
yang secara historis berkelanjutan kepadatan penduduk yang tinggi dari Jawa dan
Bali (https://bphn.go.id/news/2015102805455371/INDONESIA-MERUPAKAN-
NEGARA-KEPULAUAN-YANG-TERBESAR-DI-DUNIA diakses pada 12 Juli
2019).
Terletak di sepanjang khatulistiwa, Indonesia memiliki iklim tropis, dengan
dua musim yaitu hujan dan kemarau. Curah hujan tahunan rata di dataran rendah
bervariasi dari 1780 – 3175 milimeter (70 – 125 in), dan hingga 6.100 milimeter (240
in) di daerah pegunungan. Daerah pegunungan — terutama di Pantai Barat Sumatera,
Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua — menerima curah hujan tertinggi.
Indonesia Memiliki karakteristik iklim tropis serta berada di garis
khatulistiwa. Hal ini memungkinkan terjadi sirkulasi udara aktif. Akibatnya, iklim
sangat mirip dengan yang berlaku di zona ekuatorial di atas lautan dunia. Curah
46
hujan yang melimpah, suhu tinggi dan kelembaban adalah karakteristik untuk iklim
dataran rendah daratan Indonesia. Suhu terendah adalah 18 derajat Celcius. Selain itu,
kedekatan benua Asia dan Australia membawa Kepulauan Indonesia dengan baik
dalam karakteristik Asia yang terus bergantian sesuai dengan musim. Iklim di
Indonesia terdiri dari dua musim, musim kemarau dan musim hujan.
Indonesia, negara terpadat keempat di dunia, adalah 86 persen Muslim-dan
negara Islam terbesar. Masyarakat Indonesia dipisahkan oleh lautan dan bermukim di
tiap pulau-pulau. Penduduk terbesarnya berada di Pulau Jawa, Sumatera Secara etnis
negara ini sangat beragam, dengan lebih dari 580 bahasa dan dialek.
Secara historis, kepulauan ini sudah berkembang sejak abad pertama Masehi.
Kerajaan maritim yang kuat dari Sriwijaya dengan modal di sekitar Palembang di
Sumatera bagian Selatan, adalah pusat pembelajaran Buddhisme dan dikenal karena
kekayaannya. Ia memegang kekuasaan atas laut Sumatra dan Selat Malaka dari abad
ke-7 hingga ke-13. Pada abad ke-8-9, dinasti Sailendra dari Kerajaan Mataram di
Jawa Tengah membangun Candi Borobudur yang megah di Jawa Tengah,
dilanjutkan dengan pembangunan candi Hindu Prambanan yang elegan yang
dibangun oleh raja Civaistic Rakai Pikatan garis Sanjaya. Dari 1294 hingga abad ke-
15 Kerajaan Majapahit yang berkuasa di Jawa Timur memegang kekuasaan atas
sebagian besar Kepulauan ini. Sementara itu, Kesultanan kecil dan besar berkembang
di banyak pulau di Nusantara, dari Sumatra ke Jawa dan Bali, ke Kalimantan,
Sulawesi, Ternate dan Maluku.
Pada abad ke-13, Islam memasuki Indonesia melalui jalur perdagangan
dengan cara India, dan hari ini, Islam adalah agama mayoritas penduduk. Sepanjang
47
sejarah, para pedagang telah membawa agama besar dunia Buddhisme, Hindu dan
Islam ke Kepulauan ini, sangat mempengaruhi budaya dan gaya hidup negara ini.
Namun Indonesia tidak pernah ditaklukkan oleh India atau Cina, sampai bangsa
Eropa datang dan menjajah Kepulauan ini.
Orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Sumatra yaitu Marco Polo.
Kemudian, dalam mencari Kepulauan Spice Portugis dan Spanyol tiba di Kepulauan
ini berlayar di sekitar Tanjung harapan di Afrika Selatan. Pada 1596, kapal Belanda
pertama berlabuh di pantai Jawa Barat setelah pelayaran panjang. Selama tiga abad
berikutnya, Belanda secara bertahap menjajah Kepulauan ini sampai menjadi dikenal
sebagai Hindia Belanda. Tapi pemberontakan terhadap penjajah segera dibangun di
seluruh negeri. Pemuda Indonesia, dalam Ikrar pemuda mereka 1928 bersumpah
bersama-sama untuk membangun "satu negara, satu bangsa dan satu bahasa:
Indonesia", tanpa memandang ras, agama, bahasa atau latar belakang etnis di wilayah
itu kemudian dikenal sebagai Hindia Belanda.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah kekalahan Jepang dalam perang dunia
kedua, bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya melalui pemimpin
mereka Soekarno dan Hatta. Kebebasan, namun tidak mudah diberikan. Hanya
setelah bertahun-tahun berperang, pemerintah Belanda akhirnya menyerah, secara
resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1950. Jakarta, terletak di pantai utara
Jawa Barat adalah ibukota Republik Indonesia. Ini adalah tempat pemerintahan, dan
pusat bisnis dan keuangan. (http://lipi.go.id/berita/soekarno-presiden-pertama-1945-
1967/248 diakses pada 15 Agustus 2019 ).
48
Saat ini Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, yang
memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif, dan dihormati secara internasional
untuk sikap moderat, toleran namun religius dalam konflik global saat ini di antara
peradaban. Transisi dari otoriter untuk pemerintahan demokratis, dimulai pada 1998,
telah diperkuat oleh bebas dan adil pemilu, yang baru naik pengaruh dari pusat
regional sebagai akibat dari pemerintah desentralisasi sejak 2001, dan damai pertama
peralihan kekuasaan dalam sejarah negara tersebut dengan pemilihan langsung
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004.
Sejak masa transisi tersebut, Indonesia sebagai negara demokrasi telah
menemui gejolak politik dalam negeri yang dinamis, dengan tim ekonomi yang kuat
di kepala pemerintahan yang telah membawa stabilitas makroekonomi, Parlemen
yang hidup dan tegas, dan kemajuan reformasi profesional termasuk pasukan militer
dan kepolisian. Kemenangan Presiden Joko Widodo dalam pemilu 2014 langsung
membuktikan pertumbuhan demokrasi dan stabilitas politik negara itu, karena
Indonesia dapat memilih Presiden pertama di luar pendirian politik dan militer.
4.1.1.1.1 Kebijakan Pertahanan Indonesia
Salah satu isu keamanan kawasan yang mendapat perhatian pada abad XXI
yaitu mengenai Keamanan Maritim. Fungsi wilayah maritim yang makin strategis
dalam kepentingan negara-negara di dunia mendorong upaya untuk meningkatkan
pengamanannya.
Di kawasan Asia Tenggara, wilayah Selat Malaka menjadi fokus masyarakat
Internasional karena lalu lintas transportasi perdagangan dunia paling padat melalui
Selat Malaka. Posisi strategis Selat Malaka mendorong keinginan negara-negara
49
besar untuk ikut berperan langsung dalam pengamanan Selat Malaka. Bagi Indonesia
sebagai negara kepulauan, keinginan negara besar tersebut menjadi tantangan
terhadap kebijakan pertahanan di masa-masa mendatang.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara Benua Asia dan
Australia serta Samudra Hindia dan Pasifik, di satu sisi mempunyai posisi strategis
sekaligus tantangan besar dalam mengamankannya terlebih Indonesia memiliki tiga
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan Empat Choke Points Strategis bagi
kepentingan global, yakni di selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat
Makassar. ALKI serta choke points Tersebut merupakan bagian wilayah yang rawan
terhadap ancaman keamanan maritim, terutama perompakan bersenjata.
Pertahanan negara atau pertahanan nasional adalah segala upaya yang
dilakukan untuk mengawal kedaulatan suatu negara dan keselamatan suatu bangsa
dengan menjaganya dari ancaman dan gangguan yang akan terjadi baik dari dalam
maupun luar negeri. Ancaman atau Gangguan yang ada dapat di kategorikan dalam
bentuk militer maupun non militer. Pertahanan negara Indonesia diselenggarakan
dalam sebuah sistem pertahanan yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut.
Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dikelola oleh Kementerian
Pertahanan. Dalam merencanakan penyelenggaraan pertahanan negara, Presiden
memutuskan sebuah Peraturan Presiden tentang Kebijakan Umum Pertahanan
Negara sebagai acuan. Kebijakan Umum Pertahanan Negara berlaku lima tahun
semenjak diputuskan atau saat Presiden menjabat. Kebijakan ini selanjutnya menjadi
50
pedoman guna Kementerian Pertahanan dan TNI dalam penyelenggaraan maupun
pelaksanaa pertahanan sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan.
Kebijakan umum pertahanan di Indonesia terus mengalami perubahan dari
masa ke masa. Dimana di kelompokan dalam periodisasi doktrin pertahanan
Indonesia ke dalam enam periode yaitu, periode perang kemerdekaan (1945-1949),
RIS (1949-1950), perang internal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1967),
Orde Baru (1967-1998), dan Reformasi (1998-2004). Dalam beberapa periode
tersebut Indonesia mempunyai kebijakan pertahanan yang berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan perlunya penyesuaikan dengan kebutuhan pertahanan negeri yang
situasinya tidak dapat di stabil. Seperti halnya ketika periode perang kemerdekaan
yang dibutuhkan oleh Indonesia yaitu Badan Penolong Keluarga Korban Perang dan
bukanlah tentara
(https://admsipuu.setkab.go.id/artikel-7400-refleksi-penyelenggaraan-pertahanan-
2012.html diakses pada 18 Juli 2019).
Badan Penolong Keluarga Korban Perang pembentukannya dimaksudkan
guna menghindari segala perbuatan perlawanan militer yang bisa mempersulit
perundingan diplomasi dengan sekutu. Kemudian pada periode RIS, barulah
dibutuhkan pengembangan konsep pasukan pengiriman dan operasi campuran karena
ditemui tidak sedikit sekali pemberontakan dalam negeri dan gerakan-gerakan
separatis yang menakut-nakuti stabilitas NKRI. Hingga pada tahun 1959 terus
dikembangkan konsep Operasi Militer Gabungan supaya semakin mantap dalam
menghadapi beragam format gerakan separatis lainnya.
51
Pada masa periode Demokrasi Terpimpin, Ir. Soekarno terus menggunakan
doktrin pertahanan rakyat yang sudah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Bahkan kebijakan pertahanan negara yang dimiliki oleh Indonesia saat itu bersifat
anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Dan juga disampaikan dalam Tap-MPR
1960 bahwa “pertahanan rakyat semesta berintikan tentara suka rela dan milisi.
Dari pernyataan tersebut kita tahu bahwa dalam mempertahankan keutuhan
NKRI tidak cukup dengan militer saja, namun diperlukan juga rasa cinta tanah-air
dari warga Indonesia dalam suka dan rela membela keutuhan NKRI sebagaimana
mestinya dan siap dalam situasi apapun. Kemudian, kebijakan pertahanan pada era
Orde Baru mulai mendapat perubahan, yakni diberlakukannya dwifungsi ABRI.
Dalam hal ini, tentara Indonesia memiliki hak dalam ruang lingkup hankam
dan juga politik. Sehingga situasi pemerintahan yang diciptakan cenderung militeris
dan otoriter. Segala bentuk aktivitas yang mengancam stabilitas jalannya
pemerintahan serta negara, walaupun hanya sedikit, segera diberantas oleh
pemerintah saat itu juga. Hal itu kemudian menimbulkan kesan bahwa pemerintahan
Orde Baru tidak mengindahkan konsep demokrasi dan kebebasan masyarakat dalam
menyampaikan hak dan aspirasinya. Pada akhirnya, jalannya pemerintahan yang
terlalu membatasi kebebasan beraspirasi masyarakat tidak bertahan lama. Masyarakat
jenuh dengan kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada saat itu sehingga masa
Orde Baru pun berakhir dan muncul era Reformasi.
Pada era Reformasi, yang dilakukan pada saat itu ialah reformasi militer.
Dimana reformasi militer dalam urusan ini lebih mengkhususkan dimensi politik dari
52
pada dimensi pertahanan untuk mencopot karakter TNI sebagai tentara politik dan
usaha untuk membina citra TNI sebagai ajaran pertahanan baru.
Tahap kesatu, militer Indonesia berkonsentrasi guna mengedepankan
birthright principle dengan mengidentifikasi sebagai aktor yang berperan urgen
dalam kebebasan dan menyokong penuh kepandaian pemerintah guna meredam
gerakan-gerakan separatis. Kedua, militer Indonesia menjelma menjadi penjaga
sekaligus penyelamat bangsa. Dan ketiga, mengawal militer Indonesia sebagai satu-
satunya aktor yang dapat menegakkan integritas bangsa sekaligus menjadi motor
pembangunan nasional. Sehingga dari keterangan yang singkat itu dapat diketahui
bahwa kebijakan-kebijakan pertahanan era reformasi ingin lebih klasik dan menanam
tentara Indonesia ke asalnya dengan tidak mencampuri hal politik lagi
(https://tni.mil.id/view-7369-tni-dalam-reformasi-nasional.html diakses pada 22 Juli
2019).
4.1.1.1.1.1 KebijakanMinimum Essential Force (2010-2024)
Saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekian
banyak kebijakan menjalani perubahan diantaranya yaitu mengenai kebijakan
pertahanan guna menyempurnakan perkembangan di lingkungan strategis baik di
tingkat nasional maupun internasional. Kebijakan yang di gunakan Indonesia guna
bidang pertahanan dinamakan dengan kebijakan MEF (Minimum Essential Force)
atau Kekuatan Pokok Minimum yang bertujuan untuk mencapai kepentingan
nasional memenuhi obyek-obyek dari pertahanan negara. Kebijakan ini merupakan
sebuah reformasi atas kebijakan pertahanan yang sudah ada dan telah ditetapkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional 2010-2014 sesuai
53
dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 (Kementerian Pertahanan,
Kebijakan Penyelarasan Minimum Essentital Force Komponen Utama : Peraturan
Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.19 Tahun 2019,
https://www.kemhan.go.id/ppid/wp-content/uploads/sites/2/2016/10/Permenhan
Nomor-19-Tahun-2012-Lampiran-1.pdf diakses pada 12 Juli 2019).
Tahun 2009, Presiden SBY melakukan inisiasi kebijakan ini melalui Strategic
Defence Review (SDR) yang di dalamnya menjabarkan sekian banyak strategi
pertahanan negara dari berbagai aspek seperti persenjataan, sumber daya manusia,
pangkalan, dan anggaran. Kemudian, di wujudkan dalam Peraturan Menteri
Pertahanan No.2 Tahun 2010 sebagai bagian dari postur ideal pertahanan negara.
Kebijakan Presiden SBY ini adalah suatu langkah yang positif guna
meningkatkan kemampuan pertahanan Indonesia. Kebijakan ini ditujukan bukan
untuk digunakan sebagai daya serang seperti perlombaan senjata tapi di tujukan guna
menciptakan kekuatan pokok yang memenuhi standar yang di dalamnya
mempunyai detterence effect (Efek Gentar).
Kebijakan Minimum Essential Force ini mempunyai tiga komponen utama
yaitu : Pertama, Capability Based Planning yaitu dengan mengukur kemampuan
negara dalam memenuhi kekuatan pertahanannya. Kedua, Threat Based Planning,
yaitu dengan memprediksi ancaman apa yang akan di hadapi di masa depan. Ketiga,
Flash Point yaitu melihat wilayah Indonesia mana saja yang memiliki potensi untuk
mendapat ancaman dari luar seperti klaim batas wilayah teritori
(https://www.kemhan.go.id/ppid/wp-content/uploads/sites/2/2016/10/Permenhan
Nomor-19-Tahun-2012-Lampiran-1.pdf diakses pada 12 Juli 2019).
54
Dengan melihat begitu luasnya wilayah Indonesia ini sering mengakibatkan
persengketaan wilayah perbatas dengan negara lain dan terjadinya pencurian di
perairan Indonesia yang dilakukan oleh kapal-kapal ilegal dari negara asing yang
ingin mengeruk hasil sumber daya alam laut yang di miliki oleh Indonesia, kemudian
dengan hadirnya Flash Point yang merupakan salah satu dari tiga bagian komponen
utama ini dapat membantu penyebaran pasukan tentara yakni TNI AL ke banyak
wilayah-wilayah yang ditengarai memiliki potensi ancaman atau gangguan sehingga
dapat meminimalisir dengan mengamankan serta mengawasi kedaulatan negara
Indonesia.
Patut di garis bawahi bahwa Kebijakan Minimum Essential Force ini akan
diimplementasikan pada tiga matra terpadu (TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan
Laut (AL), Angakatan Udara (AU) yang dilaksanakan dengan tahap demi tahap
melalui empat strategi pengembangan Minimum Essential Force antara lain,
rematerialisasi, revitalisasi, relokasi, dan pengadaan. Strategi ini juga dilengkapi
dengan kebijakan TNI dengan prinsip Zero Growth dengan pemenuhan personel di
satuan operasional dan right sizing atau perampingan organisasi untuk menyiasati
keterbatasan anggaran dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dan efetivitas kelembagaan (https://tni-au.mil.id/perampingan-organisasi-dan-zero-
growth/ diakses pada 12 Juli 2019).
55
Sumber :( https://ppid.kemhan.go.id/web/post/permenhan-no.-19-tahun-2012-
tentang-kebijakan-penyelarasan-minimum-essential-force-komponen-utama diakses
pada 22 Juli 2019).
Gambar 4.1 (3 Pilar Pertahanan Negara)
Melalui Kebijakan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum
Essential Force) ini selanjutnya dapat menciptakan suatu perubahan signifikan dalam
lingkungan strategis pertahanan Indonesia. Salah satu dari Perubahan signifikan
tersebut yaitu mengenai modernisasi Alutsista yang sudah tidak layak untuk di
pergunakan karena ketahanan umur alutista yang sudah menua serta penurunan
fungsi material juga kualitas daya tempurnya . Oleh karenanya, kekuatan industri
pertahanan untuk melakukan yang mengemban tugas untuk modernisasikan
Alutsista ialah salah satu dari apa yang tercantum di dalam tiga pilar pertahanan
negara.
Hal ini tercermin saat menimbang keadaan pertahanan negara Indonesia
sebelum kebijakan ini diberlakukan, Pemerintah Indonesia tidak terlalu berfokus
mengenai permasalahan pemeliharaan Alutsista dan hal tersebut tentu akan
56
berpengaruh besar jika secara mendadak munculnya ancaman dan gangguan .
Dengan demikian dengan adanya kebijakan Kekuatan Pokok Minimum ini secara
langsung dapat menjadi stimulus bagi Industri Strategis Pertahanan Dalam Negeri
untuk semakin produktif dan melakukan kerja sama dengan Industri Pertahanan
negara-negara lain (https://www.kemhan.go.id/itjen/2012/08/14/peraturan-menteri-
pertahanan-republik-indonesia-nomor-19-tahun-2012-tentang-kebijakan - penyelaras
an-minimum-essential-force-komponen-utama.html diakses pada 18 Juli 2019).
Kebijakan ini merupakan kebijakan jangka panjang dimana akan
dilangsungkan selama 15 tahun mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2024 mendatang
sehingga akan tetap menjadi fokus pemeritah setelah kepemimpinan Presiden SBY
berakhir. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat, Kebijakan Umum
Pertahanan Negara termuat dalam Peraturan Presiden no.97 tahun 2015-2019.
Kemudian, pada periode ketika bapak Presiden Jokowi menjabat, ada empat
kebijakan prioritas pertahanan Indonesia. Pertama, menjamin pemenuhan kebutuhan
pertahanan, baik yang berkaitan dengan kesejahteraan prajurit, maupun penyediaan
Alutsista. Kedua, kemandirian pertahanan agar mampu menghindari ketergantungan
pada pasokan produk impor. Ketiga, pertahanan bukan hanya sekedar memenuhi
kekuatan pokok minimum, pertahanan harus ditujukan untuk membangun TNI
menempatkn kegiatan pertahanan keamanan negara sebagai bagian intergral ari
pendekatan keamanan yang komprensif
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20141230114031-32-21287/presiden-
jokowi-beberkan-empat-kebijakan-pertahanan-prioritas diakses pada 12 Juli 2019).
57
Kebijakan Minimum Essential Force terus dilanjutkan pada era Presiden
Jokowi. MEF bisa dikatan sebagai alternatif yang tepat untuk meningkatkan
kapabilitas pertahanan karena memiliki perencanaan yang cukup baik dalam berbagai
aspek, tidak hanya mengenai Alutsista, kesejahteraan prajurit pun menjadi fokus agar
mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. MEF ini juga membuat anggaran
pertahanan negara dapat di gunakan semaksimal dan seefektif mungkin sesuai
dengan porsinya masing-masing.
Setelah kebijakan MEF ini diimplementasikan tahun 2010, telah terjadi
peningkatan yang signifikan dalam bidang Alutsista, tidak hanya dari segi kuantitas
namun juga kualitasnya. Pemerintah benar-benar berfokus untuk memenuhi kekuatan
Pokok Minimum. Seperti yang dikatakan Presiden Jokowi pada kebijakan pertahanan
prioritas adalah kesejahteraan para prajurit dimana adanya peningkatan gaji,
tunjangan kebutuhan sehari-hari, tunjangan kesehatan. Serta pemenuhan rumah dinas.
Dari segi kualitas perekrutan pun ditingkatkan seperti masyarakat yang harus berlatar
belakang pendiidikan dari D3 hingga S3. Dari segi makanan prajurit pun
diperhatikan agar gizi terpenuhi setiap harinya dengan 3.600 kalori/hari
(https://www.bappenas.go.id/files/1113/5184/9209/bab-7__20091007161707__8.pdf
diakses pada 12 Juli 2019).
MEF ini dibagi kedalam tiga periode yaitu Rencana Strategis (yang
selanjutnya akan disebut sebagai Renstra) Renstra I (2010-2014), Renstra II (2015-
2019), dan Renstra III (2020-2024).
58
4.1.1.1.1.1.1 Renstra I (2010-2014)
Renstra I ini cukup berhasil sebab program modernisasi Alutsista ini sudah
membawa perubahan yang cukup signifikan bagi pertahanan Indonesia. Seperti apa
yang di sampaikan oleh Teuku Riefky Harya dari Komisi I DPR RI, kebutuhan
anggaran MEF seluruhnya adalah sebesar Rp. 471,28 triliun dari tiga matra TNI,
kemudian salah satu diantaranya yaitu matra laut TNI AL
(https://news.okezone.com/read/2017/12/27/337/1836630/komisi-i-dpr-pertahanan-
indonesia-perlu-diperkuat diakses pada 12 Juli 2019).
Tabel 4.1 Alutsista dari Hasil Program Renstra I
TNI Angkatan Laut
Asal Negara Jenis Alutsista Jumlah
RusiaTank Amfibi BMP 3F 60 Unit
Peluru kendali anti kapal Yakhont 6 Unit
CekoArtileri Roket MLRS RM Grad 9 Unit
Artileri Roket MLRS Vampire 8 Unit
Amerika SerikatPesawat Latih Baron G58 5 Unit
Pesawat Latih Bonanza Beechcraft 4 Unit
Ukraina Panser Amfibi BTR4 5 Unit
Kerjasama Belanda dan PT.PAL KRI Jenis Perusak Kawal Rudal 10514 2 Unit
Inggris KRI Jenis Light Frefat Bung Tomo Class 3 Unit
Spanyol KRI Bimasuci mengganti Dewaruci 1 Unit
Galangan Swasta Nasional KRI Jenis Kapal Cepat Rudal 40 m 8 Unit
Korea Selatan KRI Jenis Kapal Selam Changbogo 3 Unit
Galangan Kapal NasionalKRI Jenis Landing Ship Tank 3 Unit
KRI Jenis Bantu Cair Minyak 2 Unit
59
PT.DI Pesawat Patroli Maritim CN-235 4 Unit
Kerjasama Amerika Serikat dan PT.DIHelikopter Bell 412EP 5 Unit
Prancis
Helikopter Anti Kapal Selam Panther 11 Unit
Helikopter Anti Kapal Permukaan 8 Unit
KRI Jenis Kapal Hidro Oceanografi 2 Unit
PT.PAL KRI Jenis Kapal Cepat Rudal 60 m 3 Unit
China
Peluru Kendali Anti Kapal C-705 80 Unit
Peluru Kendali ANti Kapal C-802 20 Unit
Peluru Kendali QW3 Marinir 90 Unit
Arhanud MLRS Norinco Type 90 8 Unit
Sumber : https://militermeter.com/daftar-Alutsista-tni-hasil-mef-dari-era-presiden-
sby/ diakses pada 18 Juli 2019).
Tabel diatas merupakan hasil dari program renstra I setelah di keluarkannya
kebijakan pertahanan tersebut, dimana dari rentang tahun tersebut banyaknya
alutsista yang berhasil di ciptakan melalui industri pertahanan dalam negeri maupun
dengan melalui kerjasama dengan negara asing, salah satu diantaranya yaitu alutsista
yang berhasil di buat oleh Indonesia dan Belanda melalui kerjasama internasional
yang di konkretkan dengan kerjasama bilateral yang di lakukan oleh kedua negara
tersebut.
4.1.1.1.1.1.2 Renstra Renstra II (2015-2019)
Memasuki Renstra II, Indonesia mengalami perubahan kepemimpinan yang
biasanya bilamana terjadi suatu peralihan pemerintahan oleh pemimpin yang berbeda
maka program pemerintah yang telah ada sebelumnya biasnya tidak dilanjutkan oleh
pemerintah yang baru atau diganti dengan kebijakan yang baru. Namun, dalam masa
60
pemerintahan Presiden Jokowi ini, program MEF tetap berlangsung dan
dilaksanakan seperti yang telah di rencanakan.
Sehingga MEF ini tetap di selenggarakan sebagaimana apa yang telah di
rencanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
2010.
4.1.1.1.1.1.3 Renstra III (2020-2040)
Renstra tahap ini sebagai renstra berkelanjutan yang bakal di teruskan oleh
pemimpin selanjutnya dengan pemenuhan yang lebih maksimal lagi supaya target
MEF terjangkau seluruhnya. Kebijakan MEF ini paling membawa akibat positif
terhadap lingkungan militer Indonesia. Banyak sekali Alutsista yang sudah
diperbarui baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Tidak melulu kualitas senjata
yang membaik, namun hubungan dengan negara produsien dari segi politis.
Kebijakan MEF yang netral dan tidak memilhak pihak maupun menciptakan
Indonesia melakukan pembelian Alutsista dari tidak sedikit negara tidah melulu
bergantung di satu negara. Trust Building antar negara otomatis terbentuk sebab
membeli senjata dari negara itu dan mendapat keyakinan untuk menggunakannya
secara baik. Dari segi ekonomi, kerjasama dengan negara produsen bertambah dan
lebih intens dari sebelumnya
(https://www.kemhan.go.id/itjen/2018/10/18/peraturan-menteri-pertahanan-republik-
indonesia-nomor-16-tahun-2018-tentang-perubahan-atasperaturanmenteripertahanan-
nomor-08-tahun-2015-tentang-rencana-strategiskementerian-pertahanan dan tentara.
html diakses pada 12 Juli 2019).
61
Di Tahun 2011, Presiden SBY memberikan pernyataan mengenai tiga
kebijakan dasar terkait pengadaan Alutsista antara lain Pertama, wajib membeli
Alutsista yang di produksi oleh industri pertahanan dalam negeri. Kedua, jika belum
bisa diproduksi sendiri, Alutsista dibeli dari negara lain dengan syarat tidak diikuti
embel-embel syarat tertentu. Ketiga, jika belum bisa memproduksi Alutsista yang
diinginkan, Indonesia perlu membangun kerjasama dengan negara lain sehingga pada
saatnya nanti Indonesia mampu membuat Alutsista tersebut Intinya, Presiden SBY
ingin agar Indonesia menjadi sebuah negara yang mandiri dalam hal persenjataan.
(https://nasional.kompas.com/read/2011/11/10/12024428/Tiga.Kebijakan.Dasar.Peng
adaan.Alutsista diakses pada 12 Juli 2019).
Pengadaan Alutsista TNI merupakan suatu usaha yang dilaksanakan guna
mendapatkan persenjataan yang didalamnya melalui berbagai tahap proses dari
perencanaan sampai akhirnya Alutsista tersebut diterima oleh TNI yang nantinya
digunakan untuk melaksanakan tugas pokoknya. Dalam penyediaan alutsita, sesuai
dengan kebijakan Presiden SBY, TNI berupaya terus untuk membeli persenjataan
dari industri pertahanan dalam negeri. tapi, apabila industri pertahanan dalam negeri
belum mampu untuk memproduksinya, maka TNI akan membeli persenjataan dari
luar negeri yang merupakan produsen terpercaya dan didalam pelaksanakan
diwajibkan adanya program Transfer of Technology.
Kebijakan tentang pengadaan Alutsista juga tertuang dalam Kebijakan Badan
Sarana Pertahanan (Baranahan) bidang pengadaan yaitu :
62
1) Pengadaan Alutsita dan suku cadang serta pengadaan materiil khusus untuk
pasukan khusus TNI secara terbatas dengan cara seksama dan mengutamakan
hasil industri dalam negeri dengan melibatkan BUMN.
2) Pengadaan luar negeri diupayakan dengan cara langsung dari produsen atau
G-To-G dan diupayakan adanya proses alih teknologi.
3) Pengadaan barang/jasa ini diselenggarakan secara efektif dan efisien dengan
prinsip persaingan sehat, transparan, akuntabel, teknis, dan biaya serta sesuai
dengan standar militer atau standar lain dengan Standar Militer Indonesia
(SMI) dan dengan mencamtumkan kode NSN (National Stock
Number/Nomor Sediaan Nasional).
4) Pengadaan Alutsista dan peralatan lain di prioritaskan untuk mengisi
kekuatan pokok minimal sesuai dengan spesifikasi teknis dan persyaratan
operasional yang telah di tetapkan.
(https://www.kemhan.go.id/baranahan/kebijakan-baranahandiakses pada 12
Juli 2019).
Sistem pengadaan Alutsista merupakan salah satu isu krusial dalam bidang
pertahanan. Banyak pihak berpendapat bahwa pengadaan Alutsista di Indonesia tidak
efisien dan tidak efektif karena dianggap terlalu boros dalam proses pengadaan
tersebut. Padahal anggaran yang disediakan oleh Pemerintah masih jauh dari
kebutuhan yang di perlukan TNI. Maka dari itu di perlukan efisiensi dari pengelolaan
pengadaan Alutsista sesuai dengan kebijakan MEF yang telah di berlakukan
(https://digiib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl
mohamadroh-31759 diakses pada 12 Juli 2019).
63
Setiap tahunnya, pemerintah selalu berupaya untuk menata sistem pengadaan
Alutsista dengan mengeluarkan kebijakan satu pintu. Kebijakan pengadaan Alutsista
bagi TNI harus dilaksanakan melalui Kementerian Pertahanan sebagai otoritas politik
dalam kebijakan pertahanan. Kebijakan ini mengharuskan pengadaan Alutsista TNI
wajib mengikuti mekanisme yang ditetapkan oleh Kementerian Pertahanan dan TNI
harus melalui Kementerian Pertahanan apabila ingin membeli sebuah Alutsista.
Kemudian, Kementerian Pertahanan akan menunjuk perusahaan konsorsium atau
pihak yang berwenang untuk selanjutnya melakukan pengadaan Alutsista. Kebijakan
sistema pengadaan Alutsista satu pintu merupakan hal yang penting agar pemerintah
mengetahui dengan jelas dari siapa dan untuk siapa Alutsista itu diadakan .
(http://www.indomiliter.com/pengadaan-Alutsista-tni-al-antara-harapan-dan-
kenyataan-1/, diakses pada 12 Juli 2019).
Kementerian Pertahanan akan mendapatkan permintaan dari TNI mengenai
Alutsista apa saja yang harus dimodernisasi. Walaupun pergantian panglima TNI
terjadi, ada dua hal yang selalu ada yaitu kelanjutan program modernisasi Alutsista
dan peningkatan kesejahteraan personel. Dua hal tersebut selalu berdampingan
mengingat kesiapan Alutsista merupakan bagian dari kesejahteraan personel.
Kualitas Alutsista yang baik tentu akan membuat para personel bekerja dengan
tenang demi terjaganya keselamatan.
Presiden Jokowi mengatakan pengadaan Alutsista harus berdasarkan
kebutuhan Tentara Indonesia bukan berdasarkan keinginan semata. Ketika
pengadaan Alutsista diadakan, makan Menteri Pertahanan akan menerima masukan
dari semua matra, baik itu Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun Angkatan Udara,
64
sehingga Alutsista yang nanti dibeli benar-benar terencana dan sesuai dengan apa
yang dibutuhan oleh TNI. Menurut Presiden Jokowi, setiap pembelian Alutsista
harus ada transparansi kepada publik dan menerapkan UU industri pertahanan seperti
harus adanya alih teknologi dari negara produksi terhadap industri pertahanan
nasional demi kemandirian industri pertahanan nasional di masa depan
(https://news.okezone.com/read/2017/07/26/337/1744403/jokowi-saya-ingin-
pengadaan-Alutsista-transparan-jangan-dikorupsi diakses pada 12 Juli 2019).
Presiden Jokowi mengatakan perlu ada terobosan baru untuk mengubah pola
belanja Alutsista agar menjadi investasi pertahanan di masa akan datang.
Kementerian Pertahanan harus mengkalkulasi setiap pembelian Alutsista mana yang
akan memberikan keuntungan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang
bagi industri pertahanan nasional maupun kepentingan nasional.
Kementerian pertahanan juga harus mengoptimalkan setiap pengadaan
Alutsista agar terciptanya kemandirian industri pertahanan nasional dan produksi
bersama yang memungkinkan hak cipta Alutsista dimiliki industri pertahanan
nasional serta relokasi fasilitas produksi dari negara produsen ke Indonesia. Syarat
pengadaan Alutsista lainnya adalah proses pengadaan Alutsista harus dimulai dari
interaksi antar pemerintah atau Goverment to Goverment untuk mengurangi harga
transaksi yang biasanya membengkak karena adanya perantara. Dalam pengadaan
Alutsista harus diterapkan prinsip transparansi biaya pembelian sehingga tidak ada
lagi praktik korupsi yang terjadi. Karena Alutsista dibeli dari uang rakyat, Presiden
Jokowi memperingatkan agar Alutsista dapat digunakan dalam melindungi rakyat,
negara dan bangsa dari segala bentuk ancaman yang ada
65
(https://nasional.kompas.com/read/2017/07/26/16560481/ditawari-Alutsista-dari
negara-asing-jokowi-ingatkan-indonesia-harus-tetap diakses pada 12 Juli 2019).
Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa Alutsista TNI harus disesuaikan
dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman yang begitu cepat
menyebabkan teknologi berkembang begitu pesat dan dapat mempengaruhi corak
peperangan di masa depan. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat
menyebabkan Indonesia juga harus memiliki alutsisya berteknologi mutakhir agar
dapat menjaga wilayah kedaulatan Indonesia.
Presiden Jokowi menegaskan agar setiap pembelian Alutsista harus yang
benar-benar baru bukan merupakan bekas pakai atau hasil hibah. Hal ini dikarenakan
pada 1970an Indonesia pernah memiliki dana anggaran terbatas dalam bidang
pengadaan senjata sehingga Indonesia pernah melakukan pengadaan Alutsista hibah,
namun timbunya kecelakaan karena kesalahan teknis serta buruknya kualitas mesin
yang dimiliki dikarenakan Alutsista hibah maupun bekas dengan kualitas kontrol
yang buruk sehingga menjadi suatu momok buruk dalam pengadaan Alutsista.
Program modernisasi Alutsista selalu menimbulkan sebuah dilema dimana
skema hibah selalu menjadi solusi ditengah keterbatasan anggaran agar dapat
mempunyai berbagai Alutsista yang dapat menjaga kedaulatan negara. Di sisi lain,
tentu kualitas Alutsista baru berbeda dengan kualitas Alutsista hasil hibah walaupun
sudah ditingkatkan kualitasnya.
4.1.1.1.2 Kondisi Alutsista Indonesia
Alat Utama Sistem Persenjataan Indonesia mengalami degradasi penurunan
daya tempur dari tahun ke tahun karena rata-rata hampir berumur tua sehingga
66
kualitas dan efek gentar yang di diberikan tidak seperti saat masa primenya.oleh
karena itu kondisi Alutsista Indonesa perlu di lakukan modernisasi, menimbang
teknologi mulai tertinggal di bandingkan dengan Alutsista negara lain yang jauh
lebih modern atau lebih maju, serta fitur-fitur yang tidak di miliki oleh Alutsista
Indonesia.
Alutsista yang umurnya lebih dua puluh tahun masih di pergunakan oleh
para Tentara Negara Indonesia tentu masih dapat di pergunakan namun secara
kinerja saat dilakukannya penugasan pengerjaan mengalami ketidak efisienan kerja,
karena pemakaian yang terlalu sering dan penggunaaan yang tidak di imbangi oleh
pemeliharaan yang berkala juga.
Sebagai alat yang di pergunakan oleh TNI , merujuk pada Undang-undang
Republik Indonesia nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang
menyatakan bahwa pada pasal 1 dalam BAB I ketentuan umum.
Dengan kondisi geografis Indonesia yang luas mengharuskan untuk
memperkuat Alutsista sehingga tidak tertinggal dengan negara di kawasan seperti
Malaysia, Singapura, dan Australia yang cukup agresif dalam pengadaan Alutsista.
Menjada kesimbangan kekuatan di kawasan penting dilakukan agar Alutsista TNI
memiliki effect detterence karena sampai saat ini di Asia Tenggara ketegangan
berbagai negara terus terjadi mengenai Konflik Laut Cina Selatan
(https://nasional.tempo.co/read/438273/ketika-senjata-tempur-tni-sudah-tua-dan-
lelah diakses pada 2012).
Indonesia merupakan sebuah negara non blok yang menganut politik luar
negeri bebas aktif. Sejak awal mengimpor berbagai persenjataan, Indonesia selalu
67
menghindari negara produsen tunggal untuk memasok persenjataan di negaranya.
Indonesia secara fleksibel selalu membeli persenjataan dari berbagai negara produsen
di dunia dengan mengabaikan apakah negara tersebut blok barat ataupun blok timur.
Guna mendukung kebutuhan operasional taktis dalam penyelenggaraan
pertahanan negara, industri dalam negeri (baik negara ataupun swasta) yang ada saat
ini berpotensi besar bagi pencapaian kemandirian dalam industri pertahanan. Dengan
pendekatan potensi yang dimiliki industri-industri dalam negeri untuk kepentingan
pertahanan negara.
Di lansir dari sebuah artikel dari situs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), seorang pengamat militer dari LIPI berkaitan tentang kondisi Alutsista
Indonesia mengemukakan bila Alutsista TNI dalam Mobilisasi Memprihatinkan, hal
ini ditinjau dari 30 persen alutsista yang masih berfungsi, dan itu pun telah
kadaluwarsa karena minimbang umur alutsista yang telah memakan waktu lebih dari
puluhan tahun, selain itu melihat bahwa program modernisasi alutsista TNI telah
berlangsung dan berjalan sejak tahun 2004, oleh karena itu modernisasi alutsista
sudah menjadi suatu keharusan yang harus di desak setiap tahunnya untuk dapat
mempercepat peremejaan alutsista Indonesia yang perlu di perbarui dan agar tidak
tertinggal jaman fungsi dan kekuatan tempurnya
(http://lipi.go.id/lipimedia/pengamat-militer-lipi:-alutsista-mobilisasi-tni-
memprihatinkan/11364 diakses pada 15 Agustus 2019).
Selain itu, kondisi alutsista sangat memprihatinkan karena tidak jarang
terjadinya kasus terjadinya kerusakan alutsista yang terjadi pada kurun waktu
tersebut, salah satunya contoh kasus diantaranya yaitu ketika terjadinya pesawat
68
hercules yang jadi karena malfunction karena kualitas dan fungsinya telah menurun.
Selain itu juga, pola yang dilakukan untuk memodernisasi alutsista pada sebelum di
laksanakan kebijakan minimum essential force masih menggunakan metode yang
lama, yaitu pengadaan alutsista dalam bentuk hibah dan bekas, hal ini tentu
menimbulkan pertanyaan bagian sebagian kalangan terutama para pengamat militer.
Berkaitan dengan dana yang di gelontorkan oleh pemerintah, seharusnya pemerintah
mampu melakukan modernisasi alutsista dalam kapasitas produk baru, bukan bekas
ataupun hibah dari negara asing tanpa melibatkan industri pertahanan dalam negeri,
sehingga alutsista militer Indonesia harus di perbarui dengan skema yang lebih
komprehensif yaitu minimum essential force, dengan melakukan modernisasi
alutsista terbaru melalui industri pertahanan dalam negeri maupun pembelian dari
negara asing dengan melibatkan joint production didalamnya, seperti apa yang
tertuang dan setelah di tekankan dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2012 terkait
Pengadaan Alutsista (http://lipi.go.id/berita/single/Alutsista-Militer-Haras-
Diperbarui/11377 diakses pada 15 Agustus 2019).
Dengan memperhatikan hal tersebut maka sudah seharusnya pemerintah
Indonesia melalui Badan Legislatif yaitu DPR RI berkaitan dengan Alutsista Militer
TNI, mendorong untuk dilakukannya modernisasi alutsista dengan meninjau kondisi
alutsista yang telah berumur tua, sehingga TNI tidak perlu lagi memburu alutsista
dari skema pengadaan alutsista bekas atau hibah, karena ini akan menimbulkan
ongkos sosial yang tinggi dan resiko akan keamanan produktifitas tidak akan
maksimal di pergunakan oleh TNI, oleh sebab itu, Kementerian keuangan sudah
harus menjadikan modernisasi alutsista sebagai salah satu prioritas APBN, untuk
69
meningkatkan kekuatan pertahanan alutsista TNI. Dengan demikian, hal tersebut
akan membantu merevitalisasi dan memodernisasi kondisi alutsista yang telah usang
dan telah berkurangnya efek gentar daya tempurnya secara bertahap dengan
menggantinya dengan alutsista yang lebih baru dan telah di modernisasi sesuai
dengan basis kebutuhan pertahanan negara Indonesia dalam bentuk Alutsista
(http://lipi.go.id/berita/single/DPR-Sebaiknya-TNI-Tidak-Terima-Hibah/11370
diakses pada 15 Agustus 2019).
4.1.1.1.2.1 Tahap-tahap Pengadaan Alutsista
Ada banyak institusi yang terlibat dalam tahap pengadaan Alutsista TNI.
TNI sebagai pengguna dan Kementerian Pertahanan sebagai otoritas utama tidak
pernah bermain-main dalam hal pengadaaan Alutsista. Pemerintah sadar bahwa
dalam pengadaan Alutsista, tanggung jawab yang diemban begitu besar sebab uang
yang digunakan untuk membeli Alutsista adalah uang rakyat. Oleh sebab itu, setiap
prosesnya diawasi oleb berbagai pihak. Oleb sebab itu, setiap prosesnya diawasi oleh
berbagai pihak. Salah satu pihak yang berperan penting adalah organisasi induk.
Organisasi Induk adalah organisasi pengadaan yang mempunyai kewenangan untuk
menentukan kebijakan, pengawasan dan pengendalian serta melaksanakan proses
pengadaan Alutsista TNI. Organisasi Induk terdiri dari Menteri Pertahanan, Sekretasi
Jendral Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, dan tiga Kepala Staf Angkatan.
Tugas Organisasi induk ini secara umum adalah untuk menentukan kebijakan
program pengadaan Alutsista TNI
(https://www.kemhan.go.id/itjen/2016/01/20/peraturan-menteri-pertahanan-republik-
indonesia-nomor-17-tahun-20l4-tentang-pelaksanaan-pengadaan-alat-utama-sistem-
70
persenjataan-di-lingkungan-kementerian-pertahanan-dan-tentara-nasional-
indonesia.html diakses pada 22 Juli 2019).
Banyaknya pihak yang mengawasi dalam pengadaan Alutsista ini membuat
kemungkinan penyalahgunaan dana tersebut sangat kecil. Pihak-pihak yang
mengawasi seperti Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan, Inspektur Jenderal
TNI, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan, dan Direktur Perencanaan Pertahanan.
Terdapat pihak-pihak ekternal Kementerian Pertahanan dan TNI dalam pengadaan
Alutsista ini diantaranya Kementerian Keuangan, Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS), Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), dan Badan
Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP).
Dalam mengadakan Alutsista, TNI mempunyai prinsip untuk efisien,
efektif,transparan dalam pengelolaan anggaran, menjamin kerahasiaan, bersaing,
tidak diskriminatif, dan akuntabel. Dalam setiap pembelian Alutsista, Kementerian
Pertahanan selalu memperhatikan secara detail terhadapa kontrak yang akan di
tandatangin. Ketika pembelian senjata impor, proses transaksi melalui Letter of
Credit. Sistem ini berisi tentang negosiasi antara pihak konsumen dan produsen
hingga mencapai kesepakatan. Dalam sistem ini juga dikatakan agar kedua belah
pihak harus menyerahkan jaminan dan pembayaran down payment.
Hal lain yang juga dilampirkan dalam kontrak tersebut diantaranya penyataan
tentang batas akhir ekspor, embargo, pelimpahan wewenang, dan penggunaan materi
kontrak. Dalam penyusunan kontrak pengadaan Alutsista, Kementerian Pertahanan
berpedoman pada Standar Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
(SDPBJP).
71
Presiden Jokowi mengatakan bahwa tidak hanya melihat kebutuhan militer,
tetapi inti pokok hingga tahun 2024 nanti adalah Indonesia membutuhkan
persenjataan yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia dengan
wilayah udara yang begitu luas hingga garis pantai yang begitu panjang. Pesawat
tempur, helikopter, kapal selam, dan kapal perang nantinya akan menghiasi wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Empat lembaga besar seperti Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional
Indonesia, serta dua lembaga besar dari sisi pemerintah yang harus terlibat yaitu
Kementerian Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ini
hanya merupakan sebagian kecil pihak yang dibentuk untuk mensukseskan
pengadaan Alutsista hingga sampai ke tangan TNI sebagai pengguna. Lembaga yang
akan bekerja sama nantinya baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri
misalnya ada Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis dan Badan Usaha Milik
Negara Industri Pertahanan seperti PT.Pindad dan PT.PAL Indonesia, dan
Dirgantara Indonesia.
Dari luar negeri, tidak hanya industri pertahanan yang dimiliki oleh negara-
negara lain di dunia saja yang bisa terlibat, tetapi juga lembaga-lembaga swasta dapat
terlibat dalam pengadaan Alutsista TNI sebagai penyedia dari Alutsista. Proses
pengadaan Alutsista yang begitu panjang dari awal direncanakan hingga sampai ke
tangan TNI bisa memakan waktu bertahun-tahun.
72
Sumber : Metro TV News, Prosedur Pengadaan Alutsista (diolah Peneliti)
Gambar 4.2 Lembaga yang terlibat dalam Proses Pengadaan Alutsista
Berdasarkan susunan diagram diatas, proses pengadaan Alutsista dimulai dari
poin pertama yaitu penentuan jenis Alutsista dari keberadaan tiga matra TNI yaitu
Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara(AU). Dalam
sebuah skeman dikatan bahwa tiga matra ini harus mementukan spesifikasi Alutsista
apa yang harus di modernisasi sesuai dengan kebutuhan. Mereka hanya menyebutkan
spesifikasi yang dibutuhkan saja tanpa boleh menyebutkan merk atau berasal dari
negara mana senjata tersebut nantinya. Apabila seluruh proposal yang berisikan
daftar dan rekomendasi ini nantinya akan dimasukkan ke markas besar TNI. Proposal
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sebuah rangkaian kebutuhan operasional.
Dikaji lebih lanjut dan apabila dirasa sudah siap maka akan diusukan ke Kementerian
Pertahanan.
Pada Poin ini, Kemenhan akan membentuk tim yang disebut sebagai Tim
Evaluasi Pengadaan yang dikoordinatori oleh Sekjen Kemenhan. Apabila Kemenhan
sudah mengevaluasi proposal tersebut dan spesifikasi sudah dianggap sesuai maka
kemudian Kementerian Keuangan selanjutnya akan dilibatkan. Kementerian
Keuangan berfungsi menyediakan kontrak perjanjian pinjaman. Kontrak tersebut
tentu sudah sesuai dengan standar anggaran belanja negara dan juga skema keuangan
atau pinjaman yang akan di berikan terkait pengadaan Alutsista. Keberadaan DPR
73
RI menjadi penting karena keputusan untuk disahkannya pengadaan Alutsista berada
di tahap ini. Yang mengurusi pengadaan Alutsista yaitu komisi I sebagai partner dari
Kemenhan dan juga TNI yang nantinya akan melihat apakah keputusan untuk
mengadakan Alutsista sudah tepat atau belum. Disini juga akan masuk dalam Panitia
Kerja atau Panjda yang bertugas untuk mencabut bintang. Bintang inilah yang
menjadi penting karena apabila bintang sudah dicabut maka dokumen tersebut berarti
sudah siap untuk diadakan dalam bentuk Alutsista.
Seluruh prosedur tersebut berlangsung selama satu setengah hingga tiga tahun
yang berarti memakan cukup lama waktu belum lagi kedatangan Alutsista secara
bertahap yang biasanya juga memakan waktu bertahun-tahun. Sehingga, kebutuhan
yang di prediksi oleh TNI harus sudah jauh ke depan mengingat lamanya proses
pengadaan ini agar kebutuhan Alutsista dalam negeri dapat terpenuhi sesuai dengan
teknologi yang memadai.
Semua proses pengadaan Alutsista sudah memiliki aturannya yang ditentukan
lewat Perpres. Semua proses harus sesuai dengan Perpres tidak bisa sembarangan
dan harus melalui tender terbuka. Akan tetapi, tidak semua aspek kemudian akan
diberitahukan ke publik, ada beberapa hal yang tidak bisa dibocorkan karena
berkaitan dengan kerahasiaan negara.
Pemenuhan Alutsista melewati Joint Production, Kebijakan pemerintah
dalam pemenuhan keperluan Alutsista merupakan mengutamakan produk dalam
negeri, bilamana industri pertahanan dalam negeri belum dapat maka memakai
produk luar negeri
74
Namun tetap melibatkan industri domestik salah satunya melalui mekanisme
joint production. Bila industri pertahanan domestik belum dapat maka pemenuhan
Alutsista dari luar negeri dicoba tetap memberikan kompensasi melewati mekanisme
Imbal Dagang lainnya oleh industri non pertahanan. Kebijakan membina
infrastruktur industri pertahanan yang adalah bagian dari industri nasional, butuh
membangkitkan industri unggulan berbasis teknologi strategis dengan bekerja sama
dengan negara lain (Dokumen Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force
Komponen Utama).
4.1.1.2 Tinjauan Umum Belanda
Kerajaan Belanda adalah negara Eropa Barat berbatasan dengan Jerman dan
Belgia serta perbatasan Maritim dengan Britania Raya. Ini mencakup wilayah
sekitar 16.039 mil persegi (41.543 Kilometer Persegi) serta tiga pulau kecil dari
Pantai Barat. Belanda memiliki sejarah penjang demokrasi setelah mendirikan
demokrasi parlementer dan monarki konstitusional sejak tahun 1848. Secara luas
telah diakui sebagai salah satu negara yang paling liberal dan damai di dunia karena
masalah yang sedikit dan ekonomi yang kuat.
Berbicara tentang Belanda, orang sering salah menyebutnya Holland. Bahkan,
hanya bagian tengah Belanda yang secara geografis bernama Holland. Bagian dari
negara ini sekarang terdiri dari dua provinsi Noord Holland (Holland Utara) dan
Zuid-Holland (Holland Selatan). Ini adalah wilayah dengan kota penting, seperti
Amsterdam, Rotterdam, Den Haag, Delft, Leiden, dan Haarlem
(https://www.amsterdam.info/netherlands/ diakses pada 22 Juli 2019).
75
4.1.1.2.1 Kebijakan Pertahanan Belanda
Pada 2011, Departemen Pertahanan memiliki dokumen strategis terkait
kebijakan pertahanan mencakup periode 2011-2015 yang telah di sampaikan oleh
Menteri Pertahanan Hillen “untuk menciptakan Angkatan bersenjata serbaguna yang
berfokus pada inovasi maka fungsi strategi dijelaskan dalam empat sub-proses:
belajar, berpikir, memutuskan dan bertindak. Fleksibilitas, kemampuan beradaptasi
dan ketahanan adalah konsep kunci di sini. "Monitor strategis " yang dilakukan
bersama-sama dengan Kementerian Luar Negeri Belanda akan memainkan peran
sentral dalam pengambilan keputusan pertahanan untukkeselamatan dan kedaulatan
negara
(http://www.militairespectator.nl/sites/default/files/bestanden/uitgaven/Militaire%20
Spectator%207-8-2012.pdf diakses pada 18 Juli 2019).
Peran Angkatan bersenjata Belanda telah berubah selama beberapa tahun
terakhir. Intelijen menjadi semakin penting bagi keamanan misi dan personil kita.
Untuk personil militer yang ditugaskan keoperasi manajemen krisis di luar negeri
membutuhkan tepat waktu mengenai kemungkinan serangan musuh. Belanda
pertahanan Layanan intelijen dan keamanan (DISS) bertanggung jawab untuk
memberikan kecerdasan ini. DISS juga merupakan penyedia utama untuk para
pengambil keputusan senior kita di Kementerian Pertahanan dan Komandan
Angkatan bersenjata, yang memungkinkan membuat keputusan yang tepat tentang
Departemen Pertahanan melindungi apa yang kita nilai. Berdasarkan Piagam
untuk Kerajaan Belanda dan Konstitusi kerajaan Republik Belanda, misi yang
menyeluruh ini meliputi tiga tugas utama:
76
1. Melindungi wilayah nasional, termasuk Karibia bagian dari Kerajaan
Belanda, dan wilayah sekutu.
2. Melindungi dan mempromosikan tatanan hukum internasional dan stabilitas.
3. Mendukung otoritas sipil sehubungan dengan penegakan hukum, bantuan bencana
dan bantuan kemanusiaan, baik secara nasional maupun internasional
(https://english.defensie.nl/topics/military-history-collections/genealogy/army
diakses pada 22 Juli 2019).
4.1.1.3 Hubungan Bilateral Indonesia-Belanda
Hubungan Indonesia dengan Belanda mengacu pada hubungan antara
Indonesia dan Belanda. Kedua negara berbagi hubungan khusus, tertanam dalam
sejarah bersama mereka interaksi kolonial selama berabad-abad. Ini dimulai selama
perdagangan rempah sebagai Belanda mendirikan perusahaan Hindia Belanda (VOC)
pos perdagangan di apa yang sekarang Indonesia, sebelum menjajahinya sebagai
Hindia Belanda sampai pertengahan abad ke-20. Indonesia adalah bekas koloni
Belanda terbesar. Pada awal abad ke-21, pemerintah Belanda telah berkomitmen
untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia, mencatat bahwa kontak ekonomi,
politik, dan interpersonal harus diperkuat
(https://historibersama.com/beantwoording-open-brief/?lang=id diakses 22 Juli 2019).
Adapun sejarah di mulai ketika tahun 1603, VOC mulai beroperasi di
Indonesia yang sekarang ini berperang untuk memperluas domainnya. Meskipun
sejarah Indonesia menampilkan kekuatan kolonial Eropa lainnya, itu adalah Belanda
yang dipadatkan mereka terus di Nusantara. Setelah kebangkrutan VOC pada 1800,
Belanda menguasai kepulauan tersebut pada 1826. Setelah itu, mereka juga
77
berperang melawan pribumi dan kemudian memberlakukan periode kerja paksa dan
perbudakan yang diwajibkan sampai 1870 ketika, pada tahun 1901, mereka
mengadopsi "kebijakan etika Belanda dan Kebangkitan Nasional Indonesia," yang
termasuk peningkatan investasi dalam pendidikan pribumi dan reformasi politik yang
sederhana. Namun, hanya pada abad ke-20, pemerintahan Belanda semakin
meningkat sehingga menjadi Indonesia. Setelah pendudukan Jepang selama Perang
Dunia II, Belanda mencoba membangun kembali pemerintahan mereka, di tengah
perjuangan bersenjata yang pahit dan diplomatik yang berakhir pada bulan Desember
1949. Tekanan internasional kemudian memaksa Belanda untuk secara resmi
mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada 1956, pemerintah Sosialis Indonesia
memutus semua ikatan diplomatik dengan Belanda, yang telah dipulihkan hanya
pada tahun 1968 oleh pemerintah sayap kanan yang baru.
Pada 1970, Presiden Soeharto telah membayar kunjungan resmi ke Belanda,
yang dibalikan oleh Ratu Juliana dari Belanda dan kunjungan kerajaan Pangeran
Bernhard ke Indonesia pada tahun 1971. Ratu Beatrix dan Pangeran Claus juga
membayar kunjungan kerajaan ke Indonesia pada 1995. Warisan pemerintahan
kolonial lainnya di Indonesia adalah sistem hukum yang diwarisi dari Belanda. Pada
2009, Menteri Kehakiman Belanda Ernst Hirsch Ballin mengunjungi Indonesia
dalam apa yang dianggap sebagai batu loncatan untuk mereformasi sistem hukumnya.
Melalui berabad-abad hubungan kolonial, jumlah lembaga budaya di
Belanda-seperti Tropenmuseum dan Rijksmuseum voor Volkenkunde di Leiden-
memiliki koleksi besar arkeologi Indonesia dan etnologyartefak. Keduanya
merupakan pusat studi Indonesia terkemuka di Eropa, yang mengkhususkan diri
78
dalam budaya, sejarah, arkeologi dan etnografi. Erasmus Huis — pusat kebudayaan
Belanda — didirikan pada 1970 di Jakarta. Hal ini dimaksudkan sebagai kerjasama
budaya untuk mempromosikan pertukaran seni dan budaya antara Indonesia dan
Belanda. Selain banyak pameran, pertunjukan musik dan pemutaran film, beberapa
ceramah tentang budaya Belanda dan Indonesia diadakan secara teratur di
Auditorium dan galeri mereka (https://ex.kemlu.go.id/thehague/id/arsip/siaran-
pers/Pages/Duta-Besar-Retno-Marsudi-akan-Memperkuat-Hubungan-Khusus-
Indonesia-Belanda.aspx diakses pada 22 Juli 2019).
4.1.1.3.1 Hubungan Politik Indonesia-Belanda
Hubungan antara keduanya telah dirusak oleh niat separatis gerakan Papua
Barat. Selain itu, Republik Maluku Selatan juga mencari pemisahan dari Indonesia.
Dalam hal ini, mereka telah menyerang target di Belanda pada tahun 1970-an dan
1980-an, berusaha untuk memaksa negara untuk menekan Indonesia ke dalam
memungkinkan untuk pemisahan bangsa mereka. Ikatan politik kemudian tegang
karena pejabat Indonesia menolak untuk mengunjungi Belanda sementara kelompok
itu diizinkan untuk membawa kasus ke pengadilan terhadap mereka. Pada 2010,
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungan ke Belanda
setelah aktivis kelompok tersebut meminta pengadilan Belanda untuk mengeluarkan
surat perintah penangkapan untuknya. Langkah ini dikutuk oleh aktivis pro-
Indonesia Moluccan di Jakarta.
Namun, kunjungan Menteri Luar Negeri Belanda Bernard bot ke Indonesia
pada 2005 untuk merayakan ulang tahun kemerdekaan ke-60 diklaim oleh Belanda
untuk melakukan suatu itikad dalam menciptakan hubungan antara kedua negara.
79
Setelah kunjungan ini, hubungan antara Indonesia dan Belanda semakin
diintensifkan dan diperkuat dengan perluasan kerjasama di berbagai bidang (
https://ex.kemlu.go.id/id/pidato/lainnya/Pages/Sambutan-Dr.-Bernard-Bot-Menteri-
Urusan-Luar-Negeri-Kerajaan-Belanda-Pada-hari-ulang-tahun-ke-60-Pro.aspx
diakses pada 22 Juli 2019).
4.1.1.3.2 Hubungan Ekonomi Indonesia-Belanda
Belanda adalah salah satu mitra dagang Indonesia yang paling berpengaruh di
Eropa. Perdagangan antara kedua negara di antara Januari dan September 2012
mencapai US $3.314 milyar, sementara upaya sedang dilakukan untuk lebih
meningkatkan angka itu. Pelabuhan Rotterdam dan Bandara Schiphol telah menjadi
titik masuk utama untuk produk Indonesia ke dalam Uni Eropa. Demikian pula,
perusahaan Belanda telah melihat Indonesia sebagai pintu gerbang mereka ke pasar
ASEAN yang lebih besar, yang merupakan rumah bagi lebih dari 500.000.000 orang.
Selama lebih dari 25 tahun, dari 1966 hingga 1992, bantuan pembangunan
diberikan oleh Belanda kepada Indonesia dalam pengaturan kelompok
antarpemerintahan di Indonesia (IGGI). IGGI telah didirikan pada akhir tahun 1960-
an untuk membantu mengkoordinasikan aliran bantuan asing ke Indonesia dan
diselenggarakan dan diketuai oleh pemerintah Belanda selama lebih dari dua dekade
sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an. Namun, pada awal 1990-an, kemudian-
Menteri kerjasama pembangunan di Belanda, Jan Pronk, menjadi semakin kritis
terhadap kebijakan domestik di Indonesia. Sebagai tanggapan, pada awal 1992,
pemerintah Indonesia mengindikasikan bahwa tidak lagi ingin berpartisipasi dalam
pertemuan tahunan IGGI di Den Haag dan lebih menyukai kelompok konsultatif
80
donor baru, kelompok Konsultative di Indonesia (CGI), dibentuk dan diketuai oleh
Bank Dunia. Awalnya, Belanda tidak diundang untuk menghadiri pertemuan CGI.
Kemudian, Belanda menjadi anggota kelompok
(https://www.en.indonesia.nl/indonesia/bilateral-relation diakses pada 25 Juni 2019).
4.1.1.3.3 Hubungan Pertahanan dan Militer
Hubungan kedua negara dalam bidang pertahanan telah terjadi pada sektor
pengadaan perlengkapan pertahanan dan industri pertahanan. Hal ini dapat di temui
ketika militer Indonesia pernah melakukan pembelian dan pengadaan Alutsista
buatan Belanda pada medio tahun 1960-an yaitu ketika melakukan pengadaan
Alutsista bekas dari Belanda dengan jenis Tank Ringan dengan tipe AMX-13, Lapis
baja kendaraan serba guna dengan tipe AMX Mk-61, AMX-VTT guna memenuhi
kebutuhan TNI untuk memperkuat Alutsista pertahanan Indonesia hal ini
(https://www.kvmo.nl/media/k2/attachments/marineblad_aug12_volledig.pdf diakses
pada 18 Juli 2019).
Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pada waktu itu berminat untuk
melakukan pembelian Alutsista Tank Leopard sejumlah 60 unit dari Belanda, namun
hal tersebut terpaksa secara sepihak di batalkan oleh pihak Belanda (dari Parlemen
Belanda terutama Kementerian Pertahananya karena Belanda yang notebene
merupakan bagian dari Eropa telah menyepakati kriteria penjualan senjata dan alat-
alat perang, terjadinya penolakan penjualan alutsista kepada Indonesia di landasi
dengan penjualan alutsista dalam hal ini tank, harus memenuhi syarat Internasional
yaitu penghormatan hak asasi manusia, patuhnya negara calon pembeli pada
kewajiban Internasional, juga kondusifnya situasi politik dan kondisi keamanan
81
negara. Penolakan ini berkaitan erat dengan adanya isu HAM yang terjadi di
Indonesia, terutama pada saat Indonesia mengalami konflik di Aceh, Timor-timor,
dan kerusuhan di papua. Pengamat Militer Indonesia, Dr. Salim Said mengemukakan
bila hal tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara bila
memang batalnya pembelian Alutsista tersebut
(https://internasional.kompas.com/read/2011/12/15/08161576/Belanda.Ogah.Jual.Ta
nk.ke.Indonesia?page=all diakses pada 15 Agustus 2019).
Hubungan Indonesia dan Belanda dalam bidang militer dan pertahanan tidak
memiliki banyak track record yang banyak terkait kerjasama pertahanan, namun dari
apa yang peneliti dari temuan yang di dapat di artikel, website resmi kedua negara,
ada beberapa kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua negara, diantaranya terkait
pembelian alutsista light tank pada tahun 1960 yang merupakan hibah ataupun bekas,
kemudian lapis baja kendaraan serbaguna, kemudian kerjasama Indonesia dan
Belanda untuk pengadaan alutsista Indonesia yaitu pembelian 2 kapal perang perusak
kawal rudal tahun 2012 hingga rampung awal tahun dan pertengahan 2017
(https://www.kemhan.go.id/2016/09/29/kapal-pkr-105-resmi-diluncurkan-untuk-
perkuat-armada-perang-tni-al.html diakses pada 15 Agustus 2019).
Dari adanya kerjasama yang di lakukan oleh kedua negara tersebut, hubungan
bilateral antara kedua negara menjadi lebih erat terutama sebagai upaya untuk
mencapai kepentingan nasional kedua negara dengan melaksanakan kerjasama
bilateral yang saling menguntungkan satu sama lain, tidak hanya bagi Indonesia tapi
bagi Belanda sendiri, hubungan bilateral kedua negara dapat berjalan secara optimal
dan terjalin sebagai mestinya, meski hubungan Indonesia dan Belanda pernah
82
mengalami pasang surut akibat sejarah masalah lalu, namun tidak menutup hubungan
yang lebih baik di masa depan, karena kini kedua negara memiliki keseteraan sebagai
negara dalam masyarakat Internasional.
4.1.1.4 Tinjauan Umum PT. PAL Indonesia
4.1.1.4.1 Sejarah PT.PAL Indonesia (Persero)
PT. PAL INDONESIA (Persero) sebagai salah satu industri strategis yang
memproduksi alat utama sistem pertahanan Indonesia khususnya untuk matra laut,
keberadaannya tentu memiliki peran penting dan strategis dalam mendukung
pengembangan industri kelautan nasional. Pendirian PT. PAL INDONESIA (Persero)
bermula dari sebuah galangan kapal yang bernama MARINE ESTABLISHMENT (ME)
dan diresmikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1939. Pada masa pendudukan
Jepang, perusahaan ini beralih nama menjadi Kaigun SE 2124.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan ini
dan mengubah namanya menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL). Kemudian pada
tanggal 15 April 1980, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1980,
status perusahaan menjadi PT.PAL Indonesia (Persero) kemudian dari Perusahaan
Umum menjadi Perseroan Terbatas. Peran PT.PAL INDONESIA (Persero) semakin
kuat setelah dikeluarkannya UU No. 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan di
mana BUMN strategis diberi ruang yang lebih luas. Berdasarkan UU tersebut
PT.PAL INDONESIA (Persero) secara profesional mengemban amanah sekaligus
kewajiban untuk berperan aktif dalam mendukung pemenuhan kebutuhan alutista
matra laut dan berperan sebagai pemandu utama (lead integrator) matra laut.Sesuai
tujuan awal pendiriannya sebagai pusat keunggulan industria maritim nasional,
83
PT.PAL INDONESIA (Persero) telah membuktikan reputasinya sebagai kekuatan
utama di dalam pengembangan industria maritim nasional.
Di dalam upaya memperkuat pondasi bagi pengembangan industri maritim,
PT.PAL INDONESIA (Persero) senantiasa bekerja keras untuk menyampaikan dan
menyebarluaskan pengetahuan, teknologi, serta keterampilan kepada masyarakat luas
terkait industri maritim nasional tersebut. Usaha PT.PAL INDONESIA (Persero) ini
merupakan langkah besar Indonesia untuk memasuki industri global bidang
pertahanan. Dengan posisinya sebagai pemandu utama alutista matra laut, maka pada
masa mendatang PT.PAL INDONESIA (Persero) akan terus meningkatkan
kemampuannya untuk dapat berperan dalam Driving Synergy to Global Maritime
Access. Peran penting dari PT.PAL INDONESIA (Persero) ini akan membawa
industri maritim Indonesia kepada pemenuhan pasar maritim secara global
(https://www.pal.co.id/our_company/corporate_profile?lang=ina diakses pada 18 Juli
2019).
PT.PAL INDONESIA (Persero) berlokasi di Ujung, Surabaya. Dengan
kegiatan bisnis utamanya meliputi :
1. Memproduksi kapal perang dan kapal niaga
2. Memberikan jasa perbaikan dan pemeliharaan kapal
3. Rekayasa umum dengan spesifikasi tertentu berdasarkan kebutuhan klien.
Saat ini kemampuan dan kualitas rancang bangun dari PT.PAL INDONESIA
(Persero) telah diakui pasar internasional. Kapal-kapal produksi PT.PAL
INDONESIA (Persero) telah melayari perairan internasional di seluruh dunia
(https://www.pal.co.id/product_&_solution?lang=ina diakses pada 18 Juli 2019).
84
4.1.1.4.2 Struktur Organisasi PT.PAL Indonesia (Persero)
Dalam Perusahaan BUMN ini terdapat Struktur Organisasi yang di buat
berdasarkan Peraturan Keputusan Direktur Utama PT.PAL Indonesia (Persero),
Berikut ini merupakan Organisasi Perusahaan PT. PAL Indonesia (Persero) antara
lain sebagai berikut :
PT.PAL Indonesia (Persero) memiliki susunan organisasi terbagi atas dua
garis kewenangan organisasi yaitu Struktural dan Fungsional. Dimana pada susunan
Stuktural bila di susun dari atas ke bawah dalam bentuk bagan dari tingkat tertinggi
hingga ke bagian departemen paling bawah, di mulai dari Direktorat Utama,
Sekretaris Perusahaan, Divisi Perencanaan Strategis Perusahaan, Satuan Pengawas
Intern, serta garis kewenangan fungsionalnya oleh Managemen Representative (MR)
dan Asisten Direktur Utama (ADU). Kemudian di urai kembali dalam 4 Departemen
antara lain : Direktorat Pembangunan Kapal (Divisi Design, Divisi Kapal Niaga,
Divisi Kapal Perang, Divisi Kapal Selam, Divisi Pemasaran dan Penjualan Bangkap),
Direktorat Rekayasa Umum dan Harian (Divisi Rekayasa Umum, Divisi
Pemeliharaan dan Perbaikan, Divisi Penjualan Rekumhar, Divisi Jaminan Kualitas,
Divisi Suppy Chain), Direktorat Keuangan (Divisi Perbendaharaan, Divisi Akuntansi,
Divisi Teknologi Informasi), Direktorat SDM dan Umum (Divisi HCM dan
Command Media, Divisi Kawasan).
85
Sumber : (https://www.pal.co.id/our_company/organization_structure?lang=ina
diakses pada 22 Juli 2019).
Gambar 4.3 Struktur Organisasi PT.PAL Indonesia (Persero)
4.1.1.4.3 Visi-Misi PT.PAL Indonesia
PAL INDONESIA mempunyai reputasi sebagai kekuatan utama untuk
pengembangan industri maritim nasional. Sebagai usaha untuk mendukung pondasi
bagi industri maritim, PAL INDONESIA bekerja keras untuk menyampaikan
pengetahuan, ketrampilan dan teknologi untuk masyarakat luas industri maritim
nasional. Usaha ini telah menjadi relevan sebagai pemegang kunci untuk
meningkatkan industri maritim nasional. Pengenalan lebih luas di pasar global telah
menjadi inspirasi PAL INDONESIA untuk memelihara produk yang berkualitas dan
jasa yang sempurna. Penajaman Visi dan Misi yang telah dilakukan oleh perusahaan,
86
tetap menjadi pedoman dalam menjalankan dan menjaga kelangsungan operasi
perusahaan ke depan di tengah-tengah iklim persaingan bisnis pasar global yang
semakin menuntut kemampuan daya saing.
Visi : Perusahan Konstruksi di Bidang Industri Maritim dan Energi Berkelas Dunia
Misi : 1) Kami Adalah Pembangun, Pemelihara dan Penyedia Jasa Rekayasa untuk
Kapal Atas dan Bawah Permukaan Serta Engineering Procurement dan
Construction Di Bidang Energi.
2) Kami adalah Penyedia layanan terpadu yang ramah lingkungan untuk
kepuasan pelanggan.
3) Kami berkomitmen membangun kemandirian industri pertahanan dan
keamanan matra laut, maritim dan energi kebanggaan nasional
(https://www.pal.co.id/our_company/vision_mission?lang=ina diakses pada
18 Juli 2019).
4.1.1.5 Damen Schelde Naval Shipbuilding
Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) didirikan di Vlissingen memiiki
tradisi yang kaya pembangunan kapal laut dengan bagian dari angkatan laut aslinya
yang berasal dari 140 tahun yang lalu. Pada Saat itu galangan kapal Royal Schelde,
yang berbasis di Vlissingen di Belanda, di kenal di seluruh dunia karena pembuatan
kapal yang berkualitas, baik di sektor angkatan laut dan komersial. Selang beberapa
dekade, penekanan pada kualitas terus berlanjut dan pada tahun 2001 Damen
Shipyards Group mengakuisi Royal Schelde bersama semua anak perushaannya.
Setelah akuisisi, Damen kemudian memperkenalkan konsep konstruksi modular yang
unik dan standar di Vlissingen juga, yang memungkinkan kami menawrkan waktu
87
pengiriman yang sangat cepat (https://www.damen.com/companies/damen-schelde-
naval-shipbuilding diakses pada 19 Juli 2019).
DSNS telah mengirimkan lebih dari 400 kapal sejak 1875 kepada pelanggan
yang paus di seluruh dunia dan telah mendapat reputasi untuk keunggulan di
sepanjang masa dengan memproduksi kapal yang memiliki masa hidup yang jauh
melebihi rata-rata dengan menawarkan teknologi mutakir dan solusi desai yang
paling efisien biaya.
DSNS memiliki dua konstruksi utama dan fasilitas outfitting, satu di
Vlissingen kota dan satu di kawasan industri Vlisinggen Timur. Selama bertahun-
tahun terakhir fasilitas DSNS telah melalui restrukturisasi yang komprehensif dan
proses newbuilding dan sekarang dapat peringkat di antara standar tinggi yang
tersedia di industri (https://www.damen.com/en/companies diakses pada 18 Juli
2019).
Pada tahun 2000an, melihat selesainya sampul Dock 2. dimana kapal besar,
seperti Landing Platform Docks dapat di bangun dan di romnbak. Sejak 2006
investasi besar telah dilakukan di fasilitas Vlissingen Timur, seperti instalasi mesib
baru di ruang pengelasan. Pembangunan bangunan pusat toko baru dan toko khusus
untuk pelat baja, dan pipa ( selesai 2009). Majelis Hall 2 di perpanjang pada 2009. Di
aula ini, frigat untuk Angkatan Laut Kerajaan Maroko di rakit di tingkat Greenfield.
Sebuah metode konstruksi yang dibuktikan dengan baik dalam pemabngunan Yacht
Super di situs kota Vlissingen.
Selama lebih dari 50 tahun DSNS sebenarnya adalah pembangunan kapal
yang berdedikasi dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda dan kami telah bekerja
88
bersama dengan Angkatan Laut Kerajaan Belanda pada desain ,rekayasa, dan
konstruksi selama delapan generasi, serta amfibi kapal dan organisasi pelengkap
angkatan laut. Berdasarkan puluhan tahun pengalaman DSNS sekarang menawarkan
kepada angkatan laut di seluruh dunia, berbagai kapal pertahanan dan kemanan.
Berkisar dari 7m ke lebih dari 200 (https://www.damen.com/en/about diakses pada
18 Juli 2019).
Adapun Triple Helix merupakan suatu aspek unik dari industrik Angkatan
Laut Belanda adalaha cara desain dan konstruksi yang telah diatur, meskipun DSNS
bertindak sebagai kontraktor utama, ini adalah kerjasama unik antara Angkatan Laut
Kerajaan Belanda, Institut organisasi penelitian ilmiah terapan Belanda (TNO),
MARIN, Universitas Belanda dan Industri Maritim.
Secara keseluruhan DSNS memahami semua tentang kapal yang mereka
produksi karena DSNS memiliki tahap dari desain, teknologi dan kemampuannya.
Selain itu, DSNS memiliki misi, DSNS galangan pembangun kapal yang fokus pada
permintaan klien, Internasional.Kami merancang dan membangun kapal inovatif
dengan kualitas yang sangat baik, didukung oleh jaringan penjualan dan layanan di
seluruh dunia termasuk fasilitas pemeliharaan dan perbaikan. Kemudian dengan
visinya, Tujuan kami adalah untuk menjadi pemimpin pasar global di pasar khusus
pembuatan kapal, perbaikan & konversi kapal dan layanan terkait, tumbuh selangkah
demi selangkah mengembangkan kapal dan layanan berkualitas. Kami ingin
melampaui harapan klien kami dalam hal kualitas, inovasi, dan keandalan.
Membangun hubungan yang sukses dengan pelanggan, mitra, dan karyawan di
89
lingkungan yang aman (https://www.damen.com/en/about/mission-and-vision
diakses pada 18 Juli 2019).
Konsep pembuatan kapal di Galangan DSNS yang unik didasarkan pada apa
yang diinginkan pelanggan kami: kualitas terbaik, desain yang terbukti, waktu
pengiriman yang singkat, perawatan yang rendah dan nilai jual kembali yang sangat
baik. Hasilnya adalah metode kerja dengan keseimbangan ideal antara standardisasi
dan kapal yang dibuat khusus. Dan tentu sajamenawarkan berbagai layanan
pelanggan, memberikan desain dan teknologi yang teruji dan teruji secara
menyeluruh dalam kapal dengan harga kompetitif dan inovatif.
Pendekatan pembuatan kapal standar DSNS, yang dikenal sebagai The
Damen Standard, telah menjadi salah satu nilai dasar utama kami. Dengan
membangun berbagai macam hulls standar untuk keperluan stok, kita secara
substansial dapat mengurangi waktu pengiriman. Namun, kapal standar ini dapat
dibuat khusus dengan berbagai pilihan dengan menyempurnakan setiap kapal Damen
sampai ke detail terakhir untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tertentu
(https://www.damen.com/en/about/how-we-work diakses pada 18 Juli 2019).
4.1.2 Uji Validitas dan Realibiltas
Kegunaan proses validitas data dalam sebuah penelitan merupakan aspek
yang sangat penting untuk dilakukan. Karena, dari validitas datalah yang akhirnya
akan mengungkapkan keabsahan penelitian dari seorang peneliti. Validitas data
dapat di katakan sebagai derajat ukuran pembanding ketepatan antara data yang
terdapat di lapangan dengan data yang di laporkan oleh peneliti. Terdapat beberapa
jenis sumber data yang dapat di peroleh oleh peneliti dalam menyelesaikan
90
penelitiannya, dari mulai studi pustaka, penelusuran data online, metode
dokumentasi ataupun wawancara.
Sumber data studi pustaka peneliti diperoleh dari berbagai macam buku,
tulisan, artikel, jurnal, buletin, lampiran factsheet, dan lainnya. Penelusuran data
online pun dilakukan peneliti melalui jalan dengan mengakses situs-situs resmi
lembaga terkait. Metode Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data-data atau catatan, transkrip, dokumen, surat kabar, dan lain
sebagainya. Penelitian dilakukan peneliti dengan melakukan studi kelapangan ke
Lembaga terkait tema penelitan, serta menentukan informan penelitan yang sesuai
dengan bidang penelitian. Dalam hal ini, peneliti memastikan dan memutuskan
informan-informan yang berhak memberikan informasi yang relevan terkait isu
permasalahan yang diangkat oleh peneliti secara seksama.
Dalam kegiatan menguji validitas dan reabilitas data yang di peroleh, peneliti ,
mengakses situs-situs resmi pemerintah, perusahaan BUMN, dan lembaga-lembaga
terkait lainnya serta mengkonfirmasi ke lembaga-lembaga tersebut yang mempunyai
keterkaitan dengan penelitan yang dilakukan, yakni PT.PAL Indonesia (Persero)
sebagai lembaga pemerintah perindustrian pertahanan negara yang dapat
memberikan data yang valid kepada peneliti. Pada hal pengujian validitas dan
reabilitas ini, mengenai data-data yang di peroleh peneliti berupa gambaran umum
tentang Kerjasama PT.PAL Indonesia (Persero) dengan Damen Schelde Naval
Shipbuilding Belanda dalam Bidang Pertahanan Untuk Modernisasi Alat Utama
Sistem Persenjataan Indonesia khususnya pada Alutsista Kapal Perang Perusak
Kawal Rudal (PKR), sebagai program kerjasama yang dilakukan kedua belah pihak
91
demikian mengenai informasi latar belakang, isi, dan program juga topik kajian,
peneliti melakukan konfirmasi keabsahan suatu data langsung dengan pihak PT.PAL
Indonesia yang terkait dengan skema penelitian yakni kepada Direktur Utama
PT.PAL Indonesia (Persero) yang di wakili oleh Bapak Sugiharto dari Bagian
Sekretaris Perusahaan.
Setelah melalui penelitan-secara langsung dengan pihak terkait, peneliti juga
melakukan pengujian dengan menyesuaikan informasi yang di peroleh peneliti saat
melakukan penelitian langsung dengan membaningkan informasi tersebut dengan
informasi yang peneliti dapat pada situs-situs resmi berisikan Undang-Undang
Republik Indonesia No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, profil PT.PAL
Indonesia, profil DSNS Belanda, rencana kerjasama, progress kerjasama, dan hasil
kerjasama PT.PAL Indonesia dengan DSNS Belanda dipublikan secara resmi oleh
pemerintahan, PT.PAL Indonesia maupun Baranahan RI melalui Situs yang sudah di
uji kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan maka situs tersebut bisa
dijadikan sebagai salah satu cara untuk menguji data yang telah di peroleh.
4.2 Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.2.1 Kerjasama PT. PAL Indonesia (Persero) dengan DSNS Belanda
Komponen utama pertahanan nasional matra laut yang melaksanakan tugas
untuk menjaga kedaulatan dan mengawal keutuhan Negara Republik Indonesia yaitu
TNI AL, dan di dalam upaya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,
TNI AL membutuhkan sejumlah Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang
dimana proses pengadaannya dilaksanakan melalui proyek pengadaan kapal di dalam
negeri ataupun dari luar negeri. Khusus pada proyek pengadaan kapal luar negeri,
92
pemerintah melewati UU Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan
berupaya guna memaksimalkan pemakaian produksi domestik untuk
memberdayakan industri pertahanan domestik serta menambah kesejahteraan
perekonomian nasional. Selain itu Penggunaan KRI yang dibuat dari buatan luar
negeri dapat memberikan stimulus dalam hal kemandirian sistem pertahanan nasional
dan sistem ketahanan nasional.
Ketahanan Alutsista dibutuhkan untuk memastikan suatu kepentingan
nasional dalam bentuk kekuatan pertahan untuk memastikan keberlangsungan hidup
bangsa, kesejahteraan ekonomi dan kedaulatan politik (Jackson dan Sorensen, 2013).
Peningkatan ketahanan Alutsista yang melewati industri pertahanan nasional
memiliki suatu dimensi penting terhadap sistem pertahanan nasional, hal ini ditinjau
dari sisi pertahanan militer maupun ketahananan ekonomi nasional. Dengan
pemenuhan keperluan Alutsista dari industri dalam negeri, sekian banyak Alutsista
yang dipunyai Indonesia bisa dirahasiakan, dan bisa memberdayakan perekonomian
domestik (http://jdih.bsn.go.id/produk/detail/?id=11&jns=2 diakses pada 22 Juli
2019).
Dalam mewujudkan kemandirian pertahanan dan memberdayakan industri
pertahanan nasional, pemerintah telah menunjuk PT.PAL Indonesia (Persero)
sebagai industri pertahanan nasional terkait dengan matra laut hal ini disesuaikan
dengan kebutuhan yang di perlukan oleh TNI khususnya TNI AL sekaligus sebagai
upaya untuk menjadi bagian dalam memodernisasi Alutsista.
Kesepakatan kerjasama ini terjadi pada saat kementerian luar negeri Indonesia
dalam hubungan kerjasama bilateralnya dengan Belanda dengan meningkatkan
93
kerjasama yang komprehensif maka kedua negara melakukan kerjasama dalam
bidang pertahanan mengenai alat utama sistem persenjataaan memberikan mandat
kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Badan Sarana
Pertahanannya pada tanggal 5 Juni 2012 secara resmi menandatangi kontrak
kerjasama pengadaan kapal perusak rudal (PKR) dengan DSNS Belanda, yang
dimana PT. PAL Indonesia di berikan mandat selaku industri pertahanan dalam
negeri pelaksanaan pembangunan bersamaan dengan DSNS Belanda melalui
program Transfer of Technology (ToT).
Sebagai salah satu ujung tombak revitalisasi industri maritim nasional, PT.PAL
INDONESIA (Persero) telah memproduksi beberapa proyek Kapal perang Indonesia
untuk menunjang ketersediaan produktifias alat persenjataan Indonesia yang akan di
pergunakan oleh TNI AL dalam melaksanakan tugas pengamanan kedaulatan
pertahanan negara (https://www.kemhan.go.id/2012/04/25/pt-pal-produksi-kapal-
niaga-dan-kapal-perang.htmldiakses pada 9 Mei 2019).
Mengingat faktor kebutuhan Alutsista yang semakin meningkat
kebutuhannya setiap tahunnya. Pada 5 Juni 2012, Kementrian Pertahanan Indonesia
melakukan kerjasama dengan galangan kapal Damen Schelde Naval Shipbuilding
(DSNS) Belanda di tandai dengan penandatangan kontrak pengadaan Kapal Perusak
Kawal Rudal (PKR) 10514 di Jakarta. Adapun nilai kontrak pembelian kapal perang
PKR ini adalah USD 220 juta yang dimana pengadaan kapal perang PKR 10514
dalam rangka untuk memperkuat Alutsista di jajaran TNI AL guna mendukung tugas
menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI
94
(https://www.kemhan.go.id/2012/06/06/kemhan-ri-tandatangani-kontrak-pengadaan-
1-unit-kapal-pkr-10514.html diakses pada 9 Mei 2019).
Dalam pembangunan Kapal PKR 10514 ini, Kementrian Pertahanan
Indonesia mempercayakan pengembangan produksi kepada PT. PAL Indonesia
(Persero) untuk kerjasama produksi (joint production) dengan Damen Schelde Naval
Shipbuilding (DSNS) Belanda. Dimana di dalam proses pembangunannya, DSNS
Belanda telah memutuskan untuk memberikan Transfer of Technology (ToT) dalam
konstruksi desain dan pembangunan Kapal PKR 10514 kepada PT. PAL Indonesia
(Persero) (https://www.beritasatu.com/hukum/52211-kemenhan-beli-kapal-perusak-
belanda-us220-juta.html diakses pada 9 Mei 2019).
Kapal Perang PKR ini merupakan kapal perang pembelian baru, bukan bekas
ataupun overhauled, adapun dalam kontrak kerjasama pembelian kapal tersebut
dalam pembangunan atau pembuatannya dilakukan oleh kedua negara dan
pengerjaannya dilakukan di Indonesia dan di Belanda, pembangunan kapal PKR ini
menggunakan sistem modular dimana berupa bagian block modul yang terpisah
dapat di hubungkan dengan bagian block modul lainnya. Adapun pengerjaan
pembangunan kapal PKR ini melalui Program Transfer of Technology, dimana akan
menyerap lebih kurang 200 Orang PT. PAL Indonesia (Persero) dari berbagai
disiplin keilmuan, dan 75 orang di dalamnya akan didik di DSNS Belanda.
Kelebihan dari Kapal Perang PKR sendiri ialah memiliki Desain Stealth (Siluman)
yang artinya sulit terdeteksi oleh radal kapal lain, berkecepatan 28 Knot, kemampuan
tempur permukaan laut, anti serangan udara dengan sensor udara tercanggih mampu
mendeteksi sasaran di udara lebih dari 200 km, dan pertempuran anti kapal selam
95
(bawah air), serta Smart S Radar secara otomatis dapat melacak hingga 400 target
udara, 100 target di permukaan laut dengan jangkauan 250 Kilometer
(http://bumn.go.id/ppa/berita/1-Mengenal-Kapal-Siluman-Buatan-Indonesia diakses
pada 9 Mei 2019).
Adapun yang dimaksud dengan program Transfer of Technology yang di
gunakan dalam kerjasama ini memiliki arti, dimana proses memindahkan
keterampilan, pengetahuan, teknologi, metode manufaktur, sampel manufaktur dan
kemudahan antar pemerintah/Negara atau universitas dan Lembaga lain guna
meyakinkan bahwa pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa diakses
dengan lebih luas dari pemakai yang lantas dapat mengembangkan dan
memanfaatkan teknologi ke dalam produk, proses, penerapan, bahan atau layanan
yang baru. Tujuan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian
dan pengembangan antara lain: untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan masyarakat/ negara.
96
Sumber : (https://products.damen.com/en/ranges/sigma-frigate-and-corvette/sigma-
frigate-10514)
Gambar 4.4 Desain Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) Dari DSNS Belanda
Dalam kesepakatan tersebut kerjasama pembangunan kapal PKR ini
berlangsung selama 49 Bulan dimana dalam pembangunannya melalui joint
production dengan melibatkan program Transfer of Technology. Kemudian nilai total
USD 220 juta atau sekitar Rp 2,06 Triliun per unitnya.
Proses perkembangan pembangunan kapal jenis PKR memerlukan rangkaian
proses pekerjaan yang melibatkan sumber daya yang meliputi: tenaga kerja (man),
bahan (material), perlengkapan dan mesin (machine), tata kerja (method), dana
(money), arena pembangunan (space) dan sistem (system). Sumber daya itu perlu
dikelola secara optimal pemakaiannya sebagai unsur dari strategi pembangunan
kapal perang jenis PKR maka tujuan perusahaan guna meraih keuntungan dari
proyek pembangunan kapal perang PKR bisa segera dijangkau secara maksimal.
Keuntungan yang didapatkan dapat mencakup keuntungan di bidang keuangan,
97
keterampilan penguasaan teknologi maupun citra PT.PAL Indonesia di kompetisi
internasional sebagai di antara galangan kapal yang dapat dan mempunyai
pengalaman membina kapal perang jenis kapal PKR. Pembangunan kapal perang
jenis PKR adalah suatu proyek manajemen yang perumahan yang melibatkan sekian
banyak bidang disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi.
PT. PAL Indonesia (Persero) memiliki kemudahan galangan yang dibutuhkan
untuk membina kapal, keterampilan rekayasa dan keterampilan manajemen proyek.
Namun, PT.PAL Indonesia (Persero) belum mempunyai pengalaman membina kapal
perang jenis PKR yang mempunyai kompleksitas atau kesulitan yang paling tinggi
dalam arti tingkat kerumitan dalam pembangunannya di bandingkan dengan
pembuatan kapal jenis lain. Di samping itu, hasil dari penilaian kompetensi dari
galangan kapal DSNS Belanda setelah mendapatkan serangkaian informasi dari
pencapaian kompetensi yang dilakukan mengatakan bahwa hampir + 80 persen
kemudahan produksi yang di miliki oleh PT.PAL Indonesia (Persero) perlu
dilakukannya perbaikan dan atau up-grade kapasitasnya untuk dapat melaksanakan
proyek pembangunan kapal perang jenis PKR. Oleh karenanya PT.PAL Indonesia
(Persero) butuh mengikuti program Transfer of Technology dan asistensi tenaga ahli
dari galangan kapal DSNS Belanda.
Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang proyek pembangunan KRI jenis
PKR, pihak galangan kapal DSNS Belanda mengemban kerja sama dengan PT. PAL
Indonesia (Persero) sebagai teman kerja penerima program ToT (Transfer of
Technology). Oleh karenanya, dalam proyek pembangunan kapal perang jenis PKR I
dan II, galangan kapal DSNS Belanda beraksi selaku kontraktor utama (main
98
contractor) dan PT.PAL Indonesia (Persero) bertugas sebagai teman kerja (sub-
contractor) galangan kapal DSNS Belanda.
Melalui program kerja sama itu PT.PAL Indonesia (Persero) mengirimkan
sejumlah tenaga kerjanya untuk mengikuti pelatihan baik di galangan kapal DSNS
Belanda maupun di bengkel pelatihan kerja PT.PAL Indonesia (Persero) di Surabaya.
Untuk mengemban proyek pembangunan kapal berukuran besar dan
melibatkan sekian banyak teknologi terkini dan tinggi dibutuhkan perkiraan yang
paling besar. Kebutuhan TNI AL terhadap sekian banyak jenis KRI, khususnya
jenis kapal PKR, frigate, corvette dan destroyer adalah pasar potensial yang tersedia
untuk produk-produk kapal PKR. Dalam perencanaan postur TNI AL sampai tahun
2024, TNI AL masih membutuhkan sejumlah besar kapal jenis sekian banyak PKR,
frigate, corvette dan destroyer.
Bahan baku dan permesinan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pembangunan kapal PKR I dan PKR II dipasok dan dikelola secara langsung oleh
pihak DSNS Belanda, sebagaimana disebutkan oleh narasumber penelitian ini. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa PT.PAL Indonesia (Persero) belum memiliki
kesiapan untuk melaksanakan pengadaan (procurement) material utama yang
dibutuhkan untuk proyek pembangunan kapal PKR. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya kredibilitas PT.PAL Indonesia (Persero) dalam sistem rantai pasok
internasional pemasok material pembangunan kapal PKR yang antara lain
diakibatkan oleh pengalaman gagal kredit di masa yang lalu, termasuk rendahnya
jaminan sistem keuangan dalam negeri sebagai penjamin sistem pembayaran yang
diperlukan dalam pengadaan internasional tersebut. Pada pihak lain, industri strategis
99
dalam negeri belum bisa menghasilkan material yang dibutuhkan untuk memasok
kebutuhan logistik yang memenuhi persyaratan pembangunan kapal PKR.
Meskipun berhasil menguasai proses produksi pembangunan kapal perang
jenis PKR melalui program ToT (Transfer of Technology), semua perencanaan cara
pembangunan kapal kapal PKR I dan PKR II dikendalikan langsung oleh pihak
DSNS Belanda. Dari apa yang peneliti amati pada saat observasi lapangan, pihak
PT.PAL Indonesia sebenarnya telah memiliki keterampilan di dalam penguasaan
cara pengerjaan pembangunan kapal PKR, khususnya pada bidang produksi. Namun
guna menangani proyek dalam jumlah banyak untuk pembangunan kapal PKR secara
mandiri, PT.PAL Indonesia (Persero) masih memerlukan waktu guna mematangkan
keahlian dan kemampuannya. Oleh karenanya, PT.PAL Indonesia (Persero) masih
memerlukan sistem mentoring dari pihak DSNS Belanda dalam melaksanakan
pembangunan kapal perang PKR guna meningkatkan keterampilan dan kesiapannya
dalam rangka membina kapal itu secara mandiri (Wawancara).
Dengan mengikuti pelatihan dan pelaksanaan tahapan demi tahap di dalam
proyek pembangunan kapal PKR I dan PKR II, maka PT.PAL Indonesia (Persero)
sudah menguasai cara pembangunan kapal yang diperlukan (metode moduler)
dimana bagian dengan bagian lain merupakan bagian yang terpisah dan setelah tiap-
tiap bagiannya telah selesai maka akan di hubungkan dengan teknik pengelasan
secara modular. PT.PAL Indonesia (Persero) juga sukses melaksanakan
pembangunan modul-modul kapal PKR I dan PKR II serta menggabungkan semua
modul itu menjadi satu kapal yang utuh dan siap dikenalkan sebagai kapal perang.
Metode moduler yang dipakai dalam proyek pembangunan kapal PKR I dan PKR II.
100
Serta joint production yang sesuai dengan apa yang di amanat kan oleh UU No. 16
Tahun 2012 tentang industri pertahanan.
Transfer of Technology adalah proses memindahkan kemampuan,
pengetahuan, teknologi, sampel hasil, metode manufaktur, serta fasilitas antara
pemerintah, universitas dan istitusi lainnya yang menjamin bahwa perkembangan
ilmu teknologi dapat diakses oleh banyak pengguna. Kerjasama pertahanan antara
Indonesia dan Belanda melalui dalam pengadaan Kapal PKR melalui program
Transfer of Technology yang diberikan dari pihak Belanda melalui DSNS kepada PT.
PAL Indonesia (Persero). PT. PAL Indonesia (Persero) sebagai salah satu BUMNIS
produsen Alutsista dalam negeri diberikan kepercayaan untuk menerima Transfer of
Technology. Sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 pasal 3
bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan Industri pertahanan adalah mewujudkan
kemandirian pemenuhan alat pertahanan dan keamanan
4.2.2 DSNS Belanda Sebagai Partner Kerjasama dengan Indonesia
Alasan Belanda yang di pilih dalam kerjasamanya antara lain sebelum
dilaksanakannya tender, tiap-tiap negara yang memiliki kemampuan dalam
menciptakan Alutsista dengan Industri Pertahanan yang handal dari luar negeri turut
serta dalam pengadaan Alutsista, seperti yang di jabarkan dalam poin bagian tahap-
tahap pengadaan Alutsista, TNI sebagai komponen utama yang melaksanakan dan
menjaga kemanan serta kedaulatan Indonesia memberikan spesifikasi Alutsista yang
dibutuhkan TNI dengan menimbang teknologi yang terbaru dan dapat di pergunakan
dengan melihat aspek kekuatan dan ketahanan dalam jangka waktu yang panjang
serta efek gentar (detterence effect) yang mumpuni dalam periode yang lama.
101
Kemudian yang menentukan negara mana yang akan menjadi penyedia dalam
pengadaan Alutsista asing adalah dari pihak pemerintahan yaitu kementerian
pertahanan.
DSNS Belanda terpilih menjadi penyedia pengadaan Alutsista karena di nilai
dari kemampuannya serta kemapamananya dalam menciptakan serta membangun
Alutsista terutama dalam bidang galangan kapal perang, setelah berhasil menang
lelang/tender yang di lakukan pemerintah Indonesia, selain itu pula tingkat
pengalaman dalam melaksanakan proyek-proyek berskala besar dan keahlian para
tenaga kerja dapat menjamin kualitas dan ketahanan proyek PKR ini, di tambah
dengan teknologi yang paling mutakhir mengikuti perkembangan jaman dalam waktu
panjang dan cukup lama juga daya tempur dan fitur-fitur dalam sistem integrasi
informasi dalam akses kapal perang sudah kredibel di bidangnya.
DSNS Belanda juga merupakan salah satu galangan kapal yang memiliki
reputasi yang sangat baik dalam pembuatan kapal perang di eropa kemudian dari sisi
kualitas dan pemeliharaan yang dapat di andalkan dan presisi, sehingga hal ini
menjadi salah satu indikator yang di pergunakan oleh kementerian pertahanan untuk
menentukan perusahaan asing manakah yang akan di jadikan bagian dari kerjasama
yang di lakukan oleh Indonesia melalui serangkaian mekanisme yang telah tertera
dalam tahap-tahap pengadaian Alutsista yang di lakukan melalui kerjasama secara
Internasional. Oleh karena itu pula, DSNS Belanda menjadi salah satu yang di pilih
selain untuk kerjasama pertahanan juga untuk menciptakan hubungan yang positif
antara kedua negara agar meningkatnya ikatan hubungan bilateral yang saling
102
menguntungkan antara keduanya dalam upaya memenuhi dan mencapai kepentingan
nasional yang menjadi tujuan dari Indonesia maupun Belanda.
4.2.3 Kendala Kerjasama antara PT.PAL Indonesia dengan DSNS Belanda
Dalam setiap kerjasama tidak selamanya akan berjalan secara sempurna
namun tidak dipungkiri akan ada suatu kendala yang akan di alami oleh satu pihak
maupun kedua pihak yang notabene merupakan hal yang tidak dapat dihindari
namun dapat di minimalisir resiko yang akan terjadi dalam perjalanan proses dalam
kerjasama tersebut.
Terutama bila kerjasama tersebut yang menyangkut mengenai objek vital
suatu negara dan berhubungan dengan negara lain/asing maka suatu hal yang perlu
di perhatikan dari aspek dalam negeri Indonesia dan Belanda sendiri, yaitu aspek
politis dari pemerintahan ke pemerintahan, dan hubungan yang akan terjadi di
dalam proses kerjasama tersebut dan setelah terjadinya kerjasama tersebut.
Dalam hal ini, upaya untuk meningkatkan hubungan bilateral dapat
dilakukan dengan melalui bentuk kerjasama pertahanan yang dilakukan Indonesia
dan Belanda dalam pemenuhan objek vital negara yaitu pengadaan Alutsista untuk
Indonesia. Dimana PT. PAL Indonesia (Persero) terlibat selaku Industri Pertahanan
Strategis dalam negeri yang wajib hadir dalam pelaksanaan pengadaan alusista
matra laut Indonesia. Kendala sendiri disini terbagi atas dua jenis yaitu kendala
teknis dan kendala khusus yg berkaitan dengan hubungan internasional.
Adapun kendala secara teknis yang dihadapi oleh PT.PAL Indonesia (Persero)
pada saat dilaksanakannya kerjasama pembangunan kapal perang jenis PKR ini
antara lain sebagai berikut :
103
Pertama, kendala Sumber Daya Manusia. Dalam proyek kerjasama yang
dilakukan oleh kedua negara yang ditujukan dengan perwakilannya melalui PT.
PAL Indonesia (Persero) dari Indonesia dan DSNS dari Belanda ini meninjau dari
tahap demi tahapan, dari pihak PT.PAL Indonesia (Persero) pada saat tahap
permulaan pelaksanaan belum dapat mengantarkan tenaga kerja yang secara kriteria
di butuhkan untuk bisa mengikuti apa yang DSNS tawarkan dalam bentuk
pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan aspek yang harus di akomodir dalam
upaya membangun kapal perang jenis PKR. Dari pihak Galangan Kapal DSNS
Belanda telah menyampaikan persyaratan jumlah dan keahlian yang di perlukan
atau sesuai dengan alokasi keterampilan tenaga dalam pelaksanaan pembangunan
kapal PKR ini, namun terjadinya keterlambatan dalam penyediaan tenaga kerja dari
pihak PT.PAL Indonesia (Persero). Tim Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal
Perang PKR dari TNI AL ikut turun serta membantu dalam mengawasi dan
mengawal pelaksaanan proyek pembangunan kapal PKR I dan II yang dilakukan
oleh PT. PAL Indonesia (Persero) dengan galangan kapal DSNS Belanda sehingga
dapat membantu meningkatkan kesiapan tahap demi tahap dalam berjalannya
proyek kerjasama ini (Wawancara).
Dalam upaya untuk menghadapi kendala tersebut, PT.PAL Indonesia (Persero)
telah menyediakan tenaga kerja PT.PAL Indonesia (Persero) untuk dapat mengikuti
pelatihan yang sebelum telah di sepakati dalam kerjasama untuk mendukung
berjalannya pembangunaan kapal PKR ini dengan mengirimkannya ke Belanda dan
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang menunjang dari DSNS Belanda
sebagaimana yang tercantum dan menjadi bagian dari program Transfer of
104
Technology sehingga sumber daya manusia atau tenaga kerja dari PT.PAL Indonesia
(Persero) dapat memperoleh peningkatan keahlian yang lebih handal sesuai dengan
syarat yang di sampaikan oleh DSNS Belanda . Namun, dalam perjalannya pelatihan-
pelatihan yang dilakukan ini secara faktualnya hanya berfokus kepada kemampuan
untuk dapat melakukan welder, fitter dan steelworker (outfitting dan piping).
Pada sisi lainnya, pihak PT.PAL Indonesia (Persero) sendiri masih
menghadapi kendala dalam upaya mengakomodir tenaga kerja yang memiliki
keahlian yang terampil di bidang rekayasa desain atau pun proyek pembangunan
kapal, logistik, sistem informasi dan manajemen proyek pembangunan kapal perang
jenis PKR. Hal ini dikarenakan, dalam kerjasama ini secara garis besarnya Indonesia
melakukan transaksi dengan membeli alutsista dari negara asing dengan beberapa
syarat yang dimana tidak di perbolehkan hanya membeli dari negara lain secara
cuma-cuma sehingga wajib industri pertahanan dalam negeri yang diamana disini
PT.PAL Indonesia yang terlibatnya, sebagai sub contractor sehingga pada dasarnya
rekayasa desain atau cetak biru dari teknologi kapal perang PKR ini secara
keseluruhan berasal dari DSNS Belanda. Dengan kata lain, PT.PAL Indonesia
(Persero) masih belum bisa menciptakan cetak biru rekayasa, gambar kerja serta
menejemen logistik secara mandiri. Hal ini dapat di lihat dari apa yang terjadi di
lapangan bahwa pihak dari DSNS Belanda yang masih langsung memengang kontrol
dari apa yang di jelaskan tersebut (Wawancara).
Kedua, kendala pembiayaan dana. Dalam pelaksanaan pembangunan kapal
perang jenis PKR I dan II ini PT.PAL Indonesia (persero) mengalami kendala
pembiayaan dana. Meninjau pembangunan kapal perang PKR ini yang merupakan
105
kapal perang jenis frigate dan masuk kedalam kategori flagship yang memiliki harga
cukup mahal dalam per satuan unit dimana harus mengeluarkan dana sebesar USD
220 Juta sehingga sangat krusial bila dana di keluarkan harus berimbang dengan
teknologi yang ada dan di miliki oleh Kapal PKR ini, sehingga sumber dana yang
ada harus dapat tersedia karena modal dana yang di keluarkan tidak sedikit.
Pembiayaan dana disini sangat peran dalam apa yang terjadi di dalam negeri
sehingga dari aspek politis, birokrasi dan keuangan dalam negeri harus transparan
dan tidak menimbulkan gejolak terutama dalam hal menyangkut penyediaan dana
untuk alutsista pertahanan negara yang merupakan salah satu objek vital negara.
Ketiga, kendala bahan baku/ komponen-komponen lokal dan peralatan mesin.
Kedua hal tersebut merupakan bagian dari kendala yang terjadi dan di hadapi dalam
pelaksanaan pembangunan kapal PKR ini, Hal ini diakibatkan oleh pasokan produksi
bahan baku buatan lokal industri pertahanan dalam negeri yang masih belum mampu
memproduksi beberapa komponen bagian pada kapal Kapal PKR yang sesuai dengan
kriteria dan standarisasi industri kapal perang alutsista Belanda. Dengan meninjau
hal tersebut, galangan DSNS Belanda secara langsung ikut membantu dan
mengimpor keperluan bahan-bahan baku pembangunan kapal KPR dari Belanda dan
di kirimkannya ke galangan kapal PT.PAL Indonesia (Persero) ke Divisi Kapal
Perang untuk membantu mengatasi kendala hal tersebut (Wawancara).
Sehingga adanya upaya yang dilakukan tersebut, maka tingkat keberhasilan
pembangunan kapal PKR I dan II jauh lebih tinggi, serta proses pembangunanan
kapal perang tersebut dapat jauh lebih optimal serta mampu diselesaikan dalam
waktu yang tepat dengan kualitas bahan baku yang mumpuni. Meskipun menjadi
106
satu catatan penting bagi PT.PAL Indonesia (Persero) dalam hal melaksanakan
pengelolaan bahan baku secara mandiri. Oleh sebab itu, PT. PAL Indonesia (Persero)
akan terus membenahi apa yang mesti di lakukan guna meningkatkan kualitas dan
pelayanan dalam menyerap informasi dari adanya kerjasama ini, sehingga menjadi
sumber pengetahuan baru agar PT. PAL Indonesia (Persero) dalam menunjang
pencapaian pembangunan Kapal Perang sejenis dalam hal menyediakan bahan-bahan
baku atau komponen-komponen lokal yang di ciptakan secara mandiri oleh PT. PAL
Indonesia (Persero) sebagai bagian dari industri strategis pertahanan dalam negeri
(Wawancara).
Keempat, kendala mengenai pengambilan keputusan dalam pembangunan
kapal. PT.PAL Indonesia (Persero) mengadapi kendala dalam melaksanakan metode
pembangunan kapal moduler dalam melaksanakan proyek pembangunan kapal PKR
berkaitan dengan birokrasi yang ada. Di samping, kendala keterampilan dan kesiapan
yang diperlukan dalam pelaksanaan teknik pembangunan kapal, PT.PAL Indonesia
juga disini menghadapi suatu kendala berupa alur sistem birokrasi. Sistem pendanaan
pembangunan kapal perang PKR dikelola oleh Bappenas, Kementerian Pertahanan
dan Kementerian Keuangan. Dari penelitian ini, peneliti menganalisa bahwa alur
birokrasi yang dilakukan memang sudah tertera dan di jelaskan seperti apa yang di
telah di jelaskan dalam tahapan-tahapan pengadaan alutsista, dimana sistem tersebut
di pergunakan agar dana jauh lebih transparan dan mudah diawasi sehingga untuk
meminimalisir terjadi kkn , namun dalam segi pelaksanaan harus digaris bawahi alur
tersebut memang sesuai dengan UU no 16 Tahun 2012 namun kita juga perlu
menimbang bila waktu yang di perlukan antara satu instansi dengan instansi berikut
107
akan memakan waktu yang tidak sedikit, sehingga pihak eksekutor dalam
pembangunan kapal perang PKR ini yaitu PT.PAL Indonesia (Persero) dalam
mengambil suatu keputusan terutama dalam ketersediaan dana yang di butuhkan
tidak serta merta langsung di berikan namun membutuhkan persetujuan antara semua
pihak yang tertera di atas hingga akhirnya baru bisa di ekseskusi oleh Industri
Pertahanan Negara.
Kelima, kendala mengenai tantangan market/pasar . Dalam pembangunan
alutsista tentu ada hal yang perlu di tentukan yaitu mengenai kemana alutsista
tersebut di pasarkan atau di pergunakan, karena PKR ini di bangun dan di tujukan
untuk memperkuat jajaran kekuatan matra laut yaitu TNI AL maupun di peruntukan
untuk pesanan yang datang dari negara asing. Tentu hal ini sangat krusial jika
alutsista yang berhasil di ciptakan tersebut mampu berjalan dengan efisien dan
optimal pada saat di pergunakan dan mengemban tugas oleh TNI AL. Sehingga
kualitas dan ketahanan alutista PKR ini harus di uji dan di tempa secara mendetail
sebelum akhirnya di serah terimakan kepada TNI AL. Oleh karena hal itu, PT. PAL
Indonesia (Persero) telah melakukan tugasnya secara maksimal dalam meningkatkan
kemampuannya dalam pembangunan kapal PKR I dan II tersebut.
Selain itu, untuk di pergunakan untuk ketahanan negaranya Indonesia sebagai
Industri Pertahanan dalam negeri PT. PAL Indonesia harus dapat melebarkan visi
dan misi untuk terus berkarya dan mengemban tugasnya untuk menciptakan alutsista,
entah itu untuk dalam negeri ataupun negara asing. Untuk itu proyeksi untuk melihat
pasar di Internasional tentu harus dilakukan, terutama dalam upaya mengembangkan
kemampuan PT.PAL Indonesia untuk menciptakan alutsista dalam negeri agar dapat
108
memproduksinya secara mandiri, adanya suatu keberlanjutan yang terus menerus
dalam menciptakan alutsista kelas dunia salah satunya seperti PKR I dan II ini, meski
pada tahap ini bekerjasama dengan DSNS Belanda. Kedepannya Indonesia mampu
memproduksi Kapal Perang yang sejenis dengan differensiasi secara mandiri dengan
kesiapan yang lebih maksimal dan kemampuan dalam keterampilan pembangunan
kapal yang telah di tingkatkan dengan adanya Transfer of Technology tersebut.
Oleh Karena itu, bila Produksi PT.PAL Indonesia (Persero) yang dilakukan
secara terus menerus dengan target pasar yang tepat (Konsumen Global), maka hal
yang nantinya apa yang akan diperoleh oleh PT.PAL Indonesia (Persero) yaitu
meluaskan pangsa pasar kapal PKR produksi PT.PAL Indonesia (Persero). Sehingga
tidaknya untuk memodernisasikan Alutsista Industri Pertahanan dalam negeri yang di
tujukan untuk TNI AL saja, namun dapat memperluas jangkauan pasar ke luar negeri
(Wawancara).
Keenam, kendala mengenai tantangan sistem informasi. PT.PAL Indonesia
(Persero) pada tahap awal belum memiliki sistem informasi yang secara struktural
terintegrasi dengan seluruh bagian dalam sistem kapal PKR ini. Hal ini secara tidak
langsung akan mempersulit PT.PAL Indonesia dalam upaya menjalankan proyek
tersebut karena tidak adanya sistem yang terintegrasi untuk mengelola keseluruhan
proses yang terlibat dalam pelaksanaan proyek pembangunan kapal PKR maupun
kapal sejenis yang memiliki kompleksitas tinggi namun tahapan selanjutnya secara
bertahap PT.PAL Indonesia (persero) akan mampu mengadaptasi pengetahuan yang
di dapat dari kerjasama ini dalam proyek yang akan datang di masa depan.
109
Kendala khusus, kendala yang dialami oleh Indonesia dalam kerjasama dalam
kaitannya dengan hubungan internasional yaitu diplomasi yang di laksanakan
membutuhkan waktu yg cukup panjang sehingga finalisasi antara pelaksanakaan di
lapangan dengan kontrak kerjasama memiliki rentang waktu. Kontrak kerjasamanya
sendiri ditekan pada tahun Juni 2012, sedangkan eksekusi pembangunananya sendiri
dimulai pada awal 2014. hal ini menimbang bila diplomasi yang di lakukan oleh
Indonesia dengan Belanda tidaklah mudah. Kemudian, secara kebijakan pertahanan
antara kedua negara memiliki perbedaan dari tujuan masing-masing negaranya.
Kemudian dari jarak antara galangan surabaya dan galangan di belanda mengibatkan
proses pertukaran alih teknologi langsung menyeluruh, meskipun di lakukan secara
bertahap pada awal pelaksanaan hingga akhir rampungnya kerjasama tersebut. Lalu,
berkaitan dengan birokrasi pemerintah dengan pemerintah yang membutuhkan
administrasi rentang waktu.
Dari kendala-kendala yang di paparkan di atas, maka tidak sedikit kendala
yang masih di hadapi oleh PT.PAL Indonesia (Persero), Meskipun begitu dari
penelitan ini peneliti melihat dan menimbang bila Indonesia dimana PT.PAL
Indonesia yang di berikan mandat dari Kementerian Pertahanan RI untuk
melaksanakan proyek kerjasama dengan DSNS Belanda, masih memerlukan bantuan
dukungan dari Pemerintah Indonesia untuk menunjangkan pemenuhana kepentingan
nasional dalam bentuk pertahanan negara yang mana akan di pergunakan oleh TNI
AL sebaga matra laut yang memiliki tugas untuk melindungi, mengamankan,
menjaga kedaulatan RI dengan Alutsista yang telah di modernisasi dengan teknologi
terbaru.
110
4.2.4 Hasil Kerjasama Terhadap Modernisasi Alutsista Persenjataan Indonesia
Melalui PT.PAL Indonesia sebagai Industri dalam Negeri
PT.PAL Indonesia (Persero) akhirnya mampu dan sukses melewati
keterlibatannya sebagai sub-contractor dalam proyek pembangunan kapal PKR I dan
II yang dilaksanakan bersama galangan kapal DSNS Belanda sebagai main
contractor. Dimana DSNS Belanda telah melaksanakan Tranfer of Technology yang
di berikan kepada PT.PAL Indonesia (Persero), dimana DSNS Belanda merupakan
galangan kapal yang menguasai seluruh pengetahuan dan kemampuan yang
dibutuhkan dalam membangun kapal tersebut. Dengan pengetahuan dan
keterampilan tersebut, dalam jangka panjang PT.PAL Indonesia (Persero) memiliki
potensi untuk mengembangkan kemampuannya membangun kapal tersebut secara
mandiri.
PT.PAL Indonesia (Persero) dapat mendukung kesiapan Alutsista TNI AL
dalam bidang melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan untuk kapal tersebut.
Keberhasilan PT.PAL Indonesia (Persero) menguasai teknologi pembangunan kapal
perang jenis PKR dan membangunnya secara berdikari sehingga dapat menyerahkan
pengaruh nyata guna sistem keawetan Alutsista TNI AL. Kemampuan itu pun
menyerahkan implikasi pada kemampuan melaksanakan pemeliharaan kapal tersebut.
Dengan membangun sendiri kapal tersebut, maka kerahasiaan Alutsista TNI AL
dapat ditingkatkan, dan begitu pula dengan ketahanannya karena dapat mengemban
pemeliharaan dan peremajaan teknologi kapal tersebut tanpa tergantung pada pihak
asing.
111
Sumber : (https://products.damen.com/en/ranges/sigma-frigate-and-corvette/sigma-
frigate-10514 diakses pada 19 Juli 2019)
Gambar 4.5 Kapal Perusak Kawal Rudal I 10514 (Raden Eddy Martadinata)
Gambar di atas merupakan salah satu jenis KRI yang berhasil dibangun
setelah melewati program pengadaan luar negeri ialah KRI yang di beri Perusak
Kawal Rudal (PKR atau sebutan lainnya yaitu Sigma Frigate 10514. KRI jenis PKR
ini sukses di bina oleh galangan kapal DSNS Belanda dan PT. PAL Indonesia,
dimana jenis kapal kombatan (tempur) yang ini dirancang untuk melaksanakan
tugasnya secara penuh dalam segala medan peperangan di permukaan laut, di udara.
Dengan demikian Kapal PKR ini ialah salah satu jenis kapal kombatan yang
dipunyai akhirnya perdana di miliki oleh TNI AL dengan segala fitur yang sangat
lengkap dengan daya tempur yang sangat presisi karena kapal KRI PKR ini adalah
pengadaan Alutsista dengan pembuatan yang baru dan bukan hibah ataupun bekas
juga bukan overhauled . Nomenklatur dari PKR ini dicocokkan dengan tugas kapal
tersebut, baik dalam gugus tugas maupun ketika beroperasi secara mandiri. Kapal ini
112
disebutkan adalah kapal kombatan pertama yang dimana di dalamnya penuh dengan
persenjataan yang menandai keampuhan dari kapal tersebut. Kapal jenis PKR di
bangun atas dasar prioritas pengawalan dan pengamanan tugasnya ketika berada di
medan pertahanan penyanggah, medan pertahanan utama dan daerah-daerah
perlawanan dengan keterampilan Peperangan Elektronika (Electronic Warfare),
Peperangan Anti Udara (Anti Air Warfare), Peperangan Anti Kapal Selam (Anti
Submarine Warfare) dan Peperangan Anti Kapal Permukaan (Anti Surface Warfare).
Kapal perang PKR pertama terdiri dari 6 Blok Modul (Bagian-bagian yang
terpisah), dengan porsi dimana PT.PAL Indonesia (Persero) mengerjakan 4 Blok
Modul di Surabaya, dan DSNS Belanda mengerjakan 2 Blok Modul di Belanda.
Waktu pembuatan kapal perang PKR ini di jadwalkan di selesaikan selama 49 Bulan
terhitung sejak 15 Januari 2014. Kapal Perang PKR Fregat pertama merupakan kapal
perang pertama Indonesia yang melalui mekanisme pembelian Alutsista baru dengan
teknologi yang baru dengan pembangunan dilakukan oleh kedua negara secara
bersama melalui program Transfer of Technology. Pada proses perjalanan
pembangunan kapal PKR pertama, kementrian pertahanan memesan kembali
pembelian untuk unit yang kedua dengan unit kapal perang jenis yang sama.
Kemudian pada pembangunan kapal perang PKR kedua, porsi pembangunannya,
PT.PAL mengerjakan 5 Blok Modul yang di lakukan di Surabaya dan DSNS Belanda
mengerjakan 1 Blok Modul di Vlissingen, Belanda. Kapal PKR kedua ini kemudian
rampung pada sembilan bulan setelahnya (sesudah dirampungkannya kapal PKR
pertama).
113
Dengan serangkaian tahapan proses serta pengujian. Dimulai dengan
pemotongan pelat pertama (First Steel Cutting) pada 17 September 2014 dilanjutkan
dengan peletakan lunas (Keel Laying) pada 18 Januari 2016 dan diluncurkan pada 29
September 2016, serta telah dilakukan berbagai serangkaian uji (sea trial) sebelum
kapal ini layak untuk diresmikan. Kemudian, setelah semua proses dilaksanakan dan
telah rampung. Maka, Kapal PKR pertama diserahterimakan pada Senin 23 Januari
2017, sedangkan Kapal PKR kedua diserahterimakan pada 30 Oktober 2017
(https://www.youngontop.com/read/1213/kapal-perusak-kawal-rudal-karya-anak-
bangsa-siap-di-2017/diakses pada 22 Juli 2019).
Adapun hasil modernisasi Alutsista TNI bagi industri dalam negeri khususnya
PT.PAL Indonesia (Persero), dengan adanya Transfer of Technology PT. PAL
Indonesia telah mampu menciptakan kapal PKR I (Raden Eddy Martadinata 331)
dan PKR II ( I Gusti Ngurah Rai 332) . Kapal perang PKR 1 yang berhasil dibuat
oleh PT.PAL adalah jenis fregat. Fregat adalah jenis kapal perang yang mampu
bergerak gesit di lautan. Negara-negara maritim dunia pasti memiliki kapal jenis ini
untuk melindungi wilayah negerinya dari serangan musuh. Kapal jenis Fregat
biasanya dibuat oleh negara seperti Spanyol Belanda, Inggris, dan Portugal. Dan
kedepannya pembuatan PKR selanjutnya akan harapkan terus meningkat, hal itu
menyusul tingginya perhatian pemerintah untuk meningkatkan kualitas, kemampuan
dan profesionalisme TNI melalui pemenuhan Alutsista (Wawancara).
Seperti apa yang di sampaikan oleh Direktur Utama PT.PAL INDONESIA
(Persero) dengan mengusung semangat One Team One Goal. Kapal perang PKR I
dan II bersistem canggih pertama yang dibangun di Indonesia ini menjadi
114
kebanggan serta semangat baru bagi Insan PAL Indonesia dalam menguasai
perkembangan Teknologi Perkapalan. “Transfer of Technology pembangunan kapal
ini menyerap 330 tenaga kerja PT.PAL INDONESIA (Persero). Penyerahan kapal ini
membuktikan PT.PAL INDONESIA (Persero) siap dalam menjalankan tugas untuk
membangun kapal perang” tegasnya. Kemampuan rancang bangun kapal perang
karya Insan PAL Indonesia adalah wujud nyata peran aktif mempertahankan
Kedaulatan NKRI.
Kerjasama ini membantu serta meningkatkan pengembangan kemandirian
Industri Pertahanan Indonesia dengan melalui program Transfer of Technology guna
meningkatkan produktifitas modernisasi Alutsista Indonesia, selain itu juga dengan
adanya kerjasama ini membawa pengaruh yang positif bagi perindustrian pertahanan
Indonesia terutama bertambahnya kemampuan dan pengetahuan para insiyur dan
teknisi dalam menerapkan teknologi yang di didapat juga kemandirian dalam
menciptakan dan mempergunakan komponen lokal anak bangsa. Program Transfer
of Technology yang dilakukan berjalan dengan baik, meski ada beberapa catatan
penting yang masih harus di ramu kembali oleh industri pertahanan dalam negeri
karena harus melihat kesiapan dari segala aspek yang telah di paparkan.
Dari apa yang peneliti amati secara garis besarnya, dari teknis kerjasama
yang telah dilaksanakan oleh kedua negara telah berhasil di tandai dengan
rampungnya kedua kapal perang PKR ini sehingga dapat di pergunakan oleh TNI AL
dalam memenuhi tugasnya mengawal serta menjaga kedaulatan negeri, kerjasama
pertahanan yang telah di melalui serangkaian tahapan yang telah di lalui bersama
dalam proses pembangunan pengadaan kapal ini antara kedua belah bila dari PT.
115
PAL Indonesia (Persero) kemudian dari pihak DSNS Belanda telah sukses di
implementasikan dalam bentuk Alutsista PKR tersebut.
Kemudian dari aspek hubungan internasional, hubungan yang terjalin oleh
keduanya menciptakan hubungan yang positif dengan meningkatnya rasa
kepercayaan antara keduanya sehingga hubungan bilateral keduanya semakin
membaik serta menguntungkan keduanya dari kepentingan nasional yang di capai
oleh masing-masing negera tersebut, selain melihat dari sisi historis antara Indonesia
dan Belanda yang cukup panjang, dimana dulu memiliki stigma negatif akan negara
Belanda yang merupakan negara kolonial yang pernah menjajah Indonesia.
Terkait diplomasi yang dilakukan dapat di artikan berhasil di lakukan oleh
perwakilan-perwakilan negara dalam memenuhi kepentingan nasional yang
kemudian hal ini di buktikan dengan terjadinya dan berakhirnya kerjasama ini, tanpa
adanya diplomasi yang berperan aktif dan berlanjutan maka suatu kerjasama tidak
akan berjalan dengan baik terlebih komunikasi dan negosiasi yang aktif serta efektif
dalam diplomasi antara kedua belah pihak akan menjadi indikator penting dalam
berhasil atau tidaknya proses dan implementasi kerjasama ini.
Modernisasi Alutsista yang telah menjadi tujuan dari diadakannya agenda
kepentingan nasional Indonesia ditinjau dari hasil kerjasama setelah rampungnya
kapal PKR ini dapat dinyatakan berhasil terimplementasi. Hal ini di imbangi dengan
program Transfer of Technology yang merupakan suatu keharusan di dalam produksi
bersama yang dilakukan oleh kedua negara, yang menjadi penunjang berjalannya
modernisasi Alutsistanya tersebut, lalu dari segi aspek industri pertahanan dalam
116
negeri Indonesia sendiri, secara garis besarnya telah mampu menyerap sebagian dari
adanya alih teknologi dari DSNS Belanda.
Kedepannya dengan diadakan kerjasama ini menjadi suatu titik awal bagi
Industri Pertahanan Strategis dalam negeri, khususnya matra laut untuk secara
mandiri mengembangkan dan menciptakan Alutsistanya sendiri dengan menerapkan
ilmu yang telah di dapat dari berhasilnya kerjasama ini, sehingga ekosistem galangan
kapal dari alih teknologi dari luar negeri dapat di terapkan secara berkelanjutan
dalam pembangunan kapal perang di Indonesia secara mandiri dan skala besar, di
tahun tahun yang akan datang.
Dengan demikian hasil kerjasama ini, tidaknya hanya menguntungkan pihak
Belanda namun bagi Indonesia sendiri untuk dapat menciptakan Alutsista yang
sejenis dengan diferensiasi yang lebih baik dan dana yang lebih efektif
pengalokasiannya serta meningkatnya keahlian atau skill dari sumber daya manusia
yang lebih terampil juga industri pertahanan Indonesia yang lebih stabil manajemen.
Sehingga hasil dari kerjasama ini, menjadi suatu batu pijakan industri pertahanan
Indonesia agar mampu menciptakan Alutsista dengan kualitas terbaik dan
kemampuan yang maksimal, dan teknologi terbaru dari adaptasi yang di lakukan dari
hasil kerjasama.
top related