bab ii tinjauan pustaka 2.1 kosmetika 2.1.1 pengertian ...eprints.umm.ac.id/40043/3/bab ii.pdf ·...
Post on 07-Jan-2020
37 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetika
2.1.1 Pengertian Kosmetik
Pemakaian kosmetika merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seseorang
sejak usia bayi sampai usia lanjut, tidak terkecuali pria maupun wanita dengan
tujuan untuk mendapatkan kulit yang sehat, wajah yang cantik, penampilan
pribadi yang baik dan kepercayaan pada diri sendiri. Kosmetik dikenal oleh
manusia sejak berabad-abad yang lalu, sehingga seiring dengan berkembangnya
ilmu tentang kosmetologi banyak ilmuan yang menggembangkan tentang ilmu
dermatologi agar dapat mengetahui efek dari suatu bahan terhadap kulit, karena
saat ini banyak kasus penyakit baru yang muncul akibat dari pemilihan bahan
kosmetik yang ternyata dapat mengiritasi kulit seperti bercak merah, rasa panas
dan terbakar jika terkena paparan sinar matahari langsung (Tranggono dan Fatma,
2007).
Pada tahun 1995 Lubowe menciptakan istilah "cosmedik" yang merupakan
gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi kulit secara
positif, namun bukan obat. Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut
"kosmetologi" yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan,
aplikasi penggunaan, dan efek samping kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).
2.1.2 Fungsi Kosmetik
Apabila dasar kecantikan adalah kesehatan, maka penampilan kulit yang
sehat adalah bagian yang langsung dapat kita lihat, karena kulit merupakan organ
tubuh yang berada paling luar dan berfungsi sebagai pembungkus tubuh. Dengan
demikian pemakaian kosmetik yang tepat untuk perawatan kulit, rias atau
dekoratif akan bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Wasitaatmadja, 1997).
Penggolongan kosmetika menurut penggunaannya bagi kulit:
1. Kosmetik perawatan kulit (Scin care cosmetic)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk
didalamnya:
6
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (Cleanser): sabun, cleansing cream,
cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (Mosturizer), misalnya: mosturizer
cream, night cream, anti wrinkel cream.
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion.
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (Peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengampelas (abrasiver).
2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat
warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi dua
golongan:
a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye shadow, dan
lain-lain.
b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya luntur dalam
waktu yang lama, misalnya pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut,
dan preparat penghilang rambut (Tranggono dan Fatma, 2007).
2.2 Antioksidan
2.2.1 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang mempunyai kumpulan
elektron yang tidak berpasangan pada suatu lingkaran luarnya. Radikal bebas
adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada
orbital terluarnya, radikal bebas sangat reaktif dan tidak stabil, sebagai usaha
untuk mencapai kestabilannya radikal bebas akan bereaksi dengan atom atau
molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini dalam
tubuh dapat menimbulkan reaksi berantai yang mampu merusak struktur sel, bila
tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung,
katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya (Maria dan Herry, 2014).
7
Radikal bebas bertanggung jawab terhadap kerusakan tingkat sel dan
jaringan terkait usia. Pada kondisi normal, terjadi keseimbangan antara oksidan,
antioksidan, dan biomolekul. Radikal bebas yang berlebih menyebabkan
antioksidan seluler natural kewalahan, memicu oksidasi, dan berkontribusi
terhadap kerusakan fungsional seluler. Radikal bebas merupakan penyebab utama
terkait proses penuaan, dianggap sebagai satu-satunya proses utama, dimodifikasi
oleh genetik dan faktor lingkungan; oksigen radikal bebas bertanggungjawab
(reaktivitasnya tinggi) terhadap kerusakan tingkat sel dan jaringan terkait usia.
Akumulasi radikal oksigen pada sel dan modifikasi oksidatif molekul biologi
(lipid, protein, dan asam nukleat) berperan pada penuaan dan kematian sel.
2.2.2 Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang dalam konsentrasi rendah jika
dibandingkan dengan substrat yang akan teroksidasi dapat memperlambat atau
menghambat oksidasi substrat (Sen et al., 2010), berperan penting dalam
melindungi sel dari kerusakan dengan kemampuan memblok proses kerusakan
oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas (Hartanto, 2012). Antioksidan
merupakan suatu zat yang mampu menetralisir atau meredam dampak negatif dari
adanya radikal bebas.
Manfaat dari antioksidan sendiri yaitu untuk menangkal radikal bebas yang
menjadikan antioksidan sangat banyak diteliti oleh para peneliti. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa antioksidan seperti tokoferol, askorbat, flavonoid,
dan likopen dilaporkan dapat memperlambat proses yang diakibatkan oleh radikal
bebas (Andriani et al., 2007).
Antioksidan dapat berperan untuk menurunkan laju perubahan akibat
penuaan yang mampu menstabilkan atau menonaktifkan radikal bebas sebelum
menyerang sel, juga dapat menghambat ataupun menunda oksidasi. Antioksidan
memiliki fungsi preventif dan proteksi terhadap penyakit terkait usia. Manusia
memiliki sistem antioksidan kompleks baik enzimatik maupun non-enzimatik
yang bekerja sinergis untuk melindungi sel dan sistem organ dari kerusakan akibat
radikal bebas. Antioksidan endogen berperan penting menjaga fungsi seluler yang
optimal dan kesehatan sistemik secara umum.
8
Senyawa fenolik atau polifenolik merupakan kandungan yang terdapat
dalam antioksidan golongan flavonoid yang mana terbukti mampu menangkal
radikal bebas. Antioksidan dapat dihasilkan tanaman berupa senyawa fenolik
(flavonoid, asam fenolik, tannin, dan lignan) mempunyai berbagai efek biologis
seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap
radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya singlet oksigen serta
pendonor elektron (Karadeniz et al., 2005). Flavonoid merupakan salah satu
antioksidan dari kelompok senyawa fenolik yang ditemukan dalam buah dan
sayuran (Farkas et al., 2004). Beberapa tahun belakangan ini, telah dibuktikan
bahwa flavonoid memiliki potensi yang besar melawan penyakit yang disebabkan
oleh penangkap radikal bebas (Middleton et al., 2000 cit Amic et al., 2003).
Struktur kimia flavonoid memiliki inti flavon terdiri dari 15 atom C dengan 3
cincin C6-C3-C6 yang disebut dengan A, B, C. Adapun struktur kimia dari
flavonoid dapat kita lihat pada Gambar 2.1 (Astawan, 2009).
Gambar 2. 1 Struktur Flavonoid
(Astawan, 2009)
2.2.3 Mekanisme Antioksidan
Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi
radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan dalam
tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki
sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan
9
radikal bebas yang berlebihan maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen
(berasal dari luar) (Muchtadi, 2013).
Gambar 2. 2 Proses masuknya radikal bebas ke dalam tubuh
(Krisnadi, 2015)
Reaksi berantai pada radikal bebas (tanpa ada antioksidan) terdiri dari tiga
tahap, yaitu:
Tahap inisiasi : RH R* + H*
Tahap propagasi : R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH +R*
Tahap terminasi : R* + R* R – R
ROO* + R* ROOR
ROO* + ROO* ROOR + O2
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R*) yang sangat
reaktif, karena (RH) melepaskan satu atom hidrogen, hal ini dapat disebabkan
adanya cahaya, oksigen atau panas. Pada tahap propagasi, radikal (R*) akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (ROO*). Radikal peroksi
selanjutnya akan menyerang RH (misalnya pada asam lemak) menghasilkan
hidroperoksida dan radikal baru. Hidrogen peroksida yang terbentuk bersifat tidak
stabil dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai
pendek seperti aldehida dan keton (Nugroho, 2007).
10
Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan berlanjut sampai
tahap terminasi, sehingga antar radikal bebas dapat saling bereaksi membentuk
senyawa yang kompleks.
Dengan adanya antioksidan maka akan memberikan atom hidrogen atau
elektron pada radikal bebas (R*, ROO*), mengubahnya ke bentuk yang lebih
stabil RH. Sementara turunan radikal antioksidan (A*) memiliki keadaan lebih
stabil dibanding radikal semula R*. Reaksi penghambatan antioksidan terhadap
radikal lipid mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut (Yuswantina, 2009) :
Inisiasi : R* + AH RH + A*
Radikal lipida
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
Gambar 2. 3 Cara Kerja Antioksidan
(Krisnadi, 2015)
Kemampuan antioksidan umumnya diukur berdasarkan nilai IC50,
dimana IC50 ini menggambarkan besarnya konsentrasi suatu senyawa yang
mampu menghambat radikal bebas sebanyak 50%. Jika nilai IC50 semakin
kecil maka kemampuan antioksidan semakin besar (Seneviratnhe et al., 2006).
Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
11
Tabel 2. 1 Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan (Blois, 1958)
2.3 Penuaan Dini
Penuaan dini yang ditandai dengan kondisi kulit kering, bersisik kasar yang
disertai dengan munculnya keriput dan noda hitam atau flek, kini telah menjadi
hal yang ditakuti manusia pada usia produktif. Faktor penyebab penuaan dini
yaitu faktor internal (kesehatan, daya tahan tubuh, stress dan perubahan hormonal)
dan faktor eksternal (radikal bebas, sinar matahari dan polutan). Radiasi sinar
matahari merupakan faktor paling utama, dan penuaan oleh karena paparan sinar
surya disebut photoaging. Keadaan ini dianggap patologis karena terjadi
kerusakan jaringan akibat paparan sinar matahari (photodamage). Pada daerah
yang sering terkena terutama wajah, leher dan punggung tangan photoaging
memperberat (superimposed) terjadinya penuaan fisiologik. Jadi perubahan yang
tampak adalah kombinasi proses penuaan ekstrinsik maupun intrinsik. Dikatakan
80% penuaan pada wajah merupakan tanda photoaging, walaupun faktor seperti
merokok, alkohol, stres dan lain lainnya berperan pula pada proses timbulnya
kerut wajah dini (Uitto, 1997). Efek berbahaya sinar UVA dan UVB pada kulit
adalah terjadinya kerusakan sel, jaringan dan enzim-enzim tertentu oleh karena
pembentukan radikal bebas. Selain itu juga terjadi kerusakan DNA, yaitu molekul
yang merupakan perangkat genetik sehingga terjadi pertumbuhan tumor akibat
mutasi gena (Kariosentono, 2009).
Proses menua menyebabkan perubahan fisiologik kulit yang dapat terlihat
tandanya terutama pada wajah, ini dapat dipakai sebagai tanda klinis penuaan,
yaitu kulit kering karena menurunnya fungsi/aktifitas kelenjar minyak, kelenjar
keringat dan hormon estrogen serta terjadinya penguapan air yang berlebihan.
JumLah kelenjar keringat aktif juga menurun sehingga produksi keringat
berkurang. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena lapisan tanduk mudah lepas
dan ada kecenderungan sel sel mati untuk saling melekat di permukaan. Selain itu
12
terjadi kelainan proses keratinisasi dan perubahan ukuran serta bentuk sel lapisan
tanduk, sebagian berkelompok dan mudah lepas sehingga terlihat sebagai sisik
yang kasar Timbul keriput (wrinkles), awalnya keriput halus dibawah mata, lebih
lanjut keriput kasar yang tidak menghilang sewaktu kulit diregangkan. Kulit
menjadi kendor, menggelantung disertai kerutan dan garis-garis kulit lebih jelas.
Bercak pigmentasi yang tidak merata di permukaan kulit karena perubahan
distribusi melanin dan menurunnya fungsi serta prolifrasi melanosit, sehingga
pengumpulan pigmen melanin tidak teratur. Pigmentasi yang dicetuskan sinar
matahari antara lain sebagai freckles, melasma dan lentigo, terutama muncul pada
orang yang rentan. Freckles adalah bercak coklat dengan batas tegas dan tepi tak
teratur. Lentigo merupakan bercak coklat kehitaman yang tepinya rata, biasanya
pada kondisi photodamage yang berat (Kariosentono, 2009).
2.4 Tanaman Bunga Marigold
Bunga Marigold merupakan tanaman dari keluarga Asteraceae yang tersebar
luas di seluruh dunia dengan berbagai spesies dan biasa digunakan sebagai
tanaman hias. Bunga Marigold (Tagetes erecta L.) saat ini telah banyak
dibudidayakan di Indonesia, khususnya di Pulau Bali. “Tagetes” berasal dari
“Tages”, nama seorang demigod yang terkenal dengan kecantikannya. Bunga
Marigold memiliki arti filosofis sebagai bunga keberuntungan dan nilai
kesakralan yang tinggi bagi umat Hindu. Marigold dapat tumbuh sepanjang tahun,
mudah ditanam dan umur panen relatif singkat, membuatnya banyak
dibudidayakan untuk dijadikan tanaman hias, bunga dekorasi dan bunga sesaji.
Spesies Marigold sangat beragam, diantaranya adalah Tagetes erecta, Tagetes
patula, Tagetes minuta,Tagetes lucida, Tagetes tenuifolia dan Tagetes filifolia
(Winarto, 2011). Bunga marigold oleh masyarakat Filipina dimanfaatkan pula
sebagai obat anemia serta rematik (Vasudevan et al., 1997). Marigold
mengandung minyak atsiri sehingga dalam bidang pertanian, bunga marigold
dapat digunakan sebagai fungisida alami dan anti nematoda (Salisbury dan Ross,
1995).
Bunga Marigold memiliki nama yang berbeda-beda disetiap tempatnya
tergantung pada penyebutan masyarakat terhadap bunga Marigold. Di Indonesia
disebut sebagai kenikir, randa kencana dan ades, tahi kotok, sedangkan di negara
13
lain bunga Marigold juga memiliki nama yang berbeda-beda seperti Amarello
(Filipina), Oeillet d’inde (French), Marigold (English), Ades (China),
Afrikaantjes, Wan shou ju (Kristy, 2014).
Gambar 2. 4 Bunga Marigold (Tagetes erecta L.)
(sumber: https://www.khasiat.co.id/bunga/marigold.html)
Tagetes yang merupakan nama lain dari tanaman Marigold adalah tumbuhan
tahunan yang dapat tumbuh pada tanah subur berpasir dengan pH netral (7,0–7,5)
serta iklim yang cerah dengan cukup sinar matahari dan drainase baik yang dapat
tumbuh dengan tinggi sekitar 60-90 cm dan tegak (Pratheesh V., et al. 2009).
Menurut Astuti (2003) Marigold berasal dari Meksiko merupakan tanaman yang
memiliki batang tegak, percabangan tidak banyak dan tingginya 0,5-1 m.
Marigold memiliki bunga berbentuk bonggol, tunggal atau terkumpul dalam malai
rata yang jarang dan dikelilingi oleh daun pelindung yang berwarna hijau gelap
dengan tekstur yang bagus, berakar tunjang dan dapat berkembang biak dengan
biji. Bunga Marigold merupakan bunga bertangkai panjang dan ujung tangkainya
membesar serta memiliki susunan mahkota bunga rangkap, warna cerah yaitu
putih, kuning, orange hingga kuning keemasan atau berwarna ganda (Winarto,
2010). Daun menyirip gasal, tajuk daun kedua sisi berjumLah 5-9 dengan panjang
5-9 cm dan bergerigi, di dekat tepi daun terdapat bintik-bintik kelenjar bulat.
14
2.4.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi bunga marigold: (Winarto, 2011)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Sub Famili : Tageteae
Genus : Tagetes
Spesies : Tagetes erecta L.
2.4.2 Kandungan dalam Bunga Marigold
Bunga Marigold memiliki dua komponen metabolit sekunder flavonoid dan
karotenoid. Flavonoid diketahui sebagai antioksidan yang potensial. Aktivitas
sebagai antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya
gugus hidroksi fenolik dalam stuktur molekulnya (Gong et al., 2012).
Kadungan karotenoid bunga Marigold sebanyak 68 mg/100 g (Piccaglia et
al., 1998). Karotenoid yang terdapat dalam Marigold adalah karotenoid yang
berwarna kuning seperti karoten (α-karoten dan β-karoten) dan xantofil (lutein
dan zeaxantin) (Handelman, 2001). Kandungan lutein pada Marigold dapat
berfungsi sebagai antioksidan (Zhang et al., 1991) serta dapat meningkatkan
fungsi kekebalan, menekan pertumbuhan kanker payudara, serta menekan
pembelahan sel limfosit (Chew et al., 1996). Ketika senyawa-senyawa tersebut
bereaksi dengan radikal bebas maka akan terjadi pembentukan radikal baru yang
distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik (Gong et al., 2012).
Marigold dapat dipertimbangkan sebagai sumber lutein yang baik, lutein
ester dan sebagian besar pigmen (lebih dari 97%) ditemukan pada daun dan bunga
(Piccaglia et al., 1998). Kandungan senyawa -karoten, trans-lutein, lutein ester,
dan xantofil pada Marigold digunakan sebagai pewarna makanan, pewarna
kosmetik, antioksidan, antikarsinogen, dan produk obat-obatan. Bunga Marigold
pada bidang pertanian efektif dalam pencegahan nematoda pengganggu tanaman
dan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Winarto, 2010).
15
Karotenoid berlimpah pada buah dan tanaman dan banyak digunakan
sebagai antioksidan dan mungkin bermanfaat dalam pencegahan penyakit
termasuk kanker (Seddon 1994). Bunga Marigold terdiri dari beberapa spesies
jumLahnya sekitar 33 helenium, helianthus, bunga matahari, dandelion dan masih
banyak lainnya. Dari jumLah tersebut, sumber xantofil terkonsentrasi yaitu
4500mg / lb (Verghese, 1998b) pada kelopak Tagetes erecta L. (Marigold Afrika,
Aztec arigold, Zempasuchil). Kelopak bunga Marigold adalah sumber signifikan
dari xantofil dan memiliki konsentrasi pigmen yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan tanaman lainnya (Verghese, 1998a). Karotenoid juga
berperan sebagai prekursor vitamin A, yang mana sangat penting dalam nutrisi
tubuh manusia yang berperan sebagai antioksidan efisien. Oleh sebab itu,
mengkonsumsi makanan yang kaya akan karotenoid merupakan suatu bentuk
perlindungan terhadap beberapa jenis penyakit berbahaya seperti kanker,
kerusakan kulit akibat sinar UV, penyakit jantung koroner, katarak, dan
degenerasi molekular (Yunji et al., 2017).
Dalam penyembuhan beberapa penyakit seperti demam, epilepsi, astringent,
karminatif, obat perut, kudis, keluhan hati dan juga digunakan dalam penyakit
mata serta untuk memurnikan darah merupakan khasiat yang bisa didapat dari
bunga Marigold. Jus bunga Marigold juga dapat diberikan sebagai obat
penggumpalan darah serta rematik, pilek, dan bronkitis (Kirtikar and Basu, 1987;
Ghani, 1998).
Dari hasil penelitian pada ekstrak bunga Marigold didapat IC50 seperti yang
tertera pada table dibawah ini : (Valvoya et al., 2012)
16
Tabel 2. 2 IC50 ekstrak bunga Marigold
Pada penelitian lain didapatkan hasil dari ekstrak bunga Marigold yaitu
memiliki nilai IC50 3,70 μg/mL. Tingkat kekuatan antioksidan dikatakan sangat
kuat bila memiliki IC50 <50 μg/mL sehingga dapat disebutkan bahwa intensitas
antioksidan ekstrak etanol bunga Marigold sangat kuat (Phrutivorapongkul et al.
2013).
2.5 Sediaan Gel
Gel adalah sistem semi padat di mana fase cairnya dibentuk dalam suatu
matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam dan gom sintetis) yang tingkat
ikatan silang fisik (kimia) tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk
membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar,
asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa,
hidroksi etil selulosa, karboksi metil selulosa, dan carbopol (Lachman, 1994).
Klasifikasi dan Tipe Gel
Gel dapat berupa sistem satu fase atau pun sistem dua fase. Gel fase tunggal
terdiri dari makro molekul organik yang tersebar merata dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dalam cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makro molekul
sintetik atau dari gom alam. Gel dua fase yang memiliki ukuran partikel
terdispersi relatif besar yang disebut magma.
17
Berdasarkan sifatnya, gel dapat digolongkan menjadi:
Gel bersifat hidrofobik
Gel jenis ini disebut juga oleogels yaitu formulasi gel yang terdiri dari basis
parafin liquid dengan polyethylene atau minyak serta penyabunan dengan silika,
aluminium atau zink.
Gel bersifat hidrofilik
Gel jenis ini disebut hydrogels yaitu formulasi gel yang terdiri dari air,
gliserol atau propilenglikol dan sebagai gelling agent digunakan tragakan, pati,
derivat selulosa, polimer karboksivinil, dan magnesium-aluminium silikat.
Membran PVA bersifat hidrofilik disebabkan karena gugus fungsional yang
dimilikinya berupa gugus OH sehingga pada pembuatan membran PVA memiliki
sifat yang sangat mudah berinteraksi dengan air. Molekul-molekul air akan
berinteraksi dengan membran melalui pembentukan ikatan hidrogen. Gugus
hidroksil yang terdapat pada rantai polimer akan menyebabkan membran PVA
bersifat polar. Sifat hidrofilik dan kepolaran membran akan menentukan
selektivitas dan fluks membran.
Berdasarkan sistem fase yang terbentuk, gel dapat digolongkan menjadi:
Gel sistem fase tunggal (satu fase)
Gel sistem fase tunggal disebut juga gel satu fase, yaitu massa gel yang
terdiri dari makro molekul seragam, tersebar merata ke seluruh cairan sedemikian
rupa sehingga tidak lagi tampak batas yang jelas antara molekul yang terdispersi
dengan cairan. Contohnya adalah gel aluminium hidroksida, gel aluminium fosfat.
Gel sistem fase rangkap (dua fase)
Gel sistem fase rangkap yaitu massa gel yang terdiri dari gumpalan
partikel kecil yang terpisah, sering disebut sebagai magma atau susu. Gel jenis ini
terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda dan disebut juga
sistem dua fase. Contohnya adalah bentonit magma, magma bismuth.
Berdasarkan sifat fase koloidnya, gel digolongkan menjadi:
Gel anorganik, contohnya bentonit magma.
Gel organik, pembentuk gel berupa polimer.
18
Berdasarkan sifat pelarutnya, gel dibagi menjadi:
Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel
mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan
sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel. Hidrogel
bersifat lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau
mekanik pada jaringan sekitarnya. Contohnya adalah bentonit magma, gelatin.
Organogel (pelarut bukan air / pelarut organik)
Contoh organogel adalah plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah
yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan
dispersi logam stearat dalam minyak.
Xerogel
Xerogel yaitu gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut rendah.
Contoh: gelatin kering, tragakan, selulosa kering, dan polystyrene.
Karakteristik Gel
Sweling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehinga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Sineresis
Merupakan gejala pada saat gel mengerut secara alamiah dan sebagian dari
cairannya terperas keluar. Hal ini disebabkan karena struktur matriks gel yang
terus mengeras dan mengakibatkan terperasnya air keluar permukaan gel.
Efek suhu
Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperature tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Pada
peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel
atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
Efek elektrolit
Kosentrasi elektrolit yang tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada
dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan
19
konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas (tingkat kekakuan) gel
dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser.
Elastisitas dan Rigiditas
Elastisitas (tingkat kelenturan) dan rigiditas (tingkat kekakuan) merupakan
karateristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,selama transformasi dari bentuk
sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi
pembentuk gel.
Rheologi dan Viskositas
Gel memiliki viskositas tertentu yang bergantung pada komposisi polimer
gelling agent. Gel dapat mengental dengan sendirinya membentuk tiksotrop,
sehingga harus dikocok sebelum digunakan untuk mencairkan gel dan
memungkinkan penuangan. Contoh: Carbomer 940 sebagai dispersi 0.5% dalam
air menghasilkan viskositas paling tinggi, yaitu sekitar 40.000 hingga 60.000
centipoises.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan
Sediaan gel memiliki efek pendinginan pada kulit saat digunakan,
penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah
kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,
pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik, tidak
lengket, tidak mengotori pakaian, mudah dioleskan, mudah dicuci, tidak
meninggalkan lapisan berminyak pada kulit, viskositas gel tidak mengalami
perubahan yang berarti selama penyimpanan (Lieberman et al., 1998).
b. Kekurangan
Sediaan gel harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan
iritasi dan harga lebih mahal.
2.6 Masker Peel off
Masker peel off merupakan salah satu bentuk sediaan kosmetika wajah yang
umumnya digunakan dalam bentuk gel. Masker wajah peel off diformulasikan
20
dengan basis Polivinil Alkohol (PVA), setelah pengolesan dan pengeringan akan
membentuk lapisan oklusif pada wajah (Vieira et al., 2009). Ketika dioleskan
pada kulit wajah, alkohol yang terkandung dalam masker akan menguap dan
membentuk lapisan film. Masker wajah peel off dapat meningkatkan hidrasi pada
kulit kemunkinan karena adanya oklusi (Velasco et al., 2014). Zat aktif
ditambahkan ke dalam formulasi untuk meningkatkan efek oklusi dan tensor.
Formulasi tersebut mengandung bahan pelunak, pelembab, pengawet, surfaktan,
pewangi dan zat aktif (Zague et al., 2008).
Penggunaan masker wajah peel off bermanfaat untuk memperbaiki serta
merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan, jerawat dan dapat juga
digunakan untuk mengecilkan pori (Grace et al., 2015). Selain itu, masker peel off
juga dapat digunakan untuk membersihkan serta melembabkan kulit. Kosmetik
wajah dalam bentuk masker peel off bermanfaat dalam merelaksasi otot-otot
wajah, sebagai pembersih, penyegar, pelembab dan pelembut bagi kulit wajah
(Vieira et al., 2009).
Untuk memperoleh formulasi masker peel off dengan kualitas tinggi
diperlukan pengetahuan mengenai waktu mengering, kemudahan penggunaan
sediaan, dan kinerja pembentukan film. Waktu pengeringan menjadi sangat
penting untuk diketahui karena formulasi dengan waktu pengeringan yang cepat
akan memungkinkan proses pengelupasan yang cepat pula. Kemudahan
penggunaan (applicability) sediaan juga menjadi parameter yang penting untuk
dievaluasi karena bila penerimaan produk oleh pengguna dosmetik rendah maka
akan menurunkan nilai komersial dari produk tersebut. Faktor kinerja
pembentukan film menjadi bagian yang dipertanggung jawabkan dari setiap
formulasi karena prinsip dari masker peel off itu sendiri berdasarkan pada
kemampuan untuk mebentuk film plastik polimer yang mudah untuk dikelupas
(Beringhs et al., 2013).
Karakteristik ideal dari masker wajah peel off adalah tidak terdapat partikel
yang kasar, tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan dapat mebersihkan kulit.
Mampu memberikan efek lembab pada kulit, membentuk lapisan film tipis yang
seragam, memberikan efek mengencangkan kulit, dapat kering pada waktu 5-30
menit. Masker peel off harus mudah digunakan dan tidak menimbulkan rasa sakit
21
(Grace et al., 2015). Sediaan masker wajah gel peel off seharusnya memiliki pH
yang sesuai dengan pH kulit wajah yaitu 5,4-5,9. Untuk sediaan topikal yang akan
digunakan pada kulit jika memiliki pH lebih kecil dari 4,5 dapat menimbulkan
iritasi pada kulit sedangkan jika pH lebih besar dari 6,5 dapat menyebabkan kulit
bersisik (Rahmawanty et al., 2015).
Profil stabilitas suatu sediaan dapat dilihat selama penyimpanan. Profil
stabilitas berhubungan dengan daya tahan sediaan, efek potensial yang tidak
diinginkan diminimalkan serta membuat database untuk formulasi produk lain
(Wijayanti et al., 2015). Profil stabilitas dapat dilakukan dengan menyimpan
sediaan pada suhu 30º C selama 28 hari (Abdassah et al., 2009).
2.7 Basis
2.7.1 Polivinil Alkohol (PVA)
PVA berperan dalam memberikan efek peel off karena memiliki sifat
adhesive sehingga dapat membentuk lapisan film yang mudah dikelupas setelah
kering (Brick et al., 2014). Konsentrasi PVA merupakan faktor terpenting yang
berpengaruh terhadap kinerja pembentukan film dalam masker wajah peel off
(Beringhs et al., 2013). Konsentrasi humektan dalam formulasi masker wajah gel
peel off dapat berpengaruh terhadap viskositas dan waktu pengeringan sediaan
(Rahmawanty et al., 2015; Barel et al., 2009). Konsentrasi PVA merupakan faktor
terpenting yang berpengaruh terhadap kinerja pembentukan film dalam masker
wajah peel off. Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Beringhs, et al. (2013)
bahwa peningkatan konsentrasi PVA diatas 11% tidak direkomendasikan karena
akan menimbulkan peningkatan kinerja pembentukan film menjadi tidak
proporsional. Menurut Lestari, Sutyaningsih dan Ruhimat (2013) PVA sebagai
Gambar 2. 5 Struktur Kimia Polivinil Alkohol
22
pembentuk lapisan film masker wajah peel off digunakan dalam rentang
konsentrasi 10-16%. PVA juga berperan penting dalam ketebalan film setelah
mengering. Ketebalan film setelah mengering proporsional dengan konsentrasi
PVA (Beringhs et al., 2013). Polivinil alkohol (PVA) merupakan pembentuk film
yang baik, larut dalam air, bersifat adesi, emulsification dan pembentuk barrier
yang digunakan secara luas (Jia et al., 2014; Ma et al., 2009; Wang et al., 2011;
Zhao et al., 2010).
2.7.2 Polyethylene Glycol 6000 (PEG 6000)
Gambar 2. 6 Struktur Kimia Polietilen Glikol 6000
PEG 6000 digunakan sebagai bahan aktif dalam industri farmasi sebagai
pelarut, plasticizer, surfaktan, dasar salep dan supositoria, dan tablet dan pelumas
kapsul. PEG 6000 memiliki toksisitas rendah dengan absorpsi sistemik yang lebih
sedikit dari 0,5%. Polyethylene glycol memiliki toksisitas rendah dan digunakan
dalam berbagai produk. Polimer digunakan sebagai pelapis pelumas untuk
berbagai permukaan dalam lingkungan berair dan tidak berair. Karena PEG
adalah polimer yang fleksibel dan larut dalam air, PEG dapat digunakan untuk
menciptakan tekanan osmotik yang sangat tinggi (pada urutan puluhan atmosfer).
Hal ini menjadikan PEG salah satu molekul yang paling berguna untuk
menerapkan tekanan osmotik dalam biokimia, dan biomembran eksperimen, di
khususnya saat menggunakan teknik stres osmotik.
Polyethylene glycol juga biasa digunakan sebagai fase diam polar untuk gas
kromatografi, serta cairan transfer panas di penguji elektronik. Selain itu, PEG
adalah digunakan saat bekerja dengan kayu hijau sebagai penstabil, dan untuk
mencegah penyusutan. PEG sering digunakan (sebagai senyawa kalibrasi internal)
dalam eksperimen spektrometri massa, dengan pola fragmentasi yang khas
memungkinkan penyetelan yang akurat dan dapat direproduksi. Turunan PEG,
seperti etoksilat kisaran sempit, digunakan sebagai surfaktan. PEG telah
23
digunakan sebagai blok hidrofilik kopolimer blok amphiphilic yang digunakan
untuk membuat beberapa polymersomes (Institute of pharmaceutical science &
Research).
2.8 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu
campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agent.
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari
cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven
ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2
fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak).
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah:
2.8.1 Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud
rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi.
2.8.1.1 Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat
didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
2.8.1.2 Metode Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan
pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi
bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk
zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
24
kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang
berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi).
2.8.2 Ekstraksi Cara Panas
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara
dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan infusa.
2.8.2.1 Metode Refluks
Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode ini
digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada
kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum
reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil
yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun
pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap
ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada
uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk
sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif.
2.8.2.2 Metode Soklet
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut.
2.9 Kulit
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh dan meliputi wilayah yang sangat
luas. Ketebalan kulit bervariasi di berbagai bagian tubuh. Sel-sel kulit yang paling
tipis pada wajah; ini penting untuk penggunaan kosmetik yang harus mampu
menembus kulit (Young, 1972). Kulit menutupi seluruh tubuh dan melindungi
25
dari berbagai jenis rangsangan eksternal dan kerusakan serta dari hilangnya
kelembapan. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2 (Mitsui, 1997).
Kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta merupakan cermin kesehatan
dan kehidupan (Djuanda, 2007).
2.9.1 Struktur Kulit
Kulit terdiri atas tiga lapisan, yaitu: lapisan epidermis, dermis, dan
hipodermis. Epidermis merupakan lapisan luar tipis kulit. Epidermis terdiri atas
lima lapisan, yaitu:
1. Stratum germinativum atau stratum basale
Lapisan ini terdiri dari satu lapis sel, yang terletak paling dekat dengan
dermis di bawahnya. Stratum basale berisi beberapa jenis sel, yaitu:
a. Sel-sel punca: yang membelah dan memperbaharui populasi sel punca serta
menghasilkan sel anak (keratinosit).
b. Keratinosit: sel paling banyak pada lapisan ini. Sel ini membelah 3 – 6 kali
sebelum bergerak ke atas menuju stratum spinosum.
c. Melanosit: sel-sel penghasil pigmen (melanin). JumLah melanosit sama
pada setiap orang, namun aktivitasnya jauh lebih tinggi pada orang berkulit
gelap.
Gambar 2. 7 Anatomi kulit
26
d. Sel-sel Merkel: sel-sel neuroendokrin yang jarang ada, yang berperan
sebagai mekanoreseptor ‘taktil’ yang beradaptasi lambat. Sel-sel ini paling
banyak di bibir dan lidah, namun sulit diidentifikasi karena memiliki
tampilan serupa dengan melanosit.
2. Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri dari beberapa lapis keratinosit, dan beberapa sel
Langerhans.
a. Keratinosit: mengubah ekspresi keratin saat berdiferensiasi. Filamen-filamen
keratin di dalam sel untuk memperkuat hubungan sel-sel dan membuat
hubungan erat antar sel.
b. Sel-sel Langerhans: merupakan sel penyaji antigen khusus (sel dendritik)
yang menyusun sekitar 3–6% sel pada lapisan stratum spinosum. Saat sel ini
terpapar oleh benda asing/ antigen, sel-sel ini bermigrasi keluar epitel dan
menuju kelenjar getah bening regional untuk menginisiasi respons imun.
3. Stratum granulosum
Lapisan ini terletak pada bagian atas stratum spinosum. Lapisan ini berisi
keratinosit yang telah bergerak ke atas dan selanjutnya berdiferensiasi menjadi sel
bergranul. Sel-sel ini menekan lipid khusus pada granula intraselular menuju
celah antar sel-sel mati (skuama) pada lapisan di atasnya. Saat bergerak ke atas,
sel-sel ini mulai kehilangan nukleus dan organel sitoplasmanya, kemudian mati.
Sel-sel mati menjadi ‘skuama’ berkeratin dari lapisan teratas.
4. Stratum lusidum
Lapisan ini merupakan lapisan kelima yang kadang-kadang ditemukan pada
kulit tebal di antara lapisan stratum granulosum dan stratum korneum. Lapisan ini
tipis dan transparan serta sulit teridentifikasi pada potongan histologis rutin.
5. Stratum korneum
Lapisan ini merupakan lapisan teratas dan terluar, dan terdiri dari sel-sel
mati, yang menjadi datar dan tampak seperti pengelupasan kulit (atau skuama).
Sel-sel ini berisi lapisan keratin yang kuat yang berikatan silang, pada bagian
dalam terikat pada lipid khusus, dan pada bagian luar membentuk sawar anti-air
yang kuat. Skuama akhirnya mengelupas (Peckham, 2014).
27
Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan
saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh
(Anderson, 1996). Lapisan dermis berfungsi untuk proteksi, sensasi, dan
termoregulasi. Lapisan ini berisi saraf, pembuluh darah, dan fibroblas yang
menyekresi matriks ekstraselular, dan serat (kolagen dan elastin). Lapisan ini juga
berisi kelenjar keringat (pada bagian tepi dengan hipodermis), yang membuka
keluar menuju permukaan kulit. Kolagen dan elastin memberikan kekuatan dan
daya regang pada kulit (Peckham, 2014).
Lapisan dermis terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-
elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
yakni:
a. Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars retikulaare
Bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas
serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan
ini mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea. (Djuanda, 2007)
Lapisan subkutis lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis
tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan
subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di
lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan
subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat
penumpukan energi (Djuanda, 2007). Lapisan hipodermis berisikan jaringan
adiposa dan kelenjar keringat. Jaringan adiposa ini penting untuk fungsi
metabolisme seperti produksi trigliserida dan vitamin D. Arteri yang menyuplai
kulit ditemukan di lapisan dalam pada hipodermis. Pada kondisi dingin, aliran
darah menuju kapiler superfisial pada kulit dikurangi untuk mempertahankan suhu
28
inti tubuh. Pada kondisi panas, aliran darah ke kulit meningkat dan darah pada
kapiler superfisial mengalami pendinginan oleh evaporasi keringat pada
permukaan kulit (Peckham, 2014).
2.9.2 Fungsi Kulit
Kulit adalah organ dengan berbagai fungsi penting. Fungsi penting dari
kulit, antara lain:
1. Perlindungan
Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan bertindak untuk
mencegah guncangan mekanik eksternal. Kulit memiliki kapasitas menetralkan
alkali dan permukaan kulit dijaga pada pH asam lemah untuk melindungi terhadap
racun kimia. Bagian tubuh yang menerima guncangan mekanik kronis seperti
kaki, tempurung lutut dan tangan pekerja manual mempunyai lapisan tanduk yang
menebal untuk melindungi terhadap rangsangan eksternal. Selain itu, lapisan
tanduk terluar dari kulit dan lipid permukaan kulit bertindak sebagai penghalang
melawan penetrasi air dan hilangnya cairan tubuh. Mereka juga membentuk
penghalang melawan racun eksternal. Asam lemak tak jenuh pada lipid kulit
mempunyai sifat bakterisida dan mencegah pertumbuhan bakteri pada kulit.
Selain itu, kulit memiliki sel-sel berkaitan dengan imunitas yang memberikan
tubuh dengan reaksi pertahanan imunitas melalui respon imun. Pigmentasi
melanin pada kulit berperan menyerap dan melindungi tubuh terhadap radiasi UV
yang berbahaya. Selain itu, ketidakrataan dari permukaan kulit berperan untuk
melindungi tubuh dari cahaya yang berbahaya.
2. Pengaturan suhu
Kulit menyesuaikan suhu tubuh dengan mengubah jumLah darah yang
mengalir melalui kulit dengan dilatasi dan konstriksi dari kapiler darah kulit dan
oleh penguapan keringat. Pusat penyesuaian suhu tubuh ditemukan di
hipotalamus; ketika suhu tubuh menurun, hipotalamus meningkatkan aktivitas
saraf vasokonstriktor kulit untuk menyempitkan kapiler darah dan mencegah suhu
tubuh turun. Ketika suhu tubuh meningkat, aktivitas saraf berkurang, dan kapiler
darah melebar sampai meningkatkan kehilangan panas. Pusat berkeringat juga di
hipotalamus. Selain itu, lapisan tanduk, jaringan subkutan dan tubuh itu sendiri
mencegah perubahan cepat suhu tubuh dengan menghalangi transmisi perubahan
29
suhu eksternal ke bagian dalam tubuh. Otot pembangun rambut juga memainkan
peran pengaturan suhu dengan menjebak sebuah lapisan pembatas udara pada
permukaan kulit yang mengurangi hilangnya panas tubuh. Otot pembangun
rambut (merinding) juga di bawah kendali sistem saraf otonom.
3. Tanggapan sensoris
Kulit mengindra berubah di dalam lingkungan eksternal dan bertanggung
jawab pada sensasi kulit. Kulit mengindra tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri. Ada
berbagai reseptor pada kulit untuk mendeteksi perubahan lingkungan seperti; sel-
sel Meissner, cakram Merkel, sel-sel Golgi Mazzoni yang bertanggung jawab
pada sensasi sentuhan. Sel-sel Pacinian yang dianggap berkaitan dengan rasa
tekanan, Krause end bulbs merasakan dingin, sel-sel Ruffini merasakan suhu, dan
ujung saraf bebas berhubungan dengan sensasi nyeri. Rangsangan eksternal
merangsang ujung saraf sensoris ini yang menyampaikan informasi melalui sum-
sum tulang belakang, batang otak dan hipotalamus ke korteks otak yang
menafsirkan sensasi.
4. Absorpsi
Berbagai zat diserap dari kulit ke dalam tubuh. Ada dua jalur penyerapan,
satu melalui epidermis, dan satu melalui kelenjar sebasea dari folikel rambut.
Steroid dan bahan larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K diserap melalui kulit,
tetapi bahan larut air tidak diserap dengan mudah sebagai hasil dari penghalang
air dan bahan larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk. Kelarutan lemak dari
bahan yang diserap, usia individu, suplai darah kulit, suhu kulit, kandungan air
dari lapisan tanduk, tingkatan kerusakan lapisan tanduk, dan suhu lingkungan dan
kelembapan semua memainkan peran utama di dalam penyerapan transdermal.
Satu manfaat dari jenis penyerapan transdermal ini telah menjadi pengembangan
sistem pengantaran obat kulit sebagai metode untuk memasok obat untuk tubuh.
5. Fungsi lain
Kulit juga berperan dalam menunjukkan kondisi emosional, seperti
memerah, dan ketakutan (pucat dan rambut tegak), dan dapat digambarkan
sebagai organ penanda emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D melalui kerja
sinar UV pada prekursor vitamin-D di kulit (Mitsui, 1997).
30
2.10 Evaluasi Sediaan Semisolid
2.10.1 Karakteristik Fisik Sediaan
2.10.1.1 Pengujian Organoleptis
Uji organoleptik dilakukan secara visual dan dilihat secara langsung bentuk,
warna, bau, dari gel yang di buat . Gel biasanya jernih dengan konsentrasi
setengah padat (Ansel,1998).
2.10.1.2 Pengukuran pH
Penetapan pH dalam hal ini diuji agar dapat diketahui pH dari sediaan yang
dibuat untuk selanjutnya stabilias pH dari sediaan dapat dipertahankan pada suatu
rentang pH tertentu. Untuk sediaan yang akan diaplikasikan secara topikal pada
kulit jika pH lebih kecil dari 4,5 (terlalu asam) akan menimbulkan iritasi pada
kulit sedangkan apabila pH lebih besar dari 8,0 (terlalu basa) akan membuat kulit
bersisik sebagaimana persyaratan SNI rentang pH yang baik digunakan yaitu 4,5 -
8,0.
2.10.1.3 Pengujian Daya Sebar
Diartikan sebagai kemampuan meyebar gel pada kulit. Caranya yakni
dengan volume tertentu dibawa ke pusat antara 2 lempeng gelas, lempeng sebelah
atas dalam interval waktu tertentu dibebanioleh peletakan dari anak timbangan.
Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaikkan pembebanan
menggambarkan suatu karakteristik untuk daya sebar. Semakin menyebar
menunjukkan kemampuannya dalam distribusi merata.
2.10.1.4 Pengujian Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sampel masker peel
off pada gelas objek dan diamati menggunakan mikroskop optik pada perbesaran
10 kali (Arikumalasari, 2013). Hasil uji harus menunjukkan susunan yang
homogen. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan masker gel peel off
harus terdispersi secara merata dalam sediaan (DepKes RI, 1979).
2.10.1.5 Pengujian Viskositas
Merupakan pernyataan tahanan dari suatu sediaan untuk mengalir, makin
tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya atau semakin kental. Viskositas
sediaan diuji dengan menggunakan viskometer cup and bob.
31
2.10.2 Uji Waktu Mengering Sediaan
Pengujian waktu mengering sediaan dilakukan dengan menghitung pada saat
masker gel peel off dioleskan hingga benar-benar terbentuk lapisan yang kering
dengan tujuan agar dapat mengamati waktu yang diperlukan sediaan untuk
mengering. Waktu yang baik apabila sediaan mengering pada rentang waktu 15-
30 menit setelah diaplikasikan (Shai et al.., 2009).
top related