bab ii teori dan perumusan hipotesis a. tinjauan ...eprints.umm.ac.id/59052/3/bab ii.pdfobjek...
Post on 20-Dec-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
11
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Savitri (2017) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan
bukti empiris bahwa variabel independen yaitu kinerja keuangan yang diukur
menggunakan ROA, ROE, CR, dan DER berpengaruh positif signifikan terhadap
nilai perusahaan, sedangkan kinerja keuangan yang diukur dengan TATO
berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. CSR dapat
memoderasi (memperkuat) pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap nilai
perusahaan, tetapi tidak dapat memoderasi pengaruh ROE, CR, DER, dan TATO.
Penelitian ini menggunakan objek perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama tahun 2012 – 2015 dan data diambil dengan metode
purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi berganda dengan software SPSS versi 21. Peneliti
Kahfi et al. (2018) juga menggunakan variabel independen CR, DER, TATO, dan
ROE dengan hasil CR dan TATO berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan. Sedangkan DER berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan dan
ROE tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini penggunakan
objek perusahaan manufaktur sektor food and beverage yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama tahun 2011 – 2016. Teknik analisis yang digunakan yaitu
menggunakan analisis regresi data panel menggunakan software eviews versi 9.
Pasaribu et al. (2016) berdasarkan analisis yang dilakukan penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa struktur modal yang diukur menggunakan DER
12
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, dan ROE berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Taslim (2016) menyatakan bahwa penelitian ini menggunakan teknik analisis
jalur untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik
secara bersama-sama maupun secara individu. Berdasarkan analisis yang dilakukan
Taslim (2016) ini menunjukkan hasil bahwa variabel rasio likuiditas (CR) berpengaruh
positif signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan rasio aktivitas (TATO) dan
profitabilitas (ROE) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Tetapi, TATO dan
ROE berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan melalui kebijakan
dividen. Sedangkan CR tetap berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusaahaan
melalui kebijakan dividen.
Jariah (2016) menyatakan bahwa penelitian ini menggunakan teknik analisis
jalur dengan variabel likuiditas yang diukur menggunakan CR, variabel leverage
diukur menggunakan DER, dan variabel profitabilitas diukur menggunakan ROE.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Jariah (2016), penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel likuiditas (CR) dan profitabilitas (ROE) tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan leverage (DER) berpengaruh negatif signifikan
terhadap nilai perusahaan. Namun, likuiditas, leverage, dan profitabilitas berpengaruh
signifikan secara silmultan terhadap nilai perusahaan melalui variabel kebijakan
dividen.
13
Nurminda et al. (2017) menyatakan bahwa penelitian ini menggunakan teknik
analisis regresi data panel dengan menggunakan software eviews versi 8 dengan
variabel profitabilitas yang diukur menggunakan ROE, variabel leverage diukur
menggunakan DER, dan ukuran perusahaan diukur menggunakan (Ln. Asset).
Berdasarkan analisis yang dilakukan Nurminda et al. (2017), penelitian ini
menunjukkan bahwa profitabilitas (ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan, sedangkan leverage (DER) dan ukuran perusahaan (Ln. Asset) tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Peneliti Lubis et al. (2017) dan peneliti
Suryana dan Sri Rahayu (2018) juga menunjukkan hasil bahwa DER tidak berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan untuk variabel profitabilitas (ROE)
hasil penelitian Lubis et al. (2017) menunjukkan bahwa ROE berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan tetapi hasil penelitian Suryana dan Sri Rahayu
(2018) menunjukkan bahwa ROE berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Sugiarto dan Santosa (2017) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa nilai tukar rupiah terhadap US Dollar (kurs) dan ROE
berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan tingkat bunga BI
dan TATO berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan, namun leverage,
penggunaan kantor akuntan public big four, dan kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Putri (2017) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini menunjukkan
hasil bahwa variabel profitabilitas yang diukur menggunakan ROI dan ROE, serta
14
variabel keputusan investasi (BVA) tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Yuslirizal (2017) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan institusional dan
likuiditas yang diukur menggunakan CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan, tetapi growth dan size berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Astutik (2017) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini menunjukkan
hasil bahwa rasio profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan, sedangkan rasio likuiditas (CR), rasio pertumbuhan (sales growth), serta
rasio aktivitas (TATO) berpengaruh negatif tidak signifikan. Sementara itu, rasio
leverage (DER) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
Misran dan Chabachib (2017) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa DER, TATO, dan ROA berpengaruh positif dan signifikan
terhadap PBV. Sedangkan CR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PBV.
Putra dan Lestari (2016) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa kebijakan deviden yang diukur menggunakan DPR,
likuiditas yang diukur menggunakan (CR), profitabilitas yang diukur menggunakan
(ROA), dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan.
15
Rahmadani dan Rahayu (2017) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian
ini menunjukkan hasil bahwa Good Corporate Governance (GCG) tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan.
Namun, leverage (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Rinnaya et al. (2016) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa profitabilitas (ROA), rasio aktivitas (TATO), dan keputusan
pendanaan (DER) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan keputusan
investasi (TAG) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Peneliti Anggrahini et
al. (2018) juga menunjukkan hasil bahwa TATO berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan. Selain itu, untuk hasil variabel lain yaitu struktur
kepemilikan manajerial, arus kas, dan financial distress tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Yuniarta et al. (2014) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa struktur modal (DER), pertumbuhan perusahaan (TAG), dan
Profitabilitas (ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Peneliti
Syardiana et al. (2015), Suastini et al. (2016), Saraswathi et al. (2016), Fatiyah et al.
(2018), Sudiartha dan Dewi (2017) juga meneliti mengenai pertumbuhan perusahaan.
Hasil penelitian Syardiana et al. (2015), Suastini et al. (2016), Saraswathi et al. (2016),
dan Fatiyah et al. (2018) sejalan dengan peneliti Yuniarta et al. (2014) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan (TAG) berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian Sudiartha dan Dewi (2017)
16
menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan (TAG) berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Wida dan Suartana (2014) berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Peneliti Pratiwi et al. (2016), Darmayanti et al. (2018), Dewi (2014),
Warapsari dan Suaryana (2016), dan Nurkhin et al. (2017) juga meneliti mengenai
kepemilikan institusional. Hasil Penelitian Pratiwi et al. (2016) dan Darmayanti et al.
(2018) sejalan dengan peneliti Wida dan Suartana (2014) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan
hasil peneliti Dewi (2014), Warapsari dan Suaryana (2016), dan Nurkhin et al. (2017)
memiliki hasil penelitian yang berbeda dimana hasil penelitian mereka menyatakan
bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan dengan penelitian terdahulu
adalah objek yang diteliti, periode penelitian, dan judul penelitian. Selain itu ada
beberapa penelitian terdahulu yang teknik analisisnya berbeda dengan yang akan
peneliti lakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Suastini et al. (2016)
menggunakan analisis regresi interaksi (MRA), Syardiana et al. (2015) dan Nurminda
et al. (2017) menggunakan teknik analisis regresi data panel, sedangkan Astutik (2017)
menggunakan analisis regresi linier berganda least square method.
B. Teori dan Kajian Pustaka
B.1. Teori Sinyal (Signaling Theory)
17
Teori pensinyalan (signaling theory) berkaitan dengan bagaimana mengatasi
masalah yang timbul informasi asimetris dimana manajer memiliki informasi yang
berbeda (lebih baik) tentang prospek perusahaan dibandingkan dengan yang
dimiliki oleh investor (Brigham dan Houston, 2011, 185). Signaling Theory yang
dikemukakan oleh Whiting dan Miller bahwa perusahaan berkualitas tinggi akan
cenderung memberikan sinyal keunggulannya kepada pasar. Pada satu sisi, sinyal
akan membuat investor dan pemangku kepentingan yang lain menaikkan nilai
perusahaan, dan kemudian membuat keputusan yang lebih menguntungkan bagi
perusahaan (Ihyaul Ulum, 2017, 34).
B.2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori Keagenan (Agency Theory) berkaitan dengan pengendalian organisasi
yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan
manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Secara
umum, para pemilik ingin memaksimalkan nilai saham. Ketika manajer juga
memiliki sejumlah besar saham perusahaan tersebut, mereka pasti akan memilih
strategi yang menghasilkan apresiasi nilai saham. Namun, ketika lebih berperan
sebagai “orang sewaan” dan bukan sebagai rekan sekaligus pemilik, manajer lebih
memiliki strategi yang akan meningkatkan kompensasi pribadi mereka dan bukan
pengembalian kepada pemilik (Pearce dan Robinson, 2008, 47).
B.3.1. Nilai Perusahaan
Nilai Perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Semakin tinggi nilai perusahaan,
18
semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan. Bagi
perusahaan yang menerbitkan saham dipasar modal, harga saham yang diperjual-
belikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti,
1998, 7).
Menurut Awat (1999: 3), tujuan suatu perusahaan adalah untuk
memaksimumkan nilai perusahaan. Dengan nilai perusahaan yang tinggi, akan
menaikkan jumlah kekayaan para pemegang saham (to maximize the wealth of its
stockholders) yang diterjemahkan ke dalam tujuan memaksimumkan harga saham
biasa perusahaan tersebut (maximizing the price of the fir’s common stock).
B.3.2. Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang
ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka
lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen
dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada di antara laporan
keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka
dalam satu periode maupun beberapa periode.(Kasmir, 2010, 93)
Jenis-jenis rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menilai kinerja
manajemen beragam. Penggunaan masing-masing rasio tergantung kebutuhan
perusahaan, tidak semua rasio digunakan. Tetapi jika ingin melihat kondisi dan
posisi perusahaan secara lengkap, maka sebaiknya seluruh rasio digunakan.
Berikut jenis-jenis rasio keuangan, yaitu:
1. Rasio Profitabilitas
19
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan (Kasmir, 2010, 115). Rasio-rasio profitabilitas
dipergunakan berhubungan dengan penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam
menghasilkan laba. Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas atau
rentabilitas suatu perusahaan yang masing-masing dihubungkan dengan total
aktiva, modal sendiri, maupun nilai penjualan yang dicapai. Kondisi kemampuan
menghasilkan laba perusahaan merupakan informasi penting bagi berbagai pihak
(Faisal Abdullah, 2013, 43).
Menurut Brigham dan Houston (2014: 146), jenis-jenis rasio profitabilitas
antara lain: Margin Laba atas Penjualan (Profit Margin on Sales), Pengembalian
atas Total Aset (ROA), Pengembalian atas Ekuitas Biasa(ROE), dan Rasio
Kemampuan Dasar untuk Menghasilkan Laba (BEP)
Pengembalian atas ekuitas biasa (ROE)
Return on equity (ROE) atau yang biasa disebut dengan rasio pengembalian
atas ekuitas merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya, posisi pemilik perusahaan
semakin kuat, demikian pula sebaliknya (Kasmir, 2010, 115).
2. Rasio Likuiditas
20
Fred Weston menyebutkan bahwa rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan
rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
(utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, maka akan mampu
untuk memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang sudah jatuh
tempo (Kasmir, 2010, 111).Jenis-jenis rasio likuiditas antara lain:Rasio Lancar
(Current Ratio), Rasio Cepat (Quick Ratio), Rasio Kas (Cash Ratio), Rasio
Perputaran Kas (Cash Turnover), dan Inventory to Net Working Capital
Rasio lancar (current ratio)
Rasio likuiditas yang utama adalah rasio lancar (current ratio) yang dihitung
dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan
sejauh mana kewajiban lancar ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi
menjadi kas dalam waktu dekat (Brigham dan Houston, 2014, 134). Rasio lancar
merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan
memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio tersebut menunjukkan seberapa
jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan
menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang
(Weston dan Copeland, 1990, 227)
3. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (growth ratio) merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya ditengah
pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya(Kasmir, 2010, 116).
21
4. Rasio Solvabilitas (Leverage)
Menurut Kasmir (2010: 112), rasio solvabilitas (leverage ratio) merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
dengan utang. Artinya, berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang
apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Adapun jenis-jenis rasio
solvabilitas antara lain:Debt To Assets Ratio (Debt Ratio), Debt To Equity Ratio
(DER), Long Term Debt To Equity Ratio, Times Interest Earned, dan Fixed
Charge Coverage.
Rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio)
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang
perusahaan dengan modal ekuitas. Besarnya hasil perhitungan rasio utang
terhadap ekuitas menunjukkan seberapa besar utang jangka panjang yang dapat
dijamin dengan ekuitas saham. Semakin tinggi risiko utang terhadap ekuitas,
maka semakin besar risiko keuangan yang ditanggung perusahaan (Warsono,
2003, 36).
5. Rasio Aktivitas
Menurut Kasmir (2010: 113), rasio aktivitas (activity ratio) merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan
22
aktiva yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan. rasio aktivitas
juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Adapun jenis-jenis rasio aktivitas yang dirangkum dari
beberapa ahli keuangan antara lain:Perputaran Piutang (Receivable Turnover),
Hari Rata-Rata Penagihan Piutang (Days Of Receivable), Perputaran Sediaan
(Inventory Turnover), Hari Rata-Rata Penagihan Sediaan (Days of Inventory),
Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover), Perputaran Aktiva Tetap
(Fixed Assets Turnover), dan Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)
Rasio perputaran total aktiva (Total Assets Turn Over)
Rasio ini mengukur perputaran dari semua aset perusahaan dan dihitung
dengan cara membagi penjualan dengan total aset. Besarnya hasil perhitungan
rasio perputaran total aset menunjukkan tingkat kecepatan seluruh aset
perusahaan menjadi kas atau piutang. Semakin tinggi rasio perputaran total aset,
maka semakin efektif perusahaan dalam mendayagunakan seluruh aset yang
dimilikinya (Warsono, 2003, 36).
B.3.3. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah,
institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian,
dan institusi lainnya pada akhir tahun (Subagyo et al., 2018, 47).
23
Menurut Cornett et al. (2007), investor institusional semakin ingin
menggunakan hak kepemilikan mereka untuk menekan manajer agar bertindak
demi kepentingan terbaik pemegang saham karena para investor ini telah
meningkatkan kepemilikan saham mereka di perusahaan, maka telah ada
peningkatan fokus oleh regulator dan peneliti pada peran mereka dalam
pemantauan, pendisiplinan, dan mempengaruhi manajer perusahaan. Dengan
adanya pengawasan yang tinggi oleh pihak investor institusional, maka akan
mengurangi risiko perilaku opportunistic manajer sehingga mendapat kepercayaan
dari calon investor untuk berinvestasi.
Pendukung institusional berpendapat bahwa investor institusi meningkatkan
efisiensi perusahaan dalam dua cara. Pertama, investor institusional melakukan
penelitian yang berkualitas untuk mengidentifikasi perusahaan yang efisien untuk
menginvestasikan dana, sehingga mengarahkan modal yang langka ke
penggunaannya yang paling efisien. Kedua, menurut pendukung institusional,
kepemilikan institusional yang besar di perusahaan publik memberikan insentif
ekonomi yang kuat bagi investor institusional untuk memantau manajer.
Pemantauan institusional yang waspada ini meningkatkan efisiensi manajerial dan
kualitas pengambilan keputusan perusahaan. Pemantauan institusional dapat
melibatkan mengadakan diskusi dengan manajemen mengenai rencana dan kinerja
perusahaan, mendukung (menentang) kekayaan manajemen yang meningkatkan
(mengurangi) kebijakan dan keputusan, dan partisipasi aktif dalam pemilihan
dewan dan masalah pemungutan suara lainnya. Jika investor institusional memang
24
memantau investor, maka pengambilalihan yang dilakukan oleh penawar dengan
tingkat kepemilikan institusional yang tinggi dapat diharapkan untuk
meningkatkan kekayaan lebih besar daripada yang dilakukan oleh penawar dengan
kepemilikan institusional yang rendah (Duggal dan Millar, 1999).
C. Perumusan Hipotesis
C.1. Hipotesis
a) Pengaruh ROE terhadap nilai perusahaan
Rasio pengembalian atas ekuitas (return on equity – ROE) merupakan rasio
yang paling penting dimana dapat dihitung dari laba bersih bagi pemegang saham
dibagi dengan total ekuitas pemegang saham. Pemegang saham pasti ingin
mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi atas modal yang mereka
investasikan, dan ROE menunjukkan tingkat pengembalian yang mereka peroleh.
Jika ROE tinggi, maka akan menarik minat calon investor untuk berinvestasi
sehingga permintaan terhadap saham akan meningkat, maka harga saham juga
cenderung akan tinggi dan akan diikuti juga dengan meningkatnya nilai
perusahaan (Brigham dan Houston, 2014, 133).
Hasil penelitian Taslim (2016), Pasaribu et al. (2016), Savitri (2017), Lubis
et al. (2017), Nurminda et al. (2017) menunjukkan bahwa ROE berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan karena menurut Pasaribu et al. (2016) disaat
terjadi kenaikan laba maka harga saham juga ikut naik, sehingga meningkatkan
nilai perusahaan. ROE menjadi salah satu cerminan perusahaan dihadapan investor
dan publik akan prospek perusahaan di masa depan. Semakin tinggi nilai ROE
25
maka akan semakin tinggi juga nilai perusahaan dan menunjukkan kemampuan
perusahaan secara efektif menggunakan sumberdaya yang dimiliki. Namun hasil
dari beberapa peneliti tersebut tidak konsisten dengan penelitian Jariah (2016),
Putri (2017), Kahfi et al. (2018) yang menunjukkan bahwa ROE tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
H1: Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan
b) Pengaruh Current Ratio Terhadap Nilai Perusahaan
Rasio likuiditas yang utama adalah rasio lancar (current ratio) yang dihitung
dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan
sejauh mana kewajiban lancar ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi
menjadi kas dalam waktu dekat (Brigham dan Houston, 2014, 134). Rasio lancar
merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan
memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio tersebut menunjukkan seberapa
jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan
menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang (Weston
dan Copeland, 1990, 227).
Hasil Penelitian Taslim (2016), Putra dan Lestari (2016), Yuslirizal (2017),
Savitri (2017), dan Kahfi et al. (2018) menunjukkan bahwa current ratio (CR)
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan karena menurut Putra dan
26
Lestari (2016) perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi mempunyai
dana internal yang besar, sehingga perusahaan juga menggunakan dana
internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan
pembiayaan eksternal melalui hutang. Penelitian tersebut sesuai dengan teori
struktur modal bahwa tingkat utang yang lebih tinggi juga akan menaikkan risiko
perusahaan, dalam hal ini akan meningkatkan biaya ekuitas dan mengakibatkan
terjadinya penurunan pada harga saham (Brigham dan Houston, 2011, 171).
Sehingga apabila perusahaan tidak mempunyai hutang, nilai perusahaan akan naik
karena tidak adanya risiko bunga yang harus dibayar sehingga akan menarik minat
calon investor untuk berinvestasi sehingga permintaan terhadap saham akan
meningkat, maka akan mengakibatkan harga saham juga akan meningkat diikuti
oleh meningkatnya nilai perusahaan (Musthafa, 2017, 90). Namun hasil dari
beberapa peneliti tersebut tidak konsisten dengan penelitianJariah (2016), Astutik
(2017), Misran dan Chabachib (2017) yang menunjukkan bahwa current ratio
(CR) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar rasio lancar, maka likuiditas
perusahaan semakin tinggi yang berarti kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya semakin baik sehingga tagihan para kreditor jangka
pendek bisa ditutup oleh aktiva yang secara kasar bisa berubah menjadi kas dalam
jangka waktu yang sama dengan tagihan tersebut, maka hal tersebut akan
menambah laba perusahaan sehingga dividen yang dibagikan kepada para
pemegang saham meningkat yang mana memberikan signal positif bagi pasar yang
27
menyebabkan harga saham meningkat dan diikuti oleh meningkatnya nilai
perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H2: Current Ratio (CR) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
c) Pengaruh DER terhadap nilai perusahaan
Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Setiap penggunaan
utang oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap risiko dan pengembalian. Rasio
ini dapat digunakan untuk melihat seberapa besar risiko keuangan perusahaan.
Dalam penelitian ini menggunakan ukuran rasio utang terhadap ekuitas (debt to
equity – DER) dimana besarnya hasil perhitungan rasio ini menunjukkan seberapa
besar utang jangka panjang yang dapat dijamin dengan ekuitas saham. (Warsono,
2003, 36). Sehingga semakin tinggi rasio maka semakin besar risiko keuangan
yang ditanggung perusahaan. Hal tersebut membuat investor mengurungkan
niatnya untuk berinvestasi karena mereka tidak ingin menanggung risiko yang
besar, maka dapat mengakibatkan turunnya harga saham yang diikuti dengan
menurunnya nilai perusahaan.
Hasil penelitian Misran dan Chabachib (2017), Hasibuan et al. (2016),
Pasaribu et al. (2016) , Rahmadani dan Rahayu (2017), dan Kahfi et al. (2018)
mengungkapkan bahwa DER berpengaruh siginifikan terhadap nilai perusahaan
karena menurut peneliti Hasibuan et al. (2016) pengaruh negatif dapat dijelaskan
28
saat nilai DER tinggi, nilai perusahaan turun sehingga investor kurang percaya dan
tidak berani mengambil risiko besar yang bisa merugikan mereka. Namun hasil
dari beberapa peneliti tersebut tidak konsisten dengan peneliti Nurminda et al.
(2017), Lubis et al. (2017), serta Suryana dan Sri Rahayu (2018) yang hasilnya
menunjukkan bahwa debt to equity ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasio utang terhadap ekuitas, maka
akan semakin besar risiko keuangan yang ditanggung perusahaan. Hal tersebut
akan membuat investor mengurungkan niatnya untuk berinvestasi sehingga harga
pasar saham akan menurun dan nilai perusahaan juga akan ikut menurun.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H3 : DER berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
d) Pengaruh TATO terhadap nilai perusahaan
Rasio aktivitas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam mendayagunakan aset-aset yang dimilikinya. Jika perusahaan mempunyai
sangat banyak aset, beban bunganya akan sangat tinggi, sehingga labanya menjadi
menurun. Di sisi lain, jika aktiva sangat rendah, penjualan yang mendatangkan
laba mungkin menurun. Semakin tinggi rasio aktivitas, maka semakin efektif
perusahaan dalam mendayagunakan sumberdayanya. Dalam penelitian ini diukur
menggunakan rasio perputaran total aset (Total Assets Turn Over) dimana rasio ini
mengukur perputaran dari semua aset perusahaan dan dihitung dengan cara
29
membagi penjualan dengan total aset. Besarnya hasil perhitungan rasio perputaran
total aset menunjukkan tingkat kecepatan seluruh aset perusahaan menjadi kas atau
piutang. Semakin tinggi rasio perputaran seluruh aset, maka semakin efektif
perusahaan dalam mendayagunakan seluruh aset yang dimiliki (Warsono, 2003).
Dengan efektifnya perusahaan dalam mendayagunakan seluruh aset yang dimiliki
maka akan membangun kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut
sehingga dapat meningkatkan harga saham yang akan diikuti dengan
meningkatnya nilai perusahaan.
Hasil penelitian Rinnaya et al. (2016), Misran dan Chabachib (2017),
Sugiarto dan Santosa (2017), Anggrahini et al. (2018), Kahfi et al. (2018)
menunjukkan bahwa total assets turn over (TATO) berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan karena menurut Rinnaya et al. (2016) penggunaan aset
yang efektif dapat membuat perusahaan sangat kecil dalam menggunakan hutang
untuk membiayai penjualan produk perusahaan. Sehingga penggunaan hutang
yang sangat kecil dan penggunaan aset yang efektif dalam pembiayaan penjualan
dapat menghasilkan laba perusahaan yang cukup tinggi. Karena keefektifan
perusahaan dalam menggunakan asetnya inilah yang dijadikan acuan investor
untuk membeli saham perusahaan. Maka tingkat kepercayaan investor terhadap
keefektifan perusahaan dalam menggunakan aset-asetnya untuk menghasilkan
penjualan bersih yang sangat tinggi dapat mempengaruhi nilai perusahaan.
Penjualan yang tinggi akan menghasilkan kenaikan laba sehingga tingkat
pengembalian kepada pemegang saham juga akan meningkat hal tersebut akan
30
direspon positif oleh pasar dan akan mengakibatkan harga saham meningkat
kemudian diikuti dengan kenaikan nilai perusahaan. Namun hasil beberapa
penelitian tersebut tidak konsisten dengan penelitian Taslim (2016), Astutik
(2017), Savitri (2017) yang menunjukkan bahwa total assets turn over (TATO)
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa semakin efektif perusahaan dalam mengelola
seluruh asetnya, maka laba yang dihasilkan akan semakin tinggi karena perusahaan
sudah dapat memanfaatkan sumber daya tersebut untuk meningkatkan penjualan
yang berpengaruh terhadap pendapatan. Jika pendapatan meningkat, maka laba
yang diperoleh perusahaan juga meningkat dan kinerja perusahaan akan dianggap
baik oleh investor sehingga mengakibatkan permintaan saham naik yang
berdampak pada harga pasar saham akan meningkat diikuti dengan nilai
perusahaan juga akan meningkat.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H4 : TATO berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
e) Pengaruh Growth Ratio Terhadap Nilai Perusahaan
Rasio pertumbuhan merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan
perekonomian dan sektor usahanya (Kasmir, 2010, 116). Sehingga semakin tinggi
rasio pertumbuhan maka kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi
ekonominya semakin baik atau perusahaan dapat dikatakan mampu dalam
31
mempertahankan posisi ekonominya, maka hal tersebut akan memberikan signal
positif bagi investor sehingga permintaan terhadap saham akan meningkat, maka
harga saham akan cenderung meningkat diikuti oleh nilai perusahaan juga akan
meningkat.
Hasil penelitian Yuniarta et al. (2014), Syardiana et al. (2015), Suastini et
al. (2016), Saraswathi et al. (2016), Fatiyah et al. (2018) menunjukkan bahwa
growth berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan karena menurut
Syardiana et al. (2015) dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan
operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau penurunan volume usaha.
Pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak internal maupun eksternal
perusahaan, karena pertumbuhan yang baik memberi tanda bagi perkembangan
perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu perusahaan
merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan, dan
investorpun akan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) dari
investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik. Penelitian
tersebut memberikan sinyal positif bagi investor karena memberikan prospek yang
menguntungkan sehingga akan berpengaruh pada peningkatan saham yang diikuti
oleh peningkatan nilai perusahaan. Namun, hasil dari beberapa peneliti tersebut
tidak konsisten dengan peneliti Astutik (2017), Yuslirizal (2017), Sudiartha dan
Dewi (2017) yang mengungkapkan bahwa growth tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
32
Dapat disimpulkan bahwa apabila pertumbuhan meningkat, maka kinerja
perusahaan tersebut dapat dianggap baik karena pertumbuhan merupakan dampak
atas arus dana perusahaan dari perubahan operasional yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau penurunan volume usaha. Apabila pertumbuhan suatu
perusahaan meningkat, maka hal tersebut merupakan tanda perusahaan memiliki
profitabilitas yang tinggi sehingga dividen yang diperoleh investor akan meningkat
yang mana akan hal tersebut akan menarik minat investor terhadap saham
perusahaan akibatnya harga pasar saham perusahaan meningkat dan nilai
perusahaan juga akan ikut meningkat.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H5 : Growth berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
f) Pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah,
institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian,
dan institusi lainnya pada akhir tahun (Subagyo et al., 2018, 47).
Menurut Hery (2014: 172), tingkat kepemilikan institusional yang tinggi
akan menimbulkan pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Kepemilikan
institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.
Perusahaan dengan kepemilikan institusional mayoritas mengindikasikan
kemampuannya untuk memonitor manajemen. Menurut Cornett et al. (2007),
33
investor institusional semakin ingin menggunakan hak kepemilikan mereka untuk
menekan manajer agar bertindak demi kepentingan terbaik pemegang saham
karena para investor ini telah meningkatkan kepemilikan saham mereka di
perusahaan, maka telah ada peningkatan fokus oleh regulator dan peneliti pada
peran mereka dalam pemantauan, pendisiplinan, dan mempengaruhi manajer
perusahaan. Dengan adanya pengawasan yang tinggi oleh pihak investor
institusional, maka akan mengurangi risiko perilaku opportunistic manajer
sehingga mendapat kepercayaan dari calon investor untuk berinvestasi. Sehingga
permintaan saham menjadi tinggi kemudian harga pasar saham perusahaan akan
meningkan dan nilai perusahaan juga akan meningkat.
Hasil penelitian Wida dan Suartana (2014), Pasaribu et al. (2016), Pratiwi et
al. (2016), Yuslirizal (2017), Darmayanti et al. (2018) menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan karena
menurut Pasaribu et al. (2016) semakin besar saham yang dimiliki oleh pihak
institusional/pemilik saham memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan nilai
perusahaan. Penelitiannya menunjukkan semakin besar jumlah saham yang
dimiliki, maka pengawasan pihak institusional semakin ketat sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan nilai perusahaan. Penelitian tersebut sesuai
dengan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa pemisahan
kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik
diabaikan. Namun hasil dari beberapa peneliti tersebut tidak konsisten dengan
peneliti Dewi (2014), Warapsari dan Suaryana (2016), Nurkhin et al. (2017)
34
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H6: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan
C.2. Kerangka Konseptual
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan, maka dapat
dilihat pada gambar kerangka konseptual sebagai berikut.
Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual
Independent Variabel
H1
H2
H1
H3
H1
Dependent Variabel
H4
H1
H5
H1
H6
H1
Y
H1
Return On Equity
(ROE)
Debt to Equity Ratio (DER)
Current Ratio
(CR)
Total Asset
Turnover (TATO)
Growth
Kepemilikan
Institusional (KI)
Nilai Perusahaan
Price Book Value (PBV)
top related