bab ii postterm
Post on 05-Feb-2016
20 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan postterm disebut juga sebagai kehamilan serotinus,
kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy,
extended pregnancy, postdates/pos datisme, atau pascamaturitas. Kehamilan
postterm berdasarkan WHO 1997, FIGO 1986 adalah kehamilan yang
berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari
pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari.1
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologist tahun
2013, prolonged pregnancy adalah kehamilan dengan usia 42 minggu lengkap
(294 hari) atau lebih dari hari pertama haid terakhir. Dari definisi in,
kehamilan dengan usia 41 minggu 1 hari hingga 41 minggu 6 hari walaupun
terjadi pada minggu ke 42 tidak memenuhi persyaratan 42 minggu lengkap.4
2.2 Epidemiologi
Kehamilan postterm terjadi berkisar antara 3,4% - 14% dengan rata-rata
10% kehamilan1. Sumber lain mengungkapkan bahwa kehamilan postterm
terjadi sekitar 4 % - 19%. Selain itu, 6% dari 4 juta bayi lahir selama tahun
2009 di Amerika serikat diperkirakan lahir dengan usia kehamilan 42 minggu
atau lebih2. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm
merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan
postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%1.
3
4
Prevalensi dari postterm dilaporkan sebesar 4-10%. Di Eropa, perkiraan
prevalensi berkisar antara 0,8% hingga 8,1%, Variasi yang luas ini didasarkan
kepada konsekuensi dari perbedaan ketentuan dalam induksi persalinan dan
metode dalam menentukan usia kehamilan2.
Angka kemtian perinatal meningkat setelah melewati usia kehamilan 41
minggu. Beberapa penelitian menemukan peningkatan kejadian cerebral palsy
pada anak-anak yang lahir dari kehamilan postterm. Selain itu, terdapat
peningkatan kejadian IQ yang rendah pada anak-anak usia 6,5 tahun yang
lahir dari kehamilan dengan usia gestasi ≥42 minggu. Induksi persalinan
dilakukan pada 35% kasus kehamilan dengan usia 42 minggu. Kejadian
persalinan dengan operasi cesarean oleh karena adanya distosia dan fetal
distress meningkat signifikan pada kehamilan usia 42 minggu. Insiden kejang
dan kematian pada neonatus meningkat dua kali lipat pada kehamilan 42
minggu4.
2.3 Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko terjadinya kehamilan postterm diantaranya
adalah:
BMI sebelum hamil ≥ 25 minggu4
Nulliparitas4
Kehamilan postterm sebelumnya 4
Anak perempuan dari ibu yang mengalammi kehamilan postterm
memiliki kemungkinan mengalami kehamilan postterm sebesar 2
hingga 3 kali lipat lebih besar 4
Faktor –faktor langka janin dan plasenta, seperti anenchephaly,
adrenal hypoplasia, dan X-linked defisiensi sulfatase plasenta4
Jenis kelamin janin laki-laki5
5
2.4 Etiologi
Definisi kehamilan postterm adalah kehamilan yang berusia lebih dari
42 minggu dari hari pertama haid terakhir dengan mempertimbangkan
menstruasi terakhir diikuti dengan ovulasi 2 minggu setelahnya. Terdapat dua
kategori kehamilan lewat bulan, yang pertama kehamilan dengan usia 40
minggu pasca konsepsi, sedangkan yang kedua adalah dengan usia gestasi
yang tidak lebih lanjut namun dengan perkiraan usia gestasi yang salah4.
Terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan terjadinya
kehamilan postterm. Beberapa teori tersebut diantaranya adalah1:
Pengaruh progesterone
Penurunan hormone progesterone dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesterone 1.
Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinanpada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu factor penyebab kehamilan postterm1.
Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadarkortisol
6
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesterone berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hypoplasia adrenal janin,
dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan1.
Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalisdari pleksus Frnkenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan ini di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah janin masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
poenyebab terjadi kehamilan postterm1.
Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya1.
2.5 Diagnosis
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari
riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penegakkan diagnosis kehamilan postterm
diantaranya adalah1:
Riwayat haid
Diagnosis kehamilan possterm dapat ditegakkan dengan mudah apabila
hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui secara pasti. Riwayat haid
yang dapat dipercaya memiliki kriteria, diantaranya pasien yakin benar
dengan HPHT nya, siklus 28 hari teratur, dan tidak minum pil antihamil
7
setidaknya 3 bulan terakhir. Selanjutnya dilakukan penghitungan dengan
menggunakan rumus Naegele. Berdasarkan riwayat haid,
seseorangpenderita yang ditetaapkan sebagai kehamilan postterm
kemungkinan adalah1:
o Terjadi kesalahan dalam menetukantanggal haid terakhir atau akibat
menstruasi abnormal
o Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan
ovulasi
o Tidak adakesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan
memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari
seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm).
Riwayat pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal yang perlu diperhatikandiantaranya adalah tes
kehamilan, gerak janin, dan denyut jantung janin (DJJ). Dari tes
kehamilan bila pasien memeriksakan tes imunologik setelah 2 minggu
terlambat maka dapat diperkirakan kehamilan telah berlangsung selama 6
minggu. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu
padausia kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar
umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16
minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening
ditambah 22 minggu pada primigravida dan 24 minggu pada multiparitas.
DJJ dapat didengar sejak usia 18-20 minggu dengan menggunakan
stetoskop Laennec dan sejakusia 10-12 minggu dengan menggunakan
Doppler. Kehamilan dinyatakan postterm bila didapatkan 3 atau lebih dari
4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut1
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
Telah lewat 24 minggu sejak gerakan janin dirasakan
8
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ dengan stetoskop
Laennec
Tinggi fundus uteri
Pemeriksaan tinggi fundus uteri secara serial dan rutin dalam sentimeter
dapat menentukan umur kehamilan secara kasar, terutama setelah
kehamilan berusia 20 minggu1.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksan dengan USG pada trimester pertama, dengan memeriksa
panjang kepala-tungging (crown-rump length/ CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada pemeriksaan
di usia kehamilan 16-26 minggu,ukuran diameter biparietal dan panjang
femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.
Namun pemeriksaan pada trimester ketiga sukar untuk menentukan usia
kehamilan1.
Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan dapat ditentukan dengan menilai pusat penulangan.
Epifisis femur distal dapat terlihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis
tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis
kuboid dapat terlihat pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sudah jarang
digunakan selain karena sulit juga karena memiliki efek yang kurang baik
untuk janin1.
Pemeriksaan laboratorium
Kadar lesitin/spingomielin1
Kadar Lesitin: Spingomielin dalam amnion sama: 22-28 minggu
Kadar Lesitin 1,2 kali Spingomielin dalam amnion: 28-32 minggu
9
Kadar Lesitin: Spingomielin dalam amnion 2:1 : genap bulan
Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA) 1
ATCA 45-65 detik: usia kehamilan 41-42 minggu
ATCA kurang dari 45 detik: usia kehamilan lebih dari 42 minggu
ATCA 42-46 detik: Kehamiln lewat waktu
Sitologi cairan Amnion1
Pengecatan nile blue sulphate untuk melihat lemak dalam cairan
amnion. Bila melebihi 10% usia kehamilan diperkirakan 36 minggu,
bila 50% atau lebih usia kehamilan diperkirakan 39 minggu atau
lebih.
Sitologi Vagina1
Pemeriksaan sitology vagina (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitivitas 75%. Kematanganserviks tidak bisa
digunakanuntuk menentukan usia gestasi.
2.6 Komplikasi
Kehamilan postterm memiliki berbagai macam permasalahan.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat terjadi pada plasenta, janin,
maupun ibu. Kehamilan postterm terutama meningkatkan kejadian kematian
perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi
mekoneum dan asfiksia1.
Dalam sebuah penelitian retrospektif terhadap 170.00 kelahiran tunggal,
ditemukan adanya peningkatan 6 kali lipat kejadian stillbirth pada kehamilan
postterm dari 0.35 menjadi 2.12 kejadian setiap 1000 kehamilan. Kematian
perinatal terutama kematian saat lahir (stillbirth) dan kematian neonates
tingkat awal memiliki angka kejadian dua kali lipat lebih tinggi pada
kehamilan postterm dibandingkan dengan kehamilan aterm. Angka kejadian
ini meningkat menjadi 4 kali lipat pada kehamilan 43 minggu dan 5-7 kali
10
lipat pada usia 44 minggu. Morbiditas fetus juga meningkat pada kehamilan
diatas usia 41 minggu6.
Beberapa permasalahan pada kehamilan postterm lainnya adalah sebagai
berikut1.
Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi
plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut1.
Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan
penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat
janin dan bahkan kematian janin intrauterin yang dapat meningkat
sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai
dengan progrsivitas degenerasi plasenta. Namun beberapa vili mungkin
mengalami degeerasi tanpa mangalamo kalsifikasi.
Selaput vaskulosinsisial ,menjadi tambah tebal dan jumlahnya
berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan
fibrinoid, fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.
Perubahan biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein
plasenta dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA
meningkat. Transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium,
dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi
seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami
gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan
intrauterin.
11
Pengaruh pada janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm
menambah bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya
menyatakkan bahwa efek kehamilan postterm pada janin terlalu dilebihkan.
Fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun terutama setelah usia kehamilan 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat
janin dengan risiko 3 kali lebih besar. Akibat dari proses penuaan plsenta,
pasokan makanan dan oksigen menjadi turun ditambah adanya spasme srteri
spiralis. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang 50% sampai menjadi hanya
250 ml/menit. Beberapa pengaruh kehamilan posterm pada janin antara lain
sebagai berikut1.
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta,
maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Voherr tampak
bahwa sesudah kahmilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin
mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun
seringkali plasenta msih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat
janin bertambah terus sesuai dengan pertambahan usia kehamilan.
Risiko persalinan dengan berat lebi dari 4000 gram pada kahamilan
postterm menigkat2-4 kalilebih besar dari kehamilan term.
Sindroma postmaturitas. dapat dikenali pada nenonatus dengan
ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi,
kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku
tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya
verniks kaseosa dan lanugo, maserasinkulit terutama daerah lipat paha
dan genitalia luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit
12
dan tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala banyak atau
tebal. Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda
postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-
20% neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm.
Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda
postmaturitas ini dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
Stadium I : Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
maserasi berupa kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas
Stadium II : Gejala diatas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan
tali pusat.
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat
setelah kahmilan 42 minggu atau lebih,sebagian terjadi intrapartum.
Umumnya disebabkan oleh:
- Makrosomia yang dapat menimbulkan distosia persalinan, fraktur
klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi
- Insufisiensi plasenta yang berakibat:
pertumbuhan janin terhambat
oligohiroamnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang
kental, perubahan abnormal pada jantung janin.
Hipoksia janin
Keluarnya mekonium yang berakibat terjadinya aspirasi mekonium
pada janin
Kematian janin akibat kahamilan postterm terjadi pda 30% sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pasca natal.
Pengaruh pada ibu
13
Morbiditas dan mortalitas ibu, akibat makrosomia dan kepala yang
terlalu keras sehingga terjadi distosia persalinan, incoordiate unerine
action, partus lama, menigkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis atau perdarahan pospartum akibat bayi besar.
Aspek emosi: timbul kecemasan pada ibu dan keluarga karena bayi tak
kunjung lahir dan telah melewati taksiran persalinan.
Aspek Mediko Legal
Dapat terjadi sengketa atau masalah dalam kedudukan seorang ayah
sehubungan dengan umur kehamilan
2.7 Tatalaksana
Pengamatan fetus disarankan dimulai pada usia kehamilan 41 minggu.
Apabila pada usia 41 minggu tidak ditemukan adanya komplikasi maka tidak
diperlukan intervensi apapun dan kehamilan belum perlu diterminasi hingga
mencapai usia 42 minggu lengkap. Bila diteukan adanya komplikasi seperti
hipertensi, penurunan gerak janin, atau oligohidramnion, maka perlu
dilakukan induksi persalinan. Pada ibu dengan usia kehamilan yang diketahui
secara pasti dan tanpa komplikasi, induksi persalinan dilakukan pada saat
minggu ke 42 lengkap. Hampir 90 % ibu dengan keadaan tersebut
akanmemasuki persalinan dalam 2 hari setelah induksi. Pada pasien yang
tidak memasuki persalinan dengan induksi pertama, maka induksi kedua
dilakukan dalam 3 hari. Hampir seluruh pasien berhasil memasuki persalinan
dengan menggunakan metode ini. Namun terdapat sangat sedikit pasien yang
tidak masuk persalinan. Pada pasien dengan keadaan ini mungkin dibutuhkan
induksi ketiga atau lebih atau dengan melalui operasi cesarean. Pasien yang
termasuk dalam uncertain postterm pregnancies ditatalaksana dengan
14
nonstress fetal testing mingguan dan asesmen volume cairan amnion (AFI).
Paien dengan AFI ≤ 5 cm atau adanya pergerakan janin yang berkuran perlu
diberi induksi persalinan4.
Beberapa masalah yang sering dihadapi pada penelolaan kehamilan
postterm antara lain adalah1:
Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan
dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan
Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau
mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim
Sebagian bear janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai
dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar
Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70% serviks belum matang dengan nilai Bishop rendah
sehingga induksi tidak selalu berhasil
Persalinan yang berlarut-larut akn sangat merugikan bayi postmatur
Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu
(8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm)
Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga
perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar
(risiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan dan 1,3% pada postterm)
Pemecahan selaput ketuban harus dengan perrtimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko
kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban
akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan
kehamilan postterm. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan
postterm, antara lain adalah1:
15
Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan
induksi setelah ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya
dilakukan pengelolaan secara ekspektatif/menunggu.
Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakan kehamilan ebaiknya duakhiri
pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu
Pengelolaan aktif: yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 mingguuntuk memperkecil risiko terhadap janin1.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm
mempunyai risiko kkomplikasi yang cukup besar. Tindakan ini dilakukan
hingga persalinan berlangsung secara sendirinya atau timbul indikasi untuk
mengakhiri kehamilan1.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yangperlu diperhatikan
dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah1:
Menentukan apakah kehamilan memang berlangsung lewat bulan atau
bukan.
Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin
- Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan
contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai
reaksi terhadap gerak janin atau kotraksi uterus. Bila didapatkan hasil
reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8%menunjukkan kemungkinan
besar janin baik. Pemeriksaan USG untuk menentukan besar janin,
denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan
derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan
kualitas air ketuban.
- Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti
pemeriksaan kasar Estriol
16
- Gerakan janin dapat ditemntukan secara subjektif (normal rata-rata 7
kali/20menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10
kali/20 menit)
- Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masihbaik. Sebaliknya air ketuban yang
sedikit dfan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33%
asfiksia.
Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan
postterm.sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan
dapat segera dilakukan baikpada usia 41 minggu atau 42 minggu
bilamana serviks telah matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang
menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi
kemunduran fungsi plasenta dari oligohidramnion. Kematian janin neonatus
meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih1.
Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop >5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang
akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan1.
Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut
apabila kehamilan tidak diakhiri1:
17
- NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
- Bila ditemukan oligohidramnion (<2cm pada kantong vertikal atau
indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada
NST, maka dilakukan induksi persalinan.
- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi
deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (<5/20 menit)
menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendoorong agar
janin segera dilahirkan dengan mempertibangkan bedah sesar.
Sementara itu, bila CST negatif kehamilan dapat dibiarkan
berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
- Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Pengelolaan selama persalinan1
Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejateraan
janin. Pemakaian continous electronic fetal monitoring sangat
bermanfaat.
Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan
Awasi jalannya persalinan
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin
Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah
neonatus dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin
dengan cairan ketuban bercampur mekonium
18
Segera setelah lahir, bayi harus egera diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi
Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
Hati-hati kemungkinan terjadinya distosia bahu.
Perlu disadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan kehamilan postterm harus dilakukan
pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit dengan
pelayanan operatif dari perawatan neonatal yang memadai1.
top related