bab ii landasan teori a. stres 1. -...
Post on 05-Feb-2018
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Stres
1. Pengertian Stres
Menurut Ilyas (dalam Fatahillah, 2006), stres sebagai suatu kondisi
yang di alami oleh manusia, yang berupa kumpulan-kumpulan ganguan
fisik dan psikis, yang di sebabkan karena ketidakmampuan manusia
mengahdapi tekanan-tekanan tersebut terutama tekanan
psikologis.Menurut Gunarsa (2004), stres dirumuskan sebagai setiap
tekanan, ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan,
pengaruhnya dapat sifat wajar atau tidak, tergantung dari reaksinya
terhadap ketegangan tersebut. Menurut Wright (2000), stres adalah suatu
tipe tindakan atau situasi yang membebani seseorang dengan tuntutan-
tuntutan yang berat atau yang bertentangan.
Jadi, stres adalah suatu kondisi yang mempengaruhi seseorang,
yang dikarenakan ketidakmampuanya mengahadapi tekanan atau
tuntutan yang berat.
2. Gejala Stres
Dalam buku The Doctors Guide to Instant Stress Refiel: A
Psycological and Medical System yang ditulis oleh Nathan, Staats,
Rosch, disebutkan secara garis besar, empat kelompok gejala yang terjadi
7
-
2
pada tubuh yang menunjukan kalau seseorang sedang dilanda stres
(dalam Christian, 2005).
a. Gejala fisik yang melibatkan otot-otot sekitar tulang, yaitu :
1. Sakit kepala
2. Wajah berkerut
3. Gigi bergeratak
4. Nyeri rahang, nyeri leher dan nyeri punggung
5. Gagap, bibir dan tangan bergetar
6. Otot tegang, mengekerut, dan nyeri
7. Bahasa tubuh agresif
b. Gejala fisik yang melibatkan sistem syaraf otonom, yaitu :
1. Sakit kepala migraine
2. Peningkatan sensitifitas terhadap cahaya dan suara
3. Pusing, lemah, seperti mau jatuh
4. Bunyi denging di telinga
5. Bola mata membesar
6. Wajah memerah
7. Mulut kering
8. Kesulitan menelan sering demam dan flu
9. Jerawat dan kulit memerah
10. Tubuh menggigil dan bulu roma berdiri
11. nyeri dada, kram perut, dan mual-mual
12. Detak jantung tinggi dan tidak teratur walau tanpa oalah raga
13. Kesulitan bernafas
14. Panik yang mendadak dan menyesakkan, seolah mau mati
15. Nyeri jantung dan dada
16. Peningkatan keringat
17. Tangan dan kaki dingin dan nyeri
-
3
18. Sering buang air kecil
19. Susah buang air besar
20. Diare
c. Gejala mental, yaitu :
1. Gelisah, kuatir, rasa bersalah dan tegang
2. Peningkatan rasa marah dan frustrasi
3. Moody (perasaan berubah-ubah)
4. Depresi
5. Nafsu makan meningkat atau malah menurun
6. Pikiran terburu-buru
7. Mimpi buruk
8. Kesulitan konsentrasi
9. Kesulitan belajar sesuatu yang baru dan mudah lupa
10. Disorganisasi dan kebingungan
11. Kesulitan membuat keputusan
12. Merasa berat beban dan terlindas masalah
13. Lebih sering menangis
14. Pikiran-pikiran bunuh diri
15. Takut dekat dengan orang lain dan kesepian
d. Gejala perilaku stres, yaitu :
1. Tidak peduli pada cara berpakaian atau penampilan
2. Keterlambatan yang meningkat
3. Penampilan yang lebih serius
4. Perilaku yang tidak biasa
5. Perilaku tegang, seperti memukul-mukul jari tangan dan
menghentak-hentakan kaki
6. Jalan bolak balik atau menyusuri lantai
7. Meningkatnya rasa frustrasi dan kejengkelan
-
4
8. Gampang bereaksi pada hal-hal kecil
9. Perfeksionisme
10. Produktifitas dan efisiensi kerja menurun
11. Berbohong atau berdalih untuk menutupi pekerjaan yang jelek
12. Bicaranya terlalu cepat atau tidak jelas
13. Siakap defensif dan penuh curiga
14. Komunikasi yang tenang dengan orang lain
15. Menarik diri secara sosial
16. Rasa lelah terus-menerus
17. Mengalami masalah tidur
18. Sering menggunakan obat-obatan
19. Tubuh makin gemuk atau makin kurus walau tidak diet
20. Makin banyak merokok
21. Sekali-sekali menggunakan obat-obatan untuk hiburan
22. Meningkatnya penggunaan alkohol
23. Berjudi dan banyak keluar uang
B. Coping Stress
1. Pengertian Coping Stress
Emosi dan rangsangan fisiologis yang di timbulkan oleh situasi
stres sangat tidak nyaman, dan ketidaknyamanan ini memotivasi individu
untuk melakukan sesuatu guna menghilangkannya. Proses yang di
gunakan oleh seseorang yang menangani tuntutan yang menimbulkan
stres di namakan coping (Atkinson, Atkinson, Smith, & Bem, 2004).
Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994) menggambarkan coping
sebagai suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak
yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal diri
-
5
individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-
sumber daya yang mereka dalam menghadapi situasi stressful.
Lazarus (dikutip oleh Anggraini, 1999; dalam Sinaga, 2005)
mengatakan bahwa coping stres berkenaan dengan apa yang di lakukan
oleh individu untuk mengatasi situasi yang penuh dengan tekanan atau
menuntut secara emosional. Selanjutnya ia menambahkan bahwa suatu
cara yang di lakukan individu untuk mengatasi situasi atau problem yang
dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan, ataupun merugikan sebagai
ancaman yang disebut dengan istilah coping stress.
2. Jenis-Jenis Coping Stres
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994), secara umum
ada dua jenis coping stres, yaitu:
a. Problem-focused coping
Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan
mempelajari cara-cara atau ketrampilan cara-cara atau ketrampilan-
ketrampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan
strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Ini lebih
sering digunakan oleh para dewasa.
b. Emotional-focused coping
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres.
Pengaturan ini melalui perilaku individu, seperti penggunaan
alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak
-
6
menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu
mengubah kondisi yang stressful, individu akan cenderung untuk
mengatur emosinya.
3. Aspek-Aspek Coping Stress
Corver dan Scheir (dalam Sinaga, 2005) mengemukakan ada
beberapa aspek dalam coping berdasarkan jenis-jenis coping stres, yaitu:
a. Berdasarkan problem-focused coping, ada lima aspek, yaitu:
1. Active coping, yaitu mengambil tindakan secara aktif untuk
mengatasi stres.
2. Planning, yaitu memikirkan tentang cara mengatasi penyebab
stres.
3. Suppression of competing activities, yaitu dengan
mengesampingkan aktivitas-aktivitas lain untuk dapat mengatasi
stressor.
4. Restraint coping, yaitu menunggu saat yang tepat untuk
bertindak.
5. Use of instrumental support, yaitu mengatasi stres dengan
mencari bantuan, nasehat, serta informasi.
b. Berdasarkan emotional-focused coping, ada tujuh aspek, yaitu:
1. Use of emotional support, yaitu mengatasi stres dengan mencari
dukungan moral, simpati, emosional.
2. Positive reframing, yaitu mencoba manafsirkan kondisi dengan
lebih positif.
3. Acceptance, yaitu menerima kenyataan disituasi tersebut.
4. Denial, yaitu menolak kenyataan dari situasi yang terjadi.
5. Use of religion, yaitu sikap individu untuk menyelesaikan
masalah dengan keagamaan.
-
7
6. Behavioral disengagement, yaitu berkurangnya usaha seseorang
dalam menghadapi stressor atau menyerah.
7. Mental disengagement, yaitu berkurangnya usaha seseorang
dalam mengahadapi stressor.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stres
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi coping stres, antara lain
sebagai berikut:
a. Usia
Salah satu faktor yang mempengaruhi coping adalah usia.
Dalam Christianti (2005), dikatakan bahwa sejumlah struktur
psikologis seseorang dan sumber-sumber untuk melakukan coping
akan berubah menurut perkembangan usia dan juga akan
membedakan seseorang dalam merespon tekanan. Menurut Rutter
(dalam Sinaga, 2005), maka dapat dipastikan bahwa coping dari
mereka akan berbeda dari setiap tingkat usia.
b. Tingkat Pendidikan
Managhan (dalam McCrae, 1984; dalam Pramadi & Lasmono,
2003) mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan yang
semakin tinggi akan semakin tinggi pula kompleksitas kognitifnya,
demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya seseorang yang
berpendidikan tinggi akan lebih realistis dan aktif dalam
memecahkan masalah.
-
8
c. Jenis Kelamin
Menurut penelitian yang dilakukan Lazarus & Folkman
(Pramadi dan Lasmono, 2003), ditemukan bahwa laki-laki dan
perempuan sama-sama menggunakan kedua jenis coping itu problem
focosed coping dan emtional focosed coping. Namun menurut Tanck
& Robbin (dikutip Fagot, 1988;Sinaga, 2005), wanita lebih
memperlihatkan reaksi emosional dibandingkan dengan pria. Jadi,
wanita cenderung menggunakan emotional focosed coping sebagai
coping terhadap stres yang di alami.
d. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu pengubah stres.
Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasehat verbal atau
nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh
keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi individu.
Jenis dukungan ini adalah: dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dan dukungan informatif (Pramadi dan Lasmono,
2003).
e. Komunikasi
Kebanyakan stres yang dikaitkan dengan hubungan-hubungan
atar pribadi berkaitan dengan komunikasi yang kurang baik atau
komunikasi yang sama sekali tidak memadai (Scala, 2003). Karena
-
9
itulah, komunikasi yang baik akan mempengaruhi seseorang didalam
coping yang baru yang lebih kontruktif (Sinaga, 2005).
C. Perempuan Yang Hamil Di Luar Nikah
1. Pengertian Perempuan Hamil di Luar Nikah
Merupakan klien yang mengalami masalah atau konflik dalam
batin maupun secara fisik, sebagai akibat dari hubungan seksual secara
paksa atau merupakan akibat kelalaian si korban dalam berhubungan seks
dengan lawan jenis (pacar) yang belum diteguhkan dalam sebuah
pernikahan secara sah (dalam Abineno, 2002).
2. Pandangan Masyarakat Terhadap Perempuan Hamil Di Luar Nikah
Kehamilan di luar nikah tidak saja berisiko secara fisik maupun
psikologisnya, tetapi juga berdampak negatif secara sosial. Hubungan
seksual sebelum menikah memang di larang oleh agama dan masyarakat
memberikan cap negatif terhadap perbuatan tersebut, demikian juga
terhadap kehamilan yang di akibatkanya. Masyarakat masih menilai
bahwa hubungan seksual adalah sesuatu yang sakral dan bertujuan untuk
mengembangkan keturunan (Wahyurini & Masyum, 2004 dalam
www.kompas.com/muda/index.htm).
Norma-norma ketimuran masih tetap menganggap kehamilan di
luar nikah sebagai aib bagi keluarga ataupun masyarakat, apapun sebab
dari kehamilan itu. Orang yang hamil di luar nikah dinilai sebagai
http://www.kompas.com/muda/index.htm
-
10
keburukan, yang ikut hanyut dalam perilaku aborsi tanpa memahami
realitas dosa yang mengerikan itu.
1. Start PRO-LIFE Movement; memulai suatu gerakan membela
kehidupan bayi yang telah memiliki kehidupan sebagai manusia
penuh sejak menerima kehidupan dalam kandungan ibu.
2. Serve The Soul; Melaksanakan suatu pelayanan sosial yang terpadu
dan interdenominasi, yang bergerak dalam bidang pencegahan aborsi
dalam arti yang luas dan pemulihan para pelaku tindak aborsi dan
orang-orang sekitarnya.
top related