bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/bab2/2011-1-00494-mn 2.pdf ·...
Post on 15-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Motivasi
2.1.1 Definisi Motivasi
Terdapat beberapa definisi motivasi menurut para ahli:
• Menurut Robbins (2001, p166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan
untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan
individual.
• Menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004,
p36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan
dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
• Menurut Veithzal Rivai (2005, p455) “Motivasi adalah serangkaian sikap dan
nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai
dengan tujuan individu”.
• Greenberg dan Baron (Djatmiko 2005, p67) mendefinisikan bahwa “Motivasi
kerja adalah suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara
perilaku manusia kearah pencapaian suatu tujuan”
• Ernest J. McCormick (Mangkunegara 2005, p94) dalam hubungannya dengan
lingkungan kerja mengemukakan bahwa “Motivasi kerja didefinisikan sebagai
6
kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja”.
• Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p114) motivasi adalah
keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.
2.1.2 Tujuan Pemberian Motivasi
Menurut Gouzali Saydam (2005, p328) tujuan pemberian motivasi adalah untuk:
1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;
2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja;
3. Meningkatkan disiplin kerja;
4. Meningkatkan prestasi kerja;
5. Mempertinggi moral kerja karyawan;
6. Meningkatkan rasa tanggung jawab;
7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi;
8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.
Kemudian Malayu Hasibuan (2003, p97-98) mengemukakan bahwa pemberian motivasi
mempunyai tujuan, yaitu:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan;
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan;
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;
7
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya;
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
faktor penting yang perlu diperhatikan oleh pemimpin maupun manajer agar bawahan
atau karyawan dapat bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemberian motivasi yakni agar bawahan mau bekerja dan mengeluarkan kemampuan
mereka atau memberikan kinerja yang maksimal.
2.1.3 Memotivasi Karyawan
Mathis-Jackson (2003, p274-278) mengungkapkan beberapa cara untuk memotivasi
beragam jenis pekerja, sebagai berikut:
A. Memotivasi Para Profesional
Berilah kepada mereka proyek-proyek menantang yang berkelanjutan. Berilah
mereka otonomi untuk mengikuti minat mereka dan biarkan mereka
menstrukturkan kerja mereka dalam cara-cara yang mereka rasa produktif. Ganjar
mereka dengan kesempatan pendidikan – pelatihan, lokakarya, menghadiri
konferensi – yang memungkinkan mereka untuk tetap menguasai perkembangan
dalam bidang mereka. Kemukakan pertanyaan-pertanyaan dan lakukan tindakan
lain yang memperagakan kepada mereka bahwa Anda secara tulus tertarik akan
apa yang mereka kerjakan.
B. Memotivasi Pekerja Sementara/Tidak Tetap (Contingent)
Tidak ada pemecahan sederhana untuk memotivasi karyawan tidak tetap. Ada dua
kelompok pekerja tidak tetap, yakni yang secara sukarela dan yang terpaksa. Bagi
kelompok sukarela kurangnya kemantapan bukanlah masalah. Namun untuk
menghadapi karyawan yang tidak secara sukarela menjadi tidak tetap jawabannya
adalah kesempatan untuk status permanen serta kesempatan untuk pelatihan.
8
C. Memotivasi Angkatan Kerja Yang Beraneka Ragam
Kata kunci untuk jenis pekerja ini adalah keluwesan (fleksibilitas). Bersiaplah untuk
merancang jadwal kerja, rencana kompensasi, tunjangan, menetapkan fisik
pekerjaan, dan semacamnya untuk mencerminkan kebutuhan karyawan yang
beraneka. Misalkan menawarkan perawatan anak, jam kerja fleksibel, dan berbagi
pekerjaan untuk karyawan-karyawan yang memiliki tanggung jawab keluarga. Atau
kebijakan cuti yang fleksibel untuk imigran yang kadang ingin melakukan
perjalanan kembali ke negeri asalnya dalam waktu lama. Atau tim-tim kerja untuk
karyawan yang datang dari negara dengan orientasi kolektivis yang kuat. Atau
mengizinkan karyawan yang akan ke sekolah untuk mengubah jadwal kerja mereka
dari semester ke semester.
D. Memotivasi Karyawan Jasa Berketerampilan Rendah
Pendekatan tradisional untuk memotivasi jenis pekerja ini berfokus pada
memberikan pekerjaan yang lebih luwes dan mengisi pekejaan-pekerjaan ini
dengan para remaja dan pensiunan yang kebutuhan keuangannya tidak terlalu
banyak, para pekerja ini juga diberikan tanggung jawab yang lebih luas untuk
inventori, penjadwalan, dan pengangkatan kerja. Untuk menekan angka keluar
masuk karyawan dapat menggunakan pendekatan non-tradisional seperti
menciptakan iklim kerja yang dekat seperti keluarga.
E. Memotivasi Orang Melakukan Tugas-Tugas Yang Terus Menerus Berulang
Tidak banyak yang dapat dilakukan selain mencoba untuk membuat situasi yang
jelek menjadi dapat ditolerir dengan menciptakan iklim kerja yang lebih
menyenangkan. Ini mungkin mencakup penyediaan lingkungan kerja yang bersih
dan menarik, waktu istirahat kerja yang cukup, peluang untuk sosialisasi dengan
rekan-rekan kerja selama istirahat, dan para penyelia yang empati.
9
2.1.4 Teori David McClelland
Berbagai teori mengenai motivasi juga banyak berkembang dewasa ini, salah
satu yang menjadi acuan dalam penelitian ini yakni teori David McClelland mengenai
Three Needs Theory. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yakni kebutuhan
akan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini
ditemukan di berbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan
memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
• Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi
sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini
pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain
mereka mencari situasi di mana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi
untuk menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah, di mana mereka dapat
menerima umpan-balik yang cepat atas kineja mereka sehingga mereka dapat
mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan di
mana mereka dapat menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang (Robbins
2003, p217).
• Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan
dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland
menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan
kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. Individu-individu dengan
10
nPow yang tinggi menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi
orang lain, lebih menyukai ditempatkan di dalam situasi kompetitif dan
berorientasi-status, dan cenderung lebih peduli akan prestise (gengsi) dan
memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif (Robbins
2003, p217-218).
• Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan ini menerima perhatian paling kecil dari para peneliti. Kebutuhan akan
afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, lebih
menyukai situasi kooperatif daripada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan
hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbal-balik yang tinggi. Individu
yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan
yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi (Robbins 2003, p218).
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi
karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja
atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
• Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
• Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada
menerima pujian atau pengakuan.
• Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang
diandalkan, kuantitatif dan faktual).
11
2.2 Lingkungan Kerja
2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Menurut Veithzal Rivai, lingkungan kerja merupakan elemen-elemen organisasi
sebagai sistem sosial yang mempunyai pengaruh yang kuat di dalam pembentukan
perilaku individu pada organisasi dan berpengaruh terhadap prestasi organisasi.
Menurut Sumaatmadja (Rivai 2001, p146), lingkungan kerja terdiri dari lingkungan
alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan alam merupakan
lingkungan fisik yang belum atau tidak dipengaruhi budaya manusia, seperti cuaca,
sinar matahari, dan sebagainya. Sedangkan menurut Nasution (Rivai 2001, p146),
lingkungan sosial merupakan orang atau masyarakat sekitar, segala aspek yang
bertalian erat dengan kepribadian manusia serta selalu mempengaruhi perkembangan
manusia. Lingkungan budaya merupakan segala hasil cipta manusia dan segala hasil
perbuatan serta tingkah laku manusia serta selalu mempengaruhi perkembangan
manusia yang ada di sekitarnya. Contohnya peraturan, desain tata ruang, desain
peralatan, dan sebagainya.
Pengertian lingkungan kerja yang dikemukakan oleh Rivai hampir sama dengan
yang dikemukakan Alex S Nitisemito, bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi diri pekerja dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Hal ini semakin diperkuat
dengan pendapat Agus Ahyari (1994, p125) bahwa lingkungan kerja adalah berkaitan
dengan segala sesuatu yang berada disekitar pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi
karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti pelayanan karyawan, kondisi kerja,
hubungan karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sondang Siagian (2004, p132) adanya sarana dan prasarana kerja
yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan merupakan kondisi
kerja yang kondusif. Faktor lain di dalam lingkungan kerja dalam perusahaan yang juga
12
tidak boleh diabaikan adalah hubungan karyawan di dalam perusahaan yang
bersangkutan tersebut. Hubungan karyawan ini juga ikut menentukan tingkat
produktivitas kerja dari para karyawan.
Berdasarkan penjabaran tersebut di atas maka yang dimaksud dengan
lingkungan kerja adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang berada di sekitar
pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya,
seperti pelayanan karyawan, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan
yang bersangkutan.
2.2.2 Indikator Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001, p21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b)
lingkungan kerja non fisik.
a) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001, p21) yang dapat
mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan
kemampuan karyawan, yaitu :
1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna
mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak
menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat,
banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien
dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
13
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
a) Cahaya langsung
b) Cahaya setengah langsung
c) Cahaya tidak langsung
d) Cahaya setengah tidak langsung
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan
normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa
tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar
jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi
panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.
Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi
pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap
karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung
di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa
dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi
oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur,
kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut
akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau
melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara
sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas
14
dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain
adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah
untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha
untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga
kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar
dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang
dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi
kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman
di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang
dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja,
ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar
tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada
jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat
pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya
adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak
dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa
menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka
suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat
dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
15
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
a) Lamanya kebisingan
b) Intensitas kebisingan
c) Frekwensi kebisingan
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya,
diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang
sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat
menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam
intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat
dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi
dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu
tubuh dalam hal :
a) Kosentrasi bekerja
b) Datangnya kelelahan
c) Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap
: mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan
yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.
Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat
16
digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar
tempat kerja.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan
sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan
penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai
pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang
menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna
dapat merangsang perasaan manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi
tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga
dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk
bekerja.
10. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,
waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk
bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk
dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan
di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.
11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk
menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan
Petugas Keamanan (SATPAM).
17
b) Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun dengan bawahan
serta hubungan sesama rekan kerja.
2.3 Kepuasan Kerja
2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Untuk mengawali pembahasan mengenai kepuasan kerja, perlu ditegaskan
bahwa kepuasan kerja mempunyai arti yang beraneka ragam, sehingga timbul berbagai
pengertian baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya. Menurut Veithzal
Rivai (2004, p475), kepuasan kerja pada dasarnya bersifat individual. Setiap individu
mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku dalam dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai
dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.
Dengan kata lain, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Kotler (2002, p42) dimana
kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi/kerjanya terhadap kinerja suatu produk dan
harapan-harapannya. Menurut Mohammad As’ad, kepuasan kerja adalah suatu
penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu
memuaskan kebutuhannya sekaligus merupakan perasaan karyawan terhadap
pekerjaannya. Robbins (dikutip Rivai) menambahkan bahwa kepuasan kerja karyawan
juga meliputi sikap umum karyawan yang menilai perbedaan antara jumlah imbalan
yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya diterima. Menurut Fraser, kepuasan
kerja muncul apabila karyawan merasa telah mendapatkan imbalan yang cukup
18
memadai. Menurut Mathis (2006, p121) kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.
Berdasarkan penjabaran yang ada di atas maka yang dimaksud dengan
kepuasan kerja adalah penilaian karyawan tentang berbagai aspek yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Penilaian ini bersifat subyektif yang diekspresikan dalam
perasaan senang atau tidak senang, puas atau tidak puas. Apabila karyawan merasa
bahwa pekerjaannya sesuai dengan apa yang diharapkannya dan mampu memenuhi
kebutuhannya maka karyawan akan merasa puas dan sebaliknya.
2.3.2 Teori Dua Faktor Herzberg
Teori kepuasan kerja karyawan yang banyak disetujui oleh semua ahli adalah
teori dua faktor Herzberg. Herzberg membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian
yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) yang disebut sebagai
hygene factor dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) yang disebut
sebagai motivator serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu
adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja dan
faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan isi
(content) dari sebuah pekerjaan sehingga disebut juga sebagai content factor, faktor-
faktor tersebut antara lain:
• Tanggung jawab (responsibility):besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan
pada tenaga kerja.
• Kemajuan (advancement):besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat
maju dalam pekerjaannya.
19
• Pencapaian (achievement):besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja
yang tinggi.
• Pengakuan (recognizition):besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
tenaga kerja atas kinerjanya.
• Pekerjaan itu sendiri (work it self):besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja
dari pekerjaannya.
Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam
pekerjaan seringkali disebut context factor, antara lain:
• Kebijakan perusahaan (company policy):derajat kesesuaian yang dirasakan
tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku di perusahaan.
• Penyeliaan (supervision):derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh
tenaga kerja.
• Gaji (salary):derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil
kerjanya(performance).
• Hubungan antar pribadi (interpersonal relations):derajat kesesuaian yang
dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
• Kondisi kerja (working condition):derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan pekerjaannya.
Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan motivator, yaitu
faktor faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat
atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas atas pekerjaannya. Bila content
factor ini tidak ada, maka akan dapat menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas
pekerjaannya atau orang tersebut dalam keadaan netral, merasa tidak ”puas” tetapi
juga tidak merasa ”tidak puas”.
Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan ini
sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan memberikan kesempatan
20
untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat bawah. Bila context factor yang
tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak sesuai maka dapat membuat pekerja merasa
tidak puas (dissatisfied).
Faktor faktor yang masuk kedalam kelompok motivator cenderung merupakan
faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor
yang termasuk kedalam kelompok hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja
yang lebih reaktif. Faktor hygiene bisa memindahkan ketidakpuasan dan meningkatkan
performance, namun sampai titik tertentu, memperbaiki faktor faktor tersebut tidak lagi
berpengaruh banyak.
Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan untuk lebih meningkatkan peformance
dan sikap lebih positif, sebaiknya menggunakan dan berpusat pada faktor faktor
motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan
derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut. Faktor hygiene untuk
menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai faktor yang
memastikan kepuasan kerja karyawan.
2.3.3 Indikator Kepuasan Kerja
Menurut Veithzal Rivai (2004, p479-480) indikator dari kepuasan kerja terdiri dari :
a) Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol
terhadap pekerjaan. Karyawan akan merasa puas bila tugas kerja dianggap
menarik dan memberikan kesempatan belajar dan menerima tanggung jawab.
b) Supervisi. Adanya perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada
bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang
penting dari organisasi kerja akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Sebaliknya, supervisi yang buruk dapat meningkatkan turn over dan absensi
karyawan.
21
c) Organisasi dan manajemen, yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja
yang stabil, untuk memberikan kepuasan kepada karyawan.
d) Kesempatan untuk maju. Adanya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan
peningkatan kemampuan selama bekerja akan memberikan kepuasan pada
karyawan terhadap pekerjaannya.
e) Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif. Gaji
adalah suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari upah (gaji).
Jika karyawan merasa bahwa gaji yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya maka kecenderungan karyawan untuk merasa puas
terhadap kerjanya akan lebih besar. (Arep dan Tanjung 2003, p71).
f) Rekan kerja. Adanya hubungan yang dirasa saling mendukung dan saling
memperhatikan antar rekan kerja akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
dan hangat sehingga menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan.
g) Kondisi pekerjaan. Menurut Sondang Siagian (2004, p131-132), kondisi kerja yang
mendukung akan meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan. Kondisi kerja yang
mendukung artinya tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai
dengan sifat tugas yang harus diselesaikannya.
Kepuasan kerja sendiri merupakan variabel yang berpengaruh terhadap:
1. Tingkat absensi karyawan
2. Perputaran tenaga kerja
3. Keluhan-keluhan
4. Masalah-masalah personalia yang vital lainnya.
Adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan
pengaruh yang positif. Karyawan akan lebih termotivasi untuk selalu bersemangat
dalam bekerja sehingga kinerjanya meningkat. Hal ini didukung dengan hasil penelitian
22
Rivai (2001) yang menemukan bahwa ada pengaruh yang positif antara motivasi kerja
dengan kepuasan kerja.
2.3.4 Mengungkapkan Ketidakpuasan
Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara. Misalnya
daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi,
atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka. Menuruh Robert-Mathis
(2003, p105) ada empat respon yang dapat didefinisikan sebagai berikut:
• Exit: perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup
pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
• Voice (Suara): dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi.
Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan
beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
• Loyalty (Kesetiaan): pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang tepat”.
• Neglect (Pengabaian): secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk
kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan
tingkat kekeliruan yang meningkat.
2.3.5 Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut Greenberg dan Baron (2003, p159) ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya:
• Make jobs fun
Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang
membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan,
23
tetap ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir
setiap pekerjaan. Misalkan mengoper buket bunga dari meja satu orang ke yang
lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika
sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.
• Pay people fairly
Ketika orang merasa bahwa mereka di bayar atau diberi imbalan secara adil,
maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.
• Match people to jobs that fit their interests
Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau
minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari
pekerjaan tersebut.
• Avoid boring, repetitive jobs
Orang jauh merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk
mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana
mereka melakukan tugas-tugas mereka.
2.4 Kinerja Karyawan
2.4.1 Definisi Kinerja
Berbagai definisi kinerja menurut para ahli:
• Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000, p67) “Kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”.
• Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003, p223) “Kinerja seseorang
merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat
dinilai dari hasil kerjanya”.
24
• Maluyu S.P. Hasibuan (2001, p34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja)
adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.
• Menurut Veizal Rivai (2004 , p309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan
perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
• Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan
Bayu Prawira (2001, p78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”
2.4.2 Faktor Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p114) ada tiga faktor
yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan, yakni:
1) Kemampuan individual untuk melalukan pekerjaan tersebut
2) Tingkat usaha yang dicurahkan
3) Dukungan organisasi
Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen
sebagai berikut:
Kinerja (Performance – P) = Kemampuan (Ability – A) x Usaha (Effort – E) x
Dukungan (Support – S)
Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen
tersebut ada dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu
faktor di kurangi atau tidak ada. Sebagai contoh,anggap saja beberapa pekerja memiliki
kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan bekerja keras, tetapi organisasi
memberikan peralatan yang kuno atau gaya manajemen supervisor menimbulkan reaksi
25
negatif dari para pekerja. Ambil contoh lain dari seorang perwakilan layanan pelanggan
di call center yang memiliki kemampuan dan seorang pemberi kerja yang menyediakan
dukungan yang sangat baik. Tetapi, karyawan tersebut tidak suka ”terikat dengan kabel
telepon” seharian dan sering tidak hadir karena tidak suka dengan pekerjaannya
walaupun dia mendapatkan gaji yang tinggi. Dalam kedua kasus tersebut, kinerja
individual cenderung kurang daripada dalam situasi di mana terdapat ketiga komponen
tersebut.
Gambar 2.1 Komponen Kinerja Individual
Sumber: Robert-Mathis
Usaha yang Dicurahkan • Motivasi • Etika kerja • Kehadiran • Rancangan tugas
Dukungan Organisasional • Pelatihan dan pengembangan • Peralatan dan teknologi • Standar kinerja • Manajemen dan rekan kerja
Kemampuan Individual • Bakat • Minat • Faktor kepribadian
Kinerja Individual (termasuk kuantitas dan kualitas)
26
2.4.3 Jenis Informasi Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p379) manajer menerima
tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan
mereka.
a) Informasi berdasar-sifat menidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan –
seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas – dan mungkin hanya mempunyai sedikit
kaitan dengan pekerjaan tertentu. Sifat-sifat cenderung mempunyai arti ambigu,
dan perusahaan-perusahaan telah menyatakan bahwa penilaian kinerja
berdasarkan pada sifat-sifat seperti ”kemampuan beradaptasi” dan ”sikap umum”
adalah terlalu samar untuk digunakan dalam mengambil keputusan SDM berbasis
kinerja.
b) Informasi berdasar-perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung
keberhasilan kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku ”persuasi verbal” dapat
diamati dan digunakan sebagai informasi pada kinerja. Meskipun lebih sulit untuk
diidentifikasi, informasi perilaku secara jelas menentukan perilaku yang diinginkan
manajemen. Masalah potensial timbul jika lebih dari satu perilaku dapat membawa
keberhasilan kinerja dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, mengidentifikasi
”persuasi verbal” yang berhasil untuk seseorang tenaga penjualan akan sulit karena
pendekatan yang digunakan oleh seorang tenaga penjualan mungkin tidak berhasil
jika digunakan oleh orang lain.
c) Informasi berdasar-hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. Untuk
pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan
berdasar-hasil dapat diterapkan. Bagaimapun, bahwa hal apa yang diukur,
cenderung untuk ditekankan. Tetapi penekanan ini mungkin menghilangkan bagian
dari pekerjaan yang sama pentingnya tetapi tidak terukur. Sebagai contoh, seorang
staf penjualan mobil yang mendapat gaji hanya dengan menjual mungkin tidak
27
bersedia untuk melakukan pekerjaan tulis-menulis atau pekerjaan lainnya yang
tidak secara langsung berkaitan dengan penjualan mobil. Lebih jauh, masalah etika
atau bahkan masalah hukum dapat timbul ketika hanya hasil yang ditekankan dan
bukan bagaimana hasil tersebut dicapai.
2.5 Penelitian Terdahulu
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulinda dan Sri Wulan Harlyanti dengan
judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA
PEGAWAI DINAS LUAR ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 CABANG
SETIABUDI MEDAN” (jurnal manajemen bisnis volume 2, nomor 1 Januari 2009:25-
32). Diperoleh hasil bahwa variabel faktor motivator dan faktor hygiene (teori dua
faktor Herzberg) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 cabang
Setiabudi, Medan berdasarkan hasil uji F dan uji t. Serta diketahui faktor yang
paling dominan adalah faktor motivator.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marhaeni Wahyu Handayani dengan
judul “PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA
KARYAWAN PELAKSANA DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” (jurnal Sinerai, 2005, hal. 37-57). Diperoleh
hasil bahwa faktor sosial, faktor fisik dan faktor finansial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan pelaksanaan di lingkungan Badan Pusat
Statistik Propinsi DIY. Serta diperoleh hasil bahwa faktor fisik yang berupa kondisi
fisik lingkungan dan kondisi fisik karyawan mempunyai pengaruh yang paling
dominan.
28
2.6 Kerangka Pemikiran
Untuk memperjelas gambaran penelitian secara keseluruhan dan agar penelitian
lebih terarah maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti
Kinerja Karyawan (Z)
• Kemampuan • Usaha • Dukungan
Kepuasan Kerja (Y)
• Faktor Motivator • Faktor Hygiene
Motivasi (X1)
• Kebutuhan akan prestasi • Kebutuhan akan kekuasaan • Kebutuhan akan berafiliasi
Lingkungan Kerja (X2)
• Fisik • Non-fisik
29
2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah penelitian karena masih
harus di buktikan kebenarannya. Adapun hipotesis untuk penelitian ini:
Untuk T-1:
Ho: Motivasi dan lingkungan kerja tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara
simultan terhadap kepuasan kerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.
Ha: Motivasi dan lingkungan kerja memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan
terhadap kepuasan kerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.
Untuk T-2:
Ho: Motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja tidak memiliki kontribusi yang
signifikan secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.
Ha: Motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja memiliki kontribusi yang signifikan
secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.
top related