bab ii kajian pustaka a. perkembangan sosial emosional ...repository.ump.ac.id/6738/3/bab ii.pdf ·...
Post on 10-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
1. Perkembangan Anak Usia Dini
Montessori (dalam Syaodih, 2005: 11) memandang bahwa anak
merupakan suatu kutub tersendiri dari dunia kehidupan manusia.
Kehidupan anak dan orang dewasa dipandang sebagai dua kutub yang
saling berpengaruh satu sama lain. kualitas pengalaman kehidupan
anak akan mempengaruhi pola perilaku dan kehidupannya di masa
dewasa. Sebaliknya, pola kehidupan dan perlakuan orang dewasa
terhadap anak akan mempengaruhi pola perkembangan yang dialami
anak.
Yusuf LN (2007: 15-16) mengemukakan bahwa Perkembangan
dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu
(berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”
(The progressive and continous change in the organism from birth to
death). Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-
perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara
sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik
(jasmani) maupun psikis (jasmaniah).
5
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Menurut F.J. Monks (dalam Desmita, 2009: 4) pengertian
perkembangan menunjuk pada “suatu proses ke arah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan
menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar
kembali.” Perkembangan juga dapat diartikan sebagai “proses yang
kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat
integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan
belajar.”
Anak usia dini merupakan usia yang memiliki rentang waktu
sejak anak lahir hingga usia 6 tahun, dimana dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menurut para ahli psikologi (dalam Mutia, 2010: 2), usia dini
(0-8 tahun) sangat menentukan bagi anak dalam mengembangkan
potensinya. Usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang
hanya datang sekali dan tidak dapat diulangi lagi, yang sangat
menentukan untuk pengembangan kualitas manusia.
Menurut Mutiah (2010: 6) anak usia dini merupakan kelompok
anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir,
daya cipta), sosial emosional, bahasa, dan komunikasi. Karena
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya maka
anak usia dini dibagi dalam empat tahapan perkembangan (Jurnal
PAUD), yaitu:
a. Masa bayi, usia lahir 0 – 12 bulan
b. Masa toddler (batita) usia 1 – 3 tahun
c. Masa early childhood / prasekolah, usia 3 – 6 tahun
d. Masa kelas awal SD, usia 6 – 8 tahun.
Pada anak usia dini terdapat lima aspek perkembangan yaitu
perkembangan Moral dan Agama, perkembangan Fisik Motorik,
perkembangan Kognitif, perkembangan Bahasa, dan perkembangan
Sosial Emosional yang satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Terdapat hubungan yang positif di antara aspek tersebut. Apabila
seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan
seperti sering sakit-sakitan, maka akan berpangaruh dalam
perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang
berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan anak usia dini merupakan proses perubahan yang
terjadi mulai dari anak pertama dilahirkan sampai usia 8 tahun.
Dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-
aspek perkembangan seperti gerakan, perasaan, berpikir, dan
berinteraksi dalam lingkungan hidupnya. Perkembangan anak perlu
didukung oleh keluarga dan lingkungannya agar anak dapat berjalan
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
secara optimal, dengan harapan suatu saat nanti ia menjadi manusia
yang berguna baik bagi dirinya, keluarga, bangsa dan negara.
2. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
a. Pengertian Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Menurut Yusuf LN, (2007: 122) perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat
juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan
diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi serta bekerja
sama.
Muhibin (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2008: 1.18)
mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses
pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi
dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock
(1978: 250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan
perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses
perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak-anak dalam
mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh
kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Menurut English and English (dalam Yusuf LN, 2007: 114-
115) emosi adalah “A complex feeling state accompanied by
characteristic motor and glandular activies” (suatu keadaan
perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan
lelenjar dan motoris). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono
berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri
seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah
(dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).
World Book Dictionary (dalam Nugraha dan Rachmawati,
2008: 1.3) emosi didefinisikan sebagai “berbagai perasaan yang
kuat”. Goleman (1995: 411) menyatakan bahwa emosi merujuk
pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan
biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak.
Syamsuddin (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2008: 1.4)
mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana yang
komlpeks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state)
yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu
perilaku”.
Disini Nampak bahwa emosi memainkan peran yang
sedemikian penting dalam kehidupan umat manusia. Untuk itu,
penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi
terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Menurut Hurlock (dalam
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Saputra, 2005: 141) bahwa, “Sukar memang untuk mempelajari
emosi pada anak-anak karena informasi tentang aspek emosi yang
subyektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi. Bagi
anak-anak, melakukan introspeksi bukan perbuatan yang mudah.
Karena melakukan introspeksi dengan baik umumnya belum dapat
dilakukan”. Bahkan sulit mempelajari reaksi emosi melalui
pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi
wajah dan tindakan yang berkaitan dengan berbagai emosi, karena
anak berupaya menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.
Perkembangan sosial emosional berperan penting dalam
kehidupan anak, selain itu berpengaruh pada dimensi dan aspek
perkembangan lainnya. Perkembangan sosial emosional anak perlu
dikembangkan sejak dini, karena jika perkembangan sosial
emosional anak terhambat maka anak akan mengalami kesulitan
dalam bersosialisasi dengan orang-orang di lingkungan nyata
dalam kehidupannya.
b. Tujuan Perkembangan Sosial Emosional
Nugraha dan Rachmawati (2008, 1.14) mengemukakan
bahwa fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak adalah
sebagai bentuk komunikasi dengan lingkungannya, sebagai bentuk
kepribadian dan penilaian anak terhadap dirinya, sebagai bentuk
tingkah laku yang dapat diterima lingkungannya, sebagai
pembentuk kebiasaan, dan sebagai upaya pengembangan diri.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Adapun sasaran pengembangan sosial anak menurut
Lawrence dan Hurlock (dalam Nugraha dan Rahmawati, 2008: 9.3-
9.6) difokuskan pada keterampilan-keterampilan sosial yang
diharapkan dapat dimiliki anak. Keterampilan yang dimaksud
yaitu keterampilan bercakap-cakap/ komunikasi, menumbuhkan
since of humor, menjalin persahabatan, berperan serta dalam satu
kelompok, dan memiliki tata karma.
Menurut Perkembangan sosial emosional pada anak
prasekolah menunjukkan arti Sosialisasi, yaitu proses dimana anak-
anak belajar mengenai nilai-nilai dan berbagai perilaku yang
diterima lingkungan. Hal ini berarti menjadikan anak seorang yang
kompeten dan memiliki kepercayaan diri.
Menurut Maslihah (2008: 2) Tujuan dari perkembangan
sosial emosional antara lain :
1. Memperoleh pandangan tentang dirinya sendiri.
2. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
3. Berperilaku prososial dengan menunjukkan empati, bekerja
sama dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
c. Tahap-tahap Perkembangan Sosial Emosional
Hurlock (1978: 261) perkembangan sosial pada masa
kanak-kanak awal dimulai dari umur 2 sampai 6 tahun, anak belajar
melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang di luar
lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang umurnya
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
sebaya. Mereka belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam
kegiatan bermain. Studi lanjut tentang kelompok anak melaporkan
bahwa sikap dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia dini
biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan sedikit.
Lebih lanjut menurut Hurlock (1978: 262) Sejak umur 3
atau 4 tahun, anak-anak mulai bermain bersama dalam kelompok,
berbicara satu sama lain pada saat bermain dan mulai menentukan
siapa yang akan dipilih untuk bermain bersama. Perilaku yang
paling umum dari kelompok ini ialah mengamati satu sama lain,
melakukan percakapan, dan memberikan saran lisan.
Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak akhir, yaitu
setelah anak memasuki sekolah dan melakukan hubungan yang
lebih banyak dengan anak lain dibandingkan dengan ketika masa
prasekolah. Disini, minat anak pada kegiatan keluarga berkurang.
Kemampuan secara emosional sudah ada pada bayi yang
baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan
umum terhadap stimulasi yang kuat. Dengan bertambahnya umur,
maka reaksi yang berwujud bahasa meningkat, sedangkan reaksi
gerak otot berkurang. Reaksi ledakan marah (temper tantrums)
mencapai puncaknya pada usia 2 dan 4 tahun, diganti dengan pola
ekspresi kemarahan yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap
bengal (Hurlock, 1978: 212).
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Adapun tahap Perkembangan Psikososial menurut Erikson
(dalam Patmonodewo, 2003: 21-23) mengenai perkembangan
kepribadian seseorang berdasarkan prinsip epigenesis yang berarti
munculnya sesuatu yang baru dan yang terjadi secara kualitatif,
tidak berkesinambungan, yaitu :
1. Trust versus Mistrust (sejak lahir–1 tahun). Sikap dasar yang
dipelajari oleh bayi, bahwa mereka dapat mempercayai
lingkungannya. Timbulnya trust (percaya) dibantu oleh adanya
pengalaman yang terus menerus, berkesinambungan, adanya
pengalaman yang ada kesamaannya dengan „trust’ dalam
pemenuhan kebutuhan dasar bayi oleh orang tuanya. Apabila
anak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan apabila orang tuanya
memberikan kasih sayang dengan tulus, anak akan berpendapat
bahwa dunianya (lingkungannya) dapat dipercaya atau
diandalkan. Sebaliknya apabila pengasuhan yang diberikan
orang tua kepada anaknya tidak memberikan/memenuhi
kebutuhan dasar yang diperlukan anak, tidak konsisten atau
sifatnya negatif, anak akan cemas dan mencurigai
lingkungannya.
2. Autonomy versus Shame and Doubt (kurang lebih antara 2-3
tahun). Segera setelah anak belajar „trust’ (atau „mistrust’)
terhadap orang tuanya, anak akan mencapai suatu derajat
kemandirian tertentu. Apabila „toddler’ (1,6-3tahun) mendapat
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
kesempatan dan memperoleh dorongan untuk melakukan yang
diinginkan dan sesuai dengan tempo dan caranya sendiri, tetapi
dengan supervisi orang tua dan guru yang bijaksana, maka
anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Tetapi
apabila orang tua dan guru tidak sabar dan terlalu banyak
melarang anak yang berusia 2-3 tahun, maka akan
menimbulkan sikap ragu-ragu terhadap lingkungnnya.
Sebaiknya orang tua menghindari sikap memnbuat malu anak
apabila anak melakukan tingkah laku yang tidak disetujui
orang tua. Karena rasa malu biasanya akan menimbulkan
perasaan ragu terhadap kemampuan diri sendiri.
3. Inisiative versus Guilt (lebih kurang antara 4-5 t ahun).
Kemampuan untuk melakukan partisipasi dalam berbagai
kegiatan fisik dan mampu mengambil inisiatif untuk suatu
tindakan yang akan dilakukan. Tetapi tidak semua keinginan
anak akan disetujui orang tua atau gurunya. Rasa percaya dan
kebebasan yang baru saja diterimanya, tetapi kemudian timbul
keinginan menarik rencananya/kemauannya, maka timbul
perasaan bersalah.
Apabila anak usia 4-5 tahun diberi kebebasan untuk
menjelajahi dan bereksperimen dalam lingkungannya, dan
apabila orang tua dan guru memberikan waktu untuk
menjawab pertanyaan anak, maka anak cenderung akan lebih
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
banyak mempunyai inisiatif dalam menghadapi masalah yang
ada disekitarnya. Sebaliknya apabila anak selalu dihalangi
keinginannya, dianggap pertanyaan atau apa saja yang
dilakukan tidak ada artinya, maka anak akan selalu merasa
bersalah.
4. Industry versus Inferiority (lebih kurang 6-11 tahun)
Dimensi polaritasnya adalah memperoleh perasaan gairah dan
di pihak lain mengatasi perasaan rendah diri. Dalam hubungan
sosial yang lebih luas, anak menyadari kebutuhan untuk
mendapat tempat dalam kelompok seumurnya. Anak harus
berjuang untuk mencapai hal tersebut. Bila dalam
kenyataannya ia masih dianggap sebagai anak yang lebih kecil
di mata orang tua maupun gurunya, maka akan berkembang
perasaan rendah diri, tidak akan pernah menyukai belajar atau
melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual. Yang lebih
parah, anak tidak akan percaya bahwa ia akan mampu
mengatasi masalah yang dihadapinya.
d. Metode Bermain dalam Perkembangan Sosial Emosional Anak
Metode dalam mengembangkan perkembangan Sosial
Emosional anak ada bermacam-macam, namun dalam penelitian ini
peneliti menggunakan metode bermain dengan menerapkan
permainan petak umpet yang divariasi agar lebih beragam. Gordon
& Browne (dalam moeslichatoen, 1999: 24) menurut pendidik dan
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak
dan cermin pertumbuhan anak. Melalui bermain, anak memperoleh
pembatasan dan memahami kehidupan. Bermain merupakan
kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk
kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya daripada
hasil yang diperoleh dari kegiatan itu (Dworetsky, 1990: 395).
Kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel.
Menurut Dearden (dalam Isjoni, 2011: 87) bermain merupakan
kegiatan yang nonserius dan segalanya ada dalam kegiatan itu
sendiri yang dapat memberikan kepuasan bagi anak.
Penulis memilih metode bermain pada penelitian ini,
dengan harapan dapat mengembangkan perkembangan sosial
emosional melalui permainan petak umpet. Pada permainan petak
umpet ini, anak-anak praktek langsung sehingga dapat
mengembangkan kemampuan sosialnya seperti membina hubungan
dengan anak lain (contohnya berkomunikasi, berinteraksi dan
bekerjasama), menyesuaikan dengan teman sebaya, mau mematuhi
aturan yang dibuat bersama, dapat memahami tingkah lakunya
sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Dalam permainan petak umpet, ketika anak yang kurang berhati-
hati saat bersembunyi dan ditemukan pertama kali oleh Si Kucing,
maka konsekuensi yang didapat yaitu pada permainan selanjutnya
anak tersebut berubah statusnya menjadi Kucing.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial
Emosional Anak Usia Dini
Mengacu pada Setiawan (dalam Nugraha dan Rachmawati,
2008: 4.5-4.15), terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi anak prasekolah atau TK, bahkan hingga
mampu menimbulkan gangguan yang mencemaskan para pendidik
dan orang tua. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi keadaan di
dalam diri individu, konflik-konflik dalam proses perkembangan,
dan sebab-sebab yang bersumber dari lingkungan.
Keadaan di dalam diri individu seperti usia, keadaaan fisik,
inteligensi, peran seks (Hurlock, 1980) dapat mempengaruhi
perkembangan emosi individu. Hal yang cukup menonjol terutama
berupa cacat tubuh atau apapun yang dianggap oleh diri anak
sebagai sesuatu kekurangan pada dirinya dan akan sangat
mempengaruhi perkembangan emosinya. Kadang-kadang juga
berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Dalam kondisi ini
perilaku-perilaku yang biasanya muncul adalah mudah tersinggung,
merasa rendah diri atau menarik diri dari lingkungannya, dan lain-
lain.
Di dalam menjalani fase-fase perkembangan, tiap anak
harus melalui beberapa macam konflik yang pada umumnya dapat
dilalui dengan sukses, tetapi ada juga anak yang mengalami
gangguan atau hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Anak yang tidak dapat mengatasi konflik tersebut biasanya
mengalami gangguan-gangguan emosi.
Selain keadaan di dalam individu dan konflik dalam proses
perkembangan, faktor yang mempengaruhi kemampuan sosial
emosional anak yaitu sebab-sebab lingkungan dimana anak-anak
hidup dalam tiga macam lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan emosi dan kepribadiannya. Apabila pengaruh dari
lingkungan ini tidak baik maka perkembangan kepribadiannya akan
terpengaruh juga. Ketiga faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan tersebut adalah lingkungan keluarga, lingkungan
sekitar dan lingkungan sekolah.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah. Di
sanalah pengalaman-pengalaman pertama didapatkan oleh anak.
Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar
pengalaman emosi. Bahkan secara lebih khusus, keluarga dapat
menjadi emotional security pada tahap awal perkembangan.
Kondisi lingkungan di sekitar anak juga sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak.
Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan sekitarnya akan
dapat memicu anak dalam berekspresi.
Lingkungan sekolah pun berpengaruh pada perkembangan
emosional anak. Sekolah mempunyai tugas membantu anak-anak
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
dalam suatu kesatuan, tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab
timbulnya gangguan emosi pada anak. Kegagalan di sekolah
sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan emosi anak. Problema
di sekolah sering ditimbulkan oleh program yang tidak
memperhatikan kemampuan anak. Lingkungan sekolah yang dapat
menimbulkan gangguan emosi yang menyebabkan terjadinya
gangguan tingkah laku pada anak, yaitu hubungan yang kurang
harmonis antara guru, anak, dan teman-temannya.
Soetarno (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2008: 4.15)
berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan
faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Kedua faktor tersebut
dilengkapi oleh Horlock (1978) dengan faktor ketiga, yaitu faktor
pengalaman awal yang diterima anak.
a. Faktor lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam
kehidupan sosial anak. Pengalaman-pengalaman berinteraksi
sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya
terhadap orang-orang lain dalam kehidupan sosial diluar
keluarga. Apabila interaksi sosialnya di dalam keluarga tidak
lancar atau tidak wajar maka interaksinya dengan masyarakat
juga berlangsung tidak wajar atau akan mengalami gangguan.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
b. Faktor dari luar rumah
Jika hubungan anak dengan teman sebaya dan orang
dewasa di luar rumah menyenangkan mereka akan menikmati
hubungan sosial tersebut dan ingin mengulanginya. Sebaliknya
jika hubungan itu tidak menyenangkan atau menakutkan, anak-
anak akan menghindarinya dan kembali kepada anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.
c. Faktor pengaruh pengalaman sosial awal
Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku
kepribadian selanjutnya. Banyaknya pengalaman bahagia yang
diperoleh sebelumnya akan mendorong anak mencari
pengalaman semacam itu lagi pada perkembangan sosial
selanjutnya. Kekuatan perilaku sosial awal sebagai pola perilaku
yang cenderung menetap mampu mempengaruhi perilaku anak
pada situasi sosial selanjutnya. Oleh karena itu pengalaman
sosial awal anak harus difasilitasi dengan situasi sosial yang
positif dan dapat diterima oleh lingkungan yang luas.
B. Permainan Petak Umpet untuk Anak Usia dini
1. Pengertian Permainan bagi Anak Usia Dini
Sebelum menjelaskan tentang pengertian permainan akan
dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian bermain. Bermain
merupakan cara untuk bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia
sekitar sehingga anak akan menemukan sesuatu dari pengalaman bermain.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Hurlock (dalam Hidayatullah, 2008: 4) menyatakan bahwa bermain adalah
setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya,
tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Loy, McPherson, dan Kenyon (dalam Hidayatulloh, 2008: 4)
mendefinisikan bahwa bermain adalah berbagai aktivitas yang bersifat
bebas, berpisah, tak pasti atau berubah-ubah, secara spontan, tidak
mempertimbangkan hasil, dan diatur oleh peraturan serta membuat
kepercayaan. Sutton-Smith dalam Hurlock (1991: 320) mengemukakan
bahwa bermain bagi anak terdiri atas empat mode dasar yang membuat
kita mengetahui tentang dunia, yaitu meniru, eksplorasi, menguji dan
membangun.
Bermain membantu memenuhi kebutuhan emosional anak dan
untuk mendapatkan status di dalam kelompok serta perasaan yang
bermakna yang berkaitan dengan pribadi anak. Melalui bermain aktif, anak
belajar bergerak untuk kepentingan gerak dan juga untuk kepentingan
belajar. Pengalaman bermain yang diarahkan dapat memberikan cara-cara
efektif dengan mengembangkan berbagai kemampuan. Misalnya dalam
permainan petak umpet, ketika anak bersembunyi menyusun strategi agar
tidak ketahuan oleh kucing dan berlari secepat mungkin berusaha lebih
cepat menyentuh bon atau tempat jaga.
Selain bermain adapula yang disebut dengan permainan. Permainan
merupakan alat yang sangat baik untuk mengembangkan aspek sosial dan
moral anak, karena ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti semua
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
anak. Jika permainan menjadi lebih terorganisasi dan aturan dapat
diterapkan, maka anak belajar memodifikasi perilakunya untuk
menghormati yang lain dan mematuhi batas-batas sosial. Jika anak matang,
ia makin sadar mengenaia kebutuhan kerja tim.
Menurut Loy, MCpherson, dan Kenyon (dalam Hidayatulloh, 2008:
5) mengungkapkan bahwa permainan adalah berbagai bentuk kompetisi
yang hasilnya ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, dan kesempatan
yang dilakukan secara perorangan atau gabungan. Seperti halnya bermain,
permainan biasanya bersifat terstruktur dan memiliki hasil yang dapat
diprediksi. Anak bermain permainan dalam fikirannya memiliki tujuan
tertentu. Anak tidak memiliki kebebasan yang luas untuk mengikuti gerak
hati dan lebih terbatas karena perilakunya menjadi bagian untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Di dalam permainan anak meletakkan
keterbatasan-keterbatasan pada dunia bermain dan mengubah bermain
menjadi suatu pertunjukan atau kontes (contest). Batasan-batasannya
meliputi batas-batas tempat dan waktu, mengikuti aturan, dan tujuan-
tujuan yang dinyatakan dengan jelas.
Permainan dimainkan dengan membutuhkan banyak keterikatan
dan banyak energi, lebih kuat dan serius daripada bermain, dan lebih
memungkinkan memberikan penghargaan terhadap pemenuhan dan
keberhasilan. Oleh karena itu, permainan dapat didefinisikan sebagai
aktifitas yang dibatasi oleh aturan-aturan yang lengkap dan terdapat suatu
kontes di antara pemain agar supaya menghasilkan hasil yang dapat
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
diprediksi. Dengan kata lain bahwa permainan adalah kontes sukarela yang
didasari peraturan dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dengan jelas (Morris,
dan Stiehl, 1989: 5).
Di dalam memillih permainan untuk anak harus memenuhi kriteria
tertentu. Gabbard, LeBlanc dan Lowy (dalam Hidayatulloh, 2008: 17)
mengemukakan bahwa dalam memilih permainan harus menyenangkan,
memberikan aktivitas maksimum untuk semua anak, meningkatkan
pengembangan keterampilan gerak tertentu atau mengembangkan dan
menjaga kasegaran jasmani anak, dan meningkatkan inklusi bukan
mengeliminasi (ekskusi).
Anak akan sangat menyenangi permainan jika anak telah
menguasai permainan dan mempelajari aturan-aturan yang penting dalam
permainan. Oleh karena itu, setiap permainan yang diajarkan hendaknya
memberikan manfaat pada beberapa tujuan.
2. Pengertian Permainan Petak Umpet
Dari Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (2012),
petak umpet adalah sejenis permainan yang bisa dimainkan oleh minimal 2
orang, namun jika semakin banyak akan semakin seru. Permainan ini
selalu memiliki satu orang yang berperan mencari teman-temannya atau
yang disebut “Kucing”. Si Kucing ini nantinya berbalik dahulu sambil
memejamkan mata ke arah papan, tembok, pohon atau apa saja agar tidak
melihat teman-temannya yang sedang bergerak untuk bersembunyi sambil
berhitung sesuai kesepakatan. Setelah hitungan selesai, barulah si Kucing
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
mencari teman-temanya yang sedang bersembunyi. Jika semua teman
sudah ditemukan, maka anak yang pertama kali ditemukan bergantian
menjadi Kucing.
Permainan ini dianggap sesuai dan menyenangkan untuk anak usia
dini, karena didalamnya terdapat konsep DAP yaitu pembelajaran yang
patut dan menyenangkan. Konsep Developmentally Appropriate Practice
(DAP) pertama kali dimunculkan oleh The National Association for the
Education of Young Children (NAEYC). Konsep ini menekankan
pentingnya memahami bagaimana anak berkembang dan belajar.
DAP memberikan penjelasan bagaimana seharusnya pembelajaran
dilakukan. Pertimbangan apa yang perlu digunakan untuk menentukan
program dan bagaimana menggunakan perubahan dan kebutuhan
perkembangn anak dalam belajar serta bagimana anak belajar. Memahami
DAP dapat membantu para guru/pendidik menghasilkan program belajar
dan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan anak usia dini.
Gestwicki (dalam Anita Yus, 2010: 46) mengemukakan bahwa
Developmentally Appropriate Practice bukan kurikulum, bukan
merupakan suatu satuan dasar yang kaku dan menentukan bagaimana
praktik atau pelaksanaan PAUD. Melainkan, DAP merupakan suatu
kerangka berpikir atau framework, suatu filosofi, atau suatu pendekatan
yang menunjukkan bagaimana caranya bekerja sama dengan anak-anak.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Batasan ini menunjukkan bahwa DAP memiliki tiga fungsi, yaitu filosofi,
pendekatan, dan kerangka bekerja.
Menurut Bredekemp (dalam Anita Yus, 2010: 47), konsep
Developmentally Appropriateness memiliki dua dimensi, yaitu age
appropriateness dan individual appropriateness. Age Appropriateness
adalah perkembangan manusia yang berdasarkan hasil penelitian bersifat
universal, memiliki urutan pertumbuhan dan perkembangan yang dapat
diperkirakan terjadi pada anak-anak selama delapan tahun awal kehidupan
manusia. Adapun Individual Appropriateness ialah bahwa setiap anak
adalah pribadi yang unik dengan pola dan waktu pertumbuhan individual
seperti kepribadian individual, gaya belajar, dan latar belakang keluarga.
Permainan petak umpet menggunakan konsep DAP karena melalui
permainan ini, ada suatu pendekatan yang menunjukkan caranya bekerja
sama dengan anak-anak lain, seperti bagaimana cara terhindar dari Si
kucing agar tidak ketahuan.
3. Tujuan dan Manfaat Permainan Petak Umpet
Tujuan permainan petak umpet ini memiliki kesamaan seperti
tujuan permainan dalam Hidayatullah (2008: 12-13) yaitu untuk
meningkatkan kemampuan gerak yaitu lari. mengembangkan keterampilan
mengamati dan memperhatikan serta mengembangkan keterampilan untuk
mengikuti pengarahan dan mematuhi arahan.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Selain tujuan permainan petak umpet, ada pula manfaat yang
diperoleh dari permainan tersebut. Menurut (Anda Fc, 2012: 7) manfaat
yang kita dapat dari permainan petak umpet antara lain:
a. Pintar berhitung karena permainan ini mengharuskan yang kalah untuk
menghitung.
b. Olah raga dan menghilangkan kemungkinan obesitas bagi anak. Saat
pencari menemukan tempat persembunyian pemain lain, maka pencari
dan pemain itu harus berlomba untuk sampai ke benteng. Untuk
mencapai benteng, kedua pemain ini akan berlari dan berlari inilah
yang membuat anak berolah raga.
c. Mengasah ketelitian dan kepekaan.
Manfaat ini sangat dirasakan oleh pencari maupun yang
bersembunyi. Untuk pencari, ia bisa mengasah ketelitiannya dan
kepekaannya dalam mengamati gerak gerik pemain lain dan juga
tempat-tempat yang di jadikan tempat persembunyian. Yang dilakukan
pencari seperti halnya berburu.
Untuk yang bersembunyi, ia akan lebih meneliti apakah tempat
sembunyinya itu bagus dan aman. Selain itu, dia juga harus belajar
membaca situsi di sekitar benteng dan mengamati gerak gerik pemain.
Disamping itu, ia harus belajar untuk lihai dalam bersembunyi.
d. Melatih kesabaran
Mungkin manfaat ini sangat dirasakan oleh pencari karena ia
harus sabar untuk menemukan semua pemain. Selain itu, jika sang
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
pencari harus kembali kalah maka dia harus membutuhkan kesabaran
untuk mengulang menghitung, dan mencari pemain lain.
e. Melatih ingatan
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa jika telah menemukan
pemain yang bersembunyi, pencari tidak boleh lupa untuk menyebut
nama pemain itu sebelum menepuk benteng agar tidak kembali
menjadi pemain yang kalah. Oleh karena itu, sang pencari harus bisa
mengingat nama dan mengingat untuk menyebutkan nama agar tidak
kalah lagi.
4. Media yang Digunakan
Komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem merupakan suatu
proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran perlu adanya media yang
mendukung kegiatan. Media pembelajaran sangat penting karena tanpa
media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran tidak akan
berlangsung secara optimal. Menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2007:
3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Menurut MCLuahan (dalam Rohani, 1997:2) media adalah channel
(saluran) karena pada hakikatnya media telah memperluas atau
memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan
melihat dalam batas-batas jarak, ruang dan waktu tertentu. Dengan
bantuan media batas-batas itu hampir menjadi tidak ada. Gagne (dalam
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Sadiman dkk, 1993: 6) media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Media yang digunakan dalam mengembangkan perkembangan
sosial emosiaonal anak dalam penelitian ini yaitu anak-anak yang langsung
melakukan permainan petak umpet, serta memanfaatkan alat-alat di
lingkungan sekitar untuk tempat persembunyian. Jika permainan dilakukan
di dalam kelas, alat-alat yang mendukung kegiatan petak umpet ini seperti
di bawah meja, di belakang lemari, di balik pintu, di balik dan di dalam
bak mandi bola. Jika permainan dilakukan di luar kelas memanfaatkan
dinding, pepohonan dan APE luar. Selain itu, untuk properti anak-anak
menggunakan mahkota bergambar buah-buahan dan sayur-sayuran serta
mahkota warna pada permainan petak umpet bertema. Dalam permainan
petak umpet di luar kelas menggunakan media botol plastik kecil, kapur
dan bola.
5. Langkah-langkah Permainan Petak Umpet
Dalam Wikipedia (2012) Cara bermain petak umpet pada
umumnya yaitu dimulai dengan Hompimpa untuk menentukan siapa yang
menjadi "kucing" (berperan sebagai pencari teman-temannya yang
bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau
berbalik sambil berhitung sampai 10, biasanya dia menghadap tembok,
pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak
untuk bersembunyi (tempat jaga ini memiliki sebutan yang berbeda di
setiap daerah, contohnya di beberapa daerah di Jakarta ada yang
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
menyebutnya INGLO, di daerah lain menyebutnya BON dan ada juga yang
menamai tempat itu HONG). Setelah hitungan sepuluh (atau hitungan
yang telah disepakati bersama, misalnya jika wilayahnya terbuka, hitungan
biasanya ditambah menjadi 15 atau 20) dan setelah teman-temannya
bersembunyi, mulailah si "kucing" beraksi mencari teman-temannya
tersebut.
Jika si "kucing" menemukan temannya, ia akan menyebut nama
temannya sambil menyentuh INGLO atau BON atau HONG, apabila hanya
meneriakkan namanya saja, maka si "kucing" dianggap kalah dan
mengulang permainan dari awal. Yang seru adalah, pada saat si "kucing"
bergerilya menemukan teman-temannya yang bersembunyi, salah satu
anak (yang statusnya masih sebagai "target operasi" atau belum
ditemukan) dapat mengendap-endap menuju INGLO, BON atau HONG,
jika berhasil menyentuhnya, maka semua teman-teman yang sebelumnya
telah ditemukan oleh si "kucing" dibebaskan, alias sandera si "kucing"
dianggap tidak pernah ditemukan, sehingga si "kucing" harus kembali
menghitung dan mengulang permainan dari awal. Permainan selesai
setelah semua teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang
menjadi kucing berikutnya.
Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu 'kebakaran' yang
dimaksud di sini adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan
oleh si kucing disebabkan diberitahu oleh teman kucing yang telah
ditemukan lebih dulu dari persembunyiannya. Dalam penelitian ini,
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
peneliti tidak menggunakan istilah kebakaran pada permainan petak umpet
berganda yang sudah divariasi.
Adapun macam-macam variasi permainan petak umpet yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan perkembangan sosial emosional pada anak,
yaitu ada yang dilakukan di dalam dan di luar kelas. Permainan petak
umpet di dalam kelas, dilakukan seperti permainan petak umpet pada
umumnya. Sedangkan permainan yang dilakukan di luar kelas, peneliti
membuat variasi dengan cara membuat benteng pertahanan Kucing dengan
beberapa botol yang sudah disediakan. Nanti, sebelum bersembunyi salah
satu anak bertugas melempar benteng tersebut menggunakan bola. Jika
benteng tersebut berhasil di robohkan, maka Kucing segera menyusun
kembali benteng tersebut sembari teman-teman bersembunyi. Jadi si
Kucing tidak perlu berhitung untuk menunggu teman-temannya
bersembunyi. Ketika benteng sudah berhasil di susun kembali, barulah
Kucing mencari mangsanya (teman-teman yang bersembunyi).
Adapun permainan “Petak Umpet Berpasangan” dilakukan dengan
membagi anak berpasang-pasangan. Disini semua anak yang bertugas
tetap berpasangan dari mulai yang menjadi Kucing hingga yang
bersembunyi. Cara permainannya sama seperti permainan petak umpet
pada umumnya hanya yang membedakan yaitu anak-anak yang
berpasangan. Jadi ketika satu anak terlihat dan ditemukan, maka otomatis
pasangannya juga ditemukan.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Permainan “Petak Umpet Berganda”, dilakukan seperti permainan
petak umpet pada umumnya tetapi yang membedakan yaitu dalam
permainan ini tidak menggunakan istilah “Kebakaran” karena apabila si
Kucing sudah menemukan temannya, maka temannya tersebut langsung
menjadi Kucing juga dan harus membantu mencari teman yang lain yang
sedang bersembunyi. Begitu seterusnya hingga semua yang bersembunyi
ditemukan.
Adapun permainan “Petak Umpet Bertema Sayuran dan Buah-
buahan” dan “Petak Umpet Bertema Warna”, dilakukan seperti permainan
petak umpet pada umumnya tetapi anak-anak menggunakan mahkota
sesuai tema yang ditentukan. Jadi, si Kucing yang bertugas mencari
teman-temannya harus menyebutkan nama sesuai mahkota yang dipakai.
Apabila salah menyebutkan maka Kucing “Kebakaran” dan mengulang
permainan menjadi Kucing lagi.
C. Kriteria Hasil Belajar
1. Pedoman Penilaian
Gradner (dalam Anita Yus, 2011: 39) menegaskan bahwa
penilaian merupakan upaya memperoleh informasi mengenai
keterampilan dan potensi diri individu dengan dua sasaran. Pertama,
memberikan umpan balik yang bermanfaat kepada individu yang
bersangkutan. Kedua, sebagai data yang berguna bagi masyarakat yang
ada di sekitarnya.
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Menurut Depdiknas (2006: 7) pedoman penilaian hasil balajar
yaitu :
: Anak yang perilakunya melebihi dengan yang diharapkan dan
sudah dapat menyelesaikan tugas melebihi yang direncanakan
guru.
√ : Untuk anak yang berada pada tahap proses menuju apa yang
diharapkan.
: Untuk anak yang perilakunya belum sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Menurut pedoman penilaian Kemendiknas Dirjen Mandas dan
menengah Direktorat Pembinaan TK (2010: 6) catatan hasil penilaian
harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom penilain di
Rencana Kegiatan HArian (RKH), sebagai berikut :
Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator
seperti dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, maka pada
kolom penilaian ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang ( ).
Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan
indikator seperti yang diharapkan RKH mendapatkan tanda dua bintang
( ).
Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan (BSH)
pada indikator dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang ( ).
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator
seperti yang diharapkakan dalam RKH mendapatakan tanda empat
bintang ( ).
Lebih lanjut menurut Gardner (dalam Anita Yus, 2011: 100)
mengemukakan bahwa minat dalam penilaian muncul untuk merealisasi
bahwa teori multiple intelegence patut ditekuni dengan serius hanya bila
cara menilai yang “adil” diciptakan untuk masing-masing kecerdasan.
Penilaian dapat dilakukan dengan cara penilaian diri sendiri, yaitu :
: Anak merasa senang.
: Anak merasa takut.
: Anak merasa sedih.
Dari beberapa pendapat prosedur penilaian di atas, peneliti
menggunakan penilaian Kemendiknas Dirjen Mandas dan menengah
Direktorat Pembinaan TK (2010: 6) yaitu menggunakan pedoman
penilaian sebagai berikut :
Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator,
penilaian dituliskan nama anak dan diberi tanda satu bintang ( ).
Anak yang sudah mulai bekembang (MB) sesuai dengan
indikator RKH, namun masih sering diarahkan oleh guru mendapatkan
tanda dua bintang ( ).
Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan (BSH)
pada indikator dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang ( ).
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator
seperti yang diharapkakan dalam RKH mendapatakan tanda empat
bintang ( ).
2. Indikator Hasil Belajar
Perkembangan Sosial Emosional berperan penting dalam
kehidupan anak, selain itu berpengaruh pada dimensi dan aspek
perkembangan lainnya. Agar pengaruhnya dapat dikenali dan dapat
ditanggapi secara positif, kita perlu mengkaji keterkaitan antar bidang
perkembangan tersebut sehingga menjadi sarana efektif dalam
mengembangkan pribadi anak secara keseluruhan (Nugraha dan
Rachmawati, 2008: 3.1).
Permainan petak umpet di Kelompok Bermain, bertujuan
mengembangkan perkembangan sosial emosional dalam
berkomunikasi dan bekerjasama dalam melakukan kegiatan. Dengan
permainan Petak umpet yang sudah divariasi oleh peneliti ini,
diharapkan perkembangan sosial emosional anak di Kelompok
Bermain Tunas Bangsa Kedungbanteng dapat berkembang lebih baik
lagi. Menurut Standar Perkembangan Anak Lahir s.d 6 Tahun (dalam
Depdiknas, 2007: 27-29) yang termasuk pengembangan sosial
emosional bagi anak Kelompok Bermain yang berusia antara 4-5 tahun
adalah sebagai berikut :
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
Tabel 2.1 Indikator Hasil Belajar
No. Indikator yang Diharapkan
(Perkembangan Sosial Emosional)
1. Mau bekerjasama dengan teman dalam kelompok ketika
melakukan kegiatan
2. Membuat keputusan ketika bermain dengan teman sebaya
(misal: memutuskan siapa yang memulai bermain)
3 Mengikuti aturan permainan
4. Sabar menunggu giliran
5. Melaksanakan tugas yang diberikan
Berdasarkan kurikulum Standar Perkembangan Anak Lahir s.d 6
Tahun (dalam Depdiknas, 2007: 27-29), peneliti melakukan adaptasi
sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.2 Adaptasi Indikator Hasil Belajar
No. Indikator yang Diharapkan
( Perkembangan Sosial Emosional )
1. Mau bekerjasama dengan teman dalam kelompok ketika
melakukan kegiatan
2. Menentukan kesepakatan bermain dengan menentukan siapa
yang terlebih dahulu memulai permainan
3 Mengikuti aturan permainan yang sudah ditentukan
4. Sabar ketika menunggu giliran bermain
5. Melaksanakan tugas yang diberikan
D. Kerangka Berpikir
Perkembangan Sosial Emosional berperan penting dalam
kehidupan anak, selain itu berpengaruh pada dimensi dan aspek
perkembangan lainnya. Agar pengaruhnya dapat dikenali dan dapat
ditanggapi secara positif, kita perlu mengkaji keterkaitan antar bidang
perkembangan tersebut sehingga menjadi sarana efektif dalam
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
mengembangkan pribadi anak secara keseluruhan (Nugraha dan
Rachmawati, 2008: 3.1).
Permainan dapat memainkan peran yang penting dalam
mengembangkan berbagai kemampuan anak. Melalui bermain dan
permainan, anak lebih tertarik dan semangat mengikuti kegiatan
pembelajaran. Hal ini diantaranya dapat meningkatkan kerjasama dan
komunikasi anak.
Dari hal tersebut peneliti melakukan observasi sebelum melakukan
penelitian pada kondisi awal pembelajaran di Kelompok Bermain tersebut
masih kurang menyenangkan karena pembelajaran kurang bervariasi /
pembelajaran hanya dilakukan didalam kelas saja. Selain itu kerja sama
dan komunikasi antar anak juga masih kurang dalam melaksanakan
kegiatan berkelompok yang diberikan oleh guru.
Setelah peneliti melakukan observasi, peneliti melakukan
penelitian yang dimulai dengan siklus 1 dalam penelitian yaitu dengan
permainan petak umpet. Pada pemainan ini minat anak dalam bekerja
sama sedikit meningkat akan tetapi belum maksimal, dan anak terlihat
senang dalam mengikuti kegiatan yang diberikan peneliti yaitu untuk
meningkatkan perkembangan sosial emosional anak.
Setelah siklus pertama dilakukan dengan 3x pertemuan, karena
hasilnya belum maksimal peneliti mengulang kembali penelitian tersebut
dengan menggunakan siklus 2 yang dilakukan 3x pertemuan. Pada
permainan tersebut anak terlihat banyak peningkatan. Perkembangan sosial
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
emosional anak dalam bekerja sama dan berkomunikasi meningkat
maksimal dan optimal sehingga peneliti dinyatakan berhasil .
Untuk mempermudah pemahaman kegiatan ini, maka dibuat kerangka
berfikir sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
E. Hipotesis Tindakan
Bahwa melalui permainan petak umpet dapat meningkatkan
kemampuan sosial emosional pada anak Kelompok Bermain Tunas
Bangsa Desa Kedungbanteng Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten
Banyumas Tahun 2012 / 2013.
Kondisi Awal
- Kurangnya
kemampuan sosial
emosional
- Siswa kurang aktif
- Hasil belajar
rendah
Dilakukan upaya
perbaikan dengan
PTK
Kondisi sudah
mulai meningkat,
ada perbaikan tapi
belum maksimal
- Hasil belajar belum
optimal
- Kemampuan sosial
emosional belum
meningkat
Siklus 1,3x
pertemuan
Siklus 2,3x
pertemuan
- Hasil belajar sudah
optimal
- Kemampuan sosial
emosional
meningkat
Terjadi perbaikan
yang optimal.
Penelitian
berhasil
Upaya Meningkatkan Perkembangan..., Lulu Marhalati, Hidayat, FKIP, UMP, 2013
top related