kandungan serat kasar, lemak kasar dan betn … · serat kasar, lemak kasar, tapi tidak berpengaruh...
TRANSCRIPT
i
KANDUNGAN SERAT KASAR, LEMAK KASAR DAN
BETN TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI
FUNGI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI
YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
WARDAYANTI
I 111 11 314
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
KANDUNGAN SERAT KASAR, LEMAK KASAR DAN
BETN TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI
FUNGI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI
YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
WARDAYANTI
I 111 11 314
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Wardayanti
Nim : I111 11 314
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 21 Mei 2015
Wardayanti
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya,
sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidah-Nya ,sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar
dan BETN Tongkol Jagung yang Diinokulasi Fungi Trichoderma Sp. pada Lama
Inkubasi yang Berbeda”. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin
Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus
kepada kedua orang tua saya Ayahanda Ambo Nai dan ibunda Rosmiah, serta
saudaraku Kak Agus, Kak Wilda, Uni, Wandi dan Aqilah yang selama ini banyak
memberikan doa, semangat, kasih sayang, saran dan dorongan kepada penulis.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis
juga menyampaikan terimah kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang
setinggitingginya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. drh. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin.
vi
3. Ucapan terima kasih disampaikan dengan hormat kepada Dr. Ir. Hj.
Rohmiyatul Islamiyati, MP selaku pembimbing utama serta selaku penasehat
akademik dan Dr. Ir. Harfiah, S,Pt. MP selaku pembimbing anggota yang
penuh ketulusan dan keikhlasan meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, nasehat, arahan, serta koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak ibu dosen, staf pegawai Fakultas Peternakan yang banyak memberikan
pengetahuan, arahan, dan bimbingan selama dalam bangku perkuliahan.
5. Keluarga Besar “SOLANDEVEN” kalian merupakan teman, sahabat bahkan
saudara, terima kasih atas indahnya kebersamaan dalam bingkai kampus ini.
6. Buat teman-teman yang selama hampir 4 tahun bersama-sama Asriani D.,
Utami L.S, Fitrawati, Kartika, Busrayana, Rasnah, May Rismi Anisa,
Nurannisa Firti, Tirta, Sri Wahyuni Hakim dan Mas’ud Raijhul Fajri.
7. Terkhusus buat Yatti Dwi Ariyanti S selama ini menjadi teman terbaik dan
sekaligus menjadi rekan penelitian, terima kasih bantuan dan kerja samanya.
Penulis menyadari meskipun dalam penyelesaian tulisan skripsi ini masih
perlu masukan dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun agar
penulisan berikutnya senantiasa lebih baik lagi. Akhir kata penulis ucapkan
banyak terima kasih dan menitip harapan semoga tugas akhir ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin ya robbal alamin.
Makassar, 21 Mei 2015
WARDAYANTI
vii
RINGKASAN
WARDAYANTI (I 111 11 314) Kandungan serat kasar, lemak kasar dan
BETN tongkol jagung yang diinokulasi fungi Trichoderma sp. pada inkubasi
yang berbeda. Dibawah Bimbingan ROHMIYATUL ISLAMIYATI
sebagai Pembimbing Utama dan HARFIAH sebagai Pembimbing Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama inkubasi tongkol jagung
yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. terhadap kualitas nutrisi serat
kasar, lemak kasar, dan BETN tongkol jagung dengan masa inkubasi yang
berbeda. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu P0 (Tongkol jagung tanpa
inokulasi (kontrol)), P1 (Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan
lama waktu inkubasi 1 minggu), P2 (Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma
sp. dengan lama waktu inkubasi 2 minggu), P3 (Tongkol jagung + 5% fungi
Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3 minggu). Analisis ragam
menunjukkan bahwa berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan
serat kasar, lemak kasar, tapi tidak berpengaruh nyata (P>0.01) terhadap
kandungan BETN tongkol jagung. Disimpulkan bahwa inokulasi pada tongkol
jagung dapat menurunkan kandungan serat kasar dan lemak kasar pada tongkol
jagung, tetapi ada kecenderungan meningkatkan kandungan BETN pada tongkol
jagung. Lama inkubasi yang baik pada inokulasi tongkol jagung dengan fungi
Trichoderma sp. yaitu pada minggu ke-2.
Kata Kunci : Inkubasi, Tongkol Jagung, Kandungan Nutrisi dan Trichoderma sp.
viii
ABSTRAC
WARDAYANTI (I 111 11 314) Nutritional quality of crude fiber, crude fat,
and BETN corncobs with different incubation periods. Under Direction
ROHMIYATUL ISLAMIYATI as Main Supervisor and HARFIAH as Co-
supervisor.
This study aims to determine the long incubation corn cob inoculated with
the fungus Trichoderma sp. on the nutritional quality of crude fiber, crude fat, and
BETN corncobs with different incubation periods. The design used was a
complete randomized design (CRD) which consists of 4 treatments and 4
replicates is P0 (corn cobs without inoculation (control)), P1 (corncobs + 5%
Trichoderma sp., The incubation time 1 week), P2 (corncobs + 5% Trichoderma
sp. with incubation time 2 weeks), P3 (corncobs + 5% Trichoderma sp. with
incubation time 3 weeks). Analysis of variance showed that it was highly
significant (P <0.01) on the content of crude fiber, crude fat, but not significant
(P> 0.01) in to the content BETN corncobs. It was concluded that inoculation of
corn cobs can reduce the content of crude fiber and crude fat in corn cobs, but
there is a tendency to increase the content of BETN on corn cobs. Long incubation
good on corn cob inoculation with the fungus Trichoderma sp. is on the 2nd week.
Key words: Incubation, corncobs, nutrition contents and Trichoderma sp.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI . ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL . ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN. ............................................................................. xi
PENDAHULUAN. .................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA. ........................................................................... 3
Gambaran Umum Jagung (Zea mays) . .......................................... 3
Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Pakan Ternak. ................... 5
Fungi.. ............................................................................................ 7
Fungi Trichoderma sp .................................................................... 9
Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN ........................ 14
MATERI DAN METODE PENELITIAN. ................................................ 16
Waktu dan Tempat . ....................................................................... 16
Materi Penelitian . .......................................................................... 16
Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 16
Parameter yang Diukur . ................................................................. 17
Analisis Data . ................................................................................ 20
HASIL DAN PEMBAHASAN. ................................................................. 21
Kondisi Fisik Tongkol Jagung. ...................................................... 21
Kandungan Nutrisi Tongkol Jagung yang Diinokulasi fungi
Trichoderma sp.. ............................................................................ 24
KESIMPULAN DAN SARAN. ................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA . .............................................................................. 31
LAMPIRAN. .............................................................................................. 34
DAFTAR RIWAYAT HIDUP. .................................................................. 46
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Luas Panen dan Produksi Jagung di Sulsel . ........................................ 4
2. Komposisi Tongkol Jagung. ................................................................ 6
3. Hasil Pengamatan Warna, Bau dan Tekstur Tongkol jagung yang
Dinokolasi Trichoderma sp.pada Lama Inkubasi yang Berbeda.. ....... 21
4. Kandungan Nutrisi Tongkol Jagung Yang Dinokolasi Trichoderma
sp. Pada Lama Inkubasi yang Berbeda. ............................................... 24
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Fungi Trichoderma sp. ......................................................................... . 12
2. Hifa dan Spora Jamur Trichoderma sp. ............................................... 12
3. Tongkol Jagung Tanpa Menggunakan Trichoderma sp....................... 22
4. Tongkol Jagung yang Diinkubasi I Minggu Trichoderma sp. ............. 23
5. Tongkol Jagung yang Diinkubasi 2 Minggu Trichoderma sp. ............ 23
6. Tongkol Jagung yang Diinkubasi 3 Minggu Trichoderma sp ............. 23
7. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Serat Kasar
Tongkol Jagung. ................................................................................... 25
8. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Lemak Kasar
Tongkol Jagung. ................................................................................... 27
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi
dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda………... 34
2. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi
dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. .............. 36
3. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi
dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. .............. 38
4. Denah Penelitian Trichoderma sp. ....................................................... 39
5. Hasil Analisa Bahan. ............................................................................ 40
6. Dokumentasi. ....................................................................................... 41
1
PENDAHULUAN
Ternak ruminansia sangat tergantung pada pakan hijauan. Jumlah produksi
hijauan sangat berlimpah pada musim hujan, tetapi terjadi kekurangan saat musim
kemarau. Salah satu permasalahan utama dalam pengembangan produksi ternak
yang ada di Indonesia adalah sulitnya memenuhi ketersediaan pakan secara
berkesinambungan baik kualitas maupun kuantitasnya. Usaha untuk mencari
bahan pakan yang murah tetapi mempunyai nilai gizi yang baik, yaitu
menggunakan teknologi yang tepat dalam pemanfaatannya guna membantu
penyediaan pakan yang mulai menipis (Noviati, 2002).
Faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha peternakan adalah
penyediaan pakan. Salah satu penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah
dengan pemanfaatan pakan sisa hasil pertanian, perkebunan maupun
agroindustri. Salah satu sisa tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai
potensi cukup besar adalah tongkol jagung. Hasil sisa tanaman pertanian yang
cukup melimpah tetapi masih jarang digunakan sebagai bahan pakan ternak
adalah tongkol jagung. Tongkol jagung sangat melimpah di daerah-daerah
sentra pertanian, terutama pada saat musim panen. Selama ini limbah tongkol
jagung belum dimanfaatkan untuk pakan, hanya di bakar dan dibuang begitu saja
di pinggir jalan dan menumpuk menjadi sampah yang mengganggu
pemandangan.
Untuk meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung maka dilakukan
suatu proses pengolahan secara biologis yaitu dengan memanfaatkan fungi
pendegradasi serat. Salah satu cara pengolahan biologi yang baik dilakukan
2
yaitu proses fermentasi dengan menggunakan fungi Trichoderma sp. Inokulasi
fungi Trichoderma sp. pada tongkol jagung diharapkan dapat menurunkan serat
kasar, lemak kasar, dan meningkatkan BETN pada tongkol jagung agar dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama inkubasi tongkol jagung
yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. terhadap kualitas nutrisi serat
kasar, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tongkol jagung
dengan lama inkubasi yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai
bahan informasi kepada masyarakat tentang kandungan serat kasar, lemak kasar
dan BETN tongkol jagung yang diinokulasikan fungi Trichoderma sp. dengan
lama inkubasi yang berbeda.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Jagung (Zea mays)
Jagung merupakan komoditas tanaman pangan strategis nasional yang
dikembangkan secara intensif melalui program dan kegiatan pembangunan
nasional. Peningkatan produksi jagung dari tahun 2005 sampai tahun 2009
yaitu dari 12 juta ton menjadi 19,44 juta ton. Peningkatan produksi jagung
pipil ini menyebabkan peningkatan juga pada hasil samping dalam bentuk
tongkol jagung. Tongkol jagung ini sangat potensial dikembangkan untuk
pakan ternak ruminansia, tetapi hasil samping ini belum dimanfaatkan secara
optimal sebagai bahan pakan ternak disebabkan oleh kualitasnya yang relatif
rendah seperti pada limbah pertanian lainnya. Tongkol jagung ini
mempunyai kadar protein yang rendah (4,64 %), dengan kadar lignin (15.8%)
dan selulosa yang tinggi (Suhartanto dkk., 2003).
Jagung merupakan salah satu komoditas serealia yang berpeluang untuk
dikembangkan karena perannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein
setelah beras. Hampir semua bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk
berbagai macam keperluan batang dan daun tanaman yang masih muda dapat
digunakan sebagai pakan ternak, tanaman yang telah dipanen dapat
digunakan untuk pembuatan pakan atau pupuk organik. Kandungan selulosa
tongkol jagung memiliki komponen serat yang cukup tinggi yang dapat
dicerna sehingga dapat menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan
mikroba dalam rumen. Namun, karena rendahnya kandungan protein dan
tingginya kadar lignin menyebabkan selulosa menjadi tidak tersedia untuk
4
difermentasi di dalam rumen akibatnya kecernaannya menjadi rendah.
(Yulistiani dkk., 2012).
Tanaman Jagung setiap kali panen akan menghasilkan limbah sebagai
hasil sampingan. Potensi tanaman jagung di Sulawesi Selatan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan, 2014
Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Kepulauan Selayar 3.010 5.510
Bulukumba 33.011 135.758
Bantaeng 27.012 144.035
Jeneponto 47.663 201.446
Takalar 4.757 21.579
Gowa 43.001 213.186
Sinjai 7.609 28.070
Maros 4.193 14.386
Pangkep 856 4.571
Barru 1.338 4.980
Bone 43.606 148.293
Soppeng 8.753 47.377
Wajo 10.035 25.902
Sidrap 16.613 90.333
Pinrang 13.521 81.733
Enrekang 12.423 59.109
Luwu 2.308 5.781
Tana Toraja 2.768 19.325
Luwu Utara 16.132 67.562
Luwu Timur 3.860 19.694
Toraja Utara 59 302
Makassar 15 20
Pare-pare 170 310
Palopo 665 3.779
Sulawesi Selatan 2013 274.046 1.250.202
2012 325.329 1.515.329
2011 297.126 1.420.154
Sumber : BPS Sulawesi Selatan (2014)
5
Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Pakan Ternak
Tongkol jagung adalah hasil ikutan dari tanaman jagung yang telah
diambil bijinya dan merupakan limbah padat. Tongkol jagung adalah limbah
yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya sehingga diperoleh
jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol
(Rohaeni dkk. 2006b). Tongkol jagung berpotensi untuk dijadikan sebagai pakan
ternak alternatif karena mudah didapat dan ketersediaannya cukup, tetapi
selama ini tongkol jagung selalu dibuang atau dibakar tidak dimanfaatkan.
Kandungan zat makanan tongkol jagung berdasarkan persentase bahan kering
88,48%, terdiri dari bahan lemak 2,38%, serat kasar 46,90%, protein kasar 4,6%,
BETN 33,36% dan abu l,23% (Yulistiani, dkk., 2010).
Faktor pembatas dari limbah tanaman sebagai pakan adalah protein yang
rendah dan sudah terjadi lignifikasi lanjut sehingga selulosa terikat oleh lignin.
Lignifikasi meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan karbohihrat struktural penyusun utama dinding sel
tanaman, dan sering berikatan dengan lignin dalam bentuk kristal lignoselulosa.
Lignoselulosa merupakan kompenen utama tanaman dan terdapat pada dinding
sel. Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa
merupakan penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena
monomer glukosanya dihubungkan dengan ikatan B-(1.4) (Rasjid, 2012).
Kecernaan limbah pertanian yang rendah disebabkan keberadaan lignin yang
bertindak sebagai penghalang proses perombakan polisakarida dinding sel oleh
mikroba rumen. Karakteristik umum beberapa jenis pakan asal limbah dicirikan
6
oleh kandungan protein yang rendah, serat yang tinggi dan mineral yang tidak
seimbang. Kondisi tersebut menyebabkan pemanfaatan limbah pertanian sebagai
pakan tidak mampu memenuhi kecukupan nutrisi untuk produksi dan hanya
sebagai pakan basal saja (Harfiah, 2010).
Tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia yang
merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah. Kandungan nutrisi tongkol
jagung meliputi kadar air (29,54 %) , bahan kering (70,45 %), protein kasar
(2,67%) dan serat kasar (46,52 %) dalam 100% bahan kering (BK) (Wardhani
dan Musofie, 1991). Peningkatan kualitas nutrisi pada tongkol jagung melalui
pengurangan ukuran partikel dan fermentasi secara nyata dapat meningkatkan
protein kasar, namun tidak mampu memperbaiki nilai nutrisi pada serat
kasar maupun pada total digestible nutrients (TDN).
Tabel 2. Komposisi Tongkol Jagung
Komponen Komposisi (%)
Air
Abu
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin
Pektin
Pati
9,6
1,5
36,0
41,0
6,0
3,0
0,014
Sumber : Lorenz and Kulp (1991)
Kandungan selulosa yang cukup tinggi dari tongkol jagung (Tabel 2) yaitu
41% memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai substrat dalam produksi
enzim selulase. Beberapa fungi dapat menghasilkan enzim selulase seperti :
Humicola, Penicillium, Fusarium, Aspergillus dan Trichoderma. Trichoderma
7
ressei adalah fungi yang menghasilkan selulase yang tinggi sehingga
diproduksi secara komersial (Sukumaran dkk., 2005).
Fungi
Fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan
(absorpsi). Dalam cara ini, fungi akan mencerna makanan diluar tubuhnya dengan
cara mensekresikan enzim-enzim hidrolitik kedalam makanan tersebut. Enzim-
enzim itu akan menguraikan molekul kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh fungi. Jamur merupakan
tumbuhan yang tidak berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis
untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-
zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari
organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa. Bahan makanan
tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh
kerena itu, jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang
kehidupannya tergantung pada organisme lain (Susanti, 2006).
Kurva Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau
masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan diartikan
sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni
yang semakin besar atau subtansi atau masssa mikroba dalam koloni tersebut
semakin banyak, pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan
jumlah sel mikroba itu sendiri. Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan
tidak dapat dibalik kejadiannya. Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas
8
empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase
logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial terjadi
peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi
(Dinda, 2012).
Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan, yaitu
(Dinda, 2012):
1. Fase adaptasi
Fase adaptasi merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri
(adaptasi), sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel bahkan kadang-kadang
jumlah sel menurun.
2. Fase pertumbuhan awal
Tidak ada pertambahan populasi. Sel mengalami perubahan dalam komposisi
kimiawi dan bertambah ukurannya dan substansi intraseluluer bertambah.
3. Fase cepat (logaritmik)
Fase cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat
teramati ciri-ciri sel yang aktif. Waktu generasi pada setiap bakteri dapat
ditentukan pada fase cepat ini. Pada fase tersebut dapat terlihat beberapa sel
mulai membelah, yang lainnya setengah membelah, dan yang lainnya lagi
selesai membelah.
4. Fase statis
Pada fase statis pembiakan mulai berkurang dan beberapa sel mati. Apabila
laju pembiakan sama dengan laju kematian, maka secara keseluruhan jumlah
sel tetap konstan. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya nutrien
9
ataupun terbentuknya produk metabolisme yang cenderung menumpuk
mungkin menjadi racun bagi bakteri yang bersangkutan.
5. Fase kematian
Fase kematian merupakan fase dimana proses pembiakan telah berhenti. Sel-
selnya sudah mati, yang kemudian akan diikuti dengan proses lisis. Apabila
laju kematian melampaui laju pembiakan, maka jumlah sel sebenarnya
menurun.
Fungi Trichoderma sp.
Fungi adalah organisme heterotrofik, yang memerlukan senyawa organik
untuk nutrisinya. Trichoderma sp. yang hidup dari benda organik mati yang
terlarut disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan
kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana, yang
kemudian dikembalikan kedalam tanah dan selanjutnya meningkatkan
kesuburannya (Pelczar dan Reid, 1974).
Trichoderma sp. merupakan fungi yang termasuk kelas Ascomycetes.
Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma sp. banyak
ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu.
Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma sp. berbeda-beda setiap spesiesnya.
Ada beberapa spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang
tumbuh pada temperatur cukup tinggi, kisarannya sekitar 7 °C – 41 °C.
Trichoderma sp. yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30 °C.
Perbedaan suhu mempengaruhi produksi beberapa enzim seperti
karboksimetilselulase dan xilanase (Samuel, 2010).
10
Klasifikasi fungi Trichoderma sp. menurut Niken (2009), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio : Amastigomycota
Subdiviso : Deuteromycotina
Kelass : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Species : Trichoderma sp.
Koloni dari fungi Trichoderma sp. berwarna putih, kuning, hijau muda,
dan hijau tua. Susunan sel fungi Trichoderma sp. bersel banyak berderet
membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk
pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut
miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi
berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma sp. dikatakan memiliki
daya kompetitif yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan
terlihat putih bersih, dan bermiselium kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki
warna hijau kekuningan (Wulan, 2012).
Trichoderma sp. merupakan cendawan antagonis yang banyak terdapat di
tanah dan digunakan untuk mengendalikan patogen tanah. Trichoderma sp.
dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan fitopatogen.
Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan yang memiliki aktifitas antifugal
11
yang tinggi. Trichoderma sp. juga dapat membantu pertumbuhan tanaman, serta
memiliki kisaran penghambatan yang luas karena dapat menghambat berbagai
jenis fungi (Nurahmi, 2012).
Trichoderma sp. memproduksi metabolit seperti asam sitrat, etanol dan
berbagai enzim seperti urease, selulase, glukanase dan kitinase. Hasil metabolit ini
mempengaruhi kandungan nutrisi yang terdapat dalam media. Trichoderma sp.
dapat memproduksi beberapa pigmen yang bervariasi pada media tertentu seperti
pigmen ungu yang dihasilkan pada media yang mengandung amonium oksalat,
dan pigmen jingga yang dihasilkan pada media yang mengandung gelatin atau
glukosa, serta pigmen merah pada medium cair yang mengandung glisin dan urea.
Trichoderma sp. memproduksi protein kitinolitik dan enzim kitinase. Enzim ini
berguna untuk meningkatkan efisiensi aktivitas biokontrol terhadap patogen yang
mengandung kitin (Hardjo, dkk. 1989).
Fungi Trichoderma sp. merupakan salah satu agen antagonis yang bersifat
saprofit dan bersifat parasit terhadap jamur lain. Trichoderma sp. memiliki
konidiofor bercabang cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong,
bersel satu, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium
berwarna hijau biru. Trichoderma sp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma
atau phialid tunggal dan berkelompok. Koloni jamur Trichoderma sp. pada media
biakan PDA tumbuh dengan cepat pada suhu 25oC-30
oC. fungi ini awalnya
terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-
hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi
12
miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium
akan berwarna hijau sedangkan bagian bawahnya tidak berwarna (Niken, 2009).
Trichoderma sp. adalah salah satu fungi yang tersebar luas dan hampir
dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Fungi ini tumbuh pada
kisaran suhu optimal 22-30°C. Kelembaban yang dibutuhkan berkisar antara
80-90%. Pada media Potato Dextrose Agar (PDA) akan terlihat koloni yang
khas seperti obat nyamuk bakar dan jika diamati secara mikroskopis terlihat hifa
dan konidiaspora berbentuk seperti buah anggur. Mekanisme kerja jamur
Trichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati adalah antagonis terhadap
jamur lain (Ismail, 2011).
Trichoderma sp. (Data Hasil Penelitian, 2015 Hifa dan Spora fungi
Trichoderma sp. (Volk, 2004)
Ciri morfologi fungi Trichoderma sp. yaitu koloninya berwarna hijau
muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus
dengan konidia tersusun seperti buah anggur dengan pertumbuhan yang sangat
cepat. Trichoderma sp. mempunyai konidiofora bercabang banyak, ujung
13
percabangannya merupakan sterigma, membentuk konidia bulat bulat atau oval,
berwarna hijau terang, dan berbentuk bola-bola berlendir (Fardiaz, 1989).
Susunan sel fungi Trichoderma sp. bersel banyak membentuk benang
halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada fungi ini berbentuk pipih, bersekat, dan
bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya
dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora karena sifat
inilah Trichoderma sp. dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Dalam
pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih berseri, dan bermiseli
kusam dan setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan (Niken,
2009).
Dalam proses inokulasi, fungi mengubah senyawa-senyawa yang ada di
dalam substrat untuk pertumbuhan dan pembentukan protein, sehingga produksi
yang terinokulasi tersebut merupakan bahan pakan dengan kandungan protein
yang lebih tinggi. Selain itu terjadi pula perombakan senyawa-senyawa yang
kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh
ternak. Perombakan ini terjadi karena proses fermentasi, fungi memproduksi
enzim yang melakukan perombakan terhadap senyawa-senyawa kompleks.
Keuntungan ganda diperoleh dari inokulasi limbah dengan fungi Trichoderma sp.
yaitu kandungan protein meningkat dan enzim yang diproduksi fungi membantu
dalam kecernaan bahan (Rukhmani, 2005).
14
Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Serat kasar yang terdapat dalam pakan
sebagian besar tidak dapat dicerna pada ternak non ruminansia namun digunakan
secara luas pada ternak ruminansia. Sebagian besar berasal dari sel dinding
tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Metode pengukuran
kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana.
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah
menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam
asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam
larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar. Serat
kasar merupakan ukuran yang cukup baik dalam menentukan serat dalam sampel.
Pada ternak non ruminansia, fraksi ini sangat terbatas nilai nutrisinya sehingga
pengukuran serat kasar hanya merupakan pedoman proporsional dalam pakan
yang digunakan oleh ternak (Suparjo, 2010).
Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun
larut dalam pelarut organik. Pelarut yang umum digunakan untuk mengukur kadar
lemak adalah heksana, dietil eter dan proteleum eter (Sudarmaji, dkk 1996).
Analisis kadar lemak kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar lemak bahan
baku pakan (Murtidjo,1987). Kadar lemak dalam analisis proksimat ditentukan
dengan mengekstraksikan bahan pakan dalam pelarut organik. Zat lemak terdiri
dari karbon, oksigen dan hidrogen. Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini
15
bukan lemak murni akan tetapi campuran dari berbagai zat yang terdiri dari
klorofil, xantofil, karoten dan lain-lain (Anggorodi, 1994). Zat-zat nutrien yang
bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K juga terhitung sebagai
lemak kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa kasar seperti klorofil atau
xanthophil (Kamal,1994).
Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen suatu bahan pakan sangat
tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan
lemak kasar. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) didapat dari 100 dikurangi
jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar (Soejono, 1990). BETN
merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan
polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya
cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994).
16
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 - Februari 2015, yang
bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ruminansia dan di Laboratorium Kimia
Pakan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, talenan,
timbangan, oven, dan seperangkat alat untuk analisa kandungan serat kasar, lemak
kasar dan BETN.
Bahan-bahan yang digunakan adalah tongkol jagung, Trichoderma sp.,
kertas label, air, dan kantong plastik bening.
Pelaksaan Penelitian
Pelaksaan Penelitian Tahap I
Pembuatan dan Perbanyakan Starter Trichoderma sp.
Jagung sebanyak 1 kg direndam di air selama 24 jam. Selanjutnya ditiriskan
dan dimasukkan pada kantong tahan panas sebanyak 15 kantong kemudian
diatoclave pada suhu 121o
C selama 20 menit. Setelah dingin setiap kantong
dimasukkan setengah cawan petri biakan murni Trichoderma sp., diratakan
dan ditutup lalu diberi lubang kecil kemudian ditutup dengan kertas koran.
Diinkubasi pada suhu kamar selama satu minggu. Dikeringkan pada suhu
rendah, digiling sampai halus selanjutnya digunakan sebagai inokulum.
17
Pelaksaan Penelitian Tahap II
Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan (Gasperz, 1991). Adapun susunannya
sebagai berikut :
P0 = Tongkol jagung tanpa inokulasi (kontrol)
P1 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi
1 minggu.
P2 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2
minggu.
P3 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3
minggu.
Tongkol jagung hibrida varietas Bissi yang berasal dari Kabupaten Takalar
dicacah dengan ukuran ± 1 cm sebanyak 1 kg kemudian disemprot dengan air
sampai kelembaban 55-60% dan diautoclave sekitar 20 menit, lalu ditaburkan 5%
fungi Trichoderma sp., dicampur hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam
kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil dan ditutup kertas koran
kemudian di inkubasi selama 1, 2, dan 3 minggu. Setelah itu plastik dibuka
kemudian diambil sampel untuk dianalisa kandungan serat kasar, lemak kasar dan
BETN.
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan serat kasar,
lemak kasar dan BETN tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp.
berdasarkan analisis proksimat sesuai dengan prosedur kerja yang dikemukakan
AOAC (1992) sebagai berikit :
18
Analisis Serat Kasar
1. Sampel ditimbang sebanyak kurang lebih 0,5 gram (a gram)
kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml.
2. 50 ml H2SO4 0,3N ditambahkan kemudian didihkan selama 30 menit.
3. 25 ml NaOH 1,5 N ditambahkan kemudian didihkan lagi selama 30 menit.
4. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan sintered glass dan pompa
vakum.
5. Sampel yang disaring dicuci dengan menggunakan 50 ml air panas,
50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol 95%.
6. Sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C selama 12 jam
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (b gram).
7. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam tanur selama 3 jam
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali (c gram).
Hasil pengamatan dihitumg berdasarkan rumus sebagai berikut :
Kadar Serat kasar = Berat setelah oven – berat setelah tanur x 100%
Berat sampel (gram)
Analisis Lemak Kasar
1. Menimbang sampel sebanyak 1 gram (a gram), kemudian dimasukkan
kedalam tabung reaksi.
2. Larutan chloroform diberikan sebnayak 10 ml kemudian tabung
reaksi ditutup agar larutan tidak menguap, dikocok sampai homogen dan
dibiarkan selama 24 jam.
19
3. Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring kemudian pipet
sebanyak 5 ml.
4. Sampel yang telah dipipet dimasukkan kedalam cawan porselin yang
telah ditimbang berat kosongnya (b gram).
5. Sampel dimasukkan dalam oven selma 24 jam pada suhu 1050c,
kemudian didinginkan dalam desikator selma 30 menit dan ditimbang (c
gram).
Hasil pengamatan dihitumg berdasarkan rumus sebagai berikut :
Analisis Kadar Lemak = Berat setelah oven- berat cawan kosong x b x 100%
Berat sampel (gram)
Ket : b = faktor pengenceran
BETN
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen
lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Penentuan
kandungan BETN hanya berdasarkan perhitungan dari zat-zat yang
tersedia. Kadar BETN yang rendah dipengaruhi oleh kadar nutrien lainnya
yang cukup tinggi. Kandungan Bahan Estrak Tanpa Nitrogen (BETN)
ditentukan dengan cara mengurangkan kandungan zat makanan dalam bahan
pakan (%abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar) dari %BK bahan.
Rumusnya sebagai berikut:
BETN% = 100% - (%Air + %Abu + %Serat Kasar + %Protein Kasar
+ %L emak Kasar)
20
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik
ragam sesuai Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan.
Persamaan matematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai
berikut :
Yij = μ + ti + eij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan
ke- j
μ = Nilai tengah umum
ti = Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4)
eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (1, 2,
3, 4)
Apabila perlakuan berpengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut
Duncan (Gazperz, 1994). Data diolah dengan bantuan software SPSS versi 16.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik Tongkol Jagung
Hasil pengamatan warna, bau, tekstur, dan pertumbuhan fungi pada
tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi
yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Warna, Bau dan Tekstur pada Tongkol Jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada Lama Inkubasi yang
Berbeda.
Pengamatan
Fisik P0 P1 P2 P3
Warna Kream
Coklat
kehijau-
hijauan
Coklat
kehijau-
hijauan
Hijau Tua
Bau
Khas
Tongkol
jagung
Harum Harum Harum agak
menyengat
Tekstur Keras Agak Lembek Agak Lembek Agak Lembek
Pertumbuhan
Fungi Tidak ada
Tumbuh
Belum merata
Tumbuh Agak
merata
Tumbuh
Merata
Keterangan: Data Hasil Penelitian, 2015. P0 = Tongkol jagung tanpa inokulasi (kontrol); P1 =
Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1
minggu; P2 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu
inkubasi 2 minggu; P3 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan
lama waktu inkubasi 3 minggu.
Pengamatan fisik pada warna tongkol jagung yang diinokulasi dengan
Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda menunjukkan warna kream,
coklat kehijauan sampai warna hijau tua. Hal ini disebabkan karena fungi
Trichoderma sp awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan
berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada
ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada
22
akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau sedangkan bagian bawahnya tidak
berwarna.
Tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama
inkubasi yang berbeda menunjukkan aroma khas jagung menghasilkan bau yang
berbeda yaitu aroma harum dan harum agak menyengat, sedangkan tekstur dari
tongkol jagung yang semula keras dan padat, setelah diinokulasi jamur
Trichoderma sp. menjadi agak lembek. Hal ini disebabkan karena miselium
Trichoderma sp. yang berwarna putih telah berkembang pada tongkol jagung
dan terjadi perombakan struktur keras secara biologis oleh fungi Trichoderma sp.
sehingga bahan dari struktur yang kompleks menjadi struktur yang lebih
sederhana. Menurut Adam (2003) Bioteknologi tradisional (konvensional)
merupakan bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme sebagai alat
untuk menghasilkan produk bahan pakan yang berkualitas, misalnya jamur
dan bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan
metabolisme sehingga terjadi perubahan fisik, seperti tekstur, bau dan warna
akibat proses biologis dalam bahan pakan.
Gambar 3. Tongkol Jagung Tanpa Menggunakan Trichoderma sp.
(Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015
23
Gambar 4. Tongkol Jagung Hasil Inkubasi (7 Hari) Menggunakan Trichoderma sp.
(Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015)
Gambar 5. Tongkol Jagung Hasil Inkubasi (14 Hari) Menggunakan Trichoderma sp.
(Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015)
Gambar 6.Tongkol Jagung Hasil Inkubasi (21 Hari) Menggunakan Trichoderma sp.
(Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015)
24
Pertumbuhan fungi pada tongkol jagung yang diinokulasi
Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda pada perlakuan P1
pertumbuhan fungi belum merata, perlakuan P2 fungi tumbuh agak merata
dan pada perlakuan P3 fungi telah tumbuh merata dan menutupi permukaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama tongkol jagung diinkubasi
maka pertumbuhan Trichoderma sp. semakin banyak. Cepat lambatnya
fermentasi sangat menentukan jumlah enzim yang dihasilkan, semakin lama
waktu fermentasi yang digunakan maka semakin banyak bahan yang dirombak
oleh enzim, tetapi dengan bertambahnya waktu fermentasi maka ketersediaan
nutrien didalam media habis sehingga fungi lama-kelamaan akan mati.
Kandungan Nutrisi Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN Tongkol Jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp
Tabel 4. Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN Tongkol
Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama
Inkubasi yang Berbeda.
Nutrien
Perlakuan
PO P1 P2 P3
Serat Kasar (%) 54,48a 50.63
ab 47.27
b 45.32
b
Lemak Kasar (%)
0.79a 0.67
ab 0,59
b
0.51b
BETN 37.35 37.91 40.73 41.06
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang
nyata (P<0.05).
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tongkol jagung yang
diinokulasi dengan fungi Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan serat kasar. Pada uji Duncan
25
(Lampiran 1) perlakuan P0 nyata lebih tinggi kandungan serat kasarnya
dibanding perlakuan P1, P2 dan P3.
Gambar 7. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Serat
Kasar Tongkol Jagung.
Inokulasi tongkol jagung menggunakan fungi Trichoderma sp.
berpengaruh terhadap penurunan kandungan serat kasar. Hasil ini menunjukan
bahwa adanya perubahan komponen serat kasar tongkol jagung sebagai substrat
pada proses fermentasi karena Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme yang
mampu menghancurkan selulosa tingkat tinggi dan memiliki kemampuan
mensintesis beberapa faktor esensial untuk melarutkan bagian selulosa yang
terikat kuat dengan ikatan hidrogen.
Kandungan serat kasar tongkol jagung hasil inokulasi 1 minggu yaitu
50.63%, 2 minggu yaitu 47.27% paling rendah ditunjukan pada inkubasi 3
minggu, yaitu sebesar 45.32%. Dibandingkan sebelum dilakukan inokulasi fungi
Trichoderma sp. kandungan serat kasar pada tongkol jagung yaitu 54.48%, terjadi
penurunan sekitar 16.81% sampai inokulasi 3 minggu. Terjadinya penurunan
kandungan serat kasar mengindikasikan bahwa fungi Trichoderma sp. mampu
0
10
20
30
40
50
60
PO P2 P3 P4
Kad
ar S
era
t K
asar
(%
0
Minggu
Serat Kasar
26
untuk mengurai serat kasar menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mudah
larut.
Semakin lama masa inkubasi semakin berkurang kandungan serat
kasarnya, masa inkubasi 3 minggu memiliki kandungan serat kasar paling
rendah yaitu 45.32%. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan miselium yang
menyebabkan kolonisasi jamur. Seiring dengan itu produk enzim selulase,
hemiselulase dan lakase yang dihasilkan juga semakin banyak. Selain itu
pada lama masa inkubasi, miselium fungi Trichoderma sp. menyebar kedalam
partikel-partikel substrat sehingga menghasilkan enzim dalam jumlah banyak
yang mendegradasi komponen serat dan kandungan serat kasar akan ikut
menurun. Menurut Howard et al. (2003) Penurunan kandungan serat kasar dapat
terjadi karena proses dekomposisi komponen serat oleh fungi. Serat kasar
sebagian besar berasal dari sel dinding tananam dan mengandung selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Trichoderma sp. mempunyai kemampuan dalam
mendegradasi komponen serat karena menghasilkan enzim pendegradasi lignin,
dan Trichoderma sp. juga mampu menghasilkan enzim pendegradasi selulosa.
Penurunan kandungan serat kasar ini terjadi karena adanya proses
inokulasi oleh fungi Trichoderma sp. menurut Basuki dan Wiryasasmita (1987),
dan Irawadi (1991), proses fermentasi akan mengakibatkan terjadinya pemecahan
ikatan kompleks lignoselulosa menjadi ikatan yang lebih sederhana dalam bentuk
selulosa sehingga selulosa mudah dipecah oleh enzim selulase yang dihasilkan
oleh mikroba. Serat kasar merupakan komponen utama yang banyak mengandung
karbohidrat struktural sumber energi bagi jamur, disamping bahan ekstrak tanpa
27
nitrogen (BETN), sehingga sebagian fraksi serat kasar digunakan sebagai sumber
energi bagi pertumbuhan fungi Trichoderma sp., terutama untuk pertumbuhan
miselium dengan cara mendegradasi serat kasar menggunakan kerja enzim
selulase yang dihasilkannya. Akibatnya terjadi penurunan kandungan serat kasar
pada substrat yang digunakan sebagai media inokulasi.
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tongkol jagung yang
diinokulasi dengan Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda berpengaruh
nyata (P<0.05) terhadap kandungan lemak kasar. Pada uji Duncan (Lampiran 2)
perlakuan P3 nyata lebih rendah dari P0, P1, dan P2.
Gambar 8. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Lemak
Kasar Tongkol Jagung
Pada Tabel 4. terlihat bahwa semakin lama masa inkubasi maka
semakin rendah kandungan lemak kasar. Kandungan lemak kasar mengalami
penurunan dari kontrol sampai inkubasi minggu ke-3 sebesar 35,44%. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam proses fermentasi oleh fungi Trichoderma sp.
menggunakan lemak kasar dalam proses pertumbuhannya karena fungi
Trichoderma sp. mempunyai kemampuan untuk mencerna lemak kasar. Proses
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
P1 P2 P3 P4
kad
ar L
em
ak K
asar
(%
)
Minggu
Lemak Kasar
28
fermentasi dapat menimbulkan perubahan fisik dan kimia dari senyawa organik
substrat akibat aktivitas mikroba dan dapat digunakan untuk memproduksi
senyawa kimia tertentu atau mengubah substansi asal menjadi substansi lain yang
dikehendaki. Proses fermentasi bahan berserat tidak mempengaruhi kadar
lemak bahan, sedangkan proses fermentasi yang sangat aktif, dapat
menurunkan kadar lemak bahan (substrat).
Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), perubahan yang terjadi selama
proses fermentasi berlangsung dapat terjadi pada lemak dalam substrat, lemak
netral akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas, yang digunakan untuk
pertumbuhan fungi. Hal ini terjadi pada inokulasi tongkol jagung dengan fungi
Trichoderma sp terlihat dapat menurunkan kandungan lemak kasar substrat
seperti pada perlakuan inokulasi pada 1 minggu sampai 3 minggu.
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tongkol jagung yang
diinokulasi dengan Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda tidak
berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kandungan BETN. Pada uji Duncan
(Lampiran 3) kandungan BETN berpengaruh tidak nyata pada setiap perlakuan.
Semakin lama proses inokulasi tongkol jagung dengan fungi Trichoderma
sp. Menunjukan peningkatan kandungan BETN. Tongkol jagung tanpa inokulasi
fungi Trichoderma sp. kandungan BETN meningkat dari 37,35% menjadi
41,06%. Peningkatan kandungan BETN ini menunjukan bahwa pada inokulasi
tongkol jagung selama 3 minggu menghasilkan pertumbuhan fungi Trichoderma
sp. yang cukup baik. Seperti dikemukakan oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979),
bahwa selama proses fermentasi akan terjadi perubahan hemiselulosa sebagai
29
salah satu fraksi serat kasar menjadi molekul yang lebih sederhana dan
mudah dipecah menjadi gula sederhana dan mudah larut. BETN ditentukan
melalui pengurangan bahan kering dengan seluruh komponen nutrien substrat.
Nilai BETN sangat bergantung pada kandungan nutrien lain. Kandungan BETN
sebesar 41,06% dan mengalami peningkatan selama proses fermentasi.
Peningkatan kandungan BETN dapat terjadi karena perombakan
karbohidrat struktural, terutama hemiselulosa menjadi bahan mudah larut.
Hemiselulosa dirombak menjadi monomer gula dan asam asetat. Semakin lama
inkubasi tongkol jagung dengan fungi Trichoderma sp. semakin tinggi pula
kandungan BETN, pada proses fermentasi mikroba dapat memecah komponen
kompleks menjadi yang lebih sederhana. Seperti dikemukakan oleh Sanchez
(2009) bahwa turunnya kandungan serat kasar akibat aktivitas mikroba
mengakibatkan meningkatnya kandungan BETN, dengan semakin banyaknya gula
sederhana yang dihasilkan.
Bahan ekstrak tanpa nitrogen ditentukan melalui pengurangan bahan
kering dengan seluruh komponen nutrien substrat. Nilai BETN sangat bergantung
pada kandungan nutrien lain. Kandungan BETN mengalami peningkatan selama
proses fermentasi. Peningkatan kandungan BETN dapat terjadi karena
perombakan karbohidrat struktural, terutama hemiselulosa menjadi bahan mudah
larut. Seperti dikemukakan oleh Hungate (1996) Hemiselulosa dirombak menjadi
monomer gula dan asam asetat. Trichoderma sp. dapat mensekresikan ligninase
dan selulase dan dapat menghasilkan hemiselulase.
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tongkol
jagung yang diinokulasi 5% fungi Trichoderma sp. dapat menurunkan kandungan
serat kasar dan lemak kasar pada tongkol jagung, dan ada kecenderungan
meningkatkan kandungan BETN pada tongkol jagung.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa pemanfaatan fungi
Trichoderma sp. Dapat meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung sebagai bahan
untuk ternak ruminasia.
31
DAFTAR PUSTAKA
Adam, 2003. Makanan Hasil Fermentasi. Materi Ceramah Ilmiah. Lembaga
Kimia Nasional LIPI, Bandung.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
AOAC.1992, Official Methods of Analysis. 13 Edition. Association of
Official Analytical Chemist. Washington, D.C.
Basuki T., dan R. Wiryasasmita. 1987. Improvement of The Nutritive Value of
Straw by Biological Treatment. Dalam : Limbah Pertanian Sebagai
Pakan dan Manfaat lainnya. M. Soejono., A. Musofie, R. Utomo.,
N.K. Wardhani, J.B. Schiere (Ed). Proceeding Biocovertion Project
Second Workshop on Crop Residue for Feed and Another Purpose.
Badan Pusat Statistika, 2014. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung
Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan. Makassar
Dinda, 2012. Optimasi Trichoderma sp.http://nondinda .blogspot .com/2012 /11/
optimasi-trichoderma-sp-dalam_22.html. Diakses pada Tanggal 23
April 2015.
Fardiaz, S.1989. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan . Bandung : Armico
Hardjo, S., N. S. Indrasti, dan T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan
Limbah Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Harfiah, 2010. Optimalisasi Penggunaan Jerami Padi Sebagai Pakan Ruminansia.
Disertasi. PPS Unhas, Makassar.
Howard R.L., E. Abotsi, E.L.J. van Rensburg and S. Howard. 2003.
Lignocellulose biotechnology: issues of bioconversion and enzyme
production. Afr. J. Biotechnol. 2:602-619.
Hungate, R.E. 1996. The Ruminant and Its Microbes. Agricultural Experimental
Station, University of California. Academic Press, New York,
Sanfransisco, London. P. 197-199
Ismail, 2011. Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulase dan Xilanase) dari
Neurospora sp pada Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi.
IPB, Bogor.
32
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM.
Yogyakarta.
Lorenz, K.J. and K. Kulp, (1991), Handbook of Cereal Science and
Technology, Marcel Dekker, New York.
Murni, R, Suparjo, Akmal, dan B.L.Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan universitas Jambi.
Murtidjo. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
Niken, 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma sp.
http://ayya.multiply.com/journal. Diakses tanggal 9 Desember 2014.
Noviati, A. 2002. Fermentasi Bahan Pakan Limbah Industri Pertanian dengan
Menggunakan T. harzianum. Skripsi. Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak Fapet IPB, Bogor.
Nurahmi, E, 2012. Pengaruh Trichoderma sp. terhadap Perkecambahan dan
Pertumbuhan Bibit kakao, Tomat dan Kedelai. Universitas
Syak Kuala Banda Aceh.
Pelczar, M. J and R. D. Reid. 1974. Microbiology. McGrow Hill Book Company. NewYork.
Rasjid, S. 2012. The Great Ruminant Nutrisi, Pakan dan Manajemen Produksi.
Cetakan Kedua. Brilian Internasional. Surabaya.
Rohaeni, E.S., A. Subhan dan A. Darmawan. 2006b. Kajian penggunaan
pakan lengkap dengan memanfaatkan janggel jagung terhadap
pertumbuhan sapi. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring
Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak, 9 – 10
Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 185 – 192.
Rukhmani, S. 2005. Peningkatan Nilai Gizi Bahan Pakan dari Limbah Pertanian
Melalui Fermentasi. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan
Peluang Pengembangan Usaha Agrobisnis Kelinci. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Samuel. G. J. 2010. Trichoderma. Online Systematic Mycology and Microbiology
Laboratory, ARS, USDA. Diakses pada tanggal 10 februari 2015.
Sanchez. C. 2009. Lignocellulosic residues: biodegration and bioconversion by
fungi. Biotechnol. Advan. 27:185-194.
33
Shurtleff W., and A. Aoyagi, 1979. The Microbiology and Chemystry of Tempeh
Fermentation. The Book of Tempeh, Profesional Addition. Harper
and Row Publisher, New York.
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudarmadji, and Slamet, 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sukumaran, R.K., R.R., Singhania, and A. Pandey. 2005. Microbial
Cellulases-Production, Application and Challenges, Journal of
Scientific & Industrial Research, 64 : 832-844.
Suhartanto, B., B.P. Widyobroto, dan R. Utomo. 2003. Produksi ransum lengkap
(complete feed) dan suplementasi undegraded protein untuk
meningkatkan produksi dan kualitas daging sapi potong. Laporan
Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan (Hibah Bersaing X/3).
Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suparjo, 2010.Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan Universitas.
Jambi.
Susanti, D. 2006. Seleksi Dan Produk Enzim Selulase Oleh Kapang
Selulolik Menggunakan Tongkol Jagung Pada Pakan Ternak.
Tesis. Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Umiyasih, U.Y.N. Anggraeny dan N.H. Krishna. 2007 . Strategi Pakan Murah
Untuk Pembesaran Sapi PO: Respon Sapi PO Jantan Muda
Terhadap Ransum Yang Mengandung Tongkol Jagung Fermentasi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.
Volk, T. J. 2004. Tom Volk's Fungus of the Month for November 2004.
University of Wisconsin-La Crosse.
Wardhani, N. K. dan A. Musofie. 1991. Jerami jagung segar, kering dan
teramoniasi sebagai pengganti hijauan pada sapi potong. Jurnal
Ilmiah Penelitian Ternak Grati. 2. (1):1-5.
Wulan 2012. http://wulan-berbagi-ilmu.blogspot.com/2012/01/jamur-penghasil-
enzim.html. Diakses pada tanggal 20 Desember 2014
Yulistiani, D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (kecernaan kurang dari 50%)
dalam Ransum Komplit Domba Komposit Sumatera dengan Laju
Pertumbuhan kurang dari 125 gram/hari. Program Insentif Riset
Terapan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
34
35
Lampiran 1. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 57.90 49.33 51.28 48.38
2 54.18 50.95 46.24 36.03
3 52.44 52.46 44.04 50.40
4 53.39 49.77 47.27 46.48
Rata-rata 54.48a
50.63ab
47.27b
45.32b
Descriptives
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P0 4 54.4775 2.38998 1.19499 50.6745 58.2805 52.44 57.90
P1 4 50.6275 1.40010 .70005 48.3996 52.8554 49.33 52.46
P2 4 47.2675 3.03488 1.51744 42.4383 52.0967 44.04 51.28
P3 4 45.3225 6.39843 3.19921 35.1412 55.5038 36.03 50.40
Total 16 49.4238 4.94843 1.23711 46.7869 52.0606 36.03 57.90
ANOVA
Serat_Kasar
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 193.836 3 64.612 4.470 .025
Within Groups 173.468 12 14.456
Total 367.304 15
36
Serat_Kasar
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana P3 4 45.3225
P2 4 47.2675
P1 4 50.6275 50.6275
P0 4 54.4775
Sig. .084 .178
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
37
Lampiran 2. Rataan Kandungan Lemak Kasar Tongkol Jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda.
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 0.68 0.62 0.41 0.57
2 0.84 0.64 0.72 0.56
3 0.94 0.62 0.65 0.41
4 0.70 0.80 0.55 0.50
Rata-rata 0.79a
0.67ab
0.59b
0.51b
Descriptives
Lemak_Kasar
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P0 4 .7900 .12275 .06137 .5947 .9853 .68 .94
P1 4 .6700 .08718 .04359 .5313 .8087 .62 .80
P2 4 .5825 .13451 .06725 .3685 .7965 .41 .72
P3 4 .5100 .07348 .03674 .3931 .6269 .41 .57
Total 16 .6381 .14442 .03610 .5612 .7151 .41 .94
ANOVA
Lemak_Kasar
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .174 3 .058 5.037 .017
Within Groups .138 12 .012
Total .313 15
38
Lemak_Kasar
Perlakua
n N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana P3 4 .5100
P2 4 .5825
P1 4 .6700 .6700
P0 4 .7900
Sig. .067 .140
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
39
Lampiran 3. Rataan Kandungan BETN Tongkol Jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang
Berbeda
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 33.69 38.71 37.05 37.47
2 37.62 38.56 40.84 50.54
3 38.64 36.42 44.80 36.64
4 39.46 37.95 44.21 39.58
Rata-rata 37.35
37.91
40.73
41.06
Descriptives
BETN
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
P0 4 37.3525 2.55504 1.27752 33.2869 41.4181 33.69 39.46
P1 4 37.9100 1.04630 .52315 36.2451 39.5749 36.42 38.71
P2 4 40.7250 3.18275 1.59138 35.6605 45.7895 37.05 44.80
P3 4 41.0575 6.44167 3.22083 30.8074 51.3076 36.64 50.54
Total 16 39.2613 3.83924 .95981 37.2155 41.3070 33.69 50.54
ANOVA
BETN
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 43.353 3 14.451 .976 .436
Within Groups 177.744 12 14.812
Total 221.097 15
40
Lampiran 4. Denah penelitian Trichoderma sp
P11
P12
P32
P23
P13
P24
P22
P31
P14
P21
P33
P04
P34 P01
P03
P02
41
42
Lampiran 5. Foto Penelitian
Tongkol jagung yang sudah dicacah Penimbangan tongkol jagung
Tongkol jagung yang telah ditimbang
43
Penyemprotan air pada tongkol jagung Proses Autoclave tongkol jagung
Fungi Trichoderma sp. Penimbangan Fungi Trichoderma sp.
44
Sampel ditaburkan 5% fungi Trichoderma sp.
Inokulasi tongkol jagung selama 3 minggu
45
Tongkol jagung hasil inkubasi dengan fungi Trichoderma sp
Inkubasi dengan fungi Trichoderma sp. Inkubasi dengan fung Trichoderma sp.
1 minggu 2 minggu
Inkubasi dengan fungi Trichoderma sp. 3 minggu
46
Penggilingan sampel Penimbangan sampel untuk analisa
Uji analisa serat kasar
Uji analisa lemak kasar
47
RIWAYAT HIDUP
WARDAYANTI, Lahir pada tanggal 22 September 1992 di
Maros. Anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan
bapak Ambo Nai dan ibu Rosmiah. Jenjang pendidikan
formal di SDN 13 Talamangape (1999-2005). Kemudian
setelah lulus di SD, melanjutkan di SMP Negeri 2 Maros (2005-2008), kemudian
malanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Maros, (2008-2011).
Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
melalui Jalur SNMPTN sebagai mahasiswa program Strata 1 (S-1) di Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar pada tahun 2011. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Bioteknologi
Pakan pada tahun 2015, dan asisten praktikum mata kuliah Ransum Ruminansia
pada tahun 2015, sebagai anggota organisasi Himpunan Teknologi Hasil Ternak
Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE-UNHAS) 2013/2015.